BAB I
PENDAHULUAN
Stimulasi sumur merupakan cara yang ditempuh memperbaiki produktivitas
sumur yang rendah. Ada beberapa cara yang termasuk dalam stimulasi sumur,
yaitu perekahan hidraulik dan pengasaman. Kedua cara tersebut merangsang
reservoir untuk mampu berproduksi lebih baik, dengan catatan reservoir yang
dimaksud masih memiliki cadangan yang cukup besar. Perekahan hidraulik
merupakan metode yang umum dipakai untuk meningkatkan produktivitas sumur.
Perekahan hidraulik ini membuat rekahan di sekitar lubang sumur sehingga
fluida reservoir mudah mengalir memasuki lubang sumur. Pada tulisan ini
dievaluasi keberhasilan perekahan hidraulik disumur "X" lapangan Y dalam
usaha meningkatkan kembali produktivitas sumur, yaitu mengevaluasi
peningkatan permeabilitas rata – rata (Kavg), peningkatan indeks
produktivitas, dan kenaikan laju produksi minyak serta analisa kurva IPR
sebelum dan sesudah perekahan hidraulik. Dari segi ekonomi, evaluasi
dilakukan dengan indikator keekonomian POT (Pay Out Time). Secara garis
besar, sistematika penulisan dari tugas akhir ini dibagi menjadi enam bab,
yaitu : BAB I. Pendahuluan, BAB II. Tinjauan umum lapangan Y, BAB III.
Teori dasar, BAB IV Perencanaan dan Pelaksanaan perekahan hidraulik pada
sumur "X" lapangan Tanjung, BAB V Pembahasan dan BAB VI Kesimpulan.
BAB II
TINJAUAN UMUM LAPANGAN Y
Lapangan Y berlokasi pada bagian Timur Laut cekungan Barito di
Kalimantan Selatan, yang berjarak sekitar 240 km arah utara kota
Banjarmasin. Lapangan Y ditemukan pada tahun 1934, namun baru berproduksi
secara komersial tahun 1961. Lapangan ini terdiri dari 6 (enam) zona
resevoir yang produktif, yaitu zona A, B, C, D, E, dan F, dan 1 (satu)
basement vulkanik, dimana produksinya dilakukan secara commingle dengan
potensi laju produksi saat ini (April 2011) sekitar ±4832 BOPD.
Pengembangan awal lapangan Y dilakukan dengan melakukan pemboran sumur yang
saat itu dilakukan oleh BPM ( de Bataafsche Petroleum Maatschappij-Royal
Ducth Shell) dan mencapai puncak produksinya sekitar 49490 BOPD pada tahun
1963, dengan jumlah sumur sebanyak 89 sumur. Dengan peroduksi terus
mengalami deplesi hingga 2000 BOPD, tahun 1994 dilakukan pilot project
untuk waterflood full scale-nya baru dilakukan pada 1995 dengan jumlah
sumur injeksi 31 sumur. Respon dari waterfllod ini ditandai dengan
penambahan laju produksi hingga mencapai 10000 BOPD pada Februari 1999,
selain ada penambahan sumur Infill.
Lapangan Y memiliki cadangan awal (OOIP) 620,571 MSTB dan hingga 1
Januari 2011 kumulatif produksinya telah mencapai 137,851 Mstb, dengan
recovery factor sebesar 24,4%. Perkiraan sisa cadangan minyak pada 1
Januari 2011 tercatat sebesar 13,525 Mstb. Jumlah sumur di Lapangan Y
adalah 174 sumur, terdiri dari 107 sumur produksi, 34 sumur injeksi dan 33
sumur suspended.
Blok Y saat ini dioperasikan oleh Unit Bisnis Pertamina EP Tanjung
(UBEP Tanjung) terletak di cekungan Barito disebelah Utara dan secara
geografis berada di propinsi Kalimantan Selatan. Hingga saat ini, Blok Y
memiliki 7 lapangan produksi aktif, antara lain lapangan Tanjung, Tapian
Timur, Warukin Selatan, Warukin Tengah, Tanta, Dahor, Kambitin dengan
jumlah total sumur 270 sumur. Total produksi minyak terbesar dihasilkan
dari struktur Y dengan potensi produksi harian berkisar ± 4600 BOPD yang
dihasilkan dari 6 unit reservoar dari Formasi Y dan 1 (satu) Basement
Vulkanik.Sumur "X", menembus formasi zona D dengan kedalaman 3349,9 ft,
mempunyai tekanan reservoir 809,14 psi dan temperature 150 0F.
Karakteristik sifat fisik batuan reservoir dan sifat fluida reservoir
lapisan D pada sumur "X" dapat dilihat pada table 2.1 :
Tabel 2.1
Data Reservoir Lapisan D
"Sifat Fisik Batuan dan "Unit "Data Reservoir"
"Fluida Reservoir " "Lapaisan D "
"Porositas rata - rata "% "21,5 "
"Saturasi Air (Sw) "% "27,4 "
"Permeabilitas rata - rata "mD "37,8 "
"Jenis batuan "- "Batu Pasir "
"0API "API "35.6 "
"Factor Volume Formasi "RB/STB "1.28 "
"Minyak " " "
"Viscositas Minyak "Cp "0.0185 "
BAB III
TEORI DASAR
Perekahan hidraulik adalah teknik stimulasi dengan cara menginjeksikan
fluida perekah pada rate tertentu dengan menggunakan tekanan tertentu.
Stimulasi ini bertujuan meningkatkan produktivitas sumur yaitu dengan
memperbaiki jalur konduktivitasnya. Untuk melakukan perekahan hidraulik ini
digunakan fluida perekah yang diinjeksikan ke reservoir dengan tekanan
diatas tekanan formasi. Setelah rekahan terbentuk fuida perekah tersebut
tetap terus di injeksikan agar rekahan bertambah panjang dan lebar. Agar
rekahan tersebut tidak menutup kembali maka pada fluida perekah diberikan
pengganjal berupa pasir (proppant). Proppant yang di injeksikan bersamaan
dengan fluida perekah ini akan masuk kedalam rekahan dan mengisi seluruh
bagian rekahan tersebut. Dengan tetap beradanya proppant tersebut di dalam
rekahan, maka permeabilitasnya menjadi lebih baik dari permeabilitas
sebelumnya. Dalam proses perekahan hidraulik, batuan reservoir di beri
tekanan dari gaya-gaya yang mempertahankan batuan tersebut. Maka harus
diperhatikan parameter-parameter batuan yang mempengaruhi proses perekahan
tersebut. Adapun parameter-parameter tersebut adalah :
1. Stress dan Strain
Setiap material bila terkena beban, baik itu beban tarik (tensile)
atau beban tekan (compresive) akan mengalami perubahan bentuk (deformasi).
Stress (() yaitu gaya per satuan luas. Sedangkan perubahan bentuk atau
perubahan panjang ((), dari panjang semula disebut Strain (().
2. Modulus Young
Jumlah strain yang disebabkan oleh stress adalah fungsi dari kekakuan
material. Kekakuan atau kekenyalan material dapat dilihat dari kemiringan
slope pada plot antara stress dan strain pada kondisi linier.
3. Poisson's Ratio
Pemberian beban tekan pada suatu bidang material akan mengakibatkan
material tersebut lebih pendek dan mengembang terhadap bidang tekan
tersebut. Perbandingan antara strain yang tegak lurus dengan arah stress
terhadap strain yang searah dengan arah stress dinamakan Poisson's Ratio.
4. In-situ Stress
Pada suatu formasi, stress mengalami arah yang berbeda-beda sesuai
dengan kedalaman tertentu. Stress yang dapat dipahami adalah stress
vertikal yang berhubungan dengan Over burden Pressure.
Dalam proses perakahan hidraulik ini yang harus diperhatikan extension
pressure, closure pressure, net pressure, friction pressure dan ISSIP.
Masing-masing parameter tersebut mempunyai peranan yang penting dalam
proses perekahan hidraulik. Proses perekahan ini terbagi dalam beberapa
tahap, pada umumnya seperti Mini Fall Off Test, Step rate test, Mini Frac
dan Main Frac.
1. Mini Fall Off Test
Mini Fall off Test adalah tahap awal dari Data Frac Stages test yang
dilakukan untuk mendiagnosa sumur, yaitu dengan menginjeksikan fluida ke
dalam formasi yang akan dilakukan hydraulic fracturing. Mini Fall Off Test
biasanya dilakukan dengan menggunakan fluida berbahan dasar Diesel dan KCL
dengan harga laju injeksi (Qinj) dan tekanan injeksi maksimum di permukaan
tertentu. Pemompaan fluida injeksi dan data yang terekam akan digunakan
untuk menentukan zona transmibility.
2. Step Rate Test, terbagi menjadi :
a. Step Up test, dimana bertujuan untuk mencari extension pressure yaitu
besarnya tekanan dimana tekanan telah merekah dan untuk memperpanjang
rekahan.
b. Step Down Test, bertujuan untuk mencari friction pressure, yaitu
besarnya kehilangan tekanan karena adanya pengaruh friksi.
3. Minifrac
Yang bertujuan untuk mencari ISIP (tekanan dimana tidak ada friksi
atau = 0), closure pressure (tekanan dimana rekahan mulai menutup kembali )
Dari data diatas didapatkan nilai net pressure (tekanan dimana rekahan
dapat bertahan tetap merekah), dengan perhitungan :
Pnet = Pxtension – Pelosure
4. Main frac
Tahap ini dilakukan dengan 3 (tiga) stages penginjeksian : Pad, Slurry
(Pad + Proppant), dan Flushing. Pada pelaksanaan main frac, pertama – tama
diinjeksikan pad dengan laju dan tekanan injeksi tertentu. Pad adalah
fluida kental yang fungsinya merekahakan formasi dan membentuk rekahan.
Selanjtunya diinjeksikan slurry dan proppant. Slurry ini adalah media
pembawa proppant. Kemudian dilanjutkan dengan flush, yaitu mendorong
proppant tersebut ke dalam formasi dan fluida yang digunakan berupa slick
water (water + KCL).
Fluida perekah atau fracturing fluid adalah fluida yang digunakan
pada proses perekahan hidraulik. Fluida ini di injeksikan dalam beberapa
tahapan atau stages, yang masing-masing mempunyai fungsi masing-masing
dalam tiap stages tersebut. Fluida perekah yang digunakan biasanya
berbentuk gel yaitu bahan dasar campuran dengan polymer dan crosslinked
yang akan mempengaruhi viskositas fluida perekah itu sendiri. Ada beberapa
macam bahan dasar fluida perekah yang digunakan untuk merekahkan formasi
yaitu fluida berbahan dasar minyak, berbahan dasar air, berbahan dasar
foam, dan berbahan dasar acid.
Proppant digunakan bertujuan agar rekahan mempunyai konduktivitas yang
baik, sehingga dapat mengalirkan fluida formasi kedasar sumur dengan
permeabilitas yang tinggi dengan cara mengganjal rekahan tersebut dengan
pasir (proppant). Konduktivitas rekahan (Fc) ditentukan berdasarkan pada
lebar rekahan yang terbentuk dan permeabilitas dari proppant itu sendiri.
Sifat fisik proppant sangat berpengaruh terhadap konduktivitas rekahan,
seperti proppant strenght, ukuran gain, kualitas, roundness, dan densitas
proppant. Selain itu closure stress juga sangat berpengaruh terhadap
permeability proppant, dari ukuran spesifikasinya. Adapun jenis-jenis
proppant yang dapat ditemui dan paling sering digunakan sebagai proppant
adalah pasir alam, proppant keramik, dan pasir berlapis resin.
Additive adalah bahan tambahan yang sengaja ditambahkan ke dalam
fluida perekah untuk mendapatkan performa yang diinginkan. Penambahan zat
ini bertujuan mengatur pH agar tidak terjadi scale, korosi atau swelling,
memperbaiki stabilitas terhadap temperatur, meminimalkan formation damage
dan mengontrol fluid loss.
Geometri rekahan menggambarkan hubungan antara sifat-sifat batuan dan
fluida perekah serta distribusi tekanan perekahan pada formasi batuan. Pada
umumnya model rekahan yang digunakan adalah two-dimensional (2-D), pseudo
three-dimensional (P3-D) dan three dimensional (3-D). Model yang akan
digunakan pada tugas akhir ini adalah model two dimensional dan model three-
dimensional (3-D). Model PKN mempunyai irisan berbentuk ellips di muka
sumur dengan lebar maksimumnya terletak di tengah – tengah ellips tersebut.
Model tersebut didasarkan anggapan bahwa panjang rekahan jauh lebih besar
dari tinggi rekahannya (Xf >>hf), tinggi rekahannya sama dengan tebal
reservoir, dan tekanan dianggap konstan pada arah irisan vertical. Model
KGD merupakan hasil rotasi sebesar 90 0 dari model PKN. Model KGD mempunyai
lebar yang sama (seperti segi empat) di sepanjang rekahannya dan berbentuk
setengah elips di ujungnya. Model KGD mempunyai rekahan yang relatif
pendek, lebih lebar dengan konduktivitas yang lebih besar dari model PKN.
Model tersebut berdasarkan anggapan bahwa tinggi rekahan lebih panjang dari
panjang rekahan (hf >> xf), tinggi rekahan sama dengan tebal reservoir, dan
stiffness batuan bekerja pada arah horizontal.
Setelah pekerjaan perekahan hidraulik harus dilakukan suatu evaluasi
yang
dapat dianalisa dari kenaikan productivity index sumur yang ditinjau
berdasarkan kinerja aliran fluida formasi ke lubang sumur atau kelakuan
formasi produktif yang digambarkan dalam bentuk Inflow Perfomance
Relationship atau IPR. Inflow Performance Relationship terbagi menjadi
beberapa bagian yaitu, IPR untuk satu phasa, dua phasa, kombinasi, dan
sumur yang mengalami kerusakan formasi. Metode lain untuk memperkirakan
perbaikan produktivitas suatu sumur adalah dengan melihat besarnya
distribusi permeabilitas yang dihasilkan setelah perekahan. Asumsi yang
digunakan adalah menganggap bahwa stimulasi perekahan hidraulik yang
dilakukan menyebabkan permeabilitas di sekitar lubang sumur berbeda dengan
besarnya harga permeabilitas pada zona yang berada jauh dari lubang sumur.
Salah satu aspek keberhasilan suatu stimulasi juga dapat dilihat dari segi
keekonomian. Dalam dunia bisnis, jika investasi yang ditanamkan dalam suatu
proyek tidak dapat berlipat atau minimal kembali dalam jangka waktu
tertentu maka proyek tersebut dianggap gagal. Begitu juga dalam industri
perminyakan, hydraulic fracturing merupakan suatu teknik stimulasi yang
memerlukan investasi tidak sedikit, sehingga perlu diperhitungkan besarnya
investasi yang harus ditanamkan, lamanya waktu investasi kembali, serta
profit atau keuntungan yang akan diperoleh perusahaan dengan dilakukannya
perekahan hidraulik tersebut.
Dalam skala kecil, parameter keekonomian yang diperlukan antara lain
adalah POT (Pay Out Time) dan Cash Flow selama rentang waktu pengamatan.
Untuk suatu pekerjaan workover sumur, umumnya mengevaluasi pay out time dan
cash flow sumur telitian untuk rentang waktu tertentu sampai diadakannya
work over berikutnya.
BAB IV
PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN PEREKAHAN HIDRAULIK
DI SUMUR "X" LAPANGAN Y
Tujuan perekahan hidraulik yang dilakukan pada sebagian besar sumur di
lapangan Y adalah meningkatkan perolehan minyak dari sumur yang berproduksi
di lapisan yang rendah sedangkan Oil In Place nya masih cukup besar. Selain
dari pada itu alasan lainnya adalah karena sebagian besar formasi
dilapangan Y adalah formasi yang tight, yaitu yang pori – porinya rapat
sehingga menyebabkan fluida sulit bergerak menuju wellbore.
4.1 Pengumpulan Data
Sebelum perekahan hidraulik dilaksanakan, dilakukan pengumpulan data –
data yang akan dipakai dan dianalisa untuk mererncanakan perekahan
hidraulik tersebut. Data yang diperlukan tersebut digunakan sebagai acuan
untuk perencanaan dan pelaksanaan perekahan hidraulik. Data – data tersebut
antara lain adalah, data komplesi, data reservoir, data mekanika batuan,
data produksi, treatment post job report sumur "X" lapisan D, dan
proposalnya.
2. Material Untuk Perekahan
Pemilihan fluida perekah merupakan tahap perencanaan sebelum dilaku-
kannya perekahan hidraulik. Perekahan hidraulik di sumur "X" lapisan D
ini menggunakan fluida perekah berbahan dasar air jenis YF 116ST dan dengan
campuran additive pendukung dan diesel. Fluida perekah berbahan dasar air
ini lebih murah dibandingkan dengan bahan dasar yang lainnya dan mudah
didapat. Pemilihan fluida perekah didasarkan pada analisa batuan dan fluida
reservoir. YF merupakan pengertian dari widefrac, Fluida ini mengandung 16
pound guar polymer untuk setiap 1000 gall. Fluida YF116ST ini didesain agar
salt tolerant sesuai dengan jenis lapisan ini. Konsentrasi untuk KCL 4%.
Dan dapat digunakan pada temperature 100 0F hingga 200 0F. Proppant yang
digunakan pada sumur "X" adalah Brady Sand 12/20. Angka 12/20 adalah ukuran
butir pasir yang digunakan, artinya dapat melewati screen (saringan 0.0661
inch) dan tersaring oleh screen 20 mesh (0.0331). Sedangkan AcFrac CR4000
12/20 merupakan Resin Coated Sand, yaitu jenis proppant yang berlapiskan
resin. Resin ini berguna untuk tetap melekatkan butiran proppant yang
hancur karena tidak mampu menahan beban yang diterimanya sehingga tidak
tersapu oleh aliran fluida.
4.3 Pelaksanaan Perekahan Hidraulik
Pelaksanaan perekahan hidraulik pada sumur "X" pada lapangan Y ini
terdiri dari : mencari Data Frac Stages Test ( yang terdiri dari Mini fall
off test, Step rate test, dan Mini Frac ), dan Main Farc.
1. Mini Fall Off Test
Mini Fall Off Test adalah tahap awal dari DataFrac Stages Test yang
dilakukan untuk mendiagnosa sumur. Pada tahapan ini akan didapatkan
perkiraan data tekanan. Tekanan rata - rata selama pemompaan 1201 psi, dan
tekanan maksimum selama pemompaan 1393 psi. Selama Shut in tekanan di
permukaan turun dari 1201 menjadi 649, sehingga diindikasikan total
friction pressure sebesar 552 psi. Mini Fall Off Test dilakukan dengan
memompakan 4% KCL 35,2 bbl dengan laju injeksi (Qinj) 7 BPM.
2. Step Rate Test
Step Rate Test dibagi menjadi 2 dua yaitu Step up Test dan Step Down
Test. Pada tahapan ini akan diketahui extention point yaitu, fracture
extention pressure ( besarnya tekanan dimana tekanan tersebut dapat
memperpanjang rekahan ), fracture extention rate dan perkiraan closure
pressure. Dari hasil analisa extention pressure dapat diketahui tekanan
yang dibutuhkan untuk menumbuhkan rekahan. Pada sumur "X" lapisan D, test
ini dilakukan dengan cara memompakan 4% KCL secara bertingkat sebanyak
105,8 bbl hingga laju pemompaan yang diinginkan . Laju injeksi untuk Step
Up Test adalah : 1.2 – 1.5 – 1.8 – 2.0 – 2.5 – 4.0 – 6.0 – 8.0 – 12.0 –
16.0 BPM dengan waktu 1 menit untuk setiap laju injeksinya. Sedangkan pada
Step Down Test prosesnya adalah kebalikan dari Step Up Test, dan laju
injeksi untuk Step Down Test adalah : 12.0 – 8.0 – 6.0 – 4.0 – 2.0 BPM
dengan waktu 1 menit untuk setiap laju injeksinya.
3. MiniFrac atau Calibration Test
MiniFrac merupakan skala kecil dari MainFrac. Tahapan test ini
dilakukan
dengan fluida perekah yang sama dengan yang akan digunakan pada Mainfrac,
yaitu YF116ST, WF116ST dan tanpa proppant. Pada tahap Minifrac di sumur "X"
lapisan D ini, dipompakan YF116ST sebanyak 180 bbl dan WF116ST 27 bbl
dengan laju injeksi (Qinj) 16 BPM selama 12 menit. Dari MiniFrac ini
didapatkan ISIP dan clossure pressure.
4. Main Fracturing
Hasil akhir setelah membuat desain dengan 3 ( tiga ) dimensi ataupun 2
(dua) dimensi adalah dapat diperkirakannya rekahan yang terbentuk. Pada
sumur "X" ini Main Frac dilaksanakan tanggal 19 Februari 2011, dengan
fluida perekah YF116ST. Sedangkan proppantnya yang digunakan adalah 12/20
Brady sand dan AcFrac CS 12/20. Pada proses ini, pertama – tama
diinjeksikan pad ( fluida perekah tanpa proppant ) dengan laju injeksi 16
BPM sebanyak 155.2 bbl pada tekanan rata – rata selama pemompaan 1764 psi.
Pad ini berfungsi merekahkan formasi dan membentuk rekahan. Selanjutnya
diinjeksikan slurry beserta proppant. Pada tahapan ini slurry dipompakan
dengan rate yang konstan yaitu 16 BPM, sekaligus proppant Brady Sand 12/20
yang ditambahkan secara bertahap dari 0.5 PPA hingga 5.0 PPA. Pada
konsentrasi 6.0 PPA proppant yang digunakan adalah AcFrac CS 12/20. Apabila
pemompaan slurry telah tercapai, dilakukan pemompaan flush, agar proppant
terdorong ke dalam formasi dan sisa dari proppant dapat kembali
kepermukaan. Fluida yang digunakan untuk flush adalah WF116 dengan laju
injeksi yang sama seperti kemampuan pad.
3. Evaluasi Perekahan Hidraulik
Evaluasi yang dilakukan terhadap perekahan hidraulik pada sumur "X"
lapisan D pada tulisan ini meliputi evaluasi geometri rekahan 2D dengan
model PKN dan KGD dibandingkan dari 3D menggunakan simulasi FracCad,
perubahan permeabilitas sebelum dan sesudah perekahan, Fracture
Conductivity, Productivity Index, IPR sebelum dan sesudah perekahan, dan
keekonomiannya.
1. Geometri rekahan
Model rekahan 2 (dua) dimensi yang digunakan pada tulisan ini adalah
PKN (Perkins, Kern, dan Nordgen ) dan KGD ( Khristianovich, Geertsma, dan
De- Klerk ). Pendekatan dengan model ini digunakan untuk memperkirakan
panjang dan lebar rekahan dibandingkan dengan dari 3D menggunakan simulasi
FracCad.
1. PKN (Perkins, Kern, dan Nordgen )
Model PKN ini digunakan jika panjang rekahan jauh lebih besar dari
tinggi rekahan ( Xf >> Hf ). Hasil yang didapat dengan menggunakan metode
ini adalah panjang rekahan 52.9 ft, lebar rekahan 0.0105 ft, sedangkan
tinggi rekahan dianggap sama dengan tinggi formasi yakni 110.2 ft.
4.4.1.2 KGD ( Khristianovich, Geertsma, dan De Klerk )
Model KGD ini digunakan jika tinggi rekahan jauh lebih besar dari
panjang rekahan ( hf >> Xf ). Model KGD merupakan kebalikan dari model PKN.
Hasil yang didapat dengan menggunakan metode ini adalah panjang rekahan
(Xf) 62.18 ft, lebar rekahan (W) 0.0110 inchi,dan tinggi rekahan (Hf) 88.87
ft.
2. Permeabilitas Batuan
Tujuan perekahan hidraulik suatu formasi adalah meningkatkan
permeabilitas batuan tersebut yang diikuti oleh peningkatan laju alir
minyak. Karena tidak ada data dari PBU test disumur "X" sesudah perekahan,
maka permeabilitas batuan pada sumur ini diperkirakan dari perhitungan.
Dari perhitungan didapat bahwa setelah perekahan hidraulik pada sumur "X"
terjadi peningkatan permeabilitas dari 37,8 mD sebelum perekahan, menjadi
126.9 mD (Kf) sesudah perekahan.
3. Fracture Conductivity
Semakin tinggi fracture conductivity suatu formasi, maka semakin baik
fluida mengalir. Fracture conductivity dapat dihitung secara manual dengan
menggunakan rumus. Dari perhitungan didapat Fracture Conductivitynya
23149.8 mDft, angka ini lebih besar dibandingkan dengan hasil yang
diperoleh dari simulasi FracCad yaitu 9829 mDft.
4. Productivity Index ( PI )
Harga Index Produktivitas (PI) diharapkan akan naik setelah
dilakukannya
suatu perekahan hidraulik. Indeks Produktivitas merupakan parameter yang
menunjukkan kemampuan formasi untuk berproduksi. Perhitungan Indeks
Produktivitas tersebut dapat dilakukan secara manual. Metode yang digunakan
untuk menghitung PI pada tulisan ini adalah metode Prats. Dari perhitungan
diatas diketahui bahwa Indeks Productivitas setelah perekahan adalah naik
4.61 kali.
5. Inflow Performance Relationship ( IPR )
Inflow Performance Relationship adalah gambaran kemampuan suatu for-
masi berproduksi yang digambarkan oleh hubungan antara laju produksi (Qo)
dengan tekanan alir dasar sumur (Pwf). Pada tulisan ini, metode yang
digunakan untuk pembuatan IPR adalah metode Vogel. Metode ini digunakan
karena formasi yang dievaluasi memiliki aliran dua phasa dengan water cut
tinggi.
6. Keekonomian Perekahan Sumur "X"
Keberhasilan suatu perekahan hidraulik juga perlu dilihat dari segi
keeko-
nomiannya. Jika investasi yang ditanamkan tidak berlipat atau minimal
kembali dalam jangka waktu tertentu, maka perekahan hidraulik tersebut
dapat dikatakan gagal. Dari hasil perhitungan POT didapatkan POT perekahan
hidraulik di sumur "X" 63 hari, sehingga dari segi ekonomian perekahan
hidraulik pada sumur "X" lapangan Y dinilai berhasil.
BAB V
PEMBAHASAN
Perekahan hidraulik yang dilakukan pada sumur "X" bertujuan untuk
memperbaiki jalan aliran fluida dari formasi menuju lubang sumur, sehingga
terjadi peningkatan produksi pada sumur. Formasi di sumur "X" lapangan Y
ini tergolong tight yaitu pori – pori formasi batuannya rapat yang
menyebabkan fluida sulit bergerak menuju wellbore sehingga pada sumur ini
diperlukan stimulasi. Sebelum distimulasi produksi sumur "X" adalah 17 BOPD
dan permeabilitas formasinya 37,8 mD. Kecilnya produksi dan permeabilitas
lapisan D di sumur "X" ini merupakan alasan utama diperlukannya suatu
stimulasi pada sumur "X". Perekahan pada sumur "X" lapisan D ini digunakan
fluida perekah berbahan dasar air yaitu YF116ST. Fluida perekah ini dapat
menggunakan pada lapisan sandstone. Waktu digunakan fluida perekah ini
ditambahkan additives dengan komposisi tertentu agar menghasilkan performa
suatu fluida yang didinginkan. Penambahan additives ini disesuaikan dengan
sifat - sifat lapisan D sumur "X". Jenis – jenis additive yang ditambahkan
pada fluida perekah ini adalah Borate Crosslinker, Oxidizer Breaker,
Encapsulated Breaker, Antifoam, Ezeflo Surfaktant, Bactericed, Potassium
Chloride, Nonemulsifying Agent, Cleanflow Add, dan FiberFrac. Untuk
proppant digunakan adalah jenis 12/20 Regular Sand dan 12/20 RCS. Proppant
yang digunakan ditentukan berdasarkan pertimbangan kemampuannya untuk dapat
menahan rekahan agar tidak menutup kembali dan mempunyai konduktivitas yang
baik. Oleh karena itu proppant tersebut harus dapat menahan tekanan paling
sedikit 2066 psi.
Sebelum dilaksanakannya Main Fracturing, terlebih dahulu dilakukan
Frac Stages Test. Parameter yang diperoleh dari test ini adalah clossure
pressure 2066 psi, extention pressure 2203 psi, ISIP 2283 psi, perkiraan
panjang rekahan (Xf) 224 ft, tinggi rekahan (Hf) 89.54 ft, dan lebar
rekahan (W) 0.216 inchi. Sebelum dilaksanakan Main Frac, harus dibuat
geometri rekahan. Geometri rekahan ini dapat didesain dengan menggunakan
simulasi 3D FracCad ataupun 2D dengan menggunakan metode PKN dan KGD. Dari
perbandingan parameter antara 3D FracCad dengan 2D didapat bahwa metode
perhitungan model geometri rekahan yang cocok pada tulisan ini adalah
metode PKN, yang memiliki konsep panjang rekahan lebih panjang dari pada
tinggi rekahan. Namun hasil perhitungan dengan metode PKN tidak memenuhi
syarat konsep metode tersebut. Dari hasil perhitungan 2D didapatkan panjang
rekahan 52.9 ft, lebar rekahan 0.0105 ft, sedangkan tinggi rekahan dianggap
sama dengan tinggi formasi yakni 110.2 ft. Hasil perhitungan dari 3D
FracCad maupun 2D ( PKN dan KGD ) hasilnya berbeda. Hal ini karena pada 3D
FracCad memperhitungkan variasi sifat fisik batuan sedangkan untuk 2D tidak
memperhitungkan variasi sifat fisik batuan, seperti mengasumsikan tinggi
rekahan dianggap sama dengan ketebalan formasi dan sifat fisik batuan
dianggap sama untuk semua lapisan batuan. Dari hasil simulasi FracCad
didapatkan panjang rekahan 224 ft, lebar rekahan 0.216 ft, tinggi rekahan
89.5 ft, sedangkan untuk konduktifitas efektifnya 6148 mD-ft.
BAB VI
KESIMPULAN
1. Alasan utama dilakukannya perekahan hidraulik pada sumur "X" lapisan D
lapangan Y ini adalah untuk meningkatkan produksi dengan meningkatkan
permeabilitas formasi, dengan cara membuat saluran konduktif sebagai
jalan aliran fluida dari formasi menuju lubang sumur.
2. Sebelum Main Frac dilakukan DataFrac Stages Test terdiri dari Mini
fall off test, Step rate test, dan Mini frac. Data yang diperoleh
adalah Frac extention rate 2.3 BPM, Frac extention pressure 2203 psi,
Max near wellbore friction 1064 psi, Clossure pressure 2066 psi, Frac
gradient 0.83 psi/ft, ISIP 2283 psi, dan Net pressure 218 psi.
3. Dari metode PKN didapat panjang rekahan (Xf) 52.9 ft, lebar rekahan
(W) 0.0105 inchi, dan tinggi rekahan (Hf) 110.2 ft yang tidak memenuhi
syarat metode tersebut. Sedangkan dengan metode KGD didapat panjang
rekahan (Xf) 62.18 ft, lebar rekahan (W) 0.0110 inchi,dan tinggi
rekahan (Hf) 88.87 ft yang sesuai dengan metode tersebut.
4. Dari pemodelan geometri rekahan sumur "X" lapisan D secara 3D FracCad
didapat lebar rekahan rata- rata (W) 0.216 inchi, panjang rekahan (Xf)
224 ft, tinggi rekahan 89.5 ft, dan Fracture Conductivity 6148 mDft.
Yang digunakan adalah data dari model 3D FracCad karena dianggap lebih
baik.
5. Fluida perekah Mini fall off test dan Step rate test adalah 4% KCL
Brine, untuk Main Frac digunakan fluida berbahan dasar air YF116ST dan
ditambahkan additive, yang akan dipompakan 24800 gal. Proppant yang
digunakan 12/20 Brady sand dan AC4000 12/20 yang merupakan RCS, dari
desain yang akan dipompakan 61900 lbs.
6. Rekahan yang terbentuk adalah panjang rekahan 173.5 ft, tinggi
rekahan 64.9 ft, lebar rekahan 0.357 inchi, dan fracture
conductivitynya 9829 md-ft. Rekahan yang terbentuk lebih kecil dari
data 3D FracCad, karena PAD yang dipompakan dikurangi. Proppant yang
dipompakkan 62215 lb, dan yang masuk kedalam formasi 60903 lb.
7. Perekahan hidraulik pada sumur "X" lapisan D dianggap berhasil, dengan
meningkatnya permeabilitas 37.8 mD menjadi 126.9 mD, dan produksi dari
17 BOPD sebelum perekahan menjadi 30.5 BOPD. Dari perhitungan POT,
menunjukan bahwa perekahan hidraulik pada sumur ini ekonomis dengan
POT 63 hari.
RINGKASAN
Sumur "X" pada lapangan Y mempunyai laju alir minyak yang kecil
karena permeabilitasnya yang rendah, adanya skin, dan formasi lapisan di
sumur "X" ini tight. Oleh karena itu diperlukan suatu perekahan hidraulik.
Sebelum dilakukan Main Frac diawali dengan Mini Fall Off Test, Step Rate
Test, dan Calibration Test. Data yang diperoleh adalah Frac extention rate
2.3 BPM, Frac extention pressure 2203 psi, Max near wellbore friction 1064
psi, Clossure pressure 2066 psi, Frac gradient 0.83 psi/ft, ISIP 2283 psi,
dan Net pressure 218 psi. Dari pemodelan geometri rekahan sumur "X" lapisan
D secara 2D (PKN dan KGD) dari PKN diperoleh panjang rekahan (Xf) 52.9 ft,
lebar rekahan (W) 0.0105 inchi, dan tinggi rekahan (Hf) 110.2 ft. Sedangkan
metode KGD didapat panjang rekahan (Xf) 62.18 ft, lebar rekahan (W) 0.0110
inchi, dan tinggi rekahan (Hf) 88.87 ft dan dari 3D FracCad didapat lebar
rekahan rata- rata (W) 0.216 inchi, panjang rekahan satu sayap (Xf) 224 ft,
tinggi rekahan 89.5 ft.
Karena perekahan hidraulik terjadi peningkatan produksi minyak, dari
17 BOPD sebelum perekahan menjadi 30.5 BOPD sesudah perekahan.
Permeabilitasnya juga meningkat dari 37.8 mD sebelum perekahan menjadi
126.9 mD setelah perekahan. Dari segi keekonomian, didapatkan POT selama 63
hari. Dari semua indikator tersebut perekahan hidraulik di sumur "X"
lapangan Y dianggap berhasil.
ABSTRACT
"X" well at Y field has a low production. This low production because
the formation has a low permeability, there is formation damage, and type
of layer this formation at "X" well is tight. The implementation hydraulic
fracturing need applying to the "X" well. Before apply Main Frac need some
test that is Mini Fall Off Test, Step Rate Test, and Calibration Test. From
that test got Frac extention rate 2,3 BPM, Frac extention pressure 2203
psi, Maximum near wellbore friction 1064 psi, Clossure pressure 2066 psi,
Frac gradient 0.83 psi/ft, ISIP 2283 psi, and Net pressure 218 psi. The
geometry fracturing evaluation was carried out by repeating the fracturing
calculation manually ( PKN and KGD ) and 3D FracCad. From PKN was got
fracture length (Xf) 52.9 ft, wide (W) 0.0105 inchi, and fracture height
110.2 ft. From the KGD method was got fracture length (Xf) 62.18 ft, wide
(W) 0.0110 inchi, and fracture height 88.87 ft and from 3D FracCad was got
fracture length (Xf) 224 ft, wide (W) 0.216 inchi, and fracture height 89.5
ft.
After hydraulic fracturing there is an increase of oil production
rate, from 17 BOPD before fracturing to 30.5 BOPD after fracturing. From
result of the hydraulic fracturing evaluation that was carried out, the
permeability of the formation increased from 37.8 mD before fracturing to
126.9 mD after fracturing. From the economic evaluation the POT is 63 days.
From all the evaluation and result means that hydraulic fracturing in the
"X" well at Y field was successful.
-----------------------
2
4
10
17
19
i
ii