BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Kolaborasi merupakan istilah umum yang sering digunakan untuk menggambarkan suatu hubungan kerjasama yang dilakukan pihak tertentu. Sekian banyak pengertian dikemukakan dengan sudut pandang beragam namun didasari prinsip yang sama yaitu mengenai kebersamaan, kerjasama, berbagi tugas, kesetaraan, tanggung jawab dan tanggung gugat. Namun demikian kolaborasi sulit didefinisikan untuk menggambarkan apa yang sebenarnya yang menjadi esensi dari kegiatan ini. Siegler dan Whitney (1999) mengemukakan bahwa tidak ada definisi yang mampu menjelaskan sekian ragam variasi dan kompleknya kolaborasi dalam kontek perawatan kesehatan. Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan kolaborasi sebagai suatu perbuatan atau tindakan kerjasama antara satu orang dengan orang lain atau tim. Dalam hal ini, tim adalah suatu perkumpulan dari beberapa orang yang membentuk suatu kelompok. Sebuah sistem kesehatan yang mendukung kerjasama atau kolaborasi yang efektif dapat meningkatkan kualitas perawatan pasien, meningkatkan keselamatan keselamata n pasien, dan mengurangi masalah beban beba n yang menyebabkan masalah dikalangan profesional kesehatan (Cannadian Health Services Research Foundation, 2006).
Berdasarkan kamus Heritage Amerika
(2000),
bersama
kolaborasi
adalah
bekerja
khususnya
dalam
usaha
penggambungkan pemikiran. Apapun bentuk dan tempatnya, kolaborasi meliputi suatu pertukaran pandangan atau ide yang memberikan perspektif kepada seluruh kolaborator. Efektifitas hubungan kolaborasi profesional membutuhkan mutual respek baik setuju atau ketidaksetujuan yang dicapai dalam interaksi tersebut. Partnership kolaborasi merupakan usaha yang baik sebab mereka menghasilkan outcome yang lebih baik bagi
pasien dalam mecapai upaya upaya penyembuhan dan
memperbaiki kualitas hidup. Kolaborasi
merupakan
proses
komplek
yang
membutuhkan
sharing
pengetahuan yang direncanakan dan menjadi tanggung jawab bersama untuk merawat pasien. Hubungan perawat dengan pasien adalah suatu wahana untuk
1
mengaplikasikan proses keperawatan pada saat perawat dan pasien berinteraksi kesediaan untuk terlibat guna mencapai tujuan asuhan keperawatan. Hubungan perawat dan pasien adalah hubungan yang direncanakan secara sadar,bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk pencapaian tujuan klien. Dalam hubungan itu perawat menggunakan pengetahuan komunikasi guna memfasilitasi hubungan yang efektif. Pada dasarnya hubungan perawat dan pasien bersifat professional yang diarahkan pada pencapaian tujuan. Hubungan perawat dengan pasien merupakan hubungan interpersonal titik tolak saling memberi pengertian. Kewajiban
perawat
memberikan
asuhan
keperawatan
dikembangkan
hubungan saling percaya dibentuk dalam interaksi, hubungan yang dibentuk bersifat terapeutik t erapeutik dan bukan hubungan sosial, dimana harus terfokus pada klien untuk menyelesaikan masalah klien. Berdasarkan uraian di atas, maka hal ini yang melatarbelakangi penulis untuk membahas mengenai sistem kolaborasi pemberian asuhan keperawatan dan pasien serta keluarga yang mendukung dalam penyelesaian masalah bagi pasien.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa rumusan masalah pada makalah ini adalah: 1. Bagaimana sistem kolaborasi pemberian asuhan keperawatan dan pasien serta keluarga? 2. Bagaimana asuhan keperawatan kesehatan yang berhubungan dengan lingkungan keluarga pasien? 3. Bagaimana pelayanan pemberi asuhan keperawatan kepada pasien serta keluarga di rumah?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan yang dapat dicapai dari pembuatan makalah ini adalah: 1. Mahasiswa mengetahui sistem kolaborasi pemberian asuhan keperawatan dan pasien serta keluarga. 2. Mahasiswa mengetahui asuhan keperawatan kesehatan yang berhubungan dengan lingkungan keluarga pasien.
2
3. Mahasiswa mengetahui pelayanan pemberi asuhan keperawatan kepada pasien serta keluarga di rumah.
1.4 Manfaat
Adapun manfaat yang didapat dalam makalah ini sebagai berikut. 1. Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui sistem kolaborasi pemberian asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien dan keluarga serta mampu
memahami
penerapan
asuhan
keperawatan
sehingga
mengoptimalkan kerja mahasiswa dalam berkolaborasi sebagai calon perawat. 2. Dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk memperdalam pengetahuan mengenai sistem kolaborasi pemberian asuhna keperawatan.
3
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Sistem Kolaborasi Pemberian Asuhan Keperawatan Dan Pasien Serta Keluarga
Perawat sebagai pelaksana keperawatan pada zaman dahulu dikatakan sebagai pekerjaan vokasional dimana dalam melaksanakan kegiatannya sebagai tim kesehatan selalu bergantung pada profesi kesehatan yang lain. Sejalan dengan berkembangnya ilmu dan runtutan kebutuhan terhadap pelayanan kesehatan yang bermutu sejak tahun 1983. Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) dalam lokakarya nasional mengikarkan bahwa keperawatan adalah profesional. PPNI sebagai landasan pelayanan profesional, dalam UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, pasal 32 ayat (2) ditulis bahwa penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dilakukan dengan pengobatan dan atau perawatan dapat dilakukan berdasarkan ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan atau cara lain yang dapat dipertanggungjawabkan. Ilmu keperawatan adalah sitesa dari ilmu keperawatan dasar, ilmu keperawatan klinik, ilmu biomedik, ilmu jiwa (psikologi) dan ilmu sosial. Ilmu keperawtan dasar meliputi keperawatan profesional (profesional nursing), konsep dasar keperawatan (fundamental of nursing), kebutuhan dasar manusia (basic human need), proses keperawatan (nursing proces) dan manajemen keperawatan (nursing management). Wawasan ilmu keperawatan mencakup ilmu yang mempelajari bentuk dan sebab tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia serta upaya mencapai pemenuhan kebutuhan tersebut. Kebutuhan dasar manusia meliputi bio, psiko, sosio, kultural dan spiritual. Pelayanan keperawatan berupa bantuan, diberikan karena adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan, serta kurangnya kemauan menuju kemampuan melaksanakan kegiatan hidup sehari-hari secara mandiri. Praktik keperawatan adalah tindakan mandiri perawatan profesional melalui kerja sama bersifat kolaboratif dengan klien dan tenaga kesehatan lain dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya. Salah satu lingkup praktik keperawatan adalah asuhan keperawatan 4
keluarga karena keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat sebagai akibat pola penyesuaian keluarga yang tidak sehat sehingga tidak terpenuhinya kebutuhan keluarga. Asuhan keperawatan adalah suatu proses rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang langsung diberikan pada klien pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan,
dalam
upaya
pemenuhan
kebutuhan
dasar
manusia,
dengan
mengguanakan metodelogi proses keperawatan, dilandasi etik dan etika keperawtan, dalam lingkup wewenang serta tanggung jawab kepera watan. Asuhan keperawatan keluarga merupakan suatu rangkaian kegiatan yang diberikan melalui praktek keperawatan kepada keluarga, untuk membantu, menyelesaikan masalah kesehatan keluarga tersebut dengan mengguanakan pendekatan proses keperawatan. Metodologi proses keperawatan merupakan metodologi penyelesaian masalah kesehatan klien secara ilmiah berdasarkan pengetahuan ilmiah serta menggunakan teknologi kesehatan dan keperawatan, meliputi tahapan : 1. Pengkajian.
Merupakan
suatu
tahapan
ketika
seorang
perawat
mengumpulkan informasi secara terus menerus tentang keluarga yang dibinanya. Pengkajian merupakan langkah awal pelaksanaan asuhan keperawatan. Tahap ini mencakup pengumpulan data, analisis/anterpretasi data tentang kondisi bio, psiko, sosio, kultural dan spiritual. 2. Merumuskan diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang dirumuskan berdasarkan data yang terkumpul dan berupa rumusan tentang respon klien terhadap masalah kesehatan serta faktor penyebab yang berkontribusi terhadap timbulnya masalah yang perlu diatasi dengan tindakan atau intervensi keperawtan. Diagnosa keperawatan keluarga dianalisis dari hasil pengkajian terhadap adanya masalah dalam tahap perkembangan keluarga, lingkungan keluarga, struktur keluarga, fungsi-fungsi keluarga dan koping keluarga, baik yang bersifat aktual, resiko maupun sejahtera dimana perawat memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk melakukan tindakan keperawatan bersama-sama dengan keluarga dan berdasarkan kemampuan dan sumber daya keluarga.
5
3. Perencanaan. Perencanaan asuhan keperawatan adalah kumpulan tindakan yang ditentukan oleh perawat bersama-sama sasaran (keluarga) untuk dilaksanakan, sehingga masalah kesehatan dan masalah keperawatan yang telah diidentifikasi dapat diselesaikan. 4. Implementasi. Merupakan bagian aktif dalam asuhan keperawatan, yaitu perawat melakukan tindakan sesuai tindakan perencanaan. 5. Evaluasi
merupakan
kegiatan
yang
membandingkan
antara
hasil
implementasi dengan kriteria dan standar yang telah ditetapkan untuk melihat keberhasilannya. Jika hasil evaluasi tidak berhasil, perlu disusun rencana perawatan baru. Perlu diperhatikan juga bahwa evaluasi perlu dilakukan beberapa kali dengan melibatkan keluarga, sehingga perlu pula direncanakan waktu yang sesuai dengan kesediaan keluarga. 6. Dokumetasi adalah data yang lengkap, nyata, dan tercatat, bukan hanya tingkat kesakitan pasien, tetapi juga jenis, tipe dan kualitas pelayanan kesehatan dalam memenuhi kebutuhan pasien. Prinsip-prinsip dalam dokumentasi harus segera mungkin, catatan harus kronologis, penulisan singkat, harus dilakukan umum dan seragam, masukan tanggal jam serta tanda tangan dan inisial dengan tinta. Metode yang digunakan dalam dokumentasi: SOP (SOAPIER), PIE (Problem, Intervensi, Evaluasi).
2.1.1
Batasan Keahlian
Tingkat keperawatan keluarga yang dipraktekan oleh perawat untuk mengkonseptualisasikan keluarga untuk bekerjasama dengannya yaitu ada tiga tingkat komponen keperawatan (Friedman, 1986), terdiri dari: 1. Tingkat I : Keluarga sebagai konteks Keperawatan keluarga dikonseptualisasikan sebagai bidang dimana keluarga dipandang sebagai konteks bagi klien atau pasien (Bozzet, 1987). Keluarga sebagai fokus sekunder dan klien sebagai fokus primer atau utama dalam pengkajian dan intervensi. Pada tingkat ini perawat dapat mengikutsertakan keluarga karena keluarga merupakan sebuah lingkungan sosial yang bisa menjadi dukungan sosial bagi klien.
6
2. Tingkat II : keluarga sebagai kempulan dari anggota keluarga Pada tingkat ini keperawatan diberikan pada semua anggota keluarga, maka perawatan kesehatan keluarga dan keperawatan keluarga dikatakan ada (keperawatan primer keluarga). Keluarga sebagai fokus keperawatan dan masing-masing klien dilihat dari unit yang terpisah bukan unit yang saling berinteraksi. Keluarga dipandang sebagai kumpulan atau jumlah individu dari anggota keluarga. 3. Tingkat III : keluarga dan klien Keluarga dipandang sebagai klien atau sebgai fokus utama pengkajian dan perawatan. Disini keluarga menjadi yang utama dengan setiap anggotanya sebagai latar belakang atau konteks. Keluarga dipandang sebagai sistem yang berinteraksi. Fokusnya pada dinamika dan hubungan internal keluarga, struktur dan fungsi keluarga, serta saling ketergantungan sub sistem keluarga dengan keseluruhan dan keluarga dengan lingkungan luarnya. Hubungan antara penyakit, individu-individu dalam keluarga, dan keluarga diaanalisis dan dimasukkan dalam rencana perawatan. (Wright dan Leahey, 1988). Dalam banyak literatur mungkin banyak terdapat beberapa pendapat tentang terdiri dari apa saja keperawatan keluarga itu, namun dalam naskah ini keperawatan keluarga terdiri dari konseptualisasi dan atau praktik.
2.1.2
Alasan Keluarga Sebagai Klien
Praktik yang dipusatkan pada keluarga telah diumumkan perawatan kesehatan komunitas sejak bidang ini lahir. Tinkhan dan Voorthies (1984) percaya bahwa keluarga menyediakan sumber-sumber yang penting untuk memberikan pelayanan kesehtan yang penting bagi orang. Mereka merujuk pada keluarga sebagai pasien dari perawat kesehatan komunitas, dengan fokus utamanya pada kebutuhan-kebutuhan kesehtan keluarga. Berikut adalah alasan mengapa keluarga menjadi fokus sentra dari perawatan: 1. Dalam sebuah unit keluarga, disfungsi apa saja (penyakit, cider, perpisahan) yang mempengaruhi satu atau lebih anggota keluarga, dan dalam hal tertentu, seringkali akan mempengaruhi anggota keluarga yang lain dan unit ini secara keseluruhan. Keluarga merupakan jaringan yang mempunyai hubungan erat
7
dan bersifat mandiri, dimana masalah-masalah seorang individu “menyusup” dan mempengaruhi anggoat keluarga yang lain dan seluruh sistem. Jika seorang perawat hanya menilai seorang individu, buakn keluarga, ia akan kehilanga
bagian (gestalt) yang dibutuhkan untuk memperoleh suatu
pengkajian holitik. Salah satu keyakinan atau prinsip terapi keluarga penting adalah gejala-gejala seorang pasien yang telah diidentifikasi (anggota keluarga dengan masalah-masalah perilaku umum penyakit psikosomatis) adalah indeks tingkat adaptasi keluarga, atau dalam kasus ini disebutkan maladaptasi. 2. Terdapat semacam hubungan yang kuat antara keluarga dan status kesehatan anggotanya, bahwa peran dari keluarga sangat penting bagi setiap aspek perawatan kesehatan anggota keluarga secara individu, mulai dari strategistrategi hingga fase rehabilitasi. Mengkaji atau menilai dan memberikan perawatan kesehatan merupakan hal yang penting dalam membantu setiap anggota keluarga untuk mencapai suatu keadaan sehat (wellnes) hingga tingkat optimum. 3. Melalui perawatan kesehatan yang berfokus pada peningkatan, perawatan diri (self-care), pendidikan kesehatan, dan konseling keluarga, serta upaya-upaya dari lingkungan. Tujuan utamanya adalah untuk mengangkat derajat kesehatan keluarga secara menyeluruh, yang mana secara tidak langsung mengangkat derajat kesehatan dari setiap anggota keluarga. 4. Upaya menemukan kasus merupakan satu alasan bagus lainnya untuk memberikan perawatan kesehatan. Adanya masalah pada salah satu anggota keluarga dapat menyebabkan ditemukannya faktor-faktor resiko pada yang lain. Ini sering menjadi masalah ketika mengunjungi keluarga yang memiliki masalah-masalah kesehatan yang kronis atau penyakit-penyakit yang menular. Perawat keluarga bekerja lewat keluarga agar dapat menyentuh seluruh anggota keluarga. 5. Seseorang dapat mencapai suatu pemahaman yang telah jelas terhadap inidividu-individu dan berfungsinya mereka bila individu-individu tersebut dipandang dalam konteks keluarga mereka.
8
6. Mengingatkan keluarga merupakan sistem pendukung yang vital bagi individu-individu, sumber dari kebutuhan-kebutuhan ini perlu dinilai dan disatukan kedalam perencanaan tindakan bagi individu-individu. 2.1.3 Peran Perawat dalam Keluarga
Terdapat
banyak
peran
perawat
dalam
membantu
keluarga
dalam
menyelesaikana masalah atau melakukan perawatan kesehatan pada keluarga, diantaranya sebagai berikut. 1. Pendidik Perawat perlu memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga dengan tujuan sebagai berikut. a. Keluarga dapat melakukan program auhan kesehatan keluarga secara mandiri, b. Bertanggung jawab terhadap masalah kesehatan keluarga. Pemberian pendidikan kesehatan/penyuluhan diharapkan keluarga mampu mengatasi dan bertanggung jawab terhadap masalah kesehatannya. 2. Koordinator Hal ini diperlukan pada perawatan berkelanjutan agar pelayanan yang komprehensif dapat tercapai. Koordinasi juga sangat diperlukan untuk mengatur program kegiatan atau terapi dari berbagai disiplin ilmu agar tidak terjadi tumpang tindih dan pengulangan. 3. Pelaksana Perawat yang bekerja dengan klien dan keluarga baik di rumah, klinik maupun di rumah sakit bertanggung jawab dalam memberikan perawatan langsung. Kontak pertama perawat kepada keluarga melalui anggota keluarga yang sakit. Perawat dapat mendemostrasikan kepada keluarga asuhan keperawatan yang diberikan dengan harapan keluarga nanti dapat melakukan asuhan langsung kepadda anggota keluarga yang sakit. 4. Pengawas kesehatan Pengawas kesehatan perawat harus melakukan home visit atau kunjungan rumah yang teratur untuk mengidentifikasi atau melakukan pengkajian tentang kesehatan keluarga. Perawat tidak hanya melakukan kunjungan tetapi diharapkan aka tindak lnajut dari kunjungan inti.
9
5. Konsultan Perawat sebagai narasumber bagi keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan. Agar keluarga mau meminta nasehat pada perawat maka hubungan perawat dan keluarga harus dibina dengan baik, perawat harus bersikap terbuka dan dapat dipercaya, msks dengan demikian, harus ada Bina Hubungan Saling Percaya (BHSP) antara perawat dengan keluarga. 6. Kolaborasi Perawat di komunitas juga harus bekerjasama dengan pelayanan rumah sakit, puskesmas, dan anggota tim kesehatan yang lain untuk mencapai tahap kesehatan keluarga yang optimal. Kolaborasi tidak hanya dilakukan sebagai perawat di ruamh sakit tetapi juga di keluarga dan komunitas pun dapat dilaksanakan. 7. Fasilitator, peran perawat komunitas adalah membantu keluarga dalam menghadapi kendala untuk meningkatkan derajat kesehatan yang optimal. Kendala yang sering dialami keluarga adalah keraguan di dalam menggunakan pelayanan kesehatan, masalah ekonomi dan sosial budaya. Agar dapat melaksanakan peran fasilitator dengan baik, maka perawat komunitas harus mengethaui sistem pelayanan kesehatan, misalnya sistem rujukan dan dana sehat. 8. Penemu Kasus Peran
perawat
komunitas
yang
juga
sangat
penting
adalah
mengidentifikasi kesehatan secara dini sehingga tidak terjadi ledakan atau kejadian luar biasa. 9. Modifikasi Lingkungan Perawat juga harus mampu memodifikasi lingkungan, baik lingkungan rumah, lingkungan masyarakat atau lainnya agar dapat tercipta lingkungan yang sehat. 2.1.4 Elemen Kunci Efektifitas Kolaborasi
Kerjasama adalah menghargai pendapat orang lain dan bersedia untuk memeriksa beberapa alternatif pendapat dan perubahan kepercayaan. Asertifitas penting ketika individu dalam tim mendukung pendapat mereka dengan keyakinan. Tindakan asertif menjamin bahwa pendapatnya benar-benar didengar
10
dan konsensus untuk dicapai. Tanggung jawab, mendukung suatu keputusan yang diperoleh dari hasil konsensus dan harus terlibat dalam pelaksanaannya. Komunikasi artinya bahwa setiap anggota bertanggung jawab untuk membagi informasi penting mengenai perawatan pasien dan issu yang relevan untuk membuat keputusan klinis. Otonomi mencakup kemandirian anggota tim dalam batas kompetensinya. Kordinasi adalah efisiensi organisasi yang dibutuhkan dalam perawatan pasien, mengurangi duplikasi dan menjamin orang yang berkualifikasi dalam menyelesaikan permasalahan. Kolaborasi didasarkan pada konsep tujuan umum, konstribusi praktisi profesional, kolegalitas, komunikasi dan praktek yang difokuskan kepada pasien. Kolegalitas menekankan pada saling menghargai, dan pendekatan profesional untuk masalah-masalah dalam team dari pada menyalahkan seseorang atau atau menghindari tangung jawab. Hensen menyarankan konsep dengan arti yang sama: mutualitas dimana dia mengartikan sebagai suatu hubungan yang memfasilitasi suatu proses dinamis antara orang-orang ditandai oleh keinginan maju untuk mencapai tujuan dan kepuasan setiap anggota. Kepercayaan adalah konsep umum untuk semua elemen kolaborasi. Tanpa rasa pecaya, kerjasama tidak akan ada, asertif menjadi ancaman, menghindar dari tanggung jawab, terganggunya komunikasi . Otonomi akan ditekan dan koordinasi tidak akan terjadi. Dasar-dasar kompetensi kolaborasi :
Komunikasi
Respek dan kepercayaan
Memberikan dan menerima feed back
Pengambilan keputusan
Manajemen konflik Komunikasi sangat dibutuhkan daam berkolaborasi karena kolaborasi
membutuhkan pemecahan masalah yang lebih kompleks, dibutuhkan komunikasi efektif yang dapat dimengerti oleh semua anggota tim. Pada dasar kompetensi yang lain, kualitas respek dapat dilihat lebih kearah honor dan harga diri, sedangkan kepercayaan dapat dilihat pada mutu proses dan hasil. Respek dan kepercayaan dapat disampaikan secara verbal maupu non verbal serta dapat dilihat
11
dan dirasakan dalam penerapannya sehari-hari.Feed back dipengaruhi oleh persepsi seseorang, pola hubungan, harga diri, kepercayaan diri, kepercayaan, emosi, lingkunganserta waktu, feed back juga dapat bersifat negatif maupun positif. Dalam melakukan kolaborasi juga akan melakukan manajemen konflik, konflik peran umumnya akan muncul dalam proses. Untuk menurunkan konflik maka masing-masing anggota harus memahami peran dan fungsinya, melakukan klarifikasi persepsi dan harapan, mengidentifikasi kompetensi, mengidentifikasi tumpang tindih peran serta melakukan negosiasi peran dan tanggung jawabnya. Elemen kunci kolaborasi dalam kerja sama team multidisipliner dapat digunakan untuk mencapai tujuan kolaborasi team : -
Memberikan
pelayanan
kesehatan
yang
berkualitas
dengan
menggabungkan keahlian unik profesional. -
Produktivitas maksimal serta efektifitas dan efesiensi sumber daya
-
Peningkatnya profesionalisme dan kepuasan kerja, dan loyalitas
-
Meningkatnya kohesifitas antar profesional
-
Kejelasan peran dalam berinteraksi antar profesional,
-
Menumbuhkan komunikasi, kolegalitas, dan menghargai dan memahami orang lain. Terwujudnya suatu kolaborasi tergantung pada beberapa kreiteria yaitu (1)
adanya rasa saling percaya dan menghormati, (2) saling memahami dan menerima keilmuan masing-masing, (3) memiliki citra diri positif, (4) memiliki kematangan profesional yang setara (yang timbul dari pendidikan dan pengalaman), (5) mengakui sebagai mitra kerja bukan bawahan, dan (6) keinginan untuk bernegosiasi (Hanson & Spross, 1996). Inti dari suatu hubungan kolaborasi adalah adanya perasaan saling tergantung (interdependensi) untuk kerja sama dan bekerja sama. Bekerja bersama dalam suatu kegiatan dapat memfasilitasi kolaborasi yang baik. Kerjasama mencerminkan proses koordinasi pekerjaan agar tujuan auat target yang telah ditentukan dapat dicapai. Selain itu, menggunakan catatan klien terintegrasi dapat merupakan suatu alat untuk berkomunikasi anatar profesi secara formal tentang asuhan klien.
12
Kolaborasi dapat berjalan dengan baik jika :
Semua profesi mempunyai visi dan misi yang sama
Masing-masing profesi mengetahui batas-batas dari pekerjaannya
Anggota profesi dapat bertukar informasi dengan baik
Masing-masing profesi mengakui keahlian dari profesi lain yang tergabung dalam tim.
Pemahaman mengenai prinsip kolaborasi dapat menjadi kurang berdasar jika hanya dipandang dari hasilnya saja. Pembahasan bagaimana proses kolaborasi itu terjadi justru menjadi point penting yang harus disikapi. Bagaimana masingmasing profesi memandang arti kolaborasi harus dipahami oleh kedua belah pihak sehingga dapat diperoleh persepsi yang sama. Komunikasi dibutuhkan untuk mewujudkan kolaborasi yang efektif, hal tersebut perlu ditunjang oleh sarana komunikasi yang dapat menyatukan data kesehatan pasien secara komprenhensif sehingga menjadi sumber informasi bagi semua anggota tim dalam pengambilan keputusan. Oleh karena itu perlu dikembangkan catatan status kesehatan pasien yang memungkinkan komunikasi dokter dan perawat terjadi secara efektif. Pendidikan perawat perlu terus ditingkatkan untuk meminimalkan kesenjangan profesional dengan dokter melalui pendidikan berkelanjutan. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan dapat dilakukan melalui pendidikan formal sampai kejenjang spesialis atau minimal melalui pelatihan-pelatihan yang dapat meningkatkan keahlian perawat.
2.1.5 Perawat Sebagai Kolaborator
Perawat sebagai seorang kolaborator melakukan kolaborasi dengan klien, per group serta tenaga kesehatan lain. Kolaborasi yang dilakukan dalam praktek di lapangan sangat penting untuk memperbaiki, agar perawat dapat berperan secara optimal
dalam
hubungan
kolaborasi
tersebut,
perawat
perlu
menyadari
akuntabilitasnya dalam pemberian asuhan keperawatan dan meningkatkan otonominya dalam praktik keperawatan. Faktor pendidikan merupakan unsur utama yang mempengaruhi kemampuan seorang profesional untuk mengerti hakikat kolaborasi yang berkaitan dengan perannya masing-masing, kontribusi
13
spesifik setisp profesi, dan pentingnya kerja sama. Setiap anggota tim harus menyadari sistem pemberian asuhan kesehatan yang berpusat pada kebutuhan kesehatan klien, bukan pada kelompok pemberi asuhan kesehatan. Kesadaran ini sangat
dipengaruhi
oleh
pemahaman
setiap
anggota
terhadap
nilai-nilai
profesional. Menurut Baggs dan Schmitt, 1988, ada atribut kritis dalam melakukan kolaborasi, yaitu melakukan sharing perencanaan, pengambilan keputusan, pemecahan masalah, membuat tujuan dan tanggung jawab, melakukan kerja sama dan koordinasi dengan komunikasi terbuka.
2.2 Asuhan Keperawatan Kesehatan Berhubungan dengan Lingkungan Keluarga Pasien
Manusia selalu berusaha untuk memahami kebutuhan melalui berbagai upaya antara lain dengan selalu belajar dan mengembangkan sumber-sumber yang diperlukan sesuai dengan potensi dan kemampuan yang dimilikinya. Dalam kehidupan sehari-hari manusia secara terus menerus menghadapi perubahan lingkungan dan selalu berusaha beradaptasi terhadap pengaruh lingkungan. 1. Fisik intelektual 2. Lingkungan Individu emosi 3. Sosial budaya spiritual Pandangan tentang manusia sangat dipengaruhi oleh falsafah dan kebudayaan bangsa. Sebagai contoh bangsa Rusia terutama penduduk asli dan tradisional tidak menganut suatu agama (atheisme). Hal ini mempengaruhi pandangan mereka tentang penciptaan manusia. Secara konseptual manusia adalah mahkluk tertinggi diciptakan Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki kelebihan dibanding mahkluk lain. Ia dapat berfikir secara abstrak dan dapat berbuat rasional sehingga dapat membedakan hal yang baik dan batil. Manusia memiliki akal pikiran, perasaan kesatuan jiwa dan raga mampu beradaptasi dan merupakan kesatuan sistem yang saling berinteraksi, interelasi dan interdependensi. Secara kodrat manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa terdiri dari unsur jasmani dan rohani dengan kemampuan cipta rasa karsa sebagai individu dan makhluk sosial. Keseimbangan aspek-aspek ini melahirkan konsep diri dan aktualisasi siri yang
14
positif. Keseimbangan inilah yang merupakan tujuan pembangunan bangsa Indonesia manusia Indonesia seutuhnya yaitu bertakwa dan beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki budi pekerti serta memiliki pengetahuan dan keterampilan sehat jasmani dan rohani, memiliki kepribadian yang matur, memiliki kemandirian dan tanggung jawab dalam berbagai hal kemasyarakatan. Sebagai sasaran pelayanan atau asuhan keperawatan dan praktek keperawatan, manusia adalah klien yang dibedakan menjadi individu, keluarga dan masyarakat. a. Individu sebagai klien Individu adalah anggota keluarga yang unik sebagai kesatuan utuh dari aspek biologi psikologi sosial dan spiritual. Peran perawat pd individu sebagai klien pada dasarnya memenuhi kebutuhan dasarnya mencakup kebutuhan biologi, sosial, psikologi dan spiritual karena adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan, kurang menuju kemandirian pasien. b. Keluarga sebagai klien. Keluarga merupakan sekelompok individu yang berhubungan erat secara terus menerus dan terjadi interaksi satu sama lain, baik secara perorangan maupun secara bersama-sama didalam lingkungannya sendiri atau masyarakat secara keseluruhan. Keluarga dalam fungsinya mempengaruhi dan lingkup kebutuhan dasar manusia dapat dilihat pada hirarki kebutuhan dasar Maslow yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman dan nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, harga diri dan kebutuhan aktualisasi diri. Kebutuhan fisiologis meliputi kebutuhan oksigen atau bernapas, kebutuhan akan makanan dan minum, kebutuhan eliminasi urin dan bowel, tidur dan istirahat serta kebutuhan seksualitas.
Keluarga Dipengaruhi oleh lingkungan fisik sosial psikologis, dimana ia berada. Ada beberapa alasan yang menyebabkan keluarga menjadi salah satu fokus pelayanan keperawatan. Pertama keluarga adalah unit utama dalam masyarakat dan merupakan lembaga yang menyangkut kehidupan masyarakat Indonesia dengan ciri khas budayanya berupa konsep keluarga besar (extendad family) konsep ini sangat menonjol
15
sehingga keluarga sebagai lembaga perlu diperhitungkan. Kedua, keluarga sebagai suatu kelompok dapat menimbulkan, mencegah, memperbaiki atau mengatasi masalah- masalah kesehatan dalam kelompoknya sendiri. Hampir setiap masalah kesehatan mulai dari awal sampai pada penyelesaiannya akan dipengaruhi oleh keluarga. Keluarga
Keluarga
merupakan
sekelompok
individu
yang
berhubungan erat secara terus menerus dan terjadi interaksi satu sama lain, baik secara perorangan maupun secara bersama-sama didalam lingkungannya sendiri atau masyarakat secara keseluruhan. Keluarga dalam fungsinya mempengaruhi dan lingkup kebutuhan dasar manusia dapat dilihat pada hirarki kebutuhan dasar Maslow yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman dan nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, harga diri dan kebutuhan aktualisasi diri. Kebutuhan fisiologis meliputi kebutuhan oksigen atau bernapas, kebutuhan akan makanan dan minum, kebutuhan eliminasi urin dan bowel, tidur dan istirahat serta kebutuhan seksualitas. mempunyai peran utama dalam pemeliharaan kesehatan seluruh anggota keluarga. Ketiga, masalah kesaehatan dalam keluarga saling berkaitan. Terjadinya pada salah satu anggota keluarga akan mempengaruhi seluruh anggota keluarga tersebut. Peran dari anggota-anggota keluarga akan mengalami perubahan, bila salah satu anggota keluarga menderita sakit. Disis lain status kesehatan dari pasien juga sebagian akan ditentukan oleh kondisi keluarganya. Keempat, dalam merawat pasien sebagai individu, keluarga tetap berperan sebagai pengambil kepurusan dalam keperawatannya. Menurut Friedman (2002), fungsi keluarga yang terdiri dari fungsi afekktif, fungsi sosial, fungsi ekonomi, fungsi reproduksi dan fungsi perawatan kesehatan. Selain itu juga disebutkan struktur keluarga yang terdiri dari komunikasi antar angggota keluarga sangatlah penting.
16
2.3 Pelayanan Pemberi Asuhan Keperawatan kepada Pasien serta Keluarga di Rumah.
Perawat yang bekerja di berbagai area praktek dan dengan berbagai kelompok usia dalam melaksanakan tugasnya dapat menggunakan keluarga sebagai fokus intervensi. Asuhan keperawatan yang diberikan berdasarkan pada masalah kesehatan dari setiap anggota keluarga dan memperhatikan efek kedekatan antara anggota. Di masa lalu, perawat-perawat komunitas meningkatkan kesejahteraan keluarga melalui kunjungan ke rumah-rumah (Zerwekh, 1990). Melalui kunjungan ke rumah, perawat memberikan kesempatan bagi keluarga untuk lebih menyadari akan risiko masalah kesehatan, mempelajari cara-cara pencegahan dan cara menggunakan sumber daya yang ada untuk meningkatkan kesehatan dan pencegahan utama.
Dasar hubungan perawat dan pasien merupakan mutual
humanity dan pada hakekatnya hubungan yang saling ketergantungan dalam mewujudkan harapan pasien terhadap keputusan tindakan asuhan keperawatan. Hubungan secara manusiawi antara pasien dan perawat sebagai pelaksana asuhan keperawatan harus memahami bahwa penyebab bertambahnya kebutuhan manusiawi secara universal menimbulkan kebutuhan baru serta membuat seseorang (pasien) yang rentan untuk menyalahgunakan. Dengan demikian bagaimanapun hakekat hubungan tersebut adalah bersifat dinamis, dimana pada waktu tertentu hubungan tersebut dapat memperlihatkan karakteristik dari salah satu atau semua pada jenis hubungan, dan perawat harus mengetahui bahwa pasien yang berbeda akan memperlihatkan reaksi- reaksi yang berbeda terhadap ancaman suatu penyakit yang telah dialami, dan dapat mengancam humanitas pasien. Oleh sebab itu sebagai perawat professional, harus dapat mengidentifikasi komponen- konponen yang berpengaruh terhadap seseorang dalam membuat keputusan etik. Faktor- faktor tersebut adalah : faktor agama, sosial, pendidikan, ekonomi, pekerjaan/ posisi pasien termasuk perawat, dokter dan hak-hak pasien, yang dapat mengakibatkan pasien perlu mendapat bantuan perawat dalam ruang lingkup pelayanan kesehatan. Disamping harus menentukan bagaimana keadaan tersebut dapat mengganggu humanitas pasien sehubungan dengan integritas pasien sebagai manusia yang holistic.
17
Perawatan di rumah merupakan aspek keperawatan komunitas yang berkembang pesat. Pada tahun 1988-1992, jumlah perawat yang melakukan perawatana di rumah meningkat menjadi 50%. Pada awalnya, keperawatan komunitas dimulai dengan pelayanan yang diberikan bagi orang-orang miskin di rumah mereka. Adapun tujuan pelayanan keperawatan di rumah memiliki lima tujuan dasar, yaitu: 1. Meningkatkan “support system” yang adekuat dan efektif serta mendorong digunakannya pelayanan kesehatan. 2. Meningkatkan keadekuatan dan keefektifan perawatan pada anggota keluarga dengan masalah kesehatan dan kecacatan. 3. Mendorong pertumbuhan dan perkembangan yang normal dari seluruh anggota keluarga serta memberikan pendidikan kesehatan pada keluarga tentang peningkatan kesehatan dan pencegahan. 4. Menguatkan fungsi keluarga dan keadekuatan antar anggota keluarga. 5. Meningkatkan kesehatan lingkungan (Smith, 1995).
18
BAB III PENUTUP 3.1 Simpulan
Berdasarkan uraian penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa apapun bentuk dan tempatnya, kolaborasi meliputi suatu pertukaran pandangan atau ide yang memberikan perspektif kepada seluruh kolaborator. Efektifitas hubungan kolaborasi profesional membutuhkan mutual respek baik setuju atau ketidaksetujuan yang dicapai dalam interaksi tersebut. Partnership kolaborasi merupakan usaha yang baik sebab mereka menghasilkan outcome yang lebih baik bagi pasien dalam mecapai upaya penyembuhan dan memperbaiki kualitas hidup.
3.2 Saran
Perawat sebagai pemberi auhan keperawatan kepada pasien serta keluarga harus lebih meningkatkan efektivitasnya dalam pemberian asuhan keperawatan baik di rumah sakit atau pelayanan di rumah guna menciptakan hubungan kolaborasi yang baik sehingga akan tercipta hubungan rasa percaya yang terjalin melalui asuhan keperawatan yang baik.
19
DAFTAR PUSTAKA Baggs, J.G. & Schmitt, M.H. (1988). Collaboration between nurses and physicians. Journal of Nursing Scholarship, 20(3), 145-149. Canadian Health Service Research Foundation. 2006. Teamwork in Healthcare: promoting effective teamwork in healthcare in Canada. Friedman, M. M. 2002. Buku Ajar Keperawatan Kelaurga Riset, Teori, dan Praktik, Edisi Kelima, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta. Friedman, M. M. 1998. Family Nursing: Research, Theory and Practice. (4th ed.) Coonecticut: Appleton-Century-Cropts Kamus Heritage Amerika. 2000. Gita Media Press Jakarta Lorraine M Wright RN PhD. 1988. Director, Family Nursing Unit, Professor, Faculty of Nursing, University of Calgary, Calgary Maureen Leahey RN PhD. 1988. Adjunct Associate Professor, University of Calgary, Team Director, Mental Health Services. Director, Family Therapy Institute, Holy Cross Hospital Calgary, Canada Setyowati, S. 2008. Asuhan Keperawatan Keluarga. Mitra Cendikia: Yogyakarta. Siegler, EL. (1999). Nurse-Physician Collaboration: Care of Adults and The Elderly. (Terj. Indraty). Jakarta: EGC. Sitorus, R. 2006. Model Praktik Keperawatan Profesional di Rumah Sakit : Penataan Struktur dan Proses (Sistem) Pemberian Asuhan Keperawatan di Ruang Rawat . EGC: Jakarta Smith, CM. 1995. Chapter 7. The Homet Visit: Opening Doors for Family Helath. In Claudia M. Smith and FA. Maureen (Eds). Community Health Nursing: Theory and Practice. Philadelphia: W.B. Saunders. Tim Prima Pena, Kamus Besar Bahasa Indonesia 2008, Gita Media Press Jakarta. Zerwekh, J. 1990. Public Health Nursing Legacy: Historical Practical Wisdom. Nursing and Health Care, 13 (2), 84-91. Baylon, S.G. dan Malagya, A.S. (1987). Family Health Nursing: the process, Philippines UP College of Nursing Diliman.
20