SISTEM ENDOKRIN
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
NAMA
NIM
SISKA HANDAYANI 090805051
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011
LEMBAR PENGESAHAN
SISTEM ENDOKRIN
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
PATNER 2
NAMA
NIM
SISKA HANDAYANI 090805051
Medan, 29 April 2011
Diketahui Oleh
(Rildah Novianty Daulay)
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Sistem endokrin dapat dijumpai pada semua golongan hewan, baik vertebrata
maupun invertebrata. Sistem endokrin (hormon) dan sistem saraf secara
bersama lebih dikenal sebagai supra sistem neuroendokrin yang secara
kooperatif untuk menyelenggarakan fungsi kendali dan koordinasi pada tubuh
hewan. Pada umumnya, sistem endokrin bekerja untuk mengendalikan berbagai
fungsi fisiologis tubuh, antara lain aktivitas metabolisme, pertumbuhan,
reproduksi, regulasi osmotik, dan regulasi ionik (Isnaeni, 2006: 113).
Sistem endokrin berinteraksi dengan sistem saraf untuk mengatur dan
mengatur aktivitas tubuh. Pengendalian endokrin diperantarai oleh pembawa
pesan kimia, atau hormon, yang dilepas oleh kelenjar endokrin ke dalam
cairan tubuh, diabsorbsi ke dalam aliran darah, dan dibawa melalui sistem
sirkulasi menuju jaringan (sel) target. Hormon mempengaruhi sel target
melalui reseptor hormon, yaitu suatu molekul protein yang memiliki sisi
pengikat untuk hormon tertentu. Respon hormonal tubuh biasanya lebih
lambat, durasi lebih lama, dan distribusinya lebih luas dari pada respon
langsung otot dan kelenjar terhadap stimulus sistem saraf (Sloane, 2003:
200).
Walaupun hormon dan enzim keduanya merupakan bahan kimiawi, namun
hormon dan enzim tidak sama mekanisme kerjanya. Enzim bekerja pada reaksi
kimia sedang hormon bekerja terhadap sel sasaran tertentu sehingga akan
berubah tingkah lakunya. Mungkin dengan contoh akan lebih jelas. Misalnya,
lipase sebagai enzim akan memecah zat lemak, protein akan memecah molekul
protein dan seterusnya. Sedang hormon, yang selalu dihasilkan oleh sel-sel
khusus akan mempunyai sel sasaran tertentu pula (Irianto, 2004: 281).
2. Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah:
a. Mempelajari pengaruh hormon Human Chorionic Gonadotropin (HCG) terhadap
pengeluararan spermatozoa Rana sp. Jantan.
b. Melihat spermatozoa pada Rana sp. (jantan) setelah diberi urin yang
belum hamil dan setelah hamil 2 bulan, 5 bulan dan 9 bulan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Sistem Endokrin
Kelenjar endokrin atau kelenjar buntu adalah kelenjar yang mengirimkan
hasil sekresinya langsung ke dalam darah yang beredar dalam jaringan
kelenjar tanpa melewati duktus atau saluran dan hasil sekresinya disebut
hormon. Beberapa dari organ endokrin ada yang menghasilkan satu macam
hormon (hormon tunggal) disamping itu juga ada yang menghasilkan lebih dari
satu macam hormon atau hormon ganda misalnya kelenjar hipofisis sebagai
pengatur kelenjar yang lain (Syaifuddin, 1997: 101).
Kelenjar tanpa saluran atau atau kelenjar buntu digolongkan bersama
di bawah nama organ endokrin, sebab sekresi yang dibuat tidak meninggalkan
kelenjarnya melaui suatu saluran, tetapi langsung masuk ke dalam darah yang
beredar di dalam jaringan kelenjar. Kata endokrin berasal dari bahasa
Yunani yang berarti "sekresi di dalam" zat aktif utama dari sekresi interna
ini disebut hormon, dari kata yunani yang berarti "merangsang". Beberapa
dari organ endokrin menghasilkan satu hormon tunggal, sedangkan yang lain
lagi dua atau beberapa jenis hormon: misalnya kelenjar hifofisis
menghasilkan beberapa jenis hormon yang mengendalikan kegiatan banyak organ
lain: karena itulah kelenjar hifofisis dilukiskan sebagai "kelenjar
pimpinan tubuh" (Pearce, 2008: 232).
2.2 Fungsi Sistem Endokrin
Sistem endokrin memiliki beberapa fungsi, yaitu: 1) Menghasilkan hormon-
hormon yang dialirkan ke darah yang diperlukan untuk jaringan-jaringan
dalam tubuh tertentu. 2) Mengatur aktivitas kelenjar tubuh, 3) Merangsang
aktivitas kelenjar tubuh, 4) Merangsang pertumbuhan jaringan, 5) Mengatur
metabolisme, oksidasi, meningkatkan absrobsi glukosa pada usus halus dan 6)
Mempengaruhi metabolisme lemak, protein, hidrat arang, mineral, vitamin dan
air (Syaifuddin, 1997: 101).
Hormon berperan penting untuk mengatur aktivitas pertumbuhan,
reproduksi, osmoregulasi, pencernaan, dan integrasi serta koordinasi tubuh.
Aktivitas-aktivitas tubuh yang dikendalikan oleh hormon dan jenis hormon
yang mengendalikannya antara lain: 1) Pencernaan dan fungsi metabolik,
dikendalikan oleh hormon sekretin, insulin, glukagon, noradrenalin,
tiroksin dan hormon dari korteks adrenal, 2) Osmoregulasi, pengeluaran, dan
metabolisme air serta gram, dikendalikan oleh hormon prolaktin, vasopresin,
aldosteron, 3) Metabolisme kalsium, dikendalikan oleh hormon paratiroid dan
kalsitosin, 4) Pertumbuhan dan perubahan morfologis, dikendalikan oleh
hormon pertumbuhan (androgen dari korteks adrenal), tiroksin (untuk
metaforsis amfibi), dan MSH (perubahan warna amfibi), 5) Organ dan proses
reproduksi, dikendalikan oleh hormon FSH, LH, estrogen, progesteron,
prolaktin dan testosteron (Isnaeni, 2006: 114).
2.3 Karakteristik Kelenjar endokrin
Kelenjar endokrin meiliki beberapa karakteristik, antara lain: 1) Kelenjar
endokrin tidak memiliki duktus, kelenjar ini mensekresi hormon langsung ke
dalam cairan jaringan di sekitar sel-selnya. Sebaliknya, kelenjar eksokrin
seperti kelenjar saliva, mensekresi produknya ke dalam duktus, 2) Kelenjar
endokrin biasanya mensekresi lebih dari satu jenis hormon (kelenjar
paratiroid yang hanya mensekresi paratiroid merupakan suatu pengecualian,
3) Konsentrasi hormon dalam sirkulasi darah adalah rendah, hormon yang
bersirkulasi dalam aliran darah hanya sedikit jika dibandingkan dengan zat
aktif biologis lainnya seperti glukosa dan gliserol, walaupun hormon dapat
mencapai sebagian besar sel tubuh, hanya sel target tertentu yang memiliki
reseptor spesifik yang dapat dipengaruhi, dan 4) Kelenjar endokrin memiliki
persediaan pembuluh darah yang baik, secara mikroskopis, kelenjar tersebut
terdiri dari korda atau sejumlah sel sekretori (Sloane, 2003: 200).
Dibandingkan dengan sistem saraf, sistem endokrin lebih banyak
bekerja melalui transmisi kimia. Sistem endokrin memperlihatkan waktu
respon lebih lambat dari pada sistem saraf. Pada Sistem saraf, potensial
aksi akan bekerja sempurna hanya dalam waktu 1-5 milidetik (Isnaeni, 2006:
115).
2.4 Kelenjar-kelenjar pada sitem endokrin
2.4.1 Kelenjar Hifofisis
Kelenjar hifofisis terletak di dasar tengkorak, di dalam fossa hifofisis
tulang sfenoid. Kelenjar itu terdiri atas dua lobus, yaitu anterior dan
poterior, dan bagian diantara kedua lobus itu ialah pars intermedia
(Pearce, 2008: 232).
Kelenjar hifofisis dapat dikatakan sebagai kelenjar pemimpin, sebab
sebuah hormon-hormon yang dihasilkannya dapat mempengaruhi pekerjaan
kelenjar lainnya. Lobus anterior ( adenohipofisis) menghasilkan sejumlah
hormon yang bekerja sebagai zat pengendali produksi dari semua organ
endokrin yang lain (Syaifuddin, 1997: 101).
2.4.2 Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid terdapat di leher, berbentuk seperti perisai. Untuk membuat
hormonnya, yaitu tiroksin (T4), dan triyodotironin (T3) diperlukan bahan
yodium. Dalam setiap molekul tiroksin terdapat 4 atom yodium dan dalam
setiap molekul triyodotironin terdapat tiga atom yodium. Dalam keadaan
biasa yodium diperoleh dari air atau makanan (Irianto, 2004: 285).
Fungsi kelenjar tiroid sangat erat dan bertalian dengan kegiatan
metabolik dalam hal pengaturan susunan kimia dalam jaringan, bekerja
sebagai perangsang proses oksidasi, mengatur penggunaan oksigen dan dengan
sendirinya mengatur pengeluaran karbondioksida. Kelenjar tiroid terdiri
atas dua buah lobus yang terletak di sebelah kanan dan kiri trakea, dan
diikat bersama oleh secarik jaringan tiroid yang disebut istimus tirod dan
yang melintasi trakea (Pearce, 2008: 233-234).
2.4.3 Kelenjar Paratiroid
Disetiap sisi kelenjar paratiroid terdapat dua kelenjar kecil, yaitu
kelenjar paratiroid, di dalam leher. Sekresi paratiroid yaitu kelenjar
paratiroid, yaitu hormon paratiroid, mengatur metabolisme zat kapur dan
mengendalikan jumlah zat kapur di dalam darah dan tulang (Pearce, 2008:
234).
Hormon paratiroid sangat diperlukan untuk pemanfaatan kalsium dan
fosfat. Pelepasan hormon ini juga dirangsang oleh hormon yang dihasilkan
oleh kelenjar adenohipofisis. Apabila terjadi kekurangan hormon ini, maka
kadar kalsium dalam serum turun di bawah kadar normal, sedang kadar fosfat
meningkat. Keadaan ini sering terjadi karena secara tidak sengaja pada saat
operasi pengangkatan kelenjar tiroid, kelenjar paratiroid ikut terangkat.
Kekurangan hormon paratiroid dapat menyebabkan penyakit tetani yaitu sering
timbulnua kontraksi otot sampai dalam bentuk kejang-kejang walaupun oleh
rangsangan yang sangat lemah pada otot (Irianto, 2004: 236).
2.4.4 Kelenjar Timus
Terletak di dalam mediastinum dibelakang ost. Sternum, kelenjar
timusnya hanya dijumpai pada anak-anak dibawah 18 tahun. Kelenjar timus
terletak di dalam toraks kira-kira setinggi bifurkasi trakea, warnanya
kemerah-merahan dan terdiri atas dua lobus. Pada bayi yang baru lahir
sangat kecil dan beratnya kira-kira 10 gram atau lebih sedikit. Ukurannya
bertambah pada masa remaja dari 30-40 gram kemudian berkerut lagi
(Syaifuddin, 1997: 102).
2.4.5 Kelenjar Adrenal
Kelenjar adrenal atau kelenjar suprarenalis terletak di atas kutub sebelah
atas setiap ginjal. Kelenjar adrenal terdiri atas bagian luar yang berwarna
kekuning-kuningan yang disebut kortex dan yang menghasilkan kotisol
(hidrokortison), dengan rumus yang mendekati kortison, dan atas bagian
medula di sebelah dalam yang menghasilkan adrenalin (efifrin) dan
noradrenalin (norepifrin). Zat-zat tadi disekresikan di bawah pengendalian
sistem persarafan simpatis. Sekresinya bertambah dalam emosi seperti marah
dan takut, dan dalam keadaan asfixia dan kelaparan. Pengeluaran yang
bertambah itu menaikkan tekanan darah guna melawan shock yang disebabkan
kegentingan ( Pearce, 2008: 236).
Bagian tengah kelenjar adrenal (medula) menghasilkan hormon
adrenalin. Adrenalin menyebabkan pengecilan pembuluh arteri dan peningkatan
denyut jantung, sehingga adrenalin dapat menimbulkan jantung berdebar-debar
dan peningkatan tekanan darah. Adrenalin dihasilkan sebagai hormon, oleh
kelenjar endokrin, juga dihasilkan oleh ujung-ujung akson saraf untuk
meneruskan impuls saraf. Maka adrenalin jugadigolongkan dalam
neurotransmitter (Irianto, 2004: 236-237).
2.5 Klasifikasi Hormon
Bila ditilik dari struktur kimianya maka hormon dapat kita kategorikan
sebagai berikut: 1) Protein, hormon tumbuh, termasuk hormon protein yang
terbesar yang mengandung 191 asam amino (pada manusia), 2) Peptida, yang
termasuk peptida diantaranya adalah beberapa hormon yang dihasilkan oleh
hipotalamus yaitu TRF dalam bentuk tripeptida, vasopressin dan oxytocin
yang secara struktur kimianya termasuk octapeptida, 3) Asam amino, yang
termasuk kelompok ini adalah hormon-hormon amine yag berasal dari asam
amino yang mengalami modifikasi, 4) steroid, hormon yang dihasilkan dari
metabolisme dan proses konversi dari kolesterol yang mengandung 27 buah
atom karbon, dan 5) Asam lemak, hormon prostagladin adalah satu-satunya
horrmon yang termasuk dalam kategori ini (Suwondo, 1995: 5).
Selain berbagai hormon yang telah disebutkan di atas, terdapat
sejumlah zat kimia yang menyerupai hormon. Zat lain yang kerjanya
menyerupai hormon antara lain adalah bradikinin, eritropuitin, histamin,
kinin, renin dan hormon thymic. Hormon thymic adalah hormon dari kelenjar
timic yang berperan untuk mempengaruhi perkembangan limfosit B menjadi sel
plasma (Isnaeni, 2006:118-119).
BAB 3
BAHAN DAN METODA
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari jumat, 29 April 2011 pada pukul
14.00 WIB sampai dengan selesai di Laboratorium Fisiologi Hewan, Departemen
Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Sumatera Utara, Medan.
3.2 Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan adalah pipet tetes, objek glass, cover glass,
spit, mikroskop, sample cup, stoples dan stopwacth.
Sedangkan bahan yang digunakan adalah Rana sp. (jantan), urin
perawan, urin ibu hamil 2 bulan, 5 bulan, 9 bulan, dan larutan NaCl 0,9 N.
3.3 Cara Kerja
Disiapkan kodok (Rana sp.) jantan, diperiksa ada tidaknya sperma dengan
cara diambil larutan NaCl dengan pipet tetes. Dimasukkan pipet tetes ke
dalam kloaka katak. Dikeluarkan larutan NaCl di dalam pipet tetes. Ditunggu
selama 10 detik. Disedot kembali cairan di dalam kloaka dengan pipet tetes.
Diamati dengan mikroskop (jika terdapat spermatozoa, katak tersebut tidak
dapat digunakan). Diambil sebanyak 1 ml urin yang akan diuji dengan spit.
Disuntikkan ke bagian bawah katak pada bagian sedikitdi bawah kulit hingga
sampai ke garis tengah badan. Ditunggu selama 30 menit. Diambil cairan di
dalam kloak dengan pipet tetes. Diamati dengan mikroskop ada tidaknya
spermatozoa. Dilakukan hal yang sama untuk semua bahan urin yang diuji
hingga 120 menit.
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Tabel Pengamatan Sistem Endokrin
"No."Perlakuan "Pengamatan (menit) "Keterangan "
" "(menit) " " "
" "30 "60 "90 "120 " " "1. "Urin perawan "- "- "- "- "(-) tidak ditemukan
spermatozoa " "2. "Urin wanita hamil 2 bulan "+ "- "+ " - " (+) ditemukan
spermatozoa " "3. "Urin wanita hamil 5 bulan "- "- "- "- "(-) tidak
ditemukan spermatozoa " "4. "Urin wanita hamil 9 bulan "- "- "- "- " (-
) ditemukan spermatozoa " "
Keterangan :
(-) : Tidak ditemukan spermatozoa
(+) : Ditemukan spermatozoa
Dari data diatas didapat bahwa pada perlakuan urin perawan pada menit ke-30
sampai menit ke-120 tidak ditemukan spermatozoa. Pada perlakuan urin wanita
hamil 2 bulan pada menit ke-30 dan menit ke-90 ditemukan spermatozoa,
sedangkan pada menit ke-60 dan menit ke-120 tidak ditemukan spermatozoa.
Pada perlakuan urin wanita hamil 5 bulan pada menit ke-30 sampai menit ke-
120 tidak ditemukan spermatozoa dan pada perlakuan urin wanita hamil 9
bulan pada menit ke-30 dan menit ke-60 tidak ditemukan spermatozoa tetapi
pada menit ke-90 dan menit ke-120. Hal ini mungkin disebabkan karena pada
perlakuan urin wanita 2 bulan pada menit ke 60 dan menit ke-120 kelamaan
mengamatinya di bawah mikroskop, sehingga spermanya mati.
Menurut Sloane (2004: 202), biokimia hormon terdiri dari dua kelas
utama yaitu derivat asam amino, seperti protein, polipeptida, peptida,
amina atau kompleks protein konjugasi seperti glikoprotein adalah hormon
yang diproduksi kelenjar hipofisis, hipotalamus, medula adrenal, pineal,
tiroid, sel-sel pulau pankreas dan sel-sel dalam saluaran pencernaan. Zat
ini umumnya dapat larut dalam air dan ditranspor dalam bentuk yang tidak
berikatan dalam darah. Steroid adalah senyawa lipid larut lemak yang
disintesis dari kolesterol. Zat ini diproduksi oleh ovarium, testis,
plasenta dan bagian luar kelenjar adrenal serta testosteron, esterogen,
progesteron, aldosteron dan kortisol. Zat ini bersirkulasi dalam plasma
yang mentranspor protein
Menurut Suwondo (1995: 2), kelenjar endokrin vertebrata berasal dari
sel-sel epitil yang melakukan proliferasi ke arah tenunanpengikat. Sel-sel
epitil yang telah berpoliferasi ini akhirnya di dalam differensiasinya akan
membentuk sebuah kelenjar endokrin. Hubungan antara sel-sel epitil yang
berpoliferasi ke dalam tenunan pengikat ini akan kehilangan hubungannya
dengan sel-sel epitil dari mana mereka berasal. Akibat hilangnya hubungan
ini maka kelenjar endokrin tidak mempunyai saluran untuk menyalurkan zat-
zat yang dihasilkannya ke permukaan. Sebagai kompensasi tidak terbentuknya
saluran, maka di sekitar kelenjar endokrin tumbuh dan berkembang pembuluh-
pembuluh kapiler. Kedalam pembuluh-pembuluh kapiler ini zat-zat yang
dihasilkan di sekresikan langsung ke dalam pembuluh darah yang melewati
kelenjar-kelenjar endokrin itu sendiri, maka kelenjar endokrin biasa juga
disebut kelenjar yang menghasilkan zat-zatnya ke dalam tubuh.
Menurut Coat & Dunstall (2006: 61), salah satu fungsi terpenting
sistem endokrin adalah mempertahankan lingkungan internal. Keadaan stabil
ini disebut sebagai homeostatis. Mekanisme homeostatis mengimbangi
perubahan kondisi eksternal. Sebagai contoh, mamalia telah berkembang
menjadi hewan homeotermik (berdarah panas) sehingga proses kimiawi yang
essensial untuk fungsi fisiologis dapat berlangsung di bawah kondisi suhu
yang optimal. Fluktuasi suhu dipantau dan mekanisme homeostatik memastikan
bahwa suhu tubuh terjaga dalam batas sempit yang telah ditentukan.
Homeostatis dicapai melalui integrasi sistem saraf dan sistem endokrin,
yang sering disebut sebagai sistem umpan balik. Pelepasan hormon sering
dipicu oleh stimulasi neurologis. Pelepasan hormon juga dapat distimulasi
oleh hormon lain. Faktor yang memudahkan pelepasan hormon disebut sebagai
pengaruh positif dan faktor yang menghambat pelepasan hormon disebut
pengaruh negatif.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum ini adalah:
a. Pengaruh Human Chorionic Gonadotropin (HCG) terhadap pengeluaran
spermatozoa pada Rana sp. adalah pada perlakuan urin wanita hamil 2 bulan
pada menit ke-30 dan menit ke-90 ditemukan spermatozoa, sedangkan pada
menit ke-60 dan menit ke-120 tidak ditemukan spermatozoa. Pada perlakuan
urin wanita hamil 5 bulan pada menit ke-30 sampai menit ke-120 tidak
ditemukan spermatozoa dan pada perlakuan urin wanita hamil 9 bulan pada
menit ke-30 dan menit ke-60 tidak ditemukan spermatozoa tetapi pada menit
ke-90 dan menit ke-120. Semakin besar konsentrasi hormon tersebut maka
semakin banyak pengeluaran spermatozoa pada Rana sp.
b. Pengaruh Human Chorionic Gonadotropin (HCG) terhadapa usia kehamilan
adalah semakin tua usia kehamilan seseorang maka semakin banyak Human
Chorionic Gonadotropin (HCG) dihasilkan.
5.2 Saran
Adapun saran dari praktikum ini adalah :
a. Sebaiknya praktikan lebih teliti dalam mengamati spermatozoa yang
terdapat pada sampel yang dihasilkan dari setiap perlakuan.
b. Sebaiknya praktikan lebih berhati-hati dalam melaksanakan praktikum
ini.
c. Sebaiknya sampel yang digunakan lebih bervariasi.
LAMPIRAN
Lampiran I: Flowsheet
Disiapkan Rana sp. (jantan). Diperiksa ada tidaknya
sperma dengan cara diambil larutan NaCl dengan pipet
tetes.
Dimasukkan pipet tetes kedalam kloaka Rana sp.
Dikeluarkan larutan NaCl di didalam pipet tetes.
Ditunggu selama 10 detik.
Disedot kembali cairan di dalam kloaka dengan pipet
tetes. Diamati dengan mikroskop (jika terdapat
spermatozoa, katak tersebut tidak dapat digunakan).
Diambil sebanyak 1 ml urin yang akan diuji dengan spit.
Disuntikkan ke bagian tubuh bawah katak pada bagian
sedikit dibawah kulit hingga sampai ke garis tengah
badan, ditunggu selama 30 menit.
Diambil cairan didalam kloaka dengan
pipet tetes. Diamati dengan mikroskop ada tidaknya
spermatozoa. Dilakukan hal yang sama untuk semua bahan
urin yang diuji hingga 120 menit.
LAMPIRAN II
a. Alat dan Bahan
Spit Pipet Tetes
Larutan NaOH 0,9% Mikroskop
Cover dan Objek Glass
Stopwatch
Urin Ibu Hamil 2 Bulan
Stoples
Lampiran III: Foto Kerja
Lampiran IV: Foto Hasil
DAFTAR PUSTAKA
Coad, J & Dustal, M. 2006. Anatomi dan Fisiologi Untuk Bidan. Jakarta: EGC.
Irianto, K. 2004. Struktur dan Fungsi Tubuh Manusia. Bandung: Yrama Widya.
Isnaeni, W. 2006. Fisiologi Hewan. Jogyakarta: Kanisus.
Pearce, E. 2008. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Suwondo, J. 1995. Fisiologi Kelenjar Endokrin. Jakarta: UI-Press.
Sloane, E. 2003. Anatomi dan Fisiologi. Jakarta: EGC.
Syaifuddin, H. 1997. Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat. Jakarta: EGC.
-----------------------
Rana sp.
Hasil