BAB IV Sensor, Detektor & Transduser
Walaupun secara umum sensor, detektor maupun transduser mempunyai fungsi yang sama, yakni merubah gejala atau fenomena fisis dari alam atau kejadian menjadi informasi listrik, tetapi banyak ahli membedakannya ketiganya atas dasar fungsinya. Berbagai jenis sensor/detektor/transduser
yang
ada
di
pasaran
cukup
memadai
sebagai
bahan
instrumentasi, tetapi banyak juga yang sifatnya masih dirahasiakan oleh pabrik pembuatnya. Persaingan dagang dan pelanggaran hak cipta merupakan alasan mengapa beberapa produsen instrumentasi tidak membuka secara jelas prinsip kerja maupun anatomi sensor yang digunakannya. Hal ini juga terjadi pada produsen detektor, dan transduser. Namun demikian, secara umum dapat diterangkan bahwa prinsip kerja dan sensor sama seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, yakni merubah fenomena fisis menjadi informasi listrik. Bukanlah berlebihan bila dikatakan bahwa sensor/detektor/transduser merupakan komponen yang sangat penting, bahkan akhir-akhir ini menjadi sumber inovasi baru untuk peralatan moderen. Atau dengan kata lain, justru masalah terbesar pada perancangan instrumentasi adalah pada sensor ini. Perangkat pendukung lainnya meskipun penting, tetapi sudah sangat umum di pasaran, mudah dibuat, dan nyaris tidak ada kerahasiaan lagi. Untuk itu, perlu bagi para perancang instrumentasi untuk selalu mempelajari, memahami, dan melakukan inovasi pada perangkat sensor. Terkadang, perancangan dimulai dan bagaimana menciptakan sensomya. Bila masalah sensor untuk memantau suatu fenomena dapat terpecahkan, maka secara gampang dapat dikatakan bahwa masalah perancangan sudah 80% selesai.
IV.1. Sensor
Sebagaimana asal katanya yang berasal dan sense atau merasakan, sensor lebih bersifat menggantikan kerja dari indera manusia. Maka dapat dibayangkan bahwa sensor yang dijual di pasaran cenderung meniru kerja indera manusia, misalnya. sensor panas, sensor sentuh, sensor cahaya, sensor tekanan, sensor suara, sensor gerak, sensor bau, dan sebagainya. Walaupun tidak secanggih indera yang dimiliki manusia, tetapi kebanyakan sensor-sensor ini sudah cukup memadai untuk keperluan pengukuran maupun pengendalian. Pada saat ini kebanyakan sensor dibuat atas dasar kebutuhan saat ini, sehingga ada kecenderungan tuntutan yang semakin mikro, energi yang dikonsumsi rendah, informasi ditransfer semakin banyak. Pemanfaatan teknologi semikonduktor pada teknologi sensor semakin meluas, mengingat tuntutan yang ada dapat dipenuhi oleh karakter semikonduktor. Ketidakstabilan bahan semikonduktor karena pengaruh Universitas Gadjah Mada
1
fenomena fisis merupakan hal yang penting untuk pengembangan dan rekayasa semikonduktor untuk fabrikasi sensor.
Gambar 4.1. Contoh Sensor
IV.2. Detektor
Detektor berasal dan istilah detect, yang beranti memantau kehadiran atau keberadaan sesuatu. Detektor biasanya digunakan untuk mendeteksi kehadiran sesuatu, misalnya detektor asap, detektor pencuri, detektor banjir, detektor radiasi, dan sebagainya. Prinsip kerja detektor mirip seperti sensor (bahkan kita sering kebingungan menggunakan istilah mana yang tepat detektor atau sensor) yakni merubah kehadiran sesuatu menjadi informasi elektris. Bedanya dengan sensor adalah penyediaan suatu perangkap untuk memonitor kehadiran sesuatu. Misalnya, pada detektor asap, di dalamnya dipancarkan sinar infra merah, kehadiran asap akan memantulkan sinar tersebut pada komponen yang sensitif terhadap cahaya infra merah (sensor infra merah). Contoh lain adalah detektor radiasi nuklir. Sebagaimana yang kita ketahui, radiasi nuklir menimbulkan ionisasi pada jalur yang dilaluinya. Detektor nuklir menyiapkan “perangkap” berupa gas yang sangat mudah terionisasi bila dilalui sinar/ zat radioaktif. Ion-ion yang dihasilkan akan menimbulkan pelucutan (discharge) pada tegangan katoda dan anoda yang terdapat pada detektor tersebut sehingga menimbulkan penurunan sejenak tegangan pada sisi keluarannya akibat dari arus sesaat yang muncul. Arus sesaat ini disebut dengan pulsa listrik. Informasi besarnya energi radiasi maupun banyaknya radiasi diinformasikan sebagi tinggi pulsa dan cacah pulsa.
Universitas Gadjah Mada
2
Gambar 4.2. Contoh Detektor
IV.3. Transduser
Pada buku ini sengaja dibedakan penggunaan istilah untuk sensor, detektor dan transduser, walaupun masih banyak terjadi kerancuan dalam penggunaannya. Mungkin ada buku lain yang tidak sepakat dalam istilah yang dibedakan di sini, tetapi harus diingat bahwa tujuan dan ketiga jenis komponen ini sama. Pada transduser, pemantauan yang dilakukan melibatkan unsur mekanik untuk merubah menjadi informasi elektris, atau bahwa gejala itu sendiri bersifat mekanik sehingga untuk merubahnya menjadi informasi listrik dibutuhkan rekayasa tertentu. Sebagai contoh transduser adalah transduser kecepatan angin. Angin yang bertiup akan memutar baling-baling yang dihubungkan dengan motor induksi listrik, perputaran motor mengakibatkan munculnya arus pada output motor tersebut. Kecepatan angin dapat disetarakan dengan besarnya arus yang ditimbulkan. Secara umum gerak mekanik sangat mudah diubah dalam bentuk perubahan medan magnet pada suatu kumparan, sehingga menimbulkan arus listrik yang besarnya sesuai dengan besamya gejala yang dipantau. Dengan prinsip ini, dapat dipahami mekanisme transduser gempa, transduser kecepatan mobil, dan sebagainya.
Universitas Gadjah Mada
3
Gambar 4.3. Contoh Transduser
Universitas Gadjah Mada
4