PENERBIT PT KANISIUS
Menerima Misionaris Menjemput Peradaban
1016003046 © 2016-PT Kanisius
PENERBIT PT KANISIUS (Anggota IKAPI)
Jl. Cempaka 9, Deresan, Caturtunggal, Depok, Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta 55281, INDONESIA Telepon (0274) 588783, 565996; Faks (0274) 563349 E-mail
: of fi
[email protected]
Website : www.kanisiusmedia.com
Cetakan ke-
3
2
1
Tahun
18
17
16
Editor
: Erdian
Desainer Sampul : Joko Sutrisno Desainerr Isi Desaine
: Yustinu ustinuss Saras
Ilustrasi sampul: Pos Perbatasan Pegunungan Bintang diolah dari https://id.wikipedia.org/wiki/ kabupaten_Pegunungan_Bintang
ISBN 978-979-21-4977-7 Hak cipta dilindungi undang-undang
Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apa pun, tanpa izin tertulis dari Penerbit Dicetak oleh PT Kanisius Yogyakarta Yogyakarta
Prakata
P
uji syukur ke hadirat Tuhan Yang Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan berkat yang melimpah sehingga buku Menerima Misionaris
Menjemput Peradaban: Sejarah Nama Pegunungan Bintang, Papua & Awal Mula Peradaban Orang Asli Pegunungan Bintang dapat hadir di tengah-tengah pembaca. Banyak dukungan dan bantuan datang dari berbagai pihak dalam proses pembuatan buku ini. Untuk itu, terima kasih kepada: 1.
Bapak Costan Oktemka, S.IP S.IP,, Bupati Kabupaten Pegunungan Bintang, yang telah membantu mendanai penerbitan buku ini. ini .
2.
Bapak Drs. Theodorus Sitokdana, yang bersedia memberikan Kata Pengantar,, sekaligus menyempurnakan isi buku ini. Pengantar
3.
Bapak Drs. Paulus Sudiyo dan seluruh staf Yayasan Binterbusih yang selalu mendukung dan mengarahkan penulis.
4.
Civitas akademika Universitas Kristen Satya Wacana yang telah mendukung penulis untuk mengabdikan diri sebagai peneliti dan turut ambil bagian dalam misi mencerdaskan bangsa.
5.
Para anggota Pusat Studi GMIT yang selalu memotivasi, mendukung dan mengarahkan penulis untuk tak henti-hentinya meneliti dan menulis.
6.
Masyarakat Pegunungan Bintang.
4 Prakata
7.
Masyarakat Papua di Tanah Papua maupun di luar negeri.
8.
Mama Beatha Bidana dan Bapa Paskalis Sitokdana, atas kasih sayang, perhatian, dan dukungan doanya.
9.
Keluarga besar Komapo, Imppetang, dan Himppar di Salatiga.
10. Istri tercinta, Elka Mimin, Mimin, S.Pd., yang selalu selalu mendampingi mendampingi dan memberikan motivasi. Terima Terima kasih untuk kasih sayang, perhatian, dan dukungan doa yang selalu diberikan. 11. Anak-anak tercinta: Injilio Papuano Papuano Okbison Sitokdana Sitokdana dan Inri Isla De Guinea Sitokdana, yang selalu menghibur dalam situasi suka maupun duka. 12. Semua pihak yang telah membantu penulis selama pendidikan dan penyusunan buku ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa buku ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, semua jenis saran, kritik, dan masukan yang bersifat membangun sangat diharapkan. Semoga buku ini dapat memberikan manfaat dan memberikan wawasan tambahan bagi para pembaca.
Penulis
Pengantar
B
uku Menerima uku Menerima Misionaris, Menjemput Menjemput Peradaban: Sejarah Nama
Pegunungan Bintang, Papua & Awal Mula Peradaban Orang
Asli Pegunungan Bintang ini merupakan sebuah hasil karya intelektual dari seorang anak asli Pegunungan Bintang bernama Melkior N. N Sitokdana, S.Kom, M.Eng. Dilihat dari letak geografisnya, Pegunungan Bintang terbentang dari barat ke timur Pulau Papua, tepatnya dari bagian timur Kabupaten Yahukimo, Provinsi Papua sampai dengan Distrik Telefomin, Provinsi Saundaun dan da n Tabubil Tabubil,, North Fly, Western Province, Prov ince, Papua New Guinea Gu inea (PNG). Meskipun demikian, buku ini tidak menguraikan secara keseluruhan sejarah peradaban modern bagi suku-suku bangsa asli yang mendiami wilayah sentral dari hamparan dataran tinggi Pulau Papua ini. Buku ini hanya terfokus pada suku-suku bangsa asli yang mendiami wilayah Pegunungan Bintang dalam wilayah Indonesia (kini menjadi sebuah daerah otonomi baru, Kabupaten Pegunungan Bintang). Untuk pertama kali, sejarah nama Pegunungan Bintang dan kisah awal mula peradaban modern bagi orang asli Pegunungan Bintang, mulai dari kedatangan para misionaris serta keberadaan dan kehidupan manusia asli Pegunungan Bintang, dapat dipublikasikan dalam bentuk sebuah buku.
6 Pengantar
Buku tentang manusia dan daerah Pegunungan Bintang sangat sedikit. Ada beberapa dokumentasi tertulis dalam bahasa Inggris dan bahasa Belanda yang ditulis baik oleh para peneliti, ilmuwan maupun oleh para misionaris berlatar belakang pendidikan geologi, teologi, sosiologi dan antropologi. Namun, buku-buku itu belum diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Buku ini merupakan buku yang pertama kali diterbitkan dan berisi tentang Pegunungan Bintang. Buku ini i ni ditulis oleh seorang intelektual dan akademisi anak asli Pegunungan Bintang. Hampir tiga puluh tahun sebelum misionaris dari Gereja Katolik menginjakkan kakinya di Tanah Aplim Apom, Pegunungan Bintang, Papua pada tahun 1959 tepatnya di Lembah Sibil (kini dikenal Oksibil, Oksibil , ibu kota Kabupaten Pegunungan Bintang), sudah ada perjalanan para ilmuan Eropa ke wilayah Pegunungan Bintang pada tahun 1938-1939. Namun, misi mereka tidak untuk mengintroduksi peradaban modern kepada orang asli Pegunungan Bintang. Sebagai ilmuwan dan ahli geologi, tujuan utama mereka adalah meneliti sebaran kandungan mineral mi neral yang ada di dalam perut bumi daerah ini. Dua puluh tahun kemudian, setelah perjalanan ilmiah para peneliti (1959), misionaris Gereja Katolik dan Gereja Injili di Indonesia (GIDI) menginjakkan kakinya di Lembah Sibil. Kedatangan para misionaris Gereja Katolik (1959) dan GIDI, yang disusul Gereja Jemaat Reformasi Papua (GJRP) pada tahun 1973 ke Tanah Aplim Apom, Pegunungan Bintang, menjadi tonggak sejarah dimulainya peradaban modern bagi kehidupan suku-suku bangsa asli yang sudah lama menetap (rata-rata tujuh turunan). Ada dua suku bangsa asli yang besar di Pegunungan Bintang (Suku Ngalum dan Suku Ketengban) serta beberapa sub-suku lain (Murop, Kambom, Arimtap, Lepki, Omkai, Kimki, dan Una). Pada intinya, ada tiga pokok bahasan yang diuraikan. Bagian pertama menguraikan tentang sejarah nama Pegunungan Bintang. Selain
eksplorasi referensi tertulis secara manual, penulis juga men jelajahi
Pengantar 7
dunia maya (internet) (internet) untuk untuk menemukan sumber-sumber tertulis tentang asal usul nama Pegunungan Bintang, baik literatur berbahasa Inggris maupun berbahasa Belanda. Di bagian ini, penulis mengajak dan mengantar pembaca untuk masuk menyelami sejarah masa lalu asal mula penamaan Pegunungan Bintang. Nama Pegunungan Bintang Bintang sebenarnya bukan sebutan yang yang digunakan oleh penduduk asli yang telah lama mendiami wilayah yang kini disebut Pegunungan Bintang ini. Orang asli yang hidup di wilayah ini tidak tahu, bahkan tidak pernah menyebut dirinya orang Pegunungan Bintang. Nama-nama tempat yang menjadi daerah kehidupan mereka, baik untuk tempat tinggalnya ti nggalnya maupun dusun yang menjadi hak ulayat dalam mempertahankan hidupnya, disebut dengan nama yang umumnya didominasi dengan awalan Ok atau Me/Mek, seperti: Oksibil, Oksop, Okbi, Oknangul, Oktau atau Bime, Tanime, Borme, Eipumek, Pamek, dan lain-lain. Karena itu, nama Pegunungan Bintang merupakan hasil rekayasa sejarah. Rekayasa itu diawali dengan kedatangan tim peneliti dari Eropa (1938-1939) dan kemudian tim ekspedisi dari Kerajaan Belanda (1957), yang diakhiri dengan pengibaran bendera Belanda di Puncak Juliana atau Puncak Mandala (1959). Bab I mengemukakan bahwa nama Pegunungan Bintang mengacu pada penamaan yang mirip untuk sebuah gunung di Pegunungan Cascade, Okangen, Barat Daya Washington, Amerika Serikat, yakni Silver Star Mountain.. Wilayah ini dinamakan Star Mountain Mountain Mountain (Pegunungan Bintang) karena pola lima punggung menonjol yang memancar dari puncak dalam bentuk bintang. Kedua puncak gunung mendominasi cakrawala timur dari Vancouver, Washington. Sangat mungkin nama Sterrengebergte atau Star Mountain di Mountain di Papua, juga diberikan atas dasar bentangan pegunungan yang menonjol berbentuk bintang, terdapat salju (Puncak Mandala) pada puncaknya, dan memancarkan cahaya yang mendominasi sebagian wilayah timur Pegunungan Tengah Tengah Papua.
8 Pengantar
Daerah ini kemudian menjadi bagian dari Wilayah Administrasi Pemerintahan Kabupaten Jayawijaya setelah berakhirnya kon flik politik antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Kerajaan Belanda melalui penyelenggaraan suatu referendum yang dikenal dengan nama PEPERA (Penentuan Pendapat Rakyat) pada tahun 1969. Setelah selama lebih dari 32 tahun menjadi “anak” Kabupaten Jayawijaya sejak pemekarannya menjadi Kabupaten melalui UU No. 12 Tahun 1969, pada tahun 2002 Pegunungan Bintang menjadi sebuah kabupaten baru yang kini telah berusia 13 tahun masa pemerintahan. Bagian kedua menjelaskan mengenai eksistensi dan kehidupan
suku-suku bangsa asli yang mendiami wilayah Punungan Bintang. Pada bagian ini, pembahasan terfokus pada perspektif kebudayaan. Diuraikan mengenai unsur-unsur hidup yang membentuk dan mencerminkan identitas
khusus,
yang
membedakan
kehidupan
manusia
asli
Pegunungan Bintang dengan suku-suku bangsa asli lain yang mendiami Pulau Papua. Misalnya, kehidupan religinya, sebaran suku bangsa dan bahasanya, wilayah hak ulayatnya, sistem kepemimpinannya dan kehidupan keseniannya. Ulasan-ulasan itu dirangkum dalam Bab II. Bagian ketiga menguraikan mengenai awal mula peradaban
modern dalam kehidupan orang asli Pegunungan Bintang. Kedatangan para misionaris dari Gereja Katolik dan Gereja Protestan dalam kehidupan orang asli Pegunungan Bintang, menjadi tonggak sejarah peradaban modern dalam kehidupan kehidupan suku-suku bangsa asli yang sudah lama menetap selama tujuh turunan di wilayah ini. Bagian ini dibagi dalam tiga bab. Masing-masing bab menguraikan tentang peran tiga Gereja yang berkarya di Pegunungan Bintang. Sejarah masuknya Gereja Katolik dan karya pelayanannya di Pegunungan Bintang dibahas di dalam Bab III. Sementara sejarah masuknya Gereja Kristen Injili di Indonesia (GIDI) dan karya penginjilan serta pelayanannya di wilayah Pegunungan Bintang dijelaskan dalam Bab IV. Sedangkan sejarah
Pengantar 9
pelayanan dan pekabaran Injil di Papua oleh ol eh Gereja Jemaat Reformasi Papua (GJRP) diuraikan pada Bab V. Penulis bukanlah seorang petugas Gereja atau juga bukan seseorang yang bergelut di dunia sejarah. Ia seorang dosen ilmu informatika di Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga, Jawa Tengah. Karena distimulasi oleh rasa tanggung jawab dan kepekaan intelektual serta keilmuannya untuk dapat mendokumentasikan secara ilmiah unsuruns urunsur yang menunjukkan identitas manusia dan daerah Pegunungan Bintang, buku ini ditulis. Karena itu, sangat welcome kepada semua pihak untuk dapat mengkritisi mengkritisi buku ini demi menambah data, informasi informasi dan isi buku ini, khususnya dari perspektif sejarah dan kebudayaan. Jika dipandang dari sudut kepentingan pendidikan dan pengetahuan sejarah, khususnya bagi anak-anak asli Pegunungan Bintang kini dan masa depan, buku ini sangat cocok untuk dapat diadopsi oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Pegunungan Bintang melalui Dinas Pendidikan untuk dapat dijadikan sebagai buku sumber dalam merancang suatu kurikulum muatan lokal dan dapat diajarkan di sekolah-sekolah. Roda kehidupan manusia Aplim Apom di Pegunungan Bintang terus bergulir. Saat itu pula kisah hidupnya ditorehkan: masa lalu, masa kini. Namun, cakrawala kehidupan terus terpancar ke depan menerangi perjalanan hidup hidup sambil menjemput kisah masa depan yang penuh misteri. Kisah hidupnya mengantar dan menyadarkan orang asli Pegunungan Bintang untuk terus merefleksikan kisah perjalanan hidupnya serta meninggalkan cerita-cerita dalam sebuah dokumentasi bersejarah bagi anak cucunya. cucunya.
Theo Sitokdana Aktivis Hak Asasi Manusia (HAM), Pernah Menjadi Wakil Wakil Bupati Pegunungan Bintang Periode 2005-2010
Daftar Isi
Prakata
......................................................................................
3
Pengantar ......................................................................................
5
Daftar Isi ......................................................................................
11
Bab I Sejarah Nama Pegunungan Bintang .........................................
13
A.
Proses Penamaan “Pegunungan Bintang” ............................
14
B.
Cakupan Wilaya Wilayah h & Expedisi di Pegunungan Bintang ........
15
C.
Pemerintahan Indonesia di Pegunungan Bintang .................
20
Bab II Mengenal Manusia Aplim Apom di Pegunungan Bintang ......
27
A.
Aplim-Apom, Juliana Top dan Puncak Mandala ..................
29
B.
Korelasi Penamaan Puncak Mandala dan Spiritualitas Aplim Apom .........................................................................
31
C.
Pengelompokan Suku, Bahasa dan Penempatannya.............
33
D.
Kehidupan Manusia Aplim Apom ........................................
38
12 Daftar Isi
Bab III Sejarah Gereja Katolik di Pegunungan Bintang .....................
45
A.
Sekilas Sejarah Gereja Katolik di Papua ..............................
46
B.
Gambaran Umum Fransiskan di Papua ................................
49
C.
Fransiskan di Pegunungan Bintang ......................................
51
Bab IV Sejarah GIDI di Pegunungan Bintang ......................................
75
A.
Sekilas Sejarah GIDI di Papua .............................................
75
B.
Sejarah GIDI di Pegunungan Bintang ..................................
79
Bab V Sejarah GJRP di Papua ..............................................................
85
Kronologis Sejarah Gereja Jemaat Reformasi Papua (GJRP) ......
86
Daftar Pustaka ...............................................................................
97
Biodata Penulis ............................................................................
101
Bab I Sejarah Nama Pegunungan Bintang
K
abupaten
Pegunungan
Bintang
merupakan
nama
sebuah
kabupaten di Provinsi Papua. Kabupaten ini dimekarkan dari
Kabupaten induk Jayawijaya pada tahun 2002 bersama dengan 13 kabupaten lain di Provinsi Papua berdasarkan UU No. 26 Tahun 2002. Sebelum dimekarkan menjadi sebuah kabupaten, nama Pegunungan Bintang atau Star Mountain sudah digunakan berbagai kalangan, baik Gereja, Pemerintah maupun para peneliti dari berbagai bidang ilmu. Wilayah ini terdapat di poros pulau Papua yang membentang dari bagian timur Kabupaten Yahukimo, Provinsi Papua sampai di timur Kabupaten Telefomin, Provinsi West Sepik dan Tabubil, North Fly, Westen Province, Papua New Guinea (PNG). Nama Pegunungan Pegunungan Bintang atau atau Star Mountain sebenarnya bukan nama asli bagi penduduk pribumi yang sudah mendiami daerah ini lebih dari tujuh turunan lamanya. Nama ini populer dan dapat diakses dalam peta dunia karena proses sejarah. Karenanya, tidak hanya orang yang baru datang ke Pegunungan Bintang saja, namun mereka yang
14 Bab I Sejarah Nama Pegunungan Bintang
berasal dari suku-suku asli di daerah ini, juga belum mengetahui apa arti sebenarnya dari nama “Pegunungan Bintang”. Juga belum diketahui siapa yang menamakannya, kapan, dan mengapa diberi nama “Pegunungan Bintang”.
A. Proses Penamaan Penamaan “Pegunungan “Pegunungan Bintang” Dari hasil penelusuran sejumlah literatur berbahasa Belanda dan Inggris, ditemukan bahwa “Pegunungan Bintang” adalah terjemahan dari Sterrengebergte (Bld.) atau Star Mountain (Ing.) (Ing.).. Nama tersebut dikenal pada zaman ekspedisi bangsa Eropa untuk wilayah Timur Pegunungan Tengah Tengah Papua sampai di Papua New Guinea. Namun, arti Sterrengebergte atau Star Mountain belum Mountain belum diketahui secara pasti. Beberapa literatur tentang penamaan gunung di Amerika Serikat mungkin bisa memberikan sedikit gambaran atas arti nama tersebut. Nama tersebut mirip dengan nama sebuah gunung di Pegunungan Cascade, Okangen, Barat Daya Washington, Amerika Serikat, yakni Silver Star Mountain. Mountain. Wilayah ini dinamakan Star Mountain Mountain karena pola lima punggung menonjol yang memancar dari puncak dalam bentuk bintang. Kedua puncak gunung mendominasi cakrawala timur t imur dari Vancouve Vancouver, r, Washingt ashington. on. Besar kemungki k emungkinan nan nama Sterrengebergte atau Star Mountain Mountain di Papua juga diberikan atas dasar bentangan pegunungan yang menonjol berbentuk bintang; di puncaknya terdapat salju (Puncak Mandala) dan memancarkan cahaya yang mendominasi sebagian wilayah timur Pegunungan Tengah Tengah Papua.
Bab I Sejarah Nama Pegunungan Bintang 15
B. Cakupan Wilayah & Ekspedisi di Pegunungan Bintang Secara umum wilayah yang disebut sebagai Sterrengebergte atau Star Mountain Mountain ini mencakup wilayah Papua New Guinea dan Indonesia. Di Papua New Guinea, wilayah Pegunungan Bintang (Star ( Star Mountain)) terletak sebagian besar wilayah pegunungan yang nama Mountain tempatnya diakhiri dengan akhiran Min dan dan Bil, umumnya berada di wilayah Distrik Telefomin, Provinsi West Sepik dan wilayah North Fly, Provinsi Western, Western, yakni: Bimin, Faiwol, Mianmin, Setaman, Tifalmin, Telefolmin, Urapmin, Tabubil dan Oksapmin. Sejumlah daerah yang disebutkan di atas, dalam keseharian masyarakat Papua New Guinea menyapa mereka sebagai orang “Star “ Star Mountain”. Mountain”. Penyebutan ini cukup terkenal di Papua New Guinea setelah beroperasinya sebuah tambang emas di wilayah North Fly, Distrik Tabubil, yakni “Ok Tedi Mining” sepanjang pegunungan Star Mountain. Mountain. Lokasi pertambangan ini termasuk juga hak ulayatnya dari suku bangsa Ok di wilayah Indonesia. Sedangkan Sterrengebergte atau Star Mountain di Mountain di wilayah Indonesia, yakni: wilayah Kabupaten Pegunungan Bintang saat ini dan beberapa wilayah di Kabupaten Yahukimo bagian timur, seperti Distrik Langda, Distrik Bomela dan Distrik Sumtamon. Wilayah yang termasuk Star Mountain ini merupakan jantung Papua jika dilihat, baik dari sisi posisi peta seantero Pulau Papua maupun dari sisi potensi sebaran kandungan mineralnya. Selain itu, hulu 4 (empat) sungai besar yang menjadi poros dan menghidupkan sebagian besar suku-suku bangsa yang mendiami pulau terbesar kedua setelah Greenland ini, yakni Sungai Mamberamo dan Sungai Digul di Provinsi Papua serta Sungai Sepik dan Sungai Fly di wilayah PNG, berasal dari wilayah Pegunungan Bintang. Sungai Mamberamo dan Sungai Sepik mengalir ke utara pulau Papua dan bermuara di lautan
16 Bab I Sejarah Nama Pegunungan Bintang
Pasifik, sementara Sungai Digul mengalir ke arah selatan dan bermuara di lautan Arafura, wilayah Kabupaten Mappi, Provinsi Papua; sementara Sungai Fly mengalir ke arah selatan PNG dan bermuara di wilayah Daru, ibu kota Western Province. Gugusan Star Mountain ini, Mountain ini, menurut informasi di situs web The Papua Insects Foundation terdiri atas beberapa puncak gunung, yaitu Gunung Juliana 4700 meter (Puncak Mandala), Gunung Goliath 4595 meter (Puncak Yamin), Yamin), Gunung Antares 4170 meter dan Gunung David 4581 meter 1. Dari sejumlah puncak gunung tersebut, puncak Juliana merupakan puncak tertinggi yang ada di gugusan Pegunungan Bintang. Orang asli Pegunungan Bintang, yakni manusia Ngalum, Ketengban serta sub-suku lainnya l ainnya menyebut gunung ini dengan nama Aplim Apom. Mereka memandang gunung ini sebagai gunung yang sangat sakral baginya. Menurut mitos penciptaan, gunung ini dipercaya oleh orang asli Pegunungan Bintang sebagai tempat penciptaan alam semesta, termasuk manusia pertama oleh Atangki (Maha Pencipta). Oleh karena itu, sejumlah suku dan sub-suku yang ada di bawah Kaki Gunung ini menamakan diri sebagai manusia Aplim Apom. Dalam perkembangan sejarah selanjutnya, Gunung Aplim Apom diberi nama Juliana Top (Puncak Juliana) oleh Tim Ekspedisi yang dikirim dari Kerajaan Belanda. Nama puncak Juliana diambil dari nama Ratu Belanda, Juliana Louise Emma Marie Wilhelmina. Ratu Juliana diangkat menjadi Ratu Belanda pada tanggal 6 September 1948 karena Ratu Wilhelmina menyerahkan kepemimpinannya kepada Juliana sebagai penerus. Saat masa kepemimpinannya, dilakukan ekspedisi di wilayah Sterrengebergte. Sterrengebergte. Tim Tim ekspedisi berhasil menaklukkan puncak tertinggi itu, dan menamakannya Puncak Juliana (Juliana Top). Ekspedisi Sterrengebergte diselenggarakan di bawah pimpinan Leo Brongersma dan GF Venema Venema sebagai pemimpin teknis dan logistik bersama anggota ekspedisi dari berbagai bidang, yakni: J.C. Anceaux 1
Lih. ”Star Mountains”, diakses dari www www.papua-insects.nl .papua-insects.nl pada 24 Agustus 2015.
Bab I Sejarah Nama Pegunungan Bintang 17
(ahli bahasa/linguistik bahasa/linguistik ), ), Ch.B. Bar, H.J. Cortel, dan A.E. Escher (ahli geologi), C. Van Heiningen dan J.J. Staats (ahli kulit binatang), C. Kalkman dan Van Van Zanten (ahli botani), L.E. Nijenhuis (ahli biologi dan spesialis darah), J. Pouwer (ahli antropologi budaya), J.J. Reijnders (ahli tanah), H.Th. H.T h. Verstapp Verstappen en (ahli geogra geogr afi fisik), W. W. Vervoort Vervoort (ahli zoology) zo ology),, Van der Weiden (ahli kartogr kartograafi), A.G. Liar (ahli antropologi fisik ), dan B.O. Van Zanten (perwakilan pemerintah Anceaux Pouwer) 2. Ekspedisi ini diselenggarakan setelah mendapat laporan dari perusahaan pertambangan NV Mijnbouw Maatschappij Nederlands Nieuw Guinea yang telah melakukan survei pada tahun 1938-1939. Insinyur P.F. de Groot dan M.G.M. Bartels pada waktu itu mengadakan ekspedisi ke daerah hulu Sungai Digul. Pada kesempatan itu, mereka juga mengunjungi Lembah Sibil3. Berdasarkan laporan dari perusahaan tersebut pada tahun 1953 Nederlands Maatschappijk Onderzoek in Oost-en West Indiẻ (perkumpulan untuk penyelidikan ilmiah dalam hal keadaan alam) dan Het dan Het Koninklikj Nederlandsch Aardrijkskunding Genootschap (persekutuan Genootschap (persekutuan para geolog kerajaan Belanda) atas prakarsa Prof. Vening Menesz, bersama-sama mengirim ekspedisi untuk menyelidiki bagian timur dari wilayah pegunungan tengah untuk mengisi bidang putih terakhir pada peta Niuew-Guinea. Persiapan untuk itu berlangsung selama enam tahun. Pada tahun 1959, dibentuklah sebuah yayasan tersendiri untuk ekspedisi tersebut, yaitu Stichting Expeditie Nederlands-Nieuw-Guinea
(Ekspedisi
Nieuw
Guinea
Belanda).
Yayasan ini menunjuk Dr. L. Brongersma sebagai pemimpin umum dan G.F Venema sebagai pemimpin teknis 4. Untuk pelaksanaan ekspedisi ini, kontrolir J.W. Shoorl, kepala pemerintahan setempat setempat di Mindiptanah Mindiptanah (wilayah Boven Digoel) bagian dari residensi Nieuw-Guinea Selatan, mendapatkan perintah untuk 2 3
4
Idem. Idem. Schoorl, J.W J.W.. (Pim), 2011. 2011. Belanda Belanda di Irian Jaya (Amtenar di Masa Penuh Gejolak 19451962).. Jakarta: Penerbit Garba Budaya. 1962) Lih. ”Sterrengebergte-expeditie”, diakses dari https://nl.wikipedia.org/ pada 24 Agustus 2015.
18 Bab I Sejarah Nama Pegunungan Bintang
melakukan perjalanan ke Lembah Sibil, bagian utara dari Mindiptanah. Pada bulan Desember 1955, dia memberikan laporan bernada positif tetapi tidak semua orang meyakininya. Akhirnya, diputuskan untuk melakukan sebuah ekspedisi pendahuluan demi menyelidiki Lembah Sibil. Ekspedisi tersebut dilakukan tahun 1957, berdasarkan hasil penelusuran mereka menyetujui membuka pos di Lembah Sibil. Setelah pendekatan dengan penduduk di Lembah Sibil, tim ekspedisi dan penduduk setempat bekerja selama beberapa tahun dibawah pimpinan para ahli. Dibangunlah sebuah lapangan terbang, tepatnya pada 1 Januari 1958 (sekarang lapangan terbang Oksibil, ibukota Kabupaten Pegunungan Bintang)5.
Gambar 1. Lapangan terbang Oksibil dahulu (Kuie, 1963) (Sumber: hp://www.flickriver.com)
Ekspedisi yang direncanakan lebih awal belum juga berlangsung karena mereka terlebih dahulu berkonsentrasi membuka lapangan terbang untuk mempermudah ekspedisi lebih lanjut. Setelah lapangan terbang selesai dikerjakan, tim melakukan perjalanan melalui Oksop (Sungai Digul) untuk kepentingan ekspedisi dan pada akhirnya tanggal 9 September 1959 tim ekspedisi mengibarkan bendara Belanda di Puncak 5
Idem. Idem.
Bab I Sejarah Nama Pegunungan Bintang 19
Juliana (Aplim Apom/Puncak Mandala) oleh Herman Verstappen, Arthur Escher, Max Tissing, Tissing, Jan de Wijn dan Pietter Laag sebagai akhir ekspedisi Sterrengebergte Sterrengebergte..6
Gambar 2. Tim Ekspedisi Sterrengebergte mengibarkan bendera di Puncak Juliana/Mandala pada 9 September 1959 (Sumber: rozenbergquarterly.com)
Setelah itu, Brongersma (pemimpin ekspedisi) berkunjung ke Hollandia (Jayapura), dan tinggal di sana beberapa hari. Pada tanggal 14 September 1959, ia kembali ke Lembah Sibil untuk menyelesaikan pekerjaan yang belum diselesaikan. Pesawat yang ditumpangi Brongersma diikutkan Pastor Jan Van De Pavert OFM. Para tim ekspedisi memberikan sisa-sisa barang perlengkapan ekspedisi kepada Pastor Jan Van De Pavert. Dengan barang itu, dia membangun tempat tinggal di pos pemerintahan di Oksibil. Selanjutnya Pastor Jan Van De Pavert OFM mulai membangun misi Fransiskan yakni menyebarkan kabar keselamatan di seluruh lembah Sibil. Tidak hanya dia, ada Pastor Herman Mous OFM dan Bruder Gabriel Roes OFM, mereka memiliki peran yang sangat penting dalam penyebaran karya keselamatan di Lembah Sibil. Di samping itu, dibuka Sekolah Dasar, tepatnya tanggal 25 Juli 1960 oleh Pastor Herman Mous OFM, dengan jumlah murid 43 orang.7 Dari situlah, mulai berkembang dan menyebar ke wilayah lainnya, seperti Kiwirok dan Abmisibil. Dalam pengembangannya, 6 7
Lih. ”Sterrengebergte”, diakses dari http://www.npogeschiedenis.nl pada 24 Agustus 2015. Jan Sloot, 2009, Fransiskan Masuk Papua Papua.. Jilid I: Periode Pemerintahan Belanda 19371962. Kustodi Fransiskus Duta Damai, Papua, 2012.
20 Bab I Sejarah Nama Pegunungan Bintang
para misionaris tidak sendiri, s endiri, mereka dibantu oleh para tenaga katekis atau penginjil asal Keerom, Muyu, Paniai, dan lainnya.
C. Pemerintahan Indonesia di Pegunungan Bintang Pada tahun 1960-an, konflik politik antara Pemerintah Kerajaan Belanda dan Pemerintah Indonesia mulai memanas. Saat itu, sekolahsekolah diwajibkan menggunakan bahasa Indonesia. Karena situasi itulah, nama Sterrengebergte atau Star Mountain diubah dalam bahasa bahasa Indonesia menjadi “Pegunungan Bintang” dan Puncak Juliana berubah menjadi Puncak Mandala. Karena itu, nama Pegunungan Bintang digunakan guna kan secara resmi oleh semua pihak yang memiliki kepentingan dengan daerah ini. Misionaris dari Gereja Katolik dan GIDI menjadi pemeran pertama dan utama dalam mengintroduksikan peradaban modern kepada manusia Aplim Apom. Apom. Sejak itu i tu pula, misionaris kedua Gereja ini memopulerkan nama Pegunungan Bintang versi Bahasa Indonesia kepada penduduk asli yang mendiami daerah ini. Di pihak Pemerintah Provinsi Papua (waktu itu Irian Jaya) maupun Pemerintah Kabupaten Jayawijaya, nama Pegunungan Bintang diadopsi untuk digunakan, khususnya untuk urusan-urusan politik dan pemerintahan. Diawali dengan dengan pembentukan pembentukan tiga kecamatan di wilayah Pegunungan Bintang, yakni Kecamatan Oksibil, Kecamatan Okbibab dan Kecamatan Kiwirok. Selama lebih dari 3 dekade (30 tahun lebih), Pegunungan Bintang menjadi bagian integral dari Wilayah Administrasi Pemerintah Kabupaten Jayawijaya. Pada masa pemerintahan Bupati Jayawijaya, J.B Wenas (tahun 1990-1997), Pegunungan Bintang diusulkan untuk dapat diproses menjadi sebuah Kabupaten Otonom Baru karena jangkauan pelayanan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan kemasyarakatan bagi penduduk yang berada di wilayah Pegunungan Bintang sangat sulit dijangkau dari
Bab I Sejarah Nama Pegunungan Bintang 21
Wamena, ibu kota Kabupaten Jayawijaya. Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Jayawijaya merancang beberapa kabupaten baru sebagai upaya pemekaran dari kabupaten induk Jayawijaya dalam beberapa versi. Setiap versi selalu ada nama calon Kabupaten Pegunungan Bintang. Tokoh-tokoh masyarakat asli Pegunungan Bintang, khususnya Engelbertus Kasipmabin, Hosea Uropdana dan Yohanes Kakyarmabin yang saat itu menjadi anggota DPRD Kabupaten Jayawijaya (1990-an) memberikan dukungan penuh untuk rencana pemekaran ini. Aspirasi pemekaran pun mengkristal dari berbagai komponen masyarakat Pegunungan Bintang, baik di Pegunungan Bintang, di Jayapura maupun di Wamena. Wamena. Drs. Theo B Opki dan Enos Kalakmabin, anggota DPRD Jayawijaya (1999-2003), memberikan dukungan kuat terhadap rencana pemekaran ini. Akhirnya Pemerintah secara resmi membentuk 14 Daerah Otonom Baru (DOB) di Provinsi Papua melalui UU Nomor 26 Tahun 2002; salah satunya Kabupaten Pegunungan Bintang, yang secara resmi ditetapkan pada tanggal 12 April 2003. Setelah pemekaran, ditunjuk penjabat bupati untuk seluruh kabu paten se-Provinsi Papua oleh Gubernur Papua Drs. Jacobus Perviddya Solossa, M.Si. Kabupaten Pegunungan Bintang, ditunjuk Drs. Welling ellington ton L. Wenda, Wenda, M.Si. Tugas utamanya membentuk membent uk pemerintahan pemerint ahan Kabupaten Pegunungan Bintang yang de finitif: yakni mempersiapkan pemilihan Bupati dan pembentukan Dewan Perwakilan Rakyat Rakyat Daerah (DPRD) definitif. Setelah dilantik, Bupati Drs. Wellington L. Wenda, M.Si pertama kali menginjakkan kakinya di Tanah Aplim Apom pada tanggal 5 Mei 2003. Ia menceritakan situasi dan kondisi ketika tiba di bandara Oksibil.8 8
Lih. ”Dengan Iman dan Hati Saya Bangun Pegunungan Bintang” , dalam Majalah Oknews , dalam Edisi Perdana Mei 2015, hlm. 8-14..
22 Bab I Sejarah Nama Pegunungan Bintang
”Saya datang ke Oksibil pada 5 Mei 2003. Manusia dan alam menyam but saya. Saat itu, udara cerah, pohon-pohon hijau, langit cerah. Saya menangis.”
Ketika turun dari pesawat, ia disambut masyarakat dengan tarian adat. Ia bersama rombongannya berjalan kaki. Tak jauh dari landasan pesawat, di seberang jembatan kecil (sekarang sudah tidak ada), berdiri dengan tegap, seorang lelaki berpakaian adat, penuh wibawa. Dia adalah (alm.) Bapak Esau Uropmabin, Ketua Dewan Dewan Adat Aplim Apom Sibilki yang siap menyambutnya. Sementara itu, di samping kiri kanan, tarian adat pun digelar. Bapak Esau menjabat tangannya lalu berkata demikian.9 “Adik, ko ko anak anak adat. Ko adat. Ko lahir lahir dan besar di Honai di Honai.. Ko Ko belajar belajar dari Honai dari Honai.. Ko keluar Ko keluar dari Honai Honai untuk untuk pergi belajar sampai ko ko pintar. Sekarang ko jadi pemimpin dan datang ke kampung untuk membangun kampung. Membangun anak-anak di kampung ini. Dengan Takol Papi Papi (Kapak (Kapak Batu) ini, ko ko membangun. membangun. Dulu orang tuamu menggunakan kampak ini untuk menebang kayu, belah kayu, bikin rumah, bikin kebun, dan lain-lain. Kami terbatas. Tapi sekarang, ko ko orang sekolah. Ko Ko pintar dan ko ko jadi pimpinan kami. Jadi dengan Takol Papi ini, Papi ini, ko ko bangun bangun anak-anak kami dan bangun kampung kami.”
Setelah itu, Bapak Esau menyerahkan kapak batu (T ( Takol Papi Papi)) itu. Penyerahan Takol Papi Papi ini ini sebagai simbol ungkapan filosofi masyarakat adat Aplim Apom Sibilki. Dengan Takol Papi Papi itu, itu, mereka mau menyatakan bahwa mereka masih hidup sederhana. Jadi penyerahan Takol Pap P apii itu, masyarakat mau menyatakan kepadanya: selamat datang peradaban. Sekaligus sebagai simbol bahwa alam dan manusia menyambutnya.10 Setelah itu, ia mulai memperkenalkan diri ke masyarakat, ke Distrik Borme, Bime, Kiwirok, Eipumek dan distrik lain. Di setiap distrik ia disambut seperti saat tiba di bandara Oksibil. Para orang tua adat di distrik masing-masing yang menyambut dan menyerahkan Takol 9 10
Idem. Idem... Idem.
Bab I Sejarah Nama Pegunungan Bintang 23
Papi,, pesannya sama semua. Melalui Takol Papi Papi Papi itu, itu, mereka sampaikan pandangan atau ungkapan-ungkapan ungkapan-ungkapan yang penuh filosofis.11 Pada masa caretaker tahun tahun 2003-2005, ia melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik berlandaskan iman dan kasih. Pada pemilihan umum pertama tahun 2005, ia kembali mendapat dukungan dari masyarakat untuk memimpin Pegunungan Bintang untuk periode 20052010. Ia didampingi wakilnya Drs. Theodorus Sitokdana. Sedangkan Sedangkan ketua DPRD dijabat oleh Drs. Theo B Opki. Pada periode pertama ini seluruh komponen bekerja keras untuk membangun Kabupaten Pegunungan Bintang ke arah yang lebih baik, terbukti manfaat berbagai kemajuan dapat dirasakan oleh masyarakat setempat. Setelah berakhir masa jabatan bupati pada periode pertama, Drs. Wellington L Wenda, M.Si kembali tampil mencalonkan lagi pada periode kedua tahun 2011-2015. Hasilnya, masyarakat Pegunungan Bintang masih memberikan kepercayaan kepadanya untuk memimpin Pegunungan Bintang didampingi Yakobus Wayam, S.IP, M.Si sebagai Wakil Bupati. Dengan demikian, ia memimpin selama 12 tahun di Kabupaten Pegunungan Bintang, terhitung dari 2003 sampai masa baktinya berakhir pada tahun 2015. Periode berikutnya ia tidak bisa mencalonkan lagi karena regulasi membatasi hanya bisa memimpin dua periode berturut-turut. Selama kurun waktu 12 tahun tersebut banyak hal yang ia kerjakan, terutama pembangunan infrastruktur infrastruktur,, penataan pemerintahan, pembangunan ekonomi, pembangunan kesehatan dan pembangunan sumber daya manusia. Atas dasar itulah Wellington dianugerahi gelar kehormatan Satyalancana Pembangunan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada HUT RI ke-64 (17 Agustus 2009) bersama 18 bupati seluruh Indonesia. Satyalancana Pembangunan merupakan tanda kehormatan yang diberikan khusus kepada Warga Warga Negara Indonesia (WNI) yang berjasa besar bagi negara dan masyarakat dalam bidang pembangunan. Kemudian tanggal 16 11
Idem.
24 Bab I Sejarah Nama Pegunungan Bintang
Desember 2009, ia mendapat penghargaan dari Rektor UGM, Prof. Ir. Sudjarwadi, M.Eng., Ph.D. atas prestasi dalam kategori memajukan pembangunan.
Gambar 3. Oksibil Kabupaten Pegunungan Bintang Tahun 2005 (Sumber: hp://www.papua-insects.nl)
Tahun 2009 Gambar 4. Oksibil Kabupaten Pegunungan Bintang Tahun (Sumber: hp://www.panoramio.com )
Pada gambar di atas, tampak bahwa tahun 2005 wajah ibukota Kabupaten Pegunungan Bintang masih sangat natural, namun dalam kurun waktu 2005-2009 terjadi perubahan yang sangat signifikan. Oleh karena keseriusan kepemimpinan Drs. Wellington L Wenda, M.Si dan Drs. Theodorus Sitokdana dengan memanfaatkan Takol Papi Papi yang
Bab I Sejarah Nama Pegunungan Bintang 25
diberikan Isomka Isomka Esau Uropmabin (alm), periode berikutnya (20102015) Drs. Wellington L Wenda, M.Si dan Yakobus Wayam, S.IP., M.Si juga berhasil meningkatkan pembangunan di berbagai sektor. Terbukti bahwa pembangunan semakin meningkat dari tahun ke tahun, terutama jalan lintas Kabupaten Oksibil-Boven Digoel dan Oksibil Yahukimo yang sudah hampir dirampungkan; di bidang lain juga terjadi perkembangan yang berarti. berarti. Setelah berakhirnya masa kepemimpinanya, muncullah ”Tahun Rahmat Tuhan” melalui pesta demokrasi pemilihan kepala daerah serentak seluruh Indonesia tanggal 9 Desember 2015. Di Kabupaten Pegunungan Bintang terpilih anak asli Aplim Apom, yakni Costan Oktemka, S.IP dan Decky Deal, S.IP. Dengan demikian, Costan Oktemka merupakan bupati pertama, asli Aplim Apom. Kurang lebih 45 tahun sejak dimekarkannya Kabupaten Jayawijaya melalui UU No. 12 Tahun Tahun 1969 dan 12 tahun setelah pemekaran Kabupaten Pegunungan Bintang, putra Aplim Apom tidak pernah dipilih menjadi bupati. Namun, kesempatan akhirnya tiba pada tahun 2015. Untuk itulah, Drs. Theodorus Sitokdana, mantan Wakil Bupati Pegunungan Bintang periode pertama 2005-2010 dalam dalam majalah OkNews OkNews edisi edisi 2 tahun 2015 mengatakan bahwa ”Tahun ”Tahun Rahmat Tuhan Sudah Datang” karena tahun tersebut menjadi tahun bersejarah bagi masyarakat Aplim Apom.12 Pesan perintis pembangunan Kabupaten Pegunungan Bintang, Drs. Wellington Wenda kepada bupati terpilih dan bupati-bupati yang akan datang sebagai berikut. 13 ”Pesan saya untuk orang-orang yang akan menjadi bupati ke depan: harus menjadi diri sendiri. Para bupati harus jadi orang gunung dan menjadi pemimpin untuk dirinya dan terpenting untuk rakyatnya. Mereka harus menjadi orang Pegunungan Bintang. Mereka tidak boleh mengubah 12
13
Lih. ”T ”Tahun ahun Rahmat Tuhan Sudah Datang”, dalam Majalah Oknews Edisi II Juli 2015 (hlm. 38). Lih. ”Dengan Iman dan Hati Saya Bangun Pegunungan Bintang” , dalam Majalah Oknews , dalam Edisi Perdana Mei 2015, hlm. 8-14.
26 Bab I Sejarah Nama Pegunungan Bintang
dirinya. Dengan rasa saya terhadap dirinya, masyarakatnya pun akan diperhatikan. Jati diri sebagai orang gunung, khususnya jati diri sebagai anak dari Pegunungan Bintang harus dipertahankan dan diwujudkan dalam program-program pemberdayaan terhadap masyarakat di seluruh wilayah Pegunungan Bintang.”
Pesan ini merupakan penjabaran dari motto hidupnya, yakni ” saya adalah mereka dan mereka adalah saya”.14 Untuk itu, harapannya, pemimpin selanjutnya dapat melanjutkan Takol Papi Papi yang diberikan orang tua, apalagi sebagai orang asli pasti punya energi yang kuat untuk mengangkat harkat dan martabat manusia Aplim Apom.
14
Idem.. Idem..
Bab II Mengenal Manusia Aplim Apom di Pegunungan Pegunungan Bintang
P
eradaban suku bangsa di dunia amat penting untuk ditelaah berdasarkan bukti-bukti historis dengan memanfaatkan kemajuan ilmu
pengetahun dan teknologi. Berbagai kajian dilakukan para ahli untuk menggolongkan manusia dari berbagai aspek. Salah satunya aspek biologis atau ras (warna kulit dan rambut), termasuk asal-usul suatu suku bangsa menempati wilayah tertentu. tertentu. Kajian yang cukup terkenal tentang ras, etnik dan asal-usulnya di kawasan Pasifik dilakukan oleh Alfred Louis Kroebe dan Dumont d’Urville. Alfred Louis Kroebe, seorang antropolog Amerika keturunan Jerman mengelompokkan manusia Papua dalam kelompok Ras Negroid. Sementara itu, Dumont d’Urville merupakan seorang penjelajah berkebangsaan Perancis di kawasan Pasifik dalam pertemuan Geography Society of Paris Paris pada tanggal 27 Desember 1831 mengelom pokkan manusia Papua dalam kelompok etnik Melanesia (artinya kepulauan hitam) dengan ciri
fisik
kulit hitam dan rambut keriting sehingga
manusia Papua dikelompokan dalam “Melanesian Negroid”.
28 Bab II Mengenal Manusia Aplim Apom di Pegunungan Bintang
Oleh karena itu, orang asli Pegunungan Bintang juga bagian dari komunitas manusia Melanesia Negroid. Meskipun demikian, terlepas dari kajian ilmiah seperti yang dikemukakan dua ilmuwan di atas, ataupun juga oleh para ilmuan berlatar belakang apapun, muncul pertanyaan dari mana asalnya orang asli Pegunungan Bintang? Pertanyaan ini tentu dapat dijawab oleh siapa s iapa saja sesuai perspektif dan sudut pandangnya masing-masing. Namun, bagi orang asli Pegunungan Bintang, jawaban yang berdasarkan pandangan religi-kosmologis dapat memberikan gambaran atas pertanyaan ini. Sebenarnya, pandangan religi kosmologi merupakan pandangan yang dimiliki suku-suku bangsa asli di mana saja di belahan dunia ini sebelum Tiga Agama Wahyu (Yahudi, Kristen, dan Islam) berkembang. Seperti halnya mitos penciptaan yang dimiliki oleh berbagai suku bangsa di dunia, orang asli Pegunungan Bintang juga memiliki mitos penciptaan sendiri yang diyakini, dipegang dan diceritakan secara turuntemurun. Mitos-mitos ini berkembang sebagai upaya untuk menjawab pertanyaan mengenai asal-usul manusia dan tempat tinggalnya, atau penyebab makhluk hidup berada di muka bumi. Hingga saat ini belum ada bukti-bukti yang sangat kuat untuk membenarkan salah satu mitos penciptaan di dunia. Namun demikian, dunia sudah terdoktrin dengan mitos penciptaan suku bangsa Yahudi, Yahudi, yang kemudian didoktrin melalui Tiga Agama Wahyu, bahwa manusia pertama adalah berasal dari suku bangsanya. Karena tak ada bukti yang bisa diterima secara ilmiah dari semua mitos yang ada, tidak salah jika setiap suku bangsa di dunia mengkaji peradabannya sendiri-sendiri sebagai wujud eksistensi eksistensinya nya sebagaimana dilakukan oleh Manusia Aplim Apom yang hidup di Pegunungan Bintang, poros pulau Papua ini. Mereka meyakini bahwa nenek moyangnya diciptakan oleh Atangki oleh Atangki (Maha (Maha Pencipta) di puncak gunung Aplim dan Apom, maka mereka menyebut dirinya sebagai manusia Aplim Apom. Apom.
Bab II Mengenal Manusia Aplim Apom di Pegunungan Bintang 29
A. Aplim-Apom, Aplim-Apom, J Juliana uliana Top Top dan Puncak Mandala Puncak gunung Aplim Apom pada masa penjajahan Belanda lebih dikenal dengan nama Juliana Top op atau Puncak Juliana. Kemudian setelah pengalihan kekuasaan pemerintahan ke tangan NKRI diganti dengan nama Puncak Mandala.
Gambar 5. Puncak Mandala (Puncak Apom) oleh Chrisan Stangl, 2012 (Sumber: wikipedia.o wikipedia.org) rg)
Nama Juliana Top op diambil dari nama Ratu Belanda, Juliana Louise Emma Marie Wilhelmina. Ratu Juliana diangkat menjadi Ratu Belanda pada tanggal 6 September 1948 karena Ratu Wilhelmina menyerahkan kepemimpinannya kepada Juliana. Selain itu, juga karena kesediaan Juliana memimpin Belanda setelah melihat kehancuran ekonomi sehabis perang di Indonesia. Sebelum menjadi ratu, Juliana termasuk wanita yang sederhana dan dermawan serta menimba banyak ilmu di luar negeri. Ia aktif menjadi pimpinan Palang Merah Belanda, bahkan setelah menjadi ratu pun ia berbusana berbusana layaknya wanita Belanda dan tak suka disebut sebagai Majesty Majesty tapi tapi lebih suka sebutan Misses Misses.. Ratu Juliana cukup membuat geger Belanda ketika 27 Desember
30 Bab II Mengenal Manusia Aplim Apom di Pegunungan Bintang
1949 menandatangani pengembalian kekuasaan Dutch-Indies kepada Indonesia setelah Konferensi Meja Bundar di Den Haag, 23 Agustus New York York Times menyebut Times menyebut sang ratu sebagai “ An 1949. Tak heran jika jika New unpretentious woman of good sense and great goodwill ”. ”. Pada tanggal, 30 April 1980, Ratu Juliana resmi mengundurkan diri dan tugasnya dilanjutkan oleh Ratu Beatrix. Setelah mengundurkan diri, ia disebut Her Royal Highness Princess Juliana of the Netherlands Netherlands dan dan meninggal dunia di saat tidur, t idur, 20 Maret 2004.15 Nama Puncak Mandala diberikan oleh pemerintah Indonesia Nama setelah Papua berintegrasi ke wilayah NKRI. Maksud pemberian nama tersebut tidak diungkap secara jelas dalam dokumen-dokumen sejarah. Dari perspektif
filosofis,
sangat relevan dan memiliki nilai spiri-
tual dengan mitos peradaban manusia yang diyakini oleh manusia Aplim Apom. Dari definisinya, nisinya, Mandala Mandala (Sansekerta) (Sansekerta) berarti diagram yang melambangkan alam semesta, seni desain Asia Timur yang melambangkan alam semesta dengan berpola pada lingkaran/titik sumbu sebagai pusatnya atau terkait dengan kosmologi India kuno yang berpusatkan di Gunung Meru, suatu gunung yang diyakini sebagai pusat alam semesta. Di dalam Tantrayana, Tantrayana, mandala juga menggambarkan alam kediaman para makhluk suci, yang sangat penting bagi ritual atau sadhana Tantra Tantra.. Saat berlangsungnya sadhana, berlangsungnya sadhana, sadhaka akan menyusun ulang mandala ini, baik secara nyata ataupun visualisasi.16 Sedangkan konsep mandala dalam kerajaan Sunda lama berarti tempat suci untuk pusat kegiatan keagamaan. Di mandala ini, kelom pok masyarakat (pendeta, murid-murid, atau bahkan pengikut mereka) hidup untuk membaktikan seluruh hidupnya bagi kepentingan kehidupan beragama (Kropak, Carita Parahiyangan). Beberapa kalangan menga-
15
16
Lih. “Ratu Juliana dari Belanda”, dipublikasikan pada Desember 2004 di www.yulian. firdaus.or.id. Diakses pada 23 Agustus 2013. Lih. “Sekilas Mengenal mengenai Mandala”, dipublikasikan pada Desember 2011 di www www.. ruangkumemajangkarya.wordpress.com. Diakses pada 23 Agustus 2013.
Bab II Mengenal Manusia Aplim Apom di Pegunungan Bintang 31
takan bahwa konsep mengenai mandala ini sudah ketinggalan zaman. Meskipun demikian, apabila dicermati lebih jauh, mandala mandala sebenarnya sebenarnya mengandung makna filosofis yang mendalam.17
B. Korelasi Korelasi Penamaan Puncak Mandala dan Spiritualitas Aplim Apom Dari uraian tentang penamaan Puncak Mandala di atas, dapat dikatakan dika takan bahwa nama Mandala Mandala memiliki korelasi dengan mitos penciptaan manusia Aplim Apom secara filosofis dan dalam kaitannya dengan agama kosmologi, meskipun secara historis memang tidak memiliki me miliki hubungan langsung dengan Gunung Aplim Apom. Ada kesamaan pandangan agama kosmologi antara nama Mandala Mandala dengan dengan mitos penciptaan manusia Pegunungan Bintang bahwa Gunung Aplim Apom sebagai tempat di mana Atangki Atangki (Allah) (Allah) menciptakan manusia Pegunungan Bintang di Gunung Aplim Apom. Apom. Oleh karena itu, gunung tersebut dipandang sebagai pusat alam semesta dan juga menggambarkan alam kediaman Sang Pencipta. Menurut mitos penciptaan manusia Aplim Apom, Pegunungan Bintang, pada mulanya dunia ini hampa, tak t ak berisi atau tanpa kehidupan. Lalu Atangki ber firman, dan jadilah tanah (mangol (mangol ), ), jadilah tumbuhtumbuhan (abenongmin (abenongmin), ), jadilah air beserta aneka biota air (okmin ( okmin). ). Diciptakannya segala jenis hewan, baik hewan berkaki maupun melata, melata, binatang buas maupun yang jinak dan juga beraneka macam binatang. Atangki lalu menempatkan mereka di darat ( Dong Kaer ), ), di air (Ok (Ok Kaer ), ), dan di udara ( Dam Kaer ). ). Pada tahap akhir, Ia menciptakan manusia laki-laki dan menamakannya Kaka menamakannya Kaka I Bea (Bapak segala bangsa) dan Kaka I Onkora Onkora (Ibu segala bangsa). Sepasang manusia pertama 17
Moeis, Syarif, 2010. “Konsep Ruang Dalam Kehidupan Orang Kanekes (Studi Tentang Penggunaan Ruang Dalam Kehidupan Komunitas Baduy Desa Kenekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak Banten)”. Banten)” . Makalah. Makalah. Jurusan Pendidikan Sejarah, Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
32 Bab II Mengenal Manusia Aplim Apom di Pegunungan Bintang
ini sering dilambangkan dengan kedua puncak gunung yang sakral tersebut, yakni Aplim melambangkan Bapa segala bangsa dan Apom sebagai Ibu segala bangsa. 18 Sepasang manusia tersebut ditempatkan di sebuah lembah, yaitu Bannal Bakon. Bakon. Di tempat inilah Kaka inilah Kaka I Bea dan Bea dan Kaka Kaka I Onkora menurunkan 4 keturunan: Urop, Kasip, Kakyar, dan Kalak. 19 Anak cucu mereka kemudian membentuk klan/marga berdasarkan 4 keturunan besar tersebut. Anak cucu tersebut mulai berkembang hingga menyebar ke berbagai tempat dan membentuk suku-suku sendiri dengan bahasa yang berbeda-beda. Namun, mereka memiliki mitos penciptaan yang sama, yaitu berasal dari Aplim Apom. Hal tersebut dibuktikan dengan kemiripan dalam sistem nilai, memiliki satu bahasa mantra ( Masob Masob)) walaupun berbeda-beda bahasa, memiliki keturunan yang sama walau pun penyebutan marga menggunakan bahasa yang berbeda-beda, kesamaan dalam aksesoris pakaian, dan sebagainya. Bisa saja hal ini diperdebatkan atas dasar perbedaan suku dan bahasa. Namun, mitos penciptaan yang diyakini tidak mudah untuk terbantahkan. terbantahkan. Anak cucu manusia Aplim Apom ini telah berkembang dan membentuk berbagai suku dan sub-suku. Berdasarkan hasil Sidang II Dewan Adat Daerah Aplim Apom Apom (DAD AA) di Yip Nangul tahun 2006, suku dan sub-suku di Pegunungan Bintang dibagi menjadi 6 (enam) suku yang tergabung dalam Dewan Adat Suku (DAS) Aplim Apom, meliputi: Dewan Adat Suku Ngalum (DAS Ngalum), Dewan Adat Suku Ketengban (DAS Ketengban), Dewan Adat Suku Kambom (DAS Kambom), Dewan Adat Suku Murob (DAS Murob), Dewan Adat Adat Suku Kimki (DAS Kimki), dan Dewan Adat Suku Lepki (DAS Lepki). 20 18
19 20
Lih. Seri “Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak Tahun 2012: Etnik Ngalum Distrik Oksibil Kabupaten Pegunungan Bintang, Provinsi Papua”. Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Idem. Lih. “Kabupaten Pegunungan Bintang”, diakses dari www www.moslemwiki.com .moslemwiki.com pada 23 Januari 2016.
Bab II Mengenal Manusia Aplim Apom di Pegunungan Bintang 33
C. Pengelompokan Suku, Bahasa dan Penempatannya Para antropolog mengelompokkan sejumlah suku yang ada di Pegunungan Bintang menjadi tiga kelompok besar: Keluarga Ok ( baca Ok, bukan Ok, bukan Oke Oke,, berarti air dalam bahasa Ngalum), Keluarga Mek Mek (( Me Me atau Mek, atau Mek, berarti berarti air dalam bahasa Ketengban), dan Keluarga Omkai Omkai.. Penamaan Ok dan Mek bermakna
filosofis,
teologis, ekologis dan
ekonomis; mestinya dijadikan nama suku bangsa. Penamaan suku yang ada, seperti suku Ngalum, biasanya untuk menyebut masyarakat yang tinggal di bagian Timur sekalipun penyebutnya termasuk dalam suku tersebut, seperti orang dari distrik Okbibab menyebut orang Kiwirok adalah orang Ngalum, orang Kiwirok menyebut orang Okyip sebagai orang Ngalum, dan seterusnya ke arah timur menyebut orang Ngalum sampai di Telefomin, Papua New Guinea. Sebaliknya, orang Telefomin menyebut orang di bagian barat adalah orang orang Kufelmin Kufelmin (berarti suku Kupel atau Ketengban). Hal ini menunjukkan bahwa kata Ngalum untuk menyebut orang di arah Timur; sama halnya dengan Ketengban. Menurut bahasa setempat, Ketengban Ketengban adalah matahari terbenam (barat). Penyebutan Ketengban juga dari masyarakat setempat untuk menyebut atau menyapa masyarakat bagian barat. Sementara itu, masyarakat yang tinggal di bagian timur disebut Yalening (Orang Ngalum) sekalipun mereka memiliki bahasa yang sama, misalnya orang Bime menyebut orang Bame atau Okbab adalah orang Yaleneng. Yaleneng. Dengan demikian, penyebutan nama suku Ngalum maupun Ketengban tidak tetap. Penyebutan asal-usul orang yang tetap atau permanen bagi setiap individu maupun kelompok untuk menunjukkan eksistensi atau asal-usul orang tertentu lebih cenderung ke nama tempat tinggalnya yang diawali dengan kata Ok (Ngalum) dan akhiran Me Me atau Mek (Ketengban). Misalnya saya atau dia orang Oksibil, Okbi, Okbem, Okhika, Bime, Borme, Tanime, Tanime, Eipomek, Pamek, dan sebagainya.
34 Bab II Mengenal Manusia Aplim Apom di Pegunungan Bintang
Istilah Ok dan dan Me Me atau atau Mek Mek berarti berarti sama, air. Pemaknaannya juga sama sehingga disebut manusia Ok berarti berarti mencakup seluruhnya atau sebaliknya manusia Me Me atau Mek berarti seluruhnya juga. Perbedaan hanya sebatas bahasa, sedangkan filosofinya sama. Karena penyebutan nama tempat selalu diawali dengan Ok atau akhiran Me/Mek, Me/Mek, dalam suatu interpretasi penelitian para ahli antropologi disebutkan bahwa manusia Aplim Apom adalah manusia pencari air karena selalu memilih tempat tinggalnya berdasarkan lokasi-lokasi yang dipercaya dekat dengan air, tempat mata air, air, di pinggir aliran sungai, dan tempat-tempat yang mudah untuk mendapatkan air. Pernyataan tersebut didasarkan pada penyebutan nama tempat tinggalnya yang selalu diawali dengan Ok atau akhiran Me akhiran Me atau atau Mek Mek , misalnya Oknangul, Okbi, Oklip, Bime, Kirime, Borme, Kameme, Tanime, dan sebagainya. Bahkan beberapa distrik di wilayah Pegunungan Bintang menggunakan kata Ok dan Me/Mek , yakni: Distrik Bime, Distrik Borme, Distrik Weime/Kirime Distrik Eipumek, Distrik Pamek, Distrik Nongme, Distrik Oksebang, Distrik Oksop, Distrik Okbab, Distrik Oklip, Distrik Okhika, Distrik Okbemtau, Distrik Okbape dan Distrik Okaom. Atas dasar ini beberapa ahli antropologi mengelompokannya sebagai suku bangsa Ok atau Me/Mek atau Me/Mek . Kedua suku bangsa ini terdapat di poros tengah pulau Papua yang terbentang dari Sorong sampai di Samarai, Papua New Guinea. Pembagian wilayah manusia Ok atau Me/ atau Me/ Mek , dapat merujuk pada penelitian Healey (1964) bahwa Ok Family atau keluarga besar Ok terbagi dalam tiga wilayah: (1) Mountain Ok, umumnya berada di wilayah Papua New Guinea) , yakni: Bimin, Setaman, Faiwol, Telefomin, Uropmin, Tifalmin, Mianmin, Atbalmin, Fefolmin, dan Oksapmin; (2) Lowland Ok, yakni: Iwur, Yonggom, North Muyu, South Muyu dan Ningrum; dan (3) Ngalum Ok .21 21
Alan Healey Healey,, 1964, The Ok Language Family in New Guinea. Guinea. Canberra: Australian National University. 271pp.
Bab II Mengenal Manusia Aplim Apom di Pegunungan Bintang 35
Gambar 6. Ok Family on and Change among the Sumber: B.Craig & D.Hyndman (Eds.),1990 b,Oceania monographs: Vol.40. Children of Afek: Tradi on Mountain-Ok of Central New Guinea (pp. 211, 212). Sydney, Australia: University of Sydney.
Mengenai
kelompok
Me/Mek ,
Stephen
Wurm
(1975)
mengelompokan mengelompok an berdasarkan bahasa dan dialeknya: (1) Eastern Ketengban:: Bame, Omban, Bime, Ony, Una (Goliath), dan Eipomek; Ketengban Northern:: Kosarek dan Yali, yakni Nipsan dan Nalca; (3) Western Western:: (2) Northern Korupun dan Sela, yakni Dagi, Sisibna dan Deibula.22
22
Wurm, S.A., 1975, 1975, New New Guinea Area Languages and Language Study, Volume Volume 1: Papuan Languages and the New Guinea Linguistic Scene Scene.. Pacific Linguistics, Research School of Pacific and Asian Studies, Australian National University, Canberra.
36 Bab II Mengenal Manusia Aplim Apom di Pegunungan Bintang
Gambar 7. Mek Family (Sumber: Rühleman Rühlemann, n, in Heeschen, 1994)
Sedangkan keluarga Omkai Omkai memiliki beberapa sub-suku yang menyebar di wilayah utara Pegunungan Bintang, yaitu: Lepki, Kimki, Yetfa, Kosadle, Kauru, Usku dan Tofamna.23
23
Andersen, Øystein Lund. 2007. The Lepki People of Sogber River , New Guinea.
Bab II Mengenal Manusia Aplim Apom di Pegunungan Bintang 37
Gambar 8. Kelompok Omkai (Sumber: Andersen dan Øystein Lund, 2006)
Pengelompokan suku bangsa Ok atau Me/Mek oleh para ahli antropologi hingga saat ini belum menyentuh pada makna
filosofinya
karena konsentrasi kajiannya lebih tertuju ke bidang linguistik (bahasa) (bahasa) dan etnogra fi fi (etnis). (etnis). Untuk itu, penyebutan sebagai manusia Ok atau atau Me/Mek perlu perlu direkonstruksi ulang dengan pendekatan falsafah hidup suku-suku bangsa asli di Pegunungan Bintang. Bagi suku bangsa di Pegunungan Bintang, Ok atau Me/Mek memiliki makna multidimensi. Ketika orang menyebut atau berpikir tentang air, pemahaman dan pengertiannya akan memiliki makna yang multitafsir dan berdimensi filosofis, teologis, ekologis, dan ekonomis. Oleh karena itu, mereka selalu mengintegrasikan air dengan komponen hidup utama yang lain: tanah, tanaman, alam dan ternak, dengan menyebutnya Ok, Mong, Nal dan Mangol atau air, tanaman, alam, ternak dan dan tanah tanah..
38 Bab II Mengenal Manusia Aplim Apom di Pegunungan Bintang
Menurut penelitian Apolonaris Urpon (2008), air selalu dimaknai sebagai sumber kesuburan dan kehidupan dengan menyebutnya seba Muk dan Ok . Muk berarti gai Muk gai berarti susu kehidupan. Ok melambangkan melambangkan identitas diri suatu klan dan simbol hakikat kehidupan itu sendiri karena Ok mendatangkan dan menciptakan kehidupan yang hakiki, yakni: kesuburan hidup bagi manusia, tumbuhan, tanaman dan ternak serta menciptakan men ciptakan pembaharuan, kesejukan, perdamaian, keselamatan, kesucian, ketenangan, ketabahan, ketentraman, kedewasaan dan nilai-nilai hidup lainnya.24 Kata Ok atau Me/Mek atau Me/Mek sering sering digunakan dalam bentuk bahasa kiasan untuk menunjuk atau menyebut sumber kehidupan. Dalam bentuk fisik, dilambangkan dengan simbol gemuk babi dan perempuan sebagai awal proses kehidupan bagi seorang manusia. Artinya, manusia dibentuk oleh Atangki oleh Atangki (Allah) (Allah) dalam rahim perempuan dan dilahirkan ke dunia untuk mencari kehidupan sejati. Upaya pencariannya tercermin dari bahasa pertama yang diungkapkan oleh seorang bayi yakni ”Ok/Me Ok/Me”, ”, maksudnya ia meminta air sebagai sumber baginya untuk menjalani kehidupan ini. Kemudian pada detik-detik terakhir hidupnya sebelum menghadap sang Ilahi, manusia Aplim Apom selalu meminta Ok (air), (air), maksudnya meminta jalan menuju kehidupan kekal.
D. Kehidupan Manusia Aplim Apom 1.
Ap Iwol Manusia Ok atau Mek ini memiliki Ap Iwol (dalam bahasa
Ketengban Mem Ati Ati)) sebagai warisan dari manusia pertama di Aplim Apom. Ap Iwol yang dimaksud secara harafiah dipilah menjadi 3 kata, yaitu Ap Ap (rumah), I (Mereka), Wol (Jalan). Menurut susunan kata, rumah menempati urutan pertama kemudian diikuti 24
Urpon, Apolonaris, 2008, “Saya Pemimpin Karena Saya Kaya (Studi Tentang Kepemimpinan Tradisional Suku Ngalum dan Perubahannya di Pegunungan Bintang-Papua)”. Magister Antropologi Universitas Univ ersitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Yogyakarta.
Bab II Mengenal Manusia Aplim Apom di Pegunungan Bintang 39
kata mereka dan diakhiri kata jalan jalan.. Meskipun demikian, kata Ap Iwol bukan bukan semata-mata persoalan bahasa (linguistik ( linguistik ) atau permasalahan akar kata (etimologi) (etimologi) atau atau permainan tata bahasa ( gramatika gramatika). ). Namun, kata Ap kata Ap Iwol Iwol mengandung makna yang sangat luas dan mendalam. Kata ini memiliki multimakna dan berdimensi
filosofis,
spiritual, ekologis,
ekonomis dan teologis. Bagi manusia Aplim Apom, Apom, Ap Ap Iwol Iwol merupakan rumah kehidupan sehingga rumah tersebut menjadi jalan menuju rumah kehidupan yang sebenarnya. Penekanannya pada pengertian rumah kehidupan. Pengertian ini memiliki makna yang sangat mendalam dan mendasar bagi kehidupan manusia Aplim Apom. Tentu akan muncul beragam interpretasi sesuai konteks, perspektif dan latar belakang sudut pandang.25 Pengertian Ap Iwol secara luas sebagai sebuah suprasistem. Artinya, induk dari berbagai sistem atau bagian dari sistem yang lebih besar.. Suprasistem tersebut sebagai pusat kehidupan (center of life) bagi besar life) bagi manusia, baik secara individu maupun kelompok. Sistem yang dimaksud adalah kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, yang berada dalam satu kesatuan dengan memiliki unsur-unsur penggerak, yaitu masyarakat yang tergabung dalam klan/marga atau lintas klan/marga atas dasar hubungan kekerabatan secara historis, terlebih keluarga atau individu yang tergabung dalam Ap dalam Ap Iwol . Secara fisik Ap sik Ap Iwol dilihat dilihat sebagai sebuah rumah adat bagi klan tertentu atau identitas klan dari kelompok masyarakat yang memiliki hubungan historis menurut mitos dan peradaban manusia Aplim Apom. Ap Iwol sebagai suprasistemnya, maka sistemnya adalah sistem pemerintahan ( government system system), ), sistem politik ( political political and leadership system), system), sistem sosial/hubungan kekerabatan (Social/ ( Social/ Kinship System System), ), sistem ekonomi (economic (economic system), system), sistem pendidikan dan ilmu pengetahuan (educational (educational and scienti fic fic system), system), sistem 25
Lih. “Revitalisasi Ap Iwol, Langka Membangun Identitas Diri”, dalam Majalah Oknews edisi Oknews edisi perdana Mei 2015, hlm. 43.
40 Bab II Mengenal Manusia Aplim Apom di Pegunungan Bintang
religi/teologi (religion (religion system), system), sistem kesenian (art (art system), system), dan sebagainya. Semua dikendalikan oleh sistem pemerintahan Ap Iwol dengan tujuan menjaga kestabilan masyarakat yang tergabung dalam Ap Iwol , menjaga tingkah laku masyarakat, menjaga fondasi Ap Iwol , menjaga kestabilan keamanan, perekonomian, sosial, nilai-nilai religi dan pemerintahannya. Melalui Ap Melalui Ap Iwol seluruh seluruh aspek sumber daya diatur dan dikelola, terlebih wisdom dan mind yang diwariskan nenek moyang pertama ketika Atangki menciptakan manusia Aplim Apom dan memberikan “Wol ” (Jalan Kehidupan). Gunung Aplim Apom yang disakralkan ini sesungguhnya hanya sebatas tempat, sedangkan roh Aplim Apom sesungguhnya ditempatkan di Ap di Ap Iwol pertama pertama dan kemudian dibagikan kepada anak cucunya. Roh yang dimaksud adalah “wisdom “ wisdom”” atau “wol “wol ” tentang rahasia-rahasia kehidupan untuk menjadi manusia yang “hidup” di dunia dan di akhirat. Wisdom Wisdom yang yang diberikan kepada manusia pertama ini dibagikan kepada anak cucunya melalui Ap melalui Ap Iwol setiap setiap marga atau lintas marga yang memiliki hubungan kekerabatan.
2.
Sistim Kepemimpinan Kepemimpinan Layaknya sebuah organisasi pemerintahan modern yang dikelola
dan diatur seorang presiden/gubernur/bupati/walikota, seluruh aspek kehidupan dikendalikan dan diatur oleh otoritas pemerintahan Ap pemerintahan Ap Iwol yang terdiri atas sejumlah Bigman ( pria berwibawa) sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing. Terdapat Terdapat beberapa pemimpin (tokoh) dalam sebuah Ap sebuah Ap Iwol . Oksangki adalah tokoh adat yang bertanggung jawab pada kesenian dan upacara-upacara sakral yang melibatkan taritarian. Om Bonengki adalah tokoh adat yang bertangung jawab dalam hal pengelolaan lahan kebun dan makanan pada suatu komunitas. Secara khusus, jenis tanaman yang menjadi tanggung jawab tetua
Bab II Mengenal Manusia Aplim Apom di Pegunungan Bintang 41
adat ini adalah om om (keladi) dan boneng (ubi rambat). Ap Iwol adalah seorang pemimpin rumah adat pria. Ia mengatur masalahmasalah keagamaan dan menjadi pemuka upacara dan ritus yang berkenaan dengan daur hidup, dengan kekuatan-kekuatan di alam gaib dan manusia. Ap Iwol sering sering kali dipandang sebagai tokoh adat yang meneruskan berbagai pengetahuan yang diperolehnya dari generasi sebelumnya. Kaka Nalkonki adalah tokoh adat yang bertanggung jawab dalam hal keamanan masyarakatnya, ia menjadi panglima perang. Dia tidak hanya berperan sebagai pemimpin perang, tetapi juga harus mahir dalam mengatur taktik perang. Ia juga dapat menghentikan suatu permusuhan yang berlarut-larut dengan jalan mendamaikan pihak-pihak yang bermusuhan. Barki adalah tokoh adat yang berwenang menerima warisan moyang dan berperan sebagai lakonis lagu sakral dalam setiap upacara ritual. Basen/Lebuk Ngolki adalah tokoh adat yang bertanggung jawab dalam pendidikan adat pada jenjang Top Level.26 Merupakan suatu keistimewaan bahwa sejumlah pemimpin tersebut tidak dipilih oleh masyarakat layaknya cara-cara modern, namun terseleksi secara alamiah. Seorang pemimpin akan kelihatan secara alami karena terbentuk melalui pola pendidikan adat yang tersistematisasi dari jenjang tingkat dasar hingga pada pendidikan tingkat tinggi. Pendidikan tersistematisasi atau lebih dikenal dengan istilah “pendidikan inisiasi adat” merupakan pendidikan terstruktur, terprogram, dan berjenjang mulai dari dasar, menengah hingga pendidikan tinggi yang diselenggarakan di bawah otoritas Ap Iwol masing-masing klan ataupun gabungan klan atas dasar keturunan. Pendidikan tersebut, yakni Kupet yakni Kupet (pendidikan (pendidikan dasar), Kamil dasar), Kamil (pendidikan (pendidikan menengah) dan Basen dan Basen,, Lebuk/Etildon Lebuk/Etildon (pendidikan (pendidikan tinggi) khusus untuk kaum laki-laki.
26
Urpon, Apolonaris, 2008, Saya Pemimpin .... ....
42 Bab II Mengenal Manusia Aplim Apom di Pegunungan Bintang
3.
Pola Po la Pemukiman/P Pemukiman/Perkampungan erkampungan Penyebaran manusia Aplim Apom ke berbagai tempat sekaligus
membawah Ap Iwol sebagai “W “Wol ” (Jalan Kehidupannya) mulai dari Yahukimo Timur sampai ke Tabubil, North Fly, Western Province (PNG) dan di Telefomin, Sandaun Province (PNG), yang ke Utara keluarga suku suku Omkai Omkai dan ke Selatan (Iwur/Kawor) dikenal dengan nama Murop-Kambom. Perbedaan penamaan Ap Iwol diakui hanya sebatas bahasa dan bukan perbedaan sendi-sendi substansial. Setiap Setiap Ap Ap Iwol memiliki memiliki hak atas tanah ulayat yang pemiliknya melekat pada Ap Iwol yang diatur oleh seorang pemimpin yang dipilih, bukan karena turunan melainkan karena kapasitasnya yang matang secara intelektual, emosional dan spiritual melalui pola pendidikan yang tersistematis. Wisdom (Wol ) yang diberikan Atangki diwujudnyatakan juga dalam pola-pola pembangunan secara
fisik,
seperti pola pemukiman
manusia Aplim Apom yang mengatur manusia agar hidup sesuai dengan aturan. Di setiap perkampungan, mereka membangun beberapa rumah dengan fungsi masing-masing. Bokam Iwol merupakan rumah untuk pembentukan karakter manusia melalui penyelenggaraan pendidikan inisiasi adat, sebagai tempat menyimpan barang-barang sakral dan sebagai kantor pemerintahan. Abip merupakan rumah keluarga (bapa, ibu, anak-anak dan kakek/nenek) atau sebagai pusat perekonomian keluarga. keluarga. Seluruh aktivitas hidup keluarga inti, kerabat dan sanak saudaranya terjadi di rumah ini. Ap ini. Ap Bokam Bokam merupakan merupakan rumah khusus laki-laki remaja, layaknya asrama putra. Mereka dipisahkan dari orang tua agar mereka hidup lebih mandiri, namun untuk urusan Abip.. Ap Sukam merupakan rumah perekonomian mereka datang ke Abip khusus untuk perempuan, sebagai tempat tinggal bagi perempuan yang memasuki masa datang bulan (menstruasi) atau tempat persalinan. Tempat ini digunakan juga sebagai tempat pembinaan dan pengajaran bagi perempuan yang masih usia remaja remaja atau ibu-ibu muda.
Bab II Mengenal Manusia Aplim Apom di Pegunungan Bintang 43
Gambar 9. Pola pemukiman suku Ngalum Ok , Pegunungan Bintang (Sumber: Doc DAD. Aplim Apom Sibilki)
4.
Kehidupan Kesenian Berbagai suku dan sub-suku manusia Aplim Apom ini memiliki
bermacam karya seni. Di dalam satu suku, minimal minimal terdapat 2 seni. Hal Hal ini membuktikan betapa kaya sumber daya seni di Pegunungan Bintang. Mengenai seni tari, Suku Ngalum Ok memiliki Tari Oksang (tarian kesuburan dan pendewasaan), Tari Bar (tarian pengucapan syukur) dan Tari Kurip (tarian pengucapan syukur hasil kebun). Sedangkan di Ketengban terdapat Tari Limne (tarian persahabatan), Tari Aimut (tarian pengucapan syukur) dan Tari Seleng (tarian persahabatan). Di wilayah Murob-Kambon, ada Tari Lok (tarian penyembuhan), Tari Amsang (tarian pengucapan syukur), Tari Etol (tarian pengucapan syukur), Tari Yambir/Jangkit (tarian penjemputan), Tari Komyom (tarian pendewasaan) dan Tari Radukop (tarian penyuburan tanaman). Di wilayah utara, Keluarga Omkai (Lepki dan Kimki) memiliki Tari Ap Barwon (tarian pengucapan syukur), Tari Yasi (tarian mengantar maskawin), Tari Wasuro (tarian untuk melamar perempuan), Tari Koswal (tarian yang dilakukan setelah penyerahan maskawin), Tari
44 Bab II Mengenal Manusia Aplim Apom di Pegunungan Bintang
Halam Sorwal, Tari Kelasteramwal, Tari Usa dan Tari Bit (ketiganya tarian pengucapan syukur). Masih banyak lagi tari-tarian yang belum disebutkan. Semua tarian ini memiliki busana tari yang berbeda-beda sebagai tanda betapa indahnya kekayaan seni di Pegunungan Bintang. Mengakhiri bagian ini, penulis menyapa para pembaca yang budiman dengan salam khas dari beberapa suku di Pegunungan Bintang: Yepmum (Suku Ngalum), Telepe Telepe (Suku (Suku Ketengban), Lapmum Ketengban), Lapmum (Suku Murob), Asbe Murob), Asbe (Suku (Suku Kimki), Yelako Yelako (Suku (Suku Lepki), Seinekoto Seinekoto dan dan Popdukane (Sub Popdukane (Sub suku dari DAS Lepki).
Bab III Sejarah Gereja Gereja Katolik Katolik di Pegunungan Bintang
G
ereja Katolik di Tanah Papua yang kemudian sampai di Tanah Aplim Apom, Apom, Pegunungan Bintang dan eksis seperti sekarang ini
dimulai oleh misionaris dari beberapa ordo yang taat dan setia kepada Gereja Katolik Roma. Kedatangan para misionaris itu melalui berbagai tantangan dan pasang-surut perjalanan yang sangat memakan banyak korban jiwa, waktu, fasilitas dan banyak hal lain. Bagian ini secara khusus mengulas tentang sejarah Gereja Katolik di Pegunungan Bintang. Kedatangan para misionaris Fransiskan (OFM) di Pegunungan Bintang sekaligus membawa peradaban modern bagi orang Aplim Apom. Kedatangannya menjadi titik awal perkenalan orang Ngalum dan Ketengban serta sub-suku lainnya di Pegunungan Bintang dengan dunia luar. Namun, sebelum pembahasan yang terfokus pada awal mula misi Gereja Katolik di Pegunungan Bintang, sebagai bagian dari Gereja Katolik Papua, akan diuraikan Sekilas Sejarah Gereja Katolik di Papua dan Sejarah Ordo Fransiskan di Papua.
46 Bab III Sejarah Gereja Katolik di Pegunungan Bintang
A. Sekilas Sejarah Gereja Gereja Katolik di Papua Papua Dari beberapa referensi diketahui bahwa pada tanggal 19 Juli 1844, Paus Gregorius XVI mengeluarkan Dekrit Ex Dekrit Ex Debito Pastoralis Pastoralis untuk untuk membentuk dua vikariat: Melanesia-Mikronesia yang berada dalam wilayah seluas 125 km2-160 km2 meliputi Nova Guinea Guinea (Papua) dan pulau-pulau sekitarnya.27 Hampir 50 tahun kemudian setelah dikeluarkannya dekrit Paus itu, pada tahun 1892, Indonesia Timur dipisahkan dari Vikariat Vikariat Jakarta dengan nama Prefektur Apostolic Nederlands Nieuw Guinea, yang berpusat di Langgur Langgur,, pulau Kei Kecil, Maluku. Selanjutnya, pada tanggal 22 Mei 1895, seorang pastor Yesuit Yesuit bernama C. Le Cocq Ardmanfile, SJ (1846-1896) tiba di Fakfak. Ia meninggal karena mengalami kecelakaan bersama perahu dalam perjalanannya menuju Kokonao, Kabupaten Mimika pada tanggal 27 Mei 1896. Misinya tidak dilanjutkan lagi oleh rekan seordonya. Hampir 10 tahun tidak ada pelayanan misi Katolik di Tanah Papua semenjak Pastor Le Cocq mengalami kecelakaan. Sebelum Pastor Le Cocq menginjakkan kakinya di Fak-Fak, pada 1892 di pantai Selatan sudah ada kunjungan dari seorang pastor Yesuit Yesuit lain, P. P. van der Heijden SJ, namun ia tidak tinggal di wilayah itu. Pada 1893 ia kembali lagi dan menetap di daerah ini, tetapi rencananya gagal karena pos pemerintahan Belanda di Merauke telah ditutup. Hampir 10 tahun kemudian, atas desakan Pemerintah Australia Pemerintah Belanda membuka lagi pos pemerintahan pada tanggal 13 Ferbuari 1902 di sekitar muara Sungai Maro, Merauke. Pada tahun itu juga, ada kunjungan misionaris Yesuit lain, Pater Martnes, SJ. Namun, ia hanya datang ke Merauke untuk melayani para tentara 27
Keuskupan Agung Merauke. Sejarah Gereja Katolik di Irian Selatan. Selatan. Merauke: Keuskupan Agung Merauke. 1999. dan Mewengkang, Jus F. MSC, Berce Bercermin rmin Pada Wajah-W ajah-Wajah ajah Keuskupan Gereja Katolik Indonesia, ed . F. Hasto Rosariyanto, SJ., Yogyakarta: Kanisius, 2011.
Bab III Sejarah Gereja Katolik di Pegunungan Bintang 47
dan polisi katolik selama seminggu. Pada tahun yang sama (1902), Asisten Residen di Merauke yang pertama, J.H. Kroesen mengundang misionaris Hati Kudus Yesus Yesus (MSC) yang mulai berkarya di Indonesia Timur dan berpusat di Langgur agar datang ke Papua Selatan untuk pekerjaan misi Katolik.28 Sejak itu Ordo Hati Kudus Yesus (MSC) memulai karya misi Kristus di pantai selatan Papua, khususnya di wilayah-wilayah yang kini menjadi wilayah pemerintahan Kabupaten Merauke, Kabupaten Mappi, Kabupaten Asmat dan Kabupaten Boven Digul. Salah satu misionaris MSC yang kemudian menyebarkan Injil Kristus sampai ke daerah pegunungan tepatnya di Paniai adalah Pater Tillemans, MSC. Dalam perkembangan selanjutnya, Gereja Katolik di Papua dilayani oleh beberapa ordo yang berbeda sesuai spiritualitas hidup para pendirinya masing-masing. Ordo-ordo itu saling mengklaim wilayah pelayanan dan pewartaan Injil Injil Kristus. Ordo merupakan suatu komunitas religius yang hidup bersama dan menaati perjanjian hidupnya dengan menerapkan suatu semangat ( spiritualitas) spiritualitas) hidup sesuai spiritualitas hidup pendirinya. Misalnya Ordo Fratrum Minorum Minorum atau Ordo Saudara-Saudara Dina (OFM) yang melayani umat Allah di Wilayah Keuskupan Jayapura merupakan ordo yang didirikan oleh Fransiskus dari Asisi, Italia. Spiritualitas atau semangat hidupnya adalah hidup miskin, mencintai perdamaian dan bersahabat dengan alam. Pada awalnya, setiap ordo yang datang ke Tanah Papua hanyalah untuk melaksanakan dan menyebarkan Injil Kristus yang didorong oleh semangat ( spiritualitas) spiritualitas) para para pendiri ordo tersebut. Namun kemudian basis pelayanan dan pewartaan Injil dari ordo-ordo itu dikembangkan selanjutnya menjadi suatu wilayah kerja Keuskupan dalam hierarki Gereja Katolik. 28
Idem.. Idem
48 Bab III Sejarah Gereja Katolik di Pegunungan Bintang
Di Tanah Papua ada 5 Keuskupan: Keuskupan Agung Merauke (merupakan wilayah kerja Ordo Hati Kudus Yesus atau Missionarii Sacratissimi Cordis Iesu/MSC), Iesu/MSC), Keuskupan Jayapura (merupakan daerah kerja Ordo Fransiskan atau Ordo Fratrum Minorum/OFM), Minorum/OFM), Keuskupan Manokwari-Sorong (merupakan daerah kerja Ordo Santo Agustinus/OSA), dan Keuskupan Agats (merupakan daerah kerja Ordo Salib Suci atau Ordo Sacred Cross/ OSC), OSC), serta Keuskupan Timika (basis kerja Ordo Imam-imam Hati Kudus Yesus atau Sacré-Cœur de Jésus/ SCJ). SCJ). Gereja Katolik di Pegunungan Bintang termasuk dalam wilayah pelayanan Keuskupan Jayapura karena wilayah ini dirintis oleh pastor pastor dari Ordo Fransiskan. Ordo ini didirikan Santo Fransiskus dari Asisi pada tahun 1209. Sejak awal ordo, ada saudara-saudara yang tinggal di biara-biara (conventus (conventus atau atau convent ) dan ada juga yang mengembara. Saudara-saudara yang tinggal di biara dikenal dengan nama para konventual sedangkan para saudara yang mengembara dikenal dengan nama spiritual. Kedua model hidup itu menjadi pola hidup para saudara pada masa itu dalam menghayati pola hidup Santo Fransiskus dari Assisi. Ordo Saudara Dina Konventual merupakan ordo Fransiskan yang tertua dan ordo pertama pria yang kemudian menjadi ordo mandiri pada tahun 1517. Sesuai dengan nama yang disandang, Ordo Fransiskan Konventual memiliki tiga nilai hidup membiara: fraternitas (persaudaraan), minoritas minoritas (kedinaan) dan konventualitas (membiara). Oleh karena Pegunungan Bintang merupakan basis pelayanan Ordo Fransiskan, buku ini mengkaji peran Ordo Fransiskan dalam membuka basis penginjilan dan pelayanan karya sosial s osial Gereja di Pegunungan Bintang.
Bab III Sejarah Gereja Katolik di Pegunungan Bintang 49
B. Gambaran Umum Fransiskan di Papua Pada tanggal 29 Desember 1936, berangkatlah enam orang Fransiskan Belanda (lima orang pastor dan seorang bruder) menuju tanah misi di Nederlands Nieuw-Guinea (sekarang disebut Tanah Papua). Sebelum berangkat, dirayakan upacara pengutusan dalam bentuk misa agung di Gereja Hartenbrug di Leiden. Pastor Provinsial, Honoratus Caminada, OFM menyerahkan sebuah salib misi kepada para misionaris tersebut. Perayaan tersebut dilakukan pada hari biasa tetapi disiarkan secara langsung oleh Radio Katolik Belanda. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peristiwa tersebut bagi umat umat Katolik.29 Para Fransiskan tersebut menginjakkan kakinya di Nederlands Nieuw-Guinea pada tanggal 18 Maret 1937. Karena itu, tanggal ini dipandang sebagai titik permulaan kehadiran Fransiskan di Papua. Pembagian wilayah misi Fransiskan antara lain: Moors dan Vendrig ditentukan untuk Manokwari, sedangkan Louter dan Tettroo Tettroo berangkat ke Kaimana. Dari Kaimana mereka pergi ke Fakfak, tepatnya ke Gewirpe. Pada tahun 1938 tibalah Pastor Frankenmon di Manokwari. Kemudian dengan kapal KPM tiba di Hollandia. Di sana, dia menetap dan melayani umat di Tanah Tanah Merah (Sentani Barat).30 Pada tahun 1939, Frankenmon membuka pos baru di Arso (sekarang Kabupaten Keerom). Baru pada tanggal 1 September 1952, Fransiskan mengambil alih daerah Mimika, dulunya merupakan wilayah pelayanan Misionaris Hati Kudus Yesus (MSC). Mereka (MSC) melayani wilayah ini sejak tanggal 27 Mei 1972 melalui wilayah Kokonao. Di wilayah danau-danau Wissel (Paniai, Tigi dan Tage) dengan dataran Kamuu dan wilayah Mappia: sangat luas dan baru pada tahap pertama perkembangannya. Daerah ini dipusatkan di Enarotali (sekarang ibu kota Kabupaten Paniai). Perkembangan di sana mulai tampak ketika 29 30
Jan Sloot. 2009. 2009. Fransiskan Fransiskan Masuk Papua ... Papua ... .. Idem.
50 Bab III Sejarah Gereja Katolik di Pegunungan Bintang
pada tanggal 11 November 1937 pesawat yang dipiloti Wessel mendarat di Danau Paniai. Pada saat-saat itu, juga ekspedisi dimulai, dipimpin oleh Van Eechoud. Kemudian Pater Tillemans, MSC bergabung bersama mereka. Pater Tillemans, MSC telah berhasil membuka pos misi di beberapa daerah di wilayah Paniai. Melalui kesepakatan Mr. Grent (pimpinan MSC) dan pimpinan Fransiskan di Jayapura, akhirnya misionaris Fransiskan diberi kesempatan bergabung bersama Pater Tillemans MSC memperkuat misi Katolik.31 Pada akhir tahun 1951, wilayah Timika Pegunungan, seorang misionaris bernama Misael Kammerer menjajaki penduduk setempat yang disebut orang-orang Ugunduni atau sekarang lebih dikenal dengan suku Amungme (sebelah selatan Pegunungan Carstensz). Misi di daerah ini lebih berkembang pesat ketika ada dukungan dari putra daerah asal suku Amungme, Mozes Kilangin. Atas jasanya pada Hari Raya Paskah tahun 1988, Mozes memperoleh tanda kehormatan ‘Pro Ecclesia et Ponti fice’ fice’ . Sang putera daerah tidak diizinkan Tuhan untuk hidup lebih lama dalam menyebarkan Injil. Mozes Kilangin meninggal dunia di Timika tahun 1998, kemudian namanya diabadikan sebagai nama Bandara Timika. 32 Di wilayah Suku Moni (saat ini Kabupaten Intan Jaya) dan daerah Ilaga (kini ibukota Kabupaten Puncak), misi Katolik berkembang ketika ada kunjungan dari Pastor Misael Kammerer tahun 1952. Sementara itu, misi Fransiskan di Lembah Baliem (Wamena) (Wamena) mulai dikembangkan ketika pada tanggal 19 Januari 1958. Pater Blokdijk, OFM mendapatkan kesempatan untuk mengunjungi Lembah Baliem. Blokdijk membawa dua orang pemuda dari Waris (Keerom) sebagai pembantunya. Sebagai tempat tinggal, mereka memperoleh sebuah tenda militer tua dari tentara Amerika di Wesagima/W Wesagima/Wesaima, esaima, tidak jauh 31 32
Idem. Keuskupan Agung Merauke. Sejarah Gereja Katolik di Irian Selatan ... .
Bab III Sejarah Gereja Katolik di Pegunungan Bintang 51
dari pos pemerintahan. Pelan tetapi pasti, misi Katolik berkembang di seluruh Lembah Baliem. Oleh karena itu, agama Katolik berakar kuat di Lembah Baliem atau sering dikenal dengan nama Lembah Agung. Agung.33
C. Fransiskan di Pegunungan Bintang 1.
Datangnya Tim Ekspedisi Sebelum Gereja Katolik yang dirintis oleh para misionaris dari
Ordo Fransiskan (OFM) masuk di wilayah Pegunungan Bintang. Daerah ini awalnya dimulai oleh beberapa organisasi untuk kepentingan penyelidikan ilmiah. Kedatangan anggota tim ekspedisi dari beberapa organisasi yang berbasis di Belanda itu menandai mulai masuknya peradaban modern di negeri negeri Aplim Apom, Pegunungan Bintang. Dimulai dari survei tahun 1938-1939 oleh perusahaan pertam bangan NV Mijnbouw Maatschappij Nederlands Nieuw Guinea Guinea,, dengan mengutus Ir. P.F. de Groot dan M.G.M. Bartels untuk melakukan ekspedisi ke daerah Pegunungan Bintang sampai di hulu Sungai Digul. Pada kesempatan itu, mereka juga mengunjungi Lembah Sibil.34 Berdasarkan laporan dari perusahaan tersebut, pada tahun 1953 Nederlands Maatschappijk Onderzoek in Oost-en West Indiẻ (perkumpulan untuk penyelidikan ilmiah tentang keadaan alam) dan Het dan Het Koninklikj Nederlandsch Aardrijkskunding Genootschap (persekutuan Genootschap (persekutuan para geolog kerajaan Belanda) atas prakarsa Prof. Vening Menesz membentuk tim untuk melakukan kajian ilmiah. Pada tahun 1959, dibentuklah sebuah yayasan tersendiri untuk ekspedisi tersebut, yaitu Stichting Expeditie Nederlands-Nieuw-Guinea (Yayasan Ekspedisi Nieuw Guinea Belanda). Yayasan ini menunjuk Dr Dr.. L. Brongersma sebagai pemimpin umum dan G.F Venema Venema sebagai pemimpin teknis.35 33 34 35
Jan Sloot, 2009, 2009, Fransiskan Fransiskan Masuk Papua ... ... . Idem. Lih. “Sterrengebergte-expeditie” ...
52 Bab III Sejarah Gereja Katolik di Pegunungan Bintang
Sebelumnya untuk kepentingan ekspedisi tersebut kontroler J.W. Shoorl, kepala pemerintahan di Mindiptanah (kini wilayah kabupaten Boven Digoel) bagian dari residensi Nieuw-Guinea Selatan, mendapatkan perintah untuk melakukan perjalanan ke Lembah Sibil (sekarang Oksibil, ibukota kabupaten Pegunungan Bintang) pada tahun 1955. Nol Hermans, tokoh perintis lapangan terbang Oksibil juga ikut dalam rombongan J.W. Shoorl. Sampai di Lembah Oksibil, Shoorl mengusulkan untuk membuka lapangan terbang. Saat itulah, mulai membangun lapangan terbang. Namun, karena keadaan tanah berawa dan sungai sangat berkelok-kelok, yang terus-menerus berpindah alirannya, pembangunan ditunda untuk dilakukan kajian terlebih dahulu oleh oleh para ahli. Akhirnya pada pertengahan tahun 1957, Nol Hermans bersama sepuluh agen polisi, seorang pakar bandara, dan 234 kuli angkut yang sekaligus untuk membantu pembangunan lapangan terbang berangkat dari Mindiptanah melalui Jalan Kamka yang baru selesai dibuat. Sampai di Lembah Sibil mereka mengerjakan lapangan terbang 1 tahun lebih. Mereka juga dibantu masyarakat setempat. Akhirnya tanggal 1 Januari 1958 lapangan selesai dikerjakan dan didarati oleh sebuah pesawat jenis Cessna dan tidak lama kemudian diikuti oleh Twin Pioneer bermesin dua. Setelah lapangan berhasil dibangun, Nol Hermans pindah tugas ke Afrika meninggalkan rekannya Sneep. 36 Ketika Nol Hermans hendak meninggalkan Lembah Sibil, Isomka Isomka Bomdoki Bomdoki menyampaikan pesan, disaksikan oleh Sneep. “Reman dan Snepki (panggilan untuk mereka dua) mengapa kalian pergi? Engkau meningggalkan ibu kalian karena ia tidak dapat memberi kalian makan. Kami selalu memberi kalian makan, mengapa kalian kembali ke dunia yang tidak dapat mengurusi kalian dan yang telah kalian tinggalkan?”37
36
37
Schoorl, J.W J.W.. (Pim), 2011, 2011, Belanda Belanda di Irian Jaya (Amtenar di Masa Penuh Gejolak Gejola k 19451945 1962).. Jakarta: Penerbit Garba Budaya. 1962) Idem.
Bab III Sejarah Gereja Katolik di Pegunungan Bintang 53
Perkataan itu yang menurut Nol Hermans tidak akan pernah dilupakan dan sangat menentukan dalam tugas berikutnya di Afrika. Berikut adalah kesannya selama ia tinggal di Lembah Sibil dari tahun 1955-1958. “Di mata saya, hidup orang Sibil (Aplim Apom) berjalan teratur, dari lahir sampai mati segala sesuatu diatur sampai mendetail. Bahkan perang pun berjalan menurut menurut pola yang tetap dan tradisional.” tradisional.” 38
Setelah lapangan dibangun mulai berkonsentrasi untuk ekspedisi lebih lanjut. Akhirnya pada tanggal 9 September 1959 tim ekspedisi mengibarkan bendera Belanda di Puncak Juliana (Gunung Aplim) atau Puncak Mandala sebagai tanda berakhirnya ekspedisi Sterrengebergte. 39 Setelah itu, Brongersma (pemimpin ekspedisi) berkunjung ke Hollandia (Jayapura). Di Jayapura, ia tinggal beberapa hari, kemudian pada tanggal 14 September 1959 kembali ke Lembah Sibil untuk menyelesaikan pekerjaan yang belum diselesaikan. Pesawat ditumpangi Brongersma, ikut pula Pastor Jan Van De Pavert, OFM. 40 Para tim ekspedisi memberikan sisa-sisa barang perlengkapan ekspedisi kepada Jan Van Van De Pavert. Dengan barang itu dia membangun tempat tinggal di pos pemerintahan di sana. Setelah marinir berangkat bersama tim ekspedisi, Van De Pavert berpendapat bahwa misi harus memusatkan perhatian pada wilayah Oknangul (sekarang Kiwi). Informasi Infor masi sementara yang diperoleh itu rupanya menunjukkan bahwa di wilayah-wilayah lain para penduduk sangat jarang dan terpencar pencar.. Ternyata pencar Ternyata hal itu tidaklah benar. benar.41
38 39 40 41
Idem. Idem. Jan Sloot, 2009, 2009, Fransiskan Fransiskan Masuk Papua ... ... . Idem... Idem.
54 Bab III Sejarah Gereja Katolik di Pegunungan Bintang
2.
Karya Fransiskan di Wilayah Selatan Pegunungan Bintang
a.
Paroki Roh Kudus Mabilabol Oksibil Paroki Roh Kudus Mabilabol merupakan paroki induk dan
pusat penyebaran Agama Katolik di Pegunungan Bintang. Misionaris Fransiskan (OFM) memulai karya pewartaan Injil Kristus di Pegunungan Bintang dan bermula dari Oksibil. Dalam perkembangan selanjutnya, Oksibil menjadi sebuah paroki; dalam hierarki Gereja Katolik setingkat di bawah keuskupan setelah dekenat. Beberapa pekan setelah Tim Ekspedisi dari Belanda meninggalkan Oksibil, tibalah Pater Herman Mous, OFM, dan menjadi pastor resmi di wilayah Oksibil menggantikan Pater Jan Van De Pavert. Dia mem peroleh beberapa pemuda Muyu sebagai katekis dengan maksud untuk menempati pos-pos tetap di sana-sini. Alasannya, hadirnya dua orang misionaris dari UFM (Unevangelized (Unevangelized Field Mission), Mission), sebuah organisasi zending yang yang sudah lebih dulu berada di Mabilabol, Oksibil. Awal Awal tahun 1960, mata Mous mulai sakit dan ia harus pergi ke Rabaul (Papua New Guinea). Pada permulaan Mei 1960, dia kembali. Selama masa itu, it u, Van Van De Pavert menggantikan dia.42 Untuk menetap dan memulai karya pastoralnya di Lembah Sibil, Pastor Mous mulai membangun sebuah rumah sebagai pastoran. Karena ia bukanlah seorang ahli bangunan, ia memanggil Bruder Gabriel Roes, OFM dari Jayapura untuk tiba di Mabilabol, guna menolong Mous menyelesaikan pastorannya. Bruder Gabriel tiba di Oksibil dan membangun sebuah rumah sebagai pastoran dan merobohkan rumah yang sudah dibangun sebelumnya oleh Van De Pavert. Pada tanggal 25 Juli, Pater Mous membuka sekolah dasar di Mabilabol dengan 43 orang murid. Sementara itu, dia telah mengadakan perjalanan ke Lembah Bi-Bab (Okbi & Okbab). Pada perjalanan kembali, dia singgah di Oksop (sepanjang Sungai Digoel) dan mendapati bahwa wilayah 42
Idem.
Bab III Sejarah Gereja Katolik di Pegunungan Bintang 55
itu jauh lebih padat penduduknya daripada yang dipikirkan semula. Pada perjalanannya dalam bulan November tahun itu, sampailah dia di Oknangul dan menempatkan seorang katekis di sana. 43 Berhubung daerah itu belum berada di bawah pemerintahan, Pembantu Administrator, Administrator, J.Born, mengingatkannya bahwa penempatan orang-orang di Oknangul merupakan tanggung jawab pastor. Menjelang akhir tahun 1961, beberapa orang katekis ditempatkan di Oknangul, namun diputuskan untuk meninggalkan tempat tersebut. Saat itu dimanfaatkan oleh Unevangelized Field Mission Mission (UFM) dari zending yang sudah menetap sejak 1960 lebih leluasa menyebarkan misinya. Para petugas Zending mulai membangun bandara di barat Sungai Oknangul, yang kemudian diresmikan pada awal tahun 1961.44 Pada tanggal 9 Mei 1960, dilakukan baptisan pertama, atas nama bayi Antonius Dumutu. Kemudian pada tahun 1961, ada lagi baptisan kedua atas 4 bayi dan 1 orang dewasa. Pada bulan Januari 1961, tibalah guru berijasah dan bersubsidi yang pertama di Mabilabol bersama dengan Sibbele Hylkema yang nantinya ditempatkan di Abmisibil. Pada bulan Juni 1961, 1961,Unevangelized Unevangelized Field Mission (UFM) Mission (UFM) menjual rumahrumah mereka di Mabilabol dan mereka pun pergi. Dalam tahun-tahun berikutnya, misi berkembang dengan pesat. Menurut laporan Van De Pavert sebagai pemimpin resort dan pengawas sekolah, pada September 1961, di daerah Lembah Sibil waktu itu sudah ada sekolah di Mabilabol dan Kikonmirip (keduanya mendapatkan subsidi), di Lepengbon dan Kukding; sementara di daerah sepanjang Oksop, sekolah terdapat di Denmata, Bilumin, Yumakot, Domakot dan Alembakon. Jauh ke arah selatan ada di Katem. 45 Kemudian untuk memperkuat pendidikan di wilayah tersebut, didatangkan guru-guru lulusan Sekolah Guru Bawah (SGB) dari daerah Muyu (Boven Digoel), Kokonao (Mimika), dan Paniai. 43 44 45
Idem. Idem. Idem.
56 Bab III Sejarah Gereja Katolik di Pegunungan Bintang
Sekolah tersebut diperkuat pada tahun 1970 ketika suster-suster KSFL (Kongregasi Suster-Suster Fransiskanes Santa Lusia) tiba di Mabilabol. Mereka menetap di Mabilabol dan fokus untuk mengajar di SD YPPK Mabilabol yang sudah dibangun sejak tahun 1959 (kini bernama SD YPPK Santo Vincensius Mabilabol). Di wilayah Lembah Sibil dibuka juga SD YPPK Kukding pada tahun 1962, dan SD YPPK Yapimakot pada tahun 1974. Kebutuhan akan sekolah lanjutan tidak dapat dibendung lagi. Melihat kemampuan ekonomi orang tua yang memprihatinkan jika anak di wilayah tersebut dikirim ke daerah yang maju seperti Hollandia (Jayapura) atau Baliem (Wamena), atas dukungan Pater Huub Swartjes, OFM, para sustersuster KSFL membuka sekolah menengah di Mabilabol dengan nama SMP YPPK Bintang Timur Oksibil pada tahun 1981.46 Penandatanganan New York Agreeme Agreement nt (Perjanjian New York) antara Indonesia dan Belanda yang disaksikan oleh Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, U Thant, dan Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB, Ellsworht Bunker dilakukan pada tanggal 15 Agustus 1962. Sejak 1 Mei 1963, bertepatan dengan United Nations Temporrary Executive Administrations Administrations (UNTEA) atau Pemerintahan Sementara PBB di Papua Barat menyerahkan kekuasaannya kepada Indonesia. Selanjutnya Pemerintah Indonesia mulai menempatkan pasukan militer dan pemerintah dalam jumlah besar di seluruh Tanah Papua. Tidak ketinggalan pemerintah dan militer secepatnya menduduki wilayah Oksibil. Kehadiran pemerintah NKRI membuat masyakat lebih terancam karena mereka mengambil gadis-gadis Oksibil tanpa membayar mas kawin. Situasi dan kondisi semakin tidak kondusif ketika militer tiba di wilayah Lembah Sibil. Pada bulan Maret 1965, datanglah Pastor Frankenmolen, tetapi hanya tinggal sebentar. Sebenarnya Pater Piet Van Der Stap, OFM sudah berada di sana sejak pertengahan 1963 untuk 46
Idem. Idem.
Bab III Sejarah Gereja Katolik di Pegunungan Bintang 57
studi bahasa, namun baik Mous maupun Frankenmolen tidak sempat untuk menguasai bahasa setempat. Di samping itu, hubungan antara Frankenmolen dengan militer Indonesia juga tidak terlalu baik, terutama setelah komandan mengeluarkan perintah dengan keras melarang para guru melibatkan diri dalam perang ( penduduk boleh saja berperang ). ). Pada akhir 1965, hampir seluruh aparat pemerintah di Mabilabol telah menghilang (tersendat-sendatnya penyediaan kebutuhan pokok dan kekurangan peralatan di segala bidang). 47 Karya pastoral pertama di Oksibil dirintis oleh Pastor Herman Mous, OFM. Pastor-pastor yang pernah berkarya di Paroki Mabilabol adalah: Herman Mous, OFM (1965-1966), Frankemolen, OFM (19671977), Ben de Geir, OFM (1977-1978), Loiz Zonggonao (seorang pastor awam 1970-1980), Zwartjes, OFM (1980-1987), Kees Van Dijk, OFM (1987-1993), Bert Hagendoorn, OFM (1993-1996). Selanjutnya dilayani oleh imam-imam diosesan atau Projo (Pr.: presby (Pr.: presbyter ter,, Lat.). Kini istilahnya menjadi Romo Diosesan ( Lat. Lat. RD: RD: Rever Reverendus endus Dominus). Dominus). Pastor Projo pertama yang bertugas adalah Rm. Wilhelmus Sinawil Pr (1996-2002), dilanjutkan lagi oleh Rm. Andreas Andreas Trismadi Pr. Pr. Selain itu Rm. Barnabas Daryono, Pr dan Rm Yulianus Mote, Pr juga pernah berkarya di Oksibil.48 Sekarang Paroki Roh Kudus Mabilabol, yang terletak di pusat kota Oksibil ibu kota Kabupaten Pegunungan Bintang memiliki 3 stasi dan 15 kring/kombas. Banyak sarana ibadat, yaitu: 1 gereja induk, 3 gereja stasi, 1 kapel permanen, 5 kapel darurat.49
b.
Paroki Iwur Di wilayah selatan Oksibil, kini sudah dibentuk wilayah Paroki
Iwur.. Mulanya wilayah ini, pada tahun 1962, Pastor Bert Coven, OFM Iwur dari Mindiptanah datang mengunjungi guru-guru agama yang bertugas
47 48 49
Idem.. Idem.. Idem... Idem. Lih. “Profil Paroki Se-Keuskupan Jayapura”, diakses dari http://keuskupanjayapura.com pada 24 Juni 2014
58 Bab III Sejarah Gereja Katolik di Pegunungan Bintang
di daerah ini. Waktu itu Iwur masih masuk wilayah pelayanan dari Keuskupan Agung Merauke. Tanggal 23 April 1963 terjadi baptisan pertama di Iwur oleh Pastor Odulf Mouse, OFM. Tahun 1969/1970 sudah mulai ada kapel di Iwur dan tahun itu juga Iwur diserahkan kepada Keuskupan Jayapura. Iwur menjadi salah satu stasi dari Paroki Roh Kudus Mabilabol, Oksibil. Tahun 1977/1978, dibangun gedung gereja permanen kemudian menyusul pastorannya dibangun tahun 1984 oleh Pastor Kees van Dijk, OFM. Tahun 1984 terjadi gejolak politik menyebabkan sebagian besar masyarakat lari mengungsi ke Papua New Guinea (PNG). Kejadian ini sangat berdampak terhadap pelayanan Gereja bagi umat di daerah ini. Hampir lebih 15 tahun lamanya, terjadi gangguan keamanan pelayanan yang efektif dari Gereja di daerah ini. Tahun 1997 Pater Willem Sinawil, Pr. kembali merenovasi pastorannya. Tahun 2001, Iwur berubah status dari sebuah stasi menjadi paroki sendiri. Pastor Yulianus Bidau Mote, Pr (putra asli Papua asal Paniai) ditugaskan sebagai Pastor Paroki Iwur. Kemudian tahun 2006, Pastor Robertus L. Tingdilintin, Pr. melayani umat di Paroki Iwur menggantikan Pastor Bidau. Tahun 2003 di Stasi Dewok dan Kawor dibangun gedung gereja yang permanen. Dalam perkembangan sejarah Gereja Katolik di wilayah selatan Lembah Sibil, ada beberapa Guru Katekis yang sangat berjasa. Peran mereka sangat besar dalam proses pekabaran Injil di daerah ini, di antaranya: antaran ya: Yon Yon Barat, Damianus D amianus Kambana, Kamb ana, Karolus Karol us Timka, Titus Titus Timka, Marselus, Markus Kandam, Yoseph Kambana, dan Leo Warikimbirok. Kemudian dilanjutkan oleh Willem Oropka di Iwur, Paul Wel Wel di Dewok, dan Barnabas Irka di Kawor. 50 Di saat ini, Paroki Iwur memiliki 3 stasi, yakni Stasi Kawor, Stasi Dewok dan Stasi Tarup. Tarup. Dua stasi (Stasi Dewok dan Stasi Kawor) sudah memiliki gedung gereja yang permanen.
50
Idem.
Bab III Sejarah Gereja Katolik di Pegunungan Bintang 59
Umat di daerah selatan dari Oksibil rata-rata beragama Katolik. Namun, sejak tahun 2008 di Kampung Tarup sudah mulai dilayani oleh Zending asal Amerika dibantu 2 gembala dari Gereja Baptis. Selain stasi, di Paroki Iwur juga ada beberapa Komunitas Basis (KOMBAS), yang semula bernama BMK, yakni: BMK Ulkubi, BMK Ngetrin, BMK Kaurok, BMK Tundungbon, dan BMK Nanumbakon. Anak-anak dari wilayah tersebut rata-rata bersekolah di Mabilabol. Pada tahun 1981 ketika SMP YPPK dibuka di Oksibil bersama dengan dibangunnya asrama putra, secara tidak langsung hal itu dapat memotivasi anakanak dari wilayah selatan Pegunungan Bintang untuk mengenyam pendidikan di sana.51
3.
Penyebaran Gereja Katoli Katolik k di Wilayah Utara Pegununga egunungan n Bintang Misi pekabaran Injil Kristus oleh Gereja Katolik di wilayah utara
Pegunungan Bintang, dari wilayah Okbibab sampai ke arah timur wilayah Oklip-Nangul, dimulai dengan datangnya misionaris Fransiskan (OFM), Pater Folkert Sibelle Hylkema, OFM pada tanggal 19 Februari 1961. Ia diantar langsung oleh Pater Mous, OFM dari Oksibil pada 15 Februari 1961. Andy Urpon, seorang pastor awam asli Abmisibil, diberi tugas pelayanan pastoral sebagai Pastor Paroki di Paroki Bintang Timur Abmisibil (1982-1988) oleh Mgr Mgr.. Herman Munninghoff, OFM, Uskup Keuskupan Jayapura. Ia mencatat sejarah masuknya Gereja Katolik di wilayah utara Pegunungan Bintang. Berikut ini kutipan catatannya yang ditulis bertepatan dengan 25 tahun/Pesta Perak masuknya Injil Kristus yang dirayakan pada tahun t ahun 1986 di Paroki Bintang Timur Abmisibil.
51
Idem.
60 Bab III Sejarah Gereja Katolik di Pegunungan Bintang
Pada tanggal 15 Februari 1961, Pater F. Sibelle Hylkema, OFM didampingi Pater Mous, OFM bersama 2 katekis dibantu 14 orang pemikul barang berangkat dari Oksibil menuju Okbibab. Kedua misionaris itu sampai di hulu Sungai Okbi pada tanggal 19 Februari 1961 dan kemudian melanjutkan perjalanannya ke Bar Aip dan Kumdinin dengan harapan dapat menemukan suatu tempat yang cocok untuk membangun sebuah lapangan terbang yang bisa didarati pesawat tipe Cessna sesuai rencana sebelumnya di Jayapura. Menurut berita dari Jayapura, daerah yang dimaksud adalah daerah sekitar Baar Aip dan Kumdinin, tetapi sayang karena usahanya tidak berhasil karena tempat yang dimaksud keliru. Nanti bulan Juni barulah diketahui bahwa tempat yang dimaksud sesuai dengan gambar peta Okbi diberi nama Okbab dan Okbab diberi nama Okbi. Tanggal 21 Februari, Pater Mous yang menemani Pater Hylkema kembali ke Oksibil. Pater Hylkema tetap bertekad untuk mencari tempat yang cocok untuk membuka lapangan terbang. Dari tanggal 23 Februari sampai 7 Maret rencana pendropan barang tetapi gagal.Sementara dalam tugasnya itu, Pater F. Hylkema jatuh sakit karena infeksi di tangannya, tetapi ia tetap bertahan di Kumdinin dan mendapat pelayanan obat dari Oksibil. Tanggal Tanggal 25 Maret, beliau mendapat kunjungan dari Pendeta dari Kiwirok yang juga sedang sakit perut. Tanggal 26 Maret Pater Mous mengunjungi mereka. Tanggal 4-5 April pendropan barang di Katopdam, Kumdinin. Banyak barang yang di-drop di-drop,, terutama alat-alat untuk mengerjakan lapangan terbang, tetapi tidak ada tempat yang cocok untuk membuka lapangan terbang. Tanggal 13 April, Pater Mous kembali ke Oksibil. Tanggal 5 Mei, Pater F. Hylkema mencari lokasi lapangan terbang ke daerah Banara Badiki namun tidak menemukan tempat yang cocok sehingga ia kembali ke Kumdinin. Pada tanggal 15 Mei, ia kembali meneruskan mencari tempat yang cocok untuk lapangan terbang di Okmik namun tidak berhasil juga. Tanggal 28 Mei, Pater Keizer datang dari Oksibil untuk menemani Pater Hylkema. Tanggal 2 Juni, kedua Pater itu mendengar bunyi pesawat yang sedang lewat tetapi tidak melihat karena tertutup awan. Pilot beritahukan bahwa ia sedang terbang di daerah Okbab barulah Pater mengerti pada saat itu bahwa tempat yang dicarinya dicarinya di lembah yang keliru. Kedua misionaris misionaris itu bersama rombongannya rombongannya berangkat berangkat ke Okbi lewat lewat Okngupel Okngupel dan bermalam di Atolbol. Dan hari berikutnya bermalam di Okbetel. Dari Okbetel Pater lihat kampung Abmisibil Abmisibil yang menurut putunjuk pilot bahwa daerah atau tempat ini cocok untuk membuka lapangan terbang. Tetapi sayang, kedua kalinya beliau jatuh sakit lagi, ia diserang malaria sehingga ia bertahan satu hari lagi di Okbetel dan diutusnya dua orang Katekis ke Abmisibil untuk melihat dari dekat. Setelah mereka memeriksa tempat yang cocok
Bab III Sejarah Gereja Katolik di Pegunungan Bintang 61
untuk membuka lapangan terbang, mereka kembali ke Okbetel dengan berita bahwa lokasi yang cocok untuk membuka lapangan terbang sudah diketemukan. Pada tanggal 5 Juni diadakan pen-droping pen- droping -an -an barang di Abmisibil. Ketika Pater Hylkema dalam perjalanan menuju Abmisibil, ada perang saudara antara kampung Turkop-Sironaip dengan Ipurbakon/ Manunggal. Setibanya sampai di tempat perang, ia bertemu dengan banyak orang yang berpakaian perang. Walaupun keadaan perang, ia diterima dalam keadaan baik dan damai. Melihat keadaan itu, ada Kepala Suku yang ternama, yakni Miminsine Uropmabin yang menjadi pemimpin perang dari Kampung Ipurbakon, mengumumkan kepada mereka yang sedang berperang dengan mengatakan, “tuan “ tuan yepmin abarnek, ebona kotip kaema depen semo yepmin batlokno batlokno”; ”; artinya, mari kita berhenti berperang karena seorang tuan yang membawa sesuatu yang baik sudah datang, kita menerimanya dan bekerja untuk memperoleh hal-hal baik itu. Ketika itu juga, masyarakat Abmisibil berhenti berperang dan kedua pihak bersatu dan bersama-sama mencari dan mengumpulkan barang-barang yang sudah di-drop didrop oleh oleh pesawat. Dengan langkah demikian, para misionaris pertama masuk di daerah Okbibab. 52
a.
Dimulainya Kary Karyaa Pastoral di Paroki Bintang Timur Abmisibil Lapangan terbang, sebagai sarana yang sangat penting dalam me-
laksanakan karya pastoral Gereja Katolik di daerah ini, mulai dikerjakan pada tanggal 19 Juni 1961. Pada tanggal 24 Juli 1962, Herman Psebo (asal Keerom) datang ke Abmisibil sebagai katekis pertama sekaligus menjadi pengawas pembangunan lapangan terbang. Atas dukungan penduduk setempat, pada bulan Maret 1963 lapangan tersebut mulai didarati pesawat bermesin tunggal, namun lapangan belum diselesaikan dengan baik. Lapangan terbang selesai secara tuntas pada bulan April tahun 1963 dan Pater Edmar mendaratkan pesawat jenis Cessna dengan baik, ditemani Pater Mop Yansen dan Pastor Haudek. Lapangan di Abmisibil adalah lapangan ketiga setelah Mabilabol dan Oknangul untuk seluruh Pegunungan Bintang pada saat itu.53
52
53
Urpon Andy Andy,, 1985, Sejarah Masuknya Misi Katolik di Daerah Okbibab, Catatan pada Perayaan Pesta Perak (25 tahun) Gereja Katolik di Okbibab, Pegunungan Bintang. Idem... Idem.
62 Bab III Sejarah Gereja Katolik di Pegunungan Bintang
Karya pastoral dilanjutkan dengan membuka sekolah dan pengajaran agama. Sekolah yang pertama mulai dengan sekolah darurat di Okbetel. Guru pertama adalah Guru Katekis Herman Psebo. Kemudian dibuka lagi sekolah lain di Abmisibil dengan guru katekis pertama Agustinus Ibee. Jumlah anak sekolah pertama di sekolah ini sebanyak 60 murid. Setelah itu, masih buka juga sekolah di Aplumding, Sikintaop/ Sabin dan Bumbakon (Borban). Kemudian didatangkan lagi beberapa guru katekis baru dari Keerom, yakni Kasimilus Ibee untuk SD Sabin yang berjumlah 30 murid dan Frans Muyasin untuk SD Bumbakon (Borban). Sebenarnya SD Sabin sudah berjalan baik. Karena terjadi pencurian barang milik guru Ibee, SD ini kemudian ditutup. Sesudah itu masih didatangkan lagi dua guru katekis lain dari Kokonao. Mereka masing-masing ditugaskan di SD Aplumding dan SD Sabin. Guru yang bertugas di SD Aplumding agak lama berada di sana, sementara guru yang bertugas di SD Sabin tidak lama kemudian kembali ke Kokonau. Sampai dengan tahun 1970, guru-guru yang bertugas di daerah ini berasal dari Keerom. Namun, pada tahun 1971-1972 berturut-turut didatangkan juga guru asal Flores dan Paniai. Mereka adalah Ben Nong yang mulanya ditugaskan di SD Okbetel namun kemudian pindah pin dah ke SD Apmisibil karena jumlah murid di SD ini banyak. Selain itu masih didatangkan lagi guru asal Keerom, Thomas Muyasin, untuk menambah tenaga guru di SD ini. Didatangkan pula guru-guru asal Paniai: Paskalis Pigay, Pius Tekege, Arnold Arnol d You, You, Thomas T homas You You dan Herman Tekege. Pius Tekege Tekege selanjutnya dipindah ke SD YPPK Okbetel sekaligus membuka sekolah kecil di Emilsibil. Pada tahun-tahun yang sama (19711973) didatangkan beberapa guru katekis baru untuk menambah jumlah guru katekis yang sudah ada sebelumnya, yakni Thobias Pekey di SD Sabin kemudian pindah ke SD Okbetel. Decky Dekme didatangkan juga untuk menambah tenaga guru di SD Sabin, namun kemudian tahun 1975 ia kembali ke Akimuga. Urbanus Tatogo Tatogo didatangkan untuk mem-
Bab III Sejarah Gereja Katolik di Pegunungan Bintang 63
perkuat tenaga guru katekis di SD Okelwel. Vitalis Vitalis Petege didatangkan didatangkan dan ditempatkan di SD kecil Atembabol, sementara Hiron Bukega di SD kecil Emilsibil. Selain itu juga ada guru-guru katekis asli Abmisibil hasil didikan Pater Sybele Hylkema, yaitu: Klemens Kasipmabin (membantu Pius Tekege di sekolah kecil di Emilsibil), Vitalis Kaladana dan Moses Kasipdana (bertugas di SD Oksip), Leitus Setamanki dan Yan Yan Kasipmbn (bertugas di SD Okelwel). 54
b.
Nama Paroki Bintang Timur Abmisibil Pada tahun 1972, melalui Pater Yan Yan Dongkers, OFM, kepala biara
OFM di APO waktu itu, Pater Piet Van Der Stap, OFM yang menjadi pastor paroki Abmisibil memanggil pulang Andy Urpon yang sedang mengikuti pendidikan seminari menengah di Abepura. Permintaan itu diperkuat lagi oleh Pater Ben De Hier, OFM, Pastor Paroki Oksibil. Akhirnya pada tanggal 2 Februari 1974, Andy Urpon pulang ke Abmisibil dan mulai membantu Pater Piet Van Der Stap, OFM. Pada tanggal 10 Februari 1974, di Oksip terjadi perzinahan yang dilakukan guru katekis. Akibatnya, mereka ditarik kembali dan digantikan oleh Andy Urpon. Ia bertugas di Oksip hanya 4 bulan. Tidak lama kemudian ia ditarik kembali ke paroki untuk membantu pastor paroki. Parokinya sudah dibentuk, Pius Tekege menjadi Ketua Dewan Paroki. Meskipun sudah dibentuk paroki dan dewan parokinya, namun nama Paroki ini belum diberikan. Karena itu, pastor dan dewan paroki telah memilih Paroki Yohanes Yohanes.. Nama ini diusulkan dan menentukan namanya, yakni yakni Paroki kepada Uskup Herman Munninghoff, OFM di Jayapura. Ia menolak nama itu dan menggantikannya dengan nama Paroki Bintang Timur Abmisibil. Nama ini merujuk pada nama Paroki Bintang Laut Kokonau.
Kalau di Kokonau ada paroki dengan nama Paroki Bintang Laut, di 54
Idem... Idem.
64 Bab III Sejarah Gereja Katolik di Pegunungan Bintang
Pegunungan Bintang ada nama paroki dengan nama Paroki Bintang Timur sesuai letak geografi daerah ini.55 Pater Sybelle Hylkema, OFM juga adalah seorang antropolog. Ia memulai karya pastoral dengan menerjemahkan Kitab Suci ke dalam bahasa Ngalum yang kemudian dikenal dengan nama YEP WENGA. Penerjemahan itu dimulai tahun 1965. Andy Urpon waktu itu masih kelas 3 SD. Ia bersama Kletus Kasipmabin membantu Pater Hylkema, namun masih muda dan belum dapat menyesuaikan dengan pekerjaan berat membuat Kamus Bahasa Ngalum, maka Kletus tidak melanjutkannya. Andy Urpon terus mengikuti dan membantu Pater Hylkema; akhirnya Kamus Bahasa Ngalum berhasil dibukukan. Semuanya dikerjakan di Pastoran Abmisibil; awalnya di lokasi rumah Markus Urpon yang terbakar terbakar.. Seluruh pelayanan pastoral dimulai dari sini. Mulanya pelayanan liturgi menggunakan bahasa Latin, namun setelah Konsili Vatikan II, sejak tahun 1968, pelayanan liturgi dalam gereja menggunakan bahasa Indonesia. Pembukaan sekolah dan kedatangan guru-guru perintis dari be berapa daerah yang berbeda menandai berjalannya karya pastoral Gereja Katolik di daerah ini. Sekolah menjadi media unggulan dalam mengajarkan pelajaran Agama Katolik. Hasilnya, pada tanggal 31 Mei 1964 dipermandikan 1 orang, kemudian dipermandikan lagi 15 orang pada Januari 1967. Tahun 1967 dibangun gedung gereja yang bisa menampung banyak umat di Abmisibil dan mulai saat itu umat sudah mulai bertambah banyak. Pada tahun 1968, jumlah penduduk di Abmisibil sebanyak 507 orang: 93 orang pria (belum menikah), 139 orang wanita (belum menikah). Sedangkan yang sudah menikah ada 131 pasang. Kemudian ada 13 anak laki-laki yang datang dari wilayah lain tinggal bersama keluarga di wilayah tersebut sehubungan dengan pembangunan lapangan terbang.56 55 56
Idem.. Idem.. Hylkema, S. 1974. 1974. Mannen Mannen in hetdradgnet; Mens-en wereldbeeld van de Nalum (Sterren gebergte).. The Hague: Nijhoff. gebergte)
Bab III Sejarah Gereja Katolik di Pegunungan Bintang 65
Di wilayah Abmisibil terdapat enam klan (marga) atau “ Kakadon Kakadon”” ( Bahasa Bahasa Ngalum), Ngalum), yaitu: Uropmabin, Kasipmabin, Alwolka, Ningdana, Setamanki, dan Urpon. Pada tahun 1968 ketika Sibbele Hylkema mendata berdasarkan klan, yang terbesar adalah klan Uropmabin. Perkampungan mereka ada di Ipurbakon. Klan Kasipmabin dan Alwolmabin tersebar di Kampung Sikintil, Fisilkop dan Sironaip. Klan Ningdana berada di kampung Oktanglap, Klan Setamanki tersebar di Uldopom dan Sironaip, sedangkan klan Urpon berada di Beneyakwol. Sampai pada tahun 1969 Sibbele Hylkema dengan tekun mengadakan studi mengenai penduduk di Abmisibil.57 Tanggal 30 Maret 1969 Pastor Hykelma meninggalkan Abmisibil dan menuju ke Paniai sebagai tempat tugas baru. Dia memperoleh izin cuti studi selama satu tahun untuk menyelesaikan bukunya. Pada tahun 1974 buku itu pun terbit dengan prakata dari mantan gubernur yang kemudian menjadi guru besar, Jan Van Baal, dengan judul Mannen judul Mannen in het dragnet (Laki-Laki (Laki-Laki Dalam Noken). Pastor Sibbele Hylkema digantikan oleh Pastor Huub Zwartjes, OFM. Dia bertugas 3 tahun (1969-1972) dan membaptis 32 orang. Pater Huub Zwartjes digantikan oleh Ben De Gier tahun 1972, kemudian mendapatkan bantuan tiga orang suster. Mereka hadir di sana untuk memberikan kursus-kursus menjahit, memasak, memelihara kebun dan menolang masyarakat yang sakit. Kemudian diganti lagi oleh Pastor Piet Van der Stap, OFM. Pastor ini bertugas selama 8 tahun, dan berhasil mempermandikan (membaptis) 339 orang. Pada 2 Februari 1973, gereja di Abmisibil yang baru diberkati dengan meriah, dengan sebuah upacara yang menyerap banyak unsur adat setempat. Tahun 1981 Pastor Piet Van der Stap, OFM meninggalkan Abmisibil menuju ke Jayapura sekaligus minta izin untuk pulang ke Belanda. Ia digantikan oleh Diakon Louiz Songgonau selama satu bulan dan membaptis 25 orang. Masa itu adalah masa peralihan sehingga 57
Idem.
66 Bab III Sejarah Gereja Katolik di Pegunungan Bintang
wilayah Abmisibil dan Lembah Oksibil dirangkap oleh Pater Huub Zwartjes, OFM sebagai kepala pastoral. 58 Semenjak Fransiskan masuk ke wilayah Abmisibil (Okbibab), mereka mulai fokus pada pelayanan pendidikan dan kesehatan, sambil menyebarkan misi penginjilannya. Para Fransiskan membuka sekolah di wilayah Abmisibil (sekarang SD YPPK Santa Maria Abmisibil) Abmisibil) dan kemudian seiring berjalannya waktu dibuka lagi di Okbifisil (SD YPPK Okbetel). Misi pendidikan ini didukung oleh setiap pastor yang pernah menetap di wilayah ini, seperti: Pater Sibbele Hylkema, OFM, Pater Huub Zwartjes, OFM, Pater Ben De Gier, OFM, Pater Piet van der Stap, OFM. Mereka tidak bekerja sendiri untuk mempercepat misi Katolik. Mereka mendatangkan guru-guru katekis alumni seminari menengah di Jayapura maupun lulusan Sekolah Guru Bawah (SGB) asal daerah Paniai dan Keerom. Mulai tahun 1970-an, anak-anak yang dididik di wilayah Oksibil dan Abmisibil dikirim untuk melanjutkan studi ke Jayapura (SMP YPPK St. Paulus Abepura) dan d an Wamena Wamena (SMP YPPK St. Thomas, SMP S MP Yapis). Setelah Setel ah menyelesaikan menyelesai kan pendidikan pendidi kan di SMP, SMP, mereka melanjutkan melanjutk an studi di tingkat SLTA ke Jayapura, khususnya ke SPG Taruna Bhakti Waena, SMA Gabungan Dok 5, SMA Taruna Darma Kotaraja, SMK Kotaraja dan SGO Jayapura. Ada anak-anak yang berusaha sendiri dan berangkat ke Wamena Wamena dan melanjutkan melanjutkan studinya di Wamena. Wamena. Yang lain diarahkan untuk melanjutkan studi di bidang kesehatan, seperti SPK Wamena, SPK Jayapura, dan SPKC Abepura. Pada tahun 1980-an, tidak semua anak yang dikirim ke Jayapura dan Wamena Wamena berhasil dalam pendidikan. Namun mereka tetap membantu misionaris membangun dan memperkuat pos-pos yang menjadi target misi para Fransiskan. Menurut data keuskupun Jayapura tahun 2006, umat Paroki Bintang Timur Abmisibil berjumlah 4.438 jiwa, yang 58
Lih. “Profil Paroki Se-Keuskupan Jayapura” ...
Bab III Sejarah Gereja Katolik di Pegunungan Bintang 67
tersebar di 10 kring dan 4 stasi. Sekarang wilayah Paroki Bintang Timur Abmisibil meliputi tiga wilayah: Stasi Okelwel (Distrik Okhika), Stasi Sabin (Distrik Okbab), dan Stasi Aboy (Distrik Aboy).59
c.
Paroki Oklip Gereja Katolik Pegunungan Bintang memulai misi pelayanannya
di Oklip pada tahun 1982, ditandai dengan pembaptisan pertama yang dilakukan oleh Pastor Huub Zwartjes, OFM. Pewartaan Injil di daerah Oklip mulanya dilayani oleh misi Zending (GIDI). Pendeta pertama adalah Tuan Akal. Ia memulai karya pelayanannya di Kampung Okaom. Namun karena menurut menurut pandangan penduduk bahwa bahwa misi yang dibawa bertentangan dengan pandangan masyarakat masyarakat setempat, terutama terkait adat, sebagian besar umatnya pindah ke agama Katolik. Beberapa tokoh masyarakat Oklip tidak menerima pendekatan pende katan pelayanan GIDI, di antaranya: Agus Kakamut Bidana, Ben Setamanki, Andy Yamhin, Yamhin, Levinus L evinus Uropmabin U ropmabin dan Amos Keletus Yamhin. Yamhin. Mereka Mer eka mengadakan pertemuan demi pertemuan dengan Pdt. Jack Hook, Camat Kiwirok, dan tokoh-tokoh GIDI Kiwirok saat itu untuk memuluskan maksud mereka pindah ke Gereja Katolik. Akhirnya, disepakati antara semua komponen, baik GIDI Kiwirok, Pemerintah Kecamatan Kiwirok, tokoh-tokoh umat GIDI Kiwirok, Pdt. Jack Hook dan tokoh-tokoh masyarakat Oklip untuk beberapa kampung di Oklip bisa pindah ke Gereja Katolik. Karena kesepakatan itu, beberapa tokoh masyarakat Oklip mendatangi Andy Urpon di Abmisibil, selaku Pastor Paroki Bintang Timur Abmisibil agar Gereja Katolik dapat melayani Oklip. Di samping sebagai pimpinan Gereja, Andy Urpon dan mamanya Kasmira Setamanki memiliki hubungan keluarga dengan masyarakat Oklip. Karena itu, mereka
59
Idem.
68 Bab III Sejarah Gereja Katolik di Pegunungan Bintang
berdua mengajak Yan Kasipmabin untuk mengunjungi Oklip. Sebelum ke Oklip, mereka bermalam di rumah keluarga guru Marten Taplo di Kiwirok. Keesokan harinya menuju Oklip dan bermalam di Kampung Kotaip, tepatnya di Oksang aip. Pada tanggal 6-7 Desember 1982, Andy Urpon dan mamanya berada di Kotaip untuk mengadakan survei lokasi pembangunan lapangan terbang. Andy Urpon dibantu Ukol Kasipdana untuk menunjuk dan mengantarkannya dalam survei itu. Selain itu, Andy Urpon menugaskan Yan Kasipmabin dibantu Andy Yamhin berkunjung ke kampung-kampung untuk mendata jumlah penduduk, khususnya penduduk di Kampung Omakasikin, Masikin, Oksemek, Lerkum, Wimding dan Sungkading. Kemudian, pada tanggal 10-11 Desember 1982 kembali diadakan orientasi lokasi lapangan ter bang di hilir Sungai Oklip. Andy Urpon dengan langkah kakinya menghitung panjang lokasi itu, sekitar sepanjang 600 meter. meter. Pada tanggal 12 Desember 1982, Andy Urpon bersama mamanya Kasmira Setamanki didampingi Yan Yan Kasipmabin kembali ke Abmisibil. Sementara itu, tanggal 13-14 Desember 1982, di Kiwirok telah terjadi kesepakatan bersama antara Pdt. Jack Hook, Camat Kiwirok, tokohtokoh GIDI Kiwirok dan tokoh-tokoh masyarakat Oklip untuk wilayah Oklip bisa dilayani Gereja Katolik. Kesepakatan itu dituangkan dalam suatu Surat Pernyataan Bersama. Surat itu diantar ke Andy Urpon di Abmisibil, Pater Huub Swartjes, OFM di Oksibil, dan Mgr. Herman Muninghoff, OFM, Uskup Keuskupan Jayapura di Jayapura. Pada tanggal 5 Juni 1983, Andy Urpon bersama Yan Kasipmabin menjemput David Tepmul dan Leitus Setamanki di Okelwel untuk selanjutnya ke Oklip. Bermula dari Kampung Pelepkon, Andy Urpon menyurati Pater Huub Swartjes, OFM untuk mengirimkan alat-alat ker ja guna membangun lapangan terbang Oklip. Setelah peralatan kerja tiba dari Oksibil, doa syukur diadakan di Pelepkon ditandai dengan
Bab III Sejarah Gereja Katolik di Pegunungan Bintang 69
penyembelihan seekor babi milik mandor Sayuki Uropka untuk memulai pengerjaan lapangan terbang Oklip. Oklip. Dalam waktu yang bersamaan, beberapa orang dikirim ke Oklip, antara lain Hengki Kasipdana, Bernard Sipka untuk memperkuat tenaga pengajar katekis. Kemudian dikirim guru-guru agama Katolik, yaitu Engelbertus Kasipmabin dan Yohanes Yohanes Lobia. Menurut data statistik Paroki Oklip tahun 2005, umat yang sudah dibaptis berjumlah 2.025. Paroki ini memiliki 10 kring, kini bernama komunitas basis (Kombas). Pastor-pastor yang pernah bertugas di Oklip, antara lain: Pastor Huub Zwartjes, OFM (1986), Pastor Kees Van Dijk, OFM, Pastor Bert Hagendoorn, OFM (1997), RD Wilhelmus Sinawil (1997-2002), RD Barnabas Daryana (1980-1987), RD. Petrus Hamsi sebagai pastor paroki (2002-2008). Dilanjutkan oleh RD Yan Aplukol Dou dan kini RD James Kossay. Kossay.60
d.
Stasi Okelwel Pada tahun 1970, di Okelwel (wilayah barat dari Oknangul) ju-
ga dibuka pos pelayanan Gereja Katolik. Para guru katekis (Leitus Setamanki, Yan Kasipmabin, dan David Tepmul) membuka pos pelayanan itu. Untuk memperkuat pos pelayanan tersebut, pada tahun 1972, Pater Huub Swartjes, OFM juga mendatangkan seorang guru katekis baru dari Paniai bernama Urbanus Tatogo. Mereka memulai dengan Sekolah Kecil untuk membimbing anak-anak membaca, menulis, dan berhitung sambil mengajarkan pelajaran Agama Katolik. Anak-anak yang dianggap bisa membaca, menulis, dan berhitung dikirim untuk melanjutkan sekolah kelas 4 ke atas di SD YPPK Abmisibil. Enos Kalakmabin, Ananias Kalakmabin, Vincent Vincent Kalakmabin, dan beberapa orang lain merupakan hasil pertama jebolan SD Kecil Okelwel. SD Kecil itu telah di-inpres-kan sehingga berubah nama menjadi SD Inpres 60
Idem.
70 Bab III Sejarah Gereja Katolik di Pegunungan Bintang
Kotyobakon. Beberapa sarjana hasil jebolan SD Inpres Kotyobakon kini mengabdi sebagai PNS di Pemerintah Daerah Pegunungan Bintang. Juga ada yang terlibat dalam kepengurusan partai politik dan ada juga yang terjun ke dunia wiraswasta.
e.
Stasi Sabin Di wilayah barat dari Abmisibil, pada tahun 1962 di Kampung
Sabin (Distrik Okbab) dibuka pos pelayanan Gereja Katolik oleh katekis asal Keerom, yakni Agustinus Ibee dan Herman Psebo. Sebenarnya pos Sabin merupakan pos tertua di Paroki Bintang Timur Abmisibil. Namun karena masyarakat mencuri barangnya guru katekis, guru-guru katekis menutup Pos Sabin dan pindah ke Abmisibil. Abmisibil. Selain Sabin, juga dibuka pos pelayanan Bumbakon yang kini menjadi Borban. Namun kemudian tahun 1970, GIDI masuk di Borban sehingga sempat terjadi perang saudara antara penganut Katolik dan GIDI di sepanjang Okbab. Borban kemudian dilayani oleh GIDI yang kemudian mengembangkan misi pelayanannya di sepanjang Sungai Okbab bagian barat. Selain itu, tahun 1970 dibuka Pos Aplumding, kemudian pindah ke Okbetel. Di pos pelayanan ini, bertugas dua guru katekis asal Kokonao. Yang satu tidak lama kemudian kembali ke Jayapura sementara yang lainnya bertugas lama di Aplumding. Juga dibuka pos-pos pelayanan Gereja Katolik yang baru, yakni pos pelayanan Bumbakon (kini Epoksikin), pos pelayanan Atembabol, pos pelayanan Okelwel dan pos pelayanan Oksip.
f.
Stasi Aboy Setelah bencana alam akibat gempa bumi dahsyat yang melanda
daerah Pegunungan Bintang, pada tanggal 27 Juni 1976, Pater Piet van der Staap, OFM dan Camat Wiro Watken mengutus Petrus Mumur
Bab III Sejarah Gereja Katolik di Pegunungan Bintang 71
Payumka bersama beberapa orang untuk memantau daerah dataran rendah yang layak dihuni orang di Aboy. Aboy. Hasil pemantauannya dila porkan kepada Camat Watken dan Pater Piet. Setelah mengadakan beberapa kali kunjungan, akhirnya lapangan terbang Aboy dibuka, yang dipimpin langsung oleh Camat Watken. Mumur Payumka memainkan peran penting pada saat itu. Ia berbicara bahasa Ketengban dan mem punyai banyak keluarga Payumka di Aboy sehingga komunkasi menjadi lebih l ebih lancar dan pendekatan dengan masyarakat berjalan lancar karena ada keluarga Payumka yang tinggal di Aboy. Gereja GIDI yang sudah masuk di daerah ini sebelumnya melarang me larang umat makan pinang dan merokok. Karena itu, umat di Aboy sudah beberapa kali meminta melalui Mumur Payumka agar Gereja Katolik bisa masuk di Aboy. Aboy. Melihat antusiasnya umat Aboy Aboy,, pada Pesta Perak 25 tahun masuknya Injil di Paroki Bintang Timur Abmisibil, 5 Juni 1986, umat Aboy diundang untuk menghadirinya. Pada kesempatan itu, beberapa orang dari umat Aboy bertemu Uskup Keuskupan Jayapura, Mgr.. Herman Muningfoff, OFM. Uskup Herman tidak memberikan jaMgr waban atas permintaan mereka pada kesempatan itu. Ia mengatakan akan mempelajarinya setelah mendapat laporan dari Andy Urpon setelah mengunjungi umat Aboy. Aboy. Andy Urpon pada saat itu i tu diberikan kewenangan oleh Uskup Herman untuk melayani Paroki Bintang Timur Abmisibil sebagai pastor paroki non-imam. Pada tanggal 10 Agustus 1986, Pilot Tom Benoit (Alm) mengantar Andy Urpon didampingi Kepala Kampung Abmisibil, Robert Ningdana (alm.) berangkat ke Aboy. Pada saat itu, Camat Wiro Watken sudah memasukkan Aboy ke dalam wilayah administrasi Kampung Abmisibil sehingga semua urusan pemerintahan diatur dalam administrasi Kampung Abmisibil. Kedatangan Andy Urpon dan Roberth Ningdana disambut hangat oleh Kepala Suku besar Walpa Bamu dan Thomas Ilapken Payumka bersama Daniel Matongo, staf Kecamatan Okbibab yang sudah berada
72 Bab III Sejarah Gereja Katolik di Pegunungan Bintang
di Aboy sebelumnya. Sebuah telur ayam hutan diberikan kepada Andy Urpon oleh Kepala Suku Walpa. Pemberian telur ayam kampung ini menjadi simbol penyerahan dusun untuk pengembangan Gereja Katolik di wilayah Aboy. Kemudian pada tanggal 12 Agustus 1986, guru katekis tua Herman Psebo dan seorang perawat bernama Demianus Urpon (Alm) tiba di Aboy untuk orientasi pelayanan kesehatan bagi masyarakat masyarak at Aboy. Aboy. Tahun 1987, terjadi gejolak sosial yang mengganggu keamanan di Kampung Yapil. Peristiwa ini terjadi di saat Kariso menjadi Camat di Kecamatan Okbibab yang juga membawahi wilayah Aboy. Aboy. Keadaan ini berdampak terhadap gagalnya pembangunan gedung SD Inpres Aboy. Daun senknya digunakan Andy Urpon selaku pastor awam di Paroki Bintang Timur Abmisibil untuk membangun sebuah gedung darurat setelah meminta izin kepada Camat Kariso. Gedung darurat itu memiliki dua ruang yang digunakan masing-masing sebagai kapel untuk kegiatan gereja dan ruang lain dimanfaatkan sebagai SD Kecil untuk mengajarkan anak-anak Aboy membaca, membaca, menulis, dan berhitung. Sekitar Mei 1987 gedung itu resmi dipakai. Daud Setamanki, Willem Mimin dan Otto Uropmabin asal Sabin secara sukarela mengajar agama dan membaca, menulis, berhitung kepada anak-anak Aboy. Aboy. Pada tanggal 11 November 1987 terjadi peristiwa pembunuhan Kepala Suku Walpa. Walpa. Peristiwa ini berdampak besar terhadap proses pem bangunan manusia Aboy yang sedang dimulai. Masyarakat yang mulai ditata, yang mulai mengantar anak-anaknya ke sekolah dan mulai terlibat dalam kegiatan Gereja secara mendadak lari ke hutan meninggalkan Aboy.. Melihat keadaan seperti itu, Andy Urpon mengirimkan 5 anak ke Aboy SD YPPK Abmisibil. Abmisibil. Salah satunya adalah Willem Nukaipra yang kini menjadi Kepala Puskesmas Aboy. Lama kemudian setelah terjadi peristiwa pembunuhan itu, terjadi banjir tahunan besar yang juga sangat berdam berdampak pak terhada terhadap p apa yang
Bab III Sejarah Gereja Katolik di Pegunungan Bintang 73
sudah dimulai Gereja Katolik. Lapangan terbang yang sudah dibangun dibangu n di masa pemerintahan Camat Wiro Watken Watken rusak dilanda banjir. Lapangan tersebut sudah tidak layak untuk digunakan lagi. Karena itu, pada tahun 1990, Sr. Agustina, KSFL yang berbasis pelayanan di Oksibil bersama Andy Urpon kembali mengunjungi Aboy untuk survei lokasi baru guna membuka lapangan terbang baru. Akhirnya, lapangan terbang baru dibangun dan digunakan sampai saat ini. Meskipun demikian, lebih dari 10 tahun lamanya aktivitas sekolah belum berjalan secara efektif karena tidak ada tenaga guru. Pada tahun 2002, sekolah kembali dibuka. di buka. Vincent Vincent Kalaka menjadi tenaga sukarela untuk mulai mengajar. Pada saat itu Pastor Paroki Bintang Timur Abmisibil, RD Michael Mote, memberikan bantuan daun senk sehingga mulai dibangun gedung sekolah baru. Seiring berjalannya waktu, terjadi perubahan politik di tingkat nasional yang berdampak terhadap perubahan kebijakan politik pem bangunan daerah. Sementara di tingkat lokal Papua terjadi peningkatan eskalasi politik tuntutan Papua merdeka. Keadaan ini berimbas pada terjadinya pemekaran 13 Daerah Otonomi Baru (DOB) di Provinsi Papua berdasarkan UU No. 26 Tahun 2002. Salah satunya adalah Kabu paten Pegunungan Bintang. Sebagai sebuah kabupaten baru, meskipun ada berbagai kendala dan keterbatasan, Pemerintah Daerah Kabupaten Pegunungan Bintang berupaya keras melaksanakan berbagai kebijakan pembangunan yang dapat dijangkau seluruh masyarakat, ter termasuk masuk masyarakat Aboy. Aboy. Dampaknya, ada desakan masyarakat Aboy Aboy untuk memekarkan wilayahnya menjadi sebuah distrik baru. Pemerintah Pemerintah Daerah baik kalangan eksekutif maupun legislatif Kabupaten Pegunungan Bintang merespon permohonan masyarakat ini secara positif. Aboy kini berstatus Distrik Aboy Aboy,, sebuah wilayah pemerintahan pemerintahan distrik baru yang dimekarkan dari Distrik induk Okbibab.
74 Bab III Sejarah Gereja Katolik di Pegunungan Bintang
Kini Distrik Aboy berbenah diri. Sebuah lapangan terbang baru yang panjang dan besar sedang dibangun di wilayah Distrik Aboy. Aboy. Untuk mengenang jasa Kepala Suku Walpa yang menerima kehadiran peradaban bagi Suku Lepki, Suku Omkai, Suku Kimki dan Suku Yetfa Yetfa yang mendiami sepanjang Kali Sofker Sofker,, lapangan terbang tersebut diberi nama Lapangan Lapanga n Terbang Terbang Walpa Walpa Bamu. Sementara Sementa ra Gedung Gereja KatoKat olik di Aboy diberi nama Gereja Katolik St. Thomas, sekaligus untuk un tuk mengenang nama Kepala Suku Thomas Payumka yang juga bersama ber sama Kepala Suku Walpa menyambut kedatangan Andy Urpon di Tanah Sofker,, simbol kehadiran Gereja Katolik di Tanahnya Sofker Tanahnya Suku Lepki. Suku Omkai, Suku Kimki dan Suku Yetfa.
Bab IV Sejarah GIDI di Pegunungan Bintang
A. Sekilas Sejarah GIDI di Papua Papua Pada abad ke-19, orang Papua secara umum masih menganut agama asli, kecuali beberapa orang di daerah Raja Ampat Ampat dan sekitarnya yang telah menganut ajaran agama Islam akibat pengaruh dari Kerajaan Ternate dan Tidore di Maluku. Awal agama Kristen masuk di Tanah Papua, pertama dirintis oleh para penginjil berkebangsaan Jerman, yaitu Pdt. C.W. Ottow dan Pdt. J.G. Geissler. Mereka adalah hasil didikan Pendeta Gossner dari Jerman, yang kemudian diutus ke Tanah Papua atas kerja samanya dengan Pdt. Heldring dari Negeri Belanda. Pada tahun 1852, mereka tiba di Batavia (Jakarta) menggunakan Kapal yang bernama ABEL TASMAN TASMAN dari pelabuhan Rotterdam Belanda. Karena mereka bukan orang Belanda, mereka lama sekali harus menantikan izin ke Tanah Papua. Pada tahun 1854, mereka berada di Ternate. Setelah memperoleh izin dari Sultan Tidore, mereka mengadakan pelayaran tiga
76 Bab IV Sejarah GIDI di Pegunungan Bintang
minggu dengan sebuah kapal dagang dan mendarat di Pulau Mansinam pada tanggal 5 Februari 1855 dengan mengucapkan doa sulung mereka mereka “ In Gottes Namen Bettraten Wir Das Land ” (artinya: dengan Nama Tuhan kami menginjak tanah ini).61 Untuk mengenang sejarah tersebut setiap tanggal 5 Februari seluruh denominasi gereja di Tanah Papua, Protestan maupun Katolik memperingati Hari Pekabaran Injil di Tanah Tanah Papua sebagai awal peradaban orang Papua. Setelah itu, pada awal dan pertengahan tahun 1900-an para penginjil dari berbagai organisasi gereja, baik Protestan maupun Katolik mulai berdatangan dan membuka pos-pos penginjilan di seluruh pelosok Tanah Papua, termasuk Unevangelised Fields Mission (UFM) dan (UFM) dan Asia Asia Paci fic fic Christian Mission (APCM) dari Australia dan Regions dan Regions Beyond Missionary Union (RBMU) (RBMU) dari dari Amerika, yang merupakan perintis dari Gereja Injili di Indonesia (GIDI). Tiga Tiga penginjil yang merintis GIDI di Tanah Papua adalah Hans Veldhuis, Fred Dawson, dan Russel Bond. 62 Awalnya, mereka mulai merintis pos di Senggi, Kabupaten Keerom, termasuk membuka lapangan terbang pertama pada tahun 1951-1954. Pada tanggal 20 Januari 1955, ketiga misionaris beserta 7 orang pemuda dari Senggi terbang dari Sentani tiba ti ba di Lembah Baliem di Hitigima menggunakan pesawat amfi bi “Sealander”. Lembah Baliem sudah ditempati oleh beberapa organisasi gereja sehingga mereka ber jalan kaki dari Lembah Baliem ke arah barat pegunungan Jayawijaya melalui daerah Piramid. Dari Piramid bertolak menyeberangi Sungai Baliem dan menyusuri Sungai Wodlo Wodlo dan tiba di Ilugwa. Setelah mereka beristirahat, perjalanan dilanjutkan ke arah muara Sungai Ka’liga (Hablifura) dan akhirnya tiba di Danau Archbol pada tanggal 21 Februari 1955.63 61
62 63
Van den End dan J. Weitjen eitjens, s, 1993, Ragi Carita: Sejarah Gereja di Indonesia 2 1860-an .Jakarta: BPK Gunung Mulia. sampai Sekarang .Jakarta: Lih. “Sejarah GIDI”, diakses dari www www.pusatgidi.org .pusatgidi.org pada 24 Januari 2016. Idem.
Bab IV Sejarah GIDI di Pegunungan Bintang 77
Di area Danau Acrhbold untuk pertama kali mereka mendirikan Kamp Injili dan meletakkan dasar teritorial penginjilan dengan dasar Guinea”, visi: “Menyaksikan Kasih Kristus Kepada Segala Suku Nieuw Suku Nieuw Guinea ”, didasarkan pada Kisah Para Rasul 1:8. Dalam tahun itu pula, pada 25 Maret 1955 pesawat jenis JZ-PTB Piper Pacer berhasil mendarat di Danau Archbold. Mereka membuka lapangan terbang di Archbold sambil mengadakan survei pengembangan pelayanan di sekitar Bokondini dan Kelila. Nama Danau Archbold diambil dari nama seorang ahli Zoologi dan dermawan yang mensponsori ekspedisi biologis untuk New Guinea tahun 1907-1976 bernama bernama Richard Archbold.64 Pada Maret 1955, Bert Power dan Ross Bertell tiba di Bokondini. Selain misi UFM, Gesswein dan Widbin bersama Misi ABMS lainnya meninggalkan Kamp Injili Archbol pada tanggal 28 April dan tiba di Bokondini pada tanggal 1 Mei 1955. Di Bokondini membuka lapangan terbang pertama tanggal 5 Juni 1965 dan Pilot Dave Steiger mendaratkan pesawat pertama kali di Bokondini. Sejak itu, secara resmi dibuka Pos UFM dan APCM di Bokondini sebagai basis penginjilan di seluruh pegunungan tengah Papua. Pada 5 Juni 1957, pesawat MAF pertama kali mendarat mend arat di Swart Valley Valley (sekarang (se karang Karubaga Karu baga Wilayah Toli, Toli, ibukota ib ukota Kabupaten Tolikara). Tolikara). Pada Agustus 1958 tiga ti ga orang UFM, yakni Ralph Maynard, Bert Power dan Leon Dillinger, berjalan kaki dari Karubaga menuju ke daerah Yamo membuka lapangan terbang di Mulia. 65 Setelah membuka pos-pos penginjilan, Badan Misi UFM dan APCM melakukan pembaptisan selam pertama di Kelila dan beberapa tempat sebagai cikal bakal jemaat awal dalam sejarah Gereja Injili di Indonesia (GIDI): Kelila (29 Juli 1962), Bokondini (16 September 1962), Karubaka (24 Februari 1963), Kanggime (27 Januari 1963), Mulia (14 Juli 1963), dan Ilu (29 Mei 1963). 66 64 65 66
Idem Idem... Idem. Idem... Idem.
78 Bab IV Sejarah GIDI di Pegunungan Bintang
Gereja pribumi ini semakin bertumbuh dan mengalami kemajuan yang sangat pesat. Karenanya, para pendiri bekerja sama dengan Tiga Badan Misi: APCM, UFM dan RBMU. Mereka bersepakat mendirikan Gereja dengan nama sendiri (terpisah dari gereja-gereja dari luar). Akhirnya, pada tanggal 12 Februari 1963 mereka bersepakat memberi nama Gereja ini pertama kali disebut Gereja Injili Irian Barat (GIIB) sampai 1971 dengan pusat Gereja di Irian Jaya. Pada tahun 1971, nama GIIB diganti dengan GIIJ (Gereja Injili Irian Jaya) sampai 1988, sejalan dengan masa peralihan Irian Barat ke wilayah NKRI di mana nama Irian Barat diganti dengan Irian Jaya. Pada tahun 1988, nama Gereja ini berubah menjadi Gereja Injili di Indonesia (GIDI) sesuai dengan perkembangan dan pertumbuhan Gereja dari Tanah Papua merambah hingga ke pulau-pulau seluruh Nusantara Indonesia. 67 GIDI kini semakin berkembang dan melebarkan sayapnya ke mana-mana. Untuk saat ini, secara keseluruhan terdiri atas 8 wilayah pelayanan di seluruh Indonesia: 61 klasis dan 11 calon klasis. Tidak hanya pelayanan umat di gereja, GIDI juga turut terlibat dalam pelayanan karya-karya sosial dengan membangun pendidikan dan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Misalnya, STAKIN, SAID dan STT GIDI di Sentani. Juga mendirikan Sekolah Alkitab berbahasa daerah (7 sekolah), TK-PAUD (5 sekolah), SMP dan SMU (9 sekolah), yang tersebar di seluruh wilayah GIDI. Di bidang kesehatan terdapat 2 buah rumah sakit mini, yaitu Klinik Kalvari di Wamena dan Rumah Sakit Immanuel di Mulia. 68
67 68
Idem. Idem.
Bab IV Sejarah GIDI di Pegunungan Bintang 79
B. Sejarah GIDI di Pegunungan Bintang Berdasarkan
kajian
litaratur
terhadap
data-data
sekunder,
dapat dikemukakan bahwa pembahasan mengenai sejarah GIDI di Pegunungan Bintang sangat terbatas. Oleh karena itu, ke depan perlu dilakukan eksplorasi sumber-sumber data primer maupun sekunder untuk menulis sejarah GIDI di Pegunungan Bintang karena referensi yang ada tidak mengungkap pelaku-pelaku sejarah sebagai pahlawan pahlawan pembangunan iman i man di daerah ini. Dalam penulisan sejarah, pemuatan pelaku sejarah merupakan suatu penghormatan atas jasa jasanya. Jika tidak, para pelaku sejarah sejarah semakin terlupakan terlupakan seiring perperkembangan waktu oleh generasi masa kini dan mendatang. Beberapa dokumen mengungkapkan bahwa sejarah GIDI di Pegunungan Bintang dimulai oleh para penginjil dari Unevangelised Fields Mission (UFM) (UFM) tiba tiba di Oksibil menggunakan transportasi udara melalui lapangan terbang Oksibil yang sudah dibangun sejak 1 Januari 1958. Pos yang dibuka di Oksibil ini awalnya untuk keperluan penyelidikan ilmiah dengan membentuk Yayasan Stichting Expeditie Nederlands–NieuwGuinea, lebih khusus misi ekspedisi Sterrengebergte (Pegunungan Bintang).. Sebelum ada ekspedisi, pembukaan pos pemerintahan atauBintang) pun lapangan terbang di Oksibil, masyarakat sekitar hanya sebentar bersentuhan dengan tim ekspedisi berkebangsaan Eropa tahun 19381939, yaitu Ir. P.F. de Groot dan M.G.M. Bartels dari perusahaan pertambangan NV pertambangan NV Mijnbouw Maatschappij Maatschappij Nederlands-Nieuw-Guinea. Nederlands-Nieuw-Guinea. Pada waktu itu, mereka mengadakan ekspedisi ke daerah hulu Sungai Digoel, mengunjungi Lembah Sibil, namun tidak sampai membuka pos, dan lain-lain.69 Unevangelized Field Mission (UFM) (UFM) menetap di Oksibil sejak 1960. Ada dua penginjil, yaitu: J. Greenfield dan M. Heyblom. Mereka 69
Schoorl, J.W J.W.. (Pim), 2011, 2011, Belanda Belanda di Irian Jaya ...
80 Bab IV Sejarah GIDI di Pegunungan Bintang
hanya aktif di tempat yang belum mengenal Injil. Orang yang bertobat dibiarkan memilih menjadi anggota lingkungan gereja yang mana. Kebutuhan penginjil itu sehari-hari dikirim oleh Missionary Aviation Fellowship (MAF), Fellowship (MAF), organisasi yang beranggota mantan pilot angkatan perang yang terlatih baik dengan menggunakan pesawat Cessna.70 Selain mereka, Mr. Audi Lockhard dari Bokondini melalui Wamena tiba di Oksibil bersama dua pengikut dari Bokondini. Sejak itu Mr. Audi Lockhard bersama pengikutnya melakukan survei di wilayah Oknangul, dalam proses survei beberapa kali ia kembali ke Oksibil. Namun tidak berlangs berlangsung ung lama. Pada Juni 1961, para peng penginjil injil dari Unevangelized Field Mission Mission (UFM) melakukan perundingan dengan misionaris Fransiskan, Pater Adolf Herman Mous guna membagi Wilayah Pekabaran Injil/Alkitab. Kedua pihak sepakat sehingga penginjil dari UFM mulai fokus ke arah utara, sementara misionaris Fransiskan memperkuat basis di wilayah Oksibil. Dengan Deng an demikian, mulai tanggal 1 Januari 1961, Audi Lockhard mulai menetap dan melakukan penginjilan di wilayah Oknangul (sekarang Kiwi) dan dibantu diban tu oleh pemuda setempat, yakni Kotan Taplo dan Manim Hiktaop. Sambil melakukan penginjilan, mereka membuka lapangan terbang yang bisa didarati pesawat jenis Cessna. Proses pengerjaan lapangan terbang Kiwi selesai dalam 3 bulan (September 1961) dan 30 Desember 1961 didarati pesawat jenis Cessna. Pembukaan lapangan di Kiwi ini merupakan pangkalan utama pos pekabaran Injil wilayah Pegunungan Bintang. Semua pinginjil yang menyebar ke seluruh pelosok Pegunungan Bintang lebih banyak melalui pos pelayanan di Kiwi, termasuk akses transportasi dari Jayapura ke Pegunungan Bintang untuk kepentingan pekabaran Injil. Beberapa tahun kemudian disusul beberapa penginjil datang ke Kiwi. Mereka adalah Mr. Dilingger, Mr. Dave Coll dan Mr. Manner. Mereka mulai memperkuat basis penginjilan dan terus melakukan 70
Idem.
Bab IV Sejarah GIDI di Pegunungan Bintang 81
penginjilan ke arah barat Kiwi, yakni Okbab, Borme, Nalca, Puldama, Emdomen, dan sekitarnya.71 Misi penginjilan ini dibantu oleh penginjil dari Paci fic fic Christian Mission (APCM) dan para penginjil lokal dari Kelila dan Bokondini. Baptisan pertama cara selam wilayah Pegunungan Bintang dilakukan di Hihiabakon, Kiwi tahun 1968 oleh penginjil Audy Lockhard terhadap peserta 9 orang penduduk setempat sebagai awal pembangunan Jemaat GIDI Pegunungan Bintang. Sebelumnya Audy Lockhard melakukan penginjilan ke wilayah timur dari Oknangul, tepatnya di Distrik Okyob pada tahun 1966. Ia dibantu oleh 2 pemuda, yaitu Aipunok Kalakamabin dan Hekweng Kalakmabin. Kemudian tahun yang sama ia melakukan penginjilan ke wilayah Barat, Okhiika dan Oktenang, tepatnya di Bitipokbakon, Tumbiakabakon Tumbiakabakon dan Tuplumpom. Penginjilan di daerah ini dibantu oleh pemuda lokal, yakni Darius Mimin, Mapumbiiki dan Mapumkiwoki. Selanjutnya survei ke arah barat lagi yang didiami oleh suku Ketengban, yakni Okbab, Yapil, Borme, Omban, dan sekitarnya. Pada tahun 1970 daerah ini diperkuat oleh penginjil dari Christian and Missionary Alliance (CAMA) Alliance (CAMA) dengan membuka membu ka pos di Yapil, Yapil, Okbab Okb ab dan di Omban pada tahun 1972. Pos Okbab diperkuat lagi oleh Zending oleh Zending dari UFM tahun 1973. Sementara pada tahun yang sama, 1970-1973 Jack Hook dari Kiwi melakukan survei bagian utara, didampingi oleh Yosep Daniel Dan iel Tepmul, Tepmul, Mapumki Map umki Woki, Woki, dan Etilko Taplo. Setelah survei balik ke Kiwi. Pos penginjilan di Batom mulai dilakukan penginjilan pada tahun1973 dibantu oleh ol eh Tomi Tomi Hiktaop, Boas Murib, Yakob Yakob Taplo Taplo dan beberapa pemuda. Pada tahun 1974, para penginjil mengadakan survei dan membuka pos di daerah Bime dan tahun 1976-1977 membuka pos penginjilan di Eipomek. Sebelumnya masyarakat Eipomek pernah kontak dengan 71
Pagawak, Rony, 2007, Sejarah Masuk dan Lahirnya Gereja Injil di Indonesia, Indonesia, Wamena: Lembaga P3 GIDI Wilayah Bogo.
82 Bab IV Sejarah GIDI di Pegunungan Bintang
dunia luar; tepatnya pada tahun 1959 dilakukan ekspedisi Pierre Gaisseau dari selatan ke pantai utara Papua. Kebetulan orang-orang yang melakukan ekspedisi melintasi wilayah Eipomek sehingga sempat kontak dengan penduduk setempat. Pada bulan Juni 1974, para peneliti dari Jerman melintasi pegunungan, sungai, hutan lebat hingga tiba di Eipomek. Mereka melakukan penelitian interdisipliner yang diprakarsai oleh Gerd Koch dan Klaus Helfrich dari Museum Für Museum Für Völkerkunde di Berlin dan didanai oleh Deutsche Forschungsgemeinschaft.72 Dengan penelitian ini, sejumlah peralatan benda-benda warisan budaya suku Mek didokumentasi di Berlin. Terkait hal ini pemerintah Pegunungan Bintang beberapa kali berkunjung ke Jerman, dan pihak Jerman bersedia mendukung pembangunan Pegunungan Bintang, khususnya bidang pariwisata budaya. Setelah pos penginjilan dibuka di Bime dan Eipomek, tahun 1976, terjadi musibah gempa bumi dahsyat yang menewaskan ratusan penduduk. Waktu itu akses informasi, komunikasi dan transportasi tidak sepesat sekarang sehingga belum dipastikan berapa jumlah korban musibah ini, namun berdasarkan sejumlah saksi bahwa korban diperkirakan ratusan mendekati seribu orang. Pada tahun 1978-1979 penginjil lokal, Darius Uopmabin membuka pos penginjilan bagian selatan yang didiami suku Kambom. Kambom. Pada tahun 1982, Jack Hook beserta pemuda lokal dari Kiwirok membuka lapangan terbang di daerah Mot, yang didiami Suku Murkim. Kemudian wilayah Mot, Bias, dan sekitarnya dilakukan penginjilan tetap pada tahun 1992 oleh Jack Hook Ho ok bersama Darius Dari us Mimin, Yosua Yosua Mimin dan d an Gad Tepmul. Tepmul. Mereka juga melakukan survei dan membuka lapangan terbang dan pos pelayanan di Bias, Suku Jefta tahun 1982 dan membuka lapangan terbang pada tahun 1996. 72
Lih. “Reactions to cultural change: Among the Eipo in the Highlands of West-New Guinea”, diakses dari https://civilisations.revues.org pada 24 Januari 2016.
Bab IV Sejarah GIDI di Pegunungan Bintang 83
Pada Tahun 1989 penginjilan mulai dirintis di wilayah lembah Kower (bagian barat dari Oksibil) dan di Singsingbuk tahun 1993 oleh penginjil Nong Tepmul. Pada tahun 2003 dilakukan survei di wilayah Korowai dan Kosi Bungkus. Hasil surveinya membuahkan hasil akhir mulai tahun 2008. Di bawah pimpinan Yokno Yokno Almenius Mimin dibuka pos penginjilan di daerah ini. Buah-buah roh yang ditanam di Tanah Aplim Apom ini tumbuh subur di seluruh polosok Pegunungan Bintang, ditandai dengan banyaknya banyak nya penduduk yang memeluk agama Protestan (GIDI). Kurang lebih 70% dari total jumlah j umlah penduduk Pegunungan Bintang merupakan jemaat GIDI. Menurut data statistik tahun 2015 yang dikeluarkan Kantor Kementerian Agama Kabupaten Pegunungan Bintang, jumlah tempat peribadatan agama protestan 179 buah dan jumlah rohaniwan 519 orang; sedangkan Katolik memiliki 22 buah tempat ibadah dan 26 orang rohaniwan. Dari data-data ini menunjukkan betapa suburnya buah-buah roh yang ditanam oleh perintis GIDI di Tanah Aplim Apom. Hingga tahun 2015 GIDI di Tanah Aplim Apom sebagai wilayah pelayanan sendiri yang dipimpin oleh seorang Kordinator Wilayah (Korwil), dan memiliki 5 klasis definitif, yaitu: Klasis Kiwirok, Klasis Borme, Klasis Okhiika, Klasis Bime dan Klasis Okbab. Setiap klasis kini ditempati minimal 4 gembala daerah. Untuk mendukung pelayanan, GIDI wilayah Pegunungan Bintang memiliki beberapa sekolah, yaitu Sekolah Alkitab Alkitab GIDI Imanuel Ngalum Okhiika dan Sekolah Alkitab GIDI Imanuel Ketengban, tepatnya di Klasis Borme. Selain kedua sekolah tersebut, di Oksibil dan Kiwirok sudah mulai dirintis perguruan tinggi GIDI. Hal ini akan mendorong peningkatan pelayanan masyarakat nantinya.
Bab V Sejarah GJRP di Papua
G
ereja Jemaat Reformasi Papua (GJRP) adalah salah satu Gereja Protestan yang menjalankan misi penginjilan dan pelayanan
kemanusiaan di Papua. Gereja ini tumbuh, berkembang dan menyebar di wilayah otoritas Suku Yali, Kabupaten Yalimo; Suku Mek dan Suku UKAM (Una, Kopkaka, Momuna) di daerah Kabupaten Yahukimo, serta Suku Una dan Suku Arimtab di Kabupaten Pegunungan Bintang. GJRP tidak begitu akrab bagi kebanyakan orang Papua, khususnya masyarakat Pegunungan Bintang. Hal ini karena secara kuantitas umat atau Jemaat GJRP tidak sebanyak Gereja Injili di Indonesia (GIDI) dan Gereja Katolik yang sudah terlebih dahulu menjalankan misi pelayanannya di Pegunungan Bintang. Jemaat GJRP di Pegunungan Bintang terpusat di Distrik Alimsom dan Distrik Awimbon. Jumlah pemeluk GJRP di Pegunungan Bintang belum diketahui secara pas pasti. ti. Namun karena dua distrik tersebut mayoritas mengikuti GJRP, GJRP, jumlah jemaatnya bisa diketahui berdasarkan jumlah penduduk yang dikeluarkan Badan Pusat Statistika (BPS) Kabupaten Pegunungan Bintang. Menurut BPS Kabupaten Pegunungan Bintang yang terangkum dalam da lam buku Pegunungan buku Pegunungan Bintang dalam Angka Tahun 2015, 2015, jumlah penduduk
86 Bab V Sejarah GJRP di Papua
Distrik Alemsom sebanyak 2.169 jiwa dan Distrik Awimbon Awimbon sebanyak 562 jiwa. Berdasarkan data tersebut, jumlah jemaat GJRP di Kabupaten Pegunungan Bintang diperkirakan mencapai 3.000 jiwa pada tahun 2015. Data ini perlu dicek lagi dengan data internal GJRP tentang jumlah jemaatnya. Perpaduan data jumlah penganut GJRP di Kabupaten Pegunungan Bintang antara BPS dan internal GJRP diperlukan agar data tersebut dapat digunakan, baik untuk kepentingan internal int ernal gereja maupun sebagai bahan dasar kajian dan pengambilan kebijakan pembangunan daerah oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Pegunungan Bintang. Gereja Jemaat Reformasi Papua (GJRP) merupakan embrio dari Zending Gereforme Gereformeerde erde Gemeenten Gemeenten (ZGG) dari Belanda. Gereja ini termasuk anggota Gereja Reformasi. Dalam bahasa Belanda disebut Gereformeerd atau atau Hervormd, Hervormd, yang merupakan denominasi Gereja Kristen Protestan yang mengikuti teologi teologi Calvinisme Calvinisme (sebuah sistem teologis dan pendekatan kehidupan Kristen yang menekankan kedaulatan pemerintahan Allah atas segala sesuatu). Menurut sebuah survei tahun 1999 ada 746 denominasi Hervormd di seluruh dunia, salah satunya adalah Gereja Jemaat Reformasi Papua.73
Kronologis Sejarah Gereja Jemaat Reformasi Papua (GJRP) Kronologis sejarah dihimpun dari situs resmi ZGG di Belanda. Karya ZGG dimulai dengan misi pelayanan untuk pengungsi asal Armenia. Ketika itu dibentuklah sebuah panitia yang dikomandani oleh D.J. Benjamin pada tahun 1908. Setelah itu Mr. D.P. Polder pada tahun 1950 mengusulkan perlu ada misi pelayanan. Usulan itu diterima dan misi mulai dilakukan di Oosterkerk (Gereja Reformasi) di kota Utrecht Belanda. Kemudian ZGG merencanakan untuk melakukan misi pelayanan di beberapa beberapa negara negara di luar Belanda, yakni Papua Papua (Indonesia), (Indonesia), Nigeria, Afrika Selatan, Ekuador dan Alabania. 73
Lih. “Gereja Reformed”, diakses dari www www.id.wikipedia.org .id.wikipedia.org pada 20 Desember 2015.
Bab V Sejarah GJRP di Papua 87
Misionaris pertama dikirim ke Tanah Papua pada tahun 1962. Kemudian dikirim misionaris kedua ke Igede, Nigeria pada tahun 1963. Misionaris ketiga dikirim di Afrika Selatan pada tahun 1973. Selanjutnya ZGG mengirimkan misionarisnya ke Albania tahun 1994 setelah jatuhnya komunisme dan misionaris kelima dikirim ke Ekuador tahun 1995.74 Dalam sejarah misi penginjilan ZGG, Papua tercatat sebagai daerah misi pertama. Pendeta Gerrit Kuijt, yang kini terkenal sebagai tokoh perintis GJRP di Tanah Papua menjadi misionaris pertama.75 Gerrit Kuijt dibesarkan di Kota Katwijk, Belanda. Ia menyelesaikan pendidikan kependetaan di Sekolah Teologi Gereja Reformasi di Rotterdam. Pada 15 Februari 1962, Gerrit Kuijt berangkat dari Rotterdam menggunakan kapal “Orange”, untuk misi penginjilan di Tanah Papua.76 T Tepat epat pada pad a 28 Oktober 1963, Pdt. Gerrit bersama rombongan dari Wolo tiba di Kali Bion, Lembah Abenaho (wilayah Kabupaten Yalimo Yalimo sekarang). Pendeta Gerrit Kuijt bersama keluarganya diterima dengan salam khas “wa, wa, wa” oleh orang Suku Yali Yali sebagai ungkapan selamat datang. Ungkapan ini menunjukkan bahwa mereka diterima secara terhormat, walaupun orang Yali tidak mengenal para penginjil sebelumnya. Peristiwa ini menunjukkan campur tangan Tuhan dalam misi Penginjilan ini. Hari pertama, Gerrit Kuijt bersama rombongannya rombongannya bermalam di honai honai milik milik Anggenma Nekwek. Setelah beberapa waktu di sana, beberapa orang suku Yali menerima Injil, di antaranya Hogfan Nekwek, Sabonwarek Nekwek, Kaharima Dabi, Helanma Helanma Wandik Wandik dan Hohol Wandik. Wandik.77 Sambil melakukan pekerjaan penginjilan, Gerrit Kuijt bersama masyarakat membangun lapangan terbang. Lapangan itu selesai diker jakan pada tahun 1964 dan didarati oleh pesawat MAF jenis Cessna. Karena ada lapangan terbang ini, para misionaris dimudahkan untuk 74 75 76 77
Lih. “Uit de geschiedenis van ZGG”, diakses dari www www.zgg.nl .zgg.nl pada 20 Desember 2015. Idem. Lih. “Profil Gerrit Kuijt”, diakses dari www www.nl.wikipedia.org .nl.wikipedia.org pada 20 Desember 2015. Lih. “Panti “Panti Asuhan Elisa - Maju Maju Walau Terbatas”, diakses dari www.m www.majalahlani.com ajalahlani.com pada 20 Desember 2015.
88 Bab V Sejarah GJRP di Papua
mengakses meng akses pengiriman kebutuhannya dari dan ke luar daerah ini. Pada tahun 1967 Pos Penginjilan di Landikma dibuka secara resmi. Pos ini dibantu oleh beberapa pemuda setempat yang telah dipersiapkan se belumnya untuk memudahkan pelayanan. Pada tahun 1968, dibuka Sekolah Alkitab di Abenaho dengan tujuan menyiapkan para gembala lokal untuk membantu pekabaran Injil ke beberapa daerah yang belum mendapat sentuhan penginjilan. Pada Juli 1969, keluarga Fahner tiba di Pass Valley atau Abenaho. Kehadiran keluarga Fahner membawa semangat baru sekaligus menghilangkan kesepian keluarga Kuijt. Fahner adalah seorang ahli bahasa. Ia dikirim ke Papua untuk menerjemahkan Alkitab dalam bahasa daerah sehingga setelah tiba ia langsung mulai dengan menerjemahkan Alkitab dalam bahasa Yali. Pada tahun yang sama Sekolah Dasar (SD) dibuka di Abenaho dan dilakukan pembaptisan pertama terhadap 96 orang dewasa dewasa dan 51 anak-anak.78 Pada tahun 1970, tibalah dua perawat dari Belanda: Merry Van Moolenbroek dan Jannie Hofland. Mereka membuka sebuah poliklinik di Landikma. Kedatangan mereka sangat berarti dalam pelayanan kesehatan. Banyak pesien tertolong. Pada tahun 1971, datanglah tenaga teknik dan penerjemah Alkitab, yakni Looijen dan Louwerse. Pada tahun itu ZGG melebarkan sayap pelayanan dan penginjilannya dengan membuka pos penginjilan baru di wilayah Nipsan.79 Pada tahun 1973, terjadi baptisan pertama di Landikma dan dibuka pos baru di Langda pada tanggal 12 Juni 1973. Untuk pembukaan pos ini, Pendeta Kuijt bersama Louwerse dan empat puluh tenaga kerja dari Pass Valley Valley atau Abenaho datang ke Langda. Setelah itu Kuijt kembali ke Pass Valley Valley dan di Langda ditempati oleh Louwese. Selama setahun Louwese membuat lapangan terbang, membangun sebuah gedung serba guna, termasuk ruang polikliknik dan juga dibangun sebuah rumah sederhana untuk keluarga Louwerse sendiri.80 78 79
80
Idem. Kranendonk. B.W., B.W., dan A.F A.F.. van Toor (diterjemahkan oleh Barry van der Schoot, 2007). Jejak seorang pekabar Injil di Papua, Gerrit Kuijt . Jakarta BPK Gunung Mulia Idem.
Bab V Sejarah GJRP di Papua 89
Pada tahun 1974 keluarga Pendeta Vreugdenhil diutus ke Tanah Papua. Pada tahun tersebut dibuka Sekolah Alkitab di Landikma, dan Pos Nipsan sementara ditutup karena para penginjil di Nipsan dibunuh oleh masyarakat setempat, tepatnya pada 11 Mei 1974. Mereka adalah Imbad, Obed, Stafanus, Abraham, Mandi, dan pembantu Kuijt. Sebelumnya pada waktu cuti di Pass Valley, Mandi mengatakan bahwa dia siap melayani Nipsan. Ketika teman-temannya menasihati bahwa daerah Nipsan sangat berbahaya, ia mengatakan, “Kalau saya terbunuh, pasti hidup saya akan diserahkan Tuhan sebagai korban persembahan yang menyenangkan hati Tuhan.” Jawabannya itu sangat menghibur hati Pendeta Kuijt, meskipun di balik itu ada berbagai pertanyaan yang berkecamuk di benak Kuijt.81 Pada tahun 1975 dibuka Sekolah Dasar di Langda, sambil dilakukan survei di wilayah Bomela. Setelah beberapa kali melakukan kontak dengan masyarakat setempat, Louwerse meminta Kuijt untuk membuka Pos di Bomela pada tahun 1976 karena dia seorang perintis yang mem punyai banyak pengalaman membuka pelayanan di daerah yang belum pernah terjangkau Injil. Pendeta Kuijt pun setuju dan anggota Tim Zending lain bersedia membantunya. Louwerse mengusahakan pembangunan sebuah rumah sederhana sederhana di Bomela. Untuk itu, tugasnya adalah meratakan tanah lokasi pembangunan rumah, sedangkan Looijen dan Pendeta Vreugdenhil Vreugdenhil dan beberapa orang dari Langda berjalan kaki ke Bomela dan membangun rumah sederhana kamar tiga, cukup untuk keluarga Kuijt. Sejak awal, hubungan orang Bomela dengan Pendeta Kuijt cukup baik. Keramahan itu mungkin dipengaruhi oleh sikap kepala suku Yuan yang sejak pertemuan awal menawarkan kerja sama dan kesediaan untuk menjalin persahabatan. Seperti yang dilakukan di pos-pos sebelumnya, Pendeta Kuijt memulai dengan membuat sebuah lapangan terbang di Bomela yang dibantu oleh beberapa orang dari Landikma. Setelah delapan setengah bulan bekerja keras, akhirnya pilot 81
Idem.
90 Bab V Sejarah GJRP di Papua
Bob Breuker berhasil mendaratkan pesawatnya di Bomela pada 3 Mei 1977. Pada tahun 1975, terjadi gempa bumi yang dahsyat sepanjang Pegunungan Tengah yang telah menewaskan ribuan jiwa. Di wilayah Pegunungan Bintang terjadi gempa setelah pos penginjilan dibuka di Bime dan Eipomek. Sementara itu, Alkitab Perjanjian Baru berbahasa Yali yang diterjemahkan oleh Fahner, tercetak dan digunakan oleh masyarakat setempat.82 Pada tahun 1978, pos di Nipsan dibuka kembali. Selama Pendeta Kuijt berada di Pos Bomela, seringkali pikirannya melayang ke Nipsan. Kuijt yakin bahwa orang Nipsan pada suatu hari akan menerima Injil dan mengakui Allah. Untuk itu, Pendeta Kuijt berdoa setiap hari untuk warga Nipsan. Berkat doa dan keberaniannya, Kuijt, Sabonwarek, tujuh belas orang Kosarek dan beberapa orang dari Piramid Piramid Wamena Wamena dengan berbagai cara akhirnya membuka kembali Pos Nipsan. Upaya yang dilakukan ini tidak semudah semudah membalikkan telapak tangan. Dibutuhkan berbagai strategi dan langkah untuk mengambil hati orang Nipsan. Akhirnya, doa seorang hamba Tuhan (Kuijt) terkabul. Pada tahun itu, sembilan jemaat didirikan di Landikma, dipimpin oleh enam penginjil dari Suku Dani. Pada tahun itu juga, baptisan pertama dilakukan di Langda.83 Para penginjil melakukan survei di daerah Sumtamon (wilayah pemerintahan Distrik Alimsom Kabupaten Pegunungan Pegunungan Bintang) tahun 1977-1978. Setahun kemudian, tepat pada tanggal 9 April 1979 pos penginjilan di Sumtamon dibuka. Penginjil yang merintis wilayah ini lebih banyak dari Langda, di antaranya: Nyonyo Nabyal, Karba Nabyal, Yonas Balyo, Yusak Balyo, Leo Nabyal, Mianyi Balyo dan Nikodemus Balyo. Baptisan pertama di wilayah ini adalah Kinon Alya, Hotongner Alya dan Kwaningner Kipka. Pada tahun 1979, tercatat juga 8 jemaat didirikan di Abenaho dan Sekolah Alkitab baru didirikan di Landikma yang diikuti oleh 82 83
Idem. Idem.
Bab V Sejarah GJRP di Papua 91
tujuh puluh mahasiswa. Datang juga seorang Zuster bernama Hermien Tuinier dari Belanda. Dua tahun kemudiaan, pada tahun 1981 angkatan pertama sekolah Alkitab di Landikma tamat. Sementara masyarakat di Nipsan, yang awalnya menolak orang asing masuk di daerah mereka, disadarkan melalui kuasa Firman Tuhan sehingga mereka membakar seluruh peralatan tradisional yang mengandung unsur-unsur gaib. Selain itu, untuk mendukung pengembangan sumber daya manusia di bidang pendidikan nonformal, datanglah keluarga Janse dari Negeri Belanda. Selain itu, juga ada penambahan seorang pilot asal Amerika untuk membantu penginjilan, yaitu Pilot Meeuwse, dan Kapita Selekta dari penerjemahan Alkitab dalam bahasa Una dibuat. Tahun 1982 dilakukan pembakaran alat-alat tradisional yang mengandung gaib (alat-alat berhala) di Lembah Bo (Ikmok). Pos penginjilan waktu itu ada di Seramong, yang dibuka pada Oktober 1979 atas perintah Kuijt. Kurang lebih ada empat orang pinginjil yang didatangkan untuk pelayanan di Lembah Bo. Pada tahun itu, para misionaris ZGG dan penginjil lokal melakukan banyak hal, yakni: menyelenggarakan ujian terhadap sejumlah gembala pertama yang siap diterjunkan untuk pelayanan di setiap pos penginjilan, melakukan pembaptisan perdana di pos penginjilan Bomela dan Sumtamon, dibuat Kapita Selekta dari penerjemahan Alkitab Perjanjian Lama bahasa Yali, dan dibentuklah sebuah yayasan pendidikan bernama Yayasan Kristen Pelayanan Masyarakat Indonesia (YAKPESMI), dengan tujuan membangun sumber daya manusia putra-putri dari wilayah pelayanan ZGG. Pada tahun 1983, orang dari suku Yali Yali memulai tradisi baru dengan menguburkan jenazah orang meninggal. Sebelumnya, orang suku Yali juga sama seperti Suku Dani, mempunyai tradisi pembakaran jenazah, menguburkan abu jenazah dan menghanyutkan abu jenazah ke sungai. Namun, dengan adanya para misionaris, masyarakat setempat mulai menguburkan jenazah. Pada tahun ini pula, keluarga Jan Lock tiba di
92 Bab V Sejarah GJRP di Papua
Tanah Papua untuk bekerja di bidang pertanian. Menjelang akhir tahun 1983 terjadi bencana kekurangan pangan akibat kekeringan dan kemarau panjang. Terhitung dari Oktober-Desem Oktober-Desember ber 1983, di Desa Nipsan Kecamatan Kurima (Kabupaten Jayawijaya sebelum pemekaran), 36 orang tewas sedangkan 5.000 orang terancam rawan pangan waktu itu.84 Pada tahun itu dilakukan pembaptisan di Sumtamon atas 25 orang: 15 laki-laki dan 10 perempuan. Buah-buah roh yang ditanam oleh para misionaris ZGG mulai kelihatan hasilnya. Pada 25 Juni 1984, Sidang Sinode pertama dilakukan di Abenaho dan mendirikan Gereja Jemaat Protestan di Irian Jaya (GJPI) sebagai bentuk nasionalisasi gereja. Sepanjang tahun 1984 sampai dengan awal 2000-an nama gereja sering diubah-ubah, namun berdasarkan sidang Sinode AM di Abenaho pada tahun 2012 ditetapkan menjadi Gereja Jemaat Reformasi Papua (GJRP). Setelah mendirikan GJPI tahun 1984, mulailah perintisan misi di bagian Seradala. Selanjutnya, pada tahun 1985 terjadi kontak pertama para misionaris dengan orang di wilayah Samboga. Kemudian menyusul tahun berikutnya GJRP memulai misi penginjilan di wilayah Lelambo. Sementara itu, misi penginjilan di wilayah Una mulai berkembang. Pada tahun 1987, tibalah Dick Kroneman dengan tujuan melakukan penelitian. Ia juga melakukan penerjemahan Alkitab ke dalam bahasa Una. Salah satu judul penelitiannya adalah “Aman dalam Perlindungan Tuhan: Penelitian Eksegetis, Sosiologis, dan Misiologis Mengenai Perlindungan Allah Terhadap Terhadap Kuasa-Kuasa Gelap Menurut Mazmur 91 dan Menurut Pandangan Masyarakat Una di Papua”. 85 Selanjutnya, Keluarga Ten Hove bergabung. Semula mereka mengajar di sekolah internasional, tetapi selanjutnya mulai membantu mengembangkan sumber daya manusia melalui pendidikan formal untuk anak-anak dari wilayah penginjilan. Setahun kemudian di daerah-daerah 84
85
Lih. “Kelaparan di Irja: Depsos Depsos Segera Kirim Bahan Makanan”, diakses dari www www.library. .library. ohiou.edu pada 28 Desember 2015. Lih. “Profil Dick Kroneman, Ph.D”, diakses dari http://www.sil.org pada 28 Desember 2015.
Bab V Sejarah GJRP di Papua 93
baru yang telah dilakukan kontak atau pendekatan dengan masyarakat, yakni Samboga dan Lelambo, dibuka dan dilakukan baptisan pertama di daerah Nipsan. Sebelum melakukan pembaptisan, banyak di antara mereka yang sungguh-sungguh mengakui dosa dan dengan menangis menyesali perbuatannya. Pada tahun 1989, Alie Buijert, seorang tenaga medis, didatangkan untuk membantu pelayanan kesehatan di wilayah penginjilan. Setahun kemudian menurut pantauan para misionaris, kegiatan di Seradala semakin bertambah dan meningkat, pertanda kuasa Tuhan bekerja untuk menumbuhkan iman masyarakat setempat. Pada tahun 1990 juga para penginjil melakukan kontak atau hubungan pertama dengan orang Awimbon, arah selatan Oksibil. Kemudian untuk memudahkan pelayanan penginjilan di wilayah penginjilan, didatangkan seorang pilot muda, bernama Van Wingerden. Wingerden. Sementara di Pass Valley Valley,, tibalah Van Kranenburg untuk bekerja sebagai tenaga pengajar sekolah alkitab dan Zuster M. Altena tiba dan bekerja di Sumtamon. Penginjilan di daerah ini dibantu oleh sejumlah penginjil dari Suku Dani dan beberapa penginjil dari Langda. Pada tahun 1991, secara resmi para penginjil membuka pos di Awimbon sehingga pelayanan penginjilan di daerah ini bertumbuh dan berkembang ke beberapa kampung, yakni Awimbon, Awimbon, Kawe, Mikir, Nanum dan dan Yelobib. Tahun berikutnya keluarga Van Der Maas tiba dari Belanda. Ia datang untuk membantu pembinaan jemaat dan penginjilan. Pada tahun itu pula, kantor administrasi GJRP dibuka di Jayapura. Pada tahun 1993 keluarga Stock datang untuk membantu bidang pertanian, sambil bekerja di administrasi GJRP. GJRP. Dilakukan pula baptisan pertama di Lelambo dan Ikmok. Penginjilan di Lelambo dimulai tahun 1984, sedangkan penginjilan di Ikmok, tempat dimana pernah dilakukan pembakaran alat tradisional yang mengandung gaib (alatalat berhala) dimulai tahun 1982. Setahun kemudian Sinode GJRP
94 Bab V Sejarah GJRP di Papua
membentuk Komisi Pekabaran Injil dan Pembinaan Jemaat. Pada saat itulah pengindonesiaan semakin kuat. Kemudian pada waktu itu pelayanan bidang kesehatan masih kurang sehingga didatangkan Zuster A. Vader sebagai tenaga program kebidanan. Pada tahun 1995, baptisan pertama dilakukan di Ilugwa, wilayah Kurulu. Dulu daerah ini sering berperang dengan Suku Wolo atau Ndomeli. Saat Kuijt tiba di daerah ini, perang suku sedang terjadi. Namun tidak terjadi apapun terhadap Kuijt. Malah ia diterima dengan ramah, bahkan disediakan honai honai untuk untuk mereka tidur. Daerah inilah yang pernah diklaim oleh oleh zending zending UFM UFM sebagai daerah penginjilannya. Pada tahun 1995, juga dilakukan peresmian gedung Gereja GJRP di Wamena Wamena dan A. Van Well tiba di Tanah Papua. Ia datang untuk membantu pertanian dan pembangunan daerah. Tahun berikutnya Majelis Jemaat diteguhkan di daerah Nipsan dan Ny. Ny. Alinda Paul mulai dengan literasi di daerah Nipsan. Sementara itu, Ny. A. Methorst bekerja sebagai tenaga kesehatan dan pembinaan kaum ibu-ibu. Pada tahun 1997, GJRP dan Nederland dan Nederland Reformed Congreg Congregations ations (NRC ) melakukan penandatanganan kontrak kerja sama. NRC adalah konggregasi reformasi dari Belanda yang turut berperan dalam penginjilan di wilayah UNA, seperti di Bomela, Langda, Sumtamon dan sekitarnya. Pada tahun 1997, dilaksanakan peresmian kantor GJRP baru di Wamena dan dilaksanakan pembaptisan pertama di Bari dan Samboga. Pada tahun 1998, dilakukan revisi terhadap tata tertib GJRP yang memuat tentang ketentuan-ketentuan yang bersifat mengikat setiap komponen baik pihak administrasi, penginjil, pendeta, maupun umat agar seluruh aktivitas organisasi GJRP berjalan dengan tertib. Pada tahun tersebut, juga diterbitkan majalah Yosia Yosia.. Pada tahun 1999-2000, dilakukan beberapa kegiatan dalam hal penginjilan: pembakaran alatalat berhala di Lukun, misi penginjilan mulai dirintis di Burukmakot, dan dilakukan baptisan pertama di Seradala (tahun 2000).
Bab V Sejarah GJRP di Papua 95
Buah-buah roh yang ditanam di poros pulau Tanah Papua ini kini tumbuh dan berkembang. Sekarang terdapat 1 (satu) Sinode AM, 2 (dua) Sinode wilayah, yakni Sinode Wilayah YAMEWA dan Sinode Wilayah UKAM. Kemudian ada 6 (enam) Klasis dan 15 (lima belas) Wilayah Wilayah Pos Penginjilan, yakni Klasis yakni Klasis Abenaho Abenaho (Abenaho, (Abenaho, Landikma, Jemaat Heben Haezer Wamena Wamena dan Jemaat Maranatha Maranat ha Elelim), Klasis Elelim), Klasis Nipsan Nipsan (Nipsan, (Nipsan, Lelambo dan Jemaat Filadelfi Jayapura dan Petra Sentani dan pos-pos lain), Klasis lain), Klasis Bomela (Bomela, Bomela (Bomela, Samboga dan Jemaat Maranatha Dekai), Klasis Langda (Langda dan Seradala), Klasis Sumtamon Sumtamon (Sumtamon/ (Sumtamon/ Alimsom, Awimbon dan Jemaat Eklesia Oksibil). Wilayah pelayanan tersebut di atas terdapat di Kabupaten Yalimo, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Mamberamo Tengah, Tengah, Kota Jayapura, dan Kabupaten Jayapura. Di tahun 2000-an ini, GJRP semakin semakin kokoh dan mandiri se sehingga hingga tongkat estafet kepemimpinan Pdt. Gerrit yang telah tiada pada 2002 dilanjutkan oleh Pdt. Ongga Yare, Pdt. Habel Mabel, Pdt. Yen Kombo, Pdt. Pieter Piet er Wabdaron, Wabdaron, Pdt. Matas Kepno, dan da n Pdt. Sabon Sabo n Warek Warek Wande. Wande. 86 Selain misi mis i penginjilan pengin jilan atau at au pembangunan pembangu nan gereja, gereja , Yayasan Yayasan YAKPESMI YAKPESMI telah mendorong pembangunan sumber daya manusia Papua melalui pendidikan formal, yakni: telah mendirikan Taman Kanak-Kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) berpola asrama di Wamena dan Kabupaten Yahukimo, serta pengembangan Sekolah Menengah Atas (SMA). Sedangkan Yayasan Pendidikan Reformasi Papua (YPRP) telah mendirikan STT Reformasi di Wamena dan Sekolah Menengah Teologi Kristen (SMTK) di Abenaho. Selain itu, untuk menunjang pendidikan bagi pelajar dan mahasiswa dari wilayah pelayanan GJRP, telah dibangun asrama permanen di Wamena dan Jayapura, yaitu asrama putra Gerrit Kuijt, asrama putri Hanadan, asrama putri Ruth dan asrama putra Elisa. Dengan menerapkan 86
Lih. “Panti Asuhan Elisa - Maju Walau Terbatas” ...
96 Bab V Sejarah GJRP di Papua
pendidikan berpola asrama, kini telah muncul intelektual-intelektual muda Papua yang potensial, tanda bahwa Gereja ini lebih berhasil dalam menyiapkan sumber daya manusia Papua. Untuk itu, perlu ada perhatian dari pemerintah terhadap program-program pelayanan, pem bangunan dan kesejahteraan dari GJRP maupun YAKPESMI agar anakanak ini semakin diberdayakan melalui proses pendidikan. Di ibu kota Kabupaten Pegunungan Bintang, anggota GJRP dari kalangan pelajar, masyarakat masyarakat umum dan PNS di Oksibil semakin banyak. Oleh karena itu, telah dibentuk sebuah Jemaat pada tahun 2014-2015. Pembentukan Jemaat itu dilakukan oleh Pdt. Nebius Maling, S.Th. dan meneguhkan beberapa orang sebagai Badan Majelis Jemaat, sekaligus dilakukan sakramen perjamuan kudus. Upaya mendirikan Gereja ini didukung oleh Bapak Andi Balyo, S.PAK. Ia adalah putra daerah asli Langda, hasil dan kader binaan langsung dari GJRP. Ia dikenal sebagai perintis di kursi legislatif Kabupaten Pegunungan Bintang dari anggota Gereja Jemaat Reformasi Papua (GJRP) sekaligus sebagai perintis pembangunan gereja gereja di Oksibil dengan nama Jemaat “Eklesia” Oksibil. Kontribusi GJRP dan YAKPESMI bagi Kabupaten Pegunungan Bintang telah mulai tampak sejak awal kabupaten ini hadir. Beberapa tokoh intelektual muncul, yakni: Andi Balyo, S.PAK S.PAK (DPRD Pegunungan Bintang selama tiga t iga periode), Alm. Esap Aruman, Aruman, S.E., M.M. (Kepala Distrik Weime). Weime). Juga ada intelektual muda lain, seperti: Kalep Alimdam (Kepala Distrik Alimsom), Akmin Kisamlu (PNS di Kementerian Sosial RI), Yan Balyo (Dosen UNIPA). Sejumlah intelektual muda ini menjadi cermin keberhasilan karya sosial yang diemban GJRP melalui lembaga pendidikan YAKPESMI di Tanah Papua sehingga apresiasi dan dukungan perlu dilakukan oleh seluruh pemangku kepentingan agar organisasi ini lebih eksis dan dapat memberikan manfaat yang lebih besar dalam proses pembangunan ke depan.
Daftar Pustaka
-----, “Dengan Iman dan Hati Saya Bangun Pegunungan Bintang”. Bintang” . Majalah Oknews edisi Perdana Mei 2015, hlm. 8-14. -----, “Gereja Reformed”, diakses dari www.id.wikipedia.org pada 20 Desember 2015. -----, “Kabupaten Pegunungan Bintang”, diakses dari www www.moslemwiki. .moslemwiki. com pada 23 Januari 2016. -----, “Kelaparan di Irja: Depsos Segera Kirim Bahan Makanan”, diakses dari www.library.ohiou.edu pada 28 Desember 2015. -----, “Panti Asuhan Elisa - Maju Walau Terbatas”, diakses dari www. majalahlani.com pada 20 Desember 2015. -----, “Profil Dick Kroneman, Ph.D”, diakses dari http://www.sil.org pada 28 Desember 2015. -----, “Profil Gerrit Kuijt”, diakses dari www.nl.wikipedia.org pada 20 Desember 2015. -----, “Profil Paroki Se-Keuskupan Jayapura”, diakses dari http:// keuskupanjayapura.com pada 24 Juni 2014. -----, “Ratu Juliana dari Belanda”, dipublikasikan Desember 2004 di yulian.firdaus.or rdaus.or.id, .id, diakses pada 23 Agustus 2013.
98 Daftar Pustaka
-----, “Reactions to cultural change: Among the Eipo in the Highlands of West-New West-New Guinea”, diakses dari https://civilisations.revues.org pada 24 Januari 2016. -----, “Revitalisasi Ap Iwol, Langka Membangun Identitas Diri”. Diri” . Majalah Oknews edisi perdana Mei, hlm. 43. -------, 1999, Sejarah Gereja Katolik di Irian Selatan, Selatan, Keuskupan Agung Merauke -----, “Sejarah GIDI”, diakses dari www.pusatgidi.org pada 24 Januari 2016. -----, “Sejarah Masuknya Misi Katolik di Daerah Okbibab”. Dokumen pribadi Andi Urpon. Dibacakan dalam Perayaan Pesta Perak (25 tahun) Gereja Katolik di Abmisibil, Pegunungan Bintang Tahun 1987. -----, “Sekilas Mengenal mengenai Mandala”, dipublikasikan Desember 2011 di www.ruangkumemajangkarya.wordpress.com, diakses pada 23 Agustus 2013. -----, “Star Mountains”, diakses dari www.papua-insects.nl pada 24 Agustus 2015. -----, “Sterrengebergte”, diakses dari http://www.npogeschiedenis.nl pada 24 Agustus 2015. -----, “Sterrengebergte-expeditie”, “Sterrengebergte-expeditie”, diakses dari https://nl.wikipedia.org/ pada 24 Agustus 2015. -----, “Tahun Rahmat Tuhan Sudah Datang”, Majalah Oknews Oknews edisi edisi II Juli 2015, hlm. 38. -----, “Uit de geschiedenis van ZGG”, diakses dari www.zgg.nl www.zgg.nl pada 20 Desember 2015. Alan Healey, 1964, The Ok Language Family in New Guinea. Guinea . Canberra: Australian National University University.. 271pp. Andersen, Øystein Lund, 2007, The Lepki People of Sogber River, New Guinea.. Jayapura: Cenderawasih University. Guinea University.
Daftar Pustaka 99
F. Hasto Rosariyanto, Rosariya nto, SJ. (ed), Berce (ed), Bercermin rmin Pada Wajah-W ajah-Wajah ajah Keuskupan Gereja Gere ja Katolik Indonesia, Yogyakarta: Kanisius, 2011. Hylkema, S, 1974, Mannen 1974, Mannen in hetdradgnet; Mens-en were wereldbeeld ldbeeld van de Nalum (Sterren-gebergte), (Sterren-gebergte), The Hague: Nijhoff. Jan Sloot, 2009, Fransiskan 2009, Fransiskan Masuk Papua Papua.. Jilid I: Periode Pemerintahan Belanda 1937-1962 1937-1962.. Jayapura: Kustodi Fransiskus Duta Damai Papua. Kranendonk. Kranendo nk. B.W B .W.. dan A.F. van Toor, Toor, 2007, Jejak 2007, Jejak seorang pekabar Injil di Papua, Gerrit Kuijt , diterjemahkan oleh Barry van der Schoot Jakarta: BPK Gunung Mulia. Kurniawan, Aan, 2012. Etnik Ngalum: Distrik Oksibil Kabupaten Pegunungan Bintang, Provinsi Papua (Seri: Etnogra fi fi Kesehatan Kesehatan Ibu dan Anak). Anak). Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI Moeis, Syarif, 2010, “Konsep Ruang Dalam Kehidupan Orang Kanekes (Studi Tentang Penggunaan Ruang Dalam Kehidupan Komunitas Baduy Desa Kenekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak Banten)”. Banten)”. Makalah Makalah.. Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Pendidikan Indonesia Bandung. Pagawak, Rony, 2007, Sejarah Masuk dan Lahirnya Gereja Injil di Indonesia,, Wamena, Lembaga P3 GIDI Wilayah Bogo. Indonesia Schoorl, J.W. (Pim), 2011, Belanda di Irian Jaya (Amtenar di Masa Penuh Gejolak 1945-1962). 1945-1962). Jakarta: Penerbit Garba Budaya. Urpon, Apolonaris, 2008, “Saya Pemimpin Karena Saya Kaya (Studi Tentang Kepemimpinan Tradisional Suku Ngalum dan Perubahannya di Pegunungan Bintang-Papua). Thesis Thesis Magister Antropologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Yogyakarta.
100 Daftar Pustaka
Van den End dan J. Weitjens, 1993, Ragi Carita: Sejarah Gere Gereja ja di Indonesia 2 1860-an sampai Sekarang . Jakarta: BPK Gunung Mulia. Wurm, S.A. (editor), 1977, ( first published 1975). New Guinea Area Languages and Language Study Study.. Volume 1: Papuan Languages and the New Guinea Linguistic Scene, Paci fic fic Linguistics, Research School of Paci fi ficc and Asian Studies, Studies, Australian National University,, Canberra (out of print). University
Biodata Penulis
Data Pribadi
Nama
: Melkior Nikolar Ngalumsine Sitokdana, Sitokdana, S.Kom., M.Eng
Tempat, Tanggal Lahir : Abmisib Abmisibil, il, 18 Mei 1987 Jenis Kelamin
: Laki-Laki
Agama
: Katolik
Kewarganegaraan Kewarganega raan
: Indonesia
Alamat
: Purisatya Blok IV No. 17, Salatiga
Handphone
: 081229553542
102 Biodata Penulis
Latar Belakang Pendidikan Formal
1995 – 2001
: SD YPPK Abmisibil Kabupaten Pegunungan Bintang Papua
2001 – 2004
: SMP N Okbibab Kabupaten Pegunungan Bintang Papua
2004 – 2007
: SMA YPPK Asisi Sentani Jayapura
2007 – 2012
: Jurusan Teknologi Informasi, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga
2013 – 2015
: Pascasarjana Teknik Elektro, Universitas Gadjah Mada, Yogyakar Yogyakarta ta
Non-Formal
2008
: Kursus Operator Komputer Bisnis di Stekom PAT Salatiga
2009
: Kursus Desain Komputer Grafis di Stekom PAT Salatiga
2010
: Pelatihan Jurnalistik di Bernas Yogyakarta
2011
: Kursus Administrator Jaringan Satya Bina Bangsa Salatiga
2012
: Kursus Pemograman Visual di Stekom PAT Salatig Salatigaa
Dan masih banyak pelatihan dan kursus yang diikuti Pengalaman Berorganisasi
2009-2011
: Sekjen Komunitas Mahasiswa Pelajar Pegunungan Bintang Se-Jawa, Bali, dan Sulawesi
2009
: Pendiri Media Mahasiswa Pegunungan Bintang: Komapo News (Online (Online dan dan Cetak)
Biodata Penulis 103
2011
: Ketua Panitia Seminar Nasional Kerja Sama Pemerintah Kabupaten Raja Ampat dan Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga
2012-2015
: Pembina Mahasiswa Pegunungan Bintang
Penghargaan
2009
: Juara I Pidato dan Sebagai Peserta Terbaik Latihan Dasar Kepemimpinan Mahasiswa Papua Diselenggarakan Yayasan Binterbusih Semarang
2011
: Juara II Sebagai Peserta Terbaik Latihan Kepemimpinan Tingkat Lanjut Mahasiswa Papua Diselenggarakan Yayasan Binterbusih Semarang
Karya Ilmiah dan Kegiatan Sosial
1.
Pemakalah Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Multimedia (SEMNAS TEKNOMEDIA) STMIK Amikom Yogyakarta tahun 2015, dengan judul makalah “Rencana Strategis Pengembangan e-Government Pemerintah Provinsi Papua”.
2.
Pemakalah Seminar Nasional Teknolologi Informasi dan Komunikasi (SENTIKA) Universitas Atmajaya Yogyakarta Yogyakarta tahun 2015, dengan judul makalah “Digitalisasi Kebudayaan di Indonesia”.
3.
Publikasi jurnal di Universitas Atmajaya Yogyakarta tahun 2015, dengan judul tulisan “Evaluasi Implementasi e-Government pada Situs Web Pemerintah Kota Surabaya, Kota Medan, Kota Banjarmasin, Kota Makassar dan Kota Jayapura”.
4.
Publikasi jurnal di Universitas Kristen Maranatha Bandung tahun 2016, dengan judul tulisan “Strategi Pembangunan e-Culture di Indonesia”.
5.
Membangun
website:: website
www.komapo.org,
www.knpipegbintang.com (of fl ine), ine),
www.himppar.com,
www.ngapdonpapua.
104 Biodata Penulis
com (of fl ine), ine), www.imppetang.com, www.oksnews.com, www. ngalumtourism.com Buku
1.
Strategi Pembangunan Pemerintahan Berbasis Elektronik (Sebuah Langkah untuk Mewujudkan Papua Bangkit, Mandiri dan Sejahtera)
2.
Sejarah Nama Papua & Asal Usul Manusianya: Dari Penemuan ke Peradaban, Dari Gereja ke Politik.
Pengalaman Kerja -
Staf Laboratorium Komputer Fakultas Teknologi Informasi Univ. Kristen Satya Wacana, tahun 2009.
-
Pendamping mahasiswa Papua di Yayasan Yayasan Binterbusih Semarang 2012 hingga sekarang.
-
Staf pengajar (dosen) tetap di Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga 2015 hingga sekarang.