3
21
Sejarah Munculnya Aliran Asy'ariyah Dan Maturidiyah
Dosen Pengampu : Dr. M. Razali, Lc. MA
Disusun Oleh :
Lia Noviyanti (0309172049)
Mutiara Sari Lubis (0309172083)
Wahyu Ramadhani (0309173131)
KELOMPOK 10
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUMATERA UTARA
2017
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan ke hadirat Allah Swt atas segala berkah dan rahmatNya yang telah diberikan, sehingga kami mampu menyelesaikan tugas makalah dengan judul "Sejarah Munculnya Aliran Asy'ariyah Dan Maturidiyah" . Tak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. M. Razali, Lc. MA dosen pengampu mata kuliah Theologi Islam.
Kami berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca. Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna dan masih banyak kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran sangat kami nantikan. Agar pembuatan makalah selanjutnya kami akan lebih baik lagi . Terimakasih.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 4
1.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Tujuan 4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Aliran Asy'ariyah
2.1.1 Latar Belakang Kemunculan Asy'ariyah 5
2.1.2 Doktrin-Doktrin aliran Asy'ariyah 9
2.1.3 Dampak Aliran Asy'ariyah 16
2.2 Aliran Maturidiyah
2.2.1 Latar Belakang Kemunculan Maturidiyah 16
2.2.2 Doktrin-Doktrin Aliran Maturidiyah 18
2.2.3 Dampak Aliran Maturidiyah 21
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan 22
Daftar Pustaka
BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kajian terhadap teologi Asy'ariyah dan Maturidiyah disini tidak dimaksudkan untuk meninggalan aspek-aspek positif dalam teologi Asy'ariyah dan Maturidiyah dari praktek keagamaan umat Islam seluruhnya atau sebagiannya, namun yang diinginkan dalam wacana ini adalah mencoba mengkaji kebenaran dan keabsahan konsepteologi ini sebagai landasan berfikir dan beramal umat Islam di masa kini.
Maturidiyah adalah merujuk kepada sekumpulan pengikut yang menuruti pemikiran al-Maturidi. Kebanyakan ulama Maturidiyah pula terdiri daripada para pengikut aliran fiqh al-Hanafiyyah. Ini karena pada umumnya, aliran pemikiran Maturidiyah berkembang di kawasan aliran al-Hanafiyyah. Bagaimana pun, mereka tidaklah sekuat para pengikut aliran Asy'ariyah.
Munculnya berbagai golongan aliran pemikiran islam setelah wafatnya Rasullulah saw Terdapat bebebrapa faktor yang menjadi penyebab munculnya berbagai golongan dengan segala pemikirannya. Di antaranya adalah faktor politik. Salah satu alirannnya yaitu aliran asy'ariyah dan maturidiyah. Antara golongan-golongan tersebut memiliki pemikiran-pemikiran yang berbeda antara satu dengan yang lainnya
Rumusan Masalah
1. Apa itu aliran asy'ariyah dan maturidiyah ?
2. Bagaimana latar belakang aliran asy'ariyah dan maturidiyah ?
3. Bagaimana pengaruh negatif aliran asy'ariyah dan maturidiyah ?
1.3 Tujuan
1. Agar para pembaca mengetahui bagaimana latar belakang masuknya aliran
Asy'ariyah dan Maturidiyah.
2. Agar mengetahui bagaimana pengaruh negatif aliran asy'ariyah dan maturidiyah.
3. Supaya para pembaca mengetahui bagaimana pengaruh aliran asy'ariyah dan
Maturidiyah.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Aliran Asy'ariyah
2.1.1 Latar Belakang Kemunculan Asy'ariyah
Ajaran-ajaran asy'ariyah dapat diketahui dari kitab-kitab yang dituliskannya menyusul keluarnya dari mutazilah terutama dari kitab Al-luma'fi ar raddi'ala ahli az-zaighi wa al-bida'(kecemerlangan tentang penolakan terhadap penganut penyimpangan dan bid'ah), dan kitab Al-ibanah'an ushul ad-Diyanah(uraian tentang prinsip-prinsip agama).
Asy'ariyah adalah aliran yang berasal dari nama seorang yang berperan penting, yakni pendirinya aliran Asy'ariyah yaitu Hasan Ali bin Ismail al Asy'ari keturunan dari Abu Musa al Asy'ary. Menurut beberapa riwayat, al Asy'ari lahir di Bashrah pada tahun 260H/875M. Setelah berusia 40 tahun beliau hijrah ke kota Baghdad dan wafat disana pada tahun 324H/935M. Menurut Ibn 'Asakir, ayah al-asy'ari adalah seorang yang berpaham ahlusunnah dan ahli hadis. Sebelum belia wafat, beliau berwasiat kepada seorang sahabatnya yang bernama Zakarian bin Yahya As-Saji agar mendidik al-Asy'ari. Oleh sebab itu aliran ini dinisbahkan dari nama pendirinya atau pelopornya yaitu Hasan Ali bin Ismail al Asy'ari. Ibunya menikah lagi dengan seorang tokoh Mu'tazilah yang bernama Abu 'Ali Al-Jubba'i.
Setelah pernikahan ibunya bersama seorang tokoh Mu,tazilah. Ayah tirinya al-Asy'ari kemudian mendidiknya hingga beliau menjadi seorang tokoh Mu,tazilah. Beliau sering menggantikan ayah tirinya dalam perdebatan menentang lawan-lawan Mu,tazilah. Selain berguru kepada ayah tirinya, beliau juga berguru kepada ulama lain tentang hadist, fiqh, tafsir, dan bahasa seperti kepada Al-Saji, Abu Khalifah al Jumhi, Sahal ibn Nuh, Muhammad Ya'kub, Abdur Rahman ibn Khilafah dan lain-lain. Demikian juga beliau belajar fiqh Syafi'I kepada seseorang ahli fiqh yaitu Abu Ishaqal Maruzi seorang tokoh Mu,tazilah di bashrah.
Al-Asy'ari menganut faham Mu'tazilah hanya sampai berusia 40 tahun.Setelah itu,secara tiba-tiba beliau mengumumkan dihadapan jamaah masjid Bashrah bahwa dirinya telah meninggalkan faham Mu'tazilah dan menunjukan keburukan-keburukannya. Pada hari jum'at beliau naik ke mimbar masjid Bashrah dan menyatakan secara resmi keluar dari aliran
Mu'tazilah dengan pidato" Wahai sekalian manusia, barang siapa mengenalku sungguh dia telah mengenalku.Barang siapa mengenalku maka aku mengenalnya sendiri. Aku adalah fulan bin fulan, dahulu aku berpendapat bahwa Al-Qur'an adalah makhluk, bahwa sesungguhnya Allah tidak melihat dengan mata, bahwa perbuatan–perbuatan jelek aku sendiri yang memperbuatnya. Aku bertaubat dan menolak faham-faham Mu'tazilah dan keluar daripadanya."Para ahli sepakat al-Asy'ari keluar dari Mu'tazilah tepat pada bulan Ramadhan tahun 280H/912 atau 300H/915.
Imam Abu Hasan Al Asy'ari setelah keluar merumuskan ajaran-ajarannya kembali berdasarkan manhaj salafuh saleh, dengan mendasarkan kepada nash Al-qur'an dan Hadist, tetapi menerangkan dengan menggunakan metode scholatis yang rasional sebatas memperkuat dan menjelaskan pemahaman nash. Ternyata rumusan-rumusan ajaran beliau diterima oleh mayoritas umat islam.
Harun Nasution menyebutkan bahwa lahirnya aliran ini dianggap sebagai tonggak kemenangan ahluhsunnah wal jamaah adalah sebagai reaksi atas munculnya aliran Mu'tazilah yang tidak banyak berpegang pada sunnah atau tradisi nabi Muhammad sehingga aliran ini mendapat dukungan masyarakat yang sangat minor.
Seorang pengikut al-Asy'ari yaitu Ibn Asakir menjelaskan bahwa selama kamu belajar ilmu kalam kepada AL-Jubbai, dia seringkali mengajukan beberapa pertanyaan kepada guru dan ayah tirinya tidak ada yang memuaskan dirinya. Akibatnya ia selalu berada dalam kebingungan tentang keyakinan yang dipegangnya. Ditengah kebingungan yang melanda Al-Asy'ari, seperti cerita Ibn Asakir pernah berkata " Dalam benakku terdapat sesuatu yang ganjil, kemudian saya shalat dua rakaat dan memohon kepada Allah untuk ditunjukkan kejalan yang benar, kemudian saya tidur dan mimpi bertemu Nabi, saya mengadukan kegundahanku kepada beliau kemudian beliau bersabda 'tetaplah kau berpegang teguh pada sunnahku' kemudian saya terjaga dan seketika saya memelajari persoalan kalam yang terdapat dalam Al-qur'an dan hadis dan saya mengabaikan persoalan-persoalan yang lain".
Ada dua faktor yang menjadi penyebab keluarnya Asy'ari dari aliran Mu'tazilah. Pertama faktor subyektif, yaitu pengakuan Al- Asy'ari telah bermimpi bertemu dengan Rasulullah SAW, sebanyak tiga kali, yaitu pada malam ke-10, malam ke-20, malam ke-30 bulan Ramadhan.Dalam tiga mimpinya itu Rasulullah memperingatkannya agar meninggalkan faham Mu'tazilah dan membela faham yang telah diriwayatkan dari beliau.
Menurut Ahmad Mahmud Subhi perasaan syak dalam diri al Asy'ari yang kemudian mendorongnya untuk meninggalkan faham Mu'tazilah ialah karena al Asy'ari menganut madzhab Syafi'i.yang konsep teologinya berlainan dengan ajaran-ajaran Mu'tazilah. Sebagaiman dalam pernyataan al Syafi'i bahwa Al-qur'an adalah tidak diciptakan tetapi bersifat qadim dan Tuhan dapat dilihat diakhirat nanti.
Disamping itu Asy'ari melihat adanya perpecahan dikalangan kaum muslimin yang dapat melemahkan mereka, kalau tidak segera diakhiri. Dan ia sangat khawatir, kalau Al-qur'an dan hadist-hadist nabi menjadi korban faham-faham aliran Mu'tazilah yang menurut pendapatnya itu tidak dibenarkan karena didasarkan atas pemujaan akal pikiran.
Dan Asy'ari menerima Ilmu Kalam bukan cuma dalam pembicaraan dan perdebatan, melainkan juga dengan menulis berbagai buku, ada yang menyebutkan kira-kira 90 buah buku karangan yang berkaitan dengan ilmu kalam, tapi yang paling penting terkenal dikatakan oleh A. Hanafi MA ada tiga yaitu :
Maqalat al Islamiyyin (pendapat golongan-golongan islam), yaitu kita yang pertama kali dikarang tentang kepercayaan golongan islam dan merupakan sumber terpenting karena ketelitian dan kejujuran pengarangnya. Kitab ini dibagi tiga, pertama berisi pendapat bermacam-macam golongan islam, kedua tentang pendiri ahli hadist dan sunnah, dan ketiga tentang bermacam-macam persoalan ilmu kalam.
Al-Ibanah 'an Ushul Addiyanah (keterangan tentang dasar-dasar agama). Kitab ini menguraikan kepercayaan ahli sunnah dengan pujian Ahmad bin Hanbal dan menyebutkan kebaikan-kebaikannya.
Alluma' (sorotan) isinya untuk membantah lawan-lawannya dalam persoalan ilmu kalam.
Salah satu hasil rumusan Imam Abu al-Hasan al-Asy'ari dalam bidang akidah, yang diikuti oleh umumnya kaum muslimin yang bermazhab al-Syafi'i adalah " sifat dua puluh" dasar pemikiran adanya rumusan "sifat dua puluh" bagi Allah adalah pemikiran filsafat Yunani tentang wujud. Dalam filsafat Yunani, seperti terlihat pada pemikiran Ibn Sina, wujud itu terbagi tiga, wajib al-wujud, mukmin al-wujud, dan mustabil al-wujud yaitu wujud yang wajib, wujud yang mungkin dan wujud mustahil. Wujud Allah merupakan wujud yang wajib atau wajib al-wujud .karena wujud Allah itu wajib, maka sifat Allah pun wajib sebab, dalam pandangan ahlu sunnah, sifat dan zat merupakan dua entitas yang tidak dapat dipisahkan. Menurut Imam abu al-Hasan al-Asy'ari sifat yang wajib pada Allah itu ada dua puluh sifat, seperti umum yang diyakini oleh kaum muslimin di Indonesia.
Al-Asy'ari merumuskan pandangan teologinya dalam al-Luma' fi ar-Radd ala ahl az-Ziyag wa al-Bida'.Bekal dalam menjawab orang-orang yang menyimpang dan melakukan bidah.Dalam usaha positif beliau mengambil jalan tengah antara mempertahankan kepercayaan dan penggunaan akal dalam memahami masalah ke Tuhanan.Sikap sintesis ini sangat besar pengaruhnya dan menyebabkan kaum muslimin tidak mengetahui benturan-benturan yang berarti dengan kemajuan-kemajuan dan penemuan-penemuan modern.Sikap kaum Mu'tazilah yang mengkultuskan akal dapat dinetralisir dalam Asy'ariyah.
Tetapi bagaimanapun al-Asy'ari meninggalkan paham Mu'tazilah seketika golongan ini sedang berada dalam fase kemunduran dan kelemahan.Setelah al-Mutawakkil membatalkan putusan al-Ma'mun tentang penerimaan aliran Mu'tazilah sebagai mazhab Negara, kedudukan kaum Mu'tazilah mulai menurun, apalgi setelah al-Mutawakkil menunjukkan sikap dan penghormatan terhadap diri Ibn Hanbal, lawan Mu'tazilah terbesar waktu itu.
Dalam suasana demikianlah al- Asy'ari keluar dari golongan Mu'tazilah dan menyusun teologi baru yang sesuai dengan aliran orang yang berpegang kuat pada hadist. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan kemajuan aliran Asy'ariyah dan cepat mendapatkan simpati dikalangan kaum muslimin pada waktu itu antara lain :
Mempunyai tokoh-tokoh kenamaan yang dapat mengkonstruksikan ajaran-ajarannya atas dasar filsafat metafisika.
Kaum muslimin pada waktu itu telah bosan menghadapi dan mendengar diskusi atau perdebatan-perdebatan pada perbedaan pendapat pertentangan persoalan al-Qur'an khususnya yang dicetuskan oleh aliran Mu'tazilah, sehingga menyebabkan tidak simpatinya terhadap aliran tersebut.
Al-Asy'ari doktrin-doktrinnya yang dikeluarkan mengambil jalan tengah antara golongan rasional dan golongan tekstualis, dan ternyata jalan tersebut dapat diterima oleh mayoritas kaum muslimin.
Sejak masa khalifah Al-Mutawakkil (Bani Abassiyah) pada tahun 848 M, khalifah membatalkan pemakaian aliran Mu'tazilah sebagai mazhab Negara, sehingga kaum muslimin pun tidak mau menganut aliran yang telah dibatalkan (ditinggalkan) oleh khalifah, beralih kepada aliran Asy'ariyah yang didukung oleh khalifah.
Formulasi pemikiran Asy'ari, secara esensial menampilkan sebuah upaya sintesis antara formulasi ortodoks ekstrem pada satu sisi dan Mu'tazilah pada sisi lain. Dari segi etosnya pergerakan tersebut memiliki semangat ortodoks.Aktualitas formulasinya jelas menampakkan sifat yang reaksionis terhadap Mu'tazilah, sebuah reaksi yang tidak bisa 100 % menghindarinya. Corak pemikiran yang sintesis ini, menurut Watt dipengaruhi teologi Kullabiah (teologi sunni yang dipelopori Ibn Kullab).
2.1.2 Doktrin-Doktrin Asy'ariyah
Adapun pemikiran atau doktrin-doktrin dari aliran Asy'ariyah adalah sebagai berikut :
Tuhan dan sifat-sifat-Nya
Mengesahkan Allah adalah wajib, namun perbedaan pendapat tentang sifat-sifat Allah tidak dapat dihindarkan.Sebagai penentang Mu'tazilah, sudah tentu imam Asy'ariyah berpendapat bahwa tuhan mempunyai sifat.Menurut beliau, mustahil tuhan mengetahui dengan dzat-Nya karena dengan demikian dzat-Nya adalah pengetahuan dan tuhan sendiri adalah pengetahuan.
Tuhan bukan pengetahuan ('ilm) tetapi yang mengetahui ('alim).Tuhan mengetahui dengan pengetahuan dan pengetahuan-Nya bukanlah dzat-Nya. Demikian pula dengan sifat-sifat yang lain, seperti sifat hidup, berkuasa, mendengar dan melihat Al-Asy'ari menjelaskan bahwa sifat-sifat tuhan itu bukan sesuatu yang lain yang berada diluar dzat Tuhan, melainkan sesuatu yang inheran ada dalam zat. Rumusan Al-Asy'ari sebagai berikut :
معنى انالله عا لم ان له علما ومعنى انه قادر ان له قدرة ومعنى انه حيان له حياة
" Pengertian Allah itu zat yang mengetahui adalah bahwa ilmu itu ada bagi Allah,….,…"
إن أسمأ الله و صفا ته لذا ته لا هي غيره وإنها قا ئمة با لله
" Sesungguhnya asma dan sifat-sifat Allah itu ada pada zat-Nya, sifat dan asma itu juga tidak lepas dari Allah. Bukan sesuatu yang lain yang berada diluar Allah."
Dalam rumusan tersebut, rumusan yang diberikan oleh Al-Asy'ari membuat kita bisa mengibaratkannya dengan seorang laki-laki, katakanlah si A. Wujud si A hanya satu, sendiri,tetapi ia memiliki sifat-sifat dan juga perbuatan-perbuatan, akan tetapi sifat-sifat itu bukanlah wujud dari si A.
Pengkiyasan bsemacam ini tidak bisa diartikan sebagi pemersamakan antara tuhan dengan manusia, melainkan harus difahami sebagai sesuatu metode yang agak dekat bisa diterima secara rasio dalam menjelaskan tentang sifat dan zat Tuhan. Asy-Ari'yah sebagai aliran tradisonal yang memberikan daya kecil kepada akal juga menolak faham-faham Tuhan mempunyai sifat jasmani dipandang sama dengan sifat jasmani manusia.
Hal ini tidak boleh ditakwilkan dan harus diterima sebagaimana makna harfiahnya.Oleh sebab itu, Tuhan dalam pandangan Asy'ari mempunyai mata, wajah, tangan serta bersemayam disinggasana. Namun semua itu la yukayyaf wa la yuhadd (tanpa diketahui bagaimana cara dan batasnya).
Kebebasan dalam berkehendak (free-will)
Manusia memiliki kemampuan untuk memilih dan menentukan serta mengaktualisasikan perbuatannya.Al-Asy'ari mengambil pendapat menengah diantara dua pendapat yang eksterem, yaitu Jabariah yang fatalistic dan menganut paham pra-determinisme semata-mata.Dan Mu'tazilah yang menganut paham kebebasan mutlak dan berpendapat bahwa manusia menciptakan perbuatannya sendiri.
Aliran Asy'ariyah memandang manusia itu lemah.Dalam hal ini kaum Asy'ariyah lebih dekat kepada paham jabariah daripada paham Mu'tazilah.Manusia dalam kelemahannya banyak bergantung pada kehendak dan kekuasaan Tuhan. Untuk menggambarkan hubungan perbuatan manusia dengan kemauan dan kekuasaan mutlak Tuhan, imam Asy'ari memakai kata al-kasb (perolehan).
Imam Asy'ari membedakan antara khaliq dan kasb.Menurutnya Allah adalah pencipta (khaliq) perbuatan manusia sedangkan manusia sendiri yang mengupayakan (muktasib).Hanya Allah-lah yang mampu menciptakan segala sesuatu termasuk keinginan manusia.Arti iktisab menurut imam Asy'ari adalah sesuatu terjadi dengan perantara daya yang diciptakan dan dengan demikian menjadi perolehan atau kasb bagi orang yang dengan dayanya perbuatan itu timbul. Dari sini al-Asy'Ari mengemukakan teori kasb tersebut dalam :
Dalam kitabnya Al-luma beliau memberikan penjelasan yang sama. Arti sebenarnya kata al-kasb adalah bahwa sesuatu timbul dari muktasib (yang memperoleh) dengan perantara daya yang diciptakan.Term-term "diciptakan" dan "memperoleh" mengandung pemahaman kelemahan manusia diperbandingkan dengan kekuasaan mutlak Tuhan, dan pertanggungjawaban manusia atas perbuatan-perbuatannya.
Berkata imam Asy'ari :" Sesungguhnya manusia itu berusaha untuk melakukan suatu perbuatan, namun sering terjadi bahwa hasil perbuatannya itu bukan seperti apa yang dikehendaki dan apa yang diusahakan. Ini berarti bahwa manusia itu tidak menciptkan perbuatannya.Dari sini al-Asy'ari mengemukakan teori kasb.Yaitu :
الكسب هو تعلق القدرة العبد وإرادته با لفعل المقدور المحدث من اللهتعلى على الحقيقة
" Kasb adalah tergantungnya kudrah dan iradah (kehendak) manusia kepada perbuatan yang terjadinya itu ditakdirkan oleh Tuhan pada hakekatnya."
Menurut Asy'ari manusia mempunyai kudrah dan iradah untuk berbuat, hanya saja ia tergantung kepada takdir dari Allah.orientasi perbuatan manusia al-Asy'ari adalah hubungan antara perbuatan manusia dengan hasilnya, keberhasilannya atau kegagalannya. Apa yang dikerjakan manusia, kepastian hasilnya tidak ditentukan oleh manusia melainkan oleh "perbuatan" Tuhan.
Suatu bidang yang tidak menjadi tekanan pembicaraab Mu'tazilah lebih menekankan pada orientasi taklif. Yakni Tuhan memberikan taklif kepada manusia sejalan dengan pemberian kebebasan kepada manusia untuk berbuat, dan perbuatan yang dikerjakan menurut kehendak dan kebebasannya itulah Tuhan akan menghisabnya. Misalnya, kalau manusia dibebani kewajiban shalat, itu karena manusia memiliki daya dan kekuatan untuk melakukannya.
Perbuatan-perbuatan manusia, bagi al-Asy'ari buukanlah diwujudkan oleh manusia sendiri melainkan diciptakan oleh Allah.Perbuatan kufr adalah buruk, tetapi orang kafir ingin supaya perbuatan kufr itu sebenarnya bersifat baik.Apa yang dikehendaki orang kafir ini tidak dapat diwujudkannya. Dengan demikian yang mewujudkan perbuatan kufr itu bukanlah orang kafir yang tak sanggup membuat kufr bersifat baik, tetapi Tuhanlah yang mewujudkannya dan Tuhan memang berkehendak supaya kufr bersifat buruk.
Akal dan wahyu dan kriteria baik dan buruk
Meskipun Al-Asy'ari dan orang-orang Mu'tazilah mengakui pentingnya akal dan wahyu, tetapi berbeda dalam menghadapi peersoalan yang memperoleh penjelasan kontradiktif dari akal dan wahyu. Al-Asy'ari mengutamakan wahyu, sementara Mu'tazilah mengutamakan akal.Dalam menentukan baik buruk pun terjadi perbedaan pendapat diantara mereka.Al-Asy'ari berpendapat bahwa baik dan buruk harus berdasarkan wahyu, sedangkan Mu'tazilah mendasarkannya pada akal.
Qadimnya Al-Qur'an
Al-Asy'ari dihadapkan pada dua pandangan ekstrem dalam persoalan qadimnya Al-Qur'an diciptakan (makhluk), dan tidak qadim serta pandangan mazhab Hambali dan Zahiriah yang menyatakan bahwa Al- Qur'an adalah kalam Allah (yang qadimnya tidak diciptakan).Bahkan, Zahiriah berpendapat bahwa semua huruf, kata-kata, dan bunyi al-Qur'an adalah qadim.
Dalam rangka mendamaikan kedua pandangan yang saling bertentangan itu, Al-Asy'ari mengatakan bahwa walaupun al-Qur'an terdiri atas kata-kata, huruf, dan bunyi, tetapi hal itu tidak melekat pada esensi Allah dan tidak qadim. Nasution mengatakan bahwa al-Qur'an bagi Al-Asy'ari tidak diciptakan sebab apabila diciptakan, sesuai dengat ayat :
إٍنَّمَا قَوْ لُنَا لِشَىْءٍ اِذَااَرَدْنَاهُ اَنْ نَقُوْلَ لَهُ كُنْ فَيَكُوْنُ
" Sesungguhnya firman kami terhadap sesuatu apabila kami menghendakinya, kami hanya mengatakan kepadanya, 'Jadilah' maka jadilah sesuatu itu." (Q.S. An-Nahl:40)
Melihat Allah
Al-Asy'ari tidak sependapat dengan kelompok ortodoks ekstrem, terutama Zahiriah, yang menyatakan bahwa Allah dapat dilihat di akhirat dengan mempercayai bahwa Allah bersemayam di 'Arsy.Selain itu, Al-Asy'ari tidak sependapat dengan Mu'tazilah yang mengikari ru'yatullah (melihat Allah) di akhirat. Dengan berdalilkan firman Allah Ta'ala:
لَاتُدْرِكُهُ الْاَبْصَارُوَهُوَيُدْرِكُ الْاَبْصَارَوَهُوَ اللَّطِيْفُ الْخَبِيْرُ
" Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala penglihatan itu. " (QS. Al-An'am : 103)
Dan dalam firman Allah yakni surah Qiyamah ayat 22-23 dan surah Al-Araf ayat 143 yang berbunyi :
وُجُوْهٌ يَوْمَئِذٍ نَا ضِرَةٌ إِلَى رَبِّهَا نَا ظِرَةٌ
" Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat." (QS. Al Qiyamah : 22-23)
وَلَمَّا جَا ءَ مُوْسَى لِمِيقَتِنَا وَ كَلَّمَهُ رَبُّهُ قَالَ رَبِّ أَ رِ نِى أَنظُرْإِ لَيْكَ قَالَ لَنتَرَنِى وَلَكِنِ اُنْظُرْ إِلَى الْجَبَلِ فَإِنِ اسْتَقَرَّ مَكَا نَهُ فَسَوْفَ تَرَنِى فَلَمَّا تَجَلَّىرَبُّهُ لِلْجَبَلِ جَعَلَهُ دَكًّا وَخَرَ مُوسَى صَعِقًا فَلَمَّا أَفَاقَ قَالَ سُبْحَنَكَ تُبْتُ إِلَيْكَ وَأَ نَاْ أَوَّلُ الْمُؤْمِنِيْنَ
" Dan takkala Musa datang untuk (munajat dengan kami) pada waktu yang telah kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa " Ya Tuhanku nampakkanlah (diri engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada engkau." Tuhan berfirman : "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku." Takkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, Dia berkata : " Maha suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman."(QS. Al-Araf :143)
Al-Asy'ari yakin bahwa Allah dapat dilihat di akhirat. Tetapi tidak dapat digambarkan. Kemungkinan ru'yat dapat dijadikan terjadi ketika Allah yang menyebabkan dapat dilihat atau ia menciptakan kemampuan penglihatan manusia untuk melihat-Nya.
Menurut Al-Asy'ari karena Allah adalah Wujud, maka Allah dapat dilihat.Allah mempunyai sifat al-Bashar, yaitu sifat qadim yang lekat pada Dzat-Nya, tanpa menggunakan biji mata ataupun alat-alat penglihatan yang dikenal manusia. Sebagaimana pula bahwa Allah mempunyai sifat Al-Mukhalafah lil Hawadits (tidak sama dengan barang baru/ makhluk), sehingga Allah tidak memiliki sifat sedikitpun yang mirip dengan sifat mahluk-Nya, dan tidak bisa digambarkan. Dan kemungkinan ru'yat dapat terjadi manakala Allah menciptakan kemampuan penglihatan manusia untuk melihat-Nya.
Keadilan
Pada dasarnya Asy'ari dan Mu'tazilah setuju bahwa Allah itu adil. Mereka hanya berbeda dalam memandang makna keadilan. Menurutnya Asy'ari keadilah adalah menempatkan sesuatu pada tempat yang sebenaranya, yaitu mempunyai kekuasaan mutlak terhadap harta yang dimiliki serta mempergunakannya sesuai dengan kehendak dan pengetahuan pemilik.
Dengan demikian keadilan Tuhan mengandung arti bahwa Tuhan mempunyai kekuasaan mutlak terhadap makhluknya dan berbuat sekehendak hati-Nya dalama kerajaan-Nya. Ketidakadilan berarti sebaliknya, yaitu menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya, yaitu berkuasa mutlak terhadap hak milik orang lain. Beliau berpendapat bahwa Tuhan tidak berbuat salah dan tidak adil adalah perbuatan yang melanggar hukum, dank arena di atas Tuhan tidak ada hukum dan undang-undang yang berlaku maka perbuatan Tuhan tidak pernah bertentangan dengan hukum.Dengan demikian Tuhan tidak bisa dikatakan tidak adil.
Sehingga pada dasarnya Asy'ari tidak sependapat dengan ajaran Mu'tazilah yang mengharuskan Tuhan berbuat adil sehingga ia hanrus menyiksa orang yang salah dan memberi pahala kepada orang yang berbuat baik. Menurut Asy'ari bahwa Allah tidak memiliki keharusan apa pun karena ia adalah penguasa mutlak.
Kedudukan orang yang berdosa besar
Bagi Al-Asy'ari orang yang berdosa besar tetap mukmin, karena imannya masih ada, tetapi karena dosa besar yang dilakukannya ia menjadi fasiq. Sekiranya orang yang berdosa besar bukanlah mukmin dan bukan pula kafir, maka dalam dirinya akan tidak didapati kufr atau iman dengan demikian bukanlah ia atheis dan bukanlah pula monotheis, tidak teman dan tidaj musuh.Hal serupa ini tidak mungkin, oleh karena itu pula mungkin bahwa orang yang berdosa besar bukan mukmin dan pula kafir.
Al-Asy'ari menolak ajaran posisi menengah yang dianut Mu'tazilah.Mengingat kenyataan bahwa iman merupakan lawan kufur, predikat bagi seseorang harus satu diantaranya.Jika tidak mukmin, ia kafir. Sehinnga al-Asy'ari berpendapat bahwa mukmin yang berbuat dosa besar adalah mukmin yang fasik sebab iman tidak mungkin hilang karena dosa selain kufur.
Jadi dapat dirangkum pokok-pokok ajaran Asy'ariyah ialah :
Tentang pelaku dosa besar, tidak menjadi kafir, ia tetap mukmin. Sebagai orang berdosa masih terbuka pintu taubat untuk memperoleh ampunan-Nya.
Mengakui sifat Tuhan bukan Dzat-Nya, maka tuhan mengatuhui bukan dengan dzat-Nya, melainkan denagan pengetahuan-Nya.
Soal imamah tidak jauh dengan Khawarij dan Mu'tazilah karena islam sesudah Rasulullah, maka menunjuk seseorang imam harus didasarkan azas musyawarah dan pilihan syah.
Qur'an bukan diciptakan, Qur'an sebagi kalamullah adalah qadim bukan hadits ataupun diciptakan, sedangkan al-Qur'an yang terdiri dari huruf-huruf dan suara adalah baru.
Tuhan dapat dilihat dengan mata kepala di akherat.
Perbuatan-perbuatan manusia diciptakan Tuhan.
Semua yang diperintahkan adalah baik dan sebaliknya segala sesuatu yang dilarang tuhan adalah buruk. Namun tidak ada baik dan buruk secara mutlak, karena semuanya itu menurut perintah Allah.
Keadilan Tuhan adalah kekuasaan mutlak yang tanpa batas itu, adalah adil kalau tuhan mensurgakan dan menerakakan semua orang.
Tuhan menghendaki kebaikan dan keburukan.
Tuhan tidak berkewajiban membuat yang baik dan terbaik dan memberi pahala kepada orang yang taat dan memberi siksaan atas orang yang durhaka.
Kebaikan dan keburukan bukan ditentukan oleh akal melainkan wahyu.
Demikianlah aliran Asy'ariyah tibul dengan semangat perlawanan yang gigih terhadap kaum Mu'tazilah. Dan untuk perkembangan aliran ini, selanjutnya akan tampak jelas dalam kaum muslimin yang dikenal dengan ahlus sunnah wal jamaah.
2.1.3 Dampak Negatif Asy'ariyah
Anggapan yang mengatakan bahwa pelaku dosa besar apabila ia meninggal dan tidak sempat bertobat, hal itu bergantung pada kebijakan Tuhan Yang Maha Berkehendak Mutlak. Tuhan dapat saja mengampuni dosanya atau pelaku dosa besar itu mendapat syafaat Nabi Muhammad SAW. sehingga terbebas dari siksaan neraka atau kebalikannya, yaitu Tuhan memberi siksaan neraka sesuai dengan ukuran dosa yang diperbuatnya.
2.2 Aliran Maturidiyah
2.2.1 Latar Belakang Kemunculan Maturidiyyah
Maturidiyah adalah aliran kalam yang dinisbatkan kepada Abu Mansur al-Maturidi yang berpijak kepada penggunaan argumentasi dan dalil aqli kalami dalam membantah penyelisihnya seperti Mu'tazilah, Jahmiyah dan lain-lain untuk menetapkan hakikat agama dan akidah Islamiyyah.
Maturidiyyah adalah merujuk kepada sekumpulan pengikut yang menuruti pemikiran al-Maturidi. Kebanyakan ulama al-Maturidiyyah pula terdiri daripada para pengikut aliran fiqh al-Hanafiyyah. Ini kerana pada umumnya, aliran pemikiran al-Maturidiyyah berkembang di kawasan aliran al-Hanafiyyah. Bagaimanapun, mereka tidaklah sekuat para pengikut aliran Asy'ariyah.
Berdasarkan buku Pengantar Teologi Islam, aliran Maturidiyah diambil dari nama pendirinya, yaitu Abu Mansur Muhammad bin Muhammad. Di samping itu, dalam buku terjemahan oleh Abd. Rahman Dahlan dan Ahmad Qarib menjelaskan bahwa pendiri aliran maturidiyah yakni Abu Manshur al-Maturidi, kemudian namanya dijadikan sebagai nama aliranini.
Maturidiyah adalah aliran kalam yang dinisbatkan kepada Abu Mansur al-Maturidi yang berpijak kepada penggunaan argumentasi dan dalil aqli kalami dalam membantah penyelisihnya seperti Mu'tazilah, Jahmiyah dan lain-lain untuk menetapkan hakikat agama dan akidah Islamiyyah. Sejalan dengan itu juga, aliran Maturidiyah merupakan aliran teologi dalam Islam yang didirikan oleh Abu Mansur Muhammad al-Maturidiyah dalam kelompok Ahli Sunnah Wal Jamaah yang merupakan ajaran teknologi yang bercorak rasional.
Aliran al-Maturidiyah ini sehenarnya tidak jauh berbeda dengan aliran al-Asy'ariyah. Keduanya dilahirkan oleh kondisi sosial dan pemikiran yang sama. Kedua aliran ini datang untuk memenuhi kehutuhan mendesak yang menyerukan untuk menyelamatkan diri dari ekstrimitas kaum rasionalis dimana yang berada dibarisan paling depan adalah Mu'iazilah, maupun kaum tekstualitas yang dipelopori oleh kaum Hanbaliyah (para pengikut Imam Ibnu Hanbal). Keduanya herbeda pendapat hanya dalam hal yang menyangkut masalah cabang dan detailitas. Aliran al-Maturidiyah berdiri atas prakarsa al-Maturidi pada tahun pertama abad ke-4 H di wilayah Samarkand.
Pada awalnya antara kedua aliran ini dipisahkan oleh jarak. aliran Asy'ariyah berkembang di Irak dan Syam (Suriah) kemudian meluas sampai ke Mesir sedangkan aliran al-Maturidiyah berkembang di Samarkand dan di daerah-daerah seberang sungai (Oxus). Kedua aliaran mi bisa hidup dalam aliran yang kompleks dan memhentuk suatu mazhab. Nampak jelas hahwa perbedaan sudut pandang mengenai masalah-masalah fiqih kedua aliran ini merupakan faktor pendorong untuk berlomba dan survive. Orang-orang Hanafiah (pengikut imam Hanafi membentengi aliran-aliran Maturidiyah dan mereka kaitkan akarnya sampai pada imam Abu Hanifah sendiri. Teolog yang juga bermazhab Hanafiyah seperti Maturidi adalah Abu Ja'far al-Tahawi di Mesir. Dia adalah seorang ulama besar dibidang hadis dan fiqih yang teiah mengembangkan dogma-dogma teologi yang lebih besar. Lebih dari satu abad, mazhab Asy'ariyah tetap populer hanya diantara pengikut Syafi'iyah sementara mazhab Maturidiyah dan begitu juga Tahawiyah terbatas penganutnya diantara pengikut Hanafi.
2.2.2 Doktrin-doktrin Aliran Maturidiyyah
Adapun pemikiran atau doktrin-doktrin dari aliran Al Maturidiyah adalah sebagai berikut:
Akal dan Wahyu
Dalam pemikiran teologinya, Al-Maturidi mendasarkan pada Al-Qur'an dan akal dalam bab ini ia sama dengan Al-asy'ari. Menurut Al-Maturidi, mengetahui Tuhan dan kewajiban mengetahui Tuhan dapat diketahui dengan akal. Kemampuan akal dalam mengetahui dua hal tersebut sesuai dengan ayat-ayat Al-Qur'an yang memerintahkan agar manusia menggunakan akal dalam usaha memperoleh pengetahuan dan keimanannya terhadap Allah melalui pengamatan dan pemikiran yang mendalam tentang makhluk ciptaannya. Kalau akal tidak mempunyai kemampuan memperoleh pengetahuan tersebut, tentunya Allah tidak akan menyuruh manusia untuk melakukannya. Dan orang yang tidak mau menggunakan akal untuk memperoleh iman dan pengetahuan mengenai Allah berarti meninggalkan kewajiban yang diperintah ayat-ayat tersebut. Namun akal menurut Al-Maturidi, tidak mampu mengetahui kewajiban-kewajiban lainnya.
Dalam masalah baik dan buruk, Al-Maturidi berpendapat bahwa penentu baik dan buruk sesuatu itu terletak pada suatu itu sendiri, sedangkan perintah atau larangan syari'ah hanyalah mengikuti ketentuan akal mengenai baik dan buruknya sesuatu. Dalam kondisi demikian, wahyu diperoleh untuk dijadikan sebagai pembimbing.
Al-Maturidi membagi kaitan sesuatu dengan akal pada tiga macam, yaitu:
Akal dengan sendirinya hanya mengetahui kebaikan sesuatu itu.
Akal dengan sendirinya hanya mengetahui kebutuhan sesuatu itu.
Akal tidak mengetahui kebaikan dan keburukan sesuatu, kecuali dengan petunjuk ajaran wahyu.
Jadi, yang baik itu baik karena diperintah Allah, dan yang buruk itu buruk karena larangan Allah. Pada korteks ini, Al-Maturidi berada pada posisi tengah dari Mutazilah dan Al-Asy'ari.
Perbuatan Manusia
Menurut Al-Maturidi perbuatan manusia adalah ciptaan Tuhan karena segala sesuatu dalam wujud ini adalah ciptaan-Nya. Dalam hal ini, Al-Maturidi mempertemukan antara ikhtiar sebagai perbuatan manusia dan qudrat Tuhan sebagai pencipta perbuatan manusia.
Dengan demikian tidak ada peretentangan antara Qudrat Tuhan yang menciptakan perbuatan manusia dan ikhtiar yang ada pada manusia. Kemudian karena daya di ciptakan dalam diri manusia dan perbuatan yang di lakukan adalah perbuatan manusia sendiri dalam arti yang sebenarnya, maka tentu daya itu juga daya manusia.
Kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan
Telah diuraikan di atas bahwa perbuatan manusia dan segala sesuatu dalam wujud ini, yang baik atau yang buruk adalah ciptaan Allah Swt. Menurut Al-Maturidi qudrat Tuhan tidak sewenang-wenang (absolut), tetapi perbuatan dan kehendak-Nya itu berlangsung sesuai dengan hikmah dan keadilan yang sudah ditetapkan-Nya sendiri.
Sifat Tuhan
Dalam hal ini faham Al-Maturidi cenderung mendekati faham mutzilah. Perbedaan keduanya terletak pada pengakuan Al-Maturidi tentang adanya sifat-sifat Tuhan, sedangkan mutazilah menolak adanya sifat-sifat Tuhan. Tuhan mempunyai sifat-sifat, seperti sama, bashar, kalam, dan sebagainya. Al-Maturidi berpendapat bahwa sifat itu tidak dikatakan sebagai esensi-Nya dan bukan pula lain dari esensi-Nya. Sifat-sifat Tuhan itu mulzamah (ada bersama/inheren) dzat tanpa terpisah (innaha lam takun ain adz-dzat wa la hiya ghairuhu). Sifat tidak berwujud tersendiri dari dzat, sehingga berbilangnya sifat tidak akan membawa kepada bilangannya yang qadim (taadud al-qadama).
Tampaknya faham tentang makna sifat Tuhan ini cenderung mendekati faham Mu'tazilah, perbedaannya terletak pada pengakuan terhadap adanya sifat Tuhan.
e. Melihat Tuhan
Al-Maturidi mengatakan bahwa manusia dapat melihat Tuhan. Hal ini diberitahukan oleh Al-Qur'an, antara lain firman Allah dalam surat Al-Qiyamah ayat 22dan 23. namun melihat Tuhan, kelak di akherat tidak dalam bentuknya (bila kaifa), karena keadaan di akherat tidak sama dengan keadaan di dunia.
f. Kalam Tuhan
Al-Maturidi membedakan antara kalam yang tersusun dengan huruf dan bersuara dengan kalam nafsi (sabda yang sebenarnya atau kalam abstrak). Kalam nafsi adalah sifat qadim bagi Allah, sedangkan kalam yang tersusun dari huruf dan suara adalah baharu (hadist). Kalam nafsi tidak dapat kita ketahui hakikatnya bagaimana allah bersifat dengannya (bila kaifa) tidak di ketahui, kecuali dengan suatu perantara.
Perbuatan Manusia
Menurut Al-Maturidi, tidak ada sesuatu yang terdapat dalam wujud ini, kecuali semuanya atas kehendak Tuhan, dan tidak ada yang memaksa atau membatasi kehendak Tuhan kecuali karena ada hikmah dan keadilan yang ditentukan oleh kehendak-Nya sendiri. Oleh karena itu, tuhan tidak wajib beerbuat ash-shalah wa-al ashlah (yang baik dan terbaik bagi manusia). setiap perbuatan tuhan yang bersifat mencipta atau kewajiban-kewajiban yang di bebankan kepada manusia tidak lepas dari hikmah dan keadilan yang di kehendaki-Nya. Kewajiban-kewajiban tersebut adalah :
Tuhan tidak akan membebankan kewajiban-kewajiban kepada manusia di luar kemampuannya karena hal tersebut tidak sesuai dengan keadilan, dan manusioa juga di beri kemerdekaan oleh tuhan dalam kemampuan dan perbuatannya
Hukuman atau ancaman dan janji terjadi karena merupakan tuntunan keadilan yang sudah di tetapkan-Nya.
Pelaku Dosa Besar
Al-Maturidi berpendapat bahwa orang yang berdosa besar tidak kafir dan tidak kekal di dalam neraka walaupun ia mati sebelum bertobat. Hal ini karena tuhan sudah menjanjikan akan memberikan balasan kepada manusia sesuai dengan perbuatannya.kekal di dalam neraka adalah balasan untuk orang yang berbuat dosa syirik.dengan demikian, berbuat dosa besar selain syirik tidak akan menyebabkan pelakunya kekal di dalam neraka. Oleh karena itu, perbuatan dosa besar (selain syirik) tidaklah menjadikan seseorang kafir atau murtad.
Pengutusan Rasul
Pandangan Al-Maturidi tidak jauh beda dengan pandangan mutazilah yang berpendapat bahwa pengutusan Rasul ke tengah-tengah umatnya adalah kewajiban Tuhan agar manusia dapat berbuat baik dan terbaik dalam kehidupannya.
Pengutusan rasul berfungsi sebagai sumber informasi. Tanpa mengikuti ajarannya wahyu yang di sampaikan rasul berarti mansia telah membebankan sesuatu yang berada di luar kemampuannya kepada akalnya.
2.2.3 Dampak Positif dan Negatif Faham Maturidiyah
1. Dampak Positif Maturidiyah
Aliran Maturidiyah, baik Samarkand maupun Bukhara, sepakat bahwa pelaku dosa masih tetap sebagai mukmin karena adanya keimanan dalam dirinya. Adapun balasan yang diperolehnya kelak di akhirat adalah tergantung apa yang dilakukannya di dunia.
Jika pelaku dosa besar meninggal sebelum bertaubat, maka semuanya diserahkan kepada Allah SWT, jika menghendaki pelaku dosa besar itu diampuni, maka akan dimasukkan ke dalam neraka, tapi tak kekal di dalamnya.
2. Dampak Negatif Maturidiyah
Dimana iman sebagai suatu kepercayaan dalam hati, sedangkan pernyataan lisan dan amal perbuatan hanya sebagai pelengkap saja.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Melihat uaraian makalah diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan:
Ada dua faktor yang menjadi penyebab keluarnya Asy'ari dari aliran Mu'tazilah dan munculnya faham Asy'ariyah yakni pertama faktor subyektif, yaitu pengakuan Al- Asy'ari telah bermimpi bertemu dengan Rasulullah SAW sebanyak 3 kali dan alam tiga mimpinya itu Rasulullah memperingatkannya agar meninggalkan faham Mu'tazilah dan membela faham yang telah diriwayatkan dari beliau. Kedua faktor obyektif ialah beliau menemukan adanya beberapa pandangan yang kontroversial dalam aliran Mu'tazilah.
Pemikiran atau doktrin-doktrin dari aliran Asy'ariyah yakni Tuhan dan sifat-sifat-Nya, Kebebasan dalam berkehendak (free-will), Akal dan wahyu dan kriteria baik dan buruk, Qadimnya Al-Qur'an, Melihat Allah, Keadilan, dan Kedudukan orang yang berdosa besar.
Aliran Asy'ariyah sepeninggal pendirinya sendiri mengalami perkembangan dan perubahan yang cepat karena pada akhirnya, aliran Asy'ariyah lebih condong kepada segi aliran mendahulukannya sebelum nash dan memberikan tempat yang lebih luas daripada tempat untuk nash-nash itu sendiri.
Tokoh-tokoh dalam aliran Asy-ariyah yang terkenal yakni Al Baqillani (wafat 403 H), Ibnu Faurak (wafat 406 H), Ibnu Ishak al Isfaraini (wafat 418 H), Abdul Kahir al Bagdadi (wafat 429 H), Imam al Haramain al Juwaini (wafat 478 H), Abdul Mudzaffar al Isfaraini (wafat 478 H), Al Ghazali (wafat 505 H), Ibnu Tumart (wafat 524 H), As Syihristani (wafat 548 H), Ar Razi (1149-1209 H), Al- Imam Abu Hanifah An-Nu'man bin Tsabit, Al Iji (wafat 756 H / 1359 M), dan AL Sanusi (wafat 895).
Dampak positif Asy'ariyah yakni Tuhan dapat dilihat di akhirat sedangkan dampak negatifnya yakni Anggapan yang mengatakan bahwa pelaku dosa besar apabila ia meninggal dan tidak sempat bertobat, hal itu bergantung pada kebijakan Tuhan Yang Maha Berkehendak Mutlak.
Aliran al-Maturidiyah ini sehenarnya tidak jauh berbeda dengan aliran al-Asy'ariyah. Keduanya dilahirkan oleh kondisi sosial dan pemikiran yang sama.
Pemikiran atau doktrin-doktrin dari aliran Asy'ariyah yakni akal dan wahyu, Perbuatan Manusia, Kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, Sifat Tuhan, Melihat Tuhan, Kalam Tuhan, Perbuatan Manusia, Pelaku Dosa Besar, dan Pengutusan Rasul.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Asy'ari Imam Abul Hasan. 2010. Al-Ibanah; Buku Putih Imam Al-Asy'ari, Solo: At- Tibyan
Bashori. 2001. Ilmu Tauhid: Ilmu Kalam :Malang
Dahlan , Abd. Rahman dan Qarib, Ahmad.1996. Aliran Politik dan 'Aqidah dalam Islam. Jakarta: Logos Publishing House
FaridSyaikh Ahmad. 2007. 60 Biografi Ulama Salaf, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar
Harun Nasution. 1986. Teologi Islam: Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Jakarta: UI Press
Hasan Mu'arif, Ambary. Ensiklopedi Islam. Jakarta : Ikrar Mandiri Abadi
Jaelani M Biari. 2007. Ensiklopedia Islam, Yogyakarta: Panji Pustaka
Karya Soekama dkk..1996. Ensiklopedia Mini, Jakarta: Kategiri Khusun
Nasr, Sayyed Hossein. 1996. Intelektual Islam, Cet I. Yogyakarta: Pustaka Pe1ajar
Rozaq Abdul, dkk..2012. Ilmu Kalam Edisi Revisi, Bandung: Pustaka Setia
Sarkowi, 2010.Teologi Islam Klasik: Mengurai Akar Pemikiran Aliran-Aliran Teologi
DRS. BASHORI, Ilmu Tauhid: Ilmu Kalam, Malang, 2001, h . 92.
Prof. Dr. H. Abdul Rozaq, M.Ag.; Prof.Dr.H. Rosihon Anwar,M.Ag, Ilmu Kalam Edisi Revisi, Bandung, 2012, h.146.
Sarkowi, S.PdI, M.A, Teologi Islam Klasik: Mengurai Akar Pemikiran Aliran-Aliran Teologi Islam Klasik,Resist Literacy, Malang, 2010, h.71.
Ibid.,h.72.
Ibid.,h.96.
H. Soekama Karya dkk, Ensiklopedia Mini, Kategiri Khusun, Jakarta, 1996, h. 14.
Biari M. Jaelani, Ensiklopedia Islam, Panji Pustaka, Yogyakarta, 2007, h. 72.
DRS. BASHORI, Ilmu Tauhid: Ilmu Kalam, Malang, 2001, h . 97.
Prof. Dr. H. Abdul Rozaq, M.Ag.; Prof.Dr.H. Rosihon Anwar,M.Ag, Ilmu Kalam Edisi Revisi, Bandung, 2012, h.147.
Sarkowi, S.PdI, M.A, Teologi Islam Klasik: Mengurai Akar Pemikiran Aliran-Aliran Teologi Islam Klasik,Resist Literacy, Malang, 2010, h. 74.
Prof. Dr. H. Abdul Rozaq, M.Ag.; Prof.Dr.H. Rosihon Anwar,M.Ag, Ilmu Kalam Edisi Revisi, Bandung, 2012, h.148.
Ibid,.h. 75.
Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, UI Press, Jakarta, 1986, h. 70.
Prof. Dr. H. Abdul Rozaq, M.Ag.; Prof.Dr.H. Rosihon Anwar,M.Ag, Ilmu Kalam Edisi Revisi, Bandung, 2012, h.148.
Prof. Dr. H. Abdul Rozaq, M.Ag.; Prof.Dr.H. Rosihon Anwar,M.Ag, Ilmu Kalam Edisi Revisi, Bandung, 2012, h.149.
Imam Abul Hasan Al-Asy'ari, Al-Ibanah; Buku Putih Imam Al-Asy'ari, At-Tibyan, Solo, 2010, h. 85.
Ibid, h. 150.
Sarkowi, S.PdI, M.A, Teologi Islam Klasik: Mengurai Akar Pemikiran Aliran-Aliran Teologi Islam Klasik,Resist Literacy, Malang, 2010, h. 77.
Ibid, h. 150.
Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, UI Press, Jakarta, 1986, h. 71
Ibid, h. 150.
DRS. BASHORI, Ilmu Tauhid: Ilmu Kalam, Malang, 2001, h. 100.
A. Hanafi. 2003.Pengantar Teologi Islam. Jakarta: Pustaka Al Husna Baru.
Abd. Rahman Dahlan dan Ahmad Qarib. 1996. Aliran Politik dan 'Aqidah dalam Islam. Jakarta: Logos Publishing House.
Ibid.
Dr. Ihrahim Madkour. 1995. Aliran dan Teori Filsafat Islam. Jakarta: Sinar Grafika offset.
Ibid.
Sayyed Hossein Nasr. 1996. Intelektual islam. Yogakarta: Pustaka Pelajar.
Ibid.
Ibid.
Ibid.
Ibid.