SEJARAH DESA BUGBUG
KI TARUNA BALI MULA DAN BHATARA BHATARA DI BAÑU WKA
Berdasarkan hasil penelitian, dan kajian serta analisis yang mendalam terhadap bukti bukti yang ada, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa adanya desa Bugbug diketemukan berawal dari suatu kisah pengembaraan keturunan bangsa Austronesia
yang telah
menyebar dan mendiami seluruh wilayah Pulau Bali ( Bnwa ( Bnwa ing Bangsul ), ), dengan pola hidup mereka yang masih berkelompok-kel berkelompok-kelompo ompok k dan berpindah-pi berpindah-pindah ndah dengan Jero jero mekel sebagai
mekel –
pemimpin-pe pemimpin-pemimpi mimpin n mereka. Kelompok Kelompok inilah inilah membuat membuat pra-desa
pertama di daerah persubakan Lumpadang (kaswakan bhunghlunan), yang kemudian kemudian membangun membangun Desa Bugbug , denga menyebut
selanjutnya
dirinya Ki Taruna Bali Mula
Mula (Dewa Purana iri !ana, dan "arkandeya Purana#$%.$). atau orang Bali Mula
Ketika itu mereka telah menganut aliran waisnawa namun mereka masih belum tahu tata beragama
se&ara
utuh utuh.. "erek "erekaa hany hanyaa per& per&ay ayaa dan dan meny menyem embah bah leluh leluhur ur yang yang la'im la'im
aruna Bali Mula diseb disebut utny nyaa Hyang ( Hyang Hyang ing siddha dewata). dewata). Ki Taruna
adalah nama
(bhiséka) lain bhiséka) lain dari Bhatara dari Bhatara Gde Gumang . Bhatara Gde Gumang juga mempunya mempunyaii bhiséka lainnya, seperti bhiséka Sang Hyang Sinuhun Kidul ketika ketika Beliau berstana di Pura di Pura Bukit Huluwatu. Huluwatu. Dan juga disebut dengan bhi bhisék séka Bhatara Gde Sakti . Kemu Kemudi dian an beli beliau au Ayu u Mas. etelah mempersunti mempersunting ng Putri Bhatara Gde di Pura Bukit/Gili Byaha Byaha yaitu Dewi Ay menjadi ardhanareswari lalu ardhanareswari lalu beliau menuju Ukir ( Bukit Bukit ) Gumang dengan membawa tatwa usadha usadha da dan tatwa tatwa kadhyatm kadhyatmikan ikan bersa bersama ma-sa -sama ma denga dengan n Bhagawan Çakru, Çakru, Bhagawan Manggausa, Manggausa, !mu Sewa S"gatha S"gatha (iwa-Budha) (iwa-Budha) dan selanjutnya selanjutnya berstana di Pura Bukit Gumang Desa Pakraman Pakraman Bugbug Bugbug di Kabupaten Kabupaten Karangasem dengan bhiseka Bhatara Gde Gumang (udarsana. (udarsana. $**+). elanjutnya beliaulah yang menjadi sasuhunan menjadi sasuhunan (junjungan (junjungan atau pemujaan) bagi masyarakat ( Krama Krama #esa) #esa) Bugbug, Bebandem, Datah, asri, dan gis di Kabupaten Karangasem. leh masyarakat #esa masyarakat #esa Pakraman Bugbug, Pakraman Bugbug, beliau juga disebut / Ida Gde/. Beliau bersama Bhagawan Çakru$ Bhagawan Çakru$ Bhagawan Manggausa Manggaus a, dan !mu dan !mu Siwa S"gatha (Pendeta S"gatha (Pendeta golongan iwa dan Budha) kemudian mengajarkan orang-orang yang tinggal disekitar Bukit disekitar Bukit Gumang
%sa&uruh'&uhing bukit gumang) tentang tata agama, tata-krama bermasyarakat, ber&o&ok tanam, berternak, melaut, dan membuat peralatan baik dari kayu maupun dari benda-benda lainnya ( ("ntar Kutara Kanda #ewa Purana Bangsul , lembar $0.a). Beliau pula yang membuka areal persawahan dan mendirikan gubuk-gubuk, di sekitar Bukit umang seperti # Sabuni$ egakin$ Maleg"k$ (umadang ( (uhunadangan/Bhunghlunan), Bel"ng , dan sekitarnya, serta membangun tempat memande (membuat segala peralatan) untuk kepentingan bertani, melaut dan sebagainya di sebelah selatan pra-desa Maleg"k$ yang selanjutnya menjadi tempat pemujaan yang disebut Pura Pasu&an$ untuk memuja Hyang Muning Pande, yakni Bhatara Sang Hyang Ghusalya Sakti *wai Pas"&an atau Bhatari Hyang +ini Sakti #alem Sakti Guguh Griguh Gumang *wai Pas"&an.1ang kemudian dilanjutkan ke daerah-daerah pra-desa lainnya di sekitar Mel Pahang$ Pangiyu ( (ateng +giyu), Gantalan$ G"rek$ (ebah Kangin (eba/teben Kangin), dan #el"d P"h, Segayas$ yang selanjutnya dinamakan juga persubakan Bunghlunan ( kasuwakan bhunghlunan)$ serta dengan membagi-bagikan petak-petak tanah persawahan tersebut untuk dihasili dan digunakan untuk kepentingan upa&ara2uakara yadnya, maaha,i'ha,i, dan maahayu Desa dan Pura-pura (Kahyangan-kahyangan) di wilayah #esa Pakraman Bugbug Kabupaten Karangasem. 3anah tersebut kemudian didoktrin dan diterima sebagi Tanah Ayahan Desa yang sampai saat kini masih diyakini dan masih /diayahkan- oleh orang-orang Bali "ula tersebut yang selanjutnya disebut sebagai Krama Desa gare! di #esa Pakraman Bugbug (Prasati Desa Bugbug). Krama Desa gare! inilah yang merupakan penduduk asli Desa Bugbug, yang pola kemasyarakatannya belum tertata, kebiasaan hidupn mereka masih berpindah-pindah. "engenai jumlah penduduk ( Krama #esa) ketika itu baru berjumlah $4% Kepala Keluarga yang diberi sebutan geb"gan agung satus duwangdasa, yang terbagi menjadi beberapa kelompok geb"gan yang mendiami gubuk-gubuk pada pra-desa pra-desa di sekitar bukit gumang ( sa&uruh'&uruhing bukit gumang ) tersebut, antara lain# geb"gan satus, geb"gan satak , geb"gan samas, dan geb"gan d"mas, dan terbagi menjadi empat kelompok, yaitu $) kelompok geb"gan sabuni, tegakin, dan malegok. 4) kelompok geb"gan belong, dan lumpadangan. 5) kelompok geb"gan gantalan, mel pahang, dan pangiyu. 6) kelompok geb"gan gorek, lebah kangin, delod poh, dan segayas. Pada geb"gan'geb"gan itu mempunyai 7 (delapan) pepimpin yang disebut i lu!ut $ dan $$4 lagi yang merupakan krama !engayah yang disebut krama i satus roras . 8nilah yang menjadi &ikal bakal sebagai awal mula berdirinya Desa Bugbug yang dikenal sebagai Krama Desa gare! dengan mendapatkan bukti tanah sawah winih sebagai tanah ayahan desa , yang digunakan untuk kesejahteraan serta biaya-biaya upa&ara2uakara keagamaan, seperti untuk kepentingan !angha"i#ha"i ma!ahayu kahyangan#kahyangan $hatara di Banyu %ka dan desa ( !asu"i $humi ) di wilayah #esa Pakraman Bugbug, guna mempertahankan kelestarian tata agama, adat-istiadat dan budaya yang telah diwarisi sejak dahulu sampai kelak kemudian hari. ebagaimana ter&antum dalam Prasasti Desa Bugbug yang berangka tahun $$%5 aka, pada lembar 5.a. baris ke-+, antara lain sebagai berikut mangkan sakwéhing sawah karman i bugbug i kasuwakan bhunghlunan makn a,arw i sir bha0r i ba1uwk$ tan kihan2n aan mangkan kramany m3la katmu tinmu ring lgi, yang terjemahannya # begitu pula semua pemilik sawah di #esa Pakraman Bugbug yang ada di wilayah persubakan Bhunghlunan
agar melaksanakan upa&ara e,aruan kehadapan Bhatara di Banyu %ka, tidak boleh tidak sebab memang demikian telah diterima dari sejak dahulu hingga kelak kemudian hari (Budiastra. $*7$#55). rang-orang ( Krama #esa) tersebut, kemudian memohon kehadapan Ida Gde ( Bhatara Gde Gumang ) agar ter&ipta air dan sungai di sebelah barat Bukit Penyu ( Bukit e'#ukuhan), untuk mengairi areal persawahan yang ada di sekitarnya. ika permohonan mereka terkabulkan maka mereka berjanji apabila kelak mereka beranak-pinak, mereka akan menghaturkan guling babi sebagai banten aint"nan untuk setiap kelahiran. "endengar permohonan dari orang-orang ( Krama #esa) itu, maka Bhatara Gde Gumang ( 4da Gde) segera beryoga mempersatukan &ipta beliau untuk memohon kehadapan Bhatara Hyang Hyanging "klangkir yang berstana di unung 9gung. Dari yoga beliau itulah lalu dititahkanlah agar Bhatari Giri Putri meneteskan air su&i kehidupan (tirtha amertha) dari sebuah kendi manik. Dalam memenuhi titah Bhatara Parameswara di gunung "klangkir (unung 9gung), Bhatari Giri Putri lalu turunadha nyaludira berwujud sebagai seorang wanita tua renta dengan membawa air su&i (tirtha amertha) itu yang dibungkus dengan sehelai daun kaumbang/,andung (sejenis daun talas hutan), dengan maksud menguji kesungguhan dari orang-orang yang memohon air su&i tersebut. epanjang perjalanan, biliau diikuti pula dengan kemun&ulan seorang Pria gagah dengan perawakan tegap yang merupakan perwujudan saludira dari dewata yang juga ikut turunadha. Dimana pria tersebut sedang mengikuti pergumulan dari orang-orang yang mengadakan pertemuan di sebuah hutan ke&il yang disebut ebetan, yang juga sangat mendambakan air untuk kelangsungan hidup mereka. Bhatara Giri Putri yang telah berwujud sebagai seorang wanita tua renta itu lalu mendekati orang-orang yang sedang berkumpul itu, dan menawarkan setetes air yang dibawanya itu untuk ditukar dengan bekakak kerbau bertaduk emas. "endengan perkataan dari seorang wanita tua dan renta seperti itu, ditanggapi sebagai orang gila, masa hanya setetes air lantas ditukar dengan bekakak kerbau bertanduk emas, sangat lu&u rupanya, begitu tanggapan orang-orang yang sedang berkumpul di hutan ke&il itu. 3ak lama kemudian, Pria yang merupakan perwujudan dewata itu, mengetahui bahwa air yang ditawarkan oleh wanita tua itu adalah air su&i kehidupan ( tirtha amertha) yang dibungkus dengan daun kaumbang/,andung , yang telah ditaruhnya di atas &abang ranting pohon kayu a!ah. Dengan tidak sabaran pria itu se&ara diam-diam lalu ngand"k (merogoh) air su&i itu hingga tumpah ke tanah. Dari tumpahan air su&i ( tirtha) itulah, memun&ulkan mata air yang sangat besar, yang kemudian di tempat tersebut airnya juga menggenang menjadi sebuah telaga yang disebutnya dengan nama telaga tirtha, yang selanjutnya kemudian menjadi Telaga Tistha. edangkan sisa air yang mesih ada pada daun ,andung/kaumbang itu dilemparkan ke timur, dan akhirnya jatuh di sebuah tempat dan menimbulkan mata air yang sangat besar pula yang hendak menghanyutkan daerah-daerah pra-desa yang ada diwilayah selatan. "enyaksikan hal yang sangat mengejutkan itu dan akan menimbulkan ben&ana bagi kehidupan yang ada disekitarnya, wanita tua renta yang merupakan perwujudan dari Bhatari Giri Putri itu sangatlah marah, dan tahu bahwa orang yang merogohnya itu adalah perwujudan dewata yang juga sedang turunadha. leh karena
kekurang sabarannya itu, maka ia dikatakan mangkak/bangkak . eketika itu pula mengagetkan orang-orang yang ada disekitar itu dan berupaya untuk menahan luapan air itu namun tidak berhasil. ampai pada akhirnya 4da Gde ( Bhatara Gde Gumang ) menjadi khawatir dengan keadaan itu, yang hendak membahayakan pra-desa pra-desa disekitar Bukit Gumang . Lalu beliau menyuruh orang-orang yang mendiami pra-desa pra-desa disekitar Bukit Gumang untuk membantu menahan dan menutup luapan air itu, namun juga tidak berhasil. Pada akhirnya beliau menyuruh menimbun dengan Gong &eturun yang didapatkannya di Pasujan. Perintah itupun segera dilaksanakan, dan selanjutnya Gong &eturun itu digunakan untuk menutup mata air itu dan ditindih dengan kayu ilat-ilat, kepuh dan sebagainya. Barulah luapan mata air itu menjadi tenang dan menge&il. ebagai akibat dari tertutupnya mata air itu, maka air dari mata air itu selanjutnya mengalir melalui saluran urat-urat bumi di beberapa tempat ( r'g(ng h)m$hukan wwating $humi ), yakni di Hembhuka (sekarang Tir!a Gagga" yang disertai penunggu ( angemit ) Kaki Sedahan Bejagul &utih, Kaki Sedahan 5uru umbak , di Ba!u Be#ah (bentar watuarangan ing sagara) dengan penunggu ( angemit ) Kaki Sedahan Buaya !utih $ Kaki Sedahan Gurita$ Kaki Sedahan 6ekata, di $a%i%asa dengan penunggu ( angemit ) Kaki Sedahan Bejulit Hir)ng , Kaki edahan uru 3umbak, Kaki Sedahan Udanggragh"$ Kaki Sedahan 7yuyu$ Kaki Sedahan Kakul$ Kaki Sedahan G"ndang$ Kaki Sedahan Heming$ Kaki Sedahan Kau' Kau. Dan di Te#aga Tis!ha (3elaga 3irtha) yang sebagai pusat dari saluran mata air itu ditunggu (kakmitan dening ) Kaki Sedahan Bejulit &utih $ Kaki Sedahan ukad$ Kaki Sedahan Kaladasabhumi$ Kaki Sedahan Udang estes +gragh"$ Kaki Sedahan 8uyu Kra,ah$ Kaki edahan uru 3umbak, Kaki Sedahan Kakul$ Kaki Sedahan G"ndang$ Kaki Sedahan Heming$ Kaki sedahan Kau'Kau$ dan lain sebagainya (maka mwah sakalwiranya). Pria perwujudan dewata itu disuruhnya menjaga dan memelihara air Bangkak dan air 3elaga 3ista (3elaga 3irtha) itu, agar ketersediaan simpanan airnya tidak habis sampai kelak kemudian hari, dengan melakukan upa&ara e,aruan ( a,arwwa) berupa bekakak kerbau yang bertanduk emas serta santalan yang disertai dengan enti &akan sebagai a&eng'a&engan para pangemit. Begitu pula di :andidasa agar melaksanakan upa&ara pe&aruan ( a,arwwa) dan asu,i bhumi serta pakelem. Di 3irta angga dan Batu Belah juga agar demikian halnya. elanjutnya Pria perwujudan dewata yang turunadha itu menjadi junjungan ( sasuhunan) di tempat itu (Bangkak) dengan sebutan $hiseka Ida Gde Bangkak ( Bhatara Gde Bangkak ), dan di 3alaga 3ista (3elaga 3irtha) berstana Bhatari ini Sri &rameswari Amertha Arundhathi *ma Dewi , begitu pula beliau yang dipuja di :andidasa ( ye te ma9. kang inu&a maréng ,andidasa) adalah Bhatari Sri Haritthi dan Bha!ara G%e Sak!i Si&aig Bhumi. Dari sejak itulah di sekitar tempat itu berdiri sebuah Pura ( Parhyangan), yang dikenal dengan nama Pura Bangkak dan Pura elaga istha (elaga irtha), Pura :andidasa, Pura !atu Belah, dan 3irta angga sebagai Pura bagi mereka yang mengerjakan tanah persawahan dan perkebunan (kahyangan maka siwaning i kasuwakan kang mathani). elanjutnya karena yang memohon air su&i itu agar menjadi sebuah sungi ke jalur selatan adalah 4da Gde ( Bhatara Gde Gumang ), dan agar aliran airnya tidak membahayakan sampai ke hilir (ke laut), maka dititahlah pria perwujudan dewata yang turunadha itu, yang tiada lain adalah 4da Gde Bangkak ( Bhatara Gde Bangkak ) untuk mempertanggungjawabkan
ketidak sabarannya itu agar mengendalikan perjalanan air itu sampai ke hilir (ke laut). Dan sepanjang sungai tempat air su&i itu mengalir, yakni dari elaga istha (elaga irtha) sampai ke laut selatan dinamakan ukad Buhu. ;(kata buhu2bhuhwa (Bhs anskerta, artinya permohonan2permintaan)<. Dalam perjalanan air itu menuju hilir (laut), sesampainya di daerah Baunghasana % Bongsana ), beliau bertemu dengan 4da Gde ( Bhatara Gde Gumang ) yang sedang beryoga di atas sebuah gurit (kiskis)(sejenis alat pemangkas rumput di sawah), lalu 4da Gde Bangkak ( Bhatara Gde Bangkak ) bertanya, kepada Bhatara Gde Gumang . -4da Gde akan diarahkan kemanakah aliran air ini=. Lalu 4da Gde ( Bhatara Gde Gumang ) menunjuk ke sebuah bukit, yaitu Bukit Penyu ( Bukit e'#ukuhan) yang ada di antara pra-Desa pra-Desa di sekitar Bukit umang, dan mengatakan agar air itu mengalir di sebelah barat Bukit itu. Dengan demikian maka dipotonglah bukit yang dipandang sebagai penghalang aliran air itu ke barat. Potongan bukit itu lau dinamakan / +gaman 6emak / dan menjadi sebuah gundukan di sebelah utara Batu K"ek (di daerah Bongsana). Dengan demikian maka mengalirlah air itu di sebelah barat Bukit Penyu ( Bukit e'#ukuhan) sesuai dengan harapan 4da Gde ( Bhatara Gde Gumang ). 9liran air sungai ukad Buhu itu dapat juga digunakan sebagai sarana untuk ngeruat mala atau membersihkan mala kawisyan (segala bentuk noda2kepapaan yang diakibatkan oleh kekuatan magis mistis). Dan tempat reruntuhan dari potongan bukit yang dinamakan sebagai ngaman r2mak itu selanjutnya menjadi batas >ttara wilayah #esa Pakraman Bugbug Kabupaten Karangasem hingga sekarang (Prasasti Desa Bugbug 3ahun $$%5 aka). Demikian mitologinya hingga timbul upa&ara maint"n di Pura Bukit umang dan adanya kewajiban dari masyarakat ( Krama #esa) #esa Pakraman Bugbug, serta #esa'desa Pakraman lainnya yang menggunakan air dari ukad Buhu yang sumbernya dari elaga ista (elaga irtha) itu, juga agar melaksanakan upa&ara2upakara angha,i'ha,i yang dilaksanakan di Pura Bangkak dan di Pura elaga ista (elaga irtha) berupa bukakak k2rba" bertanduk emas yang pemujaannya dipimpin oleh Ki Buyut Bangkak . ika tidak demikian maka akan terkena kutukan ( saata) Bhatara bahwa segala hasil persawahan sewilayah desa-desa itu akan hampa, termakan oleh segala bentuk hama dan sebagainya ( ("ntar 7wig'awig #esa Pakraman ibetan Kabupaten Karangasem yang merupakan pengejawantahan dari 6a&a Purana Desa ibetan, lembar 00.a ?
[email protected]). etelah terdapat sungai ukad Buhu tersebut, dan orang-orang di sekitar Bukit Gumang ( sa&uruh'&uruhing bukit gumang ) yang telah lama pula mendiami gubuk-gubuk di areal persawahan pada pra-Desa pra-Desa itu, pada suatu ketika terjadilah hujan lebat yang tiada henti-hentinya (titir g:nt:r bar:t ngalinus hudan mad:r:s) yang menyebabkan banjir dalam jangka waktu yang &ukup lama, sehingga menjadikan penghambat bagi mereka untuk melaksanakan aktiAitasnya, termasuk penguburan mayat. "aka timbul keinginan 4da Gde ( Bhatara Gde Gumang ) untuk mempersatukan mereka dari pra-Desa pra-Desa itu menjadi satu di sebuah tempat yang dipandang layak dan terbebas dari banjir.
>ntuk tujuan tersebut maka tempat yang pertama dipilih adalah di sekitar Pangiyu (lateng ngiyu), namun setelah diperhatikan se&ara seksama tempat itu sangat sempit dan kurang mendukung. Ditinjaulah daerah di bagian timur Bukit Penyu %Bukit e'#ukuhan) yang ternyata terdapat genangan air berwarna biru yang disebutnya sebagai Telaga gem$eng atau Ba+u %ka. 3empat ini ternyata merupakan tempat yang sangat tepat, baik, datar, luas, dan terlindung oleh dua bukit yakni Bukit Penyu ( Bukit e'#ukuh'an) dan Bukit2iri 9saha, sehingga sangat &o&ok untuk dijadikan tempat pemukiman menjadi sebuah Desa. Disinilah beliau lalu membangun sebuah Desa. Dengan upaya menimbun genangan air (elaga +gembeng ) itu, guna mengumpulkan (mempersatukan) orang-orang yang mendiami gubukgubuk yang tersebar di areal persawahan pada pra-Desa pra-Desa di sekitar Bukit umang. etelah lama melakukan pekerjaan menimbun genangan air itu, namun genangan air itu tetap saja demikian adanya tidak tertimbun, dan sepertinya tidak ada hasil. etelah hampir men&apai pun&ak keputusasaan dari orang-orang yang menimbun genangan air (elaga +gembeng ) itu, barulah 4da Gde %Bhatara Gde Gumang) beryoga dan mempersatukan &iptanya untuk menyatu (manunggal ) dengan Bhatara Kala, tanpa diketahui oleh orangorang ( Krama #esa) tersebut. Dan tak lama kemudian mun&ulah perwujudan sebagai seorang laki-laki yang bertubuh tinggi besar, kekar dan gagah perkasa, yang merupakan perwujudan dari 4da Gde %Bhatara Gde Gumang) yang telah menyatu dengan Bhatara Kala. rang-orang (Krama Desa) yang bekerja ketika itu sama sekali tidak mengenali siapa sebenarnya yang datang tersebut, dan beliau menamakan dirinya sebagai Ki Taruna Bali Mula. rang inilah ( Ki aruna Bali Mula) yang menyanggupi untuk menimbun genangan air berwarna biru (elaga +gembeng ) itu, asalkan dirinya ditanggung makan dan minumnya oleh orang-orang ( Krama #esa) yang berniat membangun sebuah Desa di tempat itu. 3iada berpikir panjang orang-orang ( Krama #esa) tersebut lalu menyanggupinya, untuk menanggung makan dan minumnya sampai selesai. etelah beberapa lama menimbun genangan air (elaga +gembeng ) itu, tersebutlah bahwa porsi makan dan minumnya Ki aruna Bali Mula itu kian hari kian bertambah, sehingga membuat orang-orang ( Krama #esa) itu menjadi kewalahan memberinya makan dan minum, dan khawatir akan tidak mampu. 3iada lama kemudian, hampir rampunglah pekerjaan Ki aruna Bali Mula menimbun genangan air itu. Disaat itulah lalu timbul niat yang kurang baik dari orang-orang ( Krama #esa) yang menjadi pengikut setia dari 4da Gde ( Bhatara Gde Gumang ), untuk memperdayakan (mbhisékayang hala:nr"h:n, artinya diren&anakan untuk dibinasakan) Ki aruna Bali Mula. 9kan tetapi Ki aruna Bali Mula yang merupakan perwujudan dari menyatunya Bhatara Gde Gumang dengan Bhatara Kala itu, mengetahui niat yang kurang baik itu, namun karena keprihatinan Beliau akan kesetian dan ketulusan dari orang-orang ( Krama #esa) yang masih lugu itu, lantas Ki aruna Bali Mula yang sangat bijaksana itu, kemudian memberikan jalan keluarnya, dengan isyarat da am"ran d"éng (jangan hendaknya hanya bisa menorehkan kapur saja). e&ara lebih luas maksud dari pemaknaannya adalah janganlah senantiasa mempunyai niat2prasangka yang kurang baik seperti itu. Dan kemudian beliau mengatakan kepada orang-orang ( Krama #esa) itu agar nantinya ia melakukan kewajibannya, senantiasa menyelenggarakan upa&ara2upakara
babanten a,aruan ( a,arwwa) lengkap dengan perasapan, etabuhan dan ra&ah (gambar) berupa w"ng'w"ngan yang dinamakan ra&ah Sang Hyang 8amara&adhiati Uriing Bhuana$ dan juga harus dikelilingi oleh tarian re&ang , yang ditarikan oleh putra-putri yang masih muda belia (daha) yang merupakan keturunan dari orang-orang ( Krama #esa +gare), pada setiap diadakan upa&ara su&i anga,i'a,i atau angusabhan ditempat itu, setiap bulan pertama purnama sasih kasa (Shrawana) nu&u b:t:ng , setelah datang dari laut selatan dan selanjutnya orang-orang ( Krama #esa) semuanya melakukan penyu&ian diri (masu,i laksana) serta memohon (nuhur ) air su&i kehidupan (tirtha amertha, tirtha sudha'mala$ tirtha angenteg angererauhan$ dan tirtha angurian &agat ) dan sebagainya dari tengah lautan, guna membersihkan tempat-tempat di Ba+u %ka ini, dan para dewa semuanya agar distanakan pada panggungan ( stanakna mareng gaduh rey"d ). Dan disinilah dibangun sebuah Bale 7gung dan Kahyangan Pat"kan yang pertama kali di bhumi bangsul sebagai stana Bhatara Gde Sakti +gawa 6at yang selalu dipuja sebagai utatti stithi, dan sebagai pusat atau poros ( at"kan) yang disebut Pura Penataran #esa Bale 7gung . Dan agar selalu ditaati oleh orang-oang yang menjadi Krama #esa +gare di Desa Pakraman Bugbug Kabupaten Karangasem sampai kelak kemudian hari. etelah disanggupi oleh orang-orang ( Krama #esa) tersebut, lalu Ki aruna Bali Mula kemudian menyuruh men&urkan nasi rayunannya (makanannya) dengan kapur ( am"r ) dan ditaruh di atas sebuah gelaran (anyaman gedeg dari bambu menyerupai tikar yang diambil bagian tengah2dalamnya), kemudian Beliaupun ( Ki aruna Bali Mula) lalu menghilang dari pandangan orang-orang ( Krama #esa) yang ada disekelilingnya di atas elaga +gembeng atau Ba1u *ka yang ditimbunnya itu. Dari titah inilah yang menyebabkan nasi (a&engan/rayunan) di Pura Bale 7gung ketika a,i atau usabha manggung dialasi dengan gelaran yang diolesi kapur ( am"r ). 8nilah yang harus selalu dipatuhi oleh Krama Desa Bugbug sampai kelak kemudian hari. ika tidak, maka mereka akan terkena kutukan ( saata) Bhatara Gde Sakti di Ba1u *ka. 3entang saata (kutukan) bagi masyarakat ( Krama #esa) Bugbug apabila tidak melaksanakan upa&ara yang dititahkan itu, ditegaskan kembali dalam Prasasti yang dianugrahkan oleh ri "aharaja 9ji ayapangus tahun $$%5 aka, pada lembar *.a. dari baris ke-5 sampai +. Dengan demikian lalu terbentuklah sebuah desa, yang dinamakan 'Desa Bugbug' Dalam bahasa Bali kuna, kata Bugbug berarti pusat, dipusatkan, satu, dipersatukan. Di tempat inilah kelompok masyarakat dari orang-orang ( Krama #esa) yang pada mulanya berada di pra-Desa pra-Desa yang mendiami gubuk-gubuk di areal persawahan di sekitar Bukit umang ( sa&uruh'&uruhing bukit gumang ), seperti # Sabuni$ egakin$ Maleg"k$ Bel"ng$ (umadang$ Mel Pahang$ Pangiyu$ Gantalan$ G"rek$ (ebah Kangin/teba/ teben kangin dan #el"d P"h$ segayas itu, lalu kabugbug (dipusatkan, dipersatukan atau dikumpulkan menjadi satu). Demikianlah sekilas tentang mitologi Bhatara Gde Gumang/Bhatara Gde Sakti dan sejarah berdirinya Desa Bugbug Kabupaten Karangasem, serta timbulnya sungai yang disebut ukad Buhu dan adanya keyakinan pada masyarakat /da am"ran d"eng / jika ada orang yang berniat kurang baik. uga tentang adanya upa&ara su&i berupa ra&ah (gambar) w"ng'w"ngan atau yang la'im disebut ra&ah Sang Hyang 8amara&adhiati Uriing Bhuwana pada +atar
Pura Bale 7gung #esa Pakraman Bugbug Kabupaten Karangasem ketika dilaksanakannya upa&ara su&i !anga"i#a"i atau usa$ha desa atau usa$ha ini , yang dikenal dengan nama a"i atau usa$ha manggung, yakni setiap unamaning sasih kasa (Shrawana) enanggal ing ;<$ ;=$ ;> nu&u triwara beteng menurut penanggalan kalender Bali, yang jatuh sekitar bulan uli menurut perhitungan kalender masehi. al ini ditegaskan kembali dalam prasasti Desa Bugbug yang dianugrahkan oleh ri "aharaja 9ji aya Pangus tahun $$%5 aka, lembar 5.a. baris ke-5 sampai ke-+, dan lembar 5.b. baris ke-$. 3entang nama Desa Bugbug menurut sumber tertulis lainnya selain yang dapat dikumpulkan, yang juga berarti dipusatkan atau dikumpulkan atau dipersatukan, disebutkan dalam lontar Babad Bali B"ndan$ dan Babad Pu,ak Bukit Mundi$ lembar $$b, antara lain sebagai berikut # 6éh saa kwéhning r"ang$ dwaning ya kabugbug$ hana sék:t$ hana itunguluhitu$ hana 9. tan tuna atunggalan bangbang kabugbug. 1ang 3erjemahan bebasnya adalah # !alau berapapun jumlahnya orang, karena sudah dikumpulkan, ada lima puluh, ada C jumlahnya, dapat dipersatuka menjadi satu tempat kuburan ("angku. $*+@#6). umber lain pula yang merujuk pada kata Bugbug yang berarti penyatuan, pengumpulan, dan juga berarti pun&ak atau pemusatan disebutkan dalam Kekawin Bharata 8udha bait delapan baris ke tiga antara lain lw?r aikat &alad$ ngelih rarasiwitangk nik?n kum2lab (terjemahannya bagaikan penangkap awan yang tipis, keindahan penyatuan atau pemusatan atap ( amugbug ) pesanggrahan itu kelihatan menyala (3im Penyusun. $*7*#4@). Dari pernyataan tersebut di atas dapat ditarik benang-benang kesamaannya tentang adanya suatu kebenaran bahwa kata amugbug dapat berubah menjadi kata abugbug/kabugbug yang kata dasarnya $ug$ug $ yang berarti penyatuan, pun&ak atau pusat. ika di&ermati dari &erita mitologi tentang terbentuknya desa Bugbug yang awalnya dipersatukan atau dipusatkan menjadi satu di sebuah tempat oleh Ki Taruna Bali Mula yang juga merupakan nama bhiseka lain dari Bhatara Gde Gumang-Bhatara Gde Sakt i ketika Beliau manyatu (manunggal ) dengan Bhatara Kala, dan selanjutnya Beliaulah yang berstana di &ura &enataran Desa Bale Agung sebagai ut!atti stithi dan pusat pemujaan ( Pat"kan) bagi masyarakat ( Krama #esa) Bugbug Kabupaten Karangasem. ;3he autor is @ isaliksikgalanga!i <.