Berdasarkan jumlah, komposisi dan sifat garam terlarut dan dapat ditukar, Foth dan Turk (1972) membedakan tanah-tanah terpengaruh garam dalam 3 golongan utama, yaitu: tanah salin, tanah salin-sodik, dan tanah sodik. Tanah salin mempunyai Daya Hantar Listrik pasta jenuh lebih besar d ari 4 inmhos/cm xlO kejenuhan natrium lebih kecil dari 15% dan pH lebih kecil dari 8.5. Tanahtanah ini terbentuk karena adanya proses akumulasi garam terlarut yang berlebihan. Reaksi tanah yang mendekati titik netral disebabkan oleh rendahnya natrium dapat ditukar dalam kompleks jerapan tanah (Tan, 1982) Tanah salin-sodik telah mengalami proses sodikasi, yaitu peningkatan jumlah natrium dapat ditukar, sehingga kejenuhan Natriumnya lebih besar dari 15% pada kompleks jerapan dan DHL jenuh lebih besar dari 4 mmhos/cm 3 x10. Walaupun demikian, reaksi tan ah salin-sodik tetap lebih kecil dari pH 8.5. tial ini disebabkan garani Na yang mendominasi pada kompleks jerapan belum mengalami proses hidrolisis (Tan, 1982) Tanah sodik ditandai dengan DHL pasta jenuh lebih besar dari 4 mmhos/cm xl0 , kejenuhan Katrium lebih besar dari 15% dan reaksi tanah yang sangat alkali, yaitu lebih besar dari pH 6.5. Tingqinya reaksi tanah sodik disebabkan proses alkalinisasi yang merupakan proses hidrolisis pada kompleks jerapan, sehingga terjadi peningkatan konsentrasi ion OH- dalam larutan tanah. Terbentuknya tanah sodik diakibatkan oleh tidak terjadinya pencucian basa-basa secara intensif pada daerah-daerah yang memiliki curah hujan rendah, namu n terjadi penimbunan garamgaram atau basa-basa sedemikian tinggi. Sering terjadi kumulasi CaCO3 pada horizon C. CaCO3 ditemukan akan semakin dekat dengan permukaan tanah jika curah hujan semakin rendah. Pembentukan tanah sodik disebut juga sodikasi, yaitu suatu proses yang menghasilkan penumpukan di dalam tanah berupa garam basa yang menumpuk yaitu Na2CO3, NaHCO3 dan terbentuk tanah sodik. Akibat penumpukan garam basa dan ion Na, maka pH tanah dapat mengalami peningkatan sehinga mencapai 8,5 – 8,5 – 10. 10. Pada tanah sodik, selain pH yang semmakin tinggi (pH >8,5), akibat lainnya yaitu adanya ion Na+ yang cukup bnyak dalam larutan tanah, sehingga tanah mudah terdispersi dan akibatnya liat dan humus mudah tercuci dari lapisan atas ke lapisan bawah pada saat turun hujan. Perilaku Garam dalam Tanah dan Air Sebelum garam-garam terakumulasi, jumlah natrium dapat ditukar ada dalam keadaan yang rendah, sedangkan persentase kalsium dan magnesium dari total basa
biasanya lebih tinggi. Natrium dapat ditukar tidak pernah dalam jumlah yang tinggi apabila kalsium yang terlarut ada dalam jumlah yang tinggi pula. Jumlah kalsium dan magnesium yang dapat diganti serta natrium yang dapat diadsorbsi oleh kompleks jerapan akan meningkat bila konsentrasi garam natrium dalam larutan tanah meningkat (Kelly, 1951). Ion Na+ dengan radius ion yang tebal (0.95 A) dan kemarnpuan hidrasi yang tinggi akan menyebabkan proses pengembangan (swellinq), yaitu pengembangan pada partikel primer dan pengembangan pada partikel sekunder (clay domain) sebagai akibat desakan dari ion Na' yang masuk. Pada konsentrasi yang rendah biasanya hanya terjadi pengembangan pada celah dalam (internal surface) dari partikel primer, sedangkan pada konsentrasi garam yang tinggi pengembangan juga terjadi terhadap celah luar (external surface) dari partikel sekunder (McNeal, 1974 van Schilfgaarde, 1974). Pada proses pengembanyan yanq terus menerus, maka kombinasi daya osrnotik dan gangguan mekanik yang terjadi akan menyebabkan ikatan antar partikel menjadi lemah dan selanjutnya partikel-partikel primer dan sekunder akan terlepas. Proses lepasnya partikel-partikel ini dikenal sebagai proses dispersi (McNeal, 1974 dalam van Schilfgaarde, 1974). Kandungan Na di dalam tanah biasa dekspresikan dengan sodisitas sebagai bagian dari kation garam total yang biasa diekspresikan dengan salinitas. Salinitas dan sodisitas yang terlalu tinggi membawa pengaruh buruk bagi tanaman, baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersamaan. Salinitas yang tinggi menyebabkan p ertumbuhan tanaman terhambat karena turunnya tekanan osmotik, sehingga menyulitkan pengambilan unsur hara oleh akar (Foth and Turk 1972). Sodisitas tinggi menyebabkan keracunan Na dan ion-ion sejenis, seperti Boron dan Molibdenum. Disamping itu, terdapat efek tidak langsung dari keduanya berupa peningkatan nilai pH tanah yang menyebabkan imobilitas beberapa unsur hara penting seperti Ca, Mg, P, Fe, Mn, dan Zn sehingga unsur unsur tersebut tidak dapat di ambil oleh akar tanaman. Kandungan Na yang sangat tinggi di dalam tanah akan berakibat buruk bagi sifat fisika tanah karena akan menyebabkan pelarutan liat (clay dispersion) yang lebih jauh lagi dapat mengakibatkan penyumbatan dan pembentukan kerak pada kesarangan tanah sehingga kelulusan tanah akan berkurang dan kepadatan tanah akan me ningkat (Regasamy et al. 1984). Apabila semua kapasitas adsorpsi tanah telah dijenuhi oleh ion Na+, akan terjadi fenomena “Tanah Larut” (dispersive soils). Penjenuhan kapasitas adsorpsi menyebabkan lempenglempeng dalam partikel liat saling tolak-menolak sehingga melarut (disperse) dalam air dalam bentuk koloidal berukuran
submikron atau ångström. Di alam, fenomena ini tampak sebagai pembentukan larutan koloidal tanah yang sukar mengendap dan mengeruhkan perairan. Proses pelarutan tanah akan berlangsung bila tanah sodik (jenuh Na+) digenangi atau dicuci oleh air yang salinitasnya lebih rendah, seperti misalnya ketika tanah sodik tertimpa air hujan atau digelontor dengan air sungai yang tawar. Kerusakan fisik tanah lainnya yang diakibatkan oleh sodisitas seperti peningkatan kekerasan tanah, penyumbatan kesarangan tanah dan hilangnya permeabilitas tidak mudah tampak di permukaan. Pelarutan tanah secara massif akan terjadi apabila semua Kapasitas Adsorpsi T anah sudah dijenuhi oleh Na. Pada keadaan aktual saat penjenuhan partikel-partikel liat mungkin telah terjadi secara setempat. Kandungan mineral liat pada tanah tersebut relatif sedikit dan penjenuhan oleh Na pada kapasitas adsorpsi baru mencapai rata-rata 26,6 persen tetapi jumlah Na yang menjenuhi mencapai rata-rata 74% dari total kation. Pengaruh sodisitas terhadap kerusakan fisik tanah belum tampak jelas disebabkan karena proporsi mineral liat relatif kecil, dan karena spesies mineral liat yang mendominasinya adalah smektit yang memiliki kapaitas adsorpsi 5 sampai 10 kali kapasitas mineral liat lainnya. Pada tingkat sodisitas saat ini, tanah tercemar masih bisa menerima Na sebesar 3-4 kali lipat jumlah yang terdapat untuk menjenuhkan seluruh Kapasitas Adsorpsi tanah. Pengaruh Garam-qararn terhadap Sifat Fisik Tanah Bahaya salinitas terhadap perturnbuhan tanaman secara keseluruhan dapat dibedakan dalam 3 kategori, yaitu: (1) pengaruh langsung terhadap kemampuan tanaman mengambil air, (2) pengaruh langsung terhadap kesetimbangan hara tanah dan rnetabolisme tanaman, dan (3) pengaruh tidak langsunq terhadap struktur tanah, permeabilitas dan aerasi tanah. Pengqantian basa-basa divalen oleh ion Na+ pada komleks jerapan rnerupakan penyebab utama terjadinya perubahan sifat fisik tanah pada daerah-daerah yang menqandung konsentrasi qaram-garam terlarut yang tinggi (Hayward, 1947). Walaupun demikian, untuk terjadinya proses dispersi dan perubahan sifat fisik yanq rnenqikutinya, masih tergantung dari jumlah dan .:enis mineral liat, jumlah dan jenis qaram serta reaksi antara garam denqan sifat fisik dan kimia tanah itu sendiri (Michael, 1978). Pienurut Gupta (1982), konsentrasi natrium dalam air irigasi yanq cukup tinqgi akan mempengaruhi hidrolik konduktiviti melalui proses pengembanyan dan dispersi. Singh dan
Sharrna (1970) menambahkan bahwa terjadi penurunan persen pori dan peningkatan bobot isi yang nyata rebagai akibat kemunduran struktur dan perubahan kepadatan pada sub horison. Kemunduran struktur ini oleh McNeal (1974 dalam van Schilfgaarde, 1974) dijelaskan sebagai pengaruh penyumbatan pori oleh clay skin yang terbentuk akibat perpindahan liat dan debu pada proses dispersi. Pada dasarnya jumlah Na yang terlarut dalam airtanah dan Na yang terikat sebagai kation yang dipertukarkan di dalam tanah selalu dalam kesetimbangan. Pengenceran airtanah oleh air hujan akan melarutkan sebagian Na yang dapat dipertukarkan dan akan tercuci bersama aliran. Tetapi, apabila konsentrasi masukan Na kebih tinggi daripada konsentrasi yang dapat tercuci maka tanah akan menjerapnya sehingga akan terjadi akumulasi yang menambah kandungan Na dalam tanah. Proses awal pelarutan tanah adalah pelarutan mineral liat. Hilangnya mineral liat dari dalam tanah akan menghilangkan sifat kohesif tanah, sehingga tanah mudah tererosi. Partikel tanah yang paling mudah terangkut aliran air adalah partikel pasir halus dan debu (Weischmeier and Schmidt 1978). Besarnya proporsi fraksi debu memberikan gambaran tingginya intensitas erosi yang dapat terjadi apabila kapasitas adsorpsi tanah telah terjenuhi. Peningkatan dayaguna lahan pertanian secata teknis biasa dilakukan melalui dua pendekatan, atau kombinasi keduanya: yang pertama cara biologis dengan mengembangkan jenis-jenis tanaman yang dapat beradaptasi dengan keterbatasan lahan atau, yang kedua, dengan memperbaiki lahan dengan cara mengurangi atau menghilangkan kendalanya. Untuk implementasinya, disamping penguasaan teknis, diperlukan pula peraturan dan perundang-undangan yang menjamin keberhasilan p elaksanaan di lapangan.
Made,
Dana.
2016.
Tanah
Salin
dan
Tanah
Sodik.
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_1_dir/09df6991c928a3b4463b24a569c9707a. pdf . Diakses pada tanggal 22 Oktober 2018. Kelly, W.P. 1951. Alkali Soils, their Formation, Propertiesand Reclamation. Reinhold Co., New York. van Schilfgaarde, 3. 1974. Drainage for Agriculture. Amer. Soc. Agr., Wisconsin.
Foth, H.D. and L.M. Turk. 1972. Fundamentals of Soil sciences. Willey Int. Edition. Regasamy, P., R.S.B. Greene, G.W. Ford, and A.J. Mehanny. 1984. Identification of dispersive behavior and the management of red brown earth. Aust. Journ. Soil Research, 22. Weischmeier, W.H. and D.D. Smith. 1978. Predicting rainfall erosion losses-a guide to conservation planning. Handbook 537 USDA. Purdue Agric. Exp. Station. Singh, K. 5. and R. P. Sharma. 1970. Studies on the effect of saline irrigation uater on the ph ysicochemical ropertias of some ~ils of Rajashtan. 3. Indian Soc. Soil Sci. Proc. 18:345-56. Hayward, H. E. 1947. The Control of Salinity. USDA Yearbook of Agriculture, Washington. Gupta, I. C. 1982. Use of Saline Water in Agriculture in Arid and Semi Arid Zones of India. Ox ford and IBH Publishing Co., New Delhi. Michael, A. M. 1978. Irrigatdon, Theory and Practice. Vikas Publishing House PVT Ltd., New Delhi.