PENGEMBANGAN KURIKULUM TEORI DAN PRAKTEK KATA PENGANTAR
Kurikulum memegang kedudukan kunci dalam pendidikan, sebab berkaitan dengan penentuan arah, isi dan proses pendidikan, yang pada akhirnya menentukan macam dan kualifikasi lulusan suatu lembaga pendidikan. Kurikulum menyangkut rencana dan pelaksanaan pendidikan baik dalam lingkup kelas, sekolah, daerah, wilayah maupun nasional. Semua orang berkepentingan dengan kurikulum, sebab kita sebagai orang tua, sebagai warga masyarakat, sebagai pemimpin
formal
ataupun
informal
selalu
mengharapkan
tumbuh
dan
berkembangnya anak, pemuda, dan generasi muda yang lebih baik, lebih cerdas, lebih berkemampuan. Kurikulum mempunyai andil yang cukup besar dalam melahirkan harapan tersebut. Buku ini disusun dengan tujuan membantu para guru, dosen, instruktur, widyaiswara, para pengembang, pengelola, penentu kebijaksanaan, dan siapa saja yang terlibat dan berminat dalam pengembangan kurikulum; untuk menambah wawasan wawasa n tentang apa, mengapa, dan bagaimana baga imana pengembanga n kurikulum. Meskipun dalam buku ini diusahakan menyajikan materi yang bervariasi dengan cara penyajian yang moderat, tetapi mungkin saja sajian ini belum bisa memenuhi kebutuhan semua pihak. Untuk itu penulis meminta maaf dan menantikan saransaran bagi penyempurnaannya. penyempurnaannya. Isi buku ini merupakan penyempurnaan dari buku sebelumnya yang berjudul Prinsip dan Landasan Pengembangan Kurikulum, yang ditulis dengan bantuan Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan Depdikbud,
untuk
kepentingan
Program
Pascasarjana.
Penulis
ingin
menyampaikan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada Pimpinan P2LPTK, serta para pimpinan teras Depdikbud, yang telah mendorong penulisan serta memberi izin menerbitkan kembali buku ini oleh lembaga di luar P2LPTK.
Bandung, 1997 Nana Syaodih Sukmadinata
DAFTAR ISI
Kata Pengantar BAB 1 Konsep Kurikulum A. Kedudukan kurikulum dalam pendidikan B. Konsep kurikulum C. Kurikulum dan teori-teori pendidikan BAB 2 Teori Kurikulum 1 A. Apakah teori itu? B. Teori pendidikan C. Teori kurikulum BAB 3 Landasan Filosofis dan Psikologis Psikologis Pengembangan Pengembangan Kurikulum A. Landasan filosofis B. Landasan psikologis BAB 4 Landasan Sosial-Budaya, Perkembangan Ilmu dan Teknologi Teknologi dala m Pengembangan Pengembangan Kurikulum A. Pendidikan dan masyarakat B. Perkembangan masyarakat C. Perkembangan ilmu pengetahuan D. Perkembangan teknologi E. Pengaruh perkembangan ilmu dan t eknologi BAB 5 Macam-Macam Model Konsep Kurikulum A. Kurikulum subjek akademis B. Kurikulum humanistik C. Kurikulum rekonstruksi sosial D. Teknologi dan kurikulum BAB 6 Anatomi dan Desain Kurikulum A. Komponen-komponen kurikulum B. Desain kurikulum
DAFTAR ISI
Kata Pengantar BAB 1 Konsep Kurikulum A. Kedudukan kurikulum dalam pendidikan B. Konsep kurikulum C. Kurikulum dan teori-teori pendidikan BAB 2 Teori Kurikulum 1 A. Apakah teori itu? B. Teori pendidikan C. Teori kurikulum BAB 3 Landasan Filosofis dan Psikologis Psikologis Pengembangan Pengembangan Kurikulum A. Landasan filosofis B. Landasan psikologis BAB 4 Landasan Sosial-Budaya, Perkembangan Ilmu dan Teknologi Teknologi dala m Pengembangan Pengembangan Kurikulum A. Pendidikan dan masyarakat B. Perkembangan masyarakat C. Perkembangan ilmu pengetahuan D. Perkembangan teknologi E. Pengaruh perkembangan ilmu dan t eknologi BAB 5 Macam-Macam Model Konsep Kurikulum A. Kurikulum subjek akademis B. Kurikulum humanistik C. Kurikulum rekonstruksi sosial D. Teknologi dan kurikulum BAB 6 Anatomi dan Desain Kurikulum A. Komponen-komponen kurikulum B. Desain kurikulum
BAB 7 Proses Pengajaran A. Keseimbangan antara isi dan proses B. Isi dan kurikulum C. Proses belajar D. Kesiapan belajar E. Minat dan motif belajar BAB 8 Pengembangan Kurikulum A. Prinsip-prinsip pengembangan kurikulum B. Pengembangan kurikulum C. Faktor-faktor yang mempengaruhi D. Artikulasi dan hambatan E. Model-model pengembangan kurikulum BAB 9 Evaluasi Kurikulum A. Evaluasi dan kurikulum B. Konsep kurikulum C. Implementasi dan evaluasi kurikulum D. Peranan evaluasi kurikulum E. Ujian sebagai evaluasi sosial F. Model-model evaluasi kurikulum BAB 10 Guru dan P engembangan Kurikulum A. Guru sebagai pendidik profesional B. Guru sebagai pembimbing pembimbing belajar C. Peranan guru dalam pengembangan kurikulum D. Pendidikan guru
Daftar Rujukan
BAB 1 KONSEP KURIKULUM
A. Kedudukan Kurikulum dalam Pendidikan
Pendidikan berintikan interaksi antara pendidik dengan peserta didik dalam upaya membantu peserta didik menguasai tujuan-tujuan pendidikan. Interaksi pendidikan dapat berlangsung dalam lingkungan keluarga, sekolah, ataupun rnasyarakat. Dalam lingkungan keluarga, interaksi pendidikan terjadi antara orang tua sebagai pendidik dan anak sebagai peserta didik. Interaksi ini berjalan tanpa rencana tertulis,Orang tua sering tidak mempunyai rencana yang jelas dan rinci ke mana anaknya akan diarahkan, dengan cara apa mereka akan dididik, dan apa isi pendidikannya. Orang tua umumnya mempunyai harapan tertentu pada anaknya, mudah-mudahan is menjadi orang soleh, sehat, pandai, dan sebagainya, tetapi bagaimana rincian sifat-sifat tersebut bagi mereka tidak jelas. Juga mereka tida k tahu apa yang harus diberikan dan baga imana memberikannya memberikannya agar anak-anakny ana k-anaknyaa memiliki sifat-sifat tersebut. Interaksi pendidikan antara orang tua dengan anaknya juga sexing tidak disadari. Dalam kehidupan keluarga interaksi pendidikan dapat terjadi setiap saat, setiap kali orang tua bertemu, berdialog, bergaul, dan bekerja sama dengan anakanaknya. Pada saat demikian banyak perilaku dan perlakuan spontan yang diberikan kepada anak, sehingga kemungkinan terjadi kesalahan-kesalahan mendidik besar sekali. Orang tua menjadi pendidik juga tanpa dipersiapkan secara formal. Mereka menjadi pendidik karena statusnya sebagai ayah atau ibu, meskipun mungkin saja sebenarnya mereka belum siap untuk melaksana kan tugas tersebut. Karena sifat-sifatnya yang tidak formal, tidak memiliki rancangan yang konkret dan ada kalanya juga tidak disadari, maka pendidikan dalam lingkungan keluarga disebut pendidikan informal. Pendidikan tersebut tidak memiliki kurikulum formal dan tertulis. Pendidikan dalam lingkungan sekolah lebihbersifat formal. Guru sebagai pendidik di sekolah telah dipersiapkan secara formal dalam lembaga pendidikan guru. la telah mempelajari ilmu, keterampilan, dan seni sebagai guru. Ia juga telah
dibina untuk memiliki kepribadian sebagai pendidik. Lebih dari itu mereka juga telah diangkat dan diberi kepercayaan oleh masyarakat untuk menjadi guru, bukan sekadar dengan surat keputusan dari pejabat yang berwenang, tetapi juga dengan pengakuan dan penghargaan dari masyarakat. Guru melaksanakan tugasnya sebagai pendidik dengan rencana dan persiapan yang matang. Mereka mengajar dengan tujuan yang jelas, bahan-bahan yang telah disusun secara sistematis dan rinci, dengan cara dan alat-alat yang telah dipilih dan dirancang secara cermat. Di sekolah guru melakukan interaksi pendidikan secara berencana dan sadar. Dalam lingkungan sekolah telah ada kurikulum formal, yang bersifat tertulis. Guru-guru melaksanakan tugas mendidik secara formal, karena itu pendidikan yang berlangsung berlangsung di sekolah sering disebut pendidikan for mal. Dalam lingkungan masyarakat pun terjadi berbagai bentuk interaksi pendidikan, dari yang sangat formal yang mirip dengan pendidikan di sekolah dalam bentuk kursus-kursus, sampai dengan yang kurang formal seperti ceramah, sarasehan, dan pergaulan kerja. Gurunya juga bervariasi dari yang memiliki latar belakang pendidikan khusus sebagai guru, sampai dengan yang melaksanakan tugas sebagai pendidik karena pengalaman. Kurikulumnya juga bervariasi, dari yang memiliki kurikulum formal dan tertulis sampai dengan rencana pelajaran yang hanya ada pada pikiran penceramah atau moderator sarasehan, atau gagasan ketelada nan yang ada pada pemimpin. pemimpi n. Interaksi pendidi kan yang berlangsung rlangs ung di masyarakat, yang memiliki rancangan dan dilaksanakan secara formal sebenarnya dapat dimasukkan dalam kategori pendidikan formal. Interaksi yang rancangan dan pelaksanaannya kurang formal dapat kita sebut sebagai pendidikan kurang formal (less formal). Karena adanya variasi itu, Para ahli pendidikan masyarakat lebih senang menggunakan istilah pendidikan luar sekolah bagi interaksi pendidikan yang berlangsung di masyarakat ini. Dari hal-hal yang diuraikan itu, dapat ditarik beberapa kesimpulan berkenaan dengan pendidikan formal. Pertama, pendidikan formal memiliki rancangan pendidikan atau kurikulum tertulis yang tersusun secara sistematis, jelas, dan rinci. Kedua, dilaksanakan secara formal, terencana, ada yang mengawasi dan menilai. Ketiga, diberikan oleh pendidik atau guru yang memiliki ilmu dan keterampilan khusus dalam bidang pendidikan. Keempat, interaksi
pendidikan berlangsung dalam lingkungan tertentu, dengan fasilitas dan alat serta aturan-aturan permainan tertentu pula. Pendidikan formal memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan pendidikan informal dalam lingkungan keluarga. Pertaina, pendidikan for- mal di sekolah memiliki lingkup isi pendidikan yang lebih luas, bukan hanya berkenaan dengan
pembinaan
segi-segi
moral
tetapi
juga
ilmu
pengetahuan
dan
keterampilan. Kedua, pendidikan di sekolah dapat memberikan pengetahuan yang lebih tinggi, lebih luas dan mendalam . Sejarah pendirian sekolah diawali karena ketidakmampuan keluarga memberikan pengetahuan dan keterampilan yang lebih tinggi dan mendalam. Ketiga, karena memiliki rancangan atau kurikulum secara formal dan tertulis, pendidikan di sekolah dilaksanakan secara berencana, sistematis, dan lebih disadari. Karena yang memiliki rancangan atau kurikulum formal dan tertulis adalah pendidikan di sekolah, maka dalam uraian-uraian selanjutnya yang dimaksud dengan pendidikan atau pengajaran itu, lebih banyak mengacu pada pendidikan atau pengajaran di sekolah. Telah diuraikan sebelumnya, bahwa adanya rancangan atau kurikulum formal dan tertulis merupakan ciri utama pendidikan di sekolah. Dengan kata lain, kurikulum merupakan syarat mutlak bagi pendidikan di sekolah. Kalau kurikulum merupakan syarat mutlak, hal itu berarti bahwa kurikulum merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan atau pengajaran. Dapat kita bayangkan, bagaimana bentuk pelaksanaan suatu pendidikan atau pengajaran di sekolah yang tidak memiliki kurikulum. Setiap praktik pendidikan diarahkan pada pencapaian tujuan-tujuan tertentu, apakah berkenaan dengan penguasaan pengetahuan, pengembangan pribadi, kemampuan sosial, ataupun kemampuan bekerja. Untuk menyampaikan bahan pelajaran, ataupun mengembangkan kemampuankemampuan tersebut diperlukan metode penyampaian serta alat-alat bantu tertentu. Untuk menilai hasil dan proses pendidikan, juga diperlukap caracara dan alat-alat penilaian tertentu pula. Keempat hal tersebut, yaitu tujuan, bahan ajar, metode-alat, dan penilaian merupakan komponenkomponen utama kurikulum. Dengau berpedoman pada kurikulum, interaksi pendidikan antara guru dan siswa berlangsung. Interaksi ini
iidak berlangsung dalam ruang hampa, tetapi selalu terjadi dalam lingkungan tertentu, yang mencakup antara lain lingkungan fisik, alam, sosial budaya, ekonomi, politik, dan religi. Pertautan antara satu komponen dan komlumen pendidikan lainnya dapat dilihat pada bagan berikut. BAGAN 1.1 Komponen-komponen utama pendidikan
Kurikulum
mempunyai
kedudukan
sentral
dalam
seluruh
proses
pendidikan. Kurikulum mengarahkan segala bentuk aktivitas pendidikan demi tercapainya tujuan-tujuan pendidikan. Menurut Mauritz Johnson (1967, hlm. 130) kurikulum "prescribes (or at least anticipates) the result of in- struction". Kurikulum juga merupakan suatu rencana pendidikan, memberikan pedoman dan pegangan tentang jenis, lingkup, dan urutan isi, serta proses pendidikan. Di samping kedua fungsi itu, kurikulum juga merupakan suatu bidang studi, yang ditekuni oleh para ahli atau spesialis kurikulum, yang menjadi sumber konsepkonsep atau memberikan landasan-landasan teoretis bagi pengembangan kurikulum berbagai institusi pendidikan..
B. Konsep Kurikulum
Konsep kurikulum berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan, juga bervariasi sesuai dengan aliran atau teori pendidikan yang dianutnya. Menurut pandangan lama, kurikulum merupakan kumpulan matamata pelajaran yang harus disampaikan guru atau dipelajari oleh siswa. Anggapan ini telah ada sejak zaman Yunani Kuno, dalam lingkungan atau hubungan tertentu pandangan ini masih dipakai sampai sekarang, yaitu kurikulum sebagai "... a racecourse of subject matters to be mastered" (Robert S. Zais, 1976, hlm. 7).
Banyak orang tua bahkan juga guru-guru, kalau ditanya tentang kurikulum akan memberikan jawaban sekitar bidang studi atau mata-mata pelajaran. Lebih khusus mungkin kurikulum diartikan hanya sebagai isi pelajaran. Pendapat-pendapat
yang
muncul
selanjutnya
telah
beralih
dari
menekankan pada isi menjadi lebih memberikan tekanan pada pengalaman belajar. Menurut Caswel dan Campbell dalam buku mereka yang terkenal Curriculum Development (1935), kurikulum ... to be composed of all the experiences children have under the guidance of teachers. Perubahan penekanan pada pengalaman ini lebih jelas ditegaskan oleh Ronald C. Doll (1974, hlm. 22): The commonly accepted definition of the curriculum has changed from content of courses of study and list of subjects and courses to all the experiences which are offered to learners under the auspices or direction of the school.. Definisi Doll tidak hanya menunjukkan adanya perubahan penekanan dari isi kepada proses, tetapi juga menunjukkan adanya perubahan lingkup, dari konsep yang sangat sempit kepada yang lebih luas. Apa yang di maksud dengan pengalaman siswa yang diarahkan atau menjadi tanggung jawab
sekolah
mengandung makna yang cukup luas. Pengalaman tersebut berlangsung di sekolah, di rumah ataupun di masyarakat, bersama guru tanpa guru, berkenaan langsung dengan pelajaran ataupun tidak. Definisi tersebut juga mencakup berbagai upaya guru dalam mendorong terjadinya pengalaman tersebut serta berbagai fasilitas yang mendukungnya. Mauritz Johnson (1967, hlm. 130) mengajukan keberatan terhadap konsep kurikulum yang sangat luas seperti yang dikemukakan oleh Ronald Doll. Menurut Johnson, pengalaman hanya akan muncul apabila terjadi interaksi antara siswa dengan lingkungannya. Interaksi seperti itu bukan kurikulum, tetapi pengajaran. Kurikulum hanya menggambarkan atau mengantisipasi hasil dari pengajaran. Johnson membedakan dengan tegas antara kurikulum dengan pengajaran. Semua yang berkenaan dengan perencanaan dan pelaksanaan, seperti perencanaan isi, kegiatan belajarmengajar, evaluasi, termasuk pengajaran, sedangkan kurikulum hanya berkenaan dengan hasil-hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh siswa.
Menurut Johnson kurikulum adalah ... a structured series of intended learning outcomes (Johnson, 1967, him. 130). Terlepas dari pro dan kontra terhadap pendapat Mauritz Johnson, beberapa ahli memanciang kurikulum sebagai rencana pendidikan atau pengajaran. Salah seorang di antara mereka adalah Mac Donald (1965, hlm. Menurut dia, sistem persekolahan terbentuk atas empat subsistem, yaitu mengajar, belajar, pembelajaran, dan kurikulum. Mengajar (teaching) merupakan kegiatan atau perlakuan profesional yang diberikan oleh guru. belajar (learning) merupakan kegiatan atau upaya yang dilakukan siswa. Sebagai respons terhadap kegiatan mengajar yang diberikan oleh guru. Keluruhan pertautan kegiatan yang memungkinkan dan berkenaan (lengan terjadinya interaksi belajar-mengajar disebut pembelajaran (instruction). Kurikulum,(curriculum) merupakan suatu rencana yang memberi pedoman atau pegangan dalam proses kegiatan belajarmengajar. Kurikulum juga sering dibedakan antara kurikulum sebagai rencana (curriculum plan) dengan kurikulum yang fungional (functioning curricu- lum). Menurut Beauchamp (1968, him. 6) "A curriculum is a written document which may contain many ingredients, but basically it is a plan for the education of pupils during their enrollment in given school". Beauchamp lebih memberikan tekanan bahwa kurikulum adalah suatu rencana pendidikan atau pengajaran. Pelaksanaan rencana itu sudah masuk pengajaran. Selanjutnya, Zais menjelaskan bahwa kebaikan suatu kurikulum tidak dapat dinilai dari dokumen tertulisnya saja, melainkan harus dinilai dalam proses pelaksanaan fungsinya di dalam kelas. Kurikulum bukan hanya merupakan rencana tertulis bagi pengajaran, melainkan sesuatu yang fungsional yang beroperasi dalam kelas, yang memberi pedoman dan mengatur lingkungan dan kegiatan yang berlangsung di dalam kelas. Rencana tertulis merupakan dokumen kurikulum (curriculum document or inert curriculum), sedangkan kurikulum yang dioperasikan di kelas merupakan kurikulum fungsional (functioning, live or operative curriculum). Hilda Taba (1962) mempunyai pendapat yang berbeda dengan pendapat pendapat itu. Perbedaan antara kurikulum dan pengajaran menurut dia bukan terletak pada implementasinya, tetapi pada keluasan cakupannya. Kurikulum
berkenaan dengan cakupan tujuan isi dan metode yang lebih luas atau lebih umum, sedangkan yang lebih sempit lebih khusus menjadi tugas pengajaran. Menurut Taba keduanya membentuk satu kontinum, kurikulum terletak pada ujung tujuan umum atau tujuan jangka panjang, sedangkan pengajaran pada ujung lainnya yaitu yang lebih khusus atau tujuan dekat. BAGAN 1.2 Kontinum kurikulum dan pengajaran
Menurut Taba, batas antara keduanya sangat relatif, bergantung pada tafsiran guru. Sebagai contoh, dalam kurikulum (tertulis), isi harus digambarkan serinci, sekhusus mungkin agar mudah dipahami guru, tetapi cukup luas dan umum sehingga memungkinkan mencakup semua bahan yang dapat dipilih oleh guru sesuai dengan kebutuhan dan minat siswa serta kemampuan guru. Kurikulum memberikan pegangan bagi pelaksanaan pengajaran di kelas, tetapi merupakan tugas dan tanggung jawab guru untuk menjabar kannya. Suatu kurikulum, apakah itu kurikulum pendidikan dasar, pendidikan menengah atau pendidikan tinggi; kurikulum sekolah umum, kejuruan, dan lainlain merupakan perwujudan atau penerapan teori-teori kurikulum. Teori-teori tersebut merupakan hasil pengkajian, penelitian, dan pengembangan para ahli kurikulum. Kumpulan teori-teori kurikulum membentuk suatu ilmu atau bidang studi kurikulum. Menurut Robert S. Zais (1976, him. 3), kurikulum sebagai bidang studi mencakup: (1) the range of subject matters with which it is concerned (the substantive structure), and (2) the procedures of inquiry and practice that it follows (the syntactical structure)". Menurut George A. Beauchamp (1976, him. 58-59) kurikulum sebagai bidang studi membentuk suatu teori, yaitu teori kurikulum. Beauchamp mendefinisikan teori kurikulum sebagai ...a set of related statements that gives meaning to a schools's curriculum by pointing up the relationships among its elements and by directing its development, its use, and its evaluation.
Bidang cakupan teori atau bidang studi kurikulum meliputi: konsep kurikulum, penentuan kurikulum, pengembangan kurikulum, desain kurikulum, implementasi dan evaluasi kurikulum. Selain sebagai bidang studi menurut Beauchamp, kurikulum juga sebagai rencana pengajaran dan sebagai suatu sistem (sistem kurikulum) yang merupakan bagian dari sistem persekolahan. Sebagai suatu rencana pengajaran, kurikulum berisi tujuan yang ingin dicapai, bahan yang akan disajikan, kegiatan pengajaran, alat-alat pengajaran dan jadwal waktu pengajaran. Sebagai suatu sistem, kurikulum m.erupakan bagian atau subsistem dari keseluruhan kerangka organisasi sekolah atau sistem µ.ekolah. Kurikulum sebagai suatu sistem menyangkut penentuan segala kebijakan tentang kurikulum, susunan personalia dan
prosedur
pengemhangan
kurikulum,
penerapan,
evaluasi,
dan
penyempurnaannya. Fungsi utama sistem kurikulum adalah dalam pengembangan, penerapan, ovaluasi, dan penyempurnaannya, baik sebagai dokumen tertulis maupun aplikasinya dan menjaga agar kurikulum tetap dinamis. Mengenai fungsi sistem kurikulum ini, lebih lanjut Beauchamp (1975, 111m. 60) menggambarkan: ...(1) the choice of arena for curriculum decision making, (2) the selection and involvement of person in curriculum planning, (3) organization for and leachniques used in curriculum plannning, (4) actual writing of a curriculum, (5) implementing the curriculum, (6) evaluation the curriculum, and (7) providing for feedback and modification of the curriculum. Apa yang dikemukakan oleh Beauchamp bukan hanya menunjukkan tnnlsi tetapi juga struktur dari suatu sistem kurikulum, yang secara garis berkenaan dengan pengembangan, pelaksanaan, dan evaluasi kurikulum.
C.
Kurikulum dan Teori-Teori Pendidikan
Kurikulum mempunyai hubungan yang sangat erat dengan teori pendidikan. Suatu kurikulum disusun dengan mengacu pada satu atau beberapa teori kurikulum, dan suatu teori kurikulum diturunkan atau dijabarkan dari teori pendidikan tertentu. Kurikulum dapat dipandang sebagai rencana konkret
penerapan dari suatu teori pendidikan. Untuk lebih memahami hubungan kurikulum dengan pendidikan, dikemukakan beberapa teori pendidikan dan model-model konsep kurikulum dari masing-masing teori tersebut. Minimal ada empat teori pendidikan yang banyak dibicarakan para ahli pendidikan dan dipandang
mendasari
pelaksanaan
pendidikan,
yaitu
pendidikan
klasik,
pendidikan pribadi, pendidikan interaksional, dan teknologi pendidikan.
1. Pendidikan klasik Pendidikan klasik atau classical education dapat dipandang sebagai konsep pendidikan tertua. Konsep pendidikan ini bertolak dari asumsi seluruh warisan budaya, yaitu pengetahuan, ide-ide, atau nilai-nilai telah ditemukan oleh para pemikir terdahulu. Pendidikan berfungsi memelihara, mengawetkan, dan meneruskan semua warisan budaya tersebut kepada generasi berikutnya. Guru atau para pendidik tidak perlu susah-susah mencari dan menciptakan pengetahuan, konsep, dan nilai-nilai baru, sebab sentuanya telah t ersedia, tinggal menguasai dan mengajarkannya kepada anak. Teori pendidikan ini lebih menekankan peranan isi pendidikan daripada proses atau bagaimana mengajarkannya. Isi pendidikan atau materi ilmu tersebut diambil dari khazanah ilmu pengetahuan, berupa disiplindisiplin ilmu yang telah ditemukan dan dikembangkan oleh para ahli tempo dulu. Materi ilmu pengetahuan yang diambil dari disiplindisiplin ilmu tersebut telah tersusun secara logis dan sistematis. Tugas guru dan para pengembang kurikulum adalah memilih dan menyajikan materi ilmu tersebut disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan kemampuan
peserta
didik.
Sebelum
dapat
menyampaikan
materi
ilmu
pengetahuan tersebut secara sempurna, para pendidik atau talon pendidik terlebih dahulu harus mempelajarinya dengan sungguh-sungguh. Tugas para pendidik atau guru bukan hanya mengajarkan materi pengetahuan, tetapi juga melatih keterampilan dan menanamkan nilai. Mendidikkan nilainilai tidak sama dengan mengajarkan pengetahuan yang berbentuk penyampaian informasi, tetapi perlu dimanifestasikan dalam perilaku seharihari. Menurut konsep pendidikan klasik, guru atau pendidik adalah ahli dalam bidang ilmu dan juga contoh atau model nyata dan pribadi yang ideal. Siswa merupakan penerima pengajaran yang baik,
tetapi sebagai penerima informasi sesungguhnya mereka pasif. Meskipun demikian dalam pendidikan klasik siswa bekerja keras menguasai apa-apa yang diajarkan dan ditugaskan oleh guru. Pendidikan lebih menekankan perkembangan segi-segi intelektual daripada segi emosional dan psikomotor. Ada dua model konsep pendidikan klasik, perenialisme dan esensialisme. Walaupun didasari dengan konsep-konsep yang sama, keduanya memiliki pandangan yang berbeda. Parenialisme maupun esensialisme mempunyai pandangan yang sama tentang masyarakat, bahwa masyarakat bersifat statis. Pendidikan berfungsi memelihara dan mewariskan pengetahuan, konsep-konsep dan nilai-nilai yang telah ada. Pengetahuan dan nilai-nilai yang akan diajarkan diambil dari materi disiplin ilmu yang telah disusun dan dikembangkan oleh para ahli. Dalam penyusunan kurikulum, matamata pelajaran dipilih dan ditentukan oleh sekelompok orang ahli, disusun secara sistematis dan logis, dan diarahkan pada perkembangan kemampuan berpikir. Parenialisme berkembang di Eropa dalam masyarakat aristokralisagraris. Mereka lebih berorientasi ke masa lampau dan kurang hivmen tingkan tuntutantuntutan
masyarakat
yang
berkembang
saat
sekarang
menekankan pada humanitas, pembentukan pribadi, dan
pendidikan
lebih
sifat-sifat mental.
Konsep-konsep filosofis lebih banyak mewarnai pendidikan ini. Isi pendidikan lebih banyak bersifat pendidikan umum (general education atau liberal art) dengan model mengajar yang bersifat ekspositori, sedangkan model belajarnya adalah asimilasi. Pendidikan menurut pandangan mereka adalah bebas nilai (value free) dan bebas dari kebudayaan (culture free) artinya tidak terikat atau diwarnai oleh nilai-nilai dan karakteristik masyarakat sekitar. Esensialisme berkembang di Amerika Serikat dalam masyarakat industri. Pendidikan ini lebih mengutamakan sains daripada humanitas. Mereka lebih pragmatis, pendidikan diarahkan dalam mempersiapkan generasi muda untuk terjun ke dunia kerja. Konsep ini lebih berorientasi pada masa sekarang dan yang akan datang. Isi pengajaran lebih diarahkan kepada pembentukan keterampilan dan pengembangan kemampuan vocational. Mengenai persamaan dan perbedaan pendidikan perenial dengan esensial, Dianna Lapp, dkk. menjelaskan:
Like
perennial education, essentialism is conservative, seeking to maintain
and pass on to the new generation the convictions of the older generation. But unlike perennialism, essentialism is nonreflective, nonphilosophical. It is far more prone to activity-to doing-than to wasting time on extensive philosophical speculation. Looking to the present rather than the past, and to science rather than to the humanities, it is primarily practical and pragmatic. ( Lapp, Dianna, et. al., 1975, hlm. 32). Para esensialis bersifat praktis, mengutamakan kerja dan kompetisi di tramping kerja sama. Mereka menghargai seni, keindahan, dan humanitas sepanjang hal itu mendukung kehidupan sehari-hari, kehidupan produktif. Tujuan utama pendidikan, menurut para esensialis, adalah (1) memperoleh pekerjaan yang lebih baik, (2) dapat bekerja sama lebih baik dengan orang dari berbagai tingkatan/lapisan masyarakat, (3) memperoleh penghasilan lehih banyak. Mereka berpikiran praktis bahwa pendidikan adalah suatu Han untuk mencapai sukses dalam kehidupan, terutama sukses secara ekonomis. Kurikulum pendidikan klasik lebih menekankan isi pendidikan, yang diambil dari disiplin-disiplin ilmu, disusun oleh para ahli tanpa mengikutsertakan guru-guru, apalagi siswa. Isi disusun secara logis, sistematis, dan berstruktur, dengan berpusatkan pada segi intelektual, sedikit sekali memperhatikan segi-segi sosial atau psikologis peserta didik. Guru mempunyai peranan yang sangat besar dan lebih dominan. Dalam pengajaran, ia menentukan isi, metode, dan evaluasi. Dialah yang aktif dan bertanggung jawab dalam segala aspek pengajaran. Siswa mempunyai peran yang pasif, sebagai penerima informasi dan tugas-tugas dari guru.
2. Pendidikan pribadi Pendidikan pribadi (personalized education) lebih mengutamakan peranan siswa. Konsep pendidikan ini bertolak dari anggapan dasar bahwa, sejak dilahirkan, anak telah memiliki potensi-potensi, baik potensi untuk berpikir, berbuat, memecahkan masalah, maupun untuk belajar dan berkembang sendiri. Pendidikan adalah ibarat persemaian, berfungsi menciptakan lingkungan yang menunjang dan terhindar dari hama-hama. Tugas guru, seperti halnya seorang
petani adalah mengusahakan tanah yang gembur, pupuk, air, udara, dan sinar matahari yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan tanaman (peserta didik). Pendidikan bertolak dari kebutuhan dan minat peserta didik. Peserta didik menjadi subjek pendidikan, dialah yang menduduki tempat utama dalam pendidikan. Pendidik menempati posisi kedua, bukan lagi sebagai penyampai informasi atau sebagai model dan ahli dalam disiplin ilmu. Ia lebih berfungsi sebagai psikolog yang mengerti segala kebutuhan dan masalah peserta didik. la juga berperan sebagai bidan yang membantu siswa melahirkan ide-idenya. Guru adalah pembimbing, pendorong (motivator), fasilitator, dan pelayan bagi siswa. Teori ini juga memiliki dua aliran, yaitu pendidikan progresif dan pendidikan romantik. Tokoh pendahulu pendidikan progresif adalah Francis Parker yang membawa aliran ini dari Eropa ke Amerika. Aliran ini menjadi lebih terkenal di Amerika berkat percobaan-percobaan yang dilakukan John Dewey dengan sekolah-sekolah laboratoriumnya. John Dewey menerapkan prinsip belajar sambil berbuat (learning by doing). Dalam pendidikan progresif, siswa merupakan satu kesatuan yang utuh, perkembangan emosi dan sosial sama pentingnya dengan perkembangan intelektual. Isi pengajaran berasal dari pengalaman sisvva sendiri yang sesuai dengan minat dan kebutuhannya. Ia merefleksi terha dap masalahmasalah yang muncul dalam kehidupanhya. Berkat refleksinya itu is memahami dan dapat menggunakannya bagi kehidupan. Guru lebih merupakan ahli dalam metodologi daripada dalam bahan ajar. Guru membantu perkembangan siswa sesuai dengan kemampuan dan kecepatannya masing-masing. Pendidikan romantik berpangkal dari pemikiran-pemikiran Jean Jacques Rousseau. Menurut Rousseau, semua ciptaan Tuhan t ermasuk anak a dalah baik dan menjadi kurang baik atau sering rusak di tangan manusia. Ia ingin mengembalikan pendidikan kepada pendidikan alam, sebab secara alamiah manusia baik, merdeka, dan gentle. Setiap orang mempunyai nurani yang berisi kejujuran, kebenaran, dan ketulusan. Inilah yang hams ditemukan, didengarkan, dan diikuti. Rousseau menolak pendidikan yang mengutamakan intelektual. Pendidikan adalah proses individual yang berisi rentetan pengembangan kemampuan-kemampuan anak, berkat interaksi dengan berbagai aspek dalam lingkungan maka terjadi rentetan pengembangan kemampuan-kemampuan anak.
Rousseau memandang pendidikan sebagai a lifelong personal growth process rather than an information and skill gathering process that exists only during the school years (Diane Lapp, et. al., 1975, hlm. 154). Pengalaman merupakan isi sekaligus guru alamiah bagi anak. Anak tidak diajari, tetapi didorong untuk belajar. Guru menyediakan lingkungan belajar, memberikan kebebasan agar anak belajar dan berkembang sendiri, dan mewujudkan rasa ingin tahunya. Ia dibiarkan untuk mengalami sendiri, mewujudkan dorongan-dorongannya, dan tumbuh sesuai dengan polanya. Guru juga berperan sebagai sumber lingkungan belajar, yang selalu siap memberikan bantuan kepada siswa. Ia berusaha mencegah hal- hal yang mungkin mengganggu perkembangan siswa. Kurikulum
pendidikan
pribadi
lebih
menekankan
pada
proses
pengembangan kemampuan siswa. Materi ajar dipilih sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa. Pengembangan kurikulum dilakukan oleh guru- guru dengan melibatkan siswa. Tidak ada suatu kurikulum standar, yang ada adalah kurikulum minimal yang dalam implementasinya dikem- bangkan bersama siswa. Isi dan proses pembelajarannya selalu berubah sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa.
3. TeknOlogi pendidikan Teknologi pendidikan mempunyai persamaan dengan pendidikan klasik tentang peranan pendidikan dalam menyampaikan informasi. Keduanya juga mempunyai perbedaan, sebab yang diutamakan dalam teknologi pendidikan adalah pembentukan dan penguasaan kompetensi bukan pengawetan dan pemeliharaan budaya lama. Mereka lebih berorientasi ke masa sekarang dan yang akan datang, tidak seperti pendidikan klasik yang lebih melihat ke masa lalu. Perkembangan teknologi pendidikari dipengaruhi clan sangat diwarnai oleh perkembangan ilmu dan teknologi. Hal itu memang sangat masuk akal, sebab teknologi pendidikan bertolak dari dan merupakan penerapan prinsip-prinsip ilmu dan teknologi dalam pendidikan. Teknologi telah masuk ke semua segi kehidupan, termasuk dalam pendidikan. Our
technologies to day are so powerful, so prevalent, so deliberately
foster, and so prominent in the awareness of people, that they not only
bring about changes in the physical world which tecnologies have always done but also in our insti- tutions, attitudes, and expectations, values, goals, and in our very conceptions of the meaning of existence (Holtzman, 1970, hlm. 237). Gambaran manusia tentang dunia dan makna kehidupan merupakan sintesis dari pengalaman-pengalaman dasarnya. Menurut pandangan klasik, pengalaman ini bersifat menetap, sama dari tahun ke tahun, berbeda dengan pandangan teknologi pendidikan. Menurut mereka, pengalaman tersebut selalu berubah, hari ini lebih baik dari kemarin dan besok lebih baik daripada hari Mi. Kehidupan dan perkembangan itu selalu baru. Karena sifat ilmiahnya, konsep pendidikan ini mengutamakan segi-segi empiris, informasi objektif yang dapat diamati dan diukur serta dihitung secara statistik. Mereka kurang menghargai hal-hal yang bersifat kualitatif dan spiritual. Bagi mereka, dunia ini adalah dunia material, dunia empiris. Meskipun lebih kompleks, manusia pada dasarnya tidak berbeda dengan binatang, ia mereaksi terhadap perangsang-perangsang dari lingkungannya, perilakunya dapat dibentuk dengan teknologi perilaku, seperti yang dinyatakan Skinner. Man totally determined by his environment. Therefore, if we wish to relate to him for better to educate him, we need only learn scientifically, how to control his environment in such away as to reshape his behavior. What we need is a technology of behavior (Skinner, 1972). Menurut teori ini, pendidikan adalah ilmu dan bukan seni, pendidikan adalah cabang dari teknologi ilmiah. Dengan pengembangan desain program, pendidikan menjadi sangat efisien. Efisiensi merupakan salah satu ciri utama teknologi pendidikan. Dalam pengembangan desain program, mereka juga melibatkan penggunaan perangkat keras, alat-alat pandangdengar (audio-visual) dan media elektronika. Pengembangan model-model pengajaran yang bersifat individual serta menekankan penguasaan kemampuan, seperti computer assisted instruction (CAI), individually prescribed instruction (IPI), competency based instruction, dan behavior modification merupakan model-model pengajaran baru, melengkapi model yang telah ada yaitu pengajaran berprogram, mesin pengajaran, dan pengajaran modul.
Dalam konsep teknologi pendidikan, isi pendidikan dipilih oleh tim ahli bidang-bidang khusus. Isi pendidikan berupa data-data objektif dan keterampilanketerampilan yang mengarah kepada kemampuan vocational. Isi disusun dalam bentuk desain program atau desain pengajaran dan disampaikan dengan menggunakan bantuan media elektronika (kaset audio, video, film, atau komputer) dan para siswa belajar secara individual. Siswa berusaha untuk menguasai sejumlah besar bahan dan pola-pola kegiatan secara efisien tanpa refleksi. Keterampilan-keterampilan barunya segera digunakan dalam masyarakat. Guru berfungsi sebagai direktur belajar, lebih banyak melakukan tugas-tugas pengelolaan daripada penyampaian dan pendalaman bahan. Apabila digunakan media elektronika, ierbehas dari tugas pengembangan segi-segi nonintelektual. Kurikulum
pendidikan
teknologi
menekankan
kompetensi
atau
kemampuan- kemampuan praktis. Materi disiplin ilmu dipelajari termasuk dalam kurikulum, apabila hal itu mendukung penguasaan kemampuan-kemampuan tersebut. Dalam kurikulum, materi disiplin ilmu tersebut disusun terjalin dalam kemampuan. Penyusunan kurikulum dilakukan para ahli dan atau guru-guru yang mempunyai kemampuan mengembangkan kurikulum. Perangkat kurikulum cukup lengkap mulai dari struktur dan sebaran mata pelajaran sampai dengan rincian bahan ajar yang dipelajari oleh siswa, yang tersusun dala m satuan-satuan bahan ajar dalam bentuk satuan pelajaran, paket belajar, modul, paket program audio, video ataupun komputer. Dalam satuan-satuan bahan ajar tersebut tercakup pula kegiatan pembelajaran dan bentuk-bentuk serta alat penilaiannya.
4. Pendidikan interaksional Konsep pendidikan ini bertolak dari pemikiran manusia sebagai makhluk sosial. Dalam kehidupannya, manusia selalu membutuhkan manusia lain, selalu hidup bersama, berinteraksi, dan bekerja sama. Karena kehidupan bersama dan kerja sama ini, mereka dapat hidup, berkembang, dan mampu inemenuhi kebutuhan hidup dan memecahkan berbagai masalah yang (iihadapi. Dapat dibayangkan, apa yang akan dihadapi seseorang, bila ia hidup sendiri di sebuah pulau terpencil. Bila lingkungannya mendukung, mungkin ia dapat bertahan hidup, tetapi apabila tidak, mungkin tidak liapat hidup atau tidak dapat mencapai
kemajuan seperti yang dialami oleh I wang-orang yang hidup bersama dengan orang lain. Pendidikan sebagai salah satu bentuk kehidupan juga berintikan kerja ama dan interaksi. Dalam pendidikan klasik dan teknologi interaksi terjadi sepiliak dari guru kepada siswa, sedangkan dalam pendidikan romantik don progresif terjadi sebaliknya dari siswa kepada guru. Pendidikan lideraksional menekankan interaksi dua pihak, dari guru kepada siswa dan lari siswa kepada guru. Lebih luas, interaksi ini juga terjadi antara siswa dengan bahan ajar dan dengan lingkungan, antara pemikiran siswa dengan kehidupannya. Interaksi ini terjadi melalui berbagai bentuk dialog. Dalam pendidikan interaksional, belajar lebih dari sekadar mempelajari fakta-fakta. Siswa mengadakan pemahaman eksperimental dari fakta-fakta tersebut, memberikan interpretasi yang bersifat menyeluruh serta memahaminya dalam konteks kehidupannya. Setiap siswa, begitu juga guru, mempunyai rentetan pengalaman dan persepsi sendiri. Dalam proses belajar, persepsi-persepsi yang berbeda tersebut digunakan untuk menyoroti masalah bersama yang muncul dalam kehidupannya. Dalam proses seperti itu dialog berlangsung, setiap siswa dan guru saling mendengarkan, memberikan pendapat, sal ing mengajar dan belajar. Pemahaman yang muncul dari situasi demikian melebihi jumlah seluruh sumbangan para peserta. Siswa tidak hanya berperan sebagai siswa, tetapi juga sebagai guru, dan guru juga pada suatu saat berperan sebagai siswa yang turut belajar bersama para siswanya. Interaksi juga terjadi antara siswa dengan bahan ajar. Interaksi ini bukan hanya pada tingkat apa dan bagaimana, tetapi lebih jauh yaitu pada tingkat mengapa, tingkat mencari makna baik makna sosial (socially conscious) maupun makna pribadi (self conscious). Isi atau bahan ajar ini berkenaan dengan lingkungan sosial-budaya yang mereka hadapi saat ini. Setelah mengetahui makna dari fakta-fakta dan nilai-nilai sosial budaya, mereka mengadakan evaluasi, kritik dari sudut kepentingannya bagi kesejahteraan umat manusia. Siswa sebagai individu selalu berinteraksi dengan lingkungannya, selalu terjadi hubungan timbal balik antara keduanya. Pandangan-pandangannya mempengaruhi bentuk dan pola lingkungan, di lain pihak kekuatan dan
keterbatasan lingkungan mempengaruhi individu siswa. Lingkungan merupakan bagian dari kehidupan siswa. Interaksi juga terjadi antara pemikiran siswa dengan kehidupannya. Suatu kebenaran tidak akan diyakininya apabila tidak dicobakan dan dihayati dalam kehidupannya sehari-hari. Sekolah berbeda dengan pendidikan, tetapi mempunyai peranan penting dalam sistem masyarakat. Sekolah merupakan pintu untuk memasuki masyarakat, menentukan stratifikasi sosial, dan memberikan kesiapan untuk melakukan berbagai pekerjaan. Sekolah menyiapkan anak dengan berbagai keterampilan sosial juga keterampilan bekerja. Lebih jauh, sekolah juga berperan dalam membina sikap positif terhadap dunia kerja, disiplin kerja, dan sebagainya. Pendidikan berperan dalam mengembangkan identitas pribadi, memperbaiki modus dari kehidupan. Proses belajar dalam model interaksional terjadi melalui dialog dengan orang lain apakah dengan guru, teman, atau yanglainnya. Belajar adalah kerja sama dan saling kebergantungan dengan orang lain. Siswa belajar memperhatikan, menerima, menilai pendapat orang lain, dan belajar menyatakan pendapat dan sikapnya sendiri. Melalui interaksi t ersebut muncul pengetahuan, pendapat, sikap, dan keterampilan-keterampilan baru. Guru berperan dalam menciptakan situasi dialog dengan dasar saling mempercayai dan saling membantu. Bahan ajar diambil dari lingkungan sosial-budaya yang dihadapi para s iswa sekarang. Mereka diajak untuk menghayati nilai-nilai sosial-budaya yang ada di masyarakat, memberikan
penilaian
yang
kritis,
kemudian
mereka
mengembangkan
persepsinya sendiri terhadap berbagai as pek kehidupan masyarakat. Kurikulum pendidikan interaksional menekankan baik pada isi maupun proses pendidikan sekaligus. Isi pendidikan terdiri atas problem- problem nyata yang aktual yang dihadapi dalam kehidupan di masyarakat. Proses pendidikannya berbentuk kegiatan-kegiatan belajar kelompok yang mengutamakan kerja sama, baik antarsiswa, siswa dan guru, maupun antara siswa dan guru dengan sumbersumber belajar yang lain. Kegiatan penilaian dilakukan untuk hasil maupun proses belajar. Guru-guru melakukan kegiatan penilaian sepanjang kegiatan belajar.
D. Buku Acuan
Schubert, William H. 1986. Curriculum: Perspective, Paradigm and Possibility. New York: Mac millan Publishing Co. Dilatarbelakangi oleh minat pribadi yang sangat mendalam terhadap pendidikan, khsusunya kurikulum, penulis memandang bahwa kurikulum merupakan bidang yang sangat penting. Kurikulum menentukan jenis dan kualitas pengetahuan dan pengalaman yang memungkinkan orang atau seseorang mencapai
kehidupan
dan
penghidupan
yang
baik.
Dilengkapi
dengan
pengalamannya yang begitu banyak dalam bidang pendidikan, penulis menyajikan suatu tulisan yang komprehensif mendasar, dalam arti bertolak dari teori yang kuat, dengan mengemukakan hal-hal yang bersifat praktis. Buku ini merupakan buku teks pada bidang kurikulum baik untuk tingkat S1 maupun S2 sebab isinya menyangkut hal-hal yang sangat prinsip. Secara sistematis dan logis, seluruh isi buku ini terbagi atas tiga bagian. Bagian pertama menguraikan perspektif kurikulum, baik dari segi konsep atau teori, sejarah maupun perkembangannya. Bagian kedua membahas paradigma, yang berisi tujuan, misi, proses, organisasi, dan ovaluasi, serta pelaksanaan. Bagian ketiga membahas problema-problema kurikulum, profesionalisasi, dan pengembangan kurikulum.
Beane, James A. et. al., 1986. Curriculum Planning and Development. Boston: Allyn and Bacon, Inc. Isi buku ini hampir sama dengan buku-buku lain dalam tema yang sama. Salah satu kelebihannya terletak pada isinya yang sangat komprehensif. Hampir semua hal yang berkenaan dengan permasalahan kurikulum tercakup dalam buku mi. Oleh karena itu, buku ini baik sekali bagi para pengajar kurikulum dan guruguru yang melaksanakan kurikulum..Secara sistematik diuraikan masalah apa dalam kurikulum, pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai apa yang harus disajikan dalam kurikulum, sampai sejauh mana dan untuk apa hal itu diberikan. Juga diuraikan masalah mengapa, yaitu.landasan-landasan apa yang mendasari penyusunan kurikulum. Selanjutnya, bagaimana proses penyampaian kurikulum serta proses pengelolaan kurikulum, dan diakhiri dengan proses evaluasi kurikulum.
Johnson, Mauritz. 1977. Intensionality in Education. Albany, New York: Center for Curriculum Research and Services. Judul buku ini adalah intensionality in Education, suatu judul yang bertemakan pendidikan, dan isinya lebih banyak menyangkut kurikulum. Isi buku ini sangat berharga bagi para pakar pendidikan, pakar kurikulum, para perencana pengajaran, dan juga guru-guru. Dalam buku ini disajikan suatu model konseptual kurikulum dan rencana pengajaran, serta evaluasinya. Dipisahkan dengan tegas oleh penulis antara kurikulum dan pengajaran. Kurikulum berkenaan dengan apa yang akan diajarkan, sedangkan pengajaran berkenaan dengan bagaimana cara mengajarkannya. Dengan konsep scperti itu penulis mengemukakan suatu model kurikulum yang disebutnya sebagai model P-I-E, dan dijelaskan pula bagaimana pengembangannya. Dalam pengembangan tersebut diuraikan secara rinci bagaimana merumuskan tujuan, isi, struktur kurikulum, serta sumbersumber kurikulum. Selanjutnya diuraikan juga rencana pengajaran, evaluasi, serta pengelolaannya. Goodlad, John I. (Ed). 1979. Curriculum Inquiry, The Study of Curriculum Practice. New York: McGra w Hill Book, Co.
Tulisan ini membahas praktik pelaksanaan kurikulum di la pangan dengan tujuan membantu para teoretisi, peneliti, dan pelaksana kurikulum memperluas pemahaman mereka tentang pelaksanaan kurikulum di lapangan. Isi buku didasarkan atas hasil penelitian/pengalaman praktik selama lebih dari 20 tahun di Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atas. Pada bagian pertama tulisan ini, dikemukakan konsep-konsep kurikulum dan komponen-komponen pelaksanaan kurikulum dalam masyarakat industri, serta bidang-bidang kurikulum yang meliputi tiga fenomena; substantive, politicalsocial, dan technicalprofesional. Pada bagian berikutnya diuraikan penjabaran konsep-konsep tersebut menurut tingkat perkembangan kurikulum, tingkat masyarakat, tingkat institusi, serta penjabaran dalam desain instruksional. Pada bagian akhir dibahas peranan a hli kurikulum dan pengembangan kurikulum dala m perspektif persilangan budaya-budaya/bangsa-bangsa.
BAB 2 TEORI KURIKULUM
Dewasa ini berkembang suatu anggapan bahwa pendidikan bukan lagi merupakan suatu ilmu, melainkan suatu teknologi. Hal ini disebabkan oleh upaya pengembangan dan penyempurnaan pendidikan, khususnya kurikulum, lebih banyak datang dari pengalaman praktik di sekolah, dibandingkan dengan dari penerapan teori-teori yang sudah mapan. Perubahan atau penambahan isi kurikulum sering diadakan karena adanya kebutuhan-kebutuhan praktis. Karena selalu menekankan pada hal-hal praktis itulah, masa berlaku suatu kurikulum tidak bisa lama. Pada bab ini akan diuraikan apa, mengapa, dan bagaimana teori, khususnya pentingnya ilasar-dasar teoretis dalam pengembangan suatu kurikulum.
A. Apakah Teori Itu?
Mengenai apakah teori itu, telah ada beberapa kesepakatan di antara para ahli, tetapi juga ada beberapa perbedaan pendapat. Kesepakatan yang telah diterima secara umum, bahwa teori merupakan suatu set atau sistem pernyataan (a set of statement) yang menjelaskan serangkaian hal. Ketidaksepakatannya terletak pada karakteiistik pernyataan tersebut. Di antara sekian banyak pendapat yang berbeda, ada tiga kelompok karakteristik utama sistem pernyataan suatu teori. Pertama, pernyataan dalam suatu teori bersifat memadukan (unifying statement). Kedua, pernyataan tersebut berisi kaidah-kaidah umum (universal preposition). Ketiga, pernyataan bersifat meramalkan
(predictive
statement).
Karakteristik
memadukan
(unifying
statement) banyak disetujui oleh para perumus teori, seperti yang dikemukakan Kaplan (1964, him. 295). A
theory is a way of making sense of a disturbing situation, so as to allow us most
effectivelly to bring to bear our reverfoice of habits, and even more impor- tant, to modify habits or discard them together, reflacing new ones as the situa- tion demands.
And
the reconstructed logic, accordingly, theory will appear as the
device for interpreting, criticizing, and unifying established laws, modify- ing
them to fit data unanticipated in their formation, and guiding the enter- prise of discovering new and more powerful generalizations. Hall dan Lindsay (1970, him. 11) menekankan hal yang sama yaitu sifat unifying, seperti mereka nyatakan bahwa "... a theory is set of conventions that should contain a cluster of relevant assumption systematically related to each other and a set of empirical definitions". Pendapat yang hampir sama juga dikemukakan oleh Snow (1973, hlm.78). In its simplest form, a theory is a symbolic instruction designed to bring generalizable fact (or laws) into systematic connection. It consist of a) a set of units (facts, concepts, variables), and b) a system of relationships among the units. Karakteristik lain berupa kaidah-kaidah yang bersifat universal, kita temukan dalam definisi teori Rose (1953, him. 52). A
theory may be defined as an integrated body of definitions, assumptions and
general prepositions covering a given subject matter from which a comprehensive and consistent set of specific and testable hypotheses can be deducted logically. Menurut Rose, karakteristik pernyataan (set of statement) tersebut meliputi definisi, asumsi, dan kaidah-kaidah umum. Dalam rumusan yang lebih kompleks, teori ini juga menyangkut hukum-hukum, hipotesis, dan deduksi-deduksi logismatematis. Definisi teori Abel umpamanya menunjukkan hal seperti itu. A
general theory is built upon the facts discovered by means of the use of theo-
rems and other conceptual models from empirical data and which have been ex pressed in the form of laws, correlations, or other type of generalizations. It involves synthesis and is directed to the formulation of propositions about universals. Karakteristik ketiga yang dipandang sebagai ciri utama suatu teori adalah sifat prediktif (meramalkan). Teori harus mampu menjangkau ke depan, bukan hanya menggambarkan apa adanya tetapi mampu meramalkan apa yang terjadi atas suatu hal. Rumusan demikian dapat dilihat da lam definisi teori Travers (1960, hlm. 10): "... a theory consists of generalizations intended to explain phenomena and that the generalizations must be predictive".
Suatu
rumusan
yang
lebih
menyeluruh,
yang
mengandung
tiga
karakteristik utama suatu teori (unifying, universal prepositions, dan pr edictive) kita temukan dalam definisi Kerlinger (1973, hlm. 9). A
theory is a set of interelated constructs (concepts), definitions, and prepositions
that present a systematic view of phenomena by specifying relations among variables, with the purpose of explaining and predicting phenomena". Dengan bermacam-macam rumusan teori itu diharapkan sampai pada suatu kesimpulan, walaupun bersifat tentatif bahwa suatu teori lahir dari suatu proses, yang berbeda dengan yang lainnya. Suatu teori hanya menjelaskan hal yang terbatas, teori lain menjelaskan hal yang lebih luas. Teori menjelaskan suatu kejadian. Kejadian ini bisa sangat luas atau sangat sempit. Suatu kejadian yang dijelaskan oleh suatu teori menunjukkan suatu set yang universal. Set universal ini terbentuk oleh tiga bagian. Bagian pertama, kejadian yang diketahui, yang dinyatakan sebagai fakta, hukum, atau prinsip. Bagian kedua yang dinyatakan sebagai asumsi, proposisi, dan postulat. Bagman ketiga adalah bagian dari set universal atau bagian dari keseluruhan yangbelum diketahui. Visualisasi hubungan antara bagian-bagian tersebut dapat dilihat pada bagan berikut. BAGAN 2.1 Suatu set kejadian yang terkandung dalam suatu teori
Tugas seorang teoretisi adalah merumuskan istilah-istilah dan pernyataan yang akan menjelaskan isi bagian-bagian dan hubungan di antara bagian-bagian tersebut. Hal yang sangat penting dalam pekerjaan seorang ilmuwan adalah penggunaan istilah-istilah. Ia dituntut untuk menggunakan istilah dengan makna yang tepat dan konsisten. Gordon dan teman-temannya (1967) membagi istilahistilah yang digunakan dalam suatu teori atas tiga kelas: primitive terms, key terms, and theoretical terms. Primitive terms tak dapat didefinisikan secara operasional. Contohnya, konsep titik (point) dalam geometri. Key terms adalah istilah-istilah yang dapat didefinisikan secara operasional seperti pemecahan masalah. Theo- retical terms dapat didefinisikan secara operasional, tetapi dalam hubungannya dengan key terms. Beauchamp (1975, hlm. 15) membedakan adanya tiga kelompok istilah, yaitu "general language terms, basic concepts, dan theoretical contructs". General language terms merupakan istilah-istilah yang digunakan dalam ilmu pengetahuan atau bahasa secara umum. Istilah-istilah tersebut tidak perlu didefinisikan secara operasional karena telah dikenal secara umum. The basic concept merupakan istilah-istilah yang sangat dasar dan penting dalam menjelaskan suatu set kejadian, oleh karenanya perlu didefinisikan secara operasional. Sebagai contoh, istilah molekul dalam kimia, istilah kurikulum dalam pendidikan. Yang ketiga adalah theoretical constructs, yang merupakan istilah yang punya makna khusus dalam set kejadian yang akan dijelaskan suatu teori, tetapi tidak dapat diketahui melalui pengamatan langsung. Contoh istilah minat, kebutuhan dalam pengajaran. Hal lain yang juga sangat penting dalam pekerjaan ilmuwan adalah pernyataan. Suatu teori terdiri atas serangkaian pernyataan, di dalam pernyataan tersebut
ada
istilah-istilah.
Seperti
halnya
istilah,
pernyataan
pun
ada
pengkategoriannya. Pernyataan dapat menunjuk kepada faktafakta, definisi, proposisi, hipotesis, generalisasi, dalil, postulat, teorem, asumsi, dan hukum. Sering terdapat tumpang tindih atau pertukaran pengertian dari istilah-istilah tersebut, juga penggunaannya sering amat terbatas hanya dalam teori atau konsep tertentu. Secara hukum istilah-istilah tersebut sering diartikan sebagai berikut. Fakta adalah suatu fenomena yang diketahui melalui pengamatan. Definisi
merupakan perumusan arti dalam bentuk pernyataan formal. Proposisi merupakan suatu pernyataan formal yang memperkuat atau menolak keberadaan sesuatu hal tentang suatu subjek. Hipotesis, generalisasi, aksioma, postulat, teorem, dan hukum-hukum merupakan bentuk-bentuk khusus proposisi. Hipotesis terbentuk oleh satu proposisi atau lebih untuk menjelaskan suatu set kejadian. Generalisasi adalah suatu proposisi yang memperkuat atau menegaskan kedudukan suatu anggota atau beberapa anggota kolas, hal itu disimpulkan dari hasil pengamatan atas sejumlah hubungan peristiwa. Aksioma atau postulat adalah suatu proposisi yang diterima sebagai suatu kebenaran. Teorem adalah suatu proposisi yang berasal dari pemikiran atau diturunkan dari aksioma. Hukum adalah suatu proposisi yang sudah bersifat tetap, yang memberikan kondisi yang tidak berubah.
1. Apakah fungsi teori? Minimal ada tiga fungsi teori yang sudah disepakati para ilmuwan yaitu; (1) mendeskripsikan, (2) menjelaskan, dan (3) memprediksi. Untuk tiga fungsi tersebut, Brodbeck (1963, hlm. 70) menambahkan fungsi lain. "A theory nol only explains and predict, it also unifies phenomena". Khusus dalam penelitian Gawin (1963) mengemukakan fungsi teori sebagai: ... the theory help teioire,/ searcher to analyze data to make shorthand summarization or synopsis of data an relations, and to suggest new thing to try out. Dalam usaha mendeskripsikan, menjelaskan, dan membuat prediksi, para ahli terus mencari dan menemukan hukum-hukum baru dan hubungan-hubungan baru di antara hukum-hukum tersebut. Melalui proses demikian mungkin terjadi di dalam suatu "set kejadian", semua hukum dan interealasinya dapat dinyatakan dan teori itu telah berkembang menjadi hukum yang lebih tinggi. Para ahli teori mencari hubungan baru dangan menggabungkan beberapa "set kejadian" menjadi suatu "set kejadian yang baru yang lebih universal". Hal itu mendorong pencarian dan pengkajian selanjutnya, untuk menemukan hukum-hukum baru dan hubungan baru dalam suatu teori baru. Fungsi yang lebih besar dari suatu leori adalah melahirkan teori baru. Mouly (1970, hlm. 70-71) mengemukakan ciri-ciri suatu teori yang baik, yaitu:
1. A theoretical system must permit deduction which be tested empirically, 2. A theory must be compatible both with observation and with previously validated theories, 3. Theories must be stated in simple terms, that theory is best which explains the most in the simplest form, 4. Scientific theories must be based on empirical facts and relationships. Bagaimana proses pembentukan suatu teori atau bagaimana proses herteori berlangsung, melalui beberapa langkah. Pertama, pendefinisian istilah merupakan hal yang sangat penting berteori, terutama berkenaan dengan kejelasan atau ketepatan penggunaan istilah yang telah didefinisikan. Kedua, klasifikasi yaitu pengelompokan informasi-informasi yang revan dengan
kategori-kategori
yang
sejenis.
Klasifikasi
juga
merupakan
wugelompokan fakta dan generalisasi ke dalam kelompok-kelompok yang .mogen, tetapi tidak menjelaskan interelasi a ntarkelompok atau interaksi fakta dengan generalisasi dalam suatu kelompok. Ketiga, mengadakan induksi dan deduksi. Induksi dan deduksi merupakan dua proses penting di dalam mengembangkan pernyataan- pernyataan teoretis setelah pendefinisian dan pengklasifikasian. Induksi merupakan proses penarikan kesimpulan yang lebih bersifat umum dari fakta-fakta atau hal-hal yang bersifat khusus. Deduksi merupakan penurunan kaidah-kaidah khusus dari kaidah yang lebih umum. Keempat adalah informasi, prediksi, dan penelitian. Pembentukkan suatu teori yang kompleks mungkin berpangkal dari inferensi-inferensi yaitu penyimpulan dari apa yang diamati. Inferensi ini mungkin ditarik melalui perumusan asumsi, hipotesis, dan generalisasi dari hasil-hasil observasi. Sesuai dengan fungsi dari teori yaitu memberikan prediksi, teori juga berkembang melalui prediksi dan juga penelitian. Ada prediksi yang dibuktikan dengan suatu penelitian, tetapi ada juga prediksi yang tetap sebagai prediksi. Kelima pembentukan model-model. Karena yang dicakup dengan teori sering menyangkut hal-hal yang sifatnya abstrak dan kompleks, maka untuk
memberikan gambaran yang lebih konkret dan sederha na dibuat model-model. Model ini menggambarkan kejadian-kejadian serta interaksi antara kejadian. Keenam, pembentukan subteori. Suatu teori yang telah mapan dan komprehensif
mendorong
untuk
terbentuknya
sub-subteori.
Subteori
ini
cenderung memperluas lingkup dari suatu teori dan juga memberikan penyempurnaan.
B. Teori Pendidikan
Pendidikan merupakan suatu ilmu terapan (applied science), yaitu terapan dari ilmu atau disiplin lain terutama filsafat, psikologi, sosiologi, dan humanitas. Sebagai ilmu terapan, perkembangan teori pendidikan berasal dari pemikiran pemikiran filosofis-teoretis, penelitian empiris dalam praktik pendidikan. Dengan latar belakang seperti itu, beberapa ahli menyatakan bahwa ilmu pendidikan merupakan ilmu yang "belum jelas". Hal itu diperkuat oleh kenyataan bahwa cukup sulit untuk dapat merumuskan teori pendidikan. Teori-teori pendidikan yang ada lebih menggambarkan pandangan filosofis, seperti teori pendidikan Langeveld, Kohnstam, dan sebagainya, atau lebih menekankan pada pengajaran seperti teori Gagne, Skinner, dan sebagainya. Boyles (1959) menyatakan bahwa teori pendidikan di Amerika Serikat berada dalam a state of suspended animation, penggambarannya masih tertangguhkan. Masih memerlukan waktu yang cukup lama untuk menampilkan dengan jelas teori pendidikan ini. Menurut Beauchamp (1975, hlm. 34), teori pendidikan akan atau dapat berkembang, tetapi perkembangannya pertama-tama dimulai pada sub-subteorinya. Yang menjadi subteori dari teori pendidikan adalah teori-teori dalam kurikulum, pengajaran, evaluasi, bimbingan-konseling, dan administrasi pendidikan. Susunan hierarki teori pendidikan dengan subteori dan teori yang memayunginya dapat dilihat pada Bagan 2.2. Telah diuraikan sebelumnya bahwa ada dua kecenderungan perkembangan ilmu pendidikan. Pertama, perkembangan yang bermilai teoretis yang merupakan pengkajian masalah-masalah pendidikan dari sudut
BAGAN 2.2 Susunan hierarki teori pendidikan dan kurikulum
pandang ilmu lain, seperti filsafat, psikologi, dan lain-lain. Kedua, perkembangan ilmu pendidikan dari praktik pendidikan. Keduanya dapat ding membantu, melengkapi, dan memperkaya. Dalam kenyataan, tidak selalu terjadi hal yang demikian. Hanya sedikit hasil-hasil pengkajian leoretis yang diterapkan para pelaksana pendidikan. Sebagai contoh, teori IT Rousseau yang menekankan pendidikan alam dengan peranan anak sebagai subjek yang penuh potensi, hampir tidak ada yang melaksanakanIlya secara penuh, kecuali beberapa prinsip utamanya, itu pun dengan keberapa modifikasi. Sebaliknya para pendidik di lapangan melaksanakan praktik pendidikan yang lebih didasarkan atas kebutuhankebutuhan prakt is, sekalipun tidak banyak dilandasi ol eh teori-teori yang kuat. Seharusnya tidak terjadi hal yang demikian, sebab seharusnya praktik dilandasi oleh teori, tidak ada praktik yang baik tanpa teori yang mapan. Anima teori dengan praktik memang terdapat perbedaan, tetapi keduanya ingat berkaitan erat. Mengenai perbedaan antara teori dengan praktik, beauchamp menjelaskan: Theory by its nature is impractical. The world of practicality is built around clusters of specific events. The world of theory derives from generalization law a axiomes and theorems explaining specific events and the relationships among them (Beauchamp, 1975, him. 35).
Walaupun terdapat perbedaan, keduanya tidak dapat dipisahkan. Teori menjadi pedoman bagi praktik dan praktik memberi umpan balik bagi pengembangan teori. Sebagai ilmu dari segala il mu, filsafat mempunyai hubungan yang erat dengan ilmu pendidikan dan teori pendidikan. Ada dua kategori teori yaitu teori deskriptif dan preskriptif. Teori deskriptif terdiri atas serangkaian proposisi yang berinterelasi secara logis. Dari proposisi-proposisi tersebut diturunkan secara deduktif informasi- informasi baru, juga dari proposisi proposisi tersebut hubungan antara beberapa hal dirumuskan. Teori deskriptif terdiri atas serangkaian rencana kegiatan atau proposisi mengenai sesuatu kerangka
masalah.
Pengembangan
teori
deskriptif
berhubungan
dengan
pendekatan ilmiah (scientific approach), sedangkan pengembangan teori preskriptif
berhubungan
dengan
pendekatan
atau
teknik-teknik
filosofis
(techniques of philosophy). Filsafat mempunyai hubungan yang sangat erat dengan teori pendidikan. Kebanyakan teori pendidikan yang ada, kalau tidak berlandaskan psikologi maka bersumber pada filsafat. Filsafat khususnya filsafat pendidikan memberikan pedoman bagi perumusan aspek-aspek pendidikan. Mendidik atau pendidikan berkenaan dengan perbuatanperbuatan yang tidak lepas dari nilai, atau dengan kata lain perbuatan mendidik selalu menyangkut nilai. Teori pendidikan selalu menyangkut tentang teori nilai, etika, yang keduanya merupakan bahasan dari bidang filsafat. Antara keduanya tidak dapat dipisah-pisahkan. John Dewey seorang ahli filsafat pendidikan progresif, umpamanya menyatakan bahwa filsafat merupakan teori umum dari pendidikan. Beberapa aliran filsafat pendidikan menggambarkan kedudukannya, juga sebagai teori pendidikan, seperti dalam filsafat pendidikan realisme dari Borudy, idealisme dari Butler, pragmatisme dari Mc. Murray. Pratte menegaskan hubungan antara filsafat dengan teori pendidikan di dalam uraiannya tentang teori pendidikan modern yaitu pendidikan progresif (eksperimentalisme), esensialisme, perenialisme, rekonstruksionalisme, dan eksistensialisme. Dalam semua aliran filsafat ini, dikemukakan pandangan filosofisnya tentang peranan sekolah (pendidikan), ten tang hakikat pengetahuan, tentang manusia, tentang nilai, dan sumber-sumber nilai.
Hugh C. Black dalam bukunya A Four fold Classification of Educational Theories (1966) mengemukakan empat teori pendidikan, yaitu teori tradisional, teori progresif, teori hasil belajar, dan teori proses belajar. Teori tradisional menekankan fungsi pendidikan sebagai pemelihara dan penerus warisan budaya, teori progresif memandang pendidikan sebagai penggali potensi anak-anak, dalam teori ini anak menempati kedudukan sentral dalam pendidikan. Teori hasil belajar sesuai dengan namanya mengutamakan hasil, sedangkan teori proses belajar mengutamakan proses belajar. Teori pendidikan bukan saja berkembang melalui pemikiran p.mikiran filosofis atau teori preskriptif, juga di kembangkan melalui ponglojfisn pengkajian ilmiah (teori deskriptif). Harry S. Broudy menyatakan perlunya suatu teori pendidikan yang utuh yang membentuk satu kesatuan. Teori pendidikan yang demikian sangat diperlukan mengingat hal-hal sebagai berikut. a. The present and projected kinds of knowledge and personality traits required for citizenship, vocation, and self development. b.
A
unified theory must be judicious about the latest development in learn-
ing theory and teaching technology. c.
A
unified theory has to provide for general and special education, for dif-
ferences in ability and bent (Broudy, 1960, hlm. 24). Brouner mengidentifikasi enam teori pendidikan yang berkembang di merika Serikat pada tahun 1960-an. Keenam teori tersebut dapat dilihat pada Bagan 2.3. Dalam simposium di Universitas John Hopkins tahun 1961, dibahas hvherapa makalah yang menguraikan apakah pendidikan merupakan
BAGAN 2.3 Enam teori pendidikan (menurut Brouner)
suatu disiplin ilmu atau bukan? Beberapa makalah mengakui pendidikan sebagai disiplin ilmu, makalah lainnya menyangkalnya. Mereka yang menyangkal, memandang pendidikan merupakan aplikasi dari berbagai disiplin. Pendidikan hanyalah suatu profesi, yang ditandai sejumlah pelayanan yang diberikannya. March Beth dalam buku Education as a Discipline (1965) menegaskan bahwa pendidikan adalah suatu disiplin. la menolak pandangan bahwa pendidikan hanyalah aplikasi dari disiplin-disiplin lain. Pendidikan adalah suatu bidang studi (suatu disiplin) dalam bidangnya. Studi tentang pendidikan merupakan suatu kajian tentang bagaimana cara atau model-model inkuiri disusun, digunakan, dikembangkan, dan disusun kembali. Lebih jauh berisi kajian tentang modelmodel yang cocok pada suatu tempat, saat, serta syarat-syarat yang diperlukan bagi pelaksanaan model tersebut.. Menurut Beth, studi tentang pendidikan menca kup hal-hal sebagai berikut: 1. Sejarah tentang teori dan model-model pendidikan 2. Prinsip-prinsip dan prosedur analisis dari model-model pendidikan. 3. Studi tentang fungsi dari model-model yang ada, sebagai bahan dan alat untuk mempelajari dan mengembangkannya. 4. Studi lebih mendalam tentang variasi model, bagaimana penerapannya dalam berbagai tingkat sekolah dan berbagai jenis mata pelajaran.
5. Pelaksanaan model sesuai dengan kondisi waktu, kemampuan para pelaksana, serta fasilitas yang ada. Terlepas dari apakah pendidikan merupakan suatu disiplin ilmu atau bukan, pendidikan tetap merupakan suatu bidang studi. Dalam bidang studi tersebut, teori-teori pendidikan dikembangkan. Beauchamp (175, hlm. 43) menyatakan bahwa Irrespective of label, evidence mounts that education is sufficiently mature to become an organized field of study. Pengembangan teori pendidikan menjadi semakin besar dan pesat dengan berkembangnya sub-subteori pendidikan, yaitu bimbingan clan konseling, kurikulum, penyuluhan, pengajaran, evaluasi, dan administrasi pendidikan.
C.
Teori Kurikulum
Telah diuraikan sebelumnya bahwa teori merupakan suatu perangkat pernyataan yang bertalian satu sama lain, yang disusun sedemikian rupa sehingga memberikan makna yang fungsional terhadap serangkaian kejadian. Perangkat pernyataan tersebut dirumuskan dalam bentuk definisi deskriptif atau fungsional, suatu konstruksi fungsional, asumsi-asunro hipotesis, generalisasi, hukum, atau teorem-teorem. Isi rumusan-rumusan tersebut ditentukan oleh lingkup dari rentetan kejadian yang dicakup, jumlah pengetahuan empiris yang ada, dan tingkat keluasan_ dan kedalaman teori dan penelitian di sekitar kejadian-kejadian tersebut. Kalau konsep-konsep itu diterapkan dalam kurikulum, maka dapatlah dirumuskan tentang teori kurikulum, yaitu sebagai suatu perangkat pernyataan yang rnemberikan makna terhadap kurikulum sekolah, makna tersebut Irryndi karena adanya penegasan hubungan antara unsur-unsur kurikulum, karena allanya petunjuk perkembangan, penggunaan dan evaluasi kurikulum. Bahan kajian dari teori kurikulum adalah hal-hal yang berkaitan dengan renentuan keputusan, penggunaan, perencanaan, pengembangan, evaluasi kurikulum, dan lain-lain.
1. Konsep kurikulum Konsep terpenting yang perlu mendapatkan penjelasan dalam teori kurikulum adalah konsep kurikulum. Ada tiga konsep tentang kurikulum, kurikulum sebagai substansi, sebagai sistem, da n sebagai bidang studi. Konsep pertama, kurikulum sebagai suatu substansi, suatu kurikulum, dipandang orang sebagai suatu rencana kegiatan belajar bagi murid-murid di sekolah, atau sebagai suatu perangkat tujuan yang ingin dicapai. Suatu kurikulum juga dapat menunjuk kepada suatu dokumen yang berisi rumusan tentang tujuan, bahan ajar, kegiatan belajar-mengajar, jadwal, dan evaluasi. Suatu kurikulum juga dapat digambarkan sebagai dokumen tertulis sebagai hasil persetujuan bersama antara para penyusun kurikulum dan pemegang kebijaksanaan pendidikan dengan masyarakat. Suatu kurikulum juga dapat mencakup lingkup tertentu, suatu sekolah, suatu kabupaten, propinsi, ataupun seluruh negara. Konsep kedua, adalah kurikulum sebagai suatu sistem, yaitu sistem kurikulum. Sistem kurikulum merupakan bagian dari sistem persekolahan, sistem pendidikan, bahkan sistem masyarakat. Suatu sistem kurikulum mencakup struktur personalia, dan prosedur kerja bagaimana cara me- nyusun suatu kurikulum, melaksanakan, mengevaluasi, dan menyem- purnakannya. Hasil dari suatu sistem kurikulum adalah tersusunnya suatu kurikulum, dan fungsi dari sistem kurikulum adalah bagaimana memelihara kurikulum agar tetap dinamis. Konsep ketiga, kurikulum sebagai suatu bidang studi yaitu bidang studi kurikulum. Ini merupakan bidang kajian para ahli kurikulum dan ahli pendidikan dan pengajaran. Tujuan kurikulum sebagai bidang studi adalah mengembangkan ilmu tentang kurikulum dan sistem kurikulum. Mereka yang mendalami bidang kurikulum mempelajari konsep-konsep dasar tentang kurikulum. Melalui studi kepustakaan dan berbagai kegiatan penelitian dan percobaan, mereka menemukan hal-hal baru yang dapat memperkaya dan memperkuat bidang studi kurikulum. Seperti halnya para ahli ilmu sosial lainnya, para ahli teori kurikulum juga dituntut untuk: (1) mengembangkan definisi-definisi deskriptif dan preskriptif dar i istilah-istilah teknis, (2) mengadakan klasifikasi tentang pengetahuan yang telah ada dalam pengetahuan-pengetahuan baru, (3) melakukan penelitian inferensial dan prediktif, (4) mengembangkan subsubteori kurikulum, mengembangkan dan
melaksanakan model-model kurikulum. Keempat tuntutan tersebut menjadi kewajiban seorang ahli teori kurikulum. Melalui pencapaian keempat hal tersebut baik sebagai subtansi, sebagai sistem, maupun bidang studi kurikulum dapat bertahan dan dikembangkan.
2. Perkernbangan teori kurikulum Perkembangan teori kurikulum tidak dapat dilepaskan dari sejarah perkembangannya. Perkembangan kurikulum telah dimulai pada tahun 1890 dengan tulisan Charles dan McMurry, tetapi secara definitif berawal pada hasil karya Franklin Babbit tahun 1918. Bobbit sering dipandang sebagai ahli kurikulum yang pertama, ia perintis pengembangan praktik kurikulum. Bobbit adalah orang pertama yang mengadakan analisis kecakapan atau pekerjaan sebagai cara penentuan keputusan dalam penyusunan kurikulum. Dia jugalah yang menggunakan pendekatan ilmiah dalam mengidentifikasi kecakapan pekerjaan dan kehidupan orang dewasa sebagai dasar pengembangan kurikulum. Menurut Bobbit, inti teori kurikulum itu sederhana, yaitu kehidupan manusia. Kehidupan manusia meskipun berbeda-beda pada dasarnya sama, terbentuk
oleh
sejumah
kecakapan
pekerjaan.
Pendidikan
berupaya
mempersiapkan kecakapan-kecakapan tersebut dengan teliti dan sempurna. Kecakapan-kecakapan yang harus dikuasai untuk dapat terjun dalam kehidupan sangat
bermacam-macam,
bergantung
pada
tingkatannya
maupun
jenis
lingkungan. Setiap tingkatan dan lingkungan kehidupan menuntut penguasaan pengetahuan, keterampilan, sikap, kebiasaan, apresiasi tertentu. Hal-hal itu merupakan tujuan kurikulum. Untuk mencapai hal-hal itu ada serentetan pengalaman yang harus dikuasai anak. Seluruh tujuan beserta pengalaman pengalaman tersebut itulah yang menjadi bahan kajian teori kurikulum. Werrett W. Charlters (1923) setuju dengan konsep Bobbit tentang analisis kecakapan/pekerjaan sebagai dasar penyusunan kurikulum. Char ters lebih menekankan pada pendidikan vokasional. Ada dua hal yang sama dari teori kurikulum, teori Bobbit dan Charters. Pertama, keduanya setuju atas penggunaan teknik ilmiah dalam memecahkan masalah-masalah kurikulum. Dalam hal ini mereka dipengaruhi oleh gerakan
ilmiah dalam pendidikan yang dipelopori oleh El. Thorndike, Charles Judd, dan lain-lain. Kedua, keduanya bertolak pada asumsi bahwa sekolah berfungsi mempersiapkan anak bagi kehidupan sebagai drang dewasa. Untuk mencapai hal tersebut, perlu analisis tentang tugas-tugas dan tuntutan dalam kurikulum disusun keterampilan, pengetatitian, sikap, nilai, dan lain-lain yang diperlukan untuk dapat berpartisipasi dalam kehidupan orang dewasa. Bertolak pada hal-hal tersebut mereka itionyusun kurikulum secara lengkap dalam bentuk yang sistematis. Mulai tahun 1920, karena pengaruh pendidikan progresif, berkembang gerakan pendidikan yang berpusat pada anak (child centered). Teori kurikulum berubah dari yang menekankan pada organisasi isi yang diarahkan pada kehidupan sebagai orang dewasa (Bobbit dan Charters) kepada klhidupan psikologis anak pada saat ini. Anak menjadi pusat perhatian Isi kurikulum harus didasarkan atas minat dan kebutuhan alswa. Pendidikan menekankan kepada aktivitas siswa, siswa belajar nu lalui pengalaman. Penyusunan kurikulum harus melibatkan siswa. Perkembangan teori kurikulum selanjutnya dibawakan oleh Hollis I swell. Dalam peranannya sebagai ketua divisi pengembang kurikulum beberapa negara bagian
di
Amerika
Serikat
(Tennessee,
Alabama,
Ida,
Virginia),
ia
mengembangkan konsep kurikulum yang berpusat pada masyarakat atau pekerjaan (society centered) maka Caswell mengembangkan kurikulum yang bersifat interaktif. Dalam pengembangan kurikulumnya, Caswell menekankan pada partisipasi guru-guru, Ism dalam menentukan kurikulum, menentukan struktur dari penyusunan kurikulum, dalam merumuskan pengertian dalam merumuskan tujuan, memilih isi, menentukan kegiatan belajar, kurikulum, menilai hasil, dan sebagainya. Pada tahun 1947 di Univeristas Chicago berlangsung diskusi besar ri lama tentang teori kurikulum. Sebagai hasil diskusi tersebut 4.11111muskan tiga tugas utama teori kurikulum: (1) mengidentifikasi Nin~..rIah masalah penting yang muncul dalam pengembangan kurikulum tirui konsep-konsep yang mendasarinya, (2) menentukan hubungan antara Malin tersebut dengan struktur yang mendukungnya, (3) Monoirt atau meramalkan pendekatan-pendekatan pada masa yang akan dittoing untuk memecahkan masalah t ersebut.
Ralph W. Tylor (1949) mengemukakan empat pertanyaan pokok yang menjadi inti kajian kurikulum: 1. Tujuan pendidikan yang manakah yang ingin dicapai oleh sekolah? 2. Pengalaman pendidikan yang bagaimanakah yang harus disediakan untuk mencapai tujuan tersebut? 3. Bagaimana mengorganisasikan pengalaman pendidikan tersebut secara efektif? 4. Bagaimana kita menentukan bahwa tujuan tersebut telah tercapai? Empat pertanyaan pokok tentang kurikulum dari Tylor ini banyak dipakai oleh para pengembangan kurikulum berikutnya. Dalam konferensi nasional perhimpunan pengembang dan pengawas kurikulum tahun 1963 dibahas dua makalah penting dari George A. Beauchamp dan Othanel Smith. Beauchamp menganalisis pendekatan ilmiah tentang tugas-tugas pengembangan teori dalam kurikulum. Menurut Beauchamp, teori kurikulum secara konseptual berhubungan erat dengan pengembangan teori dalam ilmu-ilmu lain. Hal-hal yang penting dalam pengembangan teori kurikulum adalah penggunaan istilah-istilah teknis yang tepat dan konsisten, analisis dan klasifikasi pengetahuan, penggunaan penelitianpenelitian prediktif untuk menambah konsep, generalisasi atau kaidahkaidah, sebagai prinsip-prinsip yang menjadi pegangan dalam menjelaskan fenomena kurikulum. Dalam makalah kedua, Othanel Smith menguraikan peranan filsafat dalam pengembangan teori kurikulum yang bersifat ilmiah. Menurut Smith, ada tiga sumbangan utama filsafat terhadap teori kurikulum, yaitu dalam (1) merumuskan dan mempertimbangkan tujuan pendidikan, (2) memilih dan menyusun bahan, da n (3) perumusan bahasa khusus kurikulum. James B. MacDonald (1964) melihat teori kurikulum dari model sistem. Ada empat sistem dalam persekolahan yaitu kurikulum, pengajaran (instruction), mengajar (teaching), dan belajar. Interaksi dari empat sistem ini dapat digambarkan dengan suatu diagram Venn. Melihat kurikulum sebagai suatu sistem dalam sistem yang lebih besar yaitu persekolahan dapat memperjelas pemikiran tentang konsep kurikulum. Penggunaan model sistem juga dapat
membantu
para
ahli
teori
kurikulum
rnenentukan
jenis
dan
lingkup
konseptualisasi yang diperlukan dalam t eori kurikulum. Broudy, Smith, dan Burnett (1964) menjelaskan masalah persekolahan dalam suatu skema yang menggambarkan komponen-komponen dari keseluruhan proses mempengaruhi anak. Skema persekolahan dari Broudy dan kawankawannya dapat dilihat pada Bagan 2.4. Beauchamp merangkumkan perkembangan teori kurikulum antara tahun 1960 sampai dengan 1965. Ia mengidentifikasi adanya enam komponen kurikulum sebagai bidang studi, yaitu: landasan kurikulum, isi kurikulum, desain kurikulum, rekayasa kurikulum, evaluasi dan penelitian, dan pengembangan teori. Thomas L. Faix (1966) menggunakan analisis struktural-fungsional yang berasal dari biologi, sosiologi, dan antropologi untuk menjelaskan konsep kurikulum. Fungsi kurikulum dilukiskan sebagai proses bagaimana memelihara dan mengembangkan strukturnya. Ada sejumlah pertanyaan yang diajukan dalam analisis struktural-fungsional ini. Topik dan subtopik dari pertanyaan ini menunjukkan
fenomena-fenomena
kurikulum
Pertanyaan-pertanyaan
itu
menyangkut: (1) pertanyaan umum tentang fenomena kurikulum, (2) sistem kurikulum, (3) unit analisk (Ian unsur unsurnya, (4) struktur sistem kurikulum, (5) Fungsi sistem kurikulum, (6) proses kurikulum (7) prosedur analisis structural fungsional.
BAGAN 2.4 Skema persekolahan dari Broudy, Smith, dan Bunett. CURRICULUM Content
Categories of instruction
Modes of Teaching
Facts
Symbolic studies
Situational
Concept
Basic Sciences
Modes
Desriptive
Developmental studies
Operational
Principles
Testhetics studies
Modes
Students Learnings: Cognitive maps Evaluational maps
Attitudes and values systems Associative meanings and images Intellectual Operations Excecutive Operations Assessment system: Examinations Tests: Essay-Objective Teacher Judgements Self evaluation Self inventory"
Alizabeth S. Maccia (1965) dari hasil analisisnya menyimpulkan adanya empat teori kurikulum, yaitu: (1) teori kurikulum (curriculum theory), (2) teori kurikulum-formal (formal-curriculum theory), (3) teori kurikulum valuasional (valuational curriculum theory), dan (4) t eori kurikulum praksiologi (praxiological curriculum theory). Teori kurikulum (curriculum Theory atau event theory) merupakan teori yang menguraikan pemilihan dan pemisahan kejadian/peristiwa kurikulum atau yang berhubungan dengan kurikulum dan yang bukan. Menurut Maccia, kurikulum merupakan bagian dari pengajaran, teori kurikulum merupakan subteori pengajaran. Teori kurikulum formal memusatkan perhatiannya pada struktur isi kurikulum. Teori kurikulum yaluasional mengkaji masalah-masalah pengajaran apa yang berguna/ berharga bagi keadaan sekarang. Teori kurikulum praksiologi merupakan suatu pengkajian tentang proses untuk mencapai tujuantujuan kurikulum. Walaupun mungkin, kita tidak setuju dengan seluruh pendapat Maccia, tetapi ia telah berhasil menunjukkan sejumlah dimensi kurikulum yang cukup berharga untuk menjelaskan teori kurikulum. Mauritz Johnson (1967) membedakan antara kurikulum dengan proses
pengembangan
kurikulum.
Kurikulum
merupakan
hasil
dari
sistem
pengembangan kurikulum, tetapi sistem pengembangan bukan kurikulum. Menurut Johnson, kurikulum merupakan seperangkat tujuan belajar yang terstruktur. Jadi, kurikulum berkenaan dengan tujuan dan bukan dengan kegiatan. Berdasarkan rumusan kurikulum tersebut, pengalaman belajar anak menjadi bagian dari pengajaran. Johnson menganalisis enam unsur kurikulum, yaitu: 1.
A
curriculum is a structured series of intended learning out comes.
2. Selection is an essential aspect of curriculum formulation. 3. Structure is an essential charactistic of curriculum. 4. Curriculum guide instruction 5. Curriculum evaluation involeves validation of both selection and structure. 6. Curriculum is the criterion for instructional evaluation. Jack R. Frymier (1967) mengemukakan tiga unsur dasar kurikulum, yaitu aktor, artifak, dan pelaksanaan. Aktor adalah orang-orang yang terlibat dalam pelaksanaan kurikulum. Artifak adalah isi dan rancangan kurikulum. Pelaksanaan adalah proses interaksi antara aktor yang melibatkan artifak. Studi kurikulum menurut Frymier meliputi tiga langkah: perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Ada beberapa masalah atau isu substansial dalam pembahasan tentang teori kurikulum, yaitu definisi kurikulum, sumber-sumber kebijaksanaan kurikulum, desain kurikulum, rekayasa kurikulum, peranan nilai dalam pengembangan kurikulum, dan implikasi teori kurikulum. Semua rumusan teori kurikulum diawali dengan definisi. Definisi di sini bukan sekadar definisi istilah, melainkan definisi konsep, isi dan ruang lingkup, serta struktur. Beberapa pertanyaan umum tentang karakteristik kurikulum sebagai bidang studi yang perlu didefinisikan umpamanya, apakah kurikulum merupakan suatu konsep dalam sistem persekolahan? Apakah kurikulum mencakup mengajar dan pengajaran? Sampai sejauh mana kegiatan belajar siswa menjadi bagian kurikulum? Apakah ruang lingkup kurikulum sebagai bidang studi? Beberapa pertanyaan yang lebih khusus, yang lebih berkenaan dengan karakteristik desain kurikulum, umpamanya apakah kurikulum harus memiliki serangkaian tujuan khusus? Apakah kurikulum perlu memiliki sejumlah materi untuk mencapai
tujuan-tujuan tersebut? Apakah kurikulum perlu mengadakan rumusan yang lebih spesifik tentang rencana dan bahan pengajaran? Apakah perlu ada spesifika4i tentang makna perencanaan, pelaksanaan, dan evalua si kurikulum?
1. Sumber Pengembangan Kurikulum Dari kajian sejarah kurikulum, kita mengetahui beberapa hal yang menjadi sumber atau landasan inti penyusunan kurikulum. Pengembangan kurikulum pertama bertolak dari kehidupan dan pekerjaan orang dewasa. Karena sekolah mempersiapkan anak bagi kehidupan orang dewasa, kurikulum terutama isi kurikulum diambil dari kehidupan orang dewasa. Para pengembang kurikulum mendasarkan kurikulumnya atas hasil analisis pekerjaan dan kehidupan orang dewasa. Dalam pengembangan selanjutnya, sumber ini menjadi luas meliputi .sernua unsur kebudayaan. Manusia adalah makhluk yang berbudaya, hidup dalam Iingkungan budaya, dan turut menciptakan budaya. Untuk dapat hidup dalam Iingkungan budaya, ia harus mempelajari budaya, maka budaya menjadi sumber utama isi kurikulum. Budaya ini mencakup ..einua disiplin ilmu yang telah ditemukan dan dikembangkan para pakar, itilai-nilai adat-istiadat, perilaku, benda benda, dan lain-lain. Sumber lain penyusunan kurikulum adalah anak. Dalam pendidikan *Wm pengajaran, yang belajar adalah anak. Pendidikan atau pengajaran I iiikan memberikan sesuatu pada anak, melainkan menumbuhkan potensipolensi yang telah ada pada anak. Anak menjadi sumber kegiatan pengajaran, ia menjadi sumber kurikulum. Ada tiga pendekatan terhadap anak sebagai sumber kurikulum, yaitu kebutuhan siswa, perkembangan serta minat siswa. Jadi, ada pengembangan kurikulum bertolak dari ,hutuhan-kebutuhan siswa, tingkat-tingkat perkembangan siswa, serta hal hal yang diminati siswa. Beberapa pengembang kurikulum mendasarkan penentuan kurikulum kepada pengalaman-pengalaman penyusunan kurikulum yang lalu. Pengalaman pengembangan kurikulum yang lalu menjadi sumber penyusunan kurikulum kemudian. Hal lain yang menjadi sumber penyusunan kurikulum adala h nilainilai. Beauchamp menegaskan bahwa nilai dapat merupakan sumber penentuan
keputusan yang dinamis. Pertanyaan pertama yang muncul dalam kurikulum yang berdasarkan nilai adalah: Apakah yang harus diajarkan di sekolah? Ini merupakan pertanyaan tentang nilai. Nilai-nilai apakah yang harus diberikan dalam pelaksanaan kurikulum? Nilai-nilai apa yang digunakan sebagai kriteria penentuan kurikulum dan pelaksanaa n kurikulum. Terakhir yang menjadi sumber penentuan kurikulum adalah kekuasaan sosial-politik. Di Amerika Serikat pemegang kekuasaan sosial-politik yang menentukan kebijaksanaan dalam kurikulum adalah board of education lokal ya ng mewakili negara bagian. Di Indonesia, pemegang kekuasaan sosial- politik dalam penentuan kurikulum adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang dalam pelaksanaannya dilimpahkan kepada Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah serta Dirjen Pendidikan Tinggi bekerja sama dengan Balitbangdikbud. Pada pendidikan dasar dan menengah, kekuasaan penyusunan kurikulum sepenuhnya ada pada pusat, sedangkan pada perguruan tinggi rektor diberi kekuasaan untuk menentukan kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam penyusunan kurikulum.
2. Desain dan Rekayasa Kurikulum Telah diutarakan sebelumnya bahwa ada dua subteori dari teori kurikulum, yaitu desain kurikulum (curriculum design) dan rekayasa kurikulum (curriculum engineering). Desain kurikulum merupakan suatu pengorganisasian tujuan, isi, serta proses belajar yang akan diikuti siswa pada berbagai tahap perkembangan pendidikan. Dalam desain kurikulum akan t ergambar unsur-unsur dari kurikulum, hubungan
antara
satu
unsur
dengan
unsur
lainnya,
prinsipprinsip
pengorganisasian, serta hal-hal yang diperlukan dalam pelaksanaannya. Dalam desain kurikulum, ada dua dimensi penting, yaitu (1) substansi, unsur-unsur serta organisasi dari dokumen tertulis kurikulum, (2) model pengorganisasian dan bagian-bagian kurikulum terutama organisasi dan proses pengajaran. Menurut Beauchamp, kurikulum mempunyai tiga karakteristik, yaitu: (1) kurikulum merupakan dokumen tertulis, (2) berisi garis-garis besar rumusan tujuan, berdasarkan garis-garis besar tujuan tersebut desain kurikulum disusun, (3) isi atau materi ajar, dengan materi tersebut tujuantujuan kurikulum dapat dicapai.
Ada dua hal yang perlu ditambahkan dalam desain kurikulum. Pertama, ketentuan-ketentuan tentang bagaimana penggunaan kurikulum, serta bagaimana mengadakan
penyemprunaan-penyempurnaan
berdasarkan
masukan
dari
pengalaman. Kedua kurikulum itu dievaluasi, baik bentuk desainnya maupun sistem pelaksanaannya. Rekayasa kurikulum berkenaan dengan bagaimana proses memfungsikan kurikulum di sekolah, upaya-upaya yang perlu dilakukan para pengelola kurikuluin agar kurikulum dayat berfungsi sebaik-baiknya. Pengelola kurikulum di sekolah terdiri atas para pengawas/periilik dan kepala sekolah, sedangkan pada tingkat pusat adalah Kepala Pusat Pengembangan Kurikulum BaLitbang Dikbud dan para Kasubdit/Kepala Bagian Kurikulum di Direktorat. Dengan menerima pelimpahan wewenang dari Menteri atau Dirjen, para pejabat pusat tersebut merancang, mengembangkan, dan mengadakan penyempurnaan kurikulum. Juga mereka memberi tugas dan tanggung jawab menyusun dan mengembangkan berbagai bentuk pedoman dan petunjuk pelaksanaan kurikulum. Para pengelola di daerah dan sekolah berperan melaksanakan dan mengawasi pelaksanaan kurikulum Seluruh sistem rekayasa kurikulum menurut Beauchamp mencakup lima hal, yaitu 1) arena atau lingkup tempat dilaksanakannya berbagai proses rekayasa kurikulum, (2) keterlibatan orang-orang dalam proses kurikulum, (3) tugas-tugas dan prosedur perencanaan kurikulum, (4) tugas-tugas dan prosedur implementasi kurikulum, dan (5) tugas-tugas dan prosedur evaluasi kurikulum. Dari semua uraian tentang hal-hal yang berkaitan dengan teori kurikulum, Beauchamp (hlm. 82) mengemukakan lima prinsip dalam pengembangan teori kurikulum, yaitu: 1. Setiap teori kurikulum harus dimulai dengan perumusan (definisi) tentang rangkaian kejadian yang dicakupnya. 2. Setiap teori kurikulum harus mempunyai kejelasan tentang nilai-nilai dan sumber-sumber pangkal tolaknya. 3. Setiap teori kurikulum perlu menjelaskan karakteristik dari desain kurikulumnya.
4. Setiap teori kurikulum harus menggambarkan proses-proses penentuan kurikulumnya serta interaksi di antara proses tersebut. 5. Setiap
teori
kurikulum
hendaknya
menyiapkan
diri
bagi
proses
penyempurnaannya.
D. Buku Acuan
Beauchamp, George A. 1975. Curriculum Theory. Wilmettee, Illinois: The KAGG Press. Sesuai dengan judulnya, yang dibahas dalam buku ini adalah suatu teori kurikulum. Buku ini merupakan edisi ketiga, dengan berpegang atas hasil-hasil penelitian. Edisi ini merupakan hasil penyempurnaan atas dua edisi sebelumnya. Seluruh isi buku ini terbagi atas tiga bagian. Bagian pertama membahas teori kurikulum yang merupakan subteori dari pendidikan: teori kurikulum sebagai masalah pendidikan, pembentukan teori, teori dalam pendidikan, teori kurikulum. Bagian selanjutnya menguraikan suatu analisis tentang isu-isu teoretis, problema dan alternatif pemecahan problema dalam pengembangan kurikulum. Bagian terakhir mengemukakan teori kurikulum hasil pengembangan/pemikiran penulis sendiri, terutama ,difokuskan pada kurikulum sebagai bidang studi dari teori kurikulum. Karena Jebih banyak menguraikan kurikulum secara teoritis maka sumbangan buku ini terutama dirasakan oleh para a hli kurikulum, ahli pendidikan, dan perencana pengajaran, begitupun para praktisi juga dapat mengambil manfaatnya. Gordon, Peter and Lawton, Denis. 1978. Curriculum Change in the Nineteenth and Twentieth Centuries. London: Hodder and St oughton. Yang dibahas dalam buku ini adalah perubahan-perubahan besar yang terjadi dalam kurikuldm selama abad ke-19 dan ke-20, serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Perubahan kurikulum dilatarbelakangi oleh perubahan atau perkembangan
teori
pendidikan
yang
mendasarinya.
Teori
pendidikan
mempengaruhi penentuan isi maupun proses pengajaran. Perubahan kurikulum dipengaruhi
oleh
perkembangan
perkembangan
ilmu
dan
masyarakat
teknologi,
revolusi
yang
dilatarbelakangi
industri,
perpaduan
oleh antara
pengetahuan-humanisme-agama, clan perubahan ideologi dari elitisme pada
demokrasi. Juga yang berperanan besar terhadap perubahan kurikulum adalah pemerintah dan kelompok. Bullough Jr. Robert, et. a!. 1984. Human Interest in Curriculum. New York, London: Teachers College Press, Columbia University. Buku ini menyajikan suatu hasil studi kritis terhadap pengaruh munculnya nilai-nilai
sebagai
akibat
perkembangan
teknologi.
Karena
pengaruh
perkembangan teknologi pendidikan tidak lebih dari suatu latihan untuk mempersiapkan pekerja, prosesnya menekankan efisiensi dan kontrol. Struktur persekolahan yang ada memperkuat hal tersebut, sehingga terbentuk sikap dan anggapan yang kurang menghargai kebebasan dan perkembangan manusia. Pendidikan harus memiliki keterbukaan, yang memungkinkan berpikir dan berbuat yang leluasa, agar memungkinkan pertumbuhan segi kognitif, etestis, maupun moral dengan sempurna. Akibat terlalu berjiwa teknologis maka mempersempit arti pendidikan dan membatasi perkembangan lingkungan pendidikan yang kreatif. Pendidikan harus memperluas emansipasi manusia, bukan membatasinya. Hal itu tercapai melalui interaksi komunikatif. Penulis menentang technocratic mindedness dan menganjurkan critical atau philosophical mindedness. Buku ini sangat berharga bagi para ahli pendidikan, ahli kurikulum, dan juga bagi guru-guru atau calon guru, baik di dalam merencanakan rnaupun melaksanakan pendidikan dan pengajaran. Olson, David R, 1970, Cognitive Development, Academic Press Publishing Co., New York. Apa yang dikemukakan dalam karangan ini adalah suatu teori tentang perkembangan intelektual anak. Buku ini membahas tiga masalah teoretis utama, yaitu peranan bahasa dalam perkembangan intelektual, hubungan antara informasi perseptual dengan tingkah laku nyata, dan pengaruh pengajaran terhadap pembentukkan dan perkembangan konsep. Ketiga hal itu didukung oleh hasil penelitian dari delapan eksperimen tentang perkembangan konsep diagonal anak usia 3 sampai dengan 6 tahun. Eksperimen menunjukkan bahwa pengaruh media gambar dan bahasa sangat besar terhadap tingginya perkembangan keterampilan konseptual. I ebih jauh dibuktikan besarnya pengaruh kebudayaan terhadap porkembangan
intelektual anak. Apa yang dibahas dalam buku ini sangat herguna bagi para peneliti di bidang pendidikan, para ahli kurikulum dan pengajaran serta ahli bimbingan dan penyuluhan sebagai pegangan atau kihan perbandingan dalam melakukan tugas-tugasnya.
BAB 3 LANDASAN FILOSOFIS DAN PSIKOLOGIS PENGEMBANGAN KURIKULUM
Pendidikan mempunyai peranan sangat penting dalam keseluruhan aspek kehidupan manusia. Hal itu disebabkan pendidikan berpengaruh langsung terhadap perkembangan manusia, perkembangan seluruh aspek kepribadian manusia. Kalau bidang-bidang lain seperti ekonomi, pertanian, arsitektur, dan sebagainya berperan menciptakan sarana dan prasara na bagi kepentingan manusia, pendidikan berkaitan langsung dengan pembentukan manusia. Pendidikan "menentukan" model manusia yang akan dihasilkannya. Kurikulum sebagai rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang cukup sentral dalam seluruh kegiatan pendidikan, menentukan proses pelaksanaan dan basil pendidikan. Mengingat pentingnya peranan kurikulum di dalam pendidikan dan dalam perkembangan kehidupan manusia, penyusunan kurikulum tidak dapat dikerjakan sembarangan. Penyusunan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan atas hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Kalau landasan pembuatan sebuah gedung tidak kokoh yang akan ambruk adalah gedung tersebut, tetapi kalau landasan pendidikan, khususnya kurikulum yang lemah, yang akan "ambruk" adalah manusianya. Ada beberapa landasan utama dalam pengembangan suatu kurikulum, yaitu landasan filosofis, landasan psikologis, landasan sosial budaya, serta perkembangan ilmu dan teknologi. Pada bab ini akan dibahas landasan filosofis dan landasan psikologis, sedangkan landasan sosial-budaya dan perkembangan ilmu dan teknologi akan dibahas pada bab sela njutnya.
A. Landasan Filosofis
Pendidikan berintikan interaksi antarmanusia, terutama antara pendidik dan terdidik untuk mencapai tujuan pendidikan. Di dalam interaksi tersebut terlibat isi yang diinteraksikan serta proses bagaimana interaksi tersebut berlangsung. Apakah yang menjadi tujuan pendidikan, siapa pendidik dan terdidik, apa isi pendidikan dan bagaimana proses interaksi pendidikan tersebut,
merupakan pertanyaan-pertanyaan yang membutuhkan jawaban yang mendasar, yang esensial yaitu jawaban-jawaban filosofis. Secara harfiah filosofis (filsafat) berarti "cinta akan kebijakan" (love of wisdom). Orang belajar berfilsafat agar ia menjadi orang yang mengerti dan berbuat secara bijak. Untuk dapat mengerti kebijakan dan berbuat secara bijak, ia harus tahu atau berpengetahuan. Pengetahuan tersebut diperoleh melalui proses berpikir, yaitu berpikir secara sistematis, logis, dan mendalam. Pemikiran demikian dalam filsafat sering disebut sebagai pemikiran radikal, atau berpikir sampai ke akar-akarnya (radic berarti akar). Berfilsafat diartikan pula berpikir secara radikal, berpikir sampai ke akar. Secara akademik, filsafat berarti upaya untuk menggambarkan dan menyatakan suatu pandangan yang sistematis dan komprehensif tentang alam semesta dan kedudukan manusia di dalamnya. Berfilsafat berarti menangkap sinopsis peristiwa-peristiwa yang simpang siur dalam penga- laman manusia. Suatu cabang ilmu pengetahuan mengkaji satu bidang pengetahuan manusia, daerah cakupannya terbatas. Filsafat mencakup keseluruhan pengetahuan manusia, berusaha melihat segala yang ada irti sebagai satu kesatuan yang menyeluruh dan mencoba mengetahui kedudukan manusia di dalamnya. Sering dikatakan bahwa filsafat merupakan ibu dari segala ilmu. Terdapat perbedaan pendekatan antara ilmu dengan filsafat dalam mengkaji atau memahami alam semesta mi. Ilmu menggunakan pendekatan analitik, berusaha menguraikan keTeluruhan dalam bagian- bagian yang kecil dan lebih kecil. Filsafat berupaya merangkum atau mengintegrasikan bagian-bagian ke dalam satu'kesatuan yang menyeluruh dan bermakna. Ilmu berkenaan dengan fakta-fakta sebagaimana adanya (Das Sem), berusaha melihat segala sesuatu spcara objektif, menghilangkan hal-hal yang bersifat subjektif. Filsafat melihat segala sesuatu dari sudut bagaimana seharusnya (Das So/len), faktor-faktor subjektif dalam filsafat sangat berpengaruh. Filsafat dan ilmu mempunyai hubungan yang saling mengisi dan melengkapi (komplementer). Filsafat memberikan landasan- landasan dasar bagi ilmu. Keduanya dapat memberikan bahan-bahan bagi manusia untuk membantu memecahkan berbagai masalah dalam kehidupannya.
Ada tiga cabang besar filsafat, yaitti metafisika yang membahas segala yang ada dalam alam ini, epistemologi yang membahas kebenaran dan aksiologi yang membahas nilai. Aliran-aliran filsafat yang kita kenal bertolak dari pandangan yang berbeda dalam ketiga hal itu. Filsafat membahas segala permasalahan yang dihadapi oleh manusia termasuk masalah-masalah pendidikan ini yang disebut filsafat pen- didikan. Walaupun dilihat sepintas, filsafat pendidikan ini hanya merupakan aplikasi dari pemikiran-pemikiran filosofis untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan, tetapi antara keduanya yaitu antara filsafat dan filsafat pendidikan terdapat hubungan yang sangat erat. Menurut Donald Butler, filsafat memberikan arah dan metodologi
terhadap
praktik
pendidikan,
sedangkan
praktik
pendidikan
memberikan bahan-bahan bagi pertimbangan-pertimbangan filosofis. Keduanya sangat berkaitan erat, malah menurut Butler menjadi satu. 1) Philosphy is primary and basic to an educational philosophy, 2) philosophy is the flower not root of education, 3) educational philosophy is an independent discipline which might benefit from contact with general philosophy, but this contact is not essential, 4) philosophy and the theory of education is one (Butler, 1957: 12). Pendapat para filsuf umumnya memandang filsafat umum sebagai dasar dari filsafat pendidikan, tetapi John Dewey umpamanya mempunyai pandangan yang hampir sama dengan Butler. Bagi Dewey, filsafat dan filsafat pendidikan adalah sama, sebagaimana juga pendidikan menurut Dewey sama dengan kehidupan. Seperti halnya dalam filsafat umum, dalam filsafat pendidikan pun dikenal banyak pandangan atau aliran. Setiap pandangan mempunyai landasan metafisika, epistemilogi, dan aksiologi tentang masalah pendidikan yang berbeda. Dalam tulisan ini akan dikemukakan salah satu pandangan tentang filsafat pendidikan, yaitu pandangan dari John Dewey. Hal itu tidak berarti bahwa pandangan tersebut paling sesuai untuk masyarakat kita atau paling disetujui oleh penulis.
1. Dasar-dasar filsafat Dewey Ciri utama filsafat Dewey adalah konsepsinya tentang dunia yang selalu berubah, mengalir, atau on going-ness. Prinsip ini membavva konsekuensi yang cukup jauh, bagi Dewey tidak ada yang menetap dan abadi semuanya berubah. Ciri lain filsafat Dewey adalah anti dualistik. Pandangannya tentang dunia adalah monistik dan tidak lebih dari sebuah hipotesis. Filsafat Dewey lebih berkenaan dengan epistemologi dan tekanannya kepada proses berpikir. Proses berpikir merupakan satu dengan pemecahan yang bersifat tentatif, antara ide dengan fakta, antara hipotesis dengan hasil. Proses berpikir merupakan proses pengecekan dengan kejadiankejadian nyata. Dalam filsafat Dewey kebenaran itu terletak dalam perbuatan atau truth is in the making, yaitu adanya persesuaian antara hipotesis dengan kenyataan. Dewey sangat menghargai peranan pengalaman, merupakan dasar bagi pengetahuan dan kebijakan. Experience is the only basis for knowledge and wisdom (Dewey, 1964, hlm. 101). Pengalaman itu mencakup kegiatan manusia, baik yang berbentuk aktif maupu pasif. Mengetahui tanpa mengalami adalah omong kosong. Dewey menolak sesuatu yang bersifat spekulatif. Pengertian pengalaman Dewey berbeda dengan kaum empiris lainnya, yang mengartikannya sebagai pengalaman melalui pengindraan. Instrumentalisme Dewey menganggap bahwa rohani itu adalah interelasi yang kreatif antara organisme dengan lingkungannya, dengan waktu dan t empat. Pengalaman selain merupakan sumber dari pengetahuan, juga sumber nilai. Karena pengalaman selalu berubah maka nilai pun berubah. Nilai-nilai adalah relatif, subjektif, dan hanya dirasakan oleh manusia. Sesuatu itu bernilai karena
diberi
nilai
oleh
manusia,
sesuatu
dibutuhkan
karena
manusia
membutuhkannya, selalu dalam hubungannya dengan pengalaman. Nilai-nilai itu tidak dapat diukur dan tidak ada hierarki nilai. All
values are thus subjective and either intrinsic or instrumental .... Values being
finally intrinsic, and feeling, it is held, being immeasurable, no scale of values, and of any two things felt as intrinsically valuable it is than another. To be felt as
worthwhile in itself is thus the ultimate orientation of value. (Dewey dalam Joe Park, (Ed). 1958, hlm. 185). Tujuan perkembangan manusia adalah self realization. Pengertian self hagi Dewey adalah sesuatu yang konkret bersifat empiris tidak dapat dipisahkan dari pengalaman dan lingkungan. Self realization hanya dapat diperoleh melalui pengalaman dan interaksi dengan yang lain.
2. Teori pendidikan Dewey Apakah pendidi kan menurut John Dewey? Pendidikan Pe ndidikan berarti berart i perkem bangan, perkembangan sejak lahir hingga menjelang kematian. Jadi, pendidikan itu juga berarti sebagai kehidupan. Bagi Dewey, Education is Ntowlh, development, life. Ini berarti bahwa proses pendidikan itu tidak niempunyai tujuan di luar dirinya, tetapi terdapat dalam pendidikan itu Itendiri. Proses pendidikan juga bersifat kontinu, merupakan reorganisasi, teknnstruksi, dan pengubahan pengalaman hidup. Jadi, pendidikan itu mei npakan organisasi pengalaman hidup, pembentukan kembali hidup, dan juga perubahan pengalaman hidup sendiri merupakan organisasi pengalaman hidup, pembentukan kembali pengalaman hidup, dan juga perubahan pengalaman hidup sendiri. Pendidikan merupakan reorganisasi dan rekonstruksi yang konstan dari pengalaman. Pada setiap saat ada tujuan, perbuatan pendidikan selalu ditujukan untuk mencapai tujuan. Setiap fase perkembangan kehidupan, masa kanak-kanak, masa pemuda, dan dewasa, semuanya merupakan fase pendidikan, semua yang dipelajari pada fase-fase tersebut mempunyai arti sebagai pengalaman;Pendidikan itu tidak berakhir, kecuali kalau seseorang sudah mati. Pengalaman sebagai suatu suat u proses yang ya ng aktif membutuhkan waktu, waktu yang kemudian menyempurnakan waktu sebelumnya. Seluruh proses pendidikan itu membentuk pengertian-pengertian tentang benda, hubungan-hubungan, dan segala sesuatu tentang kehidupannya. Konstruksi pengalaman ini tidak hanya bersifat pribadi (individual), tetapi juga bersifat sosial. Pendidikan merupakan suatu lembaga yang konstruktif untuk memperbaiki masyarakat. Realisasi pendidikan dalam bentuk perkembangan bukan hanya perkembangan anak dan pemuda-pemuda, melainkan juga perkembangan masyarakat.
Tujuan pendidikan diarahkan untuk mencapai suatu kehidupan yang demokratis. Demokratis bukan dalam arti politik, melainkan sebagai cara hidup bersama sebagai way of life, pengalaman bersama dan komunikasi bersama. Tujuan pendidikan merupakan usaha agar individu melanjutkan pendidikannya. Tujuan pendidikan terletak pada proses pendidikan itu sendiri, yakni kemampuan dan keharusan individu meneruskan perkembangannya. John Dewey menegaskan bahwa pendidikan itu tidak mernpunyai tujuan, hanya orang tua, guru, dan masyarakat yang mempunyai tujuan. And it is well to remind ourselves that education as such has no aims. Only persons, parents, and teacher etc., have aims, not an abstarct idea like education. (John Dewey, 1964, hlm. 177). Untuk mengetahui bagaimanakah proses pros es belajarterjadi pada anak, baiklah kita lihat bagaimana syarat-syarat untuk pertumbuhan. Pendidikan sama dengan pertumbuhan. pertumbuhan. Syarat pertumbuhan adalah a danya kebelumdewasaan kebelumdewasaan (immaturity), (immatur ity), yang berarti kemampuan untuk berkembang. Immaturity tidak berarti negatif, tetapi positif, kemampuan, kecakapan, dan kekuatan untuk tumbuh. lni menunjukkan bahwa anak adalah hidup, ia memiliki semangat untuk berbuat. Pertumbuhan bukan sesuatu yang harus kita berikan, pertumbuhan adalah sesuatu yang harus mereka lakukan sendiri. Ada dua sifat dari immaturity yakni kebergantungan dan plastisitas. Kebergantungan berarti kemampuan untuk menyatakan hubungan sosial, dan ini akan menyebabkan individu itu matang dalam hubungan sosial. Sebagai hasilnya, akan tumbuh kemampuan interpendensi atau saling kebergantungan antara anggota masyarakat yang satu dengan yang lain. Plastisitas mengandung pengertian kemampuan untuk berubah. Plastisitas juga berarti habitat yaitu kecakapan menggunakan keadaan lingkungan lingkungan sebagai sebagai alat untuk mencapai tujuan, bersifat aktif mengubah lingkungan. Kapankah proses belajar itu dimulai dan kapankah berakhir? Sesuai dengan pandangan John Dewey, bahwa pendidikan itu adalah pertumbuhan itu sendiri. Karena itu, pendidikan tersebut dimulai sejak lahir dan berakhir pada saat kematian. Demikian juga proses belajar tidak dapat dilepaskan dari proses pendidikan. Pendidikan Pendidikan adalah pengalaman, pengalaman, yaitu suatu proses yang berlangsung berlangsung
terus-menerus. Bagaimana hubungan antara proses belajar, pengalaman, dan berpikir? Pengalaman itu bersifat aktif dan pasif. Pengalaman yang bersifat aktif herarti berusaha, mencoba, dan mengubah, sedangkan pengalaman pasif herarti menerima dan mengikuti saja. Kalau kita mengalami sesuatu maka kita berbuat, sedangkan kalau mengikuti sesuatu kita memperoleh akibat atau hasil. Belajar dar i pengalaman berarti menghubungkan kemunduran dengan kemajuan dalam perbuatan kita, yakni kita merasakan kesenangan atau penderitaan sebagai suatu akibat atau hasil. "To "To learn from experience is hi make a backward and forward connection between what we have do to things and what we enjoy or suffer from thing in consequence (Dewey, dalam Jo Park, 1958: 94). Belajar dari pengalaman adalah bagaimana menghubungkan pengalaman kita dengan pengalaman masa lalu dan yang akan datang. lielajar dari pengalaman berarti mempergunakan daya pikir reflektif (reflecI we thinking), dalam pengalaman kita. Pengalaman yang efektif adalah pengalaman reflektif. Ada lima langkah berpikir reflektif menurut John Dewey, yaitu: 1. merasakan adanya keraguan, kebingungan kebingungan yang menimbulkan masalah, 2. mengadakan interpretasi tentatif (merumusk ( merumuskan an hipotesis), 3. mengadakan penelitian atau pengumpulan pengumpulan data yang cermat, 4. memperoleh hasil dari pengujian pe ngujian hipotesis tentatif, 5. hasil pembuktian sebagai sesuatu yang dijadikan dasar untuk berbuat.
Langkah-langkah berpikir reflektif ini dipergunakan sebagai metode belajar dalam pendekatan pendidikan proyek dari John Dewey, yang sampai dengan tahun 50-an sangat populer. Belajar seperti halnya pendidikan adalah proses pertumbuhan, belajar, dan berpikir adalah satu. Dalam
penyusunan
bahan
ajaran
menurut
Dewey
hendaknya
memperhatikan syarat-syarat sebagai berikut: 1) Bahan ajaran hendaknya hendaknya konkret, dipilih yang betul-betul berguna dan dibutuhkan, dipersiapkan secara sistematis dan mendetil, 2) Pengetahuan yang telah diperoleh sebagai hasil belajar, hendaknya ditempatkan, dalam kedudukan yang berarti, yang memungkinkan dilaksanakannya kegiatan baru, dan kegiatan yang lebih menyeluruh.
Bahan pelajaran bagi anak tidak bisa semata-rnata diambil dari buku pelajaran, yang diklasifikasikan dalam mata-mata pelajaran yang terpisah. Bahan pelajaran harus berisikan kemungkinan-kemungkinan, harus mendorong anak untuk bergiat dan berbuat. Bahan pelajaran harus memberikan rangsangan pada anak-anak untuk bereksperimen. Demikian- lah dengan bahan pelajaran ini, kita mengharapkan anak-anak yang aktif, anak-anak yang bekerja, anak-anak yang bereksperimen. Bahan pelajaran tidak diberikan dalam disiplin-disiplin ilmu yang ketat, tetapi merupakan kegiatan yang berkenaan dengan sesuatu masalah (problem). Peranan guru bukan hanya berhubungan dengan mata pelajaran, melainkan dia harus menempatkan dirinya dalam seluruh interaksinya dengan kebutuhan, kemampuan, dan kegiatan siswa. Guru juga harus dapat memilih bahan-bahan yang sesuai dengan kebutuhan masyara kat dan lingkungan. Metode mengajar merupakan, penyusunan bahan pelajaran yang memungkinkan diterima oleh para siswa dengan lebih efektif. Sesuatu metode tidak pernah terlepas dari bahan pelajaran, kita dapat membedakan cara berbuat, tetapi cara ini hanya ada sebagai cara berhubungan dengan bahan atau materi tertentu. Metode mengajar harus fleksibel dan menimbulkan inisiatif kepada para siswa. Sekolah merupakan suatu lingkungan khusus, bagian dari lingkungan manusia, yang mempunyai peranan dan fungsi khusus. Fungsi-fungsi khusus dari sekolah adalah: 1. Menyediakan
lingkungan
yang
disederhanakan.
Tidak
mungkin
kita
memasukkan seluruh peradaban manusia yang sangat kompleks itu ke sekolah. Demikian pula, para siswa tidak mungkin dapat memahami seluruh masyarakat yang sangat kompleks itu. Itulah sebabnya sekolah merupakan masyarakat atau lingkungan lingkungan hidup manusia yang disederhanakan. 2. Membentuk masyarakat yang akan datang yang lebih baik. Para siswa tidak belajar dari masa lampau, tetapi belajar dari masa sekarang untuk memperbaiki masa yang akan datang. data ng.
3. Mencari keseimbangan dari bermacam-macam unsur yang ada di dalam lingkungan. Sekolah mernberi kesempatan kepada setiap individu/siswa untuk memperluas lingkungan hidupnya. Sekolah sebagai lingkungan yang khusus hendaknya memberikan pengarahan sosial, dengan cara mendorong kegiatan-kegiatan yang bersifat intrinsik, dalam suatu arah yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, melalui imitasi, persaingan sehat, kerja sama, sa ma, dan memperkuat kontrol. Dalam sekolah progresif, yaitu sekolah-sekolah yang menerapkan sistem Pendidikan Progresif dari John Dewey, sumber dari kontrol sosial terletak pada sifat kegiatannya yang berisikan kerja sama sosial. Di dalam kerja sama sosial ini, setiap siswa mempunyai kesempatan untuk memberikan sumbangan dan untuk memikul tanggung jawab. Sekolah dan kelas diciptakan sebagai suatu organisasi sosial. Di dalam organisasi sosial itu setiap siswa mempunyai kesempatan untuk memberikan sumbangan, melakukan kegiatan-kegiatan, berpartisipasi, semuanya itu merupakan control social. Di dalam kontrol sosial ini tidak ada peraturan umum, sebab kontrol sosial tidak datang dari luar, tetapi timbul dari kegiatannya sendiri. Tugas guru adalah memberikan bimbingan dan mengusahakan kerja sama secara individual. Para siswa dibagi dalam kelompok-kelompok, dan bekerja dalam kelompok, bahkan guru termasuk sebagai anggota kelompok. Tentu saja sebagai orang dewasa, is mempunyai tanggung jawab yang khusus, yaitu memelihara interaksi dan komunikasi, mendorong kelompok untuk melakukan kegiatan-kegiatan seperti dalam kehidupan masyarakat. Guru bukan atasan, penguasa, apalagi diktator, melainkan sebagai pemimpin dalam kegiatan kelompok.
B. Landasan Psikologis
Dalam proses pendidikan terjadi interaksi antar-individu manusia, yaitu antara peserta didik didi k dengan pendidik dan juga antara peserta didik dengan orangorang yang lainnya. Manusia berbeda dengan makhluk lainnya, karena kondisi psikologisnya. Manusia berbeda dengan benda atau tonaman, karena benda atau tanaman tidak mempunyai aspek psikologis. Manusia juga lain dari binatang, karena kondisi psikologis manusia jauh tinggi tarafnya dan lebih kompleks
dibandingkan dengan binatang. Iterkat kemampuan-kemampuan psikologis yang lebih tinggi dan kompleks inilah sesungguhnya manusia menjadi lebih maju, lebih banyak menii liki kecakapan, pengetahuan, dan keterampilan dibandingkan dengan binatang. Apa yang dimaksud dengan kondisi psikologis itu? Kondisi psikologis merupakan karakteristik psiko-fisik seseorang sebagai individu, yang din yatakan dalani berbagai bentuk perilaku dalani interaksi den gan lingkungannya. Perilaku perilaku tersebut merupakan manifestasi dari ciri-ciri kehidupannya, baik. yang tampak maupun yang tidak tampak, perilaku kognitif, afektif, dan psikomotor. Kondisi psikologis setiapµindividu berbeda, karena perbedaan tahap perkembangannya, latar belakang sosial-budaya, juga karena perbedaan faktorfaktor yang dibawa dari kelahirannya. Kondisi ini pun berbeda pula bergantung pada konteks, peranan, dan status individu di antara individu- individu yang lainnya. Interaksi yang tercipta dalam situasi pendidikan harus sesuai dengan kondisi psikologis para peserta didik rnaupun kondisi pendidiknya. Interaksi pendidikan di rumah berbeda dengan di sekolah, interaksi antara anak dan guru pada jenjang sekolah dasar berbeda dengan jenjang sekolah lanjutan pertarna dan sekolah lanjutan atas. Peserta didik adalah individu yang sedang berada dalam proses perkembangan. Tugas utama yang sesungguhnya dari para pendidik adalah membantu perkembangan peserta didik secara optimal. Sejak kelahiran sampai menjelang
kematian,
anak
selalu
berada
dalam
proses
perkembangan,
perkembangan seluruh aspek kehidupannya. Tanpa pendidikan di sekolah, anak tetap berkembang, tetapi dengan pendidikan di sekolah tahap perkembangannya menjadi lebih tinggi dan lebih luas. Apa yang dididikkan dan bagaimana cara mendidiknya,
perlu
disesuaikan
dengan
pola-poly
perkembangan
anak.
Karakteristik perilaku individu pada tahap-tahap perkembangan, serta pola-pola perkembangan individu menjadi kajian Psikologi Perkembangan. Perkembangan atau kemajuan-kemajuan yang dialami anak sebagian besar terjadi karena usaha belajar, baik berlangsung melalui proses peniruan, pengingatan, pembiasaan, pemahaman, penerapan, maupun pemecahan masalah. Pendidik atau guru melakukan berbagai upaya, dan menciptakan berbagai
kegiatan dengan dukungan berbagai alat bantu pengajaran agar anak-anak belajar. Cara belajar-mengajar mana yang dapat memberikan hasil secara optimal serta bagaimana proses pelaksanaannya membutuhkan studi yang sistematik dan mendalam. Studi yang demikian merupakan bidang pengkajian dari Psikologi Belajar. Jadi, minimal ada dua bidang psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum, yaitu Psikologi Perkembangan dan Psikologi Belajar. Keduanya sangat diperlukan, baik di dalam merumuskan tujuan, memilih dan menyusun bahan ajar, memilih dan menerapkan metode pembelajaran serta teknik-teknik penilaian.
1. Psikologi perkembangan Psikologi Perkembangan membahas perkembangan individu sejak masa konsepsi, yaitu masa pertemuan spermatozoid dengan sel telur sampai dengan dewasa.
a. Metode dalam psikologi perkembangan Pengetahuan tentang perkembangan individu diperoleh melalui studi yang bersifat longitudinal, cross sectional, psikoanalitik, sosiologik, atau studi kasus. Studi longitudinal menghimpun informasi tentang perkembangan individu melalui
pengamatan
dan
pengkajian
perkembangan
sepanjang
masa
perkembangan, dari saat lahir sampai dengan dewasa, seperti yang pernah dilakukan oleh Williard C. Olson. Metode cross sectional pernah -dilakukan oleh Arnold Gessel. Ia mempelajari beribu-ribu,. anak clan berbagai tingkatan usia, mencatat ciri-ciri fisik dan mental, pola-pola perkembangan dan kemampuan, serta perilaku mereka dilakukan oleh Sigmund Freud beserta para pengikutnya. Studi ini banyak diaralikan mempelajari perkembangan anak pada masa- masa sebelumnya, terutama pada masa kanak-kanak (balita). Menurut mereka, pengalaman yang tidak menyenangkan pada masa balita ini dapat mengganggu perkembangan pada masa-masa berikutnya. Metode sosiologik digunakan oleh Robert Havighurst. Ia mempelajari perkembangan anak dilihat dari tuntutan akan tugas-tugas yang harus dihadapi dan dilakukan dalam masyarakat. Tuntutan akan
tugas-tugas kehidupan masyarakat ini oleh Havighurst disebut sebagai tugas-tugas tugas-tugas perkembangan perkembangan (developmental ( developmental tasks). Ada seperangkat tugas-tugas perkembangan yang harus dikuasai individu dalam setiap tahap perkembangan. Metode lain yang sering digunakan untuk mengkaji perkembangan anak adalah studi kasus. Dengan mempelajari kasus-kasus tertentu, para ahli psikologi perkembangan menarik beberapa kesimpulan tentang pola-pola perkembangan anak. Studi demikian pernah dilakukan oleh Jean Piaget t entang perkembangan kognitif anak. Individu apakah itu, anak ataupun orang dewasa merupakan kesatuan jasmani dan rohani r ohani yang tidak dapat dipisah-pisahkan dipisah-pisahkan dan menunjukkan menunjukkan karakteristik-karakteristik tertentu yang khas. Individu manusia adalah mesuatu yang sangat kompleks tetapi unik. Ia memiliki banyak aspek Neperti aspek jasmani, intelektual, sosial, emosional, moral, tetapi keseluruhannya membentuk satu kesatuan yang khas. Walaupun individu merupakan mer upakan satu kesatuan kesat uan yang tidak dapat dipisahdipisah pisahkan, untuk mempermudah penelitian, biasanya pembahasan dilakukan per aspek perkembangan. Hal itu berarti aspek tertentulah yang mendapatkan sorotan utama, yang menjadi fokus pengkajian, tetapi tidak berarti aspek-aspek lainnya diabaikan.
Perkembangan
anak
adalah
perkembangan
seluruh
aspek
kepribadiannya, tetapi tempo dan irama perkembangan masing-masing anak pada setiap
aspek
tidak
selalu
sama.
Seorang
anak
mungkin
lebih
cepat
perkembangannya pada tahap tertentu, tetapi lambat pada tahap lainnya, atau perkembangan aspek tertentu lebih cepat dibandingkan dengan aspek lainrtya. Para ahli Psikologi Perkem- bangan tidak selalu mempunyai pendapat yang sama tentang
perkem-
bangan,
baik
secara
menyeluruh
maupun
per
aspek
perkembangan. Hal itu didasari oleh perbedaan asumsi yang menjadi titik tolaknya, atau perbedaan pendekatan yang mereka pakai, populasi yang digunakan, diguna kan, atau aspek perkembangan perkemba ngan yang menjadi menja di fokus. Adanya perbeda an perbedaan tersebut sering menimbulkan kebingungan pada para guru, tetapi justru akan memperluas memperl uas dan memperka memperkaya ya pengetahuan para pemakai pemaka i teori-teori -teor i perkembangan perkembangan anak. a nak.
b. Teori perkembangan Dikenal ada tiga teori atau pendekatan tentang perkembangan individu, yaitu pendekatan pentahapan (stage approach), pendekatan diferensial (differential approach), dan pendekatan ipsatif (ipsative approach). Menurut pendekatan pentahapan, perkembangan individu berjalan melalui tahaptahap perkembangan. Setiap tahap perkembangan mempunyai karakteristik tertentu yang berbeda dengan tahap yang lainnya. Pendekatan diferensial melihat bahwa individu memiliki persamaan dan perbedaan. Atas dasar persamaan dan perbedaan tersebut individu dikategorikan atas kelompok-kelompok yang berbeda. Kita mengenal ada kelompok individu berdasarkan jenis kelamin, ras, agama, status sosial-ekonomi, dan sebagainya. Pengelompokan individu adakalanya juga didasarkan atas kesamaan karakteristiknya. Berkenaan dengan hal itu dikenal pengelompokan pengelompokan yang bersifat bipolar, seperti: Introvert-- ekstravert Dominan-- submisif agresif --pasif aktivitas tinggi-- aktivitas rendah kholerik ±melanholik
Kedua pendekatan tersebut berusaha untuk menarik atau membuat generalisasi yang berlaku untuk semua individu. Apakah dalam kenyataannya demikian? Dalam kenyataan seringkali ditemukan adanya sifatsifat individual, yang hanya dimiliki oleh seorang individu dan tidak dimiliki oleh yang lainnya. Pendekatan yang berusaha melihat karakteristik individu-individu inilah yang dikelompokkan dikelompokkan sebagai pendekatan isaptif. Dari tiga pendekatan itu yang banyak dianut oleh para ahli Psikologi Perkembangan adalah pendekatan pentahapan. Pendekatan ini lebih disenangi karena lebih jelas menggambarkan proses ataupun.urutan perkembangan dan kemajuan individu. Di samping ketiga pendekatan itu, ada beberapa ahli yang mengombinasikan suatu pendekatan dengan pendekatan yang lain. Kombinasi ini sering dipandang dapat memperlengkap deskripsi tentang perkembangan individu.
Dalam pendekatan pentahapan, dikenal dua variasi. Pertama, pendekatan yang bersifat menyeluruh rnencakup segala segi perkembangan, seperti perkembangan fisik dan gerakan motorik, sosial, intelektual, moral, emosional, religi, dan sebagainya. Kedua, pendekatan yang bersifat khusus mendeskripsikan salah satu segi atau aspek perkembangan saja. Dalam pentahapan yang bersifat menyeluruh dikenal tahap-tahap perkembangan dari Jean Jacques Rousseau, G. Stanley Hall, Havighurst dan lain-lain. lain-lain. Rousseau membagi seluruh masa perkembangan anak a tas empat tahap perkembangan. Masa bayi (infancy), usia 0-2 tahun merupakan tahap perkembangan fisik, menurut Rousseau sebagai binatang yang sehat. Masa anak (childhood), (childhood), usia 2-12 tahun, ta hun, masa perkembangan sebagai manusia primitif. Masa remaja awal (pubescence), usia 12-15 tahun, masa bertualang yang ditandai dengan perkembangan intelektual dan kemampuan nalar yang pesat. Masa remaja (adolescene), usia 15-25 tahun masa hidup sebagai manusia yang beradab, masa pertumbuhan pertumbuhan seksual, sosial, moral, dan kata hati. Stanley Hall adalah a dalah salah s eorang ahli Psikologi Perkembangan Perkembangan penganut teori evolusi. Hall menerapkan teori rekapitulasi, salah satu konsep dalam teori evolusi, pada perkembangan anak. Menurut teori rekapitulasi, perkembangan individu merupakan rekapitulasi dari perkembangan spesiesnya (ontogeny recapitulates philogeny). Hall membagi keseluruhan masa perkembangan anak atas empat tahap. Masa kanakkanak (infancy), usia 0-4 tahun, merupakan masa kehidupan sebagai 1,matang melata da n berjalan. Masa anak (childhood ( childhood), ), usia 4-8 4-8 tahun, masa pemburu. Masa Puer (youth), usia 8-12 tahun, masa manusia belum beradab. Masa remaja (adolescence), usia 12/13 tahun sampai dewasa, iiierupakan masa manusia beradab. Robert J. Havighurst menyusun fase-fase perkembangan atas dasar problema-problema yang harus dipecahkannya dalam setiap fase. Tuntutan akan kemampuan memecahkan problema dalam setiap fase perkembangan ini oleh Havighurst disebutnya sebagai tugas-tugas perkembangan (devel- opmental tasks). Havighurst membagi seluruh masa perkembangan anak atas lima fase, yaitu masa bayi (infancy) dari 0-1/2 tahun, masa anak awal (early childhood) 2/35/7 tahun, masa anak (late chilhood) dari 5 / 7-masa pubesen, masa adolesen awal
(early adolescence) dari pubesen ke pubertas, dan masa adolesen (late adolescence) dari dar i masa pubertas sampai dewasa. Untuk setiap fase, perkembangan Havighurst menghimpun sejumlah tugas-tugas tugas-tugas perkembangan yang harus dikuasai anak. Dikuasai atau tidak dikuasainya tugas-tugas perkembangan pada suatu fase berpengaruh bagi penguasaan tugas pada fase-fase fase-fase berikutnya. Ada sepuluh kelompok tugas perkembangan yang harus dikuasai anak pada setiap fase yang membentuk pola, yaitu pola: 1. kebergantungan-keberdirisendirian, 2. memberi-menerima kasih sayang, 3. hubungan hubungan sosial, 4. perkembangan kata hati, 5. peran bio-sosio dan psikologis, psikologis, 6. penyesuaian penyesuaian dengan perubahan badan, 7. penguasaan perubahan badan dan motorik, 8. belajar memahami dan mengontrol lingkungan fisik, 9. pengembangan pengembangan kemampuan konseptual dan sistem simbol si mbol,, 10. kemampuan melihat hubungan hubungan dengan alam semesta. semesta . Dalam pendekatan pentahapan yang bersifat khusus, kita mengenal pentahapan pentahapan dari Piaget, Kohlberg, Erikson, dan sebagainya. Jean Piaget mengemukakan tahap-tahap perkembangan dari kemam- puan kognitif anak. Dalam perkembangan kognitif menurut Piaget, yang terpenting adalah penguasaan dan kategori konsep-konsep. Melalui penguasaan konsepkonsep itu, anak mengenal lingkungan dan memecahkan berbagai problema yang dihadapi dalam dala m kehidupannya. Ada empat tahap perkembangan kognitif anak menurut konsep Piaget, yaitu: 1. tahap Sensori motor, motor, usia 0-2 tahun; 2. tahap Praopersional, usia 2-4 tahun; 3. tahap Konkret Operasional, usia 7-11 7-11 tahun; 4. tahap Formal Operasional, usia 11-15 tahun. Tahap Sensorimotor disebut juga masa descriminating and labeling. Pada masa ini kemampuan anak terbatas pada gerak-gerak refleks, bahasa awal, waktu
sekarang, dan ruang yang dekat saja. Masa praoperasional atau prakonseptual disebut juga masa intuitif dengan kemampuan menerima perangsang yang terbatas. Anak mulai berkembang kemampuan bahasanya, pemikirannya masih statis dan belum dapat berpikir abstrak, persepsi waktu dan tempat masih terbatas. Masa konkret operasional disebut juga masa performing operation. Pada tahap ini anak sudah mampu menyelesaikan tugas-tugas menggabungkan, memisahkan, menyusun, menderetkan, melipat, dan membagi. Masa formal operasional disebut juga masa proportional thinking, pada masa ini anak sudah mampu berpikir tingkat tinggi. Mereka sudah mampu berpikir secara deduktif, induktif, menganalisis, menyintesis, mampu berpikir abstrak dan berpikir reflektif, serta memecahkan berbagai masalah. Lawrence Kohlberg mengembangkan suatu teori tentang perkembangan moral kognitif dengan mengacu kepada teori Piaget. Berdasarkan atas hasil-hasil hasil-hasil penelitiannya yang cukup lama, Kohlberg menemukan ada tiga tahap perkembangan moral kognitif. Masing-masing tahap terdiri atas dua tingkatan sehingga seluruhnya meliputi enam tingkatan, yaitu: Tahap I Preconventional moral reasoning Tingkat 1. Obedience and punishment punishment orientations Tingkat 2. Naively egoistic orientation Tahap II Conventional moral reasoning Tingkat 3. Good boy orientation Tingkat 4. Authority and social order maintenance orientation Tahap III Postconventional moral reasoning Tingkat 5. Contractual legalistic orientation Tingkat 6. Conscience or principle orientation Pada tahap prakonvensional, pertimbangan moral seseorang mengacu ke luar, kepada objek-objek dan peristiwa yang konkret dan bersifat fisik. Mereka belum mampu memberi pertimbangan moral atas standar sosial. Tingkat keputusan dan hukuman (obedience and punishment orientation) diwarnai oleh kecenderungan berbuat baik atau tidak berbuat salah karena takut akan hukuman. Acuan perbuatan adalah kekuasaan dan kekuatan. Mereka patuh karena takut dihukum, segala perbuatannya dikontrol oleh kekuatan-kekuasaan yang datang
dari luar. Tingkat kebaikan sebagai alat (naively egoitistic orientation) suatu perbuatan dipandang baik apabila menguntungkan atau memberi kesenangan kepada dirinya atau orang-orang yang dekat dengan dir inya. Tahap kedua adalah pertimbangan moral konvensional. Pada tahap ini perilaku dinilai atas harapan orang lain atau orang banyak. Suatu perbuatan dipandang baik apabila sesuai dengan harapan orang banyak atau masyarakat. Tahap ini meliputi dua tingkat, yaitu tingkat sebagai anak baik dan tingkat memelihara ketertiban dan peraturan masyarakat. Tingkat anak/orang baik, perilaku baik, atau jahat dilihat dari penilaian orang lain. Kalau seseorang berbuat untuk kepentingan orang lain atau orang banyak, dinilai sebagai perbuatan baik. Tingkat keempat memelihara ketertiban dan peraturan masyarakat, suatu perbuatan dipandang baik bila perbuatan lersebut sesuai dengan ketentuan atau peraturan yang ada dalam masyarakat, atau sejalan dengan tuntutan dan kebiasaan masyarakat. Tahap ketiga, pertimbangan moral pascakonvensi. Pada tahap ini pertimbangan moral didasarkan atas pandangan yang bersifat relatif, unsur-unsur subjektif dari aturan sosial. Pranata dan aturan-aturan sosial bukan sesuatu yang absolut, bukan satu-satunya yang benar, t etapi juga ada kebenaran-kebenaran lain. Tahap pascakonvensi mempunyai dua Inigkatan, yaitu tingkat pertimbangan legalistik kontraktual, dan tingkat pertimbangan kata hati. Pada tingkat legalistik kontraktual, pertimbangan perbuatan baik atau jahat didasarkan atas persetujuan tidak tertulis antara pribadi dan masyarakat. Seseorang tidak mencuri karena perbuatan mencuri akan merugikan orang lain. Pada tingkat pertimbangan kata hati, baik tidak baik didasarkan atas nilai-nilai yang bersifat universal, prinsip prinsip yang mendasar. Seseorang menghargai orang lain betul-betul sebagai manusia, tanpa mehhat atribut-atribut yang disandangnya, apakah karena gelar, pangkat, status ilmu, ekonomi, sosial, dan sebagainya. Seseorang berbuat baik karena dia yakin bahwa perbuatan tersebut baik. Erick Homburger Erikson merupakan salah seorang tokoh psiko- analisis pengikut Sigmund Freud. Ia memusatkan studinya terhadap perkembangan psikososial. Ada delapan tahap perkembangan psikososial menurut Erikson, dan
tahap-tahap tersebut paralel dengan tahap perkembangan psikososial dari Freud, seperti dapat dilihat pada Bagan 3.1
BAGAN 3. Perkembangan psikososial (Diadaptasi dari Erikson, 1959, hlm. 166) PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL
2. Psikologi belajar Psikologi belajar merupakan suatu studi tentang bagaimana individu belajar. Banyak sekali definisi tentang belajar. Secara sederhana, belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku yang terjadi melalui pengalaman. Segala perubahan tingkah laku balk yang berbentuk kognitif, afektif, maupun psikomotor dan terjadi karena proses pengalaman dapat dikategorikan sebagai perilaku belajar. Peruhahan-perubahan perilaku yang terjadi karena instink atau karena kematangan serta pengaruh hal-hal yang bersifat kimiawi tidak t ermasuk belajar. Menurut Gagne (1965, hlm. 5) perubahan tersebut berkenaan dengan disposisi atau kapabilitas individu, " Learning is a change in human disposition or capability, which can be retained, and which is not simply ascribable to the process of growth. Hilgard dan Bower menambahkan bahwa peruhahan itu terjadi
karena individu berinteraksi dengan lingkungannya, sebagai reaksi terhadap situasi yang diliadapinya. Menurut mereka belajar adalah : The process by which an activity originates or is changed throught reacting to an encountered situation, provided that the characteristics of the change in activity cannot be explaned on the basis of native response tendecies, maturation, or temporary states of the organism (e.g. fatigue, drug etc.) (Iiilgard dan Bower, 1966, hlm. 2). Masih banyak definisi tentang belajar dan definisi-definisi tersebut bersumber pada teori-teori belajar tententu. Menurut Morris L. Bigge dan Maurice P. Hunt (1980, hlm. 226-227) ada tiga keluarga atau rumpun teori belajar, yaitu teori disiplin mental, behaviorisme, dan Cognitive Gestalt Field. Menurut rumpun teori disiplin mental dari kelahirannya atau secara herediter, anak telah memiliki potensi-potensi tertentu. Belajar merupakan upaya untuk mengembangkan potensi-potensi tersebut. Ada beberapa teori yang termasuk rumpun disiplin mental yaitu: disiplin mental theistik, disiplin mental humanistik, naturalisme, dan apersepsi. Teori disiplin mental theistik berasal dari Psikologi Daya. Menurut teori ini individu atau anak mempunyai sejumlah daya mental seperti daya untuk mengamati, menanggap, mengingat, berpikir, memecahkan masalah, clan sebagainya. Belajar merupakan proses melatih daya-daya tersebut. Kalau dayadaya tersebut terlatih maka dengan mudah dapat digunakan untuk menghadapi atau memecahkan berbagai masalah. Teori disiplin mental humanistik bersumber pada psikologi humanisme klasik dari Plato dan Aristoteles. Teori ini hampir sama dengan teori pertama bahwa anak memiliki potensi-potensi. Potentsi-potensi perlu d ilatih agar berkembang. Perbedaannya dengan teori disiplin mental IIu teori tersebut menekankan bagian-bagian, latihan bagian, atau aspek tertentu. Teori disiplin mental humanistik lebih menekankan keseluruhan, keutuhan. Pendidikannya menekankan pendidikan umum (Neneml education). Kalau seseorang menguasai hal-hal yang bersifat umum okan mudah ditransfer atau diaplikasikan kepada halhal lain yang bersifat khusus.
Teori naturalisme atau natural unfoldment atau self actualization. Teori ini berpangkal dari Psikologi Naturalisme Romantik dengan tokoh utamanya Jean Jacques Rousseau. Sama dengan kedua teori sebelumnya bahwa anak mempunyai sejumlah potensi atau kemampuan. Kelebihan dari teori ini adalah mereka berasumsi bahwa individu bukan saja mempunyai potensi atau kemampuan untuk berbuat atau melakukan berbagai tugas, tetapi juga memiliki kemauan dan kemampuan untuk belajar dan berkembang sendiri. Agar anak dapat berkembang dan mengaktualisasikan segala potensi yang dimilikinya pendidik atau guru perlu menciptakan situasi yang permisif yang jelas. Melalui situasi demikian, ia dapat belajar sendiri dan mencapai perkembangan secara optimal. Teori belajar yang keempat adalah teori apersepsi, disebut juga Herbartisme, bersumber pada Psikologi Strukturalisme dengan tokoh utamanya Herbart. Menurut aliran ini belajar adalah membentuk massa apersepsi. Anak mempunyai kemampuan untuk mempelajari sesuatu. Hasil dari suatu perbuatan belajar disimpan dan membentuk suatu massa apersepsi, dan massa apersepsi ini digunakan untuk mempelajari atau menguasai pengetahuan selanjutnya. Demikian seterusnya semakin tinggi perkembangan anak, semakin tinggi pula massa apersepsinya. Rumpun atau kelompok teori belajar yang kedua adalah Behaviorisme yang biasa juga disebut S-R Stimulus-Respons. Kelompok ini mencakup tiga t eori yaitu S-R Bond, Conditioning, dan Reinforcement. Kelompok teori ini berangkat dari asumsi bahwa anak atau individu tidak memiliki/ membawa potensi apa-apa dari kelahirannya. Perkembangan anak ditentukan oleh faktor-faktor yang berasal dari lingkungan. Lingkunganlah, apakah lingkungan keluarga, sekolah, atau masyarakat; lingkungan manusia, alam, budaya, religi yang membentuknya. Kelompok teori ini tidak mengakui sesuatu yang bersifat mental. Perkembangan anak menyangkut nyata yang dapat dilihat, diamati. Teori S-R Bond (Stimulus-Responce) bersumber dari Psikologi Koneksionisme atau teori asosiasi dan merupakan teori pertama dari rumpun Behaviorisme. Menurut konsep mereka, kehidupan ini tunduk kepada hukum stimulus-respons atau aksi-reaksi. Setangkai bunga dapat merupakan suatu stimulus dan direspons oleh mata dengan cara meliriknya. Kesan indah yang diterima individu dapat
merupakan stimulus yang mengakibatkan terespons memetik bunga tersebut. Demikian halnya dengan belajar, terdiri atas rentetan hubungan stimulus respons. Belajar adalah upaya untuk membentuk hubungan stimulus respons sebanyak banyaknya. Tokoh utama teori ini adalah Edward L. Thorndike. Ada tiga hukum belajar yang sangat terkenal dari Thorndike, yaitu Law of readness, law of exercise or repetition dan law of effect (Bigge dan Thurst, 1980, hlm. 273). Menurut hukum kesiapan, hubungan antara stimulus dan respons akan terbentuk atau mudah terbentuk apabila telah ada kesiapan pada sistem syaraf individu. Selanjutnya, hukum latihan atau pengulangan, hubungan antara stimulus dan respons akan terbentuk apabila sering dilatih atau diulang-ulang. Menurut hukum akibat (law of effect), hubungan stimulus dan respons akan terjadi apabila ada akibat yang menyenangkan. Teori kedua dari rumpun behaviorisme adalah conditioning atau stimulusresponce with conditioning. Tokoh utama teori ini adalah Watson, terkenal dengan percobaan conditioning pada anjing. Belajar atau pembentukan hubungan antara stimulus dan respons perlu dibantu dengan kondisi tertentu. Sebelum anakanak masuk kelas dibunyikan bel, demikian terjadi setiap hari dan setiap saat pertukaran jam pelajaran. Bunyi bel menjadi kondisi bagi anak sebagai tanda memulai pelajaran di sekolah. demikian juga dengan waktu makan pagi, siang, dan makan malam. Teori ketiga adalah reinforcement dengan tokoh utamanya C.L. Hull. Teori ini berkembang dari teori psikologi, reinforcement, merupakan perkembangan lebih lanjut dari teori S-R Bond dan conditioning. Kalau pada teori conditioning, kondisi diberikan pada stimulus, maka pada reinforcement kondisi diberikan pada respons. Karena anak belajar sungguh-sungguh (stimulus) selain is menguasai apa yang dipelajarinya (respons) maka guru memberi angka tinggi, pujian, mungkin juga hadiah. Angka tinggi, pujian dan hadiah merupakan reinforcement, supaya pada kegiatan belajarnya akan Iebih giat dan sungguh-sungguh. Di dalam kehidupan sehari-hari banyak sekali contoh reinforcement kita temukan seperti pemberian pujian, hadiah, bonus, insentif, piala, medali, piagam penghargaan, kalpataru, adipura, serta lencana sampai dengan parasamya, dan bintang mahaputra. Di samping reinforcement positif seperti itu dikenal pula
reinforcement negatif untuk mencegah atau menghilangkan suatu perbuatan yang kurang baik atau tidak disetujui masyarakat. Contoh reinforcement negatif adalah: peringatan, teguran, ancaman, sanksi, litikuman, pemotongan gaji, penundaan kenaikan pangkat, dan sebagainya. Rumpun ketiga adalah Cognitive Gestalt Field. Teori belajar pertama dari rumpun ini adalah teori insight. Aliran ini bersumber dari Psikologi Gestalt Held. Menurut mereka belajar adalah proses mengembangkan insight atau pemahaman baru atau mengubah pemahaman lama. Pemahaman terjadi .ipabila individu menemukan cara baru dalam menggunakan unsur-unsur .1ng ada dalam lingkungan, termasuk struktur tubuhnya sendiri. Gestalt Field melihat bahwa belajar itu merupakan perbuatan yang bertujuan, riksploratif, imajinatif, dan kreatif. Pemahaman atau insight merupakan citra 11.1ri atau perasaan tentang pola-pola atau hubungan. To state it differently, insight is the sensed way through or solution of a problematic situation.... We might say that an insight is a kind of intelligent feel we get about a situation that permits us to continue to strive actively to serve our purposes. (Bigge dan Hunt, 1980, hlm. 293). Teori belajar Goal Insight berkembang dari psikologi configurationlism. Menurut mereka, individu selalu berinteraksi dengan lingkungan. Perbuatan individu selalu bertujuan, diarahkan kepada pembentukan hubungan dengan lingkungan. Belajar merupakan usaha untuk mengembangkan pemahaman tingkat tinggi. Pemahaman yang bermutu tinggi (tingkat tinggi) adalah pemahaman yang telah teruji, yang berisi kecakapan menggunakan suatu objek, fakta, proses, ataupun ide dalam berbagai situasi. Pemahaman tingkat tinggi memungkinkan seseorang bertindak inteligen, berwawasan luas, mampu memecahkan berbagai masalah. Teori belajar cognitive field bersumber pada psikologi lapangan (field psikology), dengan tokoh utamanya Kurt Lewin. Individu selalu berada dalam suatu lapangan psikologis yang oleh Lewin disebut life space. Dalam lapangan ini selalu ada tujuan yang ingin dicapai, ada motif yang ilitiidorong pencapaian tujuan dan ada hambatan-hambatan yang harus diatasi. Perbuatan individu selalu terarah kepada pencapaian sesuatu tujuan, oleh karena itu sering dikatakan
perbuatan individu adalah purposive. Apabila ia telah berhasil mencapai sesuatu tujuan maka timbul tujuan lain yang ingin dicapai dan berada dalam life space baru. Setiap orang berusaha mencapai tingkat perkembangan dan pemahaman yang terbaik, di dalam lapangan psikologisnya masing-masing. Lapangan psikologis terbentuk oleh interelasi yang simultan dari orang-orang dan lingkungan psikologisnya di dalam suatu situasi. Tingkah laku seseorang pada suatu saat merupakan fungsi dari semua faktor yang ada yang saling bergantung pada yang lain. Istilah congnitive berasal dari bahasa Latin "cognoscre" yang berarti 'mengetahui (to know)'. Aspek ini dalam teori belajar cognitive field berkenaan dengan bagaimana individu memahami dirinya dan lingkungannya, bagaimana ia menggunakan
pengetahuan
dan
pengenalannya
serta
berbuat
terhadap
lingkungannya. Bagi penganut cognitive field, belajar merupakan suatu proses interaksi, dalam proses interaksi tersebut ia mendapatkan pemahaman baru atau menemukan struktur kognitif lama. Dalam membimbing proses belajar, guru harus mengerti akan dirinya dan orang lain, sebab dirinya dan orang lain serta lingkungannya merupakan suatu kesatuan.
C.
Buku Acuan
Have, Micahel J.A. (1972). Understanding School Learning, New York: Harper & Row Pub. Buku ini menguraikan dasar-dasar pemahaman tentang belajar dan bagaimana memperbaiki proses belajar. Pada bagian pertama buku ini diuraikan tentang konsep dan kebutuhan untuk memaha mi proses belajar, macam-macam belajar dan peranan siswa dalam belajar. Pada bagian berikutnya dijelaskan struktur dan transfer dalam belajar clan perkembangan, fungsi inteligensi dan bahasa dalam perkembangan belajal Selanjutnya diuraikan pula hal-hal yang har us diperhatikan dalam belajar seperti motivasi belajar, relevansi apa yang dipelajari dengan kebutuhaii siswa, cara bertanya dan menjawab serta cara-cara meningkatkan ingatan Pada bagian akhir buku ini, dijelaskan pengajaran berprogram, peranali teknologi dalam belajar serta berbagai upaya guru untuk meningkatkol, hasil belajar.
Hodgkin, R.A. (1976). Bom Curious, New Perspectives in Educational Psychology. New York, London: John Wiley & Sons.
Yang dibahas dalam tulisan ini adalah suatu pendekatan dari exploration theory, yang bertolak dari pandangan bahwa siswa atau anak adalah aktif dan suka bertanya. Pendekatan ini menolak pandangan pendidikan bahwa anak pasif dan statis. Teori pendidikan menurut pengarang tersumbat dalam tiga disiplin ilmu: filsafat, sosiologi, dan psikologi. Tiga hal tersebut harus disatukan dan kombinasikan menjadi satu. Buku ini berusaha untuk menyatukan ketiganya. Problem dalam pengetahuan inanusia selalu ingin tahu, tetapi teori bersifat statis. Menurut penulis, ada heberapa komponen dari suatu teori yaitu: play, toys, tools, skill, dan simbol. Play merupakan fenomena kehidupan yang sering ditafsirkan sebagai 1,etiadaan daripada keberadaan. Toys merupakan bagian dari kebudayaan µang tetap berada pada taraf play. Play berkembang menjadi skill dan toys I,vrkembang menjadi tools, melalui penggunaan simbol yang konkret dapat iliabstraksi. Ada 4 model yang dapat melancarka n kegiatan belajar, yaitu: interpersonal, enactive, iconic, dan semiotic. Klausmeyer , Herbert J. (1980). Learning and Teaching Concept, a Strategy for Testing Applications of Theory. New York: Academic Press.
Buku ini membahas teori belajar dan perkembangan kognitif, serta bagaimana menyusun suatu model pengajaran yang disesuaikan dengan livrkembangan dan perbedaan individual siswa. Pada bagian pertama hiiku ini diuraikan teori belajar dan perkembangan konsep, meliputi iiuktur kognitif, proses kegiatan mental dalam belajar konsep, transfer thin perluasan konsep, serta motivasi dalam perkembangan belajar konsep. lingian selanjutnya menguraikan penyusunan model pengajaran yang atas perbedaan individual, yang meliputi analisis isi, analisis prilaku, analisis pengajaran, penyusunan pengajaran dan tes. Pada bagian a khir diuraikan cara-cara pelaksanaan dan pengelolaannya.
BAB 4 LANDASAN SOSIAL-BUDAYA, PERKEMBANGAN ILMU DAN TEKNOLOGI DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM
Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan. Sebagai suatu rancangan, kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan. Kita ketahui bahwa pendidikan mempersiapkan generasi muda untuk terjun ke lingkungan masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan, tetapi memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat. Anak-anak berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal maupun informal dalam lingkungan masyarakat, dan diarahkan bagi kehidupan dalam masyarakat pula. Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya, menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan. Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusiamanusia yang lain dan asing terhadap masyarakatnya, tetapi manusia yang lebih bermutu, mengerti, dan mampu membangun masyarakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kondisi, karakteristik, kekayaan, dan perkembangan masyarakat tersebut.
A. Pendidikan dan Masyarakat
Ada tiga sifat penting pendidikan. Pertama, pendidikan mengandung nilai dan memberikan pertimbangan nilai. Hal itu disebabkan karena pendidikan diarahkan pada pengembangan pribadi anak agar sesuai dengan nilai-nilai yang ada dan diharapkan masyarakat. Karena tujuan pendidikan mengandung nilai, maka isi pendidikan harus memuat nilai. Proses pendidikannya juga harus bersifat membina dan mengembangkan nilai. Kedua, pendidikan diarahkan pada kehidupan dalam masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan, tetapi rnenyiapkan anak untuk kehidupan dalam masyarakat. Generasi muda perlu mengenal dan memahami apa yang ada dalam masyarakat, memiliki kecakapan untuk dapat berpartisipasi dalam masyarakat, baik sebagai warga maupun sebagai
karyawan. Ketiga, pelaksanaan pendidikan dipengaruhi dan didukung oleh lingkungan
masyarakat
tempat
pendidikan
itu
berlangsung.
Kehidupan
masyarakat berpengaruh terhadap proses pendidikan, karena pendidikan sangat melekat dengan kehidupan masyarakat. Proses pendidikan merupakan bagian dari proses kehidupan masyarakat. Pelaksanaan pendidikan membutuhkan dukungan dari lingkungan masyarakat, penyediaan fasilitas, personalia, sistem sosial budaya, politik, keamanan, dan lain-lain. Tujuan umum pendidikan sering dirumuskan untuk menyiapkan generasi muda menjadi orang dewasa anggota masyarakat yang mandiri dan produktif. Hal itu merefleksikan konsep adanya tuntutan individual (pribadi) dan sosial dari orang dewasa kepada generasi muda. Tuntutan individual merupakan harapan orang dewasa agar generasi muda dapat mengembangkan pribadinya sendiri, mengembangkan segala potensi dan kemampuan yang dimilikinya. Tuntutan sosial adalah harapan orang dewasa agar anak mampu bertingkah laku, berbuat dan hidup dengan baik dalam berbagai situasi dan lingkungan masyarakat. Konsep pendidikan bersifat universal, tetapi pelaksanaan pendidikan bersifat lokal, disesuaikan dengan situasi dan kondisi masyarakat setempat. Pendidikan dalam suatu lingkungan masyarakat tertentu berbeda dengan lingkungan masyara kat lain, karena adanya perbedaan sistem sosialbudaya, lingkungan alam, serta sarana dan prasarana yang a da. Setiap lingkungan masyarakat masing-masing memiliki sistem sosial budaya yang berbeda. Sistem sosial-budaya ini mengatur pola kehidupan dan pola hubungan antar-anggota masyarakat, antara anggota dan lembaga, serta antara lembaga dan lembaga. Sistem sosial-budaya di daerah perkotaan berbeda dengan di pedesaan, di daerah pesisir berbeda dengan di pegunungan, di pusat perindustrian berbeda dengan di daerah pertanian. Sistem sosial-budaya pada suatu daerah juga berbeda dari suatu periode waktu dengan waktu yang lainnya, karena masyarakatnya berkembang. Salah satu aspek yang cukup penting dalam sistem sosial-budaya adalah tatanan nilai-nilai. Tatanan nilai merupakan seperangkat ketentuan, peraturan, hukum, moral yang mengatur cara berkehidupan dan berperilaku para warga masyarakat. Nilai-nilai tersebut bersumber dari agama, budaya, kehidupan politik,
maupun dari segi-segi kehidupan lainnya. Sejalan dengan perkembangan masyarakat maka nilai-nilai yang ada dalam masyarakat juga selalu berkembang, dan mungkin pada suatu saat perkembangan begitu drastis, sehingga tidak jarang menimbulkan perbedaan bahkan konflik nilai. Konflik nilai bisa juga diakibatkan adanya perbedaan sudut pandang karena adanya variasi sumber-sumber nilai tersebut. Perbedaan ataupun konflik nilai tersebut dilatarbelakangi oleh perbedaan tatanan yang berakar pada perbedaan pola-pola kebudayaan Menurut Tylor (1871), kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang meliputi pengetahuan,
kepercayaan,
kesenian,
hukum,
moral,
adat-istiadat,
serta
kemampuan dan kebiasaan yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Pendidikan merupakan bagian dari kebudayaan. Dalam arti yang lebih mendasar, pendidikan merupakan suatu proses kebudayaan. Setiap generasi manusia menempatkan dirinya dalam urutan sejarah kebudayaan. Menurut Israel Scheffler (1958), melalui pendidikan manusia mengenal peradaban masa lalu, turut serta dalam peradaban masa sekarang dan membuat peradaban masa yang akan datang. Proses pembudayaan tidak dapat berlangsung secara sendirian, melainkan harus dalam interaksi dengan orang lain, interaksi dengan lingkungan. Status dan peranan manusia dalam kelompok, apakah kelompok usia, jenis kelamin, sekolah, pekerjaan, kemasyarakatan, dan lain-lain, menentukan jenis interaksi dan tingkat partisipasinya dalam proses pembudayaan. Kehidupan masyarakat tidak dapat terlepas dari tempat masyarakat itu berada. Masalah tempat menyangkut lingkungan alam dan keadaan geografis. Lingkungan alam dan keadaan geografis mempengaruhi perilaku dan pola hidup para anggota masyarakat. Masyarakat yang hidup di daerah tropis berbeda pola hidupnya dengan di daerah subtropis atau daerah dingin. Demikian juga masyarakat di daerah kepulauan berbeda dengan di daerah daratan, di daerah gurun pasir berbeda dengan di daerah pada ng rumput atau rawa. Kondisi alam dan geografis
mempengaruhi
cara
hidup,
cara
berpikir,
mempertahankan diri, cara bermasyarakat, dan lain-lain.
cara
bekerja,
cara
Kehidupan masyarakat juga dipengaruhi oleh tingkat kemajuan yang telah dicapainya. Masyarakat yang telah mencapai tingkat kemajuan yang tinggi dalam segi ilmu, teknologi, ekonomi, sosial-budaya, dan segi-segi kehidupan yang lainnya, akan memiliki sistem dan fasilitas yang lebih mapan dibandingkan dengan masyarakat yang kemajuannya rendah. Sistem dan fasilitas yang tersedia akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat.
B. Perkembangan Masyarakat
Salah satu ciri dari masyarakat adalah selalu berkembang. Mungkin pada masyarakat tertentu perkembangannya sangat cepat, tetapi pada masyarakat lainnya agak lambat bahkan lambat sekali. Karena adanya pengaruh dari perkembangan teknologi, terutama teknologi industri transportasi, komunikasi, telekomunikasi dan elektronika, masyarakat kita dewasa ini berkembang sangat cepat menuju masyarakat terbuka, masyarakat informasi dan global. Dalam kondisi masyarakat demikian, perubahan-perubahan terjadi dengan cepat, mobilitas manusia dan barang sangat tinggi, komunikasi cepat, lancar, dan akurat. Perubahan yang cepat hampir terjadi dalam semua aspek kehidupan, sosial-budaya, ekonomi, politik, ideologi, nilainilai etik dan estetik. Perubahan perubahan masyarakat ini akan mempengaruhi perkembangan setiap individu warga masyarakat, mempengaruhi pengetahuan, kecakapan, sikap, aspirasi, minat, semangat, kebiasaan bahkan pola-pola hidup mereka. Mobilitas yang tinggi mempercepat pertemuan antarsuku dan antarbangsa, membuka daerah-daerah yang terisolasi, meningkatkan pemerataan pembangunan. Komunikasi sangat cepat, lancar, dan akurat memudahkan perolehan informasi, yang sangat berharga baik bagi kepentingan bisnis, pemerintahan, penelitian, rekreasi, maupun hobi. Pertemuan antarsuku bangsa, antarbangsa, dan antarras dengan berbagai kebudayaan, kemampuan masyarakat makin sering terjadi. Maka it'rjadilah proses pembauran budaya, tradisi, nilai-nilai, pengetahuan, dan lain-lain malah terjadi pembauran suku, bangsa, atau ras. Di samping pembauran, pertentangan atau konflik antarsektor sosial-budaya adakalanya juga terjadi. Melalui proses alkulturalisasi, pertentangan atau konflik-konflik ini berangsurangsur berkurang.
1. Perubahan pola pekerjaan Karena pengaruh perkembangan teknologi maka terjadi perubahan yang cukup drastis dalam pola pekerjaan. Masyarakat secara berangsur-angsur, terutama di perkotaan sering terjadi loncatan, berubah dari kehidupan yang berpola agraris ke pola kehidupan industri. Pola kehidupan agraris memiliki kesamaan, hidup yang lebih santai, cara kerja yang teratur, rasa kerja sama yang tinggi, perubahan yang lamban, dan sebagainya. Dalam pola kehidupan masyarakat industri, sifat-sifat yang dimiliki masyarakatnya jauh berbeda. Diversifikasi pekerjaan dan tugas-tugas dalam satu pekerjaan melahirkan spesialisasi yang menuntut profesio- nalisme dalam setiap spesialisasi tersebut. Hal itu mengakibatkan adanya keragaman tugas dan pekerjaan. Tugas-tugas dalam suatu spesialisasi sering tidak dipahami oleh spesialisasi lain. Penerapan teknologi di bidang industri relatif lebih maju dibandingkan di bidang pertanian, dan menuntut profesionalisme yang lebih tinggi pula. Bekerja di bidang industri tidak lagi bergantung pada musim (hujan atau kemarau, panas, atau dingin), bisa bekerja sepanjang masa, malah bisa bekerja siang dan malam. Oleh karena itu, hidup santai telah ditinggalkan, diganti dengan pola kerja keras mengejar target meningkatkan produksi. Dalam bekerja di sektor industri telah ada pembagian tugas masingmasing, menghadapi mesin dan peralatan lain yang berbeda, yang menuntut konsentrasi perhatian dan kegiatan. Oleh karena itu, sifat gotong royong mulai menipis, diganti dengan kerja sama sesuai dengan alur kerja. Penggunaan peralatan berteknologi tinggi tidak menuntut banyak orang, tetapi sedikit orang dengan kemampuan tinggi. Pola padat karya yang dikerjakan secara gotong royong dalam kehidupan agraris telah beralih pada padat teknologi yang dikerjakan secara profesional. Sifat kompetitif, baik dengan sesama karyawan maupun dengan waktu atau prestasi sebelumnya, lebih mewarnai kehidupan dalam masyarakat industri. Dalam pola kehidupan industri perubahan sangat cepat t erjadi. Perubahan ini bukan saja karena adanya peralatan baru atau jenis pekerjaan yang baru, tetapi karena dunia industri berorientasi pada pasar. Dengan demikian, strategi, taktik, kebijakan baru yang melahirkan produk dan layana n baru selalu muncul.
2. Perubahan peranan wanita Dewasa ini jumlah wanita yang berpendidikan relatif seimbang dengan dengan pria, sebagai akibat ernansipasi yang membuka kesempatan kepada kaum wanita untuk memperoleh pendidikan. Diperkuat dengan perubahan pandangan tentang kedudukan wanita, wanita tidak lagi hanya bekerja di rumah, mengurus anak dan keluarga seperti pada pola kehidupan lama. Wanita memiliki peluang yang sama dengan pria, bekerja hampir pada seluruh sektor pekerjaan. Keadaan ini membawa beberapa implikasi, baik bagi kehidupan sosial-pribadi para wanita, kehidupan keluarga, maupun dalam situasi kerja. Dengan bekerja di luar rumah, wanita lebih bebas bergerak, berkarya, dan berkreasi dibandingkan apabila hanya bekerja di rumah tangga. Wawasan dan pengetahuan mereka menjadi lebih luas, potensi-potensi yang dimilikinya dapat diwujudkan dan disalurkan. Memang banyak pekerjaan-pekerjaan tertentu yang lebih berhasil bila dikerjakan oleh wanita. Wanita yang bekerja juga dapat menambah penghasilan keluarga, sehingga kesejahteraan ekonomi keluarga menjadi lebih baik. Kehadiran wanita dalam lingkungan kerja juga dapat menimbulkan suasana lain dibandingkan apabila semua karyawannya pria. Di samping sejumlah kebaikan dari para wanita yang bekerja, sejumlah masalah dan kesulitan juga muncul. Masalah pertama berkenaan dengan kehidupan sosial-pribadi wanita. Wanita yang bekerja apabila telah menikah mempunyai tugas ganda, menyelesaikan tugas-tugas pekerjaan dan tugas-tugas keluarga. Penyelesaian kedua tugas tersebut bukan masalah ringan, membutuhkan pemikiran dan tenaga yang dengan sedikit ketidakmampuan membagi tugas dapat membengkalaikan salah satu tugas, bahkan kedua- duanya. Masalah kedua berkenaan dengan kehidupan keluarga. Wanita betapapun tinggi tingkat pendidikan dan jabatan yang dipegangnya, tidak bisa dilepaskan dari kodratnya sebagai wanita, sebagai istri dan ibu. Sampai batas tertentu masih tetap harus melayani suami, mendidik anak, dan mengatur rumah tangga. Tugas yang banyak menyita waktu, tenaga, dan perhatian dalam pekerjaan atau karier, bagaimanapun akan menelantarkan pelaksanaan tugas-tugasnya dalam rumah tangga. Hal itu bisa mengakibatkan keluarga tidak harmonis, pendidikan anak terbengkalai, kesejahteraan rumah tangga terabaikan, dan mungkin terjadi
perpecahan keluarga (brooken home). Perpecahan keluarga ada dua macam, pecah secara struktur yaitu cerai antara suami dan istri, atau pecah secara lungsi tidak bercerai tetapi masing-masing pihak tidak melaksanakan lungsi yang semestinya. Rumah hanya berfungsi sebagai tempat parkir .1tau lebih parah sebagai tempat bertengkar. Masalah ketiga berkenaan dengan situasi pekerjaan. Pekerjaan atau karier bukan tempat beristirahat, tetapi tempat berkarya, berkreasi, berprestasi, dan berkompetisi. Situasi demikian menuntut sikap, penampilan, pemikiran, dan unjuk kerja yang optimal. Kalau karyawati itu belum berkeluarga atau melepaskan din i dari tugas-tugas rumah tangga, mungkin tuntutan pekerjaan tersebut dapat dipenuhi secara optimal. Bila tidak maka hambatan karier yang akan terjadi. Situasi ini dapat menimbulkan konflik berkepanjangan. Masalah tersebut akan bertambah lagi apabila terjadi situasi-situasi yang tidak sehat atau menyimpang. Bagaimanapun dalam situasi kerja akan terjadi konkurensi, tidak semua pria menerima kedudukan di bawah wanita, apalagi bila latar belakang pendidikan dan kemampuan terasa sama. Dalam lingkungan kerja yang ada wanita dan pria, bisa saja terjadi hal-hal yang tidak diharapkan, mulai dari pelecehan sampai dengan skandal. Hal ini tentu menimbulkan masalah, baik bagi wanita yang bersangkutan, keluarga, maupun unit kerja.
3. Perubahan kehidupan keluarga Perkembangan
kehidupan
keluarga
sejalan
dengan
perkembangan
masyarakat. Pola kerja masyarakat modern (industri) menuntut waktu kerja yang tidak teratur, melebihi waktu biasa. Dalam masyarakat modern, orang tidak lagi bekerja dari pukul 7.00 sampai pukul 14.00. Walaupun ketentuan sampai pukul 16.00, kenyataannya jam kerja kadang-kadang sampai pukul 22.00 bahkan lebih. Bekerja bukan lagi dari Senin sampai Jumat dan pulang tiap hari, melainkan dari Senin sampai Minggu dan pulang seminggu sekali, bahkan beberapa minggu tidak pulang. Hal seperti itu mungkin hanya dialami oleh para bapak/suami, tetapi mungkin juga dialami oleh para ibu/istri, bahkan oleh kedua-duanya. Dalam keluarga, anak juga mempunyai masalah sendiri. Anak-anak yang belum bersekolah tinggal di rumah bersama pembantu. Mereka lebih banyak
hidup dan bergaul dengan pembantu daripada dengan orang tuanya. Anak yang bersekolah sebagian waktunya digunakan di sekolah, tetapi sebagian besar digunakan di rumah atau di luar rumah dengan teman-temannya. Kesempatan anak remaja di rumah lebih sedikit, umumnya berada di luar rumah untuk menyelesaikan tugas sekolah atau bergaul dengan teman.\ Banyaknya waktu yang digunakan untuk bekerja akan seimbang dengan penghasilan yang diperoleh. Apalagi bila suami dan istri bekerja, penghasilan mereka jauh lebih banyak. Penghasilan tinggi akan meningkatkan kemampuan ekonomi dan kesejahteraan keluarga. Fasilitas keluarga lebih lengkap dan lebih baik, semua kebutuhan hidup terpenuhi, bahkan bisa menabung dan berlibur ke luar kota secara berkala. Di samping memperoleh nilai lebih dari pola kerja pada masyarakat modern, beberapa masalah juga dihadapi dalam kehidupan keluarga. Kesibukan kerja/karier
dalam
batas-batas
wajar
memungkinkan
anggota
keluarga
melaksanakan tugasnya dengan baik. Kesibukan di luar batas kewajaran bisa mengorbankan
pelaksanaan
fungsi-fungsi
keluarga.
Bapak
tidak
lagi
melaksanakan tugas sebagai kepala keluarga, demikian juga ibu dan anak. Hubungan harmonis antara suami dan istri, komunikasi pedagogis antara orang tua dan anak bisa sangat terbatas, bahkan mungkin hilang. Karena sangat sibuknya setiap anggota keluarga, bisa terjadi rumah hanya berfungsi sebagai tempat parkin Dalam situasi demikian, berbagai masalah keluarga bisa timbul.
C.
Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Sejak abad pertengahan ilmu pengetahuan berkembang dengan pesat. Masa setelah abad pertengahan sering disebut zaman modern. Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa ini banyak didasari oleh penemuan dan basil pemikiran para filsuf purba, seperti Thales, Phythagoras, Leucipos, Demokritos, Socrates, Plato, Aristoteles, Euclid, Archimides, Aristarhus yang hidup sebelum Masehi, sampai kepada A1-Khawarizmi yang hidup pada abad ke-9. Perkembangan ilmu pengetahuan modern tidak dapat dilepaskan dari peranan ilmuwan Muslim, seperti dikemukakan Briffault dalam Making of Humanity (dalam C.A. Qodir, 1995 : 2).
Orang Yunani mengadakan sistematisasi, generalisasi, dan menyusun teori, namun ketekunan melakukan pengamatan dan penyelidikan eksperimental yang saksama dan lama bukanlah watak mereka « apa yang kita sebut ilmu pengetahuan muncul sebagai akibat metode eksperimen baru, yang diperkenalkan ke Eropa oleh orang Arab .... Ilmu pengetahuan modern merupakan sumbangan paling penting bagi peradaban Islam. Selama beberapa abad, sampai dengan abad ke-13, pengembangan ilmu pengetahuan didominasi oleh ilmuwan muslim. Dalam bidang geografi dikenal nama Al-Kindi sampai dengan Musa Al-Khawarizmi dan Al-Beruni sebagai penemu geodesi. Ilmu pengetahuan alam dikembangkan oleh Al-Beruni, AlKindi, Jabin Ibn Hayan, Ibn Bajjah. Al-Bagdadi adalah ahli botani terkenal. Dalam matematika dikenal Jamshid Al-Kashmi (ahli matematika), A1Khawarizmi dan Omar Khayyam (Aljabar). Bidang astronomi juga banyak dikembangan ilmuwan muslim di berbagai negara. Salah satu pusat penelitian astronomi terkenal, Observatorium Maragah, didirikan oleh Al-Tusi tahun 1259. Teleskop ditemukan oleh Ibn Yunus jauh sebelum Galileo. Dalam bidang kedokteran, Ibn Sina dan Al-Rani adalah dua tokoh yang sangat terkenal. Dalam bidang anatomi, nama Al-Baydawi tidak dapat dilupakan. Dalam ilmu kimia, Imam Jaffar dan Al-Razi adalah para ilmuwan pengembang pertama ilmu Kimia. Mulai akhir abad ke-13 ada kemunduran dalam mengembangkan ilmu pengetahuan di negara-negara Islam. Setelah perang antara negara-negara Islam dengan negara-negara Eropa, terjadi pergeseran perkembangan ilmu pengetahuan dari Timur Tengah ke Eropa. Sejak awal abad ke-14 sampai dengan akhir abad ke-19 terdapat perkembangan ilmu pengetahuan, terutama ilmu pengetahuan murni yang begitu pesat. Pada abad ke-20, perkembangan yang sangat pesat terjadi pada ilmu pengetahuan terapan dan teknologi. Perang antara negara Arab dan Eropa pada awal abad ke-14 banyak menimbulkan percampuran dan pertukaran kebudayaan dan ilmu pengetahuan antara Barat dan Timur. Berikut ini adalah beberapa perkembangan besar ilmu pengetahuan pada zaman mi. Copernicus 1473-1543 M, seorang ahli astronomi, mengembangkan lebih jauh prinsip heliocentrisme. Semua planet dan bumi berputar mengelilingi
matahari. Teori Copernicus ini bukan hanya menyangkal teori geocentrisme, juga membalikkan prinsip hornocentrisme dari ajaran agama. Homocentrisme merupakan padangan yang me- nganggap bahwa matahari, bulan, dan bintang bintang berputar mengelilingi manusia sebagai tanda kasih Tuhan. Semua itu disediakan untuk manusia. Teori Copernicus ini mendapatkan banyak tantangan dari golongan gereja. Tycho Brache (1546-1601), Johannes Keppler (1571-1630), dan Galileo (1546-1642) adalah para ahli astronomi. Mereka banyak dipengaruhi gagasan Copernicus dan melanjutkan gagasan itu. T ycho Brache dalam me- ngamati jalannya bintang-bin tang menggunakan teropong yang besar- besar. la juga membangun observatorium yang dilengkapi alat, perpustakaan, serta pendukung lainnya. Usaha Tycho Brache itu diteruskan oleh Keppler. Dari dua sarjana tersebut banyak temuan baru tentang orbit planet. Galileo menemukan planet, hukum pergerakan, serta tata bulan planet Jupiter. Ia juga berhasil membuat teropong bintang yang lebih sempurna. Selain ahli astronomi, Galileo juga mendalami fisika. Ia banyak mempelajari tentang pergerakan. Temuannya tentang lintasan lengkung diterapkan dalam menentukan lintasan peluru. Dengan demikian, teori lintasan tersebut menjadi bagian ilmu peperangan. Galileo juga banyak mengadakan pengamatan langsung. Fermat (1601-1665) dan Pascal (16234662) adalah ahli matematika dan fisika. Fermat mengembangkan teori Aljabar mengenai bilangan-bilangan, kini terkenal dengan perhitungan diferensial integral (kalkulus). Fermat dan Pascal mengembangkan dasar-dasar statistika (teori kemungkinan). Newton (1643-1727) adalah seorang pujangga besar, ahli matematika, astronomi, dan fisika. Newton banyak menyumbangkan ilmunya bagi perkembangan ilmu pengetahuan yang hingga sekarang banyak digunakan. Sumbangan terbesarnya adalah teori gravitasi, perhitungan kalkulus (diferensial integral), serta teori cahaya atau optika. Lavoisier (1743-1794) adalah ahli fisika, yang mendasari ilmu kimia. Lavoisier berbeda dengan para ahli lainnya, ia melakukan percobaan dengan cara kuantitatif. Percobaan-percobaan Lavoisier mendasari perkembangan kimia analitik dan kimia organik.
Perkembangan ilmu pengetahuan terus berlangsung, apakah menghasilkan suatu teori/ hukum baru atau menggugurkan teori/hukum yang ada. Einstein (1905-1911) menemukan teori kenisbian, teori relativitas. Dalton (1766-1844) menemukan dasar ilmu kimia yang ditekankan pada teori atom. Henry Becquerel (1852-1908), Curie (1859-1906), dan Thomson 1897 menemukan radium, logam yang dapat berubah menjadi logam lain. Thomson menemukan elektron, yang menggugurkan teori atom sebagai bagian terkecil yang tak dapat dibagi lagi. Dengan penemuanpenemuan tersebut berkembanglah ilmu baru dalam bidang kimia-fisika, yaitu ilmu fisika nuklir. Perkembangan selanjutnya menghasilkan teoriteori baru dalam kenisbian, elektron, dan energi.
D. Perkembangan Teknologi
Dari para ahli, kita sering mendengar pernyataan bahwa ilmu bukan hanya untuk ilmu. Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa pengembangan suatu ilmu pengetahuan tidak hanya ditujukan kepada perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri, melainkan juga diharapkan dapai mem herikan sumbangan kepada bidang-bidang kehidupan atau ilmu yang lainnya. Sumbangan yang berupa penggunaan atau penerapan suatu bidang ilmu pengetahuan terhadap bidang bidang lain disebut teknologi, seperti dinyatakan Kast dan Rosenweig (1962, hlm. 11) Technology is the art of utilizing scientific knowledge, sedangkan menurut Charles Susskind (1973: 1) ... how we do things is technology. Iskandar Alisyahbana (1980, hlm. 1) merumuskan lebih jelas dan lengkap tentang teknologi, Teknologi ialah cara melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan bantuan alat dan akal (hardware dan software) sehingga seakanakan memperpanjang, memperkuat, atau membuat lebih ampuh anggota tubuh, pancaindera, dan otak manusia. Sebenarnya sejak dahulu, teknologi sudah ada atau manusia sudah menggunakan teknologi. Kalau manusia zaman dulu memecahkan kemiri dengan batu atau memetik buah dengan galah, sesungguhnya mereka sudah menggunakan teknologi yaitu teknologi sederhana. Mengapa manusia menggunakan teknologi,
karena manusia berakal. Dengan akalnya itu ia ingin hidup lebih baik, lebih mudah, lebih aman, lebih sejahtera. Penemuan teknologi pertama yang cukup penting adalah teknologi api. Dengan teknologi ini manusia mendapatkan penerangan pada malam hari, bisa menghangatkan badan, dan mengolah berbagai bahan makanan. Ilerkat api, makanan menjadi lebih lunak, lebih lezat, dan lebih sehat. Ienemuan teknologi api mendasari pengembangan teknologi lain pada masa-masa berikutnya, umpamanya teknologi penerangan, teknologi pemadam kebakaran, teknologi pembuangan asap, dan yang paling penting dan banyak mendasari pengembangan teknologi lebih lanjut adalah teknologi logam. Dengan teknologi api, bijih timah, besi, mangan, lembaga, perak, mas, dan lain-lain, dapat diolah menjadi batangan kemudian diolah lebih lanjut menjadi berbagai alat kebutuhan manusia. pengembangan suatu teknologi sering berdampak negatif, karena itu perlu Iemuan teknologi lain untuk mengatasinya, seperti teknologi untuk mengatasi kebakaran, mengurangi polusi, dan sebagainya. Teknologi penting lain yang ditemukan selanjutnya adalah teknologi pertanian. Dengan teknologi ini, manusia membudidayakan bermaca m- macam tanaman dan binatang yang sebelumnya tumbuh liar di alam bebas. Teknologi ini memberikan kesejahteraan kepada manusia karena hasil pertanian lebih banyak dan mudah didapat. Teknologi budidaya ini mampu mengubah pola hidup berpindah-pindah menjadi menetap. Karena manusia hidup menetap, mereka berkumpul, kemudian berkembang tambah banyak, maka terbentuklah masyarakat dengan berbagai aturan dan sistem kehidupan sosial. Perkembangan teknologi lain yang sangat penting dan banyak membawa perkembangan pada teknologi lain adalah teknologi industri. Mulanya teknologi ini berkembang secara individual dalam lingkungan kecil dan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sendiri, kemudian berkembang menjadi kongsi ditujukan untuk memenuhi lingkungan yang makin meluas sampai bersekala ekspor. Penemuan-penemuan di bidang ilmu pengetahuan mempercepat pertumbuhan teknologi industri. Perkembangan yang begitu cepat pada beberapa dekade terakhir adalah perkembangan teknologi transportasi, teknologi komunikasi dan infor matika, serta
teknologi media cetak. Perkembangan teknologi industri transportasi berkembang pesat, baik transportasi darat, laut, maupun udara. Berbagai jenis alat transportasi yang bermutu tinggi dengan perlengkapan mutakhir telah t ersedia, memungkinkan orang dan barang bisa berpindah dari suatu tempat ke tempat lain dengan mudah dan cepat. Jarak geografis tidak menjadi hambatan lagi untuk hubungan antarorang, antarkelompok, dan antarbangsa. Perkembangan alat transportasi bukan hanya ditujukan untuk mobilitas orang dan barang, melainkan untuk kepentingan penelitian dan penemuan-penemuan teknologi lebih lanjut. Alat transportasi yang banyak mendapat perhatian dari negara-negara maju adalah pesawat angkasa luar. Pengembangan teknologi angkasa luar ini, bukan saja membuktikan bahwa manusia bisa ke luar dari orbit bumi, menuju planet lain, tetapi juga bisa menempatkan berbagai satelit untuk memantau apa yang terjadi di bumi dan memperlancar komunikasi a ntardaerah di bumi. Perkembangan
teknologi
terbesar
dalam
pertengahan
abad
ke-20
berkenaan dengan penjelajahan angkasa luar. Peluncuran Sputnik I tahun 1958 oleh Uni Soviet (sebelum bubar - red) menarik banyak masyarakat dunia, dan merupakan awal babak baru dalam bidang angkasa luar. Program penerbangan angkasa luar Amerika Serikat yang dimulai dengan Mercury 1962, Gemini 19631965, Apollo yang dimulai tahun 1964 berhasil mendaratkan para astronot di bulan. Uni Soviet dengan program Soyus-nya selalu berlomba dengan Amerika Serikat dalam menjelajahi angkasa luar. Eropa Barat juga tak mau kalah dalam pengembangan teknologi angkasa luar, dengan program Arian-nya yang dimotori oleh Perancis. Arian berhasil menempatkan sejumlah satelit negara-negara Eropa dan beberapa negara lain, termasuk Indonesia yang berhasil mengorbitkan Palapa C2 pada tahun 1996 pada posisi yang direncanakan. Setelah berhasil dengan Apollo, Amerika Serikat melaksanakan program Voyager. Voyager mengangkasa sejauh 680 juta kilometer dari bumi dan berhasil mendapatkan data gambar dan bentuk lain dari planet Yupiter. Voyager II yang akan menyusul Voyager I akan meneruskan penerbangan ke Saturnus dan ken-Indian keluar dari tata surya kita. Pada tahuntahun terakhir, Amerika Serikat mengembangkan program Challenger kemudian Discovery dengan pesawat clang-aliknya walupun pernah mengalami kegagalan,
tetapi basil hasil van); dieapainya luar biasa. Dengan kemajuan teknologi angkasa luar ini, manusia berhasil meneliti planet- planet yang paling jauh bukan dengan renungan atau spekulasi atau peneropongan, melainkan dengan pesawatpesawat yang berawak manusia. Penerbangan angkasa luar bukan hanya ditujukan untuk meneliti planet-planet luar, juga digunakan untuk meneliti dan membuat beberapa peralatan bagi kepentingan bumi. Melalui penggunaan berbagai satelit, diadakan berbagai pengamatan dan penelitiaan tentang bumi. Umpamanya pengamatan dan penelitian daerahdaerah yang mengandung minyak atau bahan-bahan mineral, masalah arus laut, cuaca, dan iklim. Satelit merupakan sarana komunikasi massa, telekomunikasi, dan internet. Temuan-temuan di bidang fisika, kimia, dan matematika mengembangkan teknologi ruang angkasa dan kemiliteran. Perkembangan teknologi di bidang kemiliteran bukan hanya menghasilkan teknologi senjatasenjata biasa, juga teknologi senjata mutakhir, peluru kendali antarbenua, misil, born hidrogen, born nuklir, dan lain-lain, merupakan perkembangan teknologi yang banyak menimbulkan ancaman dan kekhawatiran manusia. Teknologi lain yang perkembangannya sangat cepat pada beberapa dekade terakhir adalah teknologi komunikasi dan informatika. Teknologi ini berkembang sangat pesat berkat temuan-temuan di bidang eletronika. Perkembangan radio dan televisi telah membuka bagian-bagian dunia yang terbelakang menjadi daerah terbuka karena arus informasi. Apa yang terjadi di suatu daerah atau negara, dalam waktu beberapa menit, sudah dapat diketahui oleh orang-orang di bagian dunia lainnya. Selain
kemajuan
di
bidang
komuniksi
massa,
kemajuan
bidang
telekomunikasi pun mengalami kemajuan yang begitu pesat. Kemajuan di bidang telepon, faksimil, yang dikombinasikan dengan kemajuan di bidang komputer, menghasilkan sistem komunisikasi gaya baru, internet. Dengan komunikasi massa, kita hanya bisa memperoleh informasi yang disiarkan, artinya sangat bergantung pada jam siar. Tetapi dengan internet, jam siar ini hilang. Orang bisa memperoleh hampir semua informasi dari setiap negara tanpa dibatasi waktu. Oleh karena itu, dewasa ini dunia disebut dunia global, sebab dengan perantaraan komunikasi massa dan komunikasi batas-batas pemisah antarnegara dan antar
daerah menjadi hilang.
Melalui internet, setiap saat orang bisa masuk, tanpa
permisi, ke Library of Congres Amerika Serikat, ke Gedung Putih, bahkan ke Pentagon. Teknologi media cetak, walaupun jangkauan dan kecepatan sebarannya tidak seluas dan secepat komunikasi massa dan telekomunikasi, mempunyai keunggulan sendiri. Penemuan alat-alat cetak modern, dengan kemampuan cetak yang sangat cepat, telah menghasilkan barang cetakan, seperti buku, majalah, dan surat
kabar,
yang
bermutu
tinggi.
Barang-
barang
cetakan
ini
bisa
didokumentasikan untuk waktu yang lama, kalau bahannya cukup baik, tahan sampai ratusan tahun. Untuk dokumentasi- dokumentasi yang menggunakan tempat terlalu besar, sekarang ada teknologi microfilm dan microfiche untuk mengecilkannya. Dalam bahasan tentang perkembangan teknologi pada awal bagian ini, banyak dikemukakan contoh-contoh perkembangan teknologi yang berbentuk material. Sesungguhnya teknologi tidak hanya menyangkut halhal material, tetapi juga yang immaterial, konsep, kaidah, pendekatan, sistem kerja, dan pola hubungan. Santoso S. Hamijoyo (1975, hlm. 2) membedakan teknologi tersebut menjadi teknologi jenis hardware, software, dan hubungan antarorang.
1. Transformasi teknologi Pengembangan ilmu dan teknologi tidak berarti harus mencari dan menemukan sendiri serta harus mulai dari awal. Apabila cara itu ditempuh, akan banyak waktu terbuang dan kita akan semakin jauh tertinggal. Cara yang lebih tepat dan memungkinkan untuk mengejar ketinggalan adalah dengan transformasi teknologi. Transformasi teknologi merupakan suatu proses pengalihan, penerapan, dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara teratur (B.J. Habibie, 1983). Proses pengalihan tidak berarti mengambil dan menerapkan teknologi, seperti keadaan aslinya di negara yang mengembangkannya, tetapi mencakup juga penyesuaian, modifikasi, dan pengembangannya lebih lanjut. Menurut B.J. Habibie (1983), ada lima prinsip yang menjadi pegangan dalam transformasi teknologi (industri): 1) perlu diselenggarakan pendidikan dan
pelatihan di dalam dan luar negeri untuk menyiapkan para pelaku transformasi; 2) perlu dikembangkan konsep yang jelas dan realistic tentang masyarakat yang akan dibangun serta teknologi-teknologi yang diperlukan untuk mewujudkannya; 3) teknologi hanya dapat dialihkan, diterapkan, dan dikembangkan lebih lanjut jika benar-benar diterapkan; 4) bangsa yang ingin mengembangkan diri secara teknologis harus berusaha sendiri memecahkan setiap masalahnya; 5) pada tahaptahap awal transformasi, setiap negara harus melindungi perkembangan kemampuan nasionalnya, hingga saat tercapainya kemampuan bersaing secara internasional. Transformasi teknologi tidak bisa dilakukan secara s erempak dan langsung pada tahap akhir, disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, dan kemampuan. Ada tiga tahap penting transformasi teknologi menurut B.J. Habibie (1983). Tahap pertama, penggunaan teknologi yang ada digunakan untuk proses nilai tambah produksi barang di pasaran. Teknologi produksi dan manajemen digunakan untuk mengubah bahan baku atau barang setengah jadi menjadi barang-barang yang bernilai jual lebih tinggi. Proses ini disebut proses nilai tambah. Tahap kedua, tahap integrasi teknologi digunakan untuk desain dan produksi barang baru. Pada tahap ini dikembangkan desain dan cetak biru sehingga ada elemen baru, elemen penciptaan. Tahap ketiga, adalah tahap pengembangan teknologi itu sendiri. Dalam tahap ini teknologi-teknologi yang ada dikembangkan lebih lanjut, begitupun teknologi baru. Tahap ini merupakan tahap dilaksanakannya inovasi-inovasi, diciptakannya teknologi untuk komponen produk-produk teknologi terbaik dalam bidang masing-masing. Tahap keempat, adalah tahap pelaksanaan penelitian dasar secara besar besaran. Tahap ini penting bagi negara-negara berkembang yang menghadapi kendala keuangan, sumber daya manusia, serta sarana dan prasarana. Oleh karena itu, banyak negara berkembang melakukan penelitian dasar melalui perjanjian kerja sama dengan negara-negara maju di bidang ilmu dan teknologi.
2. Perkembangan teknologi di Indonesia Perkembangan teknologi terjadi di mana-mana, asal manusia menggunakan alat dan akalnya untuk menyelesaikan setiap masalah yang dihadapi. Sejak lama teknologi di Indonesia berkembang, tetapi yang dikembangkannya adalah teknologi sederhana. Dalam beberapa hal mungkin dikembangkan teknologi madya, namun jumlahnya masih terbatas. Perkembangan teknologi tinggi yang cukup pesat terjadi pada masa pembangunan, sejak dilaksanakannya Pelita I. Perkembangan teknologi ini diawali dengan diluncurkannya Sistem Komunikasi Satelit Domestik Palapa Al, yang sekarang sudah mencapai generasi C2. Pada mulanya, pemanfaatan satelit ini terbatas pada bidang komunikasi massa dan jangkauannya terbatas pada beberapa wilayah saja. Dewasa ini pemanfaatan satelit tersebut semakin luas, misalnya untuk kepentingan telekomunikasi dan jaringan internet, dengan jangkauan bukan hanya negara-negara ASEAN dan negara-negara di sekitar Indonesia. Perkembangan teknologi yang lebih terencana dan terarah tampaknya dimulai setelah B.J. Habibie menjabat sebagai menteri sekaligus pemikiran pemimpin pengembangan teknologi di Indonesia. Di bawah pimpinan Habibie pengembangan teknologi benar-benar bertolak dari kondisi dan karakteristik wilayah dan kebutuhan pembangunan Indonesia. Pengemkmgan teknologi diarahkan bukan hanya pada kepentingan kemajuan ekonomi, melainkan juga pada kepentingan politik (integritas bangsa), social budaya, serta aspek-aspek lain. Menurut B.J. Habibie (1983), ada delapan wahana transformasi yang menjadi prioritas pengembangan teknologi terutama teknologi industri, yaitu: 1) industri pesavvat terbang, 2) industri maritim dan perkapalan, 3) industri alat-alat transportasi darat, laut, dan udara, 4) industri elektronika dan telekomunikasi, 5) industri energi, 6) industri rekayasa, 7) industri alat- alat dan mesin-mesin pertanian, dan 8) industri pertahanan dan keamanan. Indonesia juga telah memiliki pusat-pusat pengembangan ilmu dan teknologi. Pusat pengembangan terbesar adalah Pusat Pengembangan Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspitek) di Tanggerang, Jawa Barat. Pusat pengembangan ini memiliki bidang dan fasilitas yang sangat lengkap. Ada sejumlah laboratorium yang dimiliki Puspitek, antara lain: laboratorium uji
konstruksi; laboratorium aerodinamika, gas dinamika, dan getaran; laboratorium termodinamika elan propulsi; laboratorium teknologi proses; laboratorium fisika; laboratorium kimia; laboratorium kalibrasi dan instrumentasi; laboratorium energi; laboratorium metalurgi; serta reaktor penelitian serba guna dengan beberapa laboratorium penunjangnya. Untuk pengkajian dan penerapan teknologi, Indonesia mempunyai badan khusus, yaitu Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang kepemimpinannya dirangkap oleh Menteri Riset dan Teknologi. Lembaga lain yang juga mengadakan pengkajian tentang ilmu pengetahuan adalah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Jauh sebelum didirikan Puspitek dan BPPT, Indonesia juga memiliki pusat penelitian astronomi di Lembang, Bandung, lebih dikenal dengan nama Peneropong Bintang. Di bidang tenaga atom, Indonesia memiliki dua pusat reaktor atom, yaitu Pusat Reaktor Atom Bandung dan Pusat Reaktor Atom Kartini di Yogyakarta. Perguruan tinggi juga berperan dalam pengkajian dan pengembangan ilmu dan teknologi sebagai realisasi dari salah satu tridharmanya, yaitu dharma penelitian. Walaupun tahap pengembangannya belum sama, fungsi penelitian dan pengembangan pada perguruan tinggi telah berjalan. Ada beberapa perguruan tinggi yang terkemuka dan ada pula perguruan tinggi yang masih miskin dengan penelitian dan pengembangan yang berarti. Beberapa perguruan tinggi yang cukup maju dalam penelitian dan pengembangan adalah Universitas Indonesia untuk bidang kedokteran dan ekonomi; Institut Pertanian Bogor untuk bidang pertanian, kehutanan, dan peternakan; Institut Teknologi Bandung untuk bidang rekayasa dan teknologi; Universitas Padjadjaran, Universitas Gajah Mada, dan Universitas Airlangga untuk bidang ekonomi.
E. Pengaruh Perkembangan Ilmu dan Teknologi
Pengaruh perkembangan ilmu dan teknologi cukup luas, meliputi semua aspek kehidupan, politik, ekonomi, sosial, budaya, keagamaan, etika, dan estetika, bahkan keamanan dan ilmu pengetahuan itu sendiri. Pada bagi.in ini pembahasan dibatasi pada pengaruh perkembangan ilmu pengetalimm din teknologi terhadap kehidupan masyarakat dan pendidikan.
Ada beberapa bidang ilmu dan teknologi yang mempunyai pengaruh yang baik secara langsung maupun tidak langsung, terhadap kehidupan masyarakat. Bidang-bidang tersebut adalah komunikasi, transportasi, mekanisasi industri dan pertanian, serta persenjataan. Komunikasi cukup berkembang pesat di Indonesia dan berpengaruh besar terhadap kehidupan masyarakat. Dewasa ini di Indonesia terdapat sejumlah media komunikasi massa yang perkembangannya sudah cukup maju dan dapat menjangkau hampir seluruh pelosok tanah air. Media komunikasi massa tersebut adalah surat kabar, majalah, radio, dan televisi. Di antara keempat media komunikasi massa tersebut yang paling luas jangkauannya adalah radio. Dengan adanya teknologi transistor yang diproduksi secara massal dengan harga yang relatif murah, maka radio transistor telah dapat dimiliki oleh rakyat kecil yang tinggal di daerah terpencil sekalipun. Urutan kedua yang juga cukup luas jangkauannya adalah televisi. Setelah diluncurkannya SKSD Palapa, seluruh kota di Nusantara dapat dijangkau oleh televisi. Sebagian besar ibu kota propinsi telah mempunyai stasiun siaran TV sendiri. Tempat ketiga dan keempat diduduki oleh surat kabar dan majalah. Surat kabar dan majalah belum dapat terserap oleh seluruh lapisan masyarakat di seluruh pelosok tanah air. Hal itu disebabkan karena kemampuan ekonomi serta motif membaca yang masih kurang, di samping masih kurangnya kemampuan membaca serta adanya kendala geografis karena banyak pulau-pulau terpencil. Komunikasi massa terutama melalui radio dan teleyisi mempunyai peranan dan pengaruh yang sangat besar terhadap masyarakat. Hal itu karena kedua media tersebut bukan hanya berfungsi memberikan informasi tetapi juga memberikan hiburan. Melalui situasi hiburan tersebut secara tidak disadari banyak informasi, program dan kegiatan pem- bangunan, mungkin juga konsep-konsep, gagasangagasan, nilai-nilai yang terserap oleh masyarakat. Melalui media tersebut, budaya, tradisi, kegiatan, kemajuan dart sebagainya yang telah dicapai oleh suatu golongan masyarakat atau daerah tertentu dapat diketahui oleh masyarakat atau daerah
lain.
Dengan
demikian
komunikasi
massa
dapat
meningkatkan
pengetahuan masyarakat, bahkan sampai batas tertentu dapat mengubah sikap masyarakat. Sudah tentu di samping nilai-nilai yang positif, media massa dapat
pula menimbulkan efek negatif. Tentang efek negatif acara TV beberapa ahli dan hasil penelitian menyatakan: banyak orang yang membuang waktunya antara 4-6 jam tiap hari untuk mengikuti semua acara TV; film-film banyak yang mempertunjukkan kejahatan, pembunuhan, perampokan, dan sebagainya, iklan TV dapat menimbulkan penyakit the gimmees terutama pada anak (penyakit merengek ingin dibelikan). Perkembangan teknologi transportasi meningkatkan mutu dan kecepa tan lalu lintas orang dan barang, mempermudah perhubungan baik lokal, antara kota, antara pulau maupun antara negara, menyebabkan terbukanya perhubungan dengan daerah-daerah yang asalnya terpencil. Pembukaan perhubungan tersebut dapat memperlancar arus perdagangan dan meningkatkan mobilitas penduduk. Kelancaran arus perdagangan berarti barang-barang hasil bumi dari desa dapat dengan segera dikirimkan dan dijual ke kota, dan sebaliknya penduduk desa juga dapat dengan mudah mendapatkan barang-barang hasil industri. Mobilitas penduduk memungkinkan terjadinya akulturasi, terutama penduduk desa dengan cara-cara dan kehidupan orang-orang kota. Mobilitas penduduk atau masyarakat bukan hanya dari desa ke kota tetapi juga dari kota atau daerah yang satu ke kota atau daerah yang lain atau dari pulau yang satu ke pulau yang lain. Hal itu, juga akan
memberikan
sumbangan
dalam
pembentukan
persatuan
nasional,
menghilangkan kesukuan, kedaerahan ataupun sikap eksklusivisme. Perkembangan transportasi juga dapat memberi beberapa efek sampingan di antaranya: daerah-daerah pedesaan lebih konsumtif terhadap barang-barang hasil industri, memperbesar terjadinya urbanisasi, masuknya kebiasaan, cara-cara hidup, norma-norma kota yang belum tentu sesuai dengan kehidupan di desa (menggeser kebiasaan desa yang baik), naiknya harga-harga produksi desa di desanya. Perkembangan teknologi di bidang pertanian belum sepesat bidang industri, namun dampaknya terhadap peningkatan produksi dan kesejahteraan para petani telah dirasakan. Ada beberapa hambatan yang dihadapi dalam penerapan teknologi di bidang pertanian antara lain: terutama di Pulau Jawa tidak banyak lahan pertanian yang luas, pemilikan lahan pertanian yang sempit yang kurang menguntungkan bila diolah secara mekanis, keadaan alam yang banyak
bergunung-gunung atau berawa-rawa, kemampuan permodalan dan pengelolaan, pemasaran hasil pertanian dan sebagainya. Meskipun demikian, pemerintah telah berusaha mengembangkan teknologi tepat guna di bidang pertanian, untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut. Beberapa pertanian besar seperti rice estate di Palembang dan lain-lain yang merupakan joint venture sudah menggunakan teknologi maju yang serba mekanik. Penggunaan teknologi maju yang paling banyak adala h di bidang industri, baik industry maupun hilir, industri besar, menengah bahkan industri kecil. Dalam pengembangan teknologi industri ini, kebijaksanaan yang diambil pemerintah tidak hanya diarahkan pada pengembangan teknologi maju, tetapi juga teknologi tepat guna, yang mungkin dapat diterapkan pada industri-industri menengah dan kecil. Walaupun dalam beberapa kasus tidak dapat dihindari terjadinya ketersisihan industri kecil oleh industri besar. Mengenai ketersisihan industri-industri kecil yang menggunakan t eknologi tradisional oleh industri-industri besar yang mengginiakan teknologi modern, Filino Harapah (1975, hlm. 8) mengemukakan pandangannya sebagai berikut: Dalam Pelita I kita telah melihat.terjadinya suatu eksperimentasi yang m cukup berani, di mana teknologi modern yang belum kita miliki berada berdampingan dengan teknologi tradisional yang masih terbelakang. Teknologi modern tersebut masih sangat bergantung kepada unsurunsur non-Indonesia. Dalam proses sudah berlangsung, kelihatan bahwa teknologi tradisional bukannya kian meningkat, malahan sebaliknya; seolah-olah terdesak. Bukti-bukti yang memperkuat pengamatan ini adalah terdesaknya pabrik-pabrik rokok gulung (linting),
usaha
tenun
bukan
mesin
dan
perusahaan
minuman
yang
mempergunakan teknologi tradisional sederhana, akibat saingan pabrik yang lebih modern dan unggul teknologinya. Penggunaan teknologi maju dalam industri mempunyai beberapa pengaruh terhadap kehidupan masyarakat. Sebagai konsumen, masyarakat mempunyai beberapa keuntungan dari industri besar tersebut, yaitu barang-barang cukup banyak tersedia, kualitas barang cukup baik, harga kemungkinan juga sedikit lebih rendah bila dibandingkan dengan produksi pabrik kecil. Masyarakat sebagai sumber tenaga kerja banyak menderita kesulitan dengan adanya industri-industri
teknologi maju tersebut. Suatu pekerjaan yang sebelum menggunakan teknologi maju mungkin membutuhkan 15-20 orang pegawai/buruh maka setelah menggunakan teknologi maju dapat dikerjakan oleh 1 atau 2 orang saja. Dengan demikian dapat memperbesar angka pengangguran. Bagi orang-orang yang secar a kebetulan dapat bekerja dengan teknologi maju tersebut dapat menikmati keberuntungannya, tetapi sejumlah besar anggota masyarakat yang lain menderita karena tidak mendapat pekerjaan. Mengenai pengangguran atau kesempatan kerja tersebut, M. Ziemek mengemukakan pendapat sebagai berikut: Melihat angka-angka terakhir mengenai kesempatan kerja di Indonesia yang menunjukkan bahwa 30% dari jumlah 44 juta angkatan kerja yang benar benar, memperoleh kesempatan kerja penuh, jelas bahwa untuk mengurangi jumlah ini secara cukup berarti akan hampir tidak mungkin dicapai dengan jalan mengadakan industrialisasi perekonomian menurut pola di Barat. Pendidikan, juga menda pat pen garuh yang cukup besar dari ilmu dan teknologi. Pendidikan sangat erat hubungan dengan kehidupan sosial, sebab, pendidikan merupakan salah satu aspek sosial. Pendidikan tidak terbatas pada pendidikan formal saja, melainkan juga pendidikan nonformal, sebab pendidikan meliputi segala usaha sendiri atau usaha pihak luar untuk meningkatkan pengetahuan dan kecakapan, memperoleh keterampilan dan membentuk sikapsikap tertentu. Pada bagian sebelum ini telah diungkapkan bahwa kemajuan di bidang komunikasi massa sangat berpengaruh terhadap pendidikan. Sebab media massa juga merupakan juga media pendidikan. Dengan kata lain, melalui media massa dapat berlangsung proses pendidikan. Baik tayangantayangan yang berbentuk informasi ataupun tayangan yang bersifat hiburan juga mempunyai nilai-nilai pendidikan. Kami kira tidak ada seorang penulis skenario film, sinetron, atau sandiwara TV, ataupun penulis berita atau cerita yang sengaja menulis suatu tema cerita atau tulisan dengan tujuan merusak masyarakat. Meskipun penulis membuat ceritera tentang kejahatan atau kekejaman, namun tujuannya justru menyadarkan masyarakat bahwa perbuatan seperti itu tidak baik, yang jahat pasti dihukum dan sebagainya. Dengan demikian semua acara tersebut sebenarnya mempunyai maksud dan pesan yang positif, namun yang diterima oleh pemirsa tidak selalu
seperti maksud dan pesan tersebut (tidak komunikatif). Sebagai penyebabnya mungkin saja karena adeganadegan yang kurang terpuji tersebut lebih mendominasi dibandingkan degnan adegan-adegan yang mengandung maksud dan pesan luhur. Dari pihak pemirsa kebanyakan lebih memperhatikan adeganadegan yang ramai daripada mencari makna pesan luhur yang dibawa dengan keramaian tersebut. Bagaimanapun media massa mempunyai fungsi pendidikan. Tiap acara TV atau radio, tiap berita atau tulisan dala m surat kabar atau majalah dapat menambah pengetahuan pendengar, penonton, atau pembacanya, memberikan kecakapan ata u keterampilan serta membina sikap tertentu. Dalam hal ini media massa mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan belajar dalam kelas, sebab dalam kelas, belajar berlangsung secara disadari, diperintah dan diuji tetapi melalui media massa belajar terjadi secara tidak sadar, tanpa paksaan atau perintah orang lain dan tidak ada tekanan untuk ulangan atau ujian. Mar'at seorang psikolog dari Unpad mengemukakan pendapatnya sebagai berikut: "TV mampu mengubah sikap, pandangan, dan perasaan seseorang. Dan yang penting adalah fungsi TV-nya sendiri yang disesuaikan dengan kemampuan masyarakat, sebagai media komunikasi visual dalam meningkatkan pengetahuan, cara berpikir, dan cara menyelesaikan masalah". Segi negatif yang lain dari media TV untuk pendidikan anak selain yang telah diungkapkan terdahulu adalah kecenderungan anak untuk mengadakan peniruan dan identifikasi. Kita mengetahui bahwa anak suka tneniru; dan pada masa tertentu terutama pada awal masa pubertas ada masa anak untuk beridentifikasi dengan tokoh-tokoh pujaan tertentu. Mudah kita pahami bahwa yang menjadi idola anak adalah tokoh-tokoh terkenal atau jagoan-jagoan tertentu. Sering terjadi kalau anak sudah menntio seorang tokoh, apa saja yang dilakukan oleh tokoh tersebut selalu baik. Padahal mungkin saja tidak semua tingkah laku tokoh tersebut baik, apalagi idolanya itu adalah tokoh dalam film-film Barat yang mungkin tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Perkembangan teknologi di bidang industri mempunyai hubungan timbal balik dengan pendidikan. Industri dengan teknologi maju memproduksi berbagai macam alat-alat dan bahan yang secara langsung atau tidak langsung dibutuhkan
dalam pendidikan. Kegiatan pendidikan membutuhkan dukungan dari penggunaan alat-alat hasil industri seperti komputer, televisi, radio, cassete tape recorder, video tape, buku-buku, gambar-gambar, peta, berbagai bentuk alat peraga, alatalat permainan, alat tulis menulis, alat-alat berhitung, dan sebagainya. Peningkatan
pendidikan
sangat
membutuhkan
bantuan
hasil-hasil
teknologi industri tidak hanya yang bersifat hardware, tetapi juga membutuhkan bantuan penggunaan hasil pengembangan teknologi yang bersifat software. Sudah tentu penggunaan alat-alat hasil industri maju dalam bidang pendidikan, menuntut pengetahuan dan kecakapan gurugurunya. Hal itu berkenaan dengan segi software sebagai hasil pengembangan teknologi. Penggunaan alat-alat belajar yang modern dalam pendidikan akan mempengaruhi proses belajar. Dengan menggunakan alatalat belajar yang modern anak akan lebih aktif belajar. Aktivitas belajar anak akan bergantung pada metode belajar-mengajar yang digunakan, anak akan lebih aktif dibandingkan dengan kalau hanya menggunakan kapur dan papan tulis saja. Ada
segi
lain
mengenai
hubungan
antara
pendidikan
dengan
perkembangan teknologi dalam industri. Perkembangan teknologi industri menuntut peningkatan penguasaan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan sumber daya manusianya. Hal itu berarti membuka pekerjaan baru dan juga menuntut keahlian baru yang harus dipersiapkan dalam pendidikan. Untuk menyelenggarakan suatu sekolah kejuruan tertentu dituntut banyak hal. Sekolah kejuruan yang baru menuntut penyediaan guru-guru dalam kejuruan tersebut, menuntut peralatan pendidikan atau latihan yang baru yang mungkin tidak sama dengan peralatan bagi pendidikan atau kejuruan yang telah ada. Sekolah kejuruan yang baru juga mungkin menuntut sistem atau program yang baru, metode mengajar yang baru, sistem penilaian yang baru, dan sebagainya. Dengan perkataan lain perkembangan teknologi dalam industri dapat memberikan tuntutan pembaharuan dalam pendidikan. Telah dibicarakan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa
beberapa
perubahan
dalam
kehidupan
masyarakat.
Beberapa
masyarakat terpencil, yang tertutup dengan adanya transportasi dan komunikasi yang luas, berubah menjadi masyarakat yang terbuka dan cukup berkomunikasi dengan daerah-daerah lain. Masyarakat yang pada mulanya hanya konsumtif
terhadap hasil-hasil pertanian telah berubah menjadi masyarakat yang lebih konsumtif terhadap produksi industri. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga telah menimbulkan banyak perubahan dala m nilai-nilai, baik nilai sosial, budaya, spiritual, intelektual, maupun material. Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi juga
menimbulkan kebutuhan barn, aspirasi baru, sikap hidup baru. Hal-hal di atas menuntut perubahan pada sistem dan isi pendidikan. pendidikan bukan hanya mewariskan nilai-nilai dan hasil kebudayaan lama, tetapi juga mempersiapkan generasi muda agar mampu hidup pada masa kini dan yang akan datang. Dengan demikian, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi meyebabkan perkembangan pula pada dunia pendidikan. Pengaruh perkembangan ilmu dan teknologi terhadap pendidikan selain yang bersifat tidak langsung seperti yang telah dikemukakan terdahulu, juga yang bersifat langsung. Perkembangan ilmu dan teknologi bukan hanya yang bentuk hardware tetapi juga software dan hubungan antarmanusia. Sekolah atau lembaga-lembaga pendidikan lainnya, merupakan tempat pemindahan teknologi yang bersifat software dan hubungan antarmanusia. Di sekolah, perguruan tinggi atau lembaga pendidikan lainnya, dipelajari
konsep-konsep,
prinsip-prinsip,
kaidah-kaidah,
cara-cara
dan
pendekatanpendekatan baru, untuk memahami dan memecahkan berbagai persoalan dalam kehidupan di rumah dan di masyarakat, dalam pekerjaan serta dalam hubungan-hubungan yang lebih luas. Hal-hal tersebut juga menuntut selalu adanya perkembangan dari pendidikan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara langsung, maupun tidak
langsung
menuntut
perkembangan
pendidikan.
Pengaruh
langsung
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah memberikan isi/materi atau bahan yang akan disampaikan dalam pendidikan. Pengaruh tak langsung adalah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, menyebabkan perkembangan masyarakat, dan perkembangan masyarakat menimbulkan problema-problema baru yang menuntut pemecahan dengan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan barn yang dikembangkan dalam pendidikan.
F. Buku Acuan
Percipal, Fred & Ellington, Henry. (1984). Handbook of Educational Technology. London: Kogan Page Ltd, dan New York: Nichols Publishing Co. Buku
ini
merupakan
buku
dasar
tentang
teknologi
pendidikan,
menguraikan aspek-aspek utama teknologi pendidikan dan peranannya dalam tisaha meningkatkan efisiensi dan efektivitas pendid4 Ali Pada liawan 1)1.1.taina blikil ini ditiraikan tentang pengerarahan pendidikan, pendekatan sistem dan sekilas sejarah teknologi pendidikan. Bagian selanjutnya menjelaskan dua pendekatan pendidikan, yaitu yang berpusat pada guru atau institusi dan yang berpusat pada siswa. Peranan dan perumusan tujuan sebagai pusat dan titik tolak dalam penyusunan desain pengajaran yang didasarkan atas pendekatan sistem. juga dikemukakan macam-macam metode mengajar, baik yang bersifat kolas, kelompok ataupun individual. Pada bagian akhir diuraikan evaluasi hasil belajar, media dan sumber-sumber pengajaran, serta kecenderungan perkembangan teknologi pendidikan pada tahun 2000. Unruh, Glenys G. and Alexander, William M. (1970). Innovations in Secondary Education. New York: Holt, Rinerhart a nd Winston, Inc. Sekolah disadari atau tidak, mempunyai andil di dalam perubahan sosial. Perubahan sosial merupakan suatu keharusan dan sekolah tidak dapat absen dalam proses perubahan tersebut. Agar tanggap dan dapat selalu mengikuti perubahan perubahan sosial, maka sekolah pun harus mengadakan inovasi. Inovasi itu bermacam-macam. Yang menjadi inti pembahasan dalam buku ini adalah inovasi dalam pendidikan di sekolah yang diarahkan pada peningkatan efektivitas pendidikan. Secara sistematis dalam buku ini dibahas; faktor-faktor yang mendorong inovasi bagi perkembangan pendidikan. Selanjutnya kegiatan inovasi berkenaan dengan komponen siswa, kurikulum, organisasi, staf pengajar, sarana, media serta bangunan. Pada bagian terakhir diuraikan proses inovasi dan perkembangannya serta berbagai pendekatan dalam inovasi pendidikan. Buku ini sangat bermanfaat bagi para perencana pendidikan, ahli kurikulum serta pelaksana pendidikan terutama kepala sekolah dan guru, sebab da lam tugasnya mereka harus selalu mengadakan inovasi.
Gerlach, Vernon S. et al. (1980). Teaching and Media, A Systematic Approach. Englewood Cliffs, New J ersey: Prentice Hall, Inc. Buku ini menguraikan masalah pengajaran dan media dengan pendekatan sistem. Pengajaran harus disusun berdasarkan pada apa yang akan dikerjakan dan pada apa yang akan dihasilkan pada siswa, mau jadi apa siswa. Media merupakan aspek penting dalam pengajaran, akan memperlancar jalannya pengajaran. Dalam buku tersebut sangat ditekankan, bahwa media bukan sekadar alat bantu, tetapi merupakan bagian integral dari pengajaran. Konsep-konsep yang dipaparkan dalam buku ini cukup modern, sebab menempatkan anak pada tempat yang sentral. Selanjutnya dijelaskan dalam buku ini, bahwa pengajaran harus menyatukan ilmu dengan seni mengajar, dan harus dipusatkan pada kebutuhan dan aktivitas siswa. Atas dasar itu pengajaran harus mempunyai tujuan yang spesifik, disusun dengan desain pengajaran yang baik, dan diadakan pemilihan media yang tepat. Guru memegang peranan yang besar dalam pengajaran, is adalah perencana pengajaran dan koordinator sumber-sumber belajar. Buku ini sangat berharga bagi para ahli kurikulum, media pengajaran, dan guru-guru serta para mahasiswa calon guru, memberikan pegangan baik dalam pengembangan kurikulum, penyusunan desain pengajaran maupun dalam pemilihan media pengajaran. Bloom, Benyamin S. (1981). All Our Children Learning. New York: Mc Graw Hill Book Co, Inc. Buku ini sebenarnya merupakan kumpulan makalah yang disampaikan dalam berbagai pertemuan ilmiah. Makalah-makalah tersebut merupakan makalah terbaik atau terpilih yang sengaja dipilih penulis dan disediakan bagi para pendidik, baik orang tua, maupun guru dan para instruktur. Isinya telah tersusun sedemikian rupa sehingga membentuk satu kesatuan pemikiran yang utuh. Dalam buku
ini
dijelaskan
bagaimana
pengaruh
pendekatan-pendekatan
dalam
pendidikan terhadap pandangan para ahli pendidikan terhadap sekolah, guru, siswa, belajar, dan pengajaran. Rumah dan sekolah sebagai lembaga pendidikan mempunyai peranan sendirisendiri, tetapi saling mempengaruhi. Anak menjadi fokus pendidikan, semua kegiatan pendidikan harus bertolak dari perkembangan anak.
BAB 5 MACAM-MACAM MODEL KONSEP KURIKULUM
Pada Bab 1 telah ungkapkan empat aliran pendidikan yaitu pendidikan klasik, pribadi, teknologi, dan interaksionis. Empat aliran itu bertolak dari asumsi yang berbeda dan mempunyai pandangan yang berbeda pula lentang kedudukan dan peranan pendidik, peserta didik, isi, maupun proses pendidikan. Empat aliran atau teori pendidikan tersebut memiliki model konsep kurikulum dan praktik pendidikan yang berbeda. Model konsep kurikulum dari teori pendidikan klasik disebut kurikulum subjek akademis, pendidikan pribadi disebut kurikulum humanistik, teknologi pendidikan disebut kurikulum teknologis dan dari pendidikan interaksionis, disebut kurikulum rekonstruksi sosial.
A. Kurikulum Subjek Akademis
Model konsep kurikulum ini adalah model yang tertua, sejak sekolah yang pertama berdiri, kurikulumnya mirip dengan tipe ini. Sampai sekarang, %valaupun telah berkembang tipe-tipe lain, umumnya sekolah tidak dapat welepaskan tipe ini. Mengapa demikian? Kurikulum ini sangat praktis, imidah disusun, mudah digabungkan dengan tipe lainnya. Kurikulum
subjek
akademis
bersumber
dari
pendidikan
klasik
(perenialisme dan esensialisme) yang berorientasi pada masa lalu. Semua Woo pengetahuan dan nilai-nilai telah ditemukan oleh para pemikir masa lalu. Fungsi pendidikan memelihara dan mewariskan hasil-hasil budaya ilia.,a lalu tersebut. Kurikulum ini lebih mengutamakan isi pendidikan. liciajar adalah berusaha menguasai ilmu sebanyak-banyaknya. Orang yang berhasil dalam belajar adalah orang yang menguasai seluruh atau sebagian besar isi pendidikan yang diberikan atau disiapkan oleh guru. Isi pendidikan diambil dari setiap disiplin ilmu. Sesuai dengan bidang disiplinnya para ahli, masing-masing telah mengembangkan ilmu secara sistematis, logis, dan solid. Para pengembang kurikulum tidak perlu susah- susah menyusun dan mengembangkan bahan sendiri. Mereka tinggal memilih bahan