Pengembangan Pengembang an Kurikulum Model Rogers A. Pengertian Model Pengembangan Kurikulum Model adalah pola yang dapat membantu berfikir,konseptualisasi, suatu proses yang menunjukkan prinsip-prinsip, dan proseduryang dapat menjadi pedoman bertindak. Banyak
model
yang
dapat
digunakan
dalam
pengembangan
kurikulum. Mo Mode dell
peng pe ngem emba bang ngan an ku kurrik iku ulu lum m me mem mpun uny yai ma makn knaa yang cu cuku kup p lua uass,menurut Nana Syaodih Sukmadinata pengembangan kurikulum bisa berartipenyusunan kurikulum yang sama sekali baru (curriculum construction),bisa juga menyempurnakan kurikulum yang telah ada. Pengembangan kurikulum dapatdilakukan dengan sistem dan cara yang dituangkan dalam berbagai model. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa modelpengembangan kurikulum adalah berbagai bentuk atau model yang nyatada nyatadallam pe peny nyus usun unaan ku kurriku kullum yan ang g bar aru u ata taup upun un peny pe nyem empu purrna naaan ku kurriku kulu lumy myang ang telah ada. Dalam pengembangan kurikulum tidak dapat lepas dariberbagai faktor maupun aspek yang mempengaruhinya, seperti cara berfikir,sistem nilai (nilai moral, keagamaan, politik, budaya dan sosial), proses pengembangan kebutuhan peserta didik, lingkup dan urutan bahanpelajaran, kebutuhan masyarakat maupun arah program pendidikan.Dengan demikian, model pada dasarnya berkaitan dengan rancanganyang dapat digunakan untuk menerjemahkan sesuatu kedalam realitas, yangsifatnya lebih praktis. Model berfungsi sebagai sarana untuk mempermudah berkomunikasi atau atau sebagai petunjuk yang bersifat perspektif perspektif untuk mengambil keputusan, atau sebagai petunjuk perencanaan untuk kegiatan pengelolaan. B. Model Kurikulum Rogers 1. Sejarah Kurikulum Rogers Carl R. Rogers adalah seorang psikolog humanistic yang gagasan-gagasannya berpengaruh terhadap pikiran dan praktek pendidikan. . Dia berasumsi bahwa kurikulum diperlukan dalam rangka mengembangkan individu yang terbuka, luwes dan adaptif, terhadap situasi perubahan. Kurikulum demikian hanya dapat disusun dan diterapkan hanya oleh pendidik pen didik yang terbuka, luwes, dan berorientasi pada proses. Untuk itu diperlukan pengalaman kelompok dalam melatih hal-hal yang bersifat sensitif. Setiap kelompok terdiri atas 10 – 15 orang dengan seorang fasilitator atau pemimpin. Kelompok tersebut hendaknya tidak berstruktur, tetapi harus menyediakan lingkungan yang memungkinkan seseorang dapat berekspresi secara bebas dan ada pula kemungkinan berkomunikasi interpersonal secara luas.
Tujuan dari model Rogers ini adalah untuk berkumpulnya berbagai orang yang merasa terlibat dalam pendidikan dengan harapan memberikan bermacam kontibusi dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan kualitas pendidikan. Langkah – langkah dalam model ini adalah : 1. Memilih suatu sasaran administrator dalam system pendidikan dengan syarat bahwa individu yang terlibat hendaknya ikut aktif berpartisipasi dalam kegiatan kelompok secara intensif agar mereka dapat berkenalan secara akrab. 2. Mengikutsertakan guru-guru dalam pengalaman kelompok secara intensif. 3. Mengikutsertakan unit kelas dalam pertemuan lima hari. Pertemuan ini diharapkan menghasilkan pertemuan intensif antara guru dengan peserta didik lainnya secara akrab dalam suasana bebas berekspresi. 4. Menyelenggarakan pertemuan secara interpersonal antara administrator, guru dan orang tua peserta didik. Tujuan utamanya adalah agar orang tua, guru dan kepala sekolah bias saling mengenal secara pribadi sehingga memudahkan pemecahan masalah di sekolah. 5. Pertemuan vertical yang mendobrak hirarki, birokrasi, dan status social. Melalui cara ini diharapkan keputusan-keputusan dalam pengembangan kurikulum akan lebih baik mendekati realitas karena diselenggarakan dalam suasana bebas tanpa tekanan. Rogers mengemukakan model pengembangan kurikulum mulai darimodel yang sederhana sampai model yang paling sempurna. . Berdasarkan pandangan tentang manusia maka rogers mengemukakan model pengembangan kurikulum yang disebut dengan model Relasi Interpersonal Rogers.Ada empat model dalam pengembangan kurikulum ini:(Hamid Syarif 1996: 97) a) Model I (paling sederhana) Menjelaskan bahwa pendidikan hanyalahmeliputi informasi (isi pelajaran/Materi Pelajaran) dan ujian (Evaluasi). Halini didasarkan pada asumsi, bahw a: a.
Pendidikan adalah evaluasi dan evaluasi adalah pendidikan.\
b. Pengetahuan merupakan akumulasi bagian-bagian materi daninformasi. b) Model II Model ini merupakan penyempurnaan dari model I, dimanadalam pengembangannya disamping pengembangan materi dan evaluasi juga dipikirkan pemilihan metode dan penyusunan organisasi bahamnpelajaran secara sistematis. Dapat digambarkan seperti bagan berikut ini:Akan tetapi model ini masih mengabaikan pertanyaan-pertanyaansebagai berikut: a.
Buku-buku pelajaran apakah yang harus dipergunakan dalam suatumata pelajaran?
b. Alat atau media pengakaran apa yang dapat dipergunakan dalam matapelajaran tertentu. c) Model III
Model ketiga merupakan penyempurnaan model II, yaitudengan memasukkan unsur teknologi pendidikan sebagai media/alat dansoft ware (perangkat lunak) yang mempunyai peranan penting dalam prosesbelajar mengajar. d)
Model IV Model ini merupakan model pengembangan kurikulumyang paling sempurna. Sebab tujuan atau sasaran pada model ini sebagai bagian dari salah satu komponennya. Ada empat langkah pengembangan kurikulum model rogers diantaranya adalah:
a) Pemilihan satu sistem pendidikan sasaran b) Pengalaman kelompok yang intensif bagi guru c) Pengembangan satu pengalaman kelompok yang intensif bagi satu kelas atau unit pelajaran. d) Melibatkan orangtua dalam pengalaman kelompok yang intensif. Rogers lebih mementingkan kegiatan pengembangan kurikulum daripada rencana pengembangan kurikulum tertulis, yakni melalui aktivitas dan interaksi dalam pengembangan kelompok intensif yang terpilih. Roger’s Interpersonal Relations Model
Model ini berasal dari seorang psikolog Carl Rogers. Rogers berasumsi bahwa kurikulum diperlukan dalam rangka mengembangkan individu yang terbuka, luwes, dan adaptif terhadap situasi perubahan (dalam Arifin, 2012:142). Kurikulum yang demikian hanya dapat disusun dan diterapkan oleh pendidik yang terbuka, luwes, dan beriorentasi pada proses. Untuk itu diperlukan pengalaman kelompok untuk melatih hal-hal yang bersifat sensitif. Model pengembangan kurikulum Rogers ini tidak memiliki perencanaan kurikulum yang tertulis, yang ada hanya rangkaian kegiatan kelompok. Dengan berbagai bentuk aktivitas dalam interaksi kelompok ini individu akan berubah. Ada empat langkah pengembangan kurikulum model Rogers dalam Sukmadinata (Sukmadinata, N.S. 1997. Pengembangan Kurikulum Teori Dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya 2012:167) yaitu sebagai berikut: 1) Pemilihan target dari sistem pendidikan. Dalam penentuan target ini satu-satunya kriteria yang menjadi pegangan adalah adanya kesedian dari pejabat pendidikan untuk turut serta dalam kegiatan kelompok yang intensif. Selama satu minggu para administrator melakukan kegiatan kelompok dalam suasana yang relaks, tidak formal. Melalui kegiatan ini mereka akan mengalami perubahan-perubahan sebagai berikut. Ø He is less protective of his own beliefs and can listen more accurately. Ø He finds it easier and less threatening to accept innovative ideas.
Ø He has less need to protect bureaucratic rules. Ø He communicates more clearly and realistically to superiors, peers, and sub-ordinates because hi is more open and less self-protective. Ø He is more person oriented and democratic. Ø He openly confronts personal emotional frictiona between himself and colleagues. Ø He is more able to accept both positive and negative feedback and use it constructively. 2) Partisipasi guru dalam pengalaman kelompok yang intensif. Sama seperti para administrator, guru juga turut serta dalam kegiatan kelompok. Keikutsertaan guru dalam kelompok sebaiknya bersifat sukarela. Efek yang akan diterima guru-guru sejalan dengan para adminnistrator, dengan beberapa tambahan berikut. Ø He is more able to listen to students. Ø He accepts innovative, torublesome ideas from students, rather than insisting on conformity. Ø He pays as much attention to his relationships with student as he does to course content. Ø He works out problems with students rather than responding in a disciplinary and punitive manner. Ø He develops an equalitarian and democratic classroom climate . 3) Pengembangan pengalaman kelompok yang intensif untuk kelas atau unit pelajaran. Selama lima hari penuh siswa ikut serta dalam kegiatan kelompok, dengan fasilitator para guru atau administrator atau fasilitator dari luar. Dari kegiatan ini para siswa akan mendapatkan: Ø He feels freer to express both positive and negative feeling in class. Ø He works through these feeling toward a realistic solution. Ø A has more energy for learning because he has less fear of constant evaluation and punishment. Ø He discovers that he is responsible for his own learning. Ø He a we and fear of authority diminish as he finds teachers and admnistrators to be fallible human being. Ø He finds that the learning process enables him to deal with his life. 4) Partisipasi kegiatan orang tua dalam kelompok. Kegiatan ini dikoordinasi oleh BP3 masingmasing sekolah. Lama kegiatan kelompok dapat tiga jam tiap sore hari selam seminggu atau 24 jam secara terus menerus. Kegiatan ini bertujuan memperkaya orang-orang dalam hubungannya dengan sesama orang tua, dengan anak, dan dengan guru.
Namun, nampaknya perkembangan model kurikulum ini juga belum mencerminkan tujuan dari model pengembangan kurikulum dalam proses belajar mengajar. Oleh karena itu,disempurnakan lagi oleh model IV dengan memasukkan unsure tujuan
didalamnya. Tujuan itulah yang bersifat mengikat semua komponen yang lain, baik metode, organisasi bahan, teknologi pengajaran, isi pelajaran maupun kegiatan penilaian. (H.M. Ahmad, Dkk, 1997: 50-53) Model IV di samping berbagai komponen kurikulum pada model I hingga model III, pada model IV ini disertakan pula komponen penting dalam keseluruhan pendidikan, yaitu tujuan. Tujuan ini menjadi arah pendidikan dan pengajaran ini yang mengikat semua komponen yang telah disebutkan sebelumnya, termasuk teknologi yang akan digunakan.
BAB III PENUTUP A. Simpulan
Keberadaan model-model pengembangan kurikulum memegang peranan pe nting dalam kegiatan pengembangan kurikulum dan dengan mempelajari model-model pengembangan kurikulum dapat memudahkan dalam melakukan pengembangan kurikulum. Pada saat ini banyak para ahli yang mengemukakan tentang model-model pengembangan kurikulum, tetapi setiap model pengembangan tersebut memiliki karakteristik yang berbedabeda, juga memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing, dan masing-masing model arahan pengembangannya berbeda-beda ada yang menitikberatkan pada pengambil kebijaksanaan, pada perumusan tujuan, perumusan isi pelajaran, pelaksanaan kurikulum itu sendiri dan evaluasi kurikulum. Pemilihan suatu model pengembangan kurikulum sebaiknya perlu disesuaikan dengan sistem pendidikan dan sistem pengelolaan pendidikan yang dianut dan mempertimbangkan model pengembangan kurikulum yang sesuai dengan yang diharapkan. Model-model kurikulum akan berkembang terus seperti kurikulum yang terus berkembang sesuai dengan kebutuhan. Roger’s Interpersonal Relation Model / Model Roger’s Carl Rogers adalah seorang ahli psikologi yang berpandangan bahwa manusia dalam proses perubahan mempunyai kekuatan dan potensi untuk berkembangsendiri. Berdasarkan pandangan tentang manusia maka rogers mengemukakan model pengembangan ku rikulum yang disebut dengan model Relasi Interpersonal Rogers. Ada empat langkah pengembangan kurikulum model rogers diantaranya adalah: 1. Pemilihan satu sistem pendidikan sasaran 2. Pengalaman kelompok yang intensif bagi guru 3. Pengembangan satu pengalaman kelompok yang intensif bagi satu kelas atau unit pelajaran. 4. Melibatkan orangtua dalam pengalaman kelompok yang intensif. Rogers lebih mementingkan kegiatan pengembangan kurikulum daripada rencana pengembang an kurikulum tertulis, yakni melalui aktivitas dan interaksi dalam pengembangan kelompok intensif yang terpilih.
B. Saran
Sebagai tenaga profesional guru dituntut untuk memiliki sejumlah pengetahuan yang berhubungan dengan kurikulum karena kurikulum merupakan nadi penggerak dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik dan pengajar. Hal ini dapat dilakukan melalui
pelatihan, penelitian atau memperkaya diri dengan melalui bahan bacaan, internet dan sebagainya. Makalah ini sangat terbatas dalam menyajikan model-model pengembangan kurikulum dan masih banyak lagi model-model pengembangan kurikulum yang belum, oleh karena itu perlu dicari tahu lagi yang lainnya. DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, H. M, Dkk. 1997. Pengembangan Kurikulum. Bandung: CV Putaka Setia