MIND-MAPPING MATERI PERKULIAHAN PENGEMBANGAN KURIKULUM DAN PENGEBANGAN DI SEKOLAH DASAR
Tugas Ujian Tengah Semester Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pengembangan Kurikulum Dan Pembelajaran Di Sekolah Dasar
Dosen Pengampu: Dr. Suharno, M. Pd.
Oleh Rahmat Fajar P
S031608011
PROGRAM MAGISTER PRODI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2017
Mind-Mapping Materi Pengembangan Kurikulum Dan Pembelajaran Di Sekolah Dasar
PENGEMBANGAN MATERI 1) Pengertian Kurikulum Istilah kurikulum muncul untuk pertama kalinya dan digunakan dalam bidang olahraga. Secara etimologis curriculum yang berasala dari bahasa Yunani, yaitu curir yang artinya pelari dan curere yang berarti tempat berpacu. Jadi istilah kurikulum pada zaman Romawi kuno mengandung pengertian sebagai suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari dari garis start sampai garis finish. Baru pada tahun 1855, istilah kurikulum dipakai dalam bidang pendidikan mengandung sejumlah mata pelajaran pada perguruan tinggi. Dalam kamus Webster kurikulum diartikan dalam dua macam, yaitu : a. Sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh atau di pelajari murid di sekolah atau perguruan tinggi untuk memperoleh ijazah tertentu. b. Sejumlah mata pelajaran yang ditawarkan oleh suatu lembaga pendidikan atau departemen. Menurut Hamalik (2006:16) Kurikulum adalah program pendidikan yang disediakan oleh lembaga pendidikan (sekolah) bagi siswa. Kurikulum tidak terbatas pada sejumlah mata pelajaran, namun meliputi segala sesuatu yang dapat mempengaruhi perkembangan siswa, seperti : bangunan sekolah, alat pelajaran, perlengkapan sekolah, perpustakaan, perpustakaan, karyawan tata usaha, gambar-gambar, gambar-gambar, halaman sekolah, dan lain-lain. Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran tertentu untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (UU SPN No. 20/2003). Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kurikulum adalah suatu bahan tertulis yang berisi uraian tentang program pendidikan suatu sekolah atau madrasah yang harus dilaksanakan dari tahun ke tahun. 2) Pengertian Manajemen Menurut Hamalik (2006:16) pengertian manajemen adalah suatu proses sosial yang berkenaan dengan keseluruhan usaha manusia dengan bantuan manusia lain serta sumber-sumber lainnya, menggunakan metode yang efesien dan efektif untuk mencapai tujuan yang ditentukan sebelumnya. Manajemen merupakan alat untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Manajemen memiliki beberapa fungsi, diantaranya : 1) Fungsi perencanaan Meliputi, menetapkan perangkat tujuan atau hasil akhir, mengembangkan strategi untuk mencapai tujuan akhir,menyusun program dengan menetapkan prioritas dan urutan strategi, menetapkan prosedur kerja dengan metode baru, anggaran biaya, serta mengembangkan kebijakan. 2) Fungsi pengorganisasian pengorganisasi an Meliputi kegiatan mengadakan struktur organisasi baru untuk menghasilkan produk baru, menetapkan garis hubungan kerja, merumuskan komunikasi,menciptakan deskripsi dan menyusun kualifikasi kedudukan k edudukan.. 3) Fungsi staffing Meliputi kegiatan seleksi tenaga calon staf, memberikan orientasi, memberikan latihan keterampilan serta melakukan pembinaan ketenagaan.
4) Fungsi pengarahan Meliputi langkah pendelegasian dan pelimpahan tanggung jawab, memotivasi dan mengkoordinasikan, merangsang perubahan bila terjadi perbedaan untuk mencari penyelesaian. 5) Fungsi kontrol Meliputi kegiatan pengadaan sistem pelaporan yang serasi dengan struktur pelaporan keseluruhan, mengembangkan standar perilaku, mengukur hasil berdasarkan kualitas, melakukan tindakan koreksi dan memberikan penghargaan. 3) Manajemen Kurikulum Manajemen pengembangan kurikulum berkaitan dengan administrasi pendidikan, dimana fungsi supervisi telah tercakup di dalamnya. Manajemen kurikulum adalah sebuah proses atau sistem pengelolaan kurikulum secara kooperatif, komprehensif, sistemik, dan sistematik untuk mengacu ketercapaian tujuan kurikulum yang sudah dirumuskan. Dalam proses manajemen kurikulum tidak lepas dari kerjasama sosial antara dua orang atau lebih secara formal dengan bantuan sumber daya yang mendukungnya. Pelaksanaanya dilakukan dengan metode kerja tertentu yang efektif dan efisien dari segi tenaga dan biaya, serta mengacu pada tujuan kurikulum yang sudah ditentukan sebelumnya. Manajemen kurikulum itu memang atas dasar konteks desentralisasi pendidikan dan otonomi daerah. Suatu intitusi pendidikan diberi kebebasan untuk menentukan kebijakan dalam merancang dan mengelola kurikulum menurut kebutuhan peserta didik dan masyarakat. Pemerintah hanya menetapkan standar nasional dan untuk pengembanganya diserahkan sepenuhnya kepada lembaga sekolah dan madrasah terkait. Manajemen kurikulum dan pembelajaran bertujuan untuk: 1. Pencapaian pengajaran dengan menitik beratkan pada peningkatan kualitas interaksi belajar mengajar. 2. Mengembangkan sumber daya manusia dengaan mengacu pada pendayagunaan seoptimal mungkin. 3. Pencapaian visi dan misi pendidikan nasional. 4. Meningkatkan kualitas belajar mengajar disuatu pendidikan tertentu. Menurut G.R. Terry terdapat empat fungsi manajemen kurikulum, yaitu : 1. Perencanaan (planning). Perencanaan (planning) adalah pemilihan atau penetapan tujuan organisasi dan penentuan strategi, kebijaksanaan, proyek, program, prosedur, metode, sistem, anggaran dan standar yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. 2. Pengorganisasian (organizing). George R. Terry (1986) mengemukakan bahwa : “Pengorganisasian adalah tindakan mengusahakan hubungan-hubungan kelakuan yang efektif antara orangorang, sehingga mereka dapat bekerja sama secara efisien, dan memperoleh kepuasan pribadi dalam melaksanakan tugas-tugas tertentu, dalam kondisi lingkungan tertentu guna mencapai tujuan atau sasaran tertentu” 3. Pelaksanaan (actuating). George R. Terry (1986) mengemukakan bahwa actuating merupakan usaha menggerakkan anggota-anggota kelompok sedemikian rupa hingga mereka berkeinginan dan berusaha untuk mencapai sasaran perusahaan dan sasaran
anggota-anggota perusahaan tersebut oleh karena para anggota itu juga ingin mencapai sasaran-sasaran tersebut. 4. Pengawasan (controlling). Pengawasan (controlling) merupakan fungsi manajemen yang tidak kalah pentingnya dalam suatu organisasi. Semua fungsi terdahulu, tidak akan efektif tanpa disertai fungsi pengawasan. 4) Ruang Lingkup Manajemen Kurikulum Ruang lingkup manajemen kurikulum adalah sebagai berikut: 1. manajemen perencanaan 2. manajemen pelaksanaan kurikulum 3. supervisi pelaksanaan kurikulum 4. pemantauan dan penilaian kurikulum 5. perbaikan kurikulum, 6. desentralisasi dan sentralisasi pengembangan kurikulum. Dari keterangan ini tampak sangat jelas bahwa ruang lingkup manajemen kurikulum itu adalah prinsip dari proses manajemen itu sendiri. Hal ini dikarenakan dalam proses pelaksanaan kurikulum punya titik kesamaan dalam prinsip proses manajemen. Sehingga para ahli dalam pelaksanaan kurikulum mengadakan pendekatan dengan ilmu manajemen. Bahkan kalau dilihat dari cakupannya yang begitu luas, manajemen kurikulum merupakan salah satu disiplin ilmu yang bercabang pada kurikulum. Dalam sebuah kurikulum terdiri dari beberapa unsur komponen yang terangkai pada suatu sistem. Sistem kurikulum bergerak dalam siklus yang secara bertahab, bergilir, dan berkesinambungan. Oleh sebab itu, sebagai akibat dari yang dianutnya, maka manajemen kurikulum juga harus memakai pendekatan sistem. Sistem kurikulum adalah suatu kesatuan yang di dalamnya memuat beberapa unsur yang saling berhubungan dan bergantung dalam mengemban tugas untuk mencapai suatu tujuan. 5) Landasan Manajemen Kurikulum Ada beberapa landasan utama dalam pengembangan suatu kurikulum diantaranya Robert S. zais mengemukakan empat landasan pengembangan kurikulum, yaitu : Philosopy and nature of knowledge, society and culture, the individual dan learning theory. Nana Syaodih Sukmadinata berpendapat dalam bukunya “Pengembangan Kurikulum Teori Dan Praktik” bahwa keempat landasan itu yaitu landasan filosofis, psikologis, sosial budaya serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk itu empat landasan tersebut dapat dijadikan landasan utama dalam pengembangn kurikulum. a) Landasan Filosofis Pendidikan berintikan interaksi antar manusia, terutama antara pendidik dan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan. Di dalam interaksi tersebut terlibat isi yang diinteraksikan serta bagaimana interaksi tersebut berlangsung. Apakah yang menjadi tujuan pendidikan, siapa pendidik dan peserta didik, apa isi pendidikan dan bagaimana proses interaksi pendidikan tersebut, merupakan pertanyaan-pertanyaan yang membutuhkan jawaban yang mendasar, yang esensial yaitu jawaban-jawaban filosofis.
Menurut Redja Mudyahardjo (1989), terdapat tiga sistem pemikiran filsafat yang sangat besar pengaruhnya dalam pemikiran pendidikan pada umumnya, dan pendidikan di Indonesia pada khususnya, yaitu: filsafat Idealisme, Realisme dan filsafat Fragmatisme. a) Filsafat idealisme Berdasarkan pemikiran filsafat idealisme bahwa tujuan pendidikan harus dikembangkan pada upaya pembentukan karakter, pembentukan bakat insani dan kebajikan sosial sesuai dengan hakikat kemanusiaannya. Isi kurikulum atau sumber pengetahuan dirancang untuk mengembangkan kemampuan berpikir manusia, menyiapkan keterampilan bekerja yang dilakukan melalui program dam proses pendidikan secara praktis. b) Filsafat realisme Filsafat realisme memandang bahwa dunia atau realitas adalah bersifat materi. Menurut realisme bahwa manusia pada hakikatnya terletak pada apa yang dikerjakannya. Oleh karena itu kurikulum kalau didasarkan pada filsafat realisme harus dikembangkan secara komprehensif meliputi pengetahuan yang bersifat sains, sosial, maupun muatan nilai-nilai. Isi kurikulum lebih efektif diorganisasikan dalam bentuk mata pelajaran karena memiliki kecenderungan berorientasi pada mata pelakaran ( subject centered). c) Filsafat fragmatisme Filsafat fragmatisme memandang bahwa kenyataan tidaklah mungkin dan tidak perlu. Kenyataan yang sebenarnya adalah kenyataan fisik, plural dan berubah (becoming). Oleh karena itu tujuan pendidikan tidak ada batas akhirnya, sebab pendidikan adalah pertumbuhan sepanjang hayat, proses rekonstruksi yang berlangsung secara terus menerus. Tujuan pendidikan lebih diarahkan pada upaya untuk memperoleh pengalaman yang berguna untuk memecahkan masalah baru dalam kehidupan individu maupun sosial. b) Landasan Psikologis Pengembangan kurikulum harus dilandasi oleh asumsi-asumsi yang berasal dari psikologi yang meliputi kajian tentang apa dan bagaimana perkembangan peserta didik, serta bagaimana peserta didik belajar. Atas dasar itu terdapat dua cabang psikologi yang sangat penting diperhatikan dan besar kaitannya dalam pengembangan kurikulum, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar. c) Landasan sosiologis dan budaya Landasan sosiologis pengembangan kurikulum adalah asumsi -asumsi yang berasal dari sosiologi yang dijadikan titik tolak dalam pengembangan kurikulum. Jika dipandang dari sosiologi, pendidikan adalah proses mempersiapkan individu agar menjadi warga masyarakat yang diharapkan, pendidikan adalah proses sosialisasi. Untuk menjadikan peserta didik agar menjadi warga masyarakat yang diharapkan maka pendidikan memiliki peranan penting, karena itu kurikulum harus mampu memfasilitasi peserta didik agar mereka mampu bekerja sama, berinteraksi, menyesuaikan diri dengan kehidupan di masyarakat dan mampu meningkatkan harkat dan martabatnya sebagai mahluk yang berbudaya.
d) Landasan IPTEK Ilmu pengetahuan adalah seperangkat pengetahuan yang disusun secara sistematis yang dihasilkan melalui riset atau penelitian. Sedangkan teknologi adalah aplikasi dari ilmu pengetahuan untuk memecahkan masalah-masalah praktis dalam kehidupan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara langsung berimplikasi terhadap pengembangan kurikulum yang di dalamnya mencakup pengembangan isi/materi pendidikan, penggunaan strategi dan media pembelajaran, serta penggunaan sistem evaluasi. Selain itu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga dimanfaatkan untuk memecahkan masalah pendidikan. Dalam implementasinya, kurikulum pendidikan dasar di Indonesia dilandasi oleh landasan legal berupa kebijakan-kebijakan pendidikan yang diberlakukan. Penyelenggaraan kurikulum yang saat ini diterapkan di Indonesia dilandasi oleh kebijakan perundang-undangan sebagai berikut: Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1 Ayat (19); Pasal 18 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 32 ayat (1), (2), (3); Pasal 35 ayat (2); Pasal 36 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 37 ayat (1), (2), (3); Pasal 38 ayat (1), (2) 6) Kebijakan Manajemen Kurikulum Terbitnya UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang disertai dengan munculnya kebijakan-kebijakan lainnya seperti PP nomor 19/2005, Permendiknas Nomor 22, 23, dan 24 Tahun 2006 saat ini membawa pemikiran baru dalam pengelolaan sistem pendidikan di Indonesia yang mengarah pada berkembangnya keinginan untuk melaksanakan otonomi pengelolaan pendidikan. Otonomi pengelolaan pendidikan ini diharapkan akan mendorong terciptanya peningkatan pelayanan pendidikan kepada masyarakat yang bermuara pada upaya peningktan kualitas pengelolaan pendidikan pada tataran paling bawah ( at the bottom) yaitu sekolah atau satuan pendidikan. Penerapan kurikulum dewasa ini sebagai bukti bahwa sekolah diharapkan menjadi centre of excellence dari inovasi implementasi kebijakan pendidikan saat ini yang bukan hanya harus dikaji sebagai wacana dalam pengelolaan pendidikan, namun sebaiknya dipertimbangkan sebagai langkah strategis ke arah peningkatan mutu pendidikan. Dalam pelaksanaan, kepala sekolah dan guru memiliki kesempatan yang sngat luas dan terbuka untuk melakukan inovasi pengembangan kurikulum, misalnya dengan cara melakukan eksperimentasi-eksperimentasi di lingkungan di mana sekolah itu berada. Kepala sekolah dan guru menjadi perancang kurikulum (curriculum designer) bagi sekolahnya berdasarkan standar isi dan standar kompetensi lulusan sekaligus melaksanakan, membina, dan mengembangkannya. Melaksanakan kurikulum yaitu mentransformasikan isi kurikulum yang tertuang dalam silbus dan rencana pelaksanaan pembelajaran kepada siswa dalam proses pembelajaran. Membina kurikulum yaitu mengupayakan kesesuaian kurikulum aktual dengan kurikulum potensial sehingga tidak terjadi kesenjangan. Mengembangakan kurikulum yaitu upaya meningkatkan dalam bentuk nilai tambah dari apa yang telah dilaksanaka sesuai dengan kurikulum potensial. Dilihat dari pengalaman-pengalaman dalam melaksanakan kurikulum pendidikan dasar, terutama kurikulum tahun 1968, 1975, 1984, beserta struktur kurikulum yang dikembangkannya, pendekatan pengembangan kurikulum di Indonesia lebih bersifat sentralistik, artinya kebijakan pengembangan kurikulum dilakukan pada tingkat pusat (Kurikulum Nasional). Pada kurikulum tahun 1994 sesuai dengan munculnya Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional beserta peraturan pemerintah yang menyertainya, kebijakan pengembangan kurikulum terbagi menjadi dua bagian yang sering dikenal dengan kurikulum nasional dan kurikulum muatan lokal. Kurikulum nasional adalah kurikulum yang isi dan bahan pelajarannya ditetapkan secara nasional dan wajib dipelajari oleh semua siswa sekolah dasar di seluruh wilayah Indonesia, termasuk di sekolah Indonesia yang berada d luar negeri. Kurikulum muatan lokal ialah kurikulum yang isi dan bahan kajiannya ditetapkan dan disesuaikan dengan keadaan lingkungan alam, sosial, ekonomi. Budaya, serta kebutuhan pembangunan daerah. 7) Pengertian Prinsip Pengembangan Kurikulum Prinsip menunjukkan sesuatu hal yang sangat penting mendasar harus diperhatikan memiliki sifat mengatur dan mengarahkan. Dalam pengembangkan kurikulum ada beberapa prinsip dasar yang harus kita perhatikan. agar kurikulum yang kita jalankan benar-benar sesuai dengan apa yang diharapkan. Secara gramatikal, prinsip berarti asas, dasar, keyakinan, dan pendirian. Dari pengertian ini tersirat makna bahwa kata prinsip menunjukkan pada suatu hal yang sangat penting, mendasar, harus diperhatikan, memiliki sifat mengatur dan mengarahkan, serta sesuatu yang biasanya selalu ada atau terjadi pasa situasi dan kondisi yang serupa. Pengertian dan makna prinsip ini menunjukkan bahwa prinsip itu memiliki fungsi yang sangat penting dalam kaitannya dengan keberadaan sesuatu. Melalui pemahaman suatu prinsip, orang bisa menjadikan sesuatu itu lebih efektif dan efisien. Prinsip juga mencerminkan hakikat yang dikandung pleh sesuatu, baik dalam dimensi proses maupun dimensi hasil, dan bersifat memberikan rambu-rambu atau aturan main yang harus diikuti untuk mencapai tujuan secara benar. Pengertian dan fungsi prinsip di atas bisa dijadikan dasar untuk menjelaskan arti dan fungsi prinsip-prinsip pengembangan kurikulum. Prinsip-prinsip pengembangan kurikulum menunjukkan pada suatu pengertian tentang berbagai hal yang harus dijadikan patokan dalam menentukan berbagai hal yang terkait dengan pengembangan kurikulum, terutama dalam fase perencanaan kurikulum ( curriculum planning ). Prinsipprinsip tersebut menggambarkan ciri dari hakikat kurikulum itu sendiri. Esensi dari pengembangan kurikulum adalah proses identifikasi, analisis, sintesis, evaluasi, pengambilan keputusan, dan kreasi elemen-elemen kurikulum. Jika proses pengembangan kurikulum ingin berjalan secara efektif dan efisien, maka para pengembang kurikulum harus memperhatikan prinsip-prinsip kurikulum, baik yang bersifat umum maupun khusus. Di samping itu, para pengembang kurikulum akan bisa bekerja secara mantap, terarah dan hasilnya bisa dipertanggungjawabkan. Produk dari aktivitas pengembangan kurikulum tersebut diharapkan akan sesuai dengan harapan masyarakat yang bersifat dinamis dan zaman yang akan selalu berubah. Selain daripada itu, adanya berbagai prinsip pengembangan kurikulum merupakan suatu ciri bahwa kurikulum merupakan suatu area atau suatu lapangan studi ( field of study ) tersendiri. Dari penjelasan diatas maka dapat dikatakan bahwa pengembangan kurikulum adalah sebuah proses yang merencanakan, menghasilkan suatu alat yang lebih baik dengan didasarkan pada hasil penilaian terhadap kurikulum yang telah berlaku, sehingga dapat memberikan kondisi belajar mengajar yang baik. Dengan kata lain pengembangan kurikulum adalah kegiatan untuk menghasilkan kurikulum baru melalui langkah-langkah penyusunan kurikulum atas dasar hasil penilaian yang dilakukan
selama periode waktu tertentu. Prinsip kurikulum dapat juga dikatakan sebagai aturan yang menjiwai pengembangan kurikulum. Prinsip tersebut mempunyai tujuan agar kurikulum yang didesain atau dihasilkan sesuai dengan permintaan semua pihak yakni anak didik, orangtua, masyarakat dan bangsa. 8) Macam-Macam Sumber Prinsip Pengembangan Kurikulum Sumber prinsip menunjukkan dari mana asal muasal lahirnya suatu prinsip. Dari berbagai literatur tentang kurikulum dapat dikemukakan setidaknya ada empat sumber prinsip pengembangan kurikulum, yaitu: data empiris ( empirical data), data eksperimen (experiment data), cerita/legenda yang hidup di masyarakat (folklore of curriculum) dan akal sehat (common sense) (Olivia, 1992:28). Data empiris merujuk pada pengalaman yang terdokumentasi dan terbukti efektif, data eksperimen menunjukkan pada temuantemuan hasil penelitian. Data hasil temuan merupakan data yang dipandang valid dan reliabel, sehingga tingkat kebenarannya lebih meyakinkan untuk dijadikan prinsip dalam pengembangan kurikulum. Namun demikian, dalam fakta kehidupan, data hasil penelitian ( hard data) itu bersifat sangat terbatas. Di samping itu, banyak data-data lainnya yang diperoleh dari bukan hasil penelitian juga terbukti efektif untuk memecahkan masalah-masalah kehidupan yang kompleks, diantaranya adat kebiasaan yang hidup di masyarakat (folklore of curriculum). Ada juga data hasil pertimbangan pemikiran umum atau akal sehat (common sense). Bahkan data yang diperoleh dari hasil penelitian dapat digunakan setelah melalui proses pertimbangan dan penilaian akal sehat terlebih dahulu. 9) Tipe-Tipe Prinsip Pengembangan Kurikulum Pada dasarnya, tipe-tipe prinsip pengembangan kurikulum merupakan tingkat ketepatan (validity ) dan ketetapan (reliability ) prinsip yang digunakan. Hal ini ada kaitannya dengan sumber-sumber dari prinsip pengembangan kurikulum itu sendiri. Ada data, fakta, konsep, dan prinsip yang tingkat kepercayaannya tidak diragukan lagi karena sudah dibuktikan secara empiris melalui suatu penelitian yang berulang-ulang. Ada pula data yang sudah terbukti secara empiris, tetapi masih terbatas dalam kasuskasus tertentu sehingga belum bisa dugeneralisasikan. Bahkan, ada pula data yang belum dibuktikan dalam suatu penelitian, tetapi sudah terbukti dalam kehidupan, dan menurut pertimbangan akal sehat dipandang logis, baik, dan berguna. Merujuk pada hal di atas, maka prinsip-prinsip pengembangan kurikulum bisa diklasifikasikan menjadi tiga tipe prinsip, yaitu: anggapan kebenaran utuh atau menyeluruh (whole truth), anggapan kebenaran parsial ( partial truth), dan anggapan kebenaran yang masih memerlukan pembuktian ( hypnothesis). Anggapan kebenaran utuh adalah fakta, konsep dan prinsip yang diperoleh serta telah diuji dalam penelitian yang ketat dan berulang, sehingga bisa dibuat generalisasi dan bisa diberlakukan di tempat yang berbeda. Tipe prinsip kategori ini tidak akan mendapat tantangan atau kritik karena sudah diyakini oleh orang-orang yang terlibat dalam pengembangan kurikulum. Anggapan kebenaran parsial, yaitu suatu fakta, konsep dan prinsip yang sudah terbukti efektif dalam banyak kasus, tetapi sifatnya masih belum bisa digeneralisasikan. Mengingat anggapan tersebut dianggap baik dan bermanfaat, maka tipe prinsip ini bisa digunakan. Namun demikian, dalam penggunaannya biasanya masih memerlukan pembuktian atau hipotesis yaitu prinsip kerja yang sifatnya tentatif. Prinsip ini muncul
dari hasil deliberasi, judgement dan pemikiran akal sehat. Meskipun sangat diharapkan menggunakan tipe prinsip whole truth, akan tetapi tipe prinsip lain pun berguna dan bermanfaat. Sebagaimana halnya dengan prinsip tipe kebenaran parsial, prinsip tipe hipotesis juga masih memungkinkan adanya tantangan atau kritikan dalam penggunaannya (pro dan kontra). Pada dasarnya kesemua jenis tipe prinsip itu bisa digunakan. Tipe prinsip mana yang mendapat penekanan dalam penggunaannya, sangat bergantung pada prespektif para pengembang kurikulum tentang kurikulum itu sendiri. Dalam praktik pengembangan kurikulum, biasanya kesemua tipe prinsip itu digunakan. Penyederhanaan peristilahan tentang berbagai tipe prinsip sebagaimana dijelaskan di muka, Olivia (1992:30) memakai istilah axioms untuk menggambarkan berbagai karakteristik prinsip tersebut. Merujuk pada kamus Webster’s Ninth New Collegiate Dictionary , kata aksioma memiliki pengertian yang meliputi sifat-sifat dari tiga prinsip di atas. Istilah aksioma ini juga masih mungkin diganti dengan istilah teorema. Aksioma dan teorema adalah dua hal yang berbeda, tetapi senada. Keduanya akan memberikan pedoman sebagai kerangka dan rujukan dalam melakukan aktivitas dan pemecahan masalah, termasuk di dalamnya aktivitas pengembangan kurikulum. 10) Macam-Macam Prinsip Pengembangan Kurikulum Prinsip pengembangan kurikulum dibedakan menjadi dua kategori, yaitu prinsip umum dan prinsip khusus.Prinsip umum bersifat holistik atau menyeluruh karena prinsip umum ini biasanya digunakan hampir di setiap pengembangan kurikulum dimanapun.Sedangkan prinsip khusus adalah prinsip yang hanya berlaku di tempat tertentu dengan situasi tertentu. Prinsip khusus ini pun termasuk ke dalam prinsip pengembangan dari komponen-komponen kurikulum seperti komponen tujuan dan isi kurikulum dimana setiap prinsip pengembangan komponen masing-masing akan berbeda-beda tentunya. a. Prinsip Umum Prinsip umum dibagi menjadi lima prinsip pengembangan kurikulum, yaitu: 1. Prinsip Relevansi Prinsip relevansi dapat diartikan sebagai prinsip kesesuaian atau prinsip kesinambungan.Prinsip relevansi terbagi kedalam dua jenis, yaitu relevansi internal dan relevansi eksternal.Prinsip relevansi internal yaitu prinsip yang koheren dan konsisten dengan komponen yang ada pada kurikulum itu sendiri seperti tujuan, isi, metode dan evaluasinya. Jika terjadi kesenjangan antara prinsip kurikulum dengan isi atau komponen kurikulum itu sendiri maka akan dipastikan tujuan dari kurikulum itu tidak akan tercapai secara optimal. Sedangkan prinsip relevansi eksternal adalah dimana kurikulum tersebut disesuaikan dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat baik tuntutan masyarakat pada masa kini maupun pada masa yang akan datang. 2. Prinsip Fleksibilitas Prinsip fleksibilitas menuntut bahwa kurikulum tersebut harus bersifat fleksibel, artinya kurikulum tersebut dapat disesuaikan dengan kondisi dan situasi tertentu dimana kurikulum itu diterapkan. 3. Prinsip Kontinuitas Kontinuitas atau berkesinambungan berarti kurikulum tersebut harus berkesinambungan baik antar kelas maupun antar jenjang pendidikan.Dengan diterapkannya prinsip kontinuitas menandakan bahwa kurikulum itu pun harus
bersifat sistematis dan terstruktur mengingat pendidikan formal itu dimulai dari, dasar menengah hingga atas. 4. Prinsip Praktis atau Efisiensi Prinsip praktis dalam pengembangan kurikulum artinya kurikulum harus mudah diterapkan dalam praktik pendidikan di lapangan. Dengan begitu, pengembang kurikulum harus mengetahui paling tidak gambaran bagaimana kondisi dan situasi tempat dimana kurikulum itu akan ditetapkan. Sehingga kurikulum yang dikembangkan akan lebih mudah untuk diterapkan. 5. Prinsip Efektivitas Prinsip efektivitas artinya mengarahkan kurikulum pada tujuan dari pendidikan secara nasional.Pengembangan kurikulum disesuaikan dengan tujuan dari pendidikan.Oleh karena itu, tujuan yang ingin dicapai dari pendidikan tersebut harus jelas. Kejelasan tujuan akan mengerahkan dalam pemilihan dan penentuan isi, metode dan system evaluasi, serta konsep kurikulu yang akan digunakan. b. Prinsip Khusus Prinsip khusus adalah prinsip yang berkenaan dengan prinsip yang berlaku ditempat tertentu dengan situasi tertentu.Dalam prinsip khusus ini pun yang dikembangkan adalah komponen dari kurikulum itu sendiri yaitu tujuan, isi, metode dan evaluasi.Prinsip-prinsip kurikulum yang dikembangkan pada satu daerah dengan daerah lainnya pasti berbeda-beda mengingat karakteristik dari lingkungan, budaya dan jenjang pendidikannya. Sukmadinata (2000) mengemukakan bahwa uraian beberapa prinsip pengembangan kurikulum khusus adalah sebagai berikut: 1. Prinsip yang berkaitan dengan tujuan pendidikan Tujuan pendidikan mencakup tujuan yang jangka panjang, menengah dan jangka pendek. Perumusan tujuan pendidikan bersumber pada kebijakan pemerintah, survey mengenai persepsi orang tua dan masyarakat, survey tentang pandangan para ahli , pengalaman di lapangan serta penelitian. 2. Prinsip yang berkenaan dengan isi pendidikan Pertimbangan yang perlu dilakukan untuk menentukan isi kurikulum adalah penjabaran tujuan pendidikan dari yang umum kepada tujuan pendidikan yang khusus, isi bahan pembelajaran meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotor dan penyusunan isi kurikulum tersebut harus bersifat sistematis. 3. Prinsip berkenaan dengan proses pembelajaran Prinsip yang berkenaan dengan proses pembelajaran mencakup pendekatan, strategi dan teknik yang akan digunakan dalam proses pembelajaran. 4. Prinsip yang berkenaan dengan media dan alat bantu pembelajaran Mencakup semua komponen yang berkaitan untuk menunjang terciptanya proses pembelajaran yang efektif dan efisien. 5. Prinsip yang berkaitan dengan evaluasi Prinsip pengembangan evaluasi diantaranya adalah objektivitas, komprehensif, kooperatif, mendidik, akuntabilitas dan praktis. Sedangkan dalam praktiknya, terdapat lima fase yang harus diperhatikan pengembang kurikulum yaitu perencanaan evaluasi, pengembangan alat evaluasi, pengumpulan data, pengolahan hasil evaluasi, serta laporan dan pemanfaatan hasil evaluasi.
11) Pengertian Pendekatan dan Pengembangan Kurikulum Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang seseorang terhadap suatu proses tertentu. Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum. Dengan demikian pendekatan pengembangan kurikulum menunjuk pada titik tolak atau sudut pandang secara umum tentang proses pengembangan kurikulum. Sedangkan model, lebih menekankan pada usaha dan penerapan langkah-langkah atau cara kerja dengan menerapkan suatu strategi dan beberapa metode yang tepat, yang dijalankan sesuai dengan langkah-langkah yang sistematik untuk memperoleh hasil kerja yang lebih baik. 12) Pendekatan Pengembangan Kurikulum Menurut Sanjaya (2011: 78-82) dan Sukaya (2010: 103) ada dua jenis pendekatan kurikulum, yakni pertama pendekatan top down yaitu pendekatan dengan sistem komando dari atas ke bawah, kedua pendekatan grass root adalah pengembangan kurikulum yang diawalli oleh inisiatif dari bawah lalu disebarluaskan pada tingkat atau skala yang lebih luas, dengan istilah singkat sering dinamakan pengembangan kurikulum dari bawah ke atas. 1. Pendekatan Top down Pengembangan kurikulum muncul atas inisiatif para pejabat pendidikan atau para administrator atau dari pemegang kebijakan (pejabat) pendidikan seperti dirjen atau para kepala kantor wilayah. Selanjutnya, melalui komando akan disebarluaskan ke bawah atau disebut sebagai line staff model. Diterapkan dalam system pendidikan sentralisasi. Prosedur pengembangn kurikulum model ini dilakukan sebagai berikut: a. Pembentukan tim pengarah oleh pejabat pendidikan yang terdiri dari para pengawas pendidikan, ahli kurikulum, disiplin ilmu ataupun tokoh-tokoh dari dunia kerja. Tugasnya dalah merumuskan konsep dasar, garis-garis besar kebijakan, menyiapkan rumusan falsafah dan tujuan umum pendidikan. b. Menyusun tim untuk menjabarkan kebijakan atau rumusan-rumusan yang telah dibentuk pada langkah pertama. Anggotanya adalah ahli kurikulum, ahli disiplin ilmu dari berbagai perguruan tinggi dan guru-guru senior yang diaggap telah berpengalaman. Tugas utamanya adalah untuk menjabarkan rumusan kebijakan menjadi lebih operasional, memilih dan menyusun sequence bahan pelajaran, memilih strategi pengajaran dan alat petunjuk dan cara pengevaluasian serta menyusun pedoman-pedoman pelaksanaan kurikulum bagi guru. c. Penyerahan hasil perumusan dan penjabaran kepada tim perumus untuk dikaji dan direvisi. selain itu, bisa juga melakukan uji coba dan dievaluasi kelayakannya. Hal ini dapat dijadikan sebagai bahan penyempurnaan. d. Kurikulum diimplementasikan disetiap sekolah berdasarkan komando dari administrator. Kelemahan utama dari model administratif adalah diterapkannya konsep dua fase, yakni konsep yang mengubah kurikulum lama menjadi kurikulum baru secara uniform melalui sistem sekolah dalam dua fase sendiri-sendiri, yakni penyiapan dokumen kurikulum baru, dan fase pelaksanaan dokumen kurikulum tersebut. 2. Pendekatan Grass Roots Pada pendekatan ini kurikulum dikembangkan dari bawah keatas, yakni guru sebagai implementator memberikan inisiatif dalam pengembangan kurikulumnya lalu inisiatif ini dikembangkan kelingkungan yang lebih luas. Pendekatan ini disebut juga sebagai pendekatan bawah ke atas. Prinsip dasar ini lebih banyak digunakan dalam
penyempurnaan kurikulum, namun dalam skala yang terbatas dapat juga digunakan untuk mengembangkan kurikulum baru. Guru dapat berinisitif juka kurikulum yang digunakan bersifat fleksibel, sehingga memebrikan kesempatan pada guru untuk memperbaharui dan menyempurnakan kurikulum yang sedang diberlakukan. Hal ini bisa dilakukan jika guru yang bersangkutan bersikap professional dan memiliki kemampuan yang memadai. Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam penyempurnaan kurikulum ini, adalah sebagai berikut: a. Kesadaran akan adanya masalah. Seperti, dirasa adanya ketidakcocokan penggunaan strategi pembelajaran, kegiatan evaluasi yang tidak tepat dan lain lain. Kesadaran inilah yang menjadi kunci dalam model pendekatan ini. b. Mengadakan refleksi. Setelah menyadari adanya masalah maka yang berikutnya dilakukan adalah mencari penyebab-penyebabnya. Langkah ini dapat dilaksanakan dengan melakukan pengkajian dari berbagai literature dan melakukan diskusi-diskusi dengan teman sejawat dan lain lain. c. Mengajukan hipotesis. Dari berbagai literature dan hasil refleksi, guru memetakan kemungkinan-kemungkinan penyelesaian permasalahannya. Inilah yang disebt sebagai hipotesis atau dugaan sementara. d. Memilih hipotesis yang memiliki kemungkinan terbesar dalam penyelesaian masalah tersebut. Kemudian menyusun rencana penyelesaian masala-masalah tersebut. e. Mengimplementasikan perencanaan dan mengevaluasinya secara terus menerus hingga masalah tersebut dapat diselesaikan. f. Membuat laporan hasil pelaksanaan pengembangan kurikulum melalui grass root . Langkah ini penting sebagai bahan publikasi dan diseminasi, sehingga dapat dimanfaatkan dan diterapkan oleh orang lain dan dapat disebar luaskan. 13) Model-Model Pengembangan Kurikulum Model pengembangan kurikulum sangatlah beragam, berikut ini akan dijabarkan mengenai model pengembangan kurikulum yang kami simpulkan dari beberapa ahli: 1. The Administrative (Line Staff) Model Model pengembangan kurikulum yang paling awal dan sangat umum dikenal adalah model administrative karena model ini menggunakan prosedur "garis-staf" atau garis komando "dari atas ke bawah" (top-down). Maksudnya inisiatif pengembangan kurikulum berasal dari pejabat tinggi (Kemdiknas), kemudian secara stuktural dilaksanakan ditingkat bawah. Kelemahan model ini terletak pada kurang pekanya terhadap adanya perubahan masyarakat. Selain itu, kurikulum ini bersifat seragam secara nasional sehingga kadang-kadang meluapakan (mengabaikan) adanya kebutuhan dan kekhususan yang ada pada setiap daerah. 2. The Grass-Roots Model Inisiatif pengembangan kurikulum ini berada ditangan guru-guru sebagai pelaksana kurikulum disekolah, baik yang bersumber dari satu sekolah maupun dari berbagai sekolah sekaligus. Model ini didasarkan oleh dua pandangan pokok, yaitu Pertama, implementasi kurikulum akan lebih berhaasil apabila guru-guru sebagai pelaksana sudah dari sejak semula terlibat secara langsung dalam pengembangan kurikulum. Kedua, pengembangan kurikulum tidak hanya melibatkan personel yang professional (guru) saja, tetapi juga siswa, orang tua dan masyarakat. Model grass-roots ini didasarkan atas empat prinsip, yaitu :
a.
Kurikulum akan bertambah baik, jika kemampuan keprofesionalan guru bertambah baik. b. Kompetensi guru akan bertambah baik, jika guru terlibat secara pribadi di dalam merevisi kurikulum. c. Jika guru terlibat dalam merumuskan tujuan yang ingin dicapai, menyeleksi, mendefinisikan dan memecahkan masalah, mengevaluasi hasil, maka hasil pengembangan kurikulum akan lebih bermakna. d. Hendaknya diantara guru-guru terjadi kontak langsung sehingga mereka dapat saling memahami dan mencapai suatu konsesus tentang prinsip-prinsip dasar, tujuan dan rencana. 3. The Demonstartion Model Model ini dikembangkan untuk memperkenalkan suatu inovasi kurikulum dalam skala kecil. Dalam pelaksanaanya, model ini menuntut para guru dalam satu sekolah untuk mengorganisasikan dirinya dalam memperbaruhi kurikulum. Model demonstrasi dapat dilaksanakan baik secara formal maupun tidak f ormal. Keuntungan model demontrasi antara lain : a. Disebabkan kurikulum yang dihasilkan telah melalui ujicoba dalam praktik yang nyata, maka dapat memberikan alternatif yang dapat bekerja. b. Perubahan kurikulum pada bagian tertentu cenderung lebih mudah disepakati dan diterima daripada perubahan secara keseluruhan. c. Mudah untuk mengatasi hambatan. d. Menempatkan guru sebagai penagmbil inisiatif dan narasumber sehingga para administrator dapat mengarahkan minat dan kebutuhan guru untuk mengembangkan program-program baru. Kelemahan utama model ini adalah dapat menghasilkan antagonisme guru. Guru-guru yang tidak terlibat dalam proses pengembangan cenderung bersikap apatis, tidak percaya dan cemburu. Akibatnya, mereka akan menerima kurikulum baru itu dengan setengah hati 4. Beauchamp's System Model Sistem yang diformulasikan oleh G.A Beauchamp mengemukakan adanya lima langkah kritis dalam mengambil keputusan pengembangan kurikulum, yaitu : a. Menentukan arena pengembangan kurikulum. Arena itu bisa berupa kelas, sekolah, sistem persekolahan regional atau sistem pendidikan nasional. b. Memilih dan mengikutsertakan pengembang kurikulum. c. Mengorganisasian dan penentuan prosedur perencanaan kurikulum yang meliputi menetapkan tujuan kurikulum, memilih materi pelajaran, mengembangkan kegiatan pembelajaran dan mengembangkan desain. d. Pelaksanaan kurikulum secara sistematis. e. Evaluasi kurikulum, yang meliputi empat dimensi: penggunaan kurikulum oleh guru, desain kurikulum, hasil belajar peserta didik, dan sistem kurikulum. 5. Taba's Inverted Model Model ini dimulai dengan melaksanakan eksperimen, diteorikan, kemudian diimplementasikan. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan antara teori dan praktek, serta menghilangkan sifat keumuman dan keabstrakan kurikulum, sebagaimana sering terjadi apabila tanpa kegiatan eksperimen. Hilda Taba mengembangkan lima langkah pengembangan kurikulum secara berurutan, diantaranya yaitu :
a.
Kelompok guru terlebih dahulu menghasilkan unit-unit kurikulum untuk dieksperimenkan. Untuk menghasilkan unit-unit itu ditempuh cara mendiagnosa kebutuhan, merumuskan tujuan khusus, memilih materi, mengorganisasikan materi, memilih pengalaman belajar, mengorganisasikan pengalaman belajar, mengevaluasi dan mengecek keseimbangan dan urutan materi. b. Uji coba unit-unit eksperimen untuk menemukan validitas dan kelayakan pembelajaran. c. Merevisi hasil uji coba dan mengonsolidasikan unit-unit kurikulum. d. Mengembangkan kerangka kerja teoritis e. Mengimplementasi dan desiminasi hasil yang telah diperoleh. 6. Roger's interpersonal relations model Ada 4 langkah pengembangan kurikulum: a. Pemilihan target dari sistem pendidikan, dalam kegiatan ini satu-satunya kriteria yang menjadi pegangan adalah adanya kesediaan dari pejabat pendidikan untuk turut serta dalam kegiatan kelompok yang intensif. b. Partisipasi guru dalam pengalaman kelompok yang intensif, keikutsertaan guru di sini bersifat sukarela sehingga akan memberikan pengaruh bagi siswa. c. Pengembangan pengalaman kelompok yang intensif untuk satu kelas atau unit pelajaran, dengan fasilitator para guru atau adminstrator atau fasilitator dari luar siswa. d. Partisipasi orang tua dalam kegiatan kelompok. kegiatan ini dapat dibantu komite sekolah. Tujuan dari kegiatan ini adalah memperkaya orang-orang dalam hubungannya dengan sesama orang tua, dengaan anak dan dengan guru. rogers menyarankan kalau mungkin adakan pengalaman kegiatan kelompok yang bersifat campuran. Model pengembangan kurikulum dari Rogers ini berbeda dengan model lainnya, tidak ada perencanaan kurikulum secara tertulis , yang ada hanyalah rangkaian kegiatan kelompok. Ini merupakan ciri khas dari model pengembangan Rogers. Ia mementingkan aktivitas dan interaksi. Metode yang ia gunakan mengutamakan sensitivity learning, encounter group dan Training group ( T Group) . 7. The systematic action-reaserch model Model kurikulum ini didasarkan pada asumsi bahwa perkembangan kurikulum merupakan perubahan social. Kurikulum dikembangkan dalam konteks harapan warga masuarakat, para orang tua, tokoh masyarakat pengusaha, siswa, guru dan lain-lain, mempunyai pandangan tentang bagaimana pendidikan, bagaimana anak belajar, dan bagaimana kurikulum daam pendidikan dan pengajaran berperan. Ada 2 prosedur dalam action research, langkah pertama yaitu dengan mengadakan kajian secara seksama tentang masalah-masalah kurikulum, berupa pengumpulan data yang bersifat menyeluruh dan mengidentifikasi faktor-faktor, kekuatan dan kondisi yang mempengaruhi masalah tersebut. Langkah kedua, implementasi dari keputusan yang diambi dalam tindakan pertama. Tindakan itu segera diikuti kegiatan pengumpulan data dan fakta. Fungsi kegiatan pengumpulan data yaitu; menyiapkan data bagi evaluasi tindakan, sebagai bahan pemahaman tentang masaah yang dihadapi, sebagai bahan untuk menilai kembali dan mengadakan modifikasi dan sebagai bahan untuk menentukan tindakan lebih lanjut.
8. Emerging technical models Model ini mempengaruhi pengembangan kurikulum dalam bidang teknologi dan ilmu pengetahuan serta nilai-nilai efisiensi efektivitas dalam bisnis juga. Dari hal ini muncullah kecenderungan di antaranya; The behavioral analysis model , menekankan penguasaan perilaku atau kemampuan. The system analysis model , berasal dari gerakan efisiensi bisnis. Yang ketiga adalah The computer-Based model , suatu model pengembangan kurikulum dengan memanfaatkan computer. 9. Model Tyler Model ini menguraikan pengembangan kurilum dalam bentuk langkah-langkah konkret atau tahapan secara rinci. Dimulai dari, menentukan tujuan, Tyler menyampaikan bahwa sumber perumusan tujuan dapat berasal dari siswa, studi kehidupan masa kini, disiplin ilmu, filosofis dan psikologi belajar. Yang kedua adalah menentukan pengalaman belajar, pengalaman belajar menunjuk kepada aktivitas siswa di dalam proses pembelajaran. Langkah ketiga adlah mengirganisasi pengalaman belajar dalam bentuk unit mata pelajaran, maupun dalam bentuk program. Langkah terakhir menurut Tyler adalah evaluasi. Proses ini merupakan langkah yang sangat penting untuk mendapatkan informasi tentang ketercapaian tujuan yang telah ditetapkan. 10. Model Oliva Olive menyampaikan bahwa model kurikulum harus bersifat simple, komprehensif dan sistematik. Komponen dasar menurut Olia digambarkan dalam sekema berikut: Rumusan Filsafat
Rumusan
Rumusan
tujuan Umuum
tujuan khusus
Desain
implemen
perencanaa
tasi
Evakuasi
11. Model Miller-Seller Merupakan pengembangan kurikulum kombinasi dari model transmisi (Gagne) dan model transaksi (Taba’s&Robinson) melalui tahapan klarifikasi orientasi kurikulum, pengembangan tujuan, identifikasi model mengajar dan implementasi. 12. Model Wheeler Menurutnya pengembangan kurikulum merupakan suatu proses yang membentuk lingkaran, terjadi secara terus menerus.
Evaluasi
Tujuan umum dan khusus
Mengorganisasikan pengalaman dan bahan belajar
Menentukam pengalaman belajar
menentukan isi/materi
13. Model Nicholls Howard Nicholls menjelaskan bahwa pendekatan pengembangan kurikulum terdiri atas elemen-elemen kurikulum yang membentuk siklus. Berikut menurut Nicholls. Menentukan Tujuan khusus
Menentukan dan mengorganisasikan isi pelajaran
Evaluasi
Menentukan dan mengorganisas i metode
14. Model Dynamic Skillbeck Berikut model menurut Skillbeck dalam skema: Menganalisis Situasi
Memformulasikan Tujuan
Menyusun Program
Interpretasi dan Implementasi
Monitoring, feedback, penilaian, rekonstruksi
Model pengembangan kurikulum SD: Top down, Tyler, actiom-research. 14) Pengertian Pendidikan Suatu rumusan nasional tentang istilah “pendidikan” adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan bagi peranannya dimasa yang akan datang (UU RI No.2 Tahun 1989, Bab I, Pasal 1). Fungsi pendidikan adalah menyiapkan peserta didik untuk terjun ke kancah kehidupan nyata. Tujuan pendidikan tersebut terdiri dari beberapa tingkatan yaitu tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional, tujuan kurikulum, dan tujuan pembelajaran. Produk yang ingin dihasilkan oleh proses pendidikan adalah berupa lulusan yang memiliki kemampuan melaksanakan peranan-perananannya untuk masa yang akan datang. Peranan bertalian dengan jabatan dan pekerjaan tertentu, tentunya bertalian dengan kegiatan pembangunan di masyarakat. Jadi pendidikan adalah suatu proses dalam rangka memperngaruhi peserta didik agar mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungannya, dan dengan demikian akan menimbulkan perubahan dalam dirinya yang memungkinkannya untuk berfungsi sebagaimana mestinya dalam
kehidupan di masyarakat. Pengajaran di sini adalah bertugas untuk mengarahkan proses ini agar sasaran dari perubahan itu dapat tercapai sebagaimana yang diinginkan. 15) Pengertian Kurikulum Kurikulum muncul untuk pertama kalinya dan digunakan dalam bidang olahraga. Secara etimologis, curriculum yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang artinya “pelari” dan curere yang berarti “tempat berpacu”. Jadi istilah kurikulum pada zaman Romawi Kuno mengandung pengertian sebagai suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari dari garis start sampai garis finish. Baru pada tahun 1855, istilah kurikulum dipakai dalam bidang pendidikan yang mengandung arti sejumlah mata pelajaran pada perguruan tinggi. Dalam kamus Webster (dalam Hidayat, 2013: 20) kurikulum diartikan dalam dua macam, yaitu (a) sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh atau dipelajari murid di sekolah atau perguruan tinggi untuk memperoleh ijazah tertentu, (b) sejumlah mata pelajaran yang ditawarkan oleh suatu lembaga pendidikan atau departemen. Secara klasik, kurikulum dipandang sebagai rencana pelajaran di suatu sekolah. Pelajaran-pelajaran dan materi apa yang harus ditempuh di sekolah atau perguruan tinggi, itulah kurikulum. Jika ditelusuri lebih lanjut, kurikulum memiliki berbagai macam arti, yakni: (1) sebagai rencana pengajaran, (2) sebagai rencana belajar murid, (3) sebagai pengalaman belajar yang diperoleh murid dari sekolah. Dari pengertian di atas, kurikulum didefisniskan sebagai suatu bahan tertulis yang berisi uraian tentang program pendidikan suatu sekolah atau madrasah yang harus dilaksanakan dari tahun ke tahun. Suatu kurikulum dianggap sebagai jembatan yang sangat penting untuk mencapai titik akhir dati suatu perjalan yang ditandai oleh perolehan ijazah tertentu. Beberapa tafsiran menurut Hamalik (2014: 16-17) antara lain adalah. Kurikulum memuat isi dan materi pelajaran. Kurikulum ialah sejumlah mata ajar yang harus ditempuh dan dipelajari oleh siswa untuk memperoleh sejumlah pengetahuan. Mata ajar (subject matter) dipandang sebagai pengalaman orang tua atau orang-orang pandai masa lampau, yang telah disusun secara sistematis dan logis. Misalnya, berkat pengalaman dan penemuan-penemuan masa lampau, maka diadakan pemilihan dan selanjutnya disusun secara sistematis, artinya menurut urutan tertentu, dan logis, artinya, dapat diterima oleh akal dan pikiran. Mata ajaran tersebut mengisi materi pengajaran yang disampaikan kepada siswa, sehingga memperoleh sejumlah ilmu pengetahuan yang berguna baginya. Semakin banyak pengalaman dan penemuanpenemuan, maka semakin banyak pula mata ajar yang harus disusun dalam kurikulum dan harus dipelajari oleh siswa disekolah. Kurikulum sebagai Rencana Pembelajaran. Kurikulum adalah suatu program pendidikan yang disediakan untuk membelajarkan siswa. Dengan prgram tersebut pada siswa melakukan berbagai kegiatan belajar, sehingga terjadi perubahan dan perkembangan tingkah laku siswa, sesuai dengan tujuan pendidikan dan pembelajaran. Dengan kata lain, sekolah menyediakan lingkungan bagi siswa yang memberikan kesempatan belajar. Itu sebabnya, suatu kurikulum harus disusun sedemikian rupa agar maksud dan tujuan tersebut dapat tercapai. Kurikulum tidak hanya sebatas pada sejumlah mata ajar saja, melainkan juga meliputi segala sesuatu yang dapat mempengaruhi perkembangan siswa, seperti: bangunan sekolah, alat pengajaran, perlengkapan, perpustakaan, gambar-gambar, halaman sekolah, dan lain-lain; yang pada gilirannya menyediakan kemungkinan belajar secara efektif. Semua kesempatan
dan kegiatan yang akan dan perlu dilaksanakan oleh siswa direncakan dalam suatu kurikulum. Kurikulum sebagai Pengalaman Belajar. Perumusan/pengertian kurikulum lainnya yang agak berbeda dengan pengertian-pengertian sebelumnya lebih menekankan bahwa kurikulum merupakan serangkaian pengalaman belajar. Kegiatan kurikulum tidak hanya terbatas pada ruang kelas saja, melainkan mencakup juga kegiatan-kegiatan di luar kelas. Tidak ada pemisahan yang tegas antara intra dan ekstra kurikulum. Semua kegiatan yang memberikan pengalaman belajar/pendidikan bagi siswa pada hakikatnya adalah kurikulum. Dalam perspektif kebijakan pedidikan nasional, pengertian kurikulum dapat dilihat dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 (SISDIKNAS) pasal 1 ayat (9), ialah “seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.” Beberapa definisi di atas mengandung implikasi sebagai berikut: 1) Tafsiran tentang kurikulum bersifat luas, tidak hanya sekedar mata pelajaran (courses) tetapi juga meliputi semua kegiatan dan pengalaman yang menjadi tanggung jawab sekolah 2) Tidak ada pemisahan antara kegiatan intrakurikuler, ko-kurikuler, dan ekstrakurikuler. Semuanya sudah tercakup dalam pengertian kurikulum. 3) Pelaksanaan kurikulum tidak dibatasi hanya pada keempat dinding kelas saja, melainkan dilaksanakan di dalam dan di luar kelas sesuai dengan tujuan atau kompetensi yang hendak dicapai. 4) Faktor siswa menjadi pertimbangan dalam menentukan strategi dan metode pembelajaran. Dimungkinkan guru menggunakan berbagai variasi metode pembelajaran dan berbagai media pembelajaran dalam mencapai tujuan pembelajaran atau kompetensi 5) Tujuan pendidikan bukan menyamaikan mata pelajaran (courses) melainkan pengembangan pribadi siswa dan belajar cara hidup dalam bermasyarakat atau pembinaan ribadi siswa secara utuh, dan ini dicapai melalui kurikulum sekolah (dalam Hidayat, 2013: 22-23). Isi dari kurikulum merupakan sususan dan bahan kajian dan pelajaran untuk mencapai tujuan penyelenggaraan satuan pendidikan yang bersangkutan, dalam rangka upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional (pasal 39). Uraian tersebut dapat diperjelas melalui gambar berikut:
Rancangan (Desain)
Tujuan Kurikulum
Tujuan: Penyelenggaraan
KURIKULU Pengaturan
Isi
Susunan bahan kajian dan pelajaran
Bahan Pelajaran
Materi pelajaran yang disampaikan dalam proses belajar-
Cara
Bentuk kegiatan belajar-mengajar
Gambar 1. Bagan Kurikulum Kurikulum bukan hanya berupa dokumen bahan cetak melainkan rangkaian aktivitas siswa yang dilakukan di dalam kelas, di luar kelas, di laboratorium, di lapangan maupun di lingkungan masyarakat yang direncanakan serta dibimbing oleh sekolah. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kurikulum desain bahan pelajaran yang tujuannya untuk mempermudah siswa dalam mempelajari bahan pelajaran serta mempermudah siswa dalam melakukan kegiatan belajar sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif. 16) Hakikat Belajar dan Pembelajaran
1)
Peng ertian B elajar
Slameto (2003: 5) menyatakan belajar adalah “suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Lebih lanjut Abdillah (2002) dalam Aunurrahman (2010: 35) menyimpulkan bahwa “belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah laku baik melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek-aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik untuk memperoleh tujuan tertentu”. Dengan demikian dapat disimpulkan Belajar adalah perubahan tingkah laku pada individu-individu yang belajar. Perubahan itu tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak, penyesuaian diri. Jadi, dapat dikatakan bahwa belajar itu sebagai rangkaian kegiatan jiwa raga yang menuju perkembangan pribadi manusia seutuhnya. Hamalik (2014: 49-50) ciri-ciri/karakteristik belajar adalah: a. Belajar berbeda dengan kematangan Pertumbuhan adalah saingan utama sebagai pengubah tingkah laku. Bila serangkaian tingkah laku matang melalui secara wajar tanpa adanya pengaruh dari latihan, maka dikatakan bahwa perkembangan itu adalah berkat kematangan (maturation) dan bukan karena belajar. Bila prosedur latihan (tarining) tidak secara cepat mengubah tingkah laku, maka artinya prosedur tersebut bukan penyebab yang penting dan perubahan-perubahan tidak dapat diklasifikasikan seagai belajar. Memang banyak perubahan
tingkah laku yang disebabkan oleh kematangan, tetapi juga tidak sedikit perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh interaksi antara kematangan dan belajar. Misalnya, anak mengalami kematangan untuk berbicara, kemudian berkat pengaruh percakapan masyarakat disekitarnya, maka ia dapat berbicara tepat pada waktunya. b. Belajar dibedakan dari perubahan fisik dan mental Perubahan tingkah laku juga dapat terjadi, disebabkan oleh terjadinya perubahan pada fisik dan mental karena melakukan suatu perbuatan berulangkali yang mengakibatkan badan menjadi letih/lelah. Sakit atau kurang gizi juga dapat menyebabkan tingkah laku berubah, atau karena mengalami kecelakaan tetapi hal ini tidak dapat dinyatakan sebagai hasil perbuatan belajar. Gejala-gejala seperti kelelahan mental, konsentrasi menjadi kurang, melemahnya ingatan, terjaidnya kejenuhan, semua dapat menyebabkan terjadinya perubahan tingkah laku, misalnya berhenti belajar, menjadi bingung, rasa kegagalan, dan sebagainya. Tetapi perubahan tingkah laku tersebut tidak dapat digolongkan sebagai belajar. Jadi perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh perubahan fisik dan mental bukan atau berbeda dengan belajar dalam arti sebenarnya. c. Ciri belajar yang hasilnya relatif menetap Hasil belajar dalam bentuk perubahan tingkah laku. Belajar berlangsung dalam bentuk latihan (practice) dan pengalaman (experience). Tingkah laku yang dihasilkan bersifat menetap dan sesuai dengan tujuan yang teah ditentukan. Tingkah laku itu berupa perilaku (performance) yang nyata dan dapat diamati. Misalnya, seseorang bukan hanya mengetahui sesuatu yang perlu diperbuat, melainkan juga melakukan perbuatan itu sendiri secara nyata. Jadi istilah menetap dalam hal ini adalah bahwa perilaku itu dikuasai secara mantab, dan kematangan ini berkat latihan dan pengalaman. Belajar merupakan sebuah unsur yang kompleks. Proses belajar itu sendiri sangat sulit untuk diamati, namun perbuatan atau tindakan belajar dapat diamati berdasarkan tingkah laku yang dihasilkan oleh tindakan belajar tersebut. Karena itu, untuk memahami suatu perbuatan beajar diperlukan kajian terhadap perbuatan itu secara unsuriah. Unsur-unsur yang terkait dalam proses belajar terdiri dari: a) Motivasi Siswa Motivasi adalah dorongan yang menyebabkan terjadi suatu perbuatan atau tindakan tertentu. Perbuatan belajar terjadi karena adanya motivasi yang mendorong seseorang untuk melakukan perbuatan belajar. Dorongan itu dapat timbul dari dalam diri subjek yang belajar yang bersumber dari kebutuhan tertentu yang ingin mendapat pemuas atau dorongan yang timbul karena rangsangan dari luar sehingga subjek melakukan perbuatan belajar. b) Bahan Ajar Bahan belajar merupakan suatu unsur belajar yang penting mendapat perhatian oleh guru. Dengan bahan itu, para siswa dapat memperlajari halhal yang diperlukan dalam upaya mencapai tujuan belajar. Karena itu, penentuan bahan belajar mesti berdasarkan tujuan yang hendak dicapai, dalam hal ini adalah hasil-hasil yang diharapkan, misalnya berupa pengetahuan, keterampilan, sikap dan pengalaman lainnya. c) Alat Bantu Belajar
Alat bantu belajar merupakan semua alat yang dapat digunakan untuk membantu siswa melakukan perbuatan belajar, sehingga kegiatan belajar menjadi lebih efisien dan efektif. Dengan bantuan berbagai alat, maka pelajaran akan lebih menarik, menjadi konkrit, mudah dipahami, hemat waktu dan tenaga, dan hasil belajar lebih bermakna. d) Sumber Belajar Suasana belajar penting artinya bagi kegiatan belajar. Suasana yang menyenangkan dapat menumbuhkan kegairahan belajar, sedangkan suasana yang kacau, ramai, tidak tenang, dan banyak gangguan, sudah tentu tidak menunjang kegiatan belajar yang efektif. Karena itu, guru dan siswa senantiasa dituntut agar menciptakan suasana lingkungan belajar yang baik dan menyenangkan, menantang dan menggairahkan. Hal ini berarti bahwa suasana belajar turut menentukan motivasi, kegiatan dan keberhasilan belajar siswa. e) Kondisi Subjek Belajar Kondisi subjek belajar turut menentukan kegiatan dan keberhasilan belajar. Siswa dapat belajar secara efisien dan efektif apabila berbadan sehat, memiliki intelegensi yang memadai, siap untuk melakukan kegiatan belajar, memiliki bakat khusus, dan pengalaman yang bertalian dengan pelajaran, serta memiliki minat untuk belajar. Siswa yang sakit/kurang sehat, intelegensi rendah, belum siap belajar, tidak berbakat untuk memperlajari sesuatu, dan tidak memiliki pengalaman apersepsi yang memadai, kiranya akan mempengaruhi kelancaran kegiatan dan mutu hasil belajar.
2)
Peng erti an Pembelajaran
Pembelajaran mengandung makna adanya kegiatan mengajar dan belajar, di mana pihak yang mengajar adalah guru dan yang belajar adalah siswa yang berorientasi pada kegiatan mengajarkan materi yang berorientasi pada pengembangan pengetahuan, sikap, dan keterampilan siswa sebagai sasaran pembelajaran. Dalam proses pembelajaran akan mencakup berbagai komponen lainnya, seperti media, kurikulum, dan fasilitas pembelajaran. Darsono (2002: 24-25) secara umum menjelaskan pengertian pembelajaran sebagai “suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa sehingga tingkah laku siswa berubah kearah yang lebih baik”. Sedang menurut Hamalik (2014: 57) pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling memengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Manusia tentu saja terlibat dalam sistem pengajaran yang terdiri dari siswa, guru, dan tenaga lainnya. Material di dalam pembelajaran meliputi buku-buku, papan tulis, dan alat tulos. Fasilitas sendiri di dalam pembelajaran terdiri dari ruang kelas, perlengkapan audio visual, juga komputer. Sedangkan, prosedur meliputi jadwal dan metode penyampaian informasi, praktik, belajar, ujian dan sebagainya. Dapat ditarik kesimpulan bahwa Pembelajaran adalah usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang belajar, dimana perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relatif lama. Dengan demikian dapat diketahui bahwa kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan yang melibatkan beberapa komponen/unsur: a. Siswa: Seorang yang bertindak sebagai pencari, penerima, dan penyimpan isi pelajaran yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan.
b. Guru: Seseorang yang bertindak sebagai pengelola, katalisator, dan peran lainnya yang memungkinkan berlangsungnya kegiatan belajar mengajar yang efektif. c. Tujuan: Pernyataan tentang perubahan perilaku (kognitif, psikomotorik, afektif) yang diinginkan terjadi pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran. d. Isi Pelajaran: Segala informasi berupa fakta, prinsip, dan konsep yang diperlukan untuk mencapai tujuan. e. Metode: Cara yang teratur untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendapat informasi yang dibutuhkan mereka untuk mencapai tujuan. f. Media: Bahan pengajaran dengan atau tanpa peralatan yang digunakan untuk menyajikan informasi kepada siswa. g. Evaluasi: Cara tertentu yang digunakan untuk menilai suatu proses dan hasilnya. Selain itu, menurut Hamalik (2014: 65-66), terdapat tiga ciri khas yang terkandung dalam sistem pembelajaran, ialah: 1. Rencana, adalah penataan keterangan, material, dan prosedur, yang merupakan unsur-unsur sistem pembelajaran, dalam suatu rencana khusus. 2. Kesalingtergantungan (interdependenc e), antara unsur-unsur sistem pembelajaran yang serasi salam suatu keseluruhan. Tiap unsur bersifat esensial, dan masing-masing memberikan sumbangannya kepada sistem pembelajaran. 3. Tujuan, sistem pembelajaran mempunyai tujuan tertentu yang hendak dicapai. Ciri ini menjadi dasar pembedaan antara sistem yang dibuat oleh manusia dan sistem alami (natural). Sistem yang dibuat oleh manusia, seperti contohnya adalah transportasi, sistem komunikasi, sistem pemerintahan, semuanya memiliki tujuan. Sistem natural, seperti contohnya adalah ekologi, sistem kehidupan satwa atau tumbuhan yang saling memiliki ketergantungan antara satu dengan lainnya, yang disusun sesuai rencana tertentu, tetapi tidak memiliki tujuan tertentu. Tujuan utama dari sistem pembelajaran adalah agar siswa belajar. Tugas seorang pengajar atau guru adalah untuk mengorganisasikan tenaga, material dan prosedur agar siswa dapat belajar sevara efisien dan efektif. 17) Hubungan Kurikulum dan Pembelajaran Pendidikan, kurikulum dan pembelajaran memiliki keterikatan yang sangat penting, apalagi dalam sebuah kelembagaan. Pendidikan sebagai wadah atau disebut juga sebagai lembaga yang menampung, dimana dalam sebuah lembaga tersebut terdapat sebuah rancangan yang terencana dan terarah yang biasa disebut kurikulum. Tapi semua itu tidak akan terlaksana tanpa adanya implementasi. Implementasi itu didapat dengan pembelajaran. Untuk itulah, mengapa pendidikan, kurikulum dan pembelajaran memiliki keterkaitan yang sangat penting dan t idak dapat dipisahkan satu sama lainnya Kurikulum dan pembelajaran merupakan dua hal yang tidak terpisahkan, meski berada pada posisi yang berbeda. Kurikulum dan pembelajaran bagaikan Romeo dan Juliet. Jika kita berbicara mengenai Romeo, maka kita juga akan berbicara masalah Juliet. Apa artinya Romeo tanpa juliet, demikian pula sebaliknya. Artinya, pembelajaran tanpa kurikulum sebagai rencana tidak akan efektif, atau bahkan bisa keluar dari tujuan
yang telah dirumuskan. Kurikulum tanpa pembelajaran, maka kurikulum tersebut tidak akan berguna. Selain itu, Peter F. Olivia dalam sanjaya (2008) menyatakan bahwa kurikulum berkaitan dengan apa yang harus diajarkan, sedangkan pengajaran mengacu pada bagaimana cara mengajarkannya. Walaupun antara pembelajaran dengan pengajaran dalam hal ini memiliki perbedaan, namun keduanya memiliki kesamaan tolak ukur dalam kasus ini, yaitu bagaimana mengajarkan. Hanya saja pengajaran lebih terpusat pada guru sebagai pengajar, sedangkan pembelarajaran menekankan pada penciptaan proses belajar antara pengajar dengan pelajar agar terjadi aktivitas belajar dalam diri pelajar. Yang perlu dilakukan selanjutnya adalah menyusun kurikulum untuk kepentingan pembelajaran agar dapat dilaksanakan dengan optimal. Hal ini berbenturan dengan fakta bahwa kurikulum telah dirancang secara standar (standarized curriculum). Ini berarti bahwa kurikulum yang sama digunakan pada setiap satuan pendidikan yang masing-masing satuan pendidikan tersebut memiliki masalah pelaksanaan pembelajaran yang berbeda. Maka dari itu diperlukan pengembangan seperlunya yang disesuaikan dengan kondisi satuan pendidikan masing-masing. Hal ini bisa kita lihat pada perincian Rencana Pelaksxanaan Pembelajaran yang disusun guru. Peter F. Olivia dalam Sanjaya (2008) menggambarkan beberapa kemungkinan yang terjadi hubungan antara kurikulum dengan pembelajaran. Hubungan tersebut diantaranya adalah sebagai berikut: 1) The Dualistic Model, pada model ini, kurikulum dan pembelajaran berdiri seolaholah sendiri. Kurikulum yang seharusnya menjadi pedoman dalam pelaksanaan pembelajaran tidak tampak. Begitu juga dengan pembelajaran yang seharusnya dapat dijadikan tolak ukur pencapaian tujuan kurikulum tidak terjadi. Namun demikian hubungan kurikulum dan pembelajaran dalam model ini tetap saling mempengaruhi antara satu sama lain dalam proses pembelajaran. 2) The interlocking Model (Model saling mengunci) dalam model ini kurikulum dengan pembelajaran saling barkaitan. Pada model ini, ada bagian kurikulum yang menjadi bagian dari pembelajaran, begitu juga sebaliknya . 3) Concentric Models (Model konsentris), pada model ini, keduanya memiliki hubungan dengan kemungkinan bahwa kurikulum adalah bagian dari pembelajaran atau pembelajaran adalah bagian dari kurikulum. 4) The clical Models (Model siklus), pada model ini, antara kurikulum dan pembelajaran di anggap dua hal yang terpisah namun memiliki hubungan timbal balik. Di satu sisi, kurikulum merupakan rencana tertulis sebagai panduan pelaksanaan pembelajaran, di sisi lain pembelajaran mempengaruhi pada perancangan kurikulum selanjutnya. Sehingga dapat disimpulkan untuk mendapatkan proses pembelajaran yang baik dan berimbas pada hasil yang diperoleh peserta didik pun baik maka penyusunan kurikulumnya pun harus lah diperhatikan dengan baik pula, karena kurikulum sebagai pedoman di dalam proses pembelajaran di sekolah, kurikulumlah yang mengatur guru, siswa dan juga kepala sekolah. Sehigga jalannya proses pembelajaran tersebut sudah ada yang mengatur supaya mengarah pada suatu pencapaian yang maksimal.
18) Teori – Teori Belajar 1. Pengertian Teori Belajar Teori ialah prinsip kasar yang menjadi dasar pembentukan sesuatu ilmu pengetahuan. Dasar teori ini yang akan di kembangkan pada ilmu pengetahuan agar dapat di ciptakan pengetahuan baru yang lebih lengkap dan detail sehingga dapat memperkuat pengetahuan tersebut. Teori belajar merupakan penerapan prinsip-prinsip teori belajar, teori tingkah laku, dan prinsip-prinsip pembelajaran dalam usaha mencapai tujuan belajar. Teori belajar merupakan suatu kumpulan prinsip-prinsip yang terintegrasi dan yang memberikan preskripsi untuk mengatur situasi atau lingkungan belajar sedemikian rupa sehingga dapat membantu siswa mencapai tujuan belajarnya dengan mudah. 2. Macam-Macam Teori Belajar Pada asasnya, teori-teori pembelajaran masa kini dapat diklasifikasikan kepada teori yang utama yaitu : a. Teori Behavioris Teori behavioris yang diperkenalkan oleh Ivan Pavlov dan dikembangkan olehThorndike dan Skinner, berpendapat bahwa pembelajaran adalah berkaitan dengan perubahan tingkah laku. Teori pembelajaran mereka kebanyakannya dihasilkan dengan menumpukan ujian kepada perhubungan antara ‘rangsangan’ dan ‘gerakbalas’ yang menghasilkan perubahan tingkah laku. Ujian ini bisa bersifat sebagai suatu usaha yang dapat merubah tingkah laku orang agar bisa lebih baik. Maka perubahan inilah yang disebut pembelajaran. b. Teori Kognitif Teori kognitif pula berpendapat bahwa pembelajaran ialah suatu proses pendala man yang berlaku dalam akal pikiran, dan tidak dapat diperhatikan secara langsung dengan tingkah laku. Ahli-ahli psikologi kognitif seperti Bruner dan Piaget menjelaskan kajian kepada berbagai jenis pembelajaran dalam proses penyelesaian masalah dan akal berdasarkan berbagai peringkat umur dan kecerdasan pelajar. Teori-teori pembelajaran mereka adalah bertumpu kepada cara pembelajaran seperti pemikiran cerdik, urgensi penyelesaian masalah, penemuan dan pengkategorian. Menurut teori ini, manusia memiliki struktur kognitif, dan semasa proses pembelajaran, otak akan menyusun segala pernyataan di dalam ingatan. c. Teori Sosial Teori sosial pula menyarankan teori pembelajaran dengan menggabungkan teori behavioris bersama dengan kognitif. Teori ini juga dikenal sebagai Teori Perlakuan Model. Albert Bandura, seorang tokoh teori sosial ini menyatakan bahwa proses pembelajaran akan dapat dilaksanakan dengan lebih berkesan dengan menggunakan pendekatan ‘permodelan’. Beliau menjelaskan lagi, bahwa aspek pemerhatian pelajar terhadap apa yang disampaikan atau dilakukan oleh guru dan juga aspek peniruan oleh pelajar akan dapat memberikan kesan yang menarik kepada kepahaman pelajar. d. Teori Humanisme Teori humanis juga berpendapat pembelajaran manusia bergantung kepada emosi dan perasaannya. Carl Rogers menyatakan bahwa setiap individu itu mempunyai cara belajar yang berbeda dengan individu yang lain. Oleh karena itu, strategi dan pendekatan dalam proses pengajaran dan pembelajaran hendaklah dirancang dan disusun mengikut kehendak dan perkembangan emosi pelajar itu.
e. Teori Piaget Menurut Piaget (Dahar 1996; Hasan 1996; Surya 2003), setiap individu mengalami tingkat-tingkat perkembangan intelektual dalam pembelajaran. Tahaptahap tersebut berdasarkan umur seorang anak. Tahap-tahap tersebut sebagai berikut: 1) Tingkat Sensorimotor (0-2 tahun) 2) Tahap Preoporational (2-7 tahun) 3) Tahap Concrete (7-11 thn) 4) Tahap Formal Operations (11 tahun ke atas) 5) Teori Vigotsky Sumbangan teori Vigotsky adalah penekanan pada bakat sosio budaya dalam pembelajaran. Menurutnya, pembelajaran terjadi ketika siswa bekerja dalam zona perkembangan proksima (zone of proximal development). Zona perkembangan proksima adalah tingkat perkembangan sedikit di atas tingkat perkembangan seseorang pada ketika pembelajaran berlaku. Astuty (2000) secara terperinci, mengemukakan bahwa yang dimaksudkan dengan “zona per -kembangan proksima” adalah jarak antara tingkat perkembangan sesungguhnya dengan tingkat perkembangan potensial. f. Teori Ausubel Menurut Ausubel, pemecahan masalah yang sesuai adalah lebih bermanfaat bagi siswa dan merupakan strategi yang efisien dalam pembelajaran. Kekuatan dan makna proses pemecahan masalah dalam pembelajaran sejarah terletak pada kemampuan siswa dalam mengambil peranan pada kumpulannya. Untuk melancarkan proses tersebut maka diperlukan bimbingan secara langsung daripada guru, sama ada secara lisan maupun dengan tingkah laku, manakala siswa diberi kebebasan untuk membangun pengetahuannya sendiri. Lebih lanjut Ausubel (dalam Kartadinata, 2001) mengemukakan, seseorang belajar dengan mengasosiasikan fenomena, pengalaman dan fakta-fakta baru ke dalam skemata yang telah dipelajari. Hal ini menjadikan pembelajaran akuntansi tidak hanya sebagai konsep-konsep yang perlu dihapal dan diingat hanya pada saat siswa mendapat materi itu saja tetapi juga bagaimana siswa mampu menghubungkan pengetahuan yang baru didapat kemudian dengan konsep yang sudah dimilikinya sehingga terbentuklah kebermaknaan logis. g. Teori Konstruktivisme Teori konstruktivisme lahir dari idea Piaget dan Vygotsky. Konstruktivisme adalah satu faham bahwa siswa membina sendiri pengetahuan atau konsep secara aktif berasaskan pengetahuan dan pengalaman sedia ada. Dalam Proses ini, siswa akan menyesuaikan pengetahuan yang diterima dengan pengetahuan sedia ada untuk membina pengetahuan baru. Mengikut Briner (1999), pembelajaran secara konstruktivisme berlaku di mana siswa membina pengetahuan dengan menguji ide dan pendekatan berasaskan pengetahuan dan pengalaman sedia ada, mengimplikasikannya pada satu situasi baru dan mengintegerasikan pengetahuan baru yang diperoleh dengan binaan intelektual yang sedia wujud. 19) Prinsip-Prinsip Pembelajaran 1) Pengertian Prinsip Pembelajaran Kata prinsip berasal dari bahasa Latin yang berarti “asas (kebenaran yang menjadi pokok dasar berpikir, bertindak, dan sebagainya) dasar”. Prinsip merupakan
sebuah kebenaran atau kepercayaan yang diterima sebagai dasar dalam berfikir atau bertindak. Jadi prinsip dapat diartikan sebagai sesuatu yang menjadi dasar pokok berpikir, berpijak atau bertindak. Kata pembelajaran adalah suatu aktivitas atau proses mengajar dan belajar. Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar yang dilakukan oleh pihak guru dan belajar dilakukan oleh peserta didik. Jadi prinsip-prinsip pembelajaran adalah landasan berpikir, landasan berpijak dan sumber motivasi agar proses belajar mengajar dapat berjalan dengan baik antara pendidik dengan peserta didik dengan harapan tujuan pembelajaran tercapai dan tumbuhnya proses pembelajaran yang dinamis dan terarah. 2) Macam-macam Prinsip Pembelajaran a. Prinsip Aktivitas Pengalaman belajar yang baik hanya bisa didapat bila peserta didik mau mengaktifkan dirinya sendiri dengan bereaksi terhadap lingkungan. Belajar yang berhasil mesti melalui berbagai macam aktivitas, baik aktivitas fisik maupun aktivitas psikis. Aktifitas fisik adalah peserta didik giat dan aktif dengan anggota badan. Dalam prinsip ini, maka tugas guru dalam mengajar antara lain: b. Prinsip Motivasi Motivasi berarti dorongan atau keinginan, baik datang dari dalam diri (instrinsik) maupun dorongan dari luar diri seseorang (ekstrinsik). c. Prinsip Lingkungan Lingkungan adalah sesuatu hal yang berada di luar diri individu. Lingkungan pengajaran adalah segala hal yang mendukung pengajaran itu sendiri yang dapat difungsikan sebagai sumber pengajaran atau sumber belajar. Diantaranya; guru, buku, dan bahan pelajaran yang menjadi sumber belajar. d. Prinsip Individualitas (Perbedaan Individu) Secara psikologis, prinsip perbedaan individualitas sangat penting diperhatikan karena: 1) Setiap anak mempunyai sifat, bakat, dan kemampuan yang berbeda 2) Setiap individu berbeda cara belajarnya 3) Setiap individu mempunyai minat khusus yang berbeda 4) Setiap individu mempunyai latar belakang yang berbeda 5) Setiap individu membutuhkan bimbingan khusus dalam menerima pelajaran yang diajarkan guru sesuai dengan perbedaan individu. 6) Setiap individu mempunyai irama pertumbuhan dan perkembangan yang berbeda e. Prinsip Konsentrasi Konsentrasi adalah pemusatan secara penuh terhadap sesuatu yang sedang dikerjakan atau berlangsungnya suatu peristiwa. Konsentrasi sangat penting dalam segala aktivitas, terutama aktivitas belajar mengajar. f. Prinsip Kebebasan Prinsip kebebasan dalam pengajaran yang dimaksud adalah kebebasan yang demokratis, yaitu kebebasan yang diberikan kepada peserta didik dalam aturan dan disiplin tertentu. Dan disiplin merupakan suatu dimensi kebebasan dalam proses penciptaan situasi pengajaran. g. Prinsip Peragaan Alat indera merupakan pintu gerbang pengetahuan. Peragaan adalah menggunakan alat indera untuk mengamati, meneliti, dan memahami sesuatu.
Pemahaman yang mendalam akan lahir dari analisa yang komprehensif sehingga menghasilkan gambaran yang lengkap tentang sesuatu. h. Prinsip Kerjasama Dan Persaingan Kerjasama dan persaingan adalah dua hal berbeda. Persaingan yang dimaksud bukan persaingan untuk saling menjatuhkan dan yang lain direndahkan, tetapi persaingan yang dimaksud adalah persaingan dalam kelompok belajar agar mencapai hasil yang lebih tinggi tanpa menjatuhkan orang atau siswa lain. i. Prinsip Apersepsi Apersepsi dalam pengajaran adalah menghubungan pelajaran lama dengan pelajaran baru, sebagai batu loncatan sejauh mana anakdidik mengusai pelajaran lama sehingga dengan mudah menyerap pelajaran baru. j. Prinsip Korelasi Korelasi yaitu menghubungkan pelajaran dengan kehidupan anak atau dengan pelajaran lain sehingga pelajaran itu bermakna baginya. Korelasi akan melahirkan asosiasi dan apersepsi sehingga dapat membangkitkan minat siswa pada pelajaran yang disampaikan. k. Prinsip Efisiensi dan Efektifitas Prinsip efisiensi dan efektifitas maksudnya adalah bagaimana guru menyajikan pelajaran tepat waktu, cermat, dan optimal. Alokasi waktu yang telah dirancang tidak sia-sia begitu saja, seperti terlalu banyak bergurau, memberi nasehat, dan sebagainya. l. Prinsip Globalitas Prinsip global atau integritas adalah keseluruhan yang menjadi titik awal pengajaran. Memulai materi pelajaran dari umum ke yang khusus. Dari pengenalan sistem kepada elemen-elemen sistem. Pendapat ini terkenal dengan Psikologi Gestalt bahwa totalitas lebih memberikan sumbangan berharga dalam pengajaran. m. Prinsip Permainan dan Hiburan Setiap individu atau peserta didik sangat membutuhkan permainan dan hiburan apalagi setelah terjadi proses belajar mengajar. Bila selama dalam kelas siswa diliputi suasana hening, sepi, dan serius, akan membuat peserta didik cepat lelah, bosan, butuh istirahat, rekreasi, dan semacamnya. Maka guru disarankan agar memberikan kesempatan kepada anak didik bermain, menghibur diri, bergerak, berlari-lari, dan sejenisnya untuk mengendorkan otaknya. 20) Teori Belajar Menurut Tokoh-Tokoh Pendidikan di Indonesia 1. Ki Hajar Dewantara Pahlawan dan sebagai Pendidik asli Indonesia, Ki Hajar Dewantara melihat manusia lebih pada sisi kehidupan psikologiknya. Ki Hajar Dewantara mengemukakan bahwa manusia memiliki daya jiwa yaitu cipta, karsa dan karya. Pengembangan manusia seutuhnya menuntut pengembangan semua daya secara seimbang Semboyan dalam pendidikan yang beliau pakai adalah: Tut Wuri Handayani. Semboyan ini berasal dari ungkapan aslinya Ing Ngarsa Sung Tulada, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani. Ki Hajar Dewantara juga pernah melontarkan konsep belajar 3 dinding. Yang dimaksud belajar dengan 3 dinding bukanlah belajar dikelas dengan jumlah dinding 3 buah (salah satu dari 4 sisi dinding tidak ada ), tetapi konsep tersebut mencerminkan tidak ada batas atau jarak antara di dalam kelas dengan
realita di luar. Belajar bukan sekedar teori dan praktek disekolah, tetapi juga belajar menghadapi realitas dunia. Sekolah dan Dunia menurut konsep ini berarti tidak terpisah. Menurut Ki Hadjar Dewantara (1962: 13), metode pendidikan yang cocok dengan karakter dan budaya orang Indonesia tidak memakai syarat paksaan. Orang Indonesia adalah termasuk ke dalam bangsa timur. Bangsa yang hidup dalam khasanah nilai-nilai tradisional berupa kehalusan rasa, hidup dalam kasih sayang, cinta akan kedamaian, ketertiban, kejujuran dan sopan dalam tutur kata dan tindakan. Nilai-nilai itu disemai dalam dan melalui pendidikan sejak usia dini anak. Senada dengan semboyan pendidikan di atas adalah metode pendidikan yang dikembangkan, yang sepadan dengan makna “paedagogik”, yak ni Momong, Among dan Ngemong , yang berarti bahwa pendidikan itu bersifat mengasuh. Mendidik adalah mengasuh anak dalam dunia nilai-nilai. Praksis pendidikan dalam perspektif ini memang mementingkan ketertiban, tapi pelaksanaannya bertolak dari upaya membangun kesadaran, bukan berdasarkan paksaan yang bersifat “hukuman”. Pendidikan bukan hanya masalah bagaimana membangun isi (kognisi) namun juga pekerti (afeksi) anakanak Indonesia, yang tentunnya diharapkan “meng -Indonesia” agar mereka kelak mampu menjadi pemimpin-pemimpin bangsa yang “meng-Indonesia” (memiliki kekhasan Indonesia). Berangkat dari keyakinan akan nilai-nilai tradisional itu, Ki Hadjar yakin pendidikan yang khas Indonesia haruslah berdasarkan citra nilai Indonesia juga. Maka ia menerapkan tiga semboyan pendidikan yang menunjukkan kekhasan Indonesia. 2. K.H. Ahmad Dahlan Pada tahun 1912 KH. Ahmad Dahlan mendirikan sekolah yang bernama Madarasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah di rumahnya. Sekolah ini menggunakan sistem barat, memakai meja, kursi dan papan tulis, diberi pelajaran pengetahuan umum dan pelajaran agama di dalam kelas. K.H. Ahmad Dahlan adalah seorang tokoh perintis berdirinya sekolah yang memberikan pendidikan agama Islam bersama dengan pelajaran umum. Dimana pada zaman Hindia Belanda, pemerintah tidak mengajarkan pendidikan agama di sekolah pemerintah. Atas prakarsanya ini maka pada masa pendudukan Jepang, mulai dirintis pengajaran pendidikan agama di sekolah negeri, meskipun belum mantap. Akan tetapi setelah Indonesia merdeka di sekolah negeri mulai dimantapkan pelaksanaan pendidikan agama dan sejak Orde Baru pendidikan agama secara resmi dimasukkan ke dalam kurikulum dari tingkat pendidikan Dasar, Menengah sampai Perguruan Tinggi. Adapun komponen-komponen kurikulum yang harus ada dalam pendidikan menurutnya adalah keimanan (tauhid), ibadah, akhlak, ilmu pengetahuan, dan amal (karya ketrampilan). Hal ini didasarkan pada Surat Luqman ayat 12 sampai dengan 20. (Kutoyo, 1998: 197-204). Tujuan Pendidikan menurut KH. Ahmad Dahlan, pendidikan islam hendaknya diarahkan pada usaha membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, alim dalam agama, luas pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan, serta bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya. 3. K.H. Hasyim Asy’ari K.H. Hasyim Asy’ari adalah peneguh pendidikan pesantren. Tujuan pendidikan yang ideal menurut K.H. Hasyim Asy’ari adalah untuk membentuk masyarakat yang beretika tinggi (akhlaqul karimah). Rumusan ini secara implisit dapat terbaca dari beberapa hadits dan pendapat ulama yang dikutipnya. Beliau menyetir sebuah hadits yang berbunyi: “diriwayatkan dari Aisyah r.a. dari Rasulullah SAW bersabda : kewajiban
orang tua terhadapnya adalah membaguskan namanya, membaguskan ibu susuannya dan membaguskan etikanya”. Konsep dasar belajar menurut K.H. Hasyim Asya’ri sesungguhnya dapat ditelusuri melalui penjelasannya tentang etika seorang murid yang sedang belajar, etika seorang murid terhadap pelajarannya, dan etika seorang murid terhadap sumber belajar (kitab, buku, dan guru). Dari tiga konsep etika tersebut dapat ditemukan gambaran yang cukup terang bagaimana konsep dan prinsip-prinsip belajar menurut beliau. K.H. hasyim mengiventarisir terdapat sepuluh macam etika yang harus dicamkan seorang siswa dalam belajar. 4. R. A. Kartini Menurut Kartini, pendidikan adalah suatu proses membentuk kepribadian peserta didik sehingga mereka mampu menyaring budaya asing, memberdayakan segi positifnya dan meninggalkan segi negatifnya tanpa menghilangkan karakter diri sendiri. Keagungan karakter pada diri anak inilah yang menjadi focus perhatian RA Kartini untuk membentuk dan merubah peradaban umat manusia terutama kaum perempuan melalui pendidikan Kartini yang beliau dirikan melaui program pendidikannya. Untuk membangun karakter bangsa melalui pendidikan, Kartini melihat peran guru sangat penting. Bagi kartini peran guru tidak hanya berfungsi mengembangkan potensi fikir melalui transfer of knowledge saja, tetapi juga dalam membangun karakter atau masalah budi pekerti. Kartini menulis “Seorang guru bukan hanya sebag ai pengasah pikiran saja, melainkan juga sebagai pendidik budi pekerti”. Untuk itu, maka sangat diperlukan kemampuan komunikasi guru yang sangat prima, sehingga apa yang disampaikan guru tepat sasaran. Kartini menulis: “Tetapi apalah artinya pandai dalam ilmu yang hendak diajarkan itu, apabila ia tidak dapat menerangkan secara jelas kepada murid-murid”. Bagi Kartini guru tidak cukup bermodal pandai, tetapi dia harus memiliki kemampuan komunikasi juga. 5. Raden Dewi Sartika Raden Dewi Sartika adalah tokoh perintis pendidikan untuk kaum wanita. Ia diakui sebagai Pahlawan Nasional oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1966. Daryono (124-135) mengemukakan dalam proses belajar mengajar di sakola Kautamaan Istri, guru-gurunya tidak hanya memberikan ilmu pengetahuan umum saja seperti membaca, menulis, berhitung dll, akan tetapi juga memberikan berbagai keterampilan yang dituangkan dalam pelajaran keterampilan wanita seperti memasak, menjahit, menyulam, merenda, menyajikan makanan dll. Selain itu juga, diberikan pelajaran akhlak atau budi pekerti dan berbagai pembinaan-pembinaan. Dalam proses ini seorang guru dituntut untuk menggunakan lebih dari satu metode pembelajaran jika hanya menggunakan satu metode saja dalam menyampaikan matei pelajaran kepada murid pada akan cenderung menghasilkan kegiatan belajar mengajar yang membosankan, sehingga anak didik terlihat kurang bergairah karena merasa jenuh dan malas dengan proses belajar mengajar dan akhirnya tujuan pendidikan pun tidak tercapai oleh karena itu agar tujuan pendidikan dapat tercapai dengan maka seorang guru harus mampu mengembangkan metode pembelajaran yang aktif, inovatif, keatif, efektif dan menyenangkan. 21) Pendekatan Pembelajaran Inovatif Pengertian pendekatan pembelajaran menurut Sagala (2003: 62) yang menyatakan bahwa pendekatan adalah suatu pandangan guru terhadap siswa dalam menilai, menentukan sikap dan perbuatan yang dihadapi dengan harapan dapat
memecahkan masalah dalam mengelola kelas yang nyaman dan menyenangkan dalam proses pembelajaran. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian pendekatan adalah (1) proses, perbuatan, cara mendekati; (2) usaha dalam rangka aktivitas pengamatan untuk mencapai pengertian tentang masalah pengamatan. Berdasarkan pengertian pendekatan dan pembelajaran tersebut dapat disimpulkan bahwa, pendekatan pembelajaran merupakan cara kerja mempunyai sistem untuk memudahkan pelaksanaan proses pembelajaran dan membelajarkan siswa guna membantu dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendekatan pembelajaran menjadi suatu kebijaksanaan yang ditempuh guru atau siswa dalam mencapai tujuan pengajaran dilihat dari bagaimana materi disajikan. Astuti (2012: 100) mengemukakan inovatif (innovative) yang berarti new ideas or techniques, merupakan kata sifat dari inovasi (innovation) yang berarti pembaharuan, juga berasal dari kata kerja innovate yang berarti make change atau introduce new thing (ideas or techniques) in oerder to make progress. Pembelajaran, merupakan terjemahan dari learning yang artinya belajar, atau pembelajaran. Jadi, pembelajaran inovatif adalah pembelajaran yang dikemas oleh pebelajar atas dorongan gagasan barunya yang merupakan produk dari learning how to learn untuk melakukan langkahlangkah belajar, sehingga memperoleh kemajuan belajar. 22) Jenis-Jenis Pendekatan Pembelajaran Inovatif Djamarah dan Zain (2014: 54-70) mengemukakan terdapat beberapa jenis pendekatan dalam pembelajaran, yaitu: 1. Pendekatan Individual Pendekatan individual adalah suatu pendekatan yang melayani perbedaanperbedaan perorangan siswa sedemikian rupa, sehingga dengan penerapan pendekatan individual memungkinkan berkembangnya potensi masing-masing siswa secara optimal. Dasar pemikiran dari pendekatan individual ini ialah adanya pengakuan terhadap perbedaan individual masing-masing siswa. Sebagai individu anak mempunyai kebutuhan dasar baik fisik maupun kebutuan anak untuk diakui sebagai pribadi, kebutuhan untuk dihargai dan menghargai orang lain, kebutuhan rasa aman, dan juga sebgai makhluk sosial, anak mempunyai kebutuhan untuk menyesuaikan dengan lingkungan baik dengan temannya ataupun dengan guru dan orang tuanya. 2. Pendekatan Kelompok Dalam kegiatan belajar mengajar terkadang ada juga guru yang menggunakan pendekatan lain, yakni pendekatan kelompok. Pendekatan kelompok memang suatu waktu diperlukan dan perlu digunakan untuk membina dan mengembangkan sikap sosial anak didik. Hal ini disadari bahwa anak didik adalah sejenis makhluk homosocius, yakni makhluk yang berkecendrungan untuk hidup bersama. Ketika guru akan menggunakan pendekatan kelompok, maka guru harus sudah mempertimbangkan bahwa hal itu tidak bertentangan dengan tujuan, fasilitas belajar pendukung, metode yang akan dipakai sudah dikuasai, dan bahan yang akn diberikan kepada anak didik memang cocok didekati dengan pendekatan kelompok. Karena itu, pendekatan kelompok tidak bisa dilakukan secara sembarangan, tetapi harus mempertimbangkan hah-hal yang ikut mempengaruhi penggunaannya.
3. Pendekatan Bervariasi Ketika guru dihadapkan kepada permasalahan anak didik yang bermasalah, maka guru akan berhadapan dengan permasalahan yang bervariasi. Setiap masalah yang dihadapi oleh anak didik tidak selalu sama, terkadang ada perbedaan. Permasalahan yang dihadapi oleh setiap anak didik bervariasi, maka pendekatan yang digunakan pun akan lebih tepat dengan pendekatan bervariasi pula. Pendekatan bervariasi bertolak dari konsepsi bahwa permasalahan yang dihadapi oleh setiap anak didik dalam belajar bermacam-macam. Kasus yang biasanya muncul dalam penagajaran dengan berbagai motif, sehingga diperlukan variasi teknik pemecahan untuk setiap kasus. Maka kiranya pendekatan bervariasi ini sebagai alat yang dapat guru gunakan untuk kepentingan pengajaran. 4. Pendekatan Edukatif Apapun yang guru lakukan dalam pendidikan dan pengajaran dengan tujuan untuk mendidik, bukan karena motif-motif lain, seperti k arena dendam, karena gengsi, karena ingin ditakuti dan sebagainya.Pendekatan yang benar bagi guru adalah dengan melakukan pendekatan edukatif. Setiap tindakan dan perbuatan yang dilakukan guru harus bernilai pendidikan dengan tujuan untuk mendidik anak didik agar menghargai norma hukum, norma susila, norma sosial dan norma agama. Kasus yang terjadi di sekolah biasanya tidak hanya satu, tetapi bermacammacam jenis dan tigkat kesukarannya. Hal ini menghendaki pendekatan yang tepat. Berbagai kasus yang terjadi selain dapat didekati dengan pendekatan individual, pendekatan kelompok, dan juga pendekatan kelompok. Namun yang penting untuk di ingat adalah bahwa pendekatan individual harus bedampingan dengan pendekatan edukatif. Pendekatan kelompok harus berdampingan dengan pendekatan edukatif, dan pendekatan bervariasi harus berdampingan dengan pendekatan edukatif. Dengan demikian, semua pendekatan yang dilakukan oleh guru harus bernilai edukatif, dengan tujuan mendidik. 5. Pendekatan Keagamaan Pendidikan dan pelajaran disekolah tidak hanya memberikan satu atau dua macam mata pelajaran, tetapi terdiri dari banyak mata pelajaran. Dalam prateknya tidak hanya digunakan satu, tetapi bisa juga penggabungan dua atau lebih pendekatan. Dengan penerapan prinsip-prinsip mengajar seperti prinsip korelasi dan sosialisasi, guru dapat menyisipkan pesan-pesan keagamaan untuk semua mata pelajaran. Khususnya untuk mata pelajaran umum sangat penting dengan pendekatan keagamaan. Hal ini dimaksudkan agar nilai budaya ini tidak sekuler, tetapi menyatu dengan nilai agama. Tentu saja guru harus menguasai ajaran-ajaran agama yang sesuai dengan mata pelajaran yang dipegang. Mata pelajaran biologi, misalnya, bukan terpisah dari masalah agama,tetapi ada hubunganya. Persoalannya sekarang terletak mau atau tidaknya guru mata pelajaran tersebut. 6. Pendekatan Kebermaknaan Pendekatan kebermaknaan adalah pendekatan yang memasukkan unsurunsur terpenting yaitu pada bahasa dan makna. Misalnya pendekatan dalam rangka penguasaan bahasa Inggris. Bahasa Inggris adalah bahasa asing yang pertama di indonesia yang dianggap penting untuk tujuan penyerapan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Kegagalan penguasaan bahasa inggris oleh siswa salah satu sebabnya kurang tepatnya pendekatan yang digunakan oleh guru selain faktor lain seperti faktor sejarah, fasilitas, dan lingkungan serta kompetensi guru itu sendiri. Karenanya perlu
dipecahkan. Salah satu alternatif ke arah pemecahan masalah tersebut diajukanlah pendekatan baru, yaitu pendekatan kebermaknaan. Menurut Suprihatiningrum (2013: 161) terdapat 4 jenis pendekatan pembelajaran, yaitu: 1. Pendekatan Inquiry-Discovery Inquiri diawali dengan kegiatan pengamatan dalam upaya untuk memahami suatu konsep. Siklus terdiri dari kegiatan mengamati, bertanya, menyelidiki, menganalisis, dan merumuskan teori, baik secara individu maupun bersama-sama dengan teman lainnya. Kemudian, mengembangkan dan sekaligus menggunakan keterampilan berpikir kritis. Pendekatan ini melatih siswa untuk berpikir, memecahkan masalah, dan menemukan sesuatu bukan merupakan tujuan pendidikan yang baru. Demikian pula halnya dengan strategi pembelajaran penemuan, inkuiri atau induktif. Pendekatan inquiry-discovery merupakan suatu kegiatan penyelidikan ilmiah, dimana guru melibatkan siswa untuk berpikir reflektif, kreatif, dan kritis dalam memecahkan persoalan secara sistematik untuk menemukan suatu konsep atau prinsip. 2. Pendekatan Ketrampilan Proses Keterampilan proses adalah keterampilan yang diperoleh dari latihan kemampuan-kemampuan mental, fisik dan sosial yang mendasar sebagai penggerak kemampuan-kemampuan yang lebih tinggi. Kemampuan-kemampuan mendasar yang telah dikembangkan dan telah terlatih lama-kelamaan akan menjadi suatu keterampilan, sedangkan pendekatan keterampilan proses adalah cara memandang anak didik sebagai manusia seutuhnya. Cara memandang ini dijabarkan dalam kegiatan belajar mengajar memerhatikan pengembangan pengetahuan, sikap, nilai serta keterampilan. Ketiga unsur tersebut menyatu dalam satu individu dan tampil dalam bentuk kreativitas. Berdasarkan uraian di atas, pendekatan keterampilan proses dapat digeneralisasi sebagai kegiatan pembelajaran dalam penekanan pengembangan keterampilan siswa dalam memproses informasi sehingga ditemukan hal-hal yang baru dan bermanfaat, baik berupa fakta, konsep, sikap dan nilai. Sejalan dengan asumsi di atas maka pembelajaran dipandang sebagai suatu proses yang harus dialami oleh setiap siswa. Pembelajaran tidak hanya menekankan kepada apa yang dipelajari, tetapi juga menekankan bagaimana ia harus belajar. Para guru dapat menumbuhkan dan mengembangkan potensi, kemampuan, dan keterampilan-keterampilan siswa sesuai dengan taraf perkembangan pemikirannya. 3. Pendekatan Science Technology and Society (STS) Pendekatan Science, Technology and Society (STS) atau pendekatan Sains, Teknologi dan Masyarakat (STM) merupakan gabungan antara pendekatan konsep, keterampilan proses, inkuiri dan diskoveri serta pendekatan lingkungan. Pendekatan STS merupakan suatu pendekatan yang melibatkan interaksi antara individu dengan lingkungan sosialnya dengan menyajikan masalah-masalah dari dunia nyata yang mencakup seluruh aspek pendidikan, yaitu tujuan tujuan, topik/masalah yang disajikan, strategi pembelajaran, evaluasi dan persiapan/kinerja guru sehingga siswa dapat belajar menghargai teknologi serta memanfaatkannya demi kearifan umat manusia. STS dapat membekali siswa untuk terjun ke kehidupan nyata sehingga ia dapat mengimplementasikan produk sains ke dalam bentuk teknologi dan memanfaatkannya demi kepentingan masyarakat.
Filosofi yang mendasari pendekatan STM adalah pendekatan konstruktivisme, yaitu siswa menyusun sendiri konsep-konsep di dalam struktur kognitifnya berdasarkan apa yang telah mereka ketahui. 4. Pendekatan Kontekstual Secara harfiah, kontekstual berasal dari kata context yang berarti “hubungan, konteks, suasana, dan keadaan konteks”. Sehingga, pembelajaran kontekstual diartikan sebagai pembelajaran yang berhubungan dengan konteks tertentu. Menurut Suprijono (2009: 79), pendekatan pembelajaran kontekstual atau Contexstual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata, dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Pendekatan pembelajaran kontekstual merupakan prosedur pendidikan yang bertujuan membantu siswa memahami makna bahan pelajaran yang mereka pelajari, dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan mereka sendiri dalam lingkungan sosial dan budaya masyarakat. Sehingga, proses belajar tidak hanya berpengaruh pada hasil belajar yang menjadi tujuan pembelajaran, namun memberikan kebermaknaan pengetahuan dan pengalaman yang bermanfaat dalam konteks dunia nyata siswa. Selain pendekatan pembelajaran inovatif di atas, terdapat pula pendekatan yang tidak kalah penting, yaitu pendekatan scientifik . Pendekatan scientifik merupakan pendekatan yang diterapkan pada kurikulum 2013. Pendekatan ini berbeda dari pendekatan pembelajaran kurikulum sebelumnya. Berikut ini merupakan uraian dari pendekatan scientifik. Hosnan (2014: 34) mengemukakan pendekatan scientifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar siswa secara aktif mengkonstruk konsep, hukum dan prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisa data, menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang “ditemukan”. 23) Pengertian Dan Hakikat Pembelajaran A ctive Learning Yang dimaksud dengan “Cara Belajar Peserta didik Aktif” (CBSA), dimana pola atau sistem pembinaan iklim kegiatan belajar pendidik, tinggi dan aktif serta berhasil dengan baik secara tuntas. Cara belajar seperti ini berdasarkan pola pengajaran : “Child (Student) in this society-centered instruction”, dan bukan :”teacher (Instructor) centered instructor”, dimana dicari keseimbangan antara kepentingan pendidik dan kepentingan masyarakat dalam proses belajar mengajar (Ramayulis, 2005:201). CBSA juga merupakan istilah yang bermakna sama dengan Student Active Learning (SAL). CBSA bukan disiplin ilmu atau dalam bahasa populer bukan “teori”, tapi merupakan cara, teknik atau dalam bahasa lain disebut “teknologi” (Ahmadi and Supriyadi, 2008:206) Karakter dari CBSA sebenarnya keterlibatan individu para pendidik dalam kegiatan belajar mengajar, yang berkaitan dengan assimilasi kognitif dalam mencapai: pengetahuan (knowledge), Pembentukan sikap (attitude), dan keterampilan (skill) melalui kebiasaan (habit), dan latihan (training). Kesemuanya merupakan internalisasi: mendapatkan, mengelola, menggunakan menentukan dan mengkomunikasikan hasil belajar perolehannya tersebut. Salah satu cara untuk meninjau kadar atau derajat ke CBSA-an ini adalah mengkonsepsikan rentangan diantara dua kutub gaya, yaitu gaya
dari pengajaran yang berpusat pada pendidik, dan gaya pengajaran yang berpusat pada pendidik dalam lingkungan (Ramayulis, 2005:202). Maksud dari siswa aktif disini yakni 1) siswa terlibat aktif dalam semua bentuk kegiatan pembelajaran; 2) Siswa aktif menggunakan otaknya/pemikirannya (menemukan ide pokok, menyelesaikan masalah, aplikasi dalam kehidupan nyata); 3) Silberman dalam Sukardi menyatakan bahwa Siswa aktif secara fisik dalam kegiatan pembelajaran, khususnya panca inderanya. Dalam hal ini siswa menggunakan semua alat indra, mulai dari telinga, mata sekaligus berpikir mengolah informasi dan mengerjakan tugas. Siswa tidak hanya mendengar saja, karena jika hanya mendengar siswa tidak dapat mengingat banyak informasi karena mudah lupa; 4) Siswa aktif secara mental-emosional/psikologis dalam kegiatan pembelajaran (Sukardi, 2013:111-112). Pembelajaran aktif, juga dimaksudkan sebagai cara-cara menyampaikan bahan ajar oleh guru yang dilakukan dengan melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan belajar dan sekaligus mengaktifkan seluruh aspek yang ada dalam diri siswa (Sukardi, 2013:111). Berapa ciri dari pembelajaran yang aktif sebagaimana dikemukan dalam panduan pembelajaran model ALIS ( Active Learning In School, 2009) adalah sebagai berikut: (1) pembelajaran berpusat pada siswa, (2) pembelajaran terkait dengan kehidupan nyata, (3) pembelajaran mendorong anak untuk berpikir tingkat tinggi, (4) pembelajaran melayani gaya belajar anak yang berbeda-beda, (5) pembelajaran mendorong anak untuk berinteraksi multiarah (siswa-guru), (6) pembelajaran menggunakan lingkungan sebagai media atau sumber belajar, (7) pembelajaran berpusat pada anak, (8) penataan lingkungan belajar memudahkan siswa untuk melakukan kegiatan belajar, (9) guru memantau proses belajar siswa, dan (10) guru memberikan umpan balik terhadap hasil kerja anak (Uno and Mohamad, 2013:76). Hakikat pembelajaran aktif dengan pembelajaran pasif menurut Bobbi Deporter dalam Harto dan Abdurrahmansyah sebagai berikut: Belajar Aktif Belajar Pasif Belajar apa saja dari setiap situasi Menggunakan apa yang dipelajari untuk keuntunan anda Mengupayakan agar semuanya terlaksana Bersandar pada kehidupan
Tidak dapat melihat adanya potensi belajar Mengabaikan kesemptan untuk berkembang dari suatu pengalaman belajar Membiarkan segalanya terjadi Menarik diri dari kehidupan Dari pengertian pembelajaran aktif merupakan pembelajaran yang menuntut anak menjadi aktif tidak hanya dari segi fisik saja akan tetapi lebih kepada pola pikir, bekerja sama antara satu dengan yang lain tanpa ada rasa keegoisan, dan inilah yang diharapkan dari pembelajaran aktif. Sedangkan hakekat pembelajaran aktif yakni menjadikan siswa yang pasif menjadi aktif dari siswa yang hanya mendengarkan menjadi bisa mengamati, menyimpulkan sendiri.
24) Dasar Pemikiran Perlunya CBSA Dalam Proses Pengajaran Mengapa proses pengajaran harus mengoptimalkan kadar keaktifan siswa belajar atau CBSA? menurut Ahmadi dan Supriyono jawaban terhadap pertanyaan ini dapat di kaji dari empat perangkat, asumsi mengenai (a) pendidikan, (b) anak didik, (c) guru, dan (d) proses pengajaran (Ahmadi and Supriyadi, 2008:209).
1. Asumsi Pendidikan Pendidikan adalah usaha sadar memanusiakan manusia, atau membudayakan manusia. Pendidikan adalah proses sosialisasi menuju kedewasaan intelektual, sosial, moral sesuatu dengan kemampuan dan martabatnya sebagai manusia. Atas dasar itu maka hakikat pendidikan adalah : a) interaksi manusia; b) membina dan mengembangkan potensi manusia; c) berlangsung sepanjang hayat; d) sesuai dengan kemampuan dan tingkat perkembangan individu; e) ada dalam keseimbangan antara kebebasan subjek didik dengan kewibawaan guru dan; f) meningkatkan kualitas hidup manusia. 2. Asumsi Anak didik Asumsi anak didik didasarkan kepada : a) anak bukan manusia kecil, tapi manusia seutuhnya yang mempunyai potensi untuk berkembang; b) setiap individu/anak didik berbeda kemampuannya; c) individu/anak didik pada dasaranya insan yang aktif, kreatif dan dinamis dalam menghadapi lingkungannya; d) anak didik mempunyai motivasi untuk memenuhi kebutuhannya. 3. Guru Asumsi guru bertolak dari : a) bertanggung jawab atas terciptanya hasil belajar siswa; b) memiliki kemampuan professional sebagai pengajar; c) mempunyai kode etik keguruan; d) berperan sebagai sumber belajar, pemimpin belajar dan fasilitator belajar sehingga memungkinkan terciptanya kondisi yang baik bagi siswa untuk belajar. 4. Proses Pengajaran Beberapa asumsi proses pengajaran antara lain berikut ini : a) proses pengajaran direncanakan dan dilaksanakan sebagai suatu system; b) peristiwa belajar terjadi apabila siswa berinteraksi dengan lingkungan belajar yang diatur oleh guru; c) proses pengajaran akan lebih efektif apabila menggunakan metode dan teknik yang tepat dan berdayaguna; d) pengajaran memberi tekanan kepada proses dan produk secara seimbangan; e) inti dari proses pengajaran adalah adanya kegiatan siswa belajar secara optimal (Ahmadi and Supriyadi, 2008:209-210). Keempat asumsi dasar pembelajaran aktif yakni pendidikan, (b) anak didik, (c) guru, dan (d) proses pengajaran, merupakan asumsi yang tidak terpisahkan antara satu sama lain dimana pendidikan memberikan nilai khusus bagi seluruh anak didik untuk mendapatkan ilmu serta anak didik yang mengembangkan potensi diri di sekolah bukan hanya menerima suapan langsung dari guru akan tetapi siswa juga aktif dalam pembelajaran di kelas sesuai dengan proses pengajaran. 25) Komponen-Komponen yang dapat Menciptakan CBSA di SD Komponen-komponen yang menentukan dan dapat menciptakan suasana CBSA dalam pengajaran, adalah (Ramayulis, 2005:204-206) : 1. Komponen Bahan Pelajaran Upaya memprogram suatu bahan pengajaran yang akan disajikan kepada para pendidik yang mendukung lahirnya CBSA, ialah : a. Bahan pelajaran merupakan kebulatan dari konsep yang diprogramkan. b. Mencakup multi demensi, jika diukur dari sudut waktu, ruang dan tujuan (sasarannya). c. Pengorganisasian dan pengembangan bahan, hendaklah memakai prinsip : 1) Expending community approach
2) Interdiciplinair 3) Open-ended, dan 4) Sesuai dengan tingkat kematangan pendidik 2. Komponen Anak didik a. Anak didik harus diperlakukan tidak hanya sebagai objek, tapi juga sebagai subyek, dimana seluruh potensi yang ada dalam diri pendidik dapat difungsikan atau dikembangkan, baik dari bahan pelajaran pendidik, media, suasana kelas, kawan-kawan sebaya dan lain-lainnya. b. Ketertiban anak didik dalam proses belajar, dapat ditingkatkan dengan: 1) Membuka dan mendorong kesempatan/keberanian anak didik untuk mengemukakan pertanyaan, mengemukakan tanggapan dan pendapat serta kemauan dan keinginannya belajar, 2) Memberikan kesempatan kepada anak didik untuk belajar sesuai caranya sendiri. 3) Mendorong minat anak didik untuk mengetahui lebih lanjut. 3. Komponen Pendidik Dalam CBSA peranan pendidik diharapkan: a. Sebagai programmer yang aktif dan kreatif, b. Sebagai pelaksana yang dinamis, suka menolong dan bersikap bersahabat, c. Sebagai pemberi hadiah (rewarder ) yang supportif dan objektif. d. Sebagai pengambil keputusan yang terampil, e. Sebagai manager yang berwibawa, f. Sebagai evaluator yang mampu dan terlatih, g. Sebagai peneliti yang mampu memanfaatkan hasilnya untuk keberhasilan pelajarannya. 4. Komponen media Yang dimaksud dengan media disini adalah dalam penger-tian yang luas, dimana termasuk metode, alat serta kegiatan yang dalam CBSA dapat dibina dengan menggunakan multi metode, yaitu dengan mempergunakan berbagai jenis metode dan media yang dapat mengaktifkan pendidik. 5. Komponen evaluasi Pemakain teknik evaluasi tradisional, tidak dapat menghasilkan CBSA yang berkadar tinggi. Pendidik hendaklah memakai teknik penilaian yang beragama seperti: Tidak hanya dengan menggunakan tes objektif saja, tetapi juga dengan memakai bermacam tes, seperrti: tes lisan, tertulis, observasi, laporan dan sebagainya. Untuk menjadikan pembelajaran menjadi aktif, maka ini tidak tercipta begitu saja, tetapi ada rancangan yang sengaja dibuat. Dalam bahasa instruksional terjadi skenario guru dalam pembelajaran. Melalui program ALIS (Active Learning In School) beberapa hal yang harus dilakukan guru meliputi (1) membuat rencana secara hati-hati dengan memperhatikan detail berdasarkan atas sejumlah tujuan yang jelas yang dapat dicapai, (2) memberikan kesempatan bagi siswa untuk belajar secara aktif dan mengaplikasikan pembelajaran mereka dengan metode yang beragam sesuai dengan konteks kehidupan nyata siswa, (3) secara aktif mengelola lingkungan belajar agar tercipta suasana yang nyaman, tidak bersifat mengancam, berfokus pada pembelajarna serta dapat membangkitkan ide yang pada gilirannya dapat memaksimalkan waktu, sumber-sumber yang menjamin pembelajaran aktif berjalan, serta (4) menilai sisa dengan cara-cara yang dapat mendorong siswa untuk
menggunakan apa yang telah mereka pelajari di kehidupan nyata, dalam hal ini disebut penilaian otentik (Uno and Mohamad, 2013:77). Komponen-komponen ini merupakan komponen yang dapat menciptakan pembelajaran aktif ada: komponen bahan pelajaran, komponen anak didik, pendidik, komponen media, komponen evaluasi, keempat komponen ini akan menjadikan pembelajaran aktif yang menjadikan siswa lebih mengeluarkan segenap fikirannya untuk mengeluarkan segala ide serta gagasan yang ada pada diri anak didik. 26) Kegiatan Pembelajaran Berbasis Siswa Aktif di SD. Pembelajaran siswa aktif ini sudah mulai dibudayakan oleh guru di sekolah umum ataupun madrasah dengan munculnya kurikulum 2013 tentunya guru dituntut untuk menjadikan siswa sebagai pusat dari pembelajaran (Student centered) ini membuktikan dari pelatihan-pelatihan yang diikuti guru menunjukkan bahwa siswalah yang harus lebih banyak aktivitasnya dari pada guru akan tetapi gurunya mengarahkan dan mengayomi siswa. Sebagai pusat belajar, siswa harus lebih aktif berkegiatan untuk membangun suatu pemahaman keterampilan dan sikap tertentu. Aktivitas siswa menjadi penting ditekankan karena belajar itu pada hakikatnya adalah proses yang aktif di mana siswa menggunakan pikirannya untuk membangun pemahaman. Siswa tidak lagi cukup belajar hanya dengan sekedar menyerap dan menghapal pengetahuan yang dituangkan oleh guru. Potensi otak manusia tidak hanya dapat difungsikan untuk menghapal dan mengingat, tetapi juga untuk mengolah informasi yang diperoleh dan membangun pengertian-pengertian baru. Inilah yang lazim disebut dengan istilah keterampilan mengolah informasi (Harto and Abdurrahmansyah, 2009:121-122) Dengan diaktifkannya siswa dalam belajar akan semakin terlatih mereka menggunakan kemampuan berpikirnya. Karena itu esensi pembelajaran aktif bukan terletak pada gaduh atau hebohnya suasana kelas karena aktivitas fisik siswa, melainkan pada penggunaan aktivitas berpikir yang tinggi. Seorang anak yang diam menganalisis buku teks misalnya dapat dikatakan sebagai siswa yang aktif dalam belajar, karena ia menggunakan kemampuan berpikirnya untuk melakukan analisis dan menyusun kesimpulan (Harto and Abdurrahmansyah, 2009:122). Pembelajaran PAKEM (Pembelajaran Aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan) juga berpusat pada anak (studen-centered learning ) dan pembelajaran harus bersifat menyenangkan (learning is fun), agar mereka termotivasi untuk belajar sendiri tanpa diperintah dan agar mereka tidak merasa terbebani atau takut di samping itu, PAKEM adalah penerjemahan dari empat pilar pendidikan yang dicanangkan oleh UNISCO: 1) learning to know, yaitu mempelajari ilmu pengetahuan berupa aspek kognitif dalam pembelajaran, 2) learning to do, yaitu belajar melakukan yang merupakan aspek pengamalan dan pelaksanaannya, 3) learning to be, yaitu belajar menjadi diri sendiri berupa apsek kepribadian dan kesesuaian dengan diri anak (ini juga sesuai dengan konsep “multiple intelligence” dari Howard Gardner, dan 4) learning to life together, yaitu belajar hidup dalam kebersamaan yang merupakan aspek kesosialan anak, bagaimana bersosialisasi, dan bagaimana hidup toleransi dalam keberagaman yang ada di sekililing siswa (Rusman, 2011:321-322).