SATUAN ACARA PENYULUHAN
Topik
: Kehamilan Lewat Waktu (Post Term)
Sasaran
: Ibu hamil dan keluarga pasien di ruang tunggu poli hamil
Tempat
: Ruang Poli Hamil RSUD. Dr.Soetomo Surabaya
Hari/tanggal
: Kamis, 4 April 2013
Waktu
: 30 menit
A. Tujuan 1. Tujuan Instruksional Umum
Setelah dilakukan penyuluhan, diharapkan ibu hamil dan keluarga dapat mengerti dan memahami tentang kehamilan lewat waktu (post term) 2. Tujuan Instruksional Khusus
Ibu hamil dan keluarga pasien mengerti tentang kehamilan lewat waktu (post term) B. Materi
a. Pengertian kehamilan lewat waktu (post term) b. Etiologi kehamilan lewat waktu (post term) c. Tanda dan gejala kehamilan lewat waktu (post term) d. Patofisiologi kehamilan lewat waktu (post term) e. WOC kehamilan lewat waktu (post term) f. Penatalaksanaan kehamilan lewat waktu (post term) g. Komplikasi kehamilan lewat waktu (post term) h. Cara pencegahan kehamilan lewat waktu (post term) C. Metode
Ceramah dan diskusi D. Media
Leaflet dan flip chart E. Organisasi Kegiatan
Pembimbing Akademik
:
Pembimbing Klinik
:
Moderator
: Rizka Uhtia Manfaati ,S.Kep.
Penyaji
: Novita Sulistyowati,S.Kep.
Observer
: Prealisa Dwi Antopo,S.Kep.
Fasilitator
: Indah Sri Wahyuni,S.Kep.
F. Setting
1. Setting waktu NO WAKTU
KEGIATAN PENYULUHAN
KEGIATAN
PJ
PESERTA 1
3 Menit
Pembukaan: a.
Membuka
kegiatan
dengan
mengucapkan salam
b. Mendengarkan
b. Memperkenalkan diri c.
a. Menjawab salam
c. Memperhatikan
Moderator
Kontrak waktu 30 menit
d. Menjelaskan tujuan dari penyuluhan. e.
Menyebutkan materi penyuluhan yang akan diberikan
2
15 Menit
Pelaksanaan : Menjelaskan tentang:
Mendengarkan
a.
memperhatikan
Pengertian kehamilan lewat waktu (post term)
Penyaji
b. Etiologi kehamilan lewat waktu (post
Fasilitator
term) c.
Tanda dan gejala kehamilan lewat waktu (post term)
d. Patofisiologi
kehamilan
lewat
waktu
(post term) e.
WOC kehamilan lewat waktu (post term)
f.
Penatalaksanaan kehamilan lewat waktu (post term)
g. Komplikasi kehamilan lewat waktu (post term) h. Cara pencegahan kehamilan lewat waktu (post term) 3
10 menit
dan
Diskusi:
Mengajukan
a.
pertanyaan
Memberikan kesempatan pada peserta
untuk mengajukan pertanyaan kemudian didiskusikan
bersama
dan
Moderator
menjawab
pertanyaan b. Memberikan leaflet kepada peserta 4
2 Menit
Evaluasi : Menanyakan pada peserta tentang materi
Menjawab
dan
yang diberikan dan reinforcement kepada
menjelaskan
peserta bila dapat menjawab & menjelaskan
pertanyaan
Moderator
kembali pertanyaan/materi
Terminasi : a.
Mengucapkan
terima
kasih
kepada
peserta b. Mengucapkan salam
2.
Setting TempatPenyuluhan Flipchart
Pemateri/ Moderator
Peserta penyuluhan
Fasilitator
observer
G. Job Description
1. Moderator Uraian tugas : a. Membuka acara penyuluhan, memperkenalkan diri dan tim kepada peserta. b. Mengatur proses dan lama penyuluhan. penyuluhan. c. Memotivasi peserta untuk bertanya. d. Memimpin jalanya diskusi dan evaluasi.
e. Menutup acara penyuluhan. 2. Penyuluh Uraian tugas : a. Menjelaskan materi penyuluhan dengan jelas dan bahasa yang mudah dipahami oleh peserta. b. Memotivasi
peserta
untuk
tetap
aktif
dan
memperhatikan
proses
penyuluhan. c. Menjawab pertanyaan peserta. 3. Fasilitator Uraian tugas : a. Ikut bergabung dan duduk bersama di antara peserta. b. Mengevaluasi peserta tentang kejelasan materi penyuluhan. c. Memotivasi peserta untuk bertanya materi yang belum jelas. d. Menginterupsi penyuluh tentang istilah/hal-hal yang dirasa kurang jelas bagi peserta. e. membagikan leaflet kepada peserta. 4. Observer Uraian tugas : a. Mencatat nama, alamat dan jumlah peserta, serta menempatkan diri sehingga memungkinkan dapat mengamankan jalannya proses penyuluhan.Mencatat pertanyaan yang diajukan peserta. b. Mengamati perilaku verbal dan non verbal peserta selama proses penyuluhan. c. Mengevaluasi hasil penyuluhan dengan rencana penyuluhan. d. Menyampaikan evaluasi langsung kepada penyuluh yang dirasa tidak sesuai dengan rencana penyuluhan. IX. EVALUASI
1. Struktur a.
Kesiapan materi
b.
Kesiapan SAP
c.
Kesiapan media : Leaflet
d.
Peserta hadir di tempat penyuluhan minimal 10 orang
e.
Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan
2. Proses a. Fase dimulai sesuai dengan waktu yang direncanakan. b. Peserta antusias terhadap materi penyuluhan c. Peserta mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan secara benar d. Suasana penyuluhan tertib dan tenang. e. Tidak ada peserta yang meninggalkan tempat penyuluhan. f. Jumlah hadir dalam penyuluhan minimal 10 orang. 3. Hasil Peserta dapat : a. Pengertian kehamilan lewat waktu (post term) b. Etiologi kehamilan lewat waktu (post term) c. Tanda dan gejala kehamilan lewat waktu (post term) d. Patofisiologi kehamilan lewat waktu (post term) e. WOC kehamilan lewat waktu (post term) f. Penatalaksanaan kehamilan lewat waktu (post term) g. Komplikasi kehamilan lewat waktu (post term) h. Cara pencegahan kehamilan lewat waktu (post term)
MATERI PENYULUHAN KEHAMILAN LEWAT WAKTU (POST TERM)
1.
PENGERTIAN KEHAMILAN LEWAT WAKTU (POST TERM)
Istilah postterm, postdates, prolonged dan postmature dan postmature sering salah digunakan dalam mengartikan kehamilan yang melebihi waktu dari batas normal. Menurut American College of Obstetricians ad Gynecologist (1997), postterm adalah kehamilan 42 minggu penuh (294 hari) atau lebih dihitung dari hari pertama haid terakhir (HPHT), dengan asumsi ovulasi terjadi 2 minggu setelah haid terakhir. Umur kehamilan dan perkiraan hari kelahiran ditentukan dengan rumus Naegele.1,2,3 Meskipun kemungkinannya adalah 10% dari seluruh kehamilan, sebagian diantaranya mungkin bukan benar-benar postterm karena kekeliruan menentukan usia kehamilan. Hal ini mungkin disebabkan karena kekeliruan mengemukakan tanggal haid yang terakhir, siklus haid yang tidak teratur dan siklus haid yang terlampau panjang. Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa postterm sinonim dengan postdate dengan postdate dan prolonged dan prolonged pregnancy. pregnancy. Terminologi postmatur digunakan untuk menjelaskan kehamilan lewat waktu yang disertai penampakan klinis postmatur pada bayi yang dilahirkan. Variasi dalam siklus menstruasi menjelaskan mengapa pada kehamilan manusia yang mencapai umur 42 minggu penuh hanya sekitar s ekitar 5-10% yang menghasilkan bayi ba yi dengan sindroma s indroma postmatur yaitu: tidak ada lanugo, rambut lebat, kuku panjang, kulit keriput dan kering, pewarnaan mekonium pada kulit, verniks tidak ada atau sedikit, wajah tampak tua, tubuh kurus, dengan tungkai tungkai panjang.
2.
ETIOLOGI KEHAMILAN LEWAT WAKTU (POST TERM)
Penyebab pasti dari kehamilan postterm sampai saat ini masih belum diketahui pasti. Beberapa teori yang diajukan pada umumnya menyatakan bahwa terjadinya kehamilan postterm sebagai akibat gangguan terhadap timbulnya persalinan. faktor yang dikemukakan adalah a. Teori progesteron Penurunan hormon progesteron dalam kehamilan dipercaya merupakan kejadian perubahan endokrin yang penting dalam memacu proses biomolekular pada persalinan dan meningkatkan sensitivitas uterus terhadap oksitosin. Berdasarkan teori ini, diduga bahwa terjadinya kehamilan postterm adalah karena masih berlangsungnya pengaruh progesteron melewati waktu yang semestinya.
b. Teori Oksitosin Rendahnya pelepasan oksitosin dari neurohipofisis Ibu hamil pada kehamilan lanjut diduga sebagai salah satu faktor penyebab terjadinya kehamilan postterm. c. Teori Kortisol/ACTH janin Dalam teori ini diajukan bahwa sebagai “pemberi tanda” untuk dimulainya persalinan adalah janin, diduga akibat peningkatan tiba-tiba kadar kortisol plasma janin. Kortisol janin akan mempengaruhi plasenta sehingga produksi progesteron berkurang dan memperbesar sekresi estrogen, selanjutnya berpengaruh terhadap meningkatnya produksi prostaglandin. Pada cacat bawaan janin seperti anensefalus, hipoplasia adr enal janin dan tidak adanya kelenjar hipofisis pada janin akan menyebabkan kortisol janin tidak diproduksi dengan baik sehingga kehamilan dapat berlangsung lewat bulan. d. Teori saraf uterus Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus frankenhauser akan membangkitkan kontraksi uterus pada keadaan dimana tidak ada tekanan pada pleksus ini, seperti pada kelainan letak, tali pusar pendek, dan bagian bawah masih tinggi ke semuanya diduga sebagai penyebab terjadinya kehamilan postterm. e. Teori heriditer Pengaruh heriditer terhadap insidensi kehamilan postterm telah dibuktikan pada beberapa penelitian sebelumnya. Kitska et al (2007) menyatakan dalam hasil penelitiannya, bahwa seorang ibu yang pernah mengalami kehamilan postterm pada kehamilan berikutnya akan memiliki resiko lebih tinggi untuk mengalami kehamilan postterm pada kehamilan berikutnya. Hasil penelitian ini memunculkan kemungkinan bahwa kehamilan postterm juga dipengaruhi faktor genetik. genetik. f. Kurangnya air ketuban/ oligohidramnion g. Usia ibu hamil ≥ 35 tahun 3.
TANDA DAN GEJALA KEHAMILAN LEWAT WAKTU (POST TERM)
Deteksi diketahuinya kehamilan post term adalah 2 minggu setelah perkiraan persalinan, janin belum lahir 4.
PATOFISIOLOGI PATOFISIOLOGI KEHAMILAN LEWAT WAKTU (POST TERM)
5.
WOC KEHAMILAN LEWAT WAKTU (POST TERM)
6. Rendahnya pelepasan oksitosin
Hormon progesteron tidak cepat turun
Kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang
saraf uterus
Heriditer
abnormal
Riwayat keluarga
RAS
Kurangnya air ketuban/
Usia ibu hamil ≥
oli ohidra ohidramni mnion on
35 tahun
ost term
Sistem reproduksi menurun
Resiko berulang
Kelainan pada janin
Riwayat kehamilan
Tak ada kelenjar hipofisis Stimulus kontraksi uterus terganggu
Kontraksi uterus berlangsung lebih lambat
Pengaruh pada janin: a. berat badan janin bertambah besar b. kematian janin dalam kandungan c. aspirasi mekonium d. Penenkanan tali puast
Kortisol janin tidak diproduksi dengan baik
Tidak timbul his
Kehamilan lewat bulan
Kehamilan post term
Pengaruh pada ibu: a. partus lama b. inersia uteri c. atonia uteri d. perdarahan postpartum.
7.
PENATALAKSANAAN PENATALAKSANAAN KEHAMILAN LEWAT WAKTU (POST TERM)
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengawasan kesejahteraan janin ( fetal fetal survaillance) survaillance) yang mana hal ini perlu dilakukan untuk menentukan penatalaksanaan lebih lanjut kehamilan postterm. a. Gerakan janin Gerakan janin dapat mencerminkan kesejahteraan janin. Gerakan janin dapat ditentukan secara subjektif ( normal rata- rata 7 kali / 20 menit ) atau objektif dengan tokografi NST ( normal rata – rata 10 kali / 20 menit ). Janin masih dianggap baik bila dirasakan sedikitnya 10 gerakan / 12 jam. Hasil non reaktif apabila tidak terdapat gerakan janin selama 20 menit pemeriksaan atau tidak terdapat akselerasi gerakan janin.Gerakan janin akan berkurang 12 – 12 – 48 48 jam sebelum janin meninggal. b. Volume cairan amnion Penilaian volume cairan amnion yang dilakukan dengan ultrasonografi pada berbagai penelitian menunjukan bahwa kehamilan postterm dengan oligohidramion mempunyai risiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan kehamilan tanpa oligohidramion. Hal ini disebabkan adanya penekanan tali pusat akibat berkurangnya efek bantalan cairan amnion pada oligohidramion. Oligohidramion didefinisikan sebagai: 1. Pengukuran kedalaman kantung cairan amnion terbesar <2 cm (normal 2- 8 cm). 2. Indeks cairan amnion < 5 cm ( normal 5 – 5 – 20 20 cm). Penentuan volume cairan amnion berdasarkan indeks cairan amnion dianggap lebih baik dibandingkan teknik pengukuran 1 kantung amnion Pewarnaan mekonium pada cairan amnion Pelepasan mekonium ke dalam cairan amnion oleh janin masih dipakai sebagai indikator keadaan insufisiensi plasenta dan hipoksia janin. Pewarnaan mekonium pada cairan amnion dapat dinilai dengan pemeriksaan amnioskopi dan amniosentesis. Tetapi tidak. tepat menggunakan pemeriksaan ini sebagai skrining karena tidak semua kasus postterm dengan pewarnaan mekonium berarti mengalami hipoksia. Hanya ± 30 – 40% kasus posttermdengan pewarnaan mekonium pada cairan amnion mengalami hipoksia. Selain itu pemeriksaan ini sulit dilakukan pada pembukaan kurang dari 2 cm, sering terjadi false negatif dan memerlukan pegalaman dari pemeriksa. c. Penilaian denyut jantung janin ( fetal ( fetal heart rate) rate) Penilaian denyut jantung janin dapat dilakukan dengan dua c ara : 1. Non Stress Test (NST) Test (NST)
Pemeriksaan ini dilakukan dengan merekam terus menerus denyut jantung janin menggunakan alat KTG selama 30 menit. Keadaan yang reaktif ditandai dengan akselerasi denyut jantung janin > 15 dpm, sekurang – kurangnya 2 kali/15 menit. Normalnya djj aterm 120 – 160 dpm. Denyut jantung janin yang ireguler sering menunjukkan insufisiensi plasenta dan janin dalam keadaan asfiksia. Bradikardi dimana denyut jantung janin < 110 dpm, merupakan keadaan yang berbahaya dan berhubungan dengan hipoksia intrauterin sedangkan pada takikardi djj > 160 dpm disamping merupakan tanda hipoksia, juga merupakan adanya infeksi atau reaksi simpatis. NST merupakan pemeriksaan yang popular karena mudah dikerjakan tetapi tidak efektif untuk pengawasaan intrauterin karena besarnya nilai negatif palsu ( 3,2 / 1000 ) dan positif palsu ( 80 / 100 ). 2. Stress Test Dasar pemeriksaan ini adalah pencatatan frekuensi denyut jantung janin untuk mendeteksi asfiksia janin akibat kontraksi uterus sebagai rangsangan intermiten terhadap janin. Pada tahap hipoksia akan timbul deselerasi selama kontraksi dan takikardi diluar kontraksi. Dimana setiap kontraksi akan timbul reduksi sementara aliran darah pada ruang interviler. Apabila cadangan oksigen fetoplasenter tidak cukup lagi akan ditemukan denyut jantung janin yang patologis berupa takikardi persisten, deselerasi variabel, deselerasi lambat dan deselerasi memanjang. Tes ini dapat dilakukan dengan oxytocin challenge test ( OCT ) dan niplple stimulation contraction stress test ( test ( NSCST ). OCT disebut negatif jika tidak dijumpai deselerasi lambat, positif jika ada deselerasi lambat lambat pada ≥ 3 kontraksi uterus yang berturutberturut turut dan meragukan jika sekali-sekali timbul deselerasi lambat / hanya terjadi bila ada kontraksi yang hipertonus atau dalam pemantauan 10 menit meragukan ke arah positif atau negatif dan takikardi positif. OCT meragukan maka harus dilakukan pemeriksaan ulangan 1 – 2 hari kemudian. OCT dapat menunjukan keadaan gawat janin karena gangguan respirasi dengan angka ketepatan 50 – 70%. NSCST lebih praktis dan kurang invasif dibandingkan OCT tetapi mempunyai kekurangan berupa kontraksi uterus yang berlebihan akibat hiperstimulasi. Untuk mencegah hal ini stimulasi hanya dilakukan pada satu puting susu saja. Akurasi NSCST ini sama dengan OCT. Penatalaksanaan intrapartum tergantung dari hasil pengawasan kesejahteraan janin ( fetal surveillance ) dan penilaian pelvic score ( PS ): a. Bila kesejahteraan janin baik ( USG dan NST baik ):
o
PS ≥ 5 → dilakukan oksitosin drip
o
PS < 5 → dilakukan pemantauan serial NST dan USG setiap 1 minggu sampai umur kehamilan 44 minggu atau PS ≥ 5.
b. Bila kesejahteraan janin mencurigakan. o
PS ≥ 5 → dilakukan oksitosin drip dengan pemantauan KTG. Bila terdapat tanda tanda insufisiensi plasenta, persalinan diakhiri dengan seksio sesarea (SC).
o
PS < 5 → dilakukan pemeriksaan ulangan keesokan harinya
Bila hasilnya tetap mencurigakan → dilakukan OCT o
hasil OCT (+) dilakukan SC
o
hasil OCT (-) (-) dilakukan pemeriksaan serial sampai 44 minggu / PS ≥ 5
o
hasil OCT meragukan dilakukan pemeriksaan OCT ulangan keesokan harinya.
Bila hasilnya baik → dilakukan pemeriksaan serial sampai 44 minggu / PS ≥ 5. c. Bila kesejahteraan janin jelek (terdapat tanda-tanda insufisiensi plasenta), dilakukan seksio sesarea. 8.
KOMPLIKASI KEHAMILAN LEWAT WAKTU (POST TERM) a.
Efek pada janin
Kehamilan postterm yang tidak terdapat gangguan fungsi plasenta, janin akan tumbuh terus menjadi bayi besar (makrosomia). Hal tersebut akan menyebabkan distosia bahu dan disproporsi disproporsi fetopelvik yang dapat menyulitkan proses persalinan. Insufisiensi plasenta merupakan salah satu efek kehamilan postterm. Pada keadaan ini, pasokan nutrisi dan oksigen ke janin menurun sehingga dapat terjadi gangguan pertumbuhan dan hipoksia. Sehingga saat lahir, bayi kehilangan berat badan yang cukup banyak. Pada kasus yang berat ekstremitas tampak kurus dan panjang, deskuamasi epidermis yang berat, kuku dan amnion mendapat pewarnaan empedu. Risiko gawat janin meningkat tiga kali pada fungsi plasenta yang menurun. Turunnya saturasi oksigen dibawah 10 % tidak akan dapat dikompensasi lagi sehingga dapat menyebabkan kematian janin. Janin pada kehamilan postterm berisiko tinggi untuk terjadinya aspirasi mekonium. Pengeluaran mekonium pada masa persalinan adalah suatu tahap kompensasi gawat janin. Pengeluaran mekonium terjadi kalau saturasi oksigen pada vena umbilikalis menurun mencapai
30% ( saturasi minimal 40% ) sehingga menyebabkan hipoksia otot polos saluran gastrointestinal yang mengakibatkan peristaltik dan relaksasi sf ingter ani janin. Oligohidramnion sering dijumpai pada kehamilan postterm. Beberapa peneliti menemukan bahwa penyebab gawat janin terbanyak pada kehamilan postterm adalah oligohidramnion, dibandingkan dengan insufisiensi uteroplasenta. Penurunan jumlah cairan amnion dapat disertai dengan penekanan tali pusat sehingga menimbulkan gawat janin. Janin dengan cairan amnion yang sedikit dan mengandung mekonium akan mengalami risiko asfiksia 33%. Cairan amnion yang pekat karena mengandung mekonium meningkatkan kemungkinan terjadinya meconium aspiration syndrome. syndrome . Sehingga dapat disimpulkan bahwa bayi yang dilahirkan dalam keadaan postterm mempunyai risiko morbiditas dan mortalitas perinatal yang lebih tinggi daripada bayi aterm. b.
Efek pada ibu
Efek kehamilan postterm pada ibu berhubungan dengan meningkatnya persalinan secara operatif, baik seksio sesaria maupun tindakan operatif pervaginam. Hal ini terjadi karena makrosomia, oligohidramnion berat sehingga induksi persalinan tidak dapat dilakukan, gagal drip dan gawat janin. Tindakan operatif pervaginam meningkatkan risiko laserasi jalan lahir. Seksio sesaria sangat meningkatkan risiko infeksi post partum, perdarahan, komplikasi luka operasi, emboli pulmonal, dan mortalitas ibu. Morbiditas ibu tidak saja pada kehamilan sekarang tetapi juga pada kehamilan yang berikutnya. 9.
CARA PENCEGAHAN KEHAMILAN LEWAT WAKTU (POST TERM)
Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kehamilan yang teratur, minimal 4 kali selama kehamilan, 1 kali pada trimester pertama (sebelum 12 minggu), 1 kali pada trimester ke dua (antara 13 minggu sampai 28 minggu) dan 2 kali trimester ketiga (di atas 28 minggu). Bila keadaan memungkinkan, pemeriksaan kehamilan dilakukan 1 bulan sekali sampai usia 7 bulan, 2 minggu sekali pada kehamilan 7-8 bulan dan seminggu sekali pada bulan terakhir. Hal ini akan menjamin ibu dan dokter mengetahui dengan benar usia kehamilan, dan mencegah terjadinya kehamilan serotinus yang berbahaya
DAFTAR PUSTAKA
Mochtar AB, Kristanto H. Kehamilan Postterm. 2009. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi keempat. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al. Postterm Pregnancy. 2001. William Obstetrics. 21st Edition. New York: The Mc Graw Hill Companies. Caughey
AB.
Postterm
Pregnancy.
Avaiable
at:
http://emedicine.medscape.com/article/261369-overview#aw2aab6b6 Acces at: 1 April 2013. Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi Fk Unud/Rs. Sanglah. Prosedur tetap Bagian/Smf Obstetri dan Ginekologi Fk Unud/Rs.Sanglah Denpasar. 2004.