Pengukuran Salinitas Permukaan Teluk Jakarta Melalui Penginderaan Warna Laut Menggunakan Data Multi-Temporal Citra Satelit Landsat-7 ETM+ Sam Wouthuyzena) , Salam Tarigan a) , Happy Indarto Supriyadia) , Agus Sediadib) , Sugarinc) , Vincentius P. Siregar d) , dan Joji Ishizaka e) a) Pusat b) Kantor
Penelitia Penelitian n Oseanografi Oseanografi LIPI, Jakarta Jakarta
Kementrian Riset dan Teknologi, Jakarta
c) Stasiun
Klimatologi Maritim, BMG, Jakarta
d) Fakultas e) Faculty
Perikanan, IPB, Bogor
of Fisheries, Nagasaki University, Japan Ringkasan
Pengkajian pengukuran salinitas permukaan secara tidak langsung melalui penginderaan warna laut, khususnya terhadap material organik tersuspensi (Colored Dissolved Organic Materials/CDOM) dengan memanfaatkan data multi-temporal citra Landsat-7 ETM telah dilakuk dilakukan di perairan perairan Teluk Jakarta Jakarta dan sekitarn sekitarnya. ya. Konsentr Konsentrasi asi CDOM berkorelasi berkorelasi kuat terhadap transformasi kromatisiti band biru (band-1/(band-1 + band-2 + band-3)) dari tiga citra Landsat Landsat tanggal 21 Juni 2004, 24 Agustus 2004 dan 9 September September 2004. Konsentr Konsentrasi asi CDOM juga berkorela berkorelasi si terbalik terbalik (inverse) (inverse) dan erat terhadap terhadap salinitas salinitas permukaan. permukaan. Dengan Dengan demikian, maka salinitas permukaan dan sebarannya dapat pula dipetakan menggunakan data citra Landat-7. Landat-7. Konsentr Konsentrasi asi CDOM dan sebaran sebaran salinitas salinitas permuk permukaan sangat sangat dipengadipengaruhui oleh parameter klimatologi, yaitu hari dan curah hujan yang memasok CDOM melalui sungai, serta kecepatan angin yang cukup kuat dan lama yang bisa membangkitkan turbulensi/upweeling, sehingga terjadi suspensi ulang material dari dasar perairan, terutama di perairan perairan dangkal. dangkal. Hasil kajian ini memeperlihat memeperlihatka kan n bahwa bahwa sebaran sebaran salinitas salinitas permukaan permukaan dapat dipetakan secara efektif dan efisien dibandingkan dengan sampling konvensional. Keywor Keywords ds : CDOM, CDOM, salinitas, salinitas, Landsat Landsat-7 -7 ETM, peta sebar sebaran, an, cur curah ah hujan, hujan, kece kecepa patan tan angin, Teluk Jakarta
1
Lata Latar r belak belakan ang g
Warna laut (ocean color) didefinisikan sebagai energi gelombang elektromagnetik (cahaya) yang keluar keluar dari permukaan permukaan perairan (laut) pada panjang gelombang tampak (0.4-0.7 (0.4-0.7 m). Energi tersebut sangat tergantung dari sifat penyerapan dan pembauran air serta zat-zat terlarut di dalamnya dalamnya (Barale, (Barale, 1986; Holigan et. al, 1989), seperti seperti sel fitoplankton, fitoplankton, baik yang hidup maupun mati, dan total material organik dan inorganik yang tersuspensi (seston) lainnya (Maul, 1985; Kirk, 1994). Seluruh material tersebut sangat mempengaruhi sifat optik suatu perairan. Berdasarkan sifat optiknya, Sathyendranath dan Morel (1983) membagi perairan atas 2 tipe, yakni tipe 1 (case-1 waters) dan tipe 2 (case-2 waters). Pada perairan tipe 1, fitoplankton dan bio produknya produknya memegang memegang peranan dominan dalam menentukan menentukan sifat optik perairan. Perairan Perairan tipe 1 akan berubah menjadi tipe 2, jika sedikitnya salah satu komponen berikut ini masuk kedalam perairan tipe 1, yaitu sedimen yang tersuspensi ulang dari dasar perairan, terutama perairan dangkal; zat organik terlarut berasal dari daratan yang masuk melalui sungai (runoff); dan material tersuspensi tersuspensi berasal dari limbah rumah tangga (anthropogenic). (anthropogenic). Dari sifat optik tersebut, tersebut, mak makaa pada umumnya umumnya perairan tipe 1 diklasifik diklasifikasik asikan an sebagai perairan lepas pantai pantai PIT MAPIN XVII, Bandung 10-12-2008
458
(oseanik), sedangkan tipe 2 adalah perairan pantai/dangkal (wilayah pesisir), seperti Teluk Jakarta. Pada perairan tipe 2, ada dua komponen utama material tersuspensi yang mempengaruhi warna laut, yaitu material inorganik sedimen (seperti tanah merah/red clay) dan material organik kuning atau yellow substances, atau disebut juga sebagai gelbstoff, atau gelvin, atau coloured dissolved organic matter (CDOM) yang merupakan asam humic fulfic hasil degradasi bahan organik (Maul, 1985; Fischer and Kronfeld, 1990; IOCCG, 2000). Istilah yellow substance (selanjutnya pada tulisan ini akan digunakan istilah CDOM) dipakai untuk mengkarakteristikan suatu campuran polimer organik tinggi. CDOM di suatu perairan laut dapat berasal dari material lokal yang ada di perairan itu sendiri (misalnya degradasi sel fitoplankton atau partikel organik lainnya), atau berasal dari sumber yang jauh di hulu sungai (misalnya, sungai mengangkut bahan organik dari daerah berhutan lebat, atau daerah dengan tanah yang kaya akan humus). Pada konsentrasi tertentu CDOM menghasilkan penampakan warna hijau kekuningan atau kecoklatan di perairan pesisir (IOCCG, 2000; Binding and Bowers, 2003). CDOM memiliki sifat optik menyerap sangat kuat spektrum cahaya ultra violet dan bagian ujung awal kisaran cahaya biru (Binding and Bowers, 2003; Bowers and Brett, 2008), sehingga CDOM merupakan salah satu parameter warna laut yang dapat diditeksi menggunakan teknik penginderaan jauh melalui pemanfaatan data citra satelit. Salinitas tidak memiliki kaitan dengan sinyal (signal) warna, namun Mohan and Pybus (1978) sebagai orang pertama menemukan bahwa CDOM di pantai barat Irlandia memiliki hubungan dengan salinitas melalui sinyal warna secara tidak langsung. Karena CDOM lebih dominan berasal dari perairan tawar (sungai) serta memiliki sifat yang konservatif, maka belakangan CDOM dari berbagai perairan pesisir dunia sering diamati berkorelasi kuat terbalik dengan salinitas perairan (lihat refrensi di Tabel 1 pada Bowers and Brett, 2008). Oleh sebab itu, penginderaan CDOM menggunakan data satelit dapat diter jemahkan pula menjadi salinitas, sehingga sebarannya di suatu perairan dapat juga dipetakan (Binding and Bowers, 2003). Tulisan mengenai pemetaan dan monitoring salinitias melalui penginderaan CDOM di beberapa perairan telah banyak dilakukan oleh peneliti asing, namun belum pernah ada penelitian untuk perairan Indonesia. Sebagai contoh, Ahn, et.a.l (2008) memetakan CDOM dan salinitas rendah Laut China Timur (East China Sea) yang dipengaruhi Sungai Yangtze. Pemetaan yang sama dilakukan pula oleh Sasaki et al. (2008) untuk melihat pengenceran salinitas di Laut China Timur yang berasal dari pasokan air tawar yang besar Sungai Changjiang. Sebagai langkah awal di Indonesia, tulisan ini mengkaji: 1). Apakah warna laut dapat digunakan untuk menduga konsentrasi CDOM perairan Teluk Jakarta secara akurat menggunakan data multi-temporal citra satelit Landsat-7 ETM, dan 2). Mengkaji kemungkinan penggunaan CDOM sebagai parameter wakil dalam menduga dan memetakan sebaran salinitas Teluk Jakarta dan perairan sekitarnya.
2 2.1
Metodologi Waktu, lokasi penelitian dan analisa data lapangan
Penelitian ini dilakukan di perairan Teluk Jakarta yang berada di bawah pengaruh 13 sungai (Gambar1) yang memuntahkan muatannya ke dalam teluk ini dan perairan di sekitarnya. Tiga sungai diantaranya berukuran besar (Sungai Cisadane, Ciliwung dan Citarum), sedangkan 10 sisanya berukuran kecil (Sungai Kamal, Cengkareng Drain, Angke, Karang, Ancol, Sunter, Cakung, Blencong, Grogol dan Pasanggrahan). Sungai-sungai tersebut melalui kota besar (Jakarta) berikut kota penyangganya (Bogor, Depok, Bekasi dan Tanggerang) yang berpenduduk sangat padat (¿ 20 juta jiwa), serta melalui wilayah pertanian, perindustrian, perkotaan, sehingga teluk ini mendapat tekanan lingkungan yang sangat berat akibat pencemaran yang membuat kualitasnya menurun dari tahun ke tahun. 459
Sampling dan pengukuran parameter kualitas perairan disesuaikan dengan waktu (tanggal dan jam) dari lintasan satelit Landsat-7 ETM pada tanggal 21 Juli, 2004, 24 Agustus 2004 dan 9 September 2004. Sampling dilakukan sekitar 2,5 jam sebelum dan sesudah waktu satelit lewat di atas Teluk Jakarta (pukul 9:00 hingga sekitar pukul 13:00), dimana satelit Landsat-7 ETM lewat sekitar pukul 09:45 (near real time). Parameter kualitas perairan Teluk Jakarta yang diukur secara langsung di lapangan mencakup kecerahan dengan menggunakan cakram Secchi, suhu dan salinitas menggunakan CTD, sedangkan parameter yang tidak langsung diukur, yaitu konsentrasi klorofil-a, total material tersuspensi (seston) baik yang organik maupun anorganik dan CDOM dilakukan dengan cara mengambil sampel air yang selanjutnya dianalisa di laboratrium. Prosedur pengukuran konsentrasi klorofil-a, dan seston mengikuti metoda baku Strikland and Parson (1972). Khusus untuk mengukur konsentrasi CDOM, sampel air permukaan disaring menggunakan filter serat gelas (glass fibre filter) Whatman GF/F dengan ukuran saringan sekitar 2 m. Sampel air tersaring tersebut diukur absorpsinya memakai spektrofotometer Shimadsu UV 1610 dengan air suling (aquades) sebagai absorpsi acuan. Konsentrasi CDOM pada umumnya dinyatakan dalam satuan absorpsi, m-1. Karena ukuran kuvet yang dipakai berukuran 1 cm, maka nilai pembacaan dikalikan faktor 100, namun pada kajian ini kami memakai satuan dari hasil pembacaan langsung spectrofotometer, yakni cm-1. 2.2
Analisis citra satelit Landsat 7 ETM
Tiga buah citra Landsat-7 ETM, Path: 122, Row: 064 perolehan tanggal 21 Juni 2004, 24 Agustus 2004 dan 9 September 2004 digunakan dalam kajian ini. Citra satelit Landsat dirancang khusus untuk mengamati fenomena permukaan bumi di darat, namun sering pula dipakai untuk mengkaji perairan, baik perairan tawar maupun laut. Citra ini memiliki 8 saluran/ kanal/band, dimana 3 band pertama terletak pada kisaran panjang gelombang tampak (Band-1 (biru): 0.4850.520 m; Band-2 (hijau): 0.520-0.600 m, dan Band-3 (merah): 0.630-0.690 m). Pada kajian ini hanya 3 band tersebut di atas yang digunakan. Citra satelit Landsat-7 ETM diolah menggunakan paket program pengolahan data citra Idrisi Kilimanjaro (ver.14). Sebelum data citra diolah lebih lanjut, koreksi atmosferik terhadap 3 band pertama dari data citra Landsat-7 dilakukan terlebih dahulu. Pengaruh atmosferik dikoreksi menggunakan modul koreksi atmosferik yang tersedia pada program Idrisi Kilimanjaro. Nilai Digital (ND) yang telah terkoreksi pengaruh atmosferiknya untuk Band-1, Band-2 dan Band-3 dari seluruh data citra Landsat-7 ETM di titik-titik pengambilan sampel di lapangan diekstrak. ND Band-1, Band-2 dan Band-3, dan beberapa transformasinya seperti kromatisiti biru, Band-1/(band-1+band-2+band-3); Kromatisiti hijau, Band-2/(band-1+band-2+band3); serta kromatisiti merah Band-3/(band-1+band-2+band-3); dan transformasi rasio antar band, yakni ratio band biru/ hijau (Band-1/Band-2), rasio band biru/merah (Band-1/Band-3) dan rasio band hijau/merah (Band-2/Band-3) dikorelasikan terhadap konsentrasi CDOM pada titik-titk (koordinat) yang sama memakai berbagai bentuk persamaan regresi untuk membuat algoritma pendugaan CDOM. Hal yang sama dilakukan pula antara CDOM dan salinititas. Jika CDOM secara statistik berkorelasi kuat terhadap ND citra Landsat, dan CDOM juga berkorelasi erat dengan salinitas, maka salinitas dapat diduga dan sebarannya dapat pula dipetakan.
3 3.1
Hasil dan pembahasan CDOM Vs. ND Citra Satelit 7
Pada Tabel 1, disajikan data konsentrasi CDOM perairan Teluk Jakarta pada tanggal sampling yang bersamaan dengan lewatnya satelit-7 ETM di atas Teluk ini. Dari tabel ini terlihat bahwa konsentrasi CDOM tertinggi dijumpai pada tanggal 21 Juni, disusul tanggal 24 Agustus dan terrendah tanggal 9 September. Tinggi rendahnya CDOM di perairan Teluk Jakarta berkaitan 460
Gambar 1: Peta Teluk Jakarta dan posisi stasiun sampling, berikut sungai-sungai utama yang mempengaruhi kualitas perairan Teluk Jakarta erat dengan tinggi rendahnya hari hujan dan curah hujan seperti yang terlihat pada Tabel 1. Walaupun waktu kajian telah memasuki musim timur, yang merupakan musim kering dengan curah hujan rendah, namun pengaruh dari sisa curah hujan pada musim barat (musim hujan) masih tampak, seperti yang terlihat pada data tanggal 21 Juni. Hal ini menunjukkan bahwa daratan dan curah hujan sebagai pemicu merupakan penyumbang utama CDOM yang kemudian diangkut oleh aliran sungai masuk ke perairan Teluk Jakarta. Tabel 1. Konsentrasi CDOM dan curah hujan rata-rata dua minggu sebelum tanggal sampling
Untuk mendapatkan algoritma pendugaan konsentrasi CDOM dari seluruh data citra satelit Landsat-7 yang digunakan, dilakukan plot antara nilai CDOM terhadap ND Band-1, Band-2 dan Band-3; plot CDOM terhadap tranformasi kromatisiti biru, hijau dan merah, serta plot CDOM terhadap ratio band biru/hijau, rasio band biru/merah dan rasio band hijau/merah menggunakan berbagai bentuk persamaan regresi (liniear, polinomial, exponen, logaritmik dan lainnya). Persamaan regresi yang memberikan nilai koefisien regresi (r) atau determinasi (R2) tertinggi dipilih sebagai algoritma yang nantinya akan digunakan sebagai penduga konsentrasi CDOM. Pada Gambar 2 ditunjukkan hasil plot antara koncentrasi CDOM terhadap ND band1, -2 dan -3 (kiri atas); konsentrasi CDOM terhadap nilai transformasi rasio band biru/hijau, band biru/merah dan band hijau/merah (kanan atas); dan konsentrasi CDOM terhadap nilai transformasi kromatisiti biru, hijau dan merah (kiri bawah). Dari berbagai persamaan regresi yang diuji, persamaan regresi poinomial order 3 (kubik) memberikan hasil yang terbaik, sehingga dipilih sebagai algoritma yang dipakai untuk menduga konsentrasi CDOM. Dari Gambar 2 diketahui bahwa konsentrasi CDOM memiliki korelasi yang lemah terhadap ND band-1 (biru), band-2 (hijau), dan band-3 (merah), namun CDOM berkorelasi cukup kuat terhadap nillai transformasi rasio antara band biru/hijau (R2=0.69), namun agak melemah untuk rasio band biru/merah (R2=0.58) dan terrendah pada ratio band hijau/merah (R2=0.58). Korelasi tertinggi diperoleh dari hubungan antara konsentrasi CDOM dan transformasi kromatisiti 461
Gambar 2: Plot antara konsentrasi CDOM terhadap ND band biru, hijau dan merah (kiri atas), CDOM terhadap nilai transformasi rasio band biru/hijau, band biru/merah dan band hijau/merah (kanan atas), CDOM terhadap transformasi kromasiti biru, hijau dan merah (kiri bawah) dan algoritma terpilih yang dapat dipakai dalam menduga konsentrasi CDOM (kanan bawah) biru (R2= 0.82), seperti yang terlihat pada Gambar 2 bagian kiri bawah. Oleh karenanya, transformasi tersebut dijadikan algoritma dalam pendugaan konsentrasi CDOM dengan persamaan di bawah: Konsentrasi CDOM =
61.182 × X 3 + 79.129 × X 234.022 × X + 4.885
−
(1)
(n = 34; R2 = 0 .82)
dimana X = kromatisiti biru = Band-1 / (band-1+band-2+Band-3) Hasil kajian ini berbeda dengan yang diperoleh Binding dan Bowers (2003), dimana mereka menemukan bahwa konsentrasi CDOM berkorelasi linier dengan nilai ratio Band merah/biru.
3.2
CDOM VS Salinitas
Pada Tabel 2 disajikan salinitas permukaan perairan Teluk Jakarta dan curah hujan rata-rata 2 minggu sebelum tanggal sampling. Berkebalikan dengan CDOM (Tabel 1), salinitas rata-rata terrendah dijumpai pada bulan Juni 2004, meninggi di bulan Agustus, dan nilai tertinggi bulan September. Pada tabel ini terlihat pula bahwa tinggi rendahnya salinitas dipengaruhi oleh hari hujan/curah hujan. Plot nilai salinitas terhadap konsentrasi CDOM (Gambar 3) memperlihatkan bahwa kedua parameter tersebut memiliki pola hubungan yang terbalik (inverse), dimana 462
salinitas tinggi, konsentrasi CDOM rendah dan sebaliknya. Pola hubungan CDOM dan salinitas yang terbalik ini ditemukan dalam berbagai literatur seperti yang dirangkum oleh Bowers and Brett (2008) dan juga dari hasil kajiannya Binding and Bowers, (2003). Oleh karenanya, sifat hubungan kedua parameter yang terbalik tersebut diistilahkan oleh mereka sebagai sifat yang konservatif. Dari Gambar 3, persamaan hubungan antara konsentrasi CDOM terhadap salinitas dapat dinyatakan dalam persamaan 2, sebagai berikut ini: Salinitas (psu) = −142.72 × Konsentrasi CDOM + 32 .702
(2)
(N = 34 : R2 = 0 .76) Tabel 2. Salinitas permukaan dan curah hujan rata-rata dua minggu sebelum tanggal sampling
Gambar 3: Plot antra salinitas terhadap CDOM perairan Teluk Jakarta untuk ketiga tanggal penelitian Jika persamaan 1 diisikan ke dalam persamaan ke 2, maka diperoleh persamaan baru (3) yang dapat dipakai menduga dan memetakan sebaran salinitas perairan Teluk Jakarta, dengan persamaan sebagai berikut : Salinitas = −142.72 ∗ −61.182 ∗ X 3 + 79.129 ∗ X 234.022 ∗ X + 4.885 + 32.702
(3)
dimana: X = kromatisiti biru = Band-1/(band-1+band-2+Band-3)
3.3
Peta konsentrasi CDOM dan sebaran salinitas Teluk Jakarta dan perairan di sekitarnya
Peta konsentrasi CDOM dan sebaran salinitas Teluk Jakarta yang diturunkan dari citra satelit Landsat-7 ETM tanggal 21 Juni 2004, 24 Agustus 2004 dan 9 September 2004 menggunakan 463
persamaan 1 dan 3 diperlihatkan dalam Gambar 4. Konsentrasi CDOM tinggi dan dengan sebaran yang sempit ( 600 m) di sepanjang garis pantai dijumpai pada tanggal 21 juni dan 9 september, sedangkan pada tanggal 24 Agustus konsentrasi CDOM tinggi memiliki sebaran yang cukup lebar mencapai 5-6 km dari garis pantai. Sebaliknya, salinitas rendah menyebar sempit di sepanjang garis pantai pada tanggal 21 Juni dan 9 September, namun menyebar cukup jauh dari garis pantai pada tanggal 24 Agustus. Konsentrasi CDOM dan salinitas pada tanggal 21 juni lebih bervariasi dibandingkan tanggal 9 September. Variasi konsentrasi CDOM dan sebaran salinitas untuk setiap tanggalnya dipengrauhi oleh parameter meteorologi (hari dan curah hujan) seperti yang telah dibahas di atas. Meskipun curah hujan antara tanggal 24 Agustus dan 9 September tidak begitu berbeda, namun variasi CDOM dan sebaran salinitas pada tanggal 24 Agustus sangat tinggi. Hal tersebut disebabkan pengaruh parameter meteorologi lainnya, yakni kecepatan angin. Data kecepatan angin rata-rata untuk ketiga tanggal sampling masing-masing adalah 11.6; 29.3 dan 28.3 m/detik. Kecepatan angin yang kuat dan bertiup kearah yang relatif konstan pada musim timur (Juni-Agustus, khususnya di bulan Juli) menyebabkan terdorongnya masa air, sehingga terjadi turbulensi (upwelling) yang menyebabkan suspensi ulang berbagai material (termasuk CDOM) dari dasar perairan, terutama pada perairan dangkal di sepanjang garis pantai Teluk Jakarta dan perairan sekitarnya. Oleh sebab itu, variasi konsentrasi CDOM dan sebaran salinitas jauh lebih dinamis dari pada tanggal 21 Juni dan 9 September yang hanya didominasi oleh parameter curah hujan. 3.4
Aplikasi CDOM
Dari kajian ini diketahui bahwa konsentrasi CDOM berkorelasi kuat dengan salinitas, sehingga CDOM dapat digunakan sebagai pelacak (tracer) salinitas rendah, seperti yang dilakukan masing-masing oleh Ahn et al. (2008) dan Sasaki et al. (2008) dalam melacak pengaruh salinitas rendah dari sungai Yangtze dan Changjiang terhadap Laut China Timur. Dalam kaitannya dengan Teluk Jakarta CDOM mungkin dapat diaplikasikan untuk melihat pengaruh salinitas rendah terhadap kesehatan terumbu karang di sekitar perairan teluk ini, karena karang sangat peka terhadap selinitas rendah. Salinitas rendah akan berpengaruh terhadap dominasi jenis dan kelimpahan fitoplankton, dimana selanjutnya akan berkaitan dengan kesuburan perairan dan berdampak pada kondisi perikanan setempat. Fitoplankton jenis Skletonema costatum misalnya, memiliki toleransi hidup yang kuat terhadap salinitas rendah. Pada saat selesai musim hujan dengan salinitas rendah, tetapi perairannya kaya akan unsur hara (fosfat dan nitrat), fitoplankton jenis ini populasinya dapat meledak hebat (marak alge/Harmful algal Bloom) yang selanjutnya diikuti dengan kejadian kematian masal ikan di Teluk Jakarta. CDOM dapat menyebabkan kecerahan/ transparansi perairan menjadi rendah, sehingga berdampak pada sektor pariwisata.
4
Kesimpulan ◦
◦
Tulisan ini mengkaji pemanfaatan teknologi inderaja melalui penggunaan data multitemporal citra satelit Landsat-7 ETM untuk memetakan sebaran salinitas permukaan Teluk Jakarta dan perairan di sekitarnya secara tidak langsung melalui penginderaan warna laut (konsentrasi CDOM). Data citra setelit Landsat-7 ETM, khususnya kromasiti band biru berkorelasi erat dengan konsentrasi CDOM, dan CDOM berkorelasi terbalik kuat pula terhadap salinitas permukaan Teluk Jakarta dan perairan di sekitarnya. Berdasarkan temuan dalam kajian ini, maka pemetaan terhadap sebaran salinitas dapat dimungkinkan. Hal ini dapat mengefektifkan dan mengefisienkan pekerjaan pemetaan salinitas dibandingkan sampling konvensional.
464
◦
Parameter meteorologi berupa hari dan curah hujan serta kecepatan angin mempengaruhi konsentrasi CDOM dan sebaran salinitas permukaan Teluk Jakarta.
Daftar Pustaka Ahn, Y. H. Shanmugam, P., Moon, J. E. and Ryu, J. H., 2008. Satellite remote sensing of a low-salinity water plume in the East China Sea. Annales Geophysicae, Volume 26, Issue 7, pp.2019-2035 Barale, V., 1986. Space and time variability of the surface color field in the Northern Ardiac Sea. J. of Geophysical Res. Vol. 91, No. C11:12957-12974. Binding, C.E. and Bowers, D.G., 2003. Measuring the salinity of the Clyde Sea from remotely sensed ocean color. Estuarine Coastal and Shell Scince, 57:505-611. Bowers, D.G. and Brett, H.L., 2008. The relationship between CDOM and salinity in estuaries: An analytical and graphic solution. Journal of Marine Systems. 73:1-7. Fischer, J. and U. Kronfeld, 1990. Sun-simulated chlorophyll fluorescence : Influence of oceanic properties. Int. J. Remote Sensing. Vol. 11 (12):2125-2147. Holligan, P.M., Aarup, T and Groom S.B., 1989. The North Sea satellite atlas. Continental Shelf Research. Vol. 9, No.8:665-764. IOCCG, 2000. Remote Sensing of Ocean Color in Coastal, and Other optically-Complex Waters. Sathyendranath, S.(ed), Report of the International Ocean-Colour Coordinating Group, No.3. IOCCG, Dartmouth, Canada Kirk, J.T.O., 1994. Light and Photosynthesis in Aquatic Ecosystem. Cambridge University Press. 509 pp. Maul, G.A., 1985. Introduction to satellite Oceanography. Martinus Nijhoff Publisher. 606 pp. Monahan, E.C. and Phybus, M.J., 1978. Colour, UV absorbance and salinity of the surface of the West Coast of Irreland. Nature 274:782-784. Sasaki, H., Eko, S., Nishiuchi, K., Hasegawa, T., Ishizaka, J., 2008. Mapping the low salinity Changjiang diluted water using satellite-retrieved colored dissolved organic matter (CDOM) in the East China Sea during high river flow season. Geophysical Research Letter. Vol. 35, L04604 Sathyendranath, S and Morel, A., 1983. Light emerging from the sea: Interpretation and uses in remote sensing. In Marine Science Technology. Edited by Cracknell, A.P., Reidel Publishing Company, pp. 323-357.
465
a y n r a t i k . e s 3 n n a a d r i 1 a r n e a p a n m a d a s r a e t r p a k n a a J k r k a u s a l e d T r e s b a t i M n T i l E a s 7 n t a r a a s b d n e s a n L a t i d l e t M a s O a D r i C t c i s i r a r a t n d e s n a n k o u k r u a t t i e d P g : 4 n a r y a b m a G
466