Presentasi Kasus
Traumatic Subarachnoid hemorrhage
Pembimbing : Dr. Julintari Bidramnanta, Sp. S
Penulis : Ahmad Aiman bin Azizan 030.06.295
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER UMUM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA 2012
1
BAB I PENDAHULUAN
Perdarahan subarakhnoid merupakan perdarahan yang terjadi di rongga subarakhnoid dimana diagnosa ini cenderung mempunyai konotasi sebagai sindrom klinis daripada diagnosa patologi. Perdarahan ini kebanyakan berasal dari perdarahan arterial akibat pecahnya pembuluh darah serebral, di samping juga ada sebab-sebab lainnya. Perdarahan yang menumpuk dalam ruang subarachnoid dapat mencetuskan terjadinya stroke,kejang dan komplikasi lainnya. Insidensi perdarahan subarakhnoid bervariasi untuk masing-masing Negara ataupun daerah. Di Jepang perdarahan ini menyebabkan 25 kematian/100.000 populasi/tahun(6,6% dari seluruh kematian mendadak) sedangkan angka kematiannya di Amerika adalah 16/100.000 populasi.
Perdarahan subarachnoid diklasifikasikan menjadi dua kategori yaitu : 1. Traumatic Subarachnoid Hemorrhages 2. Spontaneous Subarachnoid Hemorrhages Traumatic subarachnoid hemorrhages dapat juga menyebabkan kerusakan otak yang diakibatkan oleh karena kecelakaan. Sedangkan spontaneous subaracnoid hemorrhages disebabkan oleh karena ruptur aneurisma atau abnormalitas pembuluh darah pada otak. Komplikasi tersering dari perdarahan subarachnoid adalah : •
Hipertensi
•
Vasospasm
•
Hidrosefalus
Akibat iritasi meningen oleh darah, maka pasien menunjukkan gejala nyeri kepala mendadak (dalam hitungan detik) yang sangat berat disertai fotofobia, mual, muntah, dan tanda-tanda ransang meningeal (kaku kuduk dan tanda kernig). Kesadaran dapat terganggu segera atau dalam beberapa jam pertama. Pada perdarahan yang lebih berat, dapat terjadi peningkatan tekanan intrakranial dan gangguan kesadaran. Pada funduskopi dapat dilihat edema papil dan perdarahan retina. Tanda neurologis fokal dapat terjadi sebagai akibat dari : •
Efek lokalisasi palsu dari peningkatan tekanan intrakranial.
•
Perdarahan intraserebral yang terjadi bersamaan.
•
Spasme pembuluh darah, akibat efek iritasi darah, bersamaan dengan iskemia.
2
Gambaran sistemik meliputi bradikardia, hipertensi dengan peningkatan tekanan intrakranial dan mungkin terjadi demam yang disebabkan kerusakan oleh hipotalamus. Kadang- kadang, perdarahan subarakhnoid dapat berhubungan dengan edema paru dan aritmia jantung. Skema grading yang diajukan oleh Hunt dan Hess pada tahun 1986 masih berguna pada praktek klinis,dan memberikan gambaran kasar pada prognosis pasien. GRADE GAMBARAN KLINIS1 GRADE 1 2
GAMBARAN KLINIS Asimptomatik atau sakit kepala ringan dan iritasi meningeal Sakit kepala sedang atau berat (sakit kepala terberat seumur hidupnya) Rangsang
meningeal,
defisit
neurologis,
paresis
nervus
3 4
abdusens(sering ditemukan) Mengantuk, konfiusi, tanda neurologis fokal ringan Stupor, defisit neurologis berat, (hemiparesis berat) manifestasi
5
otonom Koma deserebrasi
Perjalanan klinis Perdarahan subaraknoid biasanya berhenti secara spontan kemungkinan terbendung oleh tekanan intrakranial yang meningkat. Kematian pra-rumah sakit unutk SAH sekitar 35%. Setelah kejadian akut, pasien menghadapi resiko tiga komplikasi yang berpotensi fatal:
1. Hidosefalus Gangguan sirkulasi atau resopsi lcs jika terjadi, timul sangat cepat setelah munculnya SAH. Hipertensi intrakranial yang disebabkannya sering menurunkan kesadaran pasien dan juga dapat menimbulkan defisit neurologi fokal. Hidrosefalus dapat diterapi secara efektif dengan drainase ventrikuler eksternal. Drainase lumbal jarang digunakan.
2. Vasospasme Terjadi beberapa hari kemudian, kemungkinan melalui efek zat vasoaktif yang terkandung di dalam darah subarknoid yang mengalami ekstravasasi. Resiko vasospasme dapat dikurangi di dalam darah subaraknid yang mengalami ekstravasasi. Resiko vasospasme dapat dikurangi dengan pengangkatan darah subaraknoid sebanyak mungkin dengan pembedahan, dan dengan
3
hipertensi yang diinduksi secara terapeutik. Cara ini biasanya cukup untuk mencegah perkembangan infark vasospastik, komplikasi yang sangat ditakuti.
3. Perdarahan ulang Jika terjadi, lebih sering mematikan(50%) dari perdarahan subaraknoid awal. Resiko perdarahan ulang adalah 20% pada hari ke 14 pertama setelah SAH awal, dan 50% pada enam bulan pertama, Tidak seperti SAH awal, perdarahan ulang sering menimbulkan hematoma intraparenkimal yang besar.
Patofisiologi
Terdapat berbagai mekanisme terjadinya cedera pada pembuluh darah intrkranial yang disebabkan oleh trauma kepala. Akselerasi anglar yang merupakan kombinasi akselerasi translasional dan rotasional adalah bentuk cedera akibat kelembaman(inertial force) yang paling sering. Pada akselerasi angular, yaitu vertebra servikal bawah atau tengah. Kekuatan dan lamanya akselerasi angular menentukan parahnya kerusakan otak yang disebabkannya. Akselerasi berkecepatan tinggi dalam durasi singkat menyebabkan kerusakan pembuluh darah superfisial seperti vena- vena jembatan dan pembuluh darah pial. Sedangkan akselerasi berkecepatan tinggi dengan durasi yang lebih lama dapat menyebabkan kerusakan aksonal. SAH dihubungkan dengan robeknya pembuluh darah kecil yang melintas dalam ruang subaraknoid karena teregang saat fase akselerasi atau deselerasi. Selain iu terkumpulnya darah di ruang subaraknoid dapat berasal dari darah akibat kontusio serebral dan perluasan perdarahan intra ventrikel ke ruang subaraknoid.
BAB II 4
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama
:T. R
Usia
: 30 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Alamat
: Kuningan BA
Status Pernikahan : Bercerai Pendidikan
: SLTA
Pekerjaan
: Administrasi AC
Agama
: Islam
Tanggal masuk RS : 17 Mei 2012 No RM
: 81-17-03
II. ANAMNESIS
Dilakukan secara Alloanamnesis pada tanggal 18 Mei 2012 jam 0700 WIB
Keluhan utama : Penurunan kesadaran sejak 2 jam SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien dibawa ke Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Budi Asih dengan keluhan penurunan kesadaran. 2 jam SMRS pasien mengalami kecelakaan lalu lintas. Saksi mata kejadian menyatakan pasien ditabrak oleh mobil dari arah belakang. Pasien terpelanting ke arah depan dan kemudian jatuh dengan kepala terbentur di atas aspalt. Helm yang dipakai pasien lepas karena tidak di sabuk dengan baik. Setelah jatuh pasien tidak sadarkan diri dan tidak bisa bangun sendiri. Pasien dipindahkan oleh massa ke bahu jalan dan kemudian dibawa ke puskesmas. Di puskesmas pasien sempat diberikan terapi cairan infus dan oksigen. Karena fasilitas puskesmas kurang lengkap, dokter menyarankan keluarga pasien supaya pasien dirujuk ke rumah sakit. Saat perjalanan ke Rumah Sakit Umum Daerah Budi Asih, pasien sempat muntah sebanyak dua kali. Muntahnya berisi hampas dan air dengan volume kurang lebih segelas aqua gelas. Riwayat keluar cairan dari hidung dan telinga disangkal keluarga.
. Riwayat Penyakit Dahulu : 5
•
Pasien tidak pernah mengalami kecelakaan lalu lintas sebelumnya.
•
Pasien tidak pernah mempunyai riwayat operasi di kepala
•
Pasien sebelumnya tidak pernah mempunyai riwayat sakit yang berat
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ditanyakan
Riwayat kebiasaan :
Pasien tidak pernah mengkonsumsi NAPZA
Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien seorang duda dan tidak mempunyai anak. Pasien bekerja sebagai administrasi wiraswasta dan tinggal bersama ibunya. Ibunya seorang suri rumah tangga.
III. PEMERIKSAAN FISIK ( Dilakukan pada tanggal 26 Mei 2012 jam 1100WIB)
Keadaan Umum : Sakit berat Kesadaran
: Koma
Sikap
: Tidak aktif
Kooperasi
: Tidak kooperatif
Tanda vital Tekanan darah
: 180/90 mmHg
Nadi
: 160 x/menit, takikardi, cukup, equal kanan dan kiri
•
Suhu
: 39,10C
•
Pernafasan
: 22 x/menit
•
•
Status generalis
Ke pala Rambut
: hitam lebat dan tidak beruban, tidak mudah dicabut
Wajah
: tidak simetris, tidak pucat, tidak ikterik, tidak sianosis
Mata
: konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, pupil bulat anisokor, diameter 3mm/4mm, perdarahan subkonjungtiva kiri
Telinga
: normotia, serumen -/-, sekret -/-
6
Hidung
: normosepta, sekret -, darah -/-
Tenggorokan : tonsil T1-T1 tenang, faring tidak hiperemis, deviasi uvula -/Leher KGB tidak teraba membesar, kaku kuduk tidak dilakukan Thorax Jantung
Inspeksi
: Pulsasi ictus cordis tidak terlihat
Palpasi
: Pulsasi ictus cordis teraba di ICS V linea midklavikularis sinistra
Perkusi
: sulit dilakukan
Auskultasi : S1-S2 reguler, Murmur (-), Gallop (-) Paru
Inspeksi
: Simetris dalam keadaan statis dan dinamis
Palpasi
: vokal fremitus kedua lapang paru sama kuat
Perkusi
: Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Suara napas vesikular +/+; Ronki -/-; Wheezing -/-
Abdomen Inspeksi
: Datar
Palpasi
: Supel, nyeri tekan (-), hepatosplenomegali (-)
Perkusi
: Timpani di seluruh lapang abdomen
Auskultasi
: Bising usus (+) normal
Ekstremitas Akral hangat, oedem (-).
Status Neurologis
Kesadaran
: Koma, GCS : E3M3V1
Rangsang selaput otak Kaku kuduk
: Positif
Laseque
: Tidak dilakukan
Kernig
: Tidak dilakukan
Brudzinski I
: Positif
Brudzinski II
: Tidak dilakukan
Peningkatan tekanan intrakranial 7
Penurunan kesadaran
: (+)
Muntah proyektil
: (-)
Sakit kepala
: (+)
Edema papil
: -/+
Saraf-saraf Kranialis
N. I
: tidak dilakukan
N.II
Pupil
Kanan
Kiri
Visus
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Bentuk
bulat, ø 3mm
bulat, ø 4mm
RCL
(+)
(+) melemah
RCTL
(+)
(+) melemah
Lapang pandang
Tidak dilakukan
N. III, IV, dan VI Kanan
Kiri
•
Kedudukan bola mata
ortoforia
ortoforia
•
Kelopak mata
normal
oedem
•
Pergerakan bola mata Nasal
-
-
Temporal
-
-
Nasal atas
-
-
Temporal atas
-
-
Temporal bawah
-
-
Exophtalmus
(-)
(-)
Nistagmus
(-)
(-)
N.V Kanan •
Cabang motorik
•
Cabang sensorik
Opthalmikus
Kiri
baik
baik
baik
baik
8
Maxillaris
baik
baik
Mandibularis
baik
baik
N.VII Kanan
Kiri
•
Motorik orbitofrontalis
baik
baik
•
Motorik orbicularis oculi
baik
paresis
•
Motorik orbicularis oris
baik
paresis
•
Pengecap 2/3 anterior lidah
tidak dilakukan
N.VIII
• •
Vestibular
Kanan
Kiri
Vertigo
(-)
(-)
Nistagmus
(-)
(-)
N.IX dan X
Motorik
: sulit dinilai
Sensorik
: tidak dilakukan
N.XI Kanan
Kiri
Mengangkat bahu
tidak dapat dilakukan
tidak dapat dilakukan
Menoleh
tidak dapat dilakukan
tidak dapat dilakukan
N.XII
Pergerakan lidah
: tidak dapat dilakukan
Atrofi
: (-)
Tremor
•
Sistem Motorik
: (-)
5555
1111 9
Kekuatan motorik :
5555
Tonus
: Hipertonus pada anggota gerak kiri
Trophi
: Atrofi
1111
Gerakan Involunter Tremor Chorea
: (-) : (-)
normoesthesi
•
Sistem sensorik :
•
Fungsi cerebellar dan koordinasi
Ataxia
: (-)
Tes Rhomberg
: tidak dilakukan
Jari-jari
: tidak dilakukan
Jari-hidung
: tidak dilakukan
Tumit-lutut
: tidak dilakukan
•
Fungsi luhur
: Baik
•
Fungsi otonom
Miksi
: baik
Defekasi
: baik
Sekresi keringat
: baik
Refleks fisiologis
:
Kanan
Kiri
(+)
(+)
•
Kornea
•
Bisep
(+)
(+)
•
Trisep
(+)
(+)
•
Patella
(+)
(+) 10
•
Achilles
(+)
(+)
Refleks Patologis
•
Hoffman Tromer
(-)
(-)
•
Babinsky
(-)
(+)
•
Chaddock
(-)
(+)
•
Oppenheim
(-)
(-)
•
Gordon
(-)
(-)
•
Schaeffer
(-)
(-)
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada pemeriksaan laboratorium tanggal 17 Mei 2012 didapatkan leukositosis (28.9ribu/uL), peningkatan SGOT (96mU/dl) dan SGPT (121mU/dl). Analisa gas darah didapatkan asidosis metabolik. 18 Mei leukositosis (26.2ribu/uL), Analisa gas darah dengan asidosis metabolik terkoreksi. Tanggal 22 mei SGOT (19mU/dl) dan SGPT (27mU/dl).
CT scan kepala (Tanggal 18 Mei 2012) Jenis : CT brain, potongan axial tanpa kontras Deskripsi : •
Tidak tampak midline shift
•
Sistim ventrikel lateralis, iii, dan iv normal, ditengah
•
Tampak falx cerebri posterior lebih hyperdens
•
Basal ganglia baik
•
Fissura sylvii dan sulci normal
•
Soft tissue swelling pada frontotemporal kiri
•
Tulang – tulang normal
Kesan: Susp subaracnoid haemorrhagic Subgaleal haematoma
11
Konsul ke Bagian Mata pada tanggal 22 Mei 2012 dengan perdarahan subkonjungtiva. Dari hasil pemeriksaan mata kiri, visus mata tidak dinilai, konjungtiva hiperemis dan terdapat bekuan darah, kornea jernih, pupil kiri dilatasi, lensa jernih. Funduskopi mata kiri didapatkan papil bulat, batas tegas, pucat,aa/vv; 1/3, reflex macula (+). Kesan ocular sinistra paresis nervus III, subkonjungtiva bleeding ocular sinistra, pupil pucat os sinistra.
Konsul ke Bagian Penyakit Dalam pada tanggal 22 Mei 2012 dengan peningkatan SGOT (96mU/dl) dan SGPT (121mU/dl). Jawaban konsul pasien dengan gangguan fungsi hepar dan hematemesis.
12
V.
DIAGNOSIS KERJA
Klinis
:Penurunan kesadaran,hemiparesis sinistra, paresis nervus fasialis tipe perifer,
Topis
: Subaraknoid
Etiologis
: Trauma kapitis
Patologis
: SAH
DIAGNOSIS BANDING
Klinis
: Penurunan kesadaran, hemiparesis sinistra, reflex fisiologis menurun .
Topis
: Hemisfer serebri kanan
Etiologis
: Trauma kapitis
Patologis
: Suspek EDH
VI. PENATALAKSANAAN Medikamentosa •
•
Manitol 4 x 100cc (iv) Neulin 2 x 1g (iv)
•
Meylon 75meq dalam asering/6jam (iv)
•
Mersitropil 4 x 3gram
•
Acran 2 x 1
•
Vitamin K 3 x 1
•
Ceftriaxon 2 x 1g
•
Vasacon A 3 x 1 OS
•
Gentamisin 3 x 1OS
•
Nemotop drip 50cc/ 24 jam
•
Farmadol 3 x 500cc
•
Kalnex 3 x 1
Non-Medikamentosa
Rencana: •
CT-Scan kepala
•
Rontgen os petrosum
13
VII. PROGNOSIS •
Ad Vitam
: Ad bonam
•
Ad Fungsionam
: Ad bonam
•
Ad Sanationam
: Ad bonam
VIII. RESUME
Pasien dibawa ke Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Budi Asih dengan keluhan penurunan kesadaran. 2 jam SMRS pasien mengalami kecelakaan lalu lintas. Saksi mata kejadian menyatakan pasien ditabrak oleh mobil dari arah belakang. Pasien terpelanting ke arah depan dan kemudian jatuh dengan kepala terbentur di atas aspalt. Helm yang dipakai pasien lepas karena tidak di sabuk dengan baik. Setelah jatuh pasien tidak sadarkan diri dan tidak bisa bangun sendiri. Pasien dipindahkan oleh massa ke bahu jalan dan kemudian dibawa ke puskesmas. Di puskesmas pasien sempat diberikan terapi cairan infus dan oksigen. Karena fasilitas puskesmas kurang lengkap, dokter menyarankan keluarga pasien supaya pasien dirujuk ke rumah sakit. Saat perjalanan ke Rumah Sakit Umum Daerah Budi Asih, pasien sempat muntah sebanyak dua kali. Muntahnya berisi hampas dan air dengan volume kurang lebih segelas aqua gelas. Riwayat keluar cairan dari hidung dan telinga disangkal keluarga. Pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital tekanan darah 180/90mmHg, nadi 160 x/menit, takikardi, cukup, equal kanan dan kiri, suhu 39,10C, pernafasan 22 x/menit. Dari pemeriksaan generalis, didapatkan hematom palpebra sinistra, vulnus laseratum di regio orbita, luka memar di pundak kiri. Pada pemeriksaan status neurologis ditemukan mata anisokor dengan diameter kanan 3 milimeter dan kiri 4 milimeter, refleks cahaya langsung dan tidak langsung mata kiri lebih lambat, mata kiri tidak dapat menutup sempurna, sudut mulut kiri dan kanan tidak simetris. Status oftalmologis sesuai jawaban konsul Bagian Mata tanggal 2 2 Mei 2012 dengan perdarahan subkonjungtiva. Dari hasil pemeriksaan mata kiri, visus mata tidak dinilai, konjungtiva hiperemis dan terdapat bekuan darah, kornea jernih, pupil kiri dilatasi, lensa jernih. Funduskopi mata kiri didapatkan papil bulat, batas tegas, pucat,aa/vv; 1/3, reflex macula (+). Kesan ocular sinistra paresis nervus III, subkonjungtiva bleeding ocular sinistra, pupil pucat os sinistra.Ditemukan hemiparesis sinistra. Pemeriksaan sensoris dalam batas normal. Reflek fisiologis normal dan reflek patologis babinski dan chaddock positif pada tungkai kiri. Pada pemeriksaan didapatkan leukositosis, peningkatan SGOT dan SGPT. Analisa gas darah didapatkan asidosis metabolik. Hasil lab darah lain menunjukkan nilai dalam batas normal.Dari hasil CT scan kepala didapatkan kesannya perdarahan subaraknoid dan hematom subgaleal.
14
BAB III ANALISA KASUS
Pada kasus ini, anamnesis yang cermat, pemeriksaan fisik yang teliti dan pemeriksaan penunjang yang tepat adalah dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis dan menanggani pasien sebaik mungkin. Pasien dengan usia 30 tahun datang dibawa oleh keluarga ke RSBA dengan keluhan penurunan kesadaran keadaan dimana penderita tidak sadar dalam arti tidak terjaga atau tidak terbangun secara utuh sehingga tidak mampu memberikan respons yang normal terhadap stimulus. Penurunan kesadaran dapat diakibatkan oleh kelainan intrakranial, kelainan metabolik dan psikiatrik. Pada pasien ini dapat penurunan kesadaran dapat disimpulkan akibat kelainan intrakranial akibat trauma. Trauma kapitis adalah trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologi yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik temporer maupun permanen. Pertolongan pertama yaitu pasien digotong dan di letakkan di bahu jalan menurut saya merupakan tindakan yang salah karena pada pasien kecelakaan lalu lintas harus dicurigai terdapat fraktur cervical. Pertolongan yang salah dapat memperberat kondisi pasien (tetraplegi). Pasien kemudian dibawa ke puskesmas dan diberi cairan infus dan oksigen. Tindakan yang dilakukan pada pasien sebelum dirujuk ke Rumah Sakit Budi Asih merupakan tindakan yang tepat. Terapi resusitasi cairan diberikan untuk mengantisipasi perdarahan yang tidak terlihat (internal bleeding) mengingatkan pasien merupakan korban kecelakaan lalu lintas. Pemberian oksigenasi pada pasien yang dicurigai perdarahan otak sangat dibutuhkan untuk menurunkan tekanan karbon dioksida (P CO 2) supaya dapat mencegah terjadinya vasokontriksi pada pembuluh darah otak. Pada pasien dengan penurunan kesadaran, dan muntah sebanyak dua kali harus dicurigai terdapat peningkatan tekanan intrakranial. Saat di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Budi Asih. Pasien dikonsul dengan dokter spesialis penyakit saraf dan diberikan pengobatan berupa manitol, cairan asering, injeksi neulin, injeksi mersitropil dan meylon . Pemberian infus manitol diberikan pada pasien ini sebagai anti udem supaya dapat menurunkan tekanan intrakranial dengan menaikkan osmolaritas serum sehingga cairan akan ditarik keluar dari sel otak. Manitol dapat digunakan dengan dosis 0,5-1 g/kgBB IV selama 15 menit, kemudian diulangi tiap 6 jam dan dikurangi dosis sebelumnya sebanyak separuh. Pada pasien ini dengan berat 50 kg, pemberian manitol diberikan sebanyak 250cc(50g/kgBB) dalam waktu 15 menit. Tidak dianjurkan menggunakan manitol untuk jangka panjang, pada pasien ini pemberian manitol diberikan selama tiga hari. Manitol diberikan bila osmolalitas serum tidak lebih dari 310 mOsm/ l. Furosemid 40 mg IV/hari dapat memperpanjang efek osmotik serum manitol. Harus diingat pemberian manitol tidak dapat diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal. 15
Neuroprotektor yaitu, neulin (citicholine) dan mersitropil (piracetam) diberikan pada pada pasien ini karena efeknya yang dapat meningkatkan aliran darah ke otak dan meningkatkan metabolisme di otak. Pemberian meylon( Natrium bikarbonat) diberikan pada pasien ini karena dari hasil analisa gas darah menunjukkan terjadinya asidosis metabolik. Dari hasil konsul, pasien dianjurkan untuk dirawat ke ruangan ICU tetapi keluarga menolak. Indikasi pasien untuk dirawat di ICU karena pada kasus trauma kepala dengan penurunan kesadaran dan dicurigai terdapat perdarahan di otak harus mendapat perawatan dan observasi yang ketat. Dari pemeriksaan tanda vital saat pertama kali pasien masuk, didapatkan tekanan darah 180/90mmHg, nadi 160x/menit, suhu 39.1 0C , respirasi 22x/menit. Tekanan darah dan nadi meningkat menunjukkan pasien dalam keadaaan kesakitan. Tekanan darah yang tinggi tidak perlu dikoreksi pada pasien ini karena dapat menggangu perfusi jaringan di otak. Suhu meningkat karena terjadi iritasi pada selaput meningeal dan suhu akan menetap diatas 390C selama kurang lebih dua minggu. Pada pemeriksaan generalis ditemukan perdarahan pada regio orbita kiri. Palpebra kiri udem dan tidak bisa menutup sempurna.Terdapat perdarahan subkonjungtiva mata kiri. Pada pemeriksaan neurologis. Didapatkan pupil bulat, anisokor dengan diameter kanan 3mm dan kiri 4mm, refleks cahaya langsung dan tidak langsung mata pupil kiri lebih lambat. Diduga terjadi paresis nervus iii karena ..................(blom ada jawaban). Pada pemeriksaan motorik di dapatkan hemiparesis pada anggota kiri atas dan bawah. Diduga terdapat kelainan neurologis di otak kanan. Pada pemeriksaan fisiologis didapatkan hiper refleks pada anggota gerak kiri berbanding kanan. Refleks patologis positif pada kedua-dua tungkai. Refleks patologis positif karena terdapat iritasi pada selaput meningea. Pada hasil lab didapatkan terjadi peningkatan relatif fungsi hepar dimana SGOT 96 mU/dl dan SGPT 121 mU/dl. Hasil lab fungsi hepar menurut saya tidak bermakna karena peningkatan enzim hepar tidak melebihi dua lipat untuk mendiagnosa terjadi kerusakan berat pada hepar(tidak ada kontraindikasi untuk pemberian obat karena tidak mengganggu fungsi hepar). Pasien dikonsul dengan spesialis penyakit dalam dan diberikan obat hepato protektor yaitu Hp Pro dan biocurliv. Pengobatan lanjutan yang diberikan pada hari ke tiga setelah hasil CT scan (Subaraknoid hemorrhage) keluar adalah drip nimotop(nimodipin) 50cc/24 jam. Nemotop diberikan untuk mencegah terjadinya vasospasme pembuluh darah yang dapat menyebabkan iskemia jaringan otak. Pemberian nimodipin dapat diberikan pada hari ke tiga sehingga hari ke 21. Pada pasien ini, pemberian nimodipin diberikan selama 5 hari karena kontraindikasi pemberian nimodipin adalah tekanan darah rendah. Namun ada literatur yang menyatakan pemberian nimodipin dapat dilanjutkan secara oral sehingga hari ke 21 karena obat ini bekerja pada pembuluh darah otak secara spesifik dan tidak mengganggu tekanan darah (penurunan tekanan darah kurang lebih 5% dari asal). Pasien juga mendapat pengobatan berupa omenprazol dan acran(ranitidin). Omenprazol merupakan obat proton pump inhibitor dan acran merupakan obat H2 antagonis. Kedua-dua obat ini berfungsi mencegah sekresi asam lambung, karena pada pasien ini 16
hematemesisnya kemungkinan berasal dari tukak lambung. Diagnosis pasti untuk hematemesis pada pasien ini sebaiknya dilakukan endoskopi untuk mencari sumber perdarahan. Pada hari ke 4, pasien mulai sadar dan dapat berbicara. Pada pemeriksaan fisik lanjutan, diduga pasien mengalami paresis nervus VII tipe perifer. Pasien tidak bisa menutup mata dengan rapat, sudut mulut kiri jatuh. Pasien direncanakan untuk dilakukan pemeriksaan rontgen os petrosum. Pada fraktur pars petrosa os temporal oleh karena trauma kepala dapat menyebabkan kelumpuhan nervus fasialis. Didalam tulang temporal nervus fasialis memberikan tiga cabang penting yaitu nervus petrosus superior mayor, nervus stapedius dan korda timpani.Pemeriksaan ini bertujuan untuk menegakkan diagnosa paresis nervus VII. Dari pemeriksaan motorik pasien, didapatkan kelemahan tangan dan kaki sebelah kiri. Parese adalah kelemahan/kelumpuhan parsial yang ringan/tidak lengkap atau suatu kondisi yang ditandai oleh hilangnya sebagian gerakan atau gerakan terganggu. Kelemahan adalah hilangnya sebagian fungsi otot untuk satu atau lebih kelompok otot yang dapat menyebabkan gangguan mobilitas bagian yang terkena. Pasien dilakukan CT scan ulang pada tanggal 30 mei 2012. Kesanya perdarahan subaraknoid membaik, tidak tampak massa atau sumber perdarahan baru, midline shift tidak ada. Hasil CT scan tidak dapat menjelaskan penyebab paresis anggota gerak kiri. Namun kecurigaan adanya kelainan pada pada otak masih belum dapat disingkirkan , Untuk mendapatkan hasil yang lebih jelas diperlukan pemeriksaan MRI namun setelah memikirkan kondisi sosioekonomi pasien, pemeriksaan ini tidak dilakukan. MRI dapat mendeteksi kelainan neurologi lebih baik dari CT scan misalnya stroke, abnormalitas batang otak dan cerebellum, dan multiple sklerosis. MRI dapat mengidentifikasi zat kimia yang terdapat pada area otak yang membedakan tumor otak dan abses otak. Perfusi MRI dapat digunakan untuk mengestimasi aliran darah pada sebagian area. Difusi MRI dapat digunakan untuk mendeteksi akumulasi cairan (edema) secara tiba-tiba. Pengobatan medikamentosa diberi injeksi citicholine 2 kali 500 mg per hari termasuk neuroprotektor yaitu suatu stabilisator membran sel yang mekanisme kerja utamanya adalah meningkatkan pembentukan kolin dan menghambat kerusakan fosfatidilkolin (menghambat phospholipase). Pemberian kalnex (asam traneksamat) pada pasien menurut literature, asam traneksamat digunakan untuk membantu menghentikan kondisi perdarahan. Asam traneksamat merupakan agen antifibrinolytic. Obat ini bekerja dengan menghalangi pemecahan bekuan darah, yang mencegah pendarahan. Pemberian obat ini pada pasien dengan perdarahan subaraknoid supaya tidak terbentuk gumpalan darah pada cairan serebrospinal yang dapat menyebabkan sumbatan.
17