Laporan Kasus
PENDARAHAN SUBARAKHNOID
Disusun Oleh: Dokter Muda Stase Bagian Neurologi Periode 10 April – 15 Mei 2017
Siti Farahhiyah Dwi Mubarani, S.Ked
04054821618135
Tiara Putri Ramadhani, S.Ked
04011381320063
Pembimbing: dr. Achmad Junaidi. Sp S
BAGIAN NEUROLOGI RUMAH SAKIT MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2017
1
HALAMAN PENGESAHAN Judul Laporan Kasus:
PENDARAHAN SUBARAKHNOID
Oleh:
Siti Farahhiyah Dwi Mubarani, S.Ked
04054821618135
Tiara Putri Ramadhani, S.Ked
04011381320063
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik senior di Bagian Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Periode 10 April-15 Mei 2017.
Palembang,
April 2017
dr. Achmad Junaidi Sp.S
ii
KATA PENGANTAR Puji dan sukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul “Pendarahan Subarakhnoid” untuk memenuhi tugas ilmiah yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran kepaniteraan klinik, khususnya di Bagian Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Achmad Junaidi, Sp.S selaku pembimbing yang telah membantu memberikan ajaran
dan masukan sehingga tugas ilmiah ini dapat selesai. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas ilmiah ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Demikian lah penulisan tugas ilmiah ini, semoga bermanfaat.
Palembang,
April 2017
Tim Penulis
iii
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. ii KATA PENGANTAR ............................................................................................ iii DAFTAR ISI ........................................................................................................... iv BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 BAB II STATUS PASIEN ....................................................................................... 3 BAB III TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 18 BAB IV ANALISIS KASUS .................................................................................. 51 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 56
iv
BAB I PENDAHULUAN Penyakit serebrovaskuler/cerebrovascular disease (CVD) merupakan penyakit sistem persarafan yang paling sering dijumpai. Menurut World Health Organization (WHO), stroke adalah manifestasi klinis dari gangguan fungsi serebri fokal atau global yang berkembang dengan cepat atau tiba-tiba, berlangsung lebih dari 24 jam atau berakhir dengan kematian, dengan tidak tampaknya penyebab lain selain penyebab vaskular. Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan terhentinya suplai darah kebagian otak sehingga dapat menyebabkan kelumpuhan hingga kematian.1 Stroke terjadi ketika jaringan otak terganggu karena berkurangnya aliran darah atau oksigen ke sel-sel otak. Terdapat dua jenis stroke yaitu iskemik stroke dan hemoragik. Stroke iskemik terjadi karena berkurangnya aliran darah sedangkan stroke yang terjadi karena perdarahan ke dalam atau sekitar otak disebut stroke hemoragik. Perdarahan yang terjadi pada stroke hemoragik dapat dengan cepat menimbulkan gejala neurologik karena tekanan pada struktur saraf di dalam tengkorak. Stroke hemoragik lebih jarang terjadi dibanding stroke iskemik akan tetapi stroke hemoragik menyebabkan lebih banyak kematian. Berdasarkan American Heart Association (AHA), stroke ditandai sebagai defisit neurologi yang dikaitkan dengan cedera fokal akut dari sistem saraf pusat (SSP) yang disebabkan oleh pembuluh darah, termasuk infark serebral, pendarahan intraserebral (ICH) dan pendarahan subaraknoid (SAH).
2
Perdarahan subaraknoid adalah salah satu kedaruratan neurologis yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di ruang subaraknoid.1 Kejadian perdarahan sub-araknoid berkisar antara 21.000 hingga 33.000 orang per tahun di Amerika Serikat.2Mortalitasnya kurang lebih 50% pada 30 hari pertama sejak saat serangan, dan pasien yang bisa bertahan hidup kebanyakan akan menderita defi sit neurologis yang bisa menetap.3,4 Perdarahan subaraknoid adalah salah satu jenis patologi stroke yang sering dijumpai pada usia dekade kelima atau keenam,
1
dengan puncak insidens pada usia sekitar 55 tahun untuk laki-laki dan 60 tahun untuk perempuan; lebih sering dijumpai pada perempuan dengan rasio 3:2.1 Dalam Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) tahun 2012, kompetensi seorang dokter umum adalah dapat mendiagnosis stroke dan memberi tatalaksana awal pada keadaan darurat dan kemudian merujuk pasien ke layanan kesehatan yang lebih tinggi (3B). Oleh karena itu laporan kasus ini dibuat untuk mengetahui dasar diagnosis dan memberikan terapi awal yang adekuat pada pasien stroke hemoragik yakni pendarahan subarakhnoid.
2
BAB II STATUS PASIEN
I. Identifikasi
Nama
: Tn. AI
Usia
: 50 Tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Kewarganegaraan
: Indonesia
Agama
: Islam
Alamat
: Griya Randik Blok C 5 No. 97, RT 20 RW 08, Kayuara, Sekayu, Musi Banyuasin
Tanggal MRS
: 15 April 2017
II. Anamnesis
Tn. AI, 50 tahun dirawat di bagian saraf RSMH karena mengalami nyeri kepala sangat hebat secara tiba-tiba setelah kecelakaan. 2 hari SMRS (13/4), penderita mengalami nyeri kepala sangat hebat secara tiba-tiba setelah mengalami kecelakaan lalu lintas karena mengantuk dan menyebabkan mobil yang dikendarai penderita dari Sekayu menuju Palembang menabrak tiang LRT. Kehilangan kesadaran ada ± 2 jam setelah kecelakaan. Pasien kemudian dibawa ke RS Myria dan dirawat sebelum akhirnya dirujuk ke RSMH (15/4). Saat serangan, dirasakan sakit kepala yang sangat hebat dan merasa baru pertama kali sakit kepala yang dirasakan sehabat ini. Sakit kepala seperti rasa menyut. Tidak ada rasa berputar. Pandangan mata tidak kabur dan tidak sakit bila melihat cahaya langsung. Tidak ada telinga berdenging. Tidak ada rasa melayang. Tidak ada kejang dan tidak ada muntah. Kelemahan sesisi tubuh tidak ada. Tidak terdapat gangguan sensibilitas berupa rasa baal dan kesemutan. Mulut mengot tidak
3
ada ada. Bicara pelo tidak ada. Penderita masih dapat mengungkapkan isi pikirannya secara lisan, tulisan dan isyarat. Penderita juga masih dapat mengerti isi pikiran yang disampaikan orang lain secara lisan, tulisan dan isyarat. Riwayat sakit kepala sebelumnya tidak ada. Riwayat sakit kepala lama tidak ada. Riwayat hipertensi tidak ada. Riwayat diabetes mellitus tidak ada. Riwayat penyakit jantung tidak ada. Riwayat stroke tidak ada. Riwayat diabetes mellitus pada keluarga ada di pihak ibu. Riwayat pengobatan di RS Myria diberikan injeksi Asam Traneksamat 4x1 gr intravena, injeksi Mecobalamin 1x1 amp intravena, injeksi Dexamethasone 2x1 amp intravena, injeksi Ceftriaxone 2x1 gr intravena, Nimotop 4x60 mg per oral, dan Ondansetron 2x8 mg per oral. Penyakit seperti ini dialami untuk pertama kalinya.
III. Pemeriksaan Fisik
Status Internus Kesadaran (GCS) : 15 (E4M6V5) Tekanan Darah
: 140/80 mmHg
Nadi
: 73 x/m
Pernapasan
: 28 x/m
Suhu Badan
: 37,8 ºC
Berat Badan
: 65 kg
Tinggi Badan
: 165 cm
IMT
: 23,87 kg/m2 (Normoweight)
Gizi
: Baik
Kepala
: Normocephali, konjungtiva palpebra pucat (-), sklera ikterik (-) Status lokalis: tampak vulnus laceratum di regio supra
4
orbita kanan dan palpebra superior kanan Leher
: JVP (5-2) cmH2O, pembesaran KGB (-) Thorax
Cor
: I : Ictus kordis tidak terlihat P : Ictus cordis tidak teraba P : Batas jantung atas ICS II, batas kanan linea sternalis dekstra, batas kiri 2 jari lateral linea mid klavikula sinistra ICS V (normal) A: Bunyi jantung I-II (+) normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo
: I : Gerakan dada simetris kiri = kanan, tidak ada penggunaan otot bantu napas tambahan. P : Stem fremitus kiri = kanan P : Sonor di kedua hemithorax A : Vesikuler (+) normal, wheezing (-), ronkhi (-)
Abdomen
: I : Datar, massa (-) P : Lemas P : Timpani A: Bising usus (+) normal
Ekstremitas
: Akral pucat (-), edema pretibial (-)
Status Psikiatrikus Sikap
: kooperattif
Ekspresi Muka
: wajar
Perhatian
: ada
Kontak Psikik
: ada
Status Neurologikus KEPALA Bentuk
: normocephali
Deformitas
: (-)
Ukuran
: normal
Fraktur
: (-)
5
Simetris
: simetris
Nyeri fraktur
: (-)
Hematom
: (-)
Tumor
: (-)
Pulsasi
: (-)
Pembuluh darah : tidak ada pelebaran
LEHER Sikap
: lurus
Deformitas
: (-)
Torticolis
: (-)
Tumor
: (-)
Kaku kuduk
: (-)
Pembuluh darah : tidak ada pelebaran
SYARAF-SYARAF OTAK N. Olfaktorius
Kanan
Kiri
Penciuman
tidak ada kelainan
tidak ada kelainan
Anosmia
(-)
(-)
Hyposmia
(-)
(-)
Parosmia
(-)
(-)
N.Opticus
Kanan
Kiri
Visus
6/6
6/6
Campus visi
V.O.D
V.O.S
Kanan
Kiri
- Anopsia
(-)
(-)
- Hemianopsia
(-)
(-)
6
Fundus Oculi
tidak ada kelainan
- Papil edema - Papil atrofi - Perdarahan retina
N. Occulomotorius, Trochlearis dan Abducens Kanan
Kiri
Diplopia
(-)
(-)
Celah mata
(-)
(-)
Ptosis
(-)
(-)
- Strabismus
(-)
(-)
- Exophtalmus
(-)
(-)
- Enophtalmus
(-)
(-)
- Deviation conjugae
(-)
(-)
Sikap bola mata
- Gerakan bola mata
baik ke segala arah
baik ke segala arah
Pupil - Bentuknya
bulat
bulat
- Besarnya
Ø 3 mm
Ø 3 mm
- Isokori/anisokor - Midriasis/miosis
isokor (-)
(-)
(+)
(+)
- Konsensuil
(+)
(+)
- Akomodasi
(+)
(+)
Refleks cahaya -
Langsung
7
N.Trigeminus
Kanan
Kiri
Motorik - Menggigit
tidak ada kelainan
- Trismus
tidak ada kelainan
- Refleks kornea
tidak ada kelainan
Sensorik - Dahi
tidak ada kelainan
- Pipi
tidak ada kelainan
- Dagu
tidak ada kelainan
N.Facialis
Kanan
Kiri
- Mengerutkan dahi
tidak ada kelainan
tidak ada kelainan
- Menutup mata
tidak ada kelainan
tidak ada kelainan
- Menunjukkan gigi
tidak ada kelainan
tidak ada kelainan
- Lipatan nasolabialis
tidak ada kelainan
tidak ada kelainan
Motorik
- Bentuk Muka - Istirahat
tidak ada kelainan
- Berbicara/bersiul
tidak ada kelainan
Sensorik 2/3 depan lidah
tidak diperiksa
Otonom - Salivasi
tidak ada kelainan
- Lakrimasi
tidak ada kelainan
- Chvostek’s sign
(-)
(-)
N. Cochlearis
Kanan
Kiri
Suara bisikan
tidak diperiksa
Detik arloji
tidak diperiksa 8
Tes Weber
tidak diperiksa
Tes Rinne
tidak diperiksa
N. Vestibularis Nistagmus
(-)
(-)
Vertigo
(-)
(-)
N. Glossopharingeus dan N. Vagus Kanan
Kiri
Arcus pharingeus
tidak ada kelainan
Uvula
tidak ada kelainan
Gangguan menelan
tidak ada kelainan
Suara serak/sengau
tidak ada kelainan
Denyut jantung
tidak ada kelainan
Refleks - Muntah
tidak ada kelainan
- Batuk
tidak ada kelainan
- Okulokardiak
tidak ada kelainan
- Sinus karotikus
tidak ada kelainan
Sensorik - 1/3 belakang lidah
tidak dinilai
N. Accessorius Kanan
Kiri
Mengangkat bahu
tidak ada kelainan
Memutar kepala
tidak ada kelainan
N. Hypoglossus Mengulur lidah
Kanan
Kiri tidak ada kelainan 9
Fasikulasi
(-)
Atrofi papil
(-)
Disartria
(-)
MOTORIK LENGAN
Kanan
Kiri
Gerakan
Cukup
Cukup
Kekuatan
5
5
Tonus
Normal
Normal
Refleks fisiologis -
Biceps
Normal
Normal
-
Triceps
Normal
Normal
-
Radius
Normal
Normal
-
Ulna
Normal
Normal
Refleks patologis -
Hoffman Ttromner
(-)
(-)
-
Leri
(-)
(-).
-
Meyer
(-)
(-)
(-)
(-)
TUNGKAI
Kanan
Kiri
Gerakan
Cukup
Cukup
Kekuatan
5
5
Tonus
Normal
Normal
Trofik
Klonus -
Paha
(-)
(-)
-
Kaki
(-)
(-)
Normal
Normal
Refleks fisiologis -
KPR
10
-
APR
Normal
Normal
Refleks patologis -
Babinsky
(-)
(-)
-
Chaddock
(-)
(-)
-
Oppenheim
(-)
(-)
-
Gordon
(-)
(-)
-
Schaeffer
(-)
(-)
-
Rossolimo
(-)
(-)
-
Mendel Bechterew
(-)
(-)
Refleks kulit perut -
Atas
tidak ada kelainan
-
Tengah
tidak ada kelainan
-
Bawah
tidak ada kelainan
Refleks cremaster
tidak ada kelainan
Trofik
tidak ada kelainan
SENSORIK Tidak ada kelainan
11
FUNGSI VEGETATIF Miksi
: tidak ada kelainan
Defekasi
: tidak ada kelainan
Ereksi
: tidak dinilai
KOLUMNA VERTEBRALIS Kyphosis
: (-)
Lordosis
: (-)
Gibbus
: (-)
Deformitas
: (-)
Tumor
: (-)
Meningocele
: (-)
Hematoma
: (-)
Nyeri ketok
: (-)
GEJALA RANGSANG MENINGEAL Kanan
Kiri
Kaku kuduk
(-)
Kerniq
(-)
Lasseque
(-)
Brudzinsky - Neck
(-)
- Cheek
(-)
- Symphisis
(-)
- Leg I
(-)
- Leg II
(-) 12
GAIT DAN KESEIMBANGAN Gait
Keseimbangan dan Koordinasi
Ataxia
: Belum dapat dinilai
Romberg
: Belum dapat dinilai
Hemiplegic
: Belum dapat dinilai
Dysmetri
: Belum dapat dinilai
Scissor
: Belum dapat dinilai
- jari-jari
: Belum dapat dinilai
Propulsion
: Belum dapat dinilai
- jari hidung
: Belum dapat dinilai
Histeric
: Belum dapat dinilai
- tumit-tumit
: Belum dapat dinilai
Limping
: Belum dapat dinilai
Rebound phenomen : Belum dapat dinilai
Steppage
: Belum dapat dinilai
Dysdiadochokinesis : Belum dapat dinilai
Astasia-Abasia : Belum dapat dinilai Limb Ataxia
Trunk Ataxia
: Belum dapat dinilai
: Belum dapat dinilai
GERAKAN ABNORMAL Tremor
: (-)
Ballismus
: (-)
Chorea
: (-)
Dystoni
: (-)
Athetosis
: (-)
Myocloni
: (-)
FUNGSI LUHUR Afasia motorik
: (-)
Afasia sensorik
: (-)
Apraksia
: (-)
Agrafia
: (-)
Alexia
:(-)
13
IV. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium Hb
: 12,6 g/dl
Ht
: 39%
Eritrosit
: 4,55x106/mm3
Leukosit
: 17.600 /mm3
Diff Count
: 0/0/80/13/7
RDW-CV
: 12,40%
Trombosit
: 279.000/mm3
Ureum
: 29 mg/dl
Kreatinin
: 0,80 mg/dl
Natrium
: 138 mEq/L
Kalium
: 4,7 mEq/L
Kalsium
: 89,2 mg/dL
Magnesium
: 2,32 mEq/L
Klorida
: 106 mmol/L
EKG
14
Pemeriksaan Radiologis 1. CT Scan Kepala:
Kesimpulan: - Subarachnoid hematom occipital kiri
15
2. CT Scan Sinus Paranasal
Kesimpulan: - Hematosinus maxilla kanan kiri, ethmoid kanan kiri, sphenoid kanan kiri, dan fraktur cavum nasi kiri - Fratur dinding posterior sinus maxilla kanan kiri dan dinding
16
medial sinus maxilla kiri - Fraktur os occipital kiri - Soft tissue swelling dan defek jaringan rongga orbita kanan
V. Diagnosis
Diagnosis klinis
: Observasi cephalgia
Diagnosis topik
: Subarachnoid space
Diagnosis etiologi
: Subararachnoid Hemorrhage traumatika
Diagnosis tambahan : - fraktur os occipital kiri - fraktur sinus maxilla kanan kiri - vulnus laceratum regio supraorbita kanan dan palpebra superior kanan
VI. Penatalaksanaan
Nonfarmakologi: - Follow Up: GCS+TTV - Head up 30° - Bed rest - Diet bubur biasa
Farmakologi - IVFD NaCl 0,9% gtt xx/menit - Inj. Asam Traneksamat amp 4 x 1 gr iv - Inj. Ceftriaxone vial 2 x 1 gr iv - Inj. Mecobalamin amp 1 x 1 amp iv - Inj. Ondancetron amp 2 x 8 mg iv - Inj. Oncote amp 2 x 200 gr iv - Nimotop tab 4 x 60 mg po - Paracetamol tab 3 x 1 gr po
VII. Prognosis
17
Quo ad Vitam
: dubia ad bonam
Quo ad Functionam
: dubia
Quo ad Sanationam
: dubia
18
BAB III TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Pendarahan Subarakhnoid
2.1.1 Definisi Pendarahan subarakhnoid ialah suatu kejadian saat adanya darah pada rongga subarakhnoid yang disebabkan oleh proses patologis. Perdarahan subarakhnoid ditandai dengan adanya ekstravasasi darah ke rongga subarakhnoid yaitu rongga antara lapisan dalam (piamater) dan lapisan tengah (arakhnoid matter) yang merupakan bagian selaput yang membungkus otak (meninges).1
2.1.2 Epidemiologi Perdarahan Subarachnoid menduduki 7-15% dari seluruh kasus GPDO (Gangguan Peredaran Darah Otak). Prevalensi kejadiannya sekitar 62% timbul pertama kali pada usia 40-60 tahun. Dan jika penyebabnya adalah MAV (malformasi arteriovenosa) maka insidensnya lebih sering pada laki-laki daripada wanita.2
2.1.3 Anatomi Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang dikenal sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang memiliki jumlah neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara berbagi neuron berbeda-beda. Pada orang dewasa, otak membentuk hanya sekitar 2% (sekitar 1,4 kg) dari berat tubuh total, tetapi mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam darah arterial Otak diselimuti oleh selaput otak yang disebut selaput meninges. Selaput meninges terdiri dari 3 lapisan3: 1. Lapisan durameter yaitu lapisan yang terdapat di paling luar dari otak dan bersifat tidak kenyal. Lapisan ini melekat langsung dengan tulang
18
tengkorak. Berfungsi untuk melindungi jaringan-jaringan yang halus dari otak dan medula spinalis. 2. Lapisan araknoid yaitu lapisan yang berada dibagian tengah dan terdiri dari lapisan yang berbentuk jaring laba-laba. Ruangan dalam lapisan ini disebut dengan ruang subaraknoid dan memiliki cairan yang disebut cairan serebrospinal. Lapisan ini berfungsi untuk melindungi otak dan medulla spinalis dari guncangan. 3. Lapisan piameter yaitu lapisan yang terdapat paling dalam dari otak dan melekat langsung pada otak. Lapisan ini banyak memiliki pembuluh darah. Berfungsi untuk melindungi otak secara langsung. Otak dibagi kedalam lima kelompok utama, yaitu3: 1. Telensefalon (endbrain), terdiri atas: Hemisfer serebri yang disusun oleh korteks serebri, system limbic, basal ganglia dimana basal ganglia disusun oleh nucleus kaudatum, nucleus klaustrum dan amigdala. 2. Diensefalon (interbrain) yang terbagi menjadi epitalamus, thalamus, subtalamus, dan hipotalamus. 3. Mesensefalon (midbrain) corpora quadrigemina yang memiliki dua kolikulus yaitu kolikulus superior dan kolikulus inferior dan terdiri dari tegmentum yang terdiri dari nucleus rubra dan substansia nigra 4. Metensefalon (afterbrain), pons dan medulla oblongata 5. Cerebellum
19
Gambar 1. Anatomi kelompok otak
Kebutuhan energi oksigen jaringan otak adalah sangat tinggi oleh karena out aliran darah ke otak harus berjalan lancar. Adapun pembuluh darah yang memperdarahi otak diantaranya adalah3: 1.
Arteri Karotis Arteri karotis interna dan arteri karotis eksterna bercabang dari arteri karotis komunis setinggi tulang rawan carotid. Arteri karotis kiri langsung bercabang dari arkus aorta, tetapi arteri karotis komunis kanan berasal dari arteri brakiosefalika. Arteri karotis eksterna memperdarahi wajah, tiroid, lidah dan taring. Cabang dari arteri karotis eksterna yaitu arteri meningea media, memperdarahi strukturstruktur di daerah wajah dan mengirimkan satu cabang yang besar ke daerah duramater. Arteri karotis interna sedikit berdilatasi tepat setelah percabangannya yang dinamakan sinus karotikus. Dalam sinus karotikus terdapat ujung-ujung saraf khususnya berespon terhadap perubahan tekanan darah arteri, yang secara reflex mempertahankan suplai darah ke otak dan tubuh. Arteri karotis interna masuk ke otak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri media adalah lanjutan langsung dari arteri karotis interna. Setelah masuk ke ruang subaraknoid dan sebelum bercabang-
20
cabang arteri karotis interna mempercabangkan arteri ophtalmica yang memperdarahi orbita. Arteri serebri anterior menyuplai darah pada nucleus kaudatus, putamen, bagian-bagian kapsula interna dan korpus kalosum dan bagian-bagian lobus frontalis dan parietalis. Arteri serebri media menyuplai darah untuk bagian lobus temporalis, parietalis dan frontalis. Arteri ini sumber darah utama girus presentralis dan postsentralis.
2.
Arteri Vertebrobasilaris Arteri vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteri subclavia sisi yang sama. Arteri subclavia kanan merupakan cabang dari arteri inomata, sedangkan arteri subklavia kiri merupakan cabang langsung dari aorta. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan medulla oblongata. Kedua arteri tersebut bersatu membentuk arteri basilaris. Tugasnya mendarahi sebagian diensfalon, sebaian lobus oksipitalis dan temporalis, apparatus koklearis dan organ-prgan vestibular.
21
3.
Sirkulus Arteriosus Willisi Arteri karotis interna dan arteri vertebrobasilaris disatukan oleh pembuluh-pembuluh darah anastomosis yaitu sirkulus arteriosus willisi.
Gambar 2. Pembuluh darah otak
2.1.4 Etiologi Etiologi yang paling sering menyebabkan perdarahan subarakhnoid adalah ruptur aneurisma salah satu arteri di dasar otak dan adanya malformasi arteriovenosa (MAV). Terdapat beberapa jenis aneurisma yang dapat terbentuk di arteri otak seperti3: 1. Aneurisma sakuler (berry)
Gambar 3. Aneurisma sakular (berry)
22
Aneurisma ini terjadi pada titik bifurkasio arteri intrakranial. Lokasi tersering aneurisma sakular adalah arteri komunikans anterior (40%), bifurkasio arteri serebri media di fisura sylvii (20%), dinding lateral arteri karotis interna (pada tempat berasalnya arteri oftalmika atau arteri komunikans posterior 30%), dan basilar tip (10%). Aneurisma dapat menimbulkan deficit neurologis dengan menekan struktur disekitarnya bahkan sebelum rupture. Misalnya, aneurisma pada
arteri
komunikans
posterior
dapat
menekan
nervus
okulomotorius, menyebabkan paresis saraf kranial ketiga (pasien mengalami dipopia)3.
2. Aneurisma fusiformis
Gambar 4. Aneurisma fusiformis Pembesaran pada pembuluh darah yang berbentuk memanjang disebut aneurisma fusiformis. Aneurisma tersebut umumnya terjadi pada segmen intracranial arteri karotis interna, trunkus utama arteri serebri media, dan arteri basilaris. Aneurisma fusiformis dapat disebabkan oleh aterosklerosis dan/atau hipertensi. Aneurisma fusiformis yang besar pada arteri basilaris dapat menekan batang otak. Aliran yang lambat di dalam aneurisma fusiformis dapat mempercepat pembentukan bekuan intra-aneurismal terutama pada sisi-sisinya. Aneurisma ini biasanya tidak dapat ditangani secara pebedahan saraf, karena merupakan pembesaran pembuluh darah normal yang memanjang, dibandingkan struktur patologis (seperti aneurisma sakular) yang tidak memberikan kontribusi pada suplai darah serebral.3
23
3. Aneurisma mikotik
Aneurisma mikotik umumnya ditemukan pada arteri kecil di otak. Terapinya terdiri dari terapi infeksi yang mendasarinya dikarenakan hal ini biasa disebabkan oleh infeksi. Aneurisma mikotik kadangkadang mengalami regresi spontan; struktur ini jarang menyebabkan perdarahan subarachnoid.3 Malformasi arterivenosa (MAV) adalah anomaly vasuler yang terdiri dari jaringan pleksiform abnormal tempat arteri dan vena terhubungkan oleh satu atau lebih fistula. Pada MAV arteri berhubungan langsung dengan vena tanpa melalui kapiler yang menjadi perantaranya. Pada kejadian ini vena tidak dapat menampung tekanan darah yang datang langsung dari arteri, akibatnya vena akan merenggang dan melebar karena langsung menerima aliran darah tambahan yangberasal dari arteri. pPembuluh darah yang lemah nantinya akan mengalami ruptur dan berdarah sama halnya seperti yang terjadi pada aneurisma.4 MAV dikelompokkan menjadi dua, yaitu kongenital dan didapat. MAV yang didapat terjadi akibat thrombosis sinus, trauma, atau kraniotomi.1
2.1.5 Patofisiologi Aneurisma intrakranial khas terjadi pada titik-titik cabang arteri serebral utama. Hampir 85% dari aneurisma ditemukan dalam sirkulasi anterior dan 15% dalam sirkulasi posterior. Secara keseluruhan, tempat yang paling umum adalah arteri communicans anterior diikuti oleh arteri communicans posterior dan arteri bifucartio cerebri. Dalam sirkulasi posterior, situs yang paling lebih besar adalah di bagian atas bifurkasi arteri basilar ke arteri otak posterior.6
24
Gambar 4. Lokasi aneurisma Pada umumnya aneurisma terjadi pada sekitar 5% dari populasi orang dewasa, terutama pada wanita. Penyebab pembentukan aneurisma intrakranial dan rupture tidak dipahami; Namun, diperkirakan bahwa aneurisma intrakranial terbentuk selama waktu yang relatif singkat dan baik pecah atau mengalami perubahan sehingga aneurisma yang utuh tetap stabil. Pemeriksaan patologis dari aneurisma ruptur diperoleh pada otopsi menunjukkan disorganisasi bentuk vaskular normal dengan hilangnya lamina elastis internal dan kandungan kolagen berkurang. Sebaliknya, aneurisma yang utuh memiliki hampir dua kali kandungan kolagen dari dinding arteri normal, sehingga peningkatan ketebalan aneurisma bertanggung jawab atas stabilitas relatif yang diamati dan untuk resiko rupture menjadi rendah.6 Meskipun masih terdapat kontroversi mengenai asosiasi ukuran dan kejadian pecah, 7 mm tampaknya menjadi ukuran minimal pada saat ruptur. Secara keseluruhan, aneurisma yang ruptur cenderung lebih besar daripada aneurisma yang tidak rupture.6 Aneurisma yang pecah Puncak kejadian aneurisma pada PSA terjadi pada dekade keenam kehidupan. Hanya 20% dari aneurisma yang rupture terjadi pada pasien ber rusia antara 15 dan 45 tahun. Tidak ada faktor predisposisi yang dapat
25
dikaitaan dengan kejadian ini, mulai dari tidur, kegiatan rutin sehari-hari, dan aktivitas berat.6 Hampir 50% dari pasien yang memiliki PSA, ketika dianamnesis pasti memiliki riwayat sakit kepala yang sangat berat atau sekitar 2-3 minggu sebelum perdarahan besar. Hampir setengah dari orang-orang ini meninggal sebelum tiba di rumah sakit. Puncak kejadian perdarahan berikutnya terjadi pada 24 jam pertama, tetapi tetap ada risiko hari-hari berikutnya dapat mengalami perdarahan. Sekitar 20-25% kembali rupture dan mengalami perdarahan dalam 2 minggu pertama setelah kejadian pertama. Kematian terjadi terkait perdarahan kedua hampir 70%.6
2.1.6 Manifestasi Klinis Tanda klasik pendarahan subarakhnoid, sehubungan dengan pecahnya aneurisma yang besar, meliputi5: 1. Nyeri kepala yang hebat dan mendadak. Gambaran klasik adalah keluhan tiba-tiba nyeri kepala berat, sering digambarkan oleh pasien sebagai “nyeri kepala yang paling berat dalam kehidupannya”. Onset penyakit berupa nyeri kepala mendadak seperti meledak, dramatis, berlangsung dalam 1 atau 2 detik sampai 1 menit, kurang lebih 25% pasien didahului nyeri kepala hebat 2. Hilangnya kesadaran 3. Fotofobia 4. Meningismus 5. Mual, muntah, fotofobia, dan gejala neurologis akut fokal maupun global, misalnya timbulnya bangkitan, perubahan memori atau perubahan kemampuan konsentrasi. 6. Vertigo, mual, muntah, banyak keringat, menggigil, mudah terangsang, gelisah dan kejang 7. Pada funduskopi, didapatkan 10% pasien mengalami edema papil beberapa jam setelah pendarahan dan perdarahan retina berupa perdarahan subhialoid (10%), yang merupakan gejala karakteristik
26
karena pecahnya aneurisma di arteri komunikans anterior atau arteri karotis interna 8. Gangguan fungsi autonom berupa bradikardia atau takikardia, hipotensi atau hipertensi Sebenarnya, sebelum muncul tanda dan gejala klinis yang hebat dan mendadak tadi, sudah ada berbagai tanda peringatan yang pada umumnya tidak memperoleh perhatian sepenuhnya oleh penderita maupun dokter yang merawatnya. Tanda-tanda peringatan tadi dapat muncul beberapa jam, hari, minggu, atau lebih lama lagi sebelum terjadinya perdarahan yang hebat.7 Tanda-tanda perigatan dapat berupa nyeri kepala yang mendadak dan kemudian hilang dengan sendirinya (30-60%), nyeri kepala disertai mual, nyeri tengkuk dan fotofobia (40-50%), dan beberapa penderita mengalami serangan seperti “disambar petir”. Sementara itu, aneurisma yang membesar (sebelum pecah) dapat menimbulkan tanda dan gejala sebagai berikut : defek medan penglihatan, gangguan gerak bola mata, nyeri wajah, nyeri orbital, atau nyeri kepala yang terlokalisasi.7 Aneurisma
berasal
dari
arteri
komunikan
anterior
dapat
menimbulkan defek medan penglihatan, disfungsi endokrin, atau nyeri kepala di daerah frontal. Aneurisma pada arteri karotis internus dapat menimbulkan paresis okulomotorius, defek medan penglihatan, penurunan visus, dan nyeri wajah disuatu tempat. Aneurisma pada arteri
karotis
menimbulkan
internus fistula
didalam
sinus
kavernosus,
karotiko-kavernosus,
dapat
bila
tidak
menimbbulkan
sindrom sinus kavernosus.7 Aneurisma pada arteri serebri media dapat menimbulkan disfasia, kelemahan lengan fokal, atau rasa baal. Aneurisma pada bifukarsio basiaris dapat menimbulkan paresis okulomotorius.7 Hasil pemeriksaan fisik penderita PSA bergantung pada bagian dan lokasi perdarahan. Pecahnya aneurisma dapat menimbulkan PSA saja
27
atau kombinasi dengan hematom subdural, intraserebral, atau intraventrikular. Dengan demikian tanda kklinis dapat bervariasi mulai dari meningismus ringan, nyeri kepala, sampai defiist neurologis berat dan koma. Semnetara itu, reflek Babinski positif bilateral.7 Gangguan fungsi luhur, yang bervariasi dari letargi sampai koma, biasa terjadi pada PSA. Gangguan memori biasanya terjadi pada beberapa hari kemudian. Disfasia tidak muncul pada PSA tanpa komplikasi, bila ada disfasia maka perlu dicurigai adanya hematom intraserebral. Yang cukup terkenal adalah munculnya demensia dan labilitas emosional, khususnya bila lobus frontalis bilateral terkena sebagai akibat dari pecahnya aneurisma pada arteri komunikans anterior.7 Disfungsi nervi kraniales dapat terjadi sebagai akibat dari a) kompresi langsung oleh aneurisma; b) kompresi langsung oleh darah yang keluar dari pembuluh darah, atau c) meningkatnya TIK. Nervus optikus seringkali terkena akibat PSA. Pada penderita dengan nyeri kepala mendadak dan terlihat adanya perdarahan subarachnoid maka hal itu bersifat patognomik untuk PSA.7 Gangguan fungsi motorik dapat berkaitan dengan PSA yang cukup luas atau besar, atau berhubungan dengan infark otak sebagai akibat dari munculnya vasospasme. Perdarahan dapat meluas kearah parenkim otak. Sementara itu, hematom dapat menekan secara ekstraaksial.7 Iskemik otak yang terjadi kemudian erupakan ancaman serta pada penderita PSA. Sekitar 5 hari pasca-awitan, sebagian atau seluruh cabang-cabang besar sirkulus Willisi yang terpapar darah akan mengalami vasospasme yang berlangsung antara 1-2 minggu tau lebih lama lagi.7
2.1.7 Diagnosis 1. Anamnesis
28
Pada
anamnesa
perdarahan
subarakhnoid
sering
terjadi
misdiagnosis berkisar antara 23% hingga 53%. Karena itu, setiap keluhan nyeri kepala akut harus selalu dievaluasi lebih cermat. Anamnesis yang cermat mengarahkan untuk mendiagnosis PSA. Maka dari itu faktor resiko terjadinya PSA perlu diperhatikan seperti pada tabel berikut.5 Tabel 1. Faktor Risiko Pendarahan Subarakhnoid Bisa dimodifikasi - Hipertensi -
Perokok (masih atau riwayat) Konsumsi alkohol Tingkat pendidikan rendah Body mass index rendah Konsumsi kokain dan narkoba jenis lainnya - Bekerja keras terlalu ekstrim pada 2 jam sebelum onset
Tidak bisa dimodifikasi - Riwayat pernah menderita perdarahan subarakhnoid - Riwayat keluarga perdarahan subarakhnoid atau aneurisma - Penderita atau riwayat keluarga menderita polikistik renal atau penyakit jaringan ikat (sindrom Ehlers-Danlos, sindrom Marfan dan pseudoxanthoma elasticum)
Tabel 2. Sirijak Stroke Score
Siriraj Stroke Score (SSS)
Cara penghitungan: 29
SSS = (2,5 x kesadaran)+(2 x muntah)+(2 x nyeri kepala)+(0,1 x tekanan diastolik)-(3 x atheroma) – 12 - Nilai SSS
Diagnosa
- >1
Perdarahan otak
- < -1
Infark otak
- -1 < SSS < 1
Diagnosa meragukan (Gunakan kurva atau
CT Scan)
Atheroma -
Angina Pectoris
-
Claudicatio Intermitten
-
Diabetus Melitus
Tabel 3. Skor Gajah Mada
Skor Gajah Mada (SGM)
Menggunakan 3 variabel pemeriksaan yaitu: –
Penurunan Kesadaran
–
Nyeri Kepala
30
–
Refleks Babinski
2. Pemeriksaan Fisik Pada pasien stroke perlu dilakukan pemeriksaan fisik neurologi seperti tingkat kesadaran, ketangkasan gerakan, kekuatan otot, refleks tendon, refleks patologis dan fungsi saraf kranial.nPemeriksaan tingkat kesadaran dengan Glasgow Coma Scale (GCS) yaitu sebagai berikut: Tabel 4. Glasgow Coma Scale (GCS) Respon
Skor
a. Membuka mata 1) Membuka spontan
4
2) Membuka dengan perintah
3
3) Membuka mata karena rangsang nyeri
2
4) Tidak mampu membuka mata
1
b.Kemampuan bicara 1) Orientasi dan pengertian baik
5
2) Pembicaraan yang kacau
4
3) Pembicaraan tidak pantas dan kasar
3
4) Dapat bersuara, merintih
2
5) Tidak ada suara
1
c.Tanggapan motorik 1) Menanggapi perintah
6
2) Reaksi gerakan lokal terhadap rangsang
5
3) Reaksi menghindar terhadap rangsang nyeri
4
4) Tanggapan fleksi abnormal
3
5) Tanggapan ekstensi abnormal
2
6) Tidak ada gerakan
1
Derajat kesadaran:
31
Kompos mentis
= GCS 14 -15
Somnolen
= GCS 13 - 8
Sopor
= GCS 7 - 4
Koma
= GCS 3
Gangguan ringan ketangkasan gerakan jari-jari tangan dan kaki dapat dinilai melalui tes yang dilakukan dengan cara menyuruh penderita membuka dan menutup kancing bajunya. Kemudian melepas dan memakai sandalnya. Penilaian kekuatan otot dalam derajat tenaga 0 sampai 5 secara praktis mempunyai kepentingan dalam penilaian kemajuan atau kemunduran orang sakit dalam perawatan dan bukan suatu tindakan pemeriksaan yang semata-mata menentukan suatu kelumpuhan. Pemeriksaan kekuatan otot adalah sebagai berikut: 0 : Tidak ada kontraksi otot 1 : Terjadi kontraksi otot tanpa gerakan nyata 2 : Pasien hanya mampu menggeserkan tangan atau kaki 3 : Mampu mengangkat tangan, tetapi tidak mampu menahan gravitasi 4 : Tidak mampu menahan tangan pemeriksa 5 : Kekuatan penuh
Refleks patologis dapat dijumpai pada sisi yang hemiparetik. Refleks patologis yang dapat dilakukan pada tangan ialah refleks Hoffmann–Tromner. Sedangkan refleks patologis yang dapat dibangkitkan di kaki ialah refleks Babinsky, Chaddock, Oppenheim, Gordon, Schaefer dan Gonda.10 Saraf kranial adalah 12 pasang saraf pada manusia yang keluar melalui otak, berbeda dari saraf spinal yang keluar melalui sumsum tulang belakang. Saraf kranial merupakan bagian dari sistem saraf sadar. Dari 12 pasang saraf, 3 pasang memiliki jenis sensori (saraf I, II, VIII), 5 pasang
32
jenis motorik (saraf III, IV, VI, XI, XII) dan 4 pasang jenis gabungan (saraf V, VII, IX, X). Tabel 5. Gangguan nervus kranialis11 Nervus kranial I: Olfaktorius II: Optikus III: Okulomotorius
IV: Troklearis V: Trigeminus
VI: Abdusen VII: Fasialis
VIII: Vestibulokoklearis
IX: Glosofaringeus
Nervus kranial X: Vagus
XI: Asesorius Spinal XII: Hipoglosus
Fungsi
Penemuan klinis dengan lesi Penciuman Anosmia (hilangnya daya penghidu) Penglihatan Amaurosis Gerak mata, kontriksi pupil, Diplopia (penglihatan akomodasi kembar), ptosis; midriasis; hilangnya akomodasi Gerak mata Diplopia Sensasi umum wajah, kulit ”mati rasa” pada wajah; kepala, dan gigi; gerak kelemahan otot rahang mengunyah Gerak mata Diplopia Pengecapan; sensasi umum Hilangnya kemampuan pada platum dan telinga mengecap pada duapertiga luar; sekresi kelenjar anterior lidah; mulut lakrimalis, submandibula kering; hilangnya dan sublingual; ekspresi lakrimasi; paralisis otot wajah wajah Pendengaran; Tuli; tinitus(berdenging keseimbangan terus menerus); vertigo;nistagmus Pengecapan; sensasi umum Hilangnya daya pada faring dan telinga; pengecapan pada sepertiga mengangkat palatum; posterior lidah; anestesi sekresi kelenjar parotis pada faring; mulut kering sebagian Fungsi
Penemuan klinis dengan lesi Pengecapan; sensasi umum Disfagia (gangguan pada faring, laring dan menelan) suara parau; telinga; menelan; fonasi; paralisis palatum parasimpatis untuk jantung dan visera abdomen Fonasi; gerakan leher dan bahu Gerak lidah
kepala; Suara parau; kelemahan otot kepala, leher dan bahu Kelemahan dan pelayuan lidah
33
Pemeriksaan fisik cermat pada kasus-kasus nyeri kepala sangat penting untuk menyingkirkan penyebab lain nyeri kepala, termasuk glaukoma, sinusitis, atau arteritis temporalis. Kaku kuduk dijumpai pada sekitar 70% kasus. Aneurisma di daerah persimpangan antara arteri komunikans posterior dan arteri karotis interna dapat menyebabkan paresis n. III, yaitu gerak bola mata terbatas, dilatasi pupil, dan/atau deviasi inferolateral. Aneurisma di sinus kavernosus yang luas dapat menyebabkan paresis n. VI.13 Pemeriksaan funduskopi dapat memperlihatkan adanya perdarahan retina atau edema papil karena peningkatan tekanan intrakranial.Adanya fenomena embolik distal harus dicurigai mengarah ke unruptured intracranial giant aneurysm.5
3. Pemeriksaan penunjang a. CT Scan Pemeriksaan computed tomography (CT) non kontras adalah pilihan utama karena sensitivitasnya tinggi dan mampu menentukan lokasi perdarahan lebih akurat; sensitivitasnya mendekati 100% jika dilakukan dalam 12 jam pertama setelah serangan, tetapi akan turun 50% pada 1 minggu setelah serangan. Dengan demikian, pemeriksaan CT scan harus dilakukan sesegera mungkin. Dibandingkan dengan magnetic resonance imaging (MRI), CT scan unggul karena biayanya lebih murah, aksesnya lebih mudah, dan interpretasinya lebih mudah.5
34
Gambar 4. CT scan Perdarahan Subarakhnoid
b. Pungsi Lumbal Jika hasil pemeriksaan CT scan kepala negatif, langkah diagnostik selanjutnya adalah pungsi lumbal. Pemeriksaan
pungsi
lumbal
sangat
penting
untuk
menyingkirkan diagnosis banding. Beberapa temuan pungsi lumbal
yang
mendukung
diagnosis
perdarahan
subarachnoid adalah adanya eritrosit, peningkatan tekanan saat pembukaan, dan atau xantokromia. Jumlah eritrosit meningkat, bahkan perdarahan kecil kurang dari 0,3 mL akan
menyebabkan
nilai
sekitar
10.000
sel/mL.
Xantokromia adalah warna kuning yang memperlihatkan adanya degradasi produk eritrosit, terutama oksihemoglobin dan bilirubin di cairan serebrospinal.5
c. Angiografi Digital-substraction
cerebral
angiography
merupakan baku emas untuk deteksi aneurisma serebral, tetapi CT angiografi lebih sering digunakan karena noninvasif serta sensitivitas dan spesifitasnya lebih tinggi. Evaluasi teliti terhadap seluruh pembuluh darah harus
35
dilakukan karena sekitar 15% pasien memiliki aneurisma multiple. Foto radiologic yang negative harus diulang 7-14 hari setelah onset pertama. Jika evaluasi kedua tidak memperlihatkan aneurisma, MRI harus dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya malformasi vascular di otak maupun batang otak.5 Adapun parameter klinis yang dapat dijadikan acuan untuk intervensi dan prognosis pada PSA seperti skala Hunt dan Hess yang bisa digunakan. Tabel 6. Tabel Skala Hunt dan Hess5 Grade I II
III IV V
Gambaran Klinis Asimtomatik atau sakit kepala ringan dan iritasi meningeal Sakit kepala sedang atau berat (sakit kepala terhebat seumur hidupnya), meningismus, deficit saraf kranial (paresis nervus abdusen sering ditemukan) Mengantuk, konfusi, tanda neurologis fokal ringan Stupor, deficit neurologis berat (misalnya, hemiparesis), manifestasi otonom Koma, desebrasi Selain skala Hunt dan Hess, skor Fisher juga bisa digunakan untuk
mengklasifikasikan perdarahan subarachnoid berdasarkan munculnya darah di kepala pada pemeriksaan CT scan.
36
Tabel 7. Skor Fisher5 Skor Deskripsi adanya darah berdasarkan CT scan kepala 1 Tidak terdeteksi adanya darah 2 Deposit darah difus atau lapisan vertikal terdapat darah ukuran <1mm, tidak ada jendalan 3 Terdapat jendalan dan/atau lapisan vertical terdapat darah tebal dengan ukuran>1mm 4 Terdapat jendalan pada intraserebral atau intraventrikuler secara difus atau tidak ada darah Sistem Ogilvy dan Carter (tabel 6) meng-gabungkan data klinis, demografi dan radiologik, serta mudah digunakan dan komprehensif untuk menentukan prognosis pasien yang mendapatkan intervensi bedah. Tabel 8. Sistem Ogilvy dan Carter5 Skor
Keterangan
1
Nilai Hunt dan Hess >III
1
Skor skala Fisher>2
1
Ukuran aneurisma >10mm
1
Usia pasien >50 tahun
1
Lesi pada sirkulasi posterior berukuran besar (≥25 mm)
Catatan: Besarnya nilai ditentukan oleh jumlah skor Sistem Ogilvy dan Carter, yaitu skor 5 mempunyai prognosis buruk, sedangkan skor 0 mempunyai prognosis lebih baik. Sistem evaluasi terkini adalah dengan menggabungkan Skala Hunt dan Hess dengan skor Skala Fisher; penggabungan ini mempunyai rentang nilai lebih luas sehingga bisa mempengaruhi luaran klinis. Nilai 0 dan 1 mempunyai luaran baik atau sangat baik pada kurang lebih 95% pasien. Sementara itu, jika nilainya lebih dari 1, secara signifikan mempunyai luaran buruk; kematian kurang lebih 10% pada nilai 2, dan 30% pada nilai 3 serta 50% pada nilai 4. Pasien dengan nilai 5 tidak dapat dioperasi.5 2.1.8 Tatalaksana2;8 1. Manajamen Prehospital pada Stroke Akut
37
Tujuan penatalaksanaan stroke adalah menurunkan morbiditas dan menurunkan tingkat kematian serta menurunnya angka kecacatan. Filosofi yang harus dipegang adalah time is brain and golden hour. Dengan penanganan yang benar pada jam jam pertama, angka kecacatan stroke paling tidak berkurang 30%.
2. Deteksi Pengenalan cepat dan reaksi terhadap tanda-tanda stroke dan TIA. Beberapa gejala atau tanda yang mengarah kepada diagnosis stroke antara lainhemiparesis, gangguan sensorik satu sisi tubuh, hemianopia atau buta mendadak, diplopia, vertigo, afasia, disfagia, disatria, ataksia, kejang atau penurunan kesadaran yang kesemuanya terjadi secara rnendadak. Untuk memudahkan digunakan istilah FAST (Facial movement, Arm movement, Speech, Test all three).
3. Pengiriman Pasien Bila seseorang dicurigai terkena serangan stroke, maka segera panggil ambulans gawat darurat. Pada pengiriman pasien utamakan transpoortasi yang memenuhi syarat seperti; personil yang terlatih, Mesin EKG. Peralatan dan obat-obatan resusitasi dan gawat darurat, obat-obat neuroprotektan, telemedisin, ambulans yang dilengkapi dengan peralatan gawat darurat, antara lain, pemeriksaan glukosa (glucometer), kadar saturasi 02 (pulse oximeter) pada fase ini.
4. Tatalaksana di Ruang Gawat darurat a. Stabilisasi Jalan Napas dan Pernapasan Pemantuan selama 72 jam untuk status neurologis, nadi, tekanan darah, suhu tubuh dan saturasi oksigen. Perbaiki jalan nafas termasuk pemasangan pipa orofaring pada pasien yang tidak sadar. Berikan bantuan ventilasi pada pasien yang mengalami
38
penurunan kesadaran atau disfungsi bulbar dengan gangguan jalan nafas. Pada pasien hipoksia diberikan suplai oksigen. Pemberian oksigen dianjurkan jika saturasi oksigen <95%. Pasien stroke iskemik akut yang non hipoksia, tidak memerlukan suplemen oksigen. Intubasi Endo Trachel Tube (ETT) atau Laryngeal Mask Airway (LMA) diperlukan pada pasien dengan hipoksia (p02 <60mmHg atau pCO2 > 50 mmHg), atau syok, atau pada pasien yang beresiko untuk terjadi aspirasi. Pipa endotrakeal diusahakan terpasang tidak lebih dari 2 minggu maka dianjurkan dilakukan trakeostomi.
b. Stabilisasi hemodinamik(sirkulasi) Berikan cairan kristaloid atau kolloid intravena (hindari pemberian cairan hipotonik seperti glukosa). Optimalisasi tekanan darah, Bila tekanan darah sistolik dibawah 120 mmHg, dan cairan sudah mencukupi dapat diberikan obat-obat vasopressor secara titrasi
seperti
dopamin dosis sedang/tinggi, norepinerfrin atau
epinerfin dengan target tekanan darah sistolik berkisar 140mmHg. Pemantauan jantung (Cardiac Monitoring) harus dilakukan selama 24 jam pertama setelah awitan serangan stroke iskemik, Bila terdapat adanya penyakit jantung kongestif, segera atasi. Hipotensi arterial harus dihindari dan dicari penyebabnya, hipovolemia harus dikoreksi dengan larutan salin normal dan aritmia jantung yang mengakibatkan
penurunan
curah
jantung
sekuncup
harus
dikoreksi.
c. Penatalaksanaan hipertensi pada stroke akut dengan menggunakan obat antihipertensi golongan Calcium Channel Blocker secara intravena (Nicardipin atau Diltiazem dengan dosis 5mg/jam 2,5 mg/jam tiap 15 menit sampai 15 mg/jam)) dengan ketentuan pada stroke perdarahan intraserebral akut, apabila TDS>200mmHg atau
39
MAP>150 mmHg, TD diturunkan sampai TDS 140mmHg. (AHA/ASA, Class IIa, Level of evidence B)
d. Penatalaksanaan peningkatan Tekanan Intrakranial (TIK) dengan cara: -
Elevasi kepala 30 derajat
-
Posisi pasien menghindari penekanan vena jugular
-
Hindari pemberian cairan hipotonik atau glukosa
-
Hindari hipertermia
-
Jaga normovolemia
-
Osmoterapi dengan pemberian cairan Manitol intravena dengan dosis 0,25-0,5 g/kgBB selama >20 menit diulangi setiap 4-6 jam dengan target <310mOsm/L (AHA/ASA, Class III, Level of evidence C)
e. Pengendalian kejang dengan Diazepam bolus lambat intravena 520 mg dan diikuti Fenitoin loading dose 15-20 mg/kgBB bolus dengan kecepatan 50 mg/menit jka masih kejang (AHA/ASA, Class I, Level of evidence C) f. Pengendalian hiperpireksia dengan antipiretika Asetaminofen 650 mg jika suhu>38,5 derajat Celcius dan diatasi penyebabnya (AHA/ASA, Class I, Level of evidence C) g. Penatalaksanaan hiperglikemia (BSS>180 mg/dl) pada stroke akut dengan titrasi insulin (AHA/ASA, Class I, Level of evidence C). Hipoglikemia berat (<50mg/dl) diobati dengan Dekstrosa 40% intravena atau infus glukosa 10-20%.Target yang harus dicapai adalah normoglikemia. h. Pemberian H2 antagonis (Ranitidin) atau penghambat pompa proton (Omeprazole) secara intravena dengan dosis 80 mg bolus jika terjadi stress ulcer (Class I, Level of evidence A) i. Pemberian analgesik dan anti muntah sesuai indikasi.
40
j. Pemberian Neuroprotektor (Citicholin) dengan dosis 2x1000 mg intravena selama 3 hari dilanjutkan dengan oral 2x1000 mg selama 3 minggu (ICTUS) k. Perdarahan subarachnoid: -
Untuk mencegah vasospasme dengan pemberian Nimodipine dimulai dengan dosis 1-2 mg/jam iv pada hari ke-3 atau secara oral 60 mg setiap 6 jam selama 21 hari (AHA/ASA, Class I, Level of evidence A)
-
Terapi antifibrinolitik dengan Asam Traneksamat loading dose 1 g intravena kemudian dilanjutkan 1 g setiap 6 jam selam 72 jam untuk mencegah perdarahan ulang (rebleeding).
l. Pencegahan perdarahan berulang Risiko perdarahan aneurisma ulang pada perdarahan subarakhnod dipekrirakan 35-40% pada 4 minggu pertama dan mereka yang hidup pada hari pertama. Mereka yang dirawat pada hari pertama, risiko perdarahan ulang pada hari tersebut sulit dihindari, karena perdarahan ulang dapat terjadi pada 6 jam pertama setelah serangan dan mungkin pada mereka yang belum sempat dirawat dan meninggal. Karena itu secara kasar risiko perdarahan ulang kurang lebih 20% pada hari pertama. Terapi anti fibrinolik adalah untuk mencegah perdarahan ulang: EADA (Epsilon Amino Caproic Acid) dengan dosis 3-4,5 gram setiap 3 jam secara IV atau per oral. Hal ini untuk mencegah lisis bekuan darah yang menutup dinding aneurisma bila belum pecah oleh bekuan fibrin. Pilihan obat lainnya, TEA (Treanexamid Acid) dengan dosis 1gr IV atau 1,5 gr oral 4-6 kali sehari untuk mencegah proses fibrinoisis pada thrombosed aneurysm.9
g. Edukasi
41
Bertujuan melakukan pencegahan sekunder (serangan ulang stroke) dengan memberikan konseling kepada penderita dan keluarganya, diantaranya: -
Pengaturan diet dengan mengkonsumsi makanan rendah lemak jenuh dan kolesterol, tinggi serat, tinggi protein, mengandung antioksidan
-
Istirahat yang teratur dan tidur yang cukup
-
Mengendalikan stress dengan berpikir positif bertujuan respon relaksasi yang menurunkan denyut jantung dan tekanan darah
-
Pengendalian faktor-faktor resiko yang telah diketahui dengan obat-obat yang telah diberikan selama dirawat dan rutin kontrol berobat pasca dirawat
-
Memodifikasi gaya hidup (olahraga, tidak merokok, tidak mengkonsumsi alkohol, penurunan berat badan pada obesitas)
-
Melanjutkan fisioterapi dengan berobat jalan
5. Tatalaksana Umum di Ruang Rawat a. Cairan Berikan cairan isotonis seperti 0,9 % salin dengan tujuan menjaga euvolemi. Pada umumnya kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari (parenteral maupun enteral). Pemberian cairan yang hipotonik atau mengandung glukosa hendaklah dihindari kecuali pada keadaan hipoglikemia Setiap pemberian cairan selalu lakukan balans cairan, balans cairan di perhitungkan dengan mengukur produksi urine. Selain cairan, elektrolit (sodium, potassium, calcium, magnesium) harus selalu diperiksa dn diganti bila terjadi kekurangansampai tercapai nilai normal. Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai dengan hasil analisa gas darah.
b. Nutrisi Nutrisi enteral paling lambat sudah harus diberikan dalam 48 jam,
42
oral nutrisi hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik. Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun makanan diberikan melalui NGT. Apabila kemungkinan pemakaian NGT diperkirakan >6 minggu, pertimbangkan untuk gastrostomi, pada keadaan tertentu yaitu pemberian nutrisi enteral tidak memungkinkan, dukungan nutrisi bole diberikan secara parenteral. Jumlah kebutuhan kalori pada fase akut 25-30 kkal/kg/hari dengan komposisi: karbohidrat 30-40 % dari total kalori, lemak 20-35 %, protein 20-30%. Pemberian diet pasien tidak bertentangan dengan obat-obat yang diberikan.
c. Pencegahan dan mengatasi komplikasi Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut (aspirasi, malnutrisi, pneumonia, DVT, emboli paru, dekubitus, komplikasi ortopedik dan kontraktur perlu dilakukan. Disamping itu pemberiaan antibiotik juga berdasarkan indikasi dan usahakan sesuai dengan tes kultur dan sensitivitas kuman atau minimal terapi empiris sesuai dengan pola kuman. Pencegahan dekubitus dengan mobilisasi terbatas. d. Penatalaksanaan medik yang lain Pada pasien stroke akut dengan hiperglikemia harus diobati. Target yang harus dicapai adalah normoglikemia. Jika gelisah lakukan terapi psikologi, kalau perlu berikan minor dan mayor tranquilizer seperti benzodiazepin short acting atau propofol. Pasien dengan stroke sebaiknya berhati hati dalam mengunakan penyedotan
lendir
atau
memandikan
pasien
karena
dapat
mempengaruhi TIK.
6. Mengatur Pola Makan Sehat
43
Konsumsi makanan rendah lemak dan kolesterol dapat mencegah terjadinya stroke. Beberapa jenis makan yang di anjurkan untuk pencegahan primer terhadap stroke adalah: a. Makanan kolesterol yang membantu menurunkan kadar kolesterol • Serat larut yang terdapat dalam biji-bijian seperti beras
merah, bulgur, jagung dan gandum. • Oat (beta glucan) akan menurunkan kadar kolesterol total dan
LDL, menurunkan tekanan darah, dan menekan nafsu makan bila dimakan dipagi hari (memperlambat pengosongan usus). • Kacang kedelai beserta produk olahannya dapat menurunkan
lipid serum, menurunkan kolesterol total, kolesterol LDL dan trigliserida tetapi tidak mempengaruhi kadar kolesterolHDL. • Kacang-kacangan termasuk biji kenari dan kacang mede
menurunkan kolesterol LDL dan mencegah arterosklerosis.
b. Makanan lain yang berpengaruh terhadap prevensi stroke • Makanan/zat
homosistein
yang
membantu
seperti
asam
mencegah
peningkatan
folat,vitamin
B6,
B12,
danriboflavin. • Susu yang mengandung protein, kalsium, seng(Zn), dan B12,
mempunyai efek proteksi terhadapstroke. • Beberapa
jenis
seperti
ikan
tuna
dan
ikan
salmon
mengandung omega-3, eicosapperitenoic acid (EPA) dan docosahexonoic acid (DHA) yang merupakan pelindung jantung mencegah risiko kematian mendadak, mengurangi risiko aritmia, menurunkan kadar trigliserida, menurunkan kecenderungan
adhesi
platelet,
sebagai
precursor
prostaglandin, inhibisi sitokin, antiinflamasi dan stimulasi Nitric oxide (NO) endothelial. Makanan jenis ini sebaiknya dikonsumsi dua kali seminggu. • Makanan yang kaya vitamin dan antioksidan (vitamin C,E,
44
dan betakaroten) seperti yang banyak terdapat pada sayursayuran, buah- buahan, dan biji-bijian. •
Buah-buahan dansayur-sayuran
• Teh hitam dan teh hijau yang mengandung antioksidan. • Mengurangi asupan natrium yang dianjurkan ≤2,3 gram/hari
dan asupan kalium ≥4,7 gram/hari pada penderita hipertensi. c. Penanganan Stress dan Istrahat yang Cukup Istirahat cukup dan tidur teratur antara 6-8 jam. Mengendalikan stress dengan cara berpikir positif. d. Pemeriksaan kesehatan yang teratur untuk mengontrol faktor risiko.
2.1.9 Prognosis 1. Ad vitam: tergantung berat stroke dan komplikasi yang timbul 2. Ad Functionam Penilaian dengan parameter: -
Activity Daily Living (Barthel Index)
-
NIH Stroke Scale (NIHSS)
2.1.10 SKDI Dalam SKDI tahun 2012, kompetensi seorang dokter layanan primer adalah dapat mendiagnosis jenis-jenis stroke dan memberi tatalaksana awal (3B).
45
BAB IV ANALISIS KASUS
Tn. AI, 50 tahun dirawat di bagian saraf RSMH karena mengalami nyeri kepala sangat hebat secara tiba-tiba setelah kecelakaan. Sejak 2 hari SMRS (13/4), penderita mengalami nyeri kepala sangat hebat secara tiba-tiba setelah mengalami kecelakaan lalu lintas karena mengantuk dan menyebabkan mobil yang dikendarai penderita dari Sekayu menuju Palembang menabrak tiang LRT. Kehilangan kesadaran ada ± 2 jam setelah kecelakaan. Pasien kemudian dibawa ke RS Myria dan dirawat sebelum akhirnya dirujuk ke RSMH (15/4). Saat serangan, dirasakan sakit kepala yang sangat hebat dan merasa baru pertama kali sakit kepala yang dirasakan sehabat ini. Sakit kepala seperti rasa menyut. Tidak ada rasa berputar. Pandangan mata tidak kabur dan tidak sakit bila melihat cahaya langsung. Tidak ada telinga berdenging. Tidak ada rasa melayang. Tidak ada kejang dan tidak ada muntah. Kelemahan sesisi tubuh tidak ada. Tidak terdapat gangguan sensibilitas berupa rasa baal dan kesemutan. Mulut mengot tidak ada ada. Bicara pelo tidak ada. Penderita masih dapat mengungkapkan isi pikirannya secara lisan, tulisan dan isyarat. Penderita juga masih dapat mengerti isi pikiran yang disampaikan orang lain secara lisan, tulisan dan isyarat. Riwayat sakit kepala sebelumnya tidak ada. Riwayat sakit kepala lama tidak ada. Riwayat hipertensi tidak ada. Riwayat diabetes mellitus tidak ada. Riwayat penyakit jantung tidak ada. Riwayat stroke tidak ada. Riwayat diabetes mellitus pada keluarga ada
di pihak ibu. Riwayat pengobatan di RS Myria
diberikan injeksi Asam Traneksamat 4x1 gr intravena, injeksi Mecobalamin 1x1 amp intravena, injeksi Dexamethasone 2x1 amp intravena, injeksi Ceftriaxone 2x1 gr intravena, Nimotop 4x60 mg per oral, dan Ondansetron 2x8 mg per oral. Penyakit seperti ini dialami untuk pertama kalinya. Dari anamnesis penderita menunjukkan cephalgia berupa sakit kepala sangat hebat seperti menyut dan ditusuk-tusuk yang tidak pernah dirasakan selama hidupnya
timbul
setelah
sadar
dari
51
kecelakaan.
Trauma
membuat
pecahnya
aneurisma atau terjadinya pendarahan arteri serebral sehingga
menyebabkan ekstravasasi darah ke
dalam
melalui
ruang
cairan
dengan tekanan arteri yang tinggi
subaraknoid, serebrospinal
yang ke
yang dikeluarkan dengan tekanan kerusakan (TIK),
jaringan
vasospasme,
serta
iritasi
subaraknoid menyebabkan iritasi
dapat
menyebar Darah
menyebabkan
peningkatan tekanan intrakranial
meningen.
pada
cepat
otak dan medula spinalis.
tinggi
lokal dan
dengan
meningen
Perdarahan dan
pada
ruang
struktur-struktur
yang melintas di ruang subaraknoid sehingga menimbulkan gejala nyeri kepala, kaku kuduk, kemungkinan terjadi nervus
III
atau
perubahan
VI
paresis saraf kranialis (misalnya yang
kesadaran. Selama
menyebabkan
diplopia)
dan
belum terjadi kerusakan integritas
dari piamater akibat perdarahan maka tidak terjadi gejala neurologis fokal. Pada pemeriksaan fisik, status generalisata didapatkan sensorium compos mentis dengan GCS 15, tekanan darah
140/80 mmHg, nadi
73x/menit,
pernapasan 28x/menit, temperatur 37,8º C. Dari pemeriksaan neurologis didapatkan hasil yaitu fungsi motorik tubuh normal. Pemeriksaan nervi cranialis, sensorik, vegetatif, fungsi luhur, gerak rangsang meningeal, gerakan abnormal dan gait dan keseimbangan tidak didapatkan kelainan. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan diagnosis klinis berupa observasi cephalgia. Untuk membedakan jenis stroke yang terjadi dapat digunakan Siriraj stroke Score dan Skor Gadah Mada
Skor Stroke Siriraj
52
Siriraj Stroke Score = (2,5 x derajat kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x nyeri kepala) + (0,1 x tekanan
diastolik) – (3 x petanda
ateroma) – 12 = (2,5 X 2) + (2 X 0) + (2 X 1) + (0.1 X 80) – (3X0) – 12 = 3 Intepretasi: 0
: Lihat hasil CT Scan
≤ -1
: Non Hemorragik
≥1
: Hemorragik
Kesimpulan: Hemorragik
Algoritma Gajah Mada
Pada Tn. AR terdapat nyeri kepala (+) penurunan kesaaran (+) Kesimpulan: PIS (Perdarahan Intraserebral) - Subarachnoid hematom occipital kiri
53
Berdasarkan skor Siriraj, pasien ini memiliki skor 3, dengan interpretasi mengarah pada stroke hemoragik. Selain skor SIRIRAJ, penentuan jenis strok hemoragik atau non hemoragik dapat ditegakkan dengan skor gajah mada. Berdasarkan Algoritma stroke Gajah Mada, pada pasien ini memenuhi 2 kriteria dari tiga kriteria yakni nyeri kepala positif dan penurunan kesadaran positif. Skor SIRIRAJ dan Gajah Mada memiliki ketepatan pada 90% kasus, sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami stroke hemoragik. Berdasarkan acuan untuk intervensi dan prognosis pada PSA seperti skala Hunt dan Hess, pada gambaran klinisnnya penderita termasuk dalam grade I. Jika pada skor Fisher ... Untuk memastikan jenis stroke maka dilakukan pemeriksaan penunjang berupa CT scan kepala. Pada hasil pemeriksaan CT scan kepala didapatkan gambaran subarachnoid hematom pada okisipital kiri. Gambaran klinis sesuai dengan hasil pemeriksaan penunjang, yaitu defisit neurologi yang terjadi pada kontralateral lesi. Kelemahan sesisi tubuh sebelah kanan dengan lesi pada ganglia basalis sehingga dapat ditegakkan diagnosis topik yaitu pada ganglia basalis dengan diagnosis etiologi yaitu stroke hemoragik. Dari hasil pemeriksaan penunjang gula darah sewaktu tidak ada diabetes mellitus pada pasien ini. Pemeriksaan penunjang EKG menunjukkan normal sinus rythm. Pemeriksaan penunjang radiologis rontgen thorax tidak ada. Jadi berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan maka didapatkan hasil bahwa Os mengalami hemiparese dekstra tipe sentral, disertai dengan parese N.VII dan N.XII dekstra tipe sentral. Dengan diagnosa topik ganglia basalis sinistra dan diagnosa etiologi adanya CVD hemoragik yaitu intracerebral hemorrhagic (ICH). Tatalaksana farmakologis yang diberikan yaitu IVFD NaCl 0,9% gtt xx/menit dengan tujuan ..., injeksi Asam Traneksamat amp 4 x 1 gr iv sebagai terapi anti fibrinolitik untuk mencegah pendarahan ulang. Asam traneksamat merupakan antifibrinolitik yang kompetitif menghambat aktivasi plasminogen menjadi plasmin. Asam traneksamat secara kompetitif menghambat aktivasi plasminogen (melalui mengikat domain kringle), sehingga mengurangi konversi
54
plasminogen
menjadi
plasmin
(fibrinolisin),
enzim
yang
mendegradasi
pembekuan fibrin, fibrinogen, dan protein plasma lainnya, termasuk faktor-faktor prokoagulan V dan VIII. Asam traneksamat juga langsung menghambat aktivitas plasmin, tetapi dosis yang lebih tinggi diperlukan daripada yang dibutuhkan untuk mengurangi pembentukan plasmin. Injeksi Ceftriaxone vial 2 x 1 gr iv dengan tujuan golongan antibiotik cephalosporin yang dapat digunakan untuk mengobati beberapa kondisi akibat infeksi bakteri karena penderita baru saja menjalankan operasi. Injeksi Mecobalamin amp 1 x 1 amp iv adalah satu bentuk kimia dari vitamin B12 (cobalamin), yaitu vitamin larut air yang memegang peranan penting dalam pembentukan darah serta menjaga fungsi sistem saraf dan otak. Injeksi Ondancetron amp 2 x 8 mg iv sebagai pencegah muntah. Injeksi Citicoholine amp 2 x 250 mg iv sebagai neuroprotektor diberikan dengan konsep untuk meningkatkan lama waktu toleransi otak terhadap kondisi iskemia. Injeksi Nimotop tab 4 x 60 mg po sebagai profilaksis dan pengobatan defisit neurologik iskemik karena vasospasme serebral pada pendarahan subaraknoid karena aneurisma. Paracetamol tab 3 x 1 gr po sebagai analgesik.
Ondansetron bekerja untuk memblokade hormon serotonin yang menyebabkan muntah, mencegah mual dan muntah setelah operasi Bentuk Sediaan: Tablet salut selaput 4 mg dan 8 mg Ampul 4 mg/2 mL dan 8 mg/4 mL Farmakologi: Ondansetron merupakan antagonis selektif reseptor 5-HT3 menghambat mual dan muntah post operatif, karena agen sitotoksik, maupun radiasi. Kadar maksimum: 20-40 mcg/L, waktu t.maks 1-2 jam, bioavailabilitas 60%. Ikatan protein plasma 76 %, di ekskresi < 5% dalam bentuk aktif dengan waktu paruh 2,5-5,4 jam. Pencegahan mual dan muntah pasca operasi: Untuk dosis awal 8 mg tablet diberikan 1 jam sebelum anastesi, dan 8 mg berikutnya diberikan setiap 8 jam untuk periode waktu 16 jam. · Penanganan mual dan muntah pasca-operasi: Vomceran injeksi dapat diberikan secara intravena atau intramuskular tanpa pengenceran.
55
Mecobalamin Bentuk Sediaan: Kapsul 500 µg dan ampul 500 µg Farmakologi: Meningkatkan metabolisme asam nukleat, protein dan lemak. Bekerja sebagai koenzim dalam sintesa methionin, terlibat dalam sintesis thymidine pada deoxyuridine, mempercepat sintesis DNA dan RNA,mempercepat sintesis lechitin (suatu komponen utama dari selubung myelin) mempercepat sintesis komponen utama struktur akson (protein) sehingga mempertahankan fungsi sel saraf, memperbaiki jaringan saraf dengan menghambat onset dari degenerasi saraf, menghambat eksitasi abnormal pada transmisi saraf, memperbaiki anemia dengan mempercepat maturasi dan diferensiasi eritroblast. Juga dapat mempercepat sintesis asam nukleat dalam susmsum tulang dan mempercepat maturasi dan diferensiasinya, sehingga meningkatkan produksi sel darah merah. Terikat oleh protein plasma spesifik yaitu transcobalamin. Konsentrasi tinggi terdapat di dalam ginjal, kelenjar adrenal, usus, pankreas, dan hipofisis. Konsentrasi rendah terdapat dalam mata, sumsum tulang belakang, otak dan otot. Ekskresi melalui urin dalam 8 jam pertama setelah pemberian. Dapat melalui plasenta dan dapat dikeluarkan melalui ASI.
Neurotropik merupakan obat yang digunakan pada gangguan (infusiensi) cerebral, yang mengacu pada penurunan suplai darah ke otak seperti lupa, kurang kosentrasi, dan vertigo. Gangguan pada sirkulasi darah di otak, seringkali ditemukan pada lansia (lanjut usia) di atas umur 60 tahun. Gejalanya dapat berupa kelemahan ingatan jangka pendek dan konsentrasi, vertigo, kuping berdengung, jari-jari dingin dan depresi. Neurotropik berarti dapat memengaruhi atau menyerang jaringansaraf. Virus neurotropik dapat menimbulkan gangguan fungsi saraf,vitamin neurotropik dapat memperbaiki dan melancarkan fungsi saraf, dll. Istilah lain yang terkait dengan neurotropik adalah neuroinvasif danneurovirulen.
Mecobalamin merupakan bentuk vitamin B12 dengan gugus metal aktif yang berperan dalam reaksi transmetilasi dan merupakan bentuk paling aktif dibandingkan dengan homolog vitamin B12 lainnya dalam tubuh, dalam hal kaitannya dengan metabolism asam nukleat, protein dan lemak. 4.
Mecobalamin/methylcobalamin meningkatkan metabolism asam nukleat, protein dan lemak. Mecobalamin bekerja sebagai koenzim dalam sintesametionin. Mecobalamin terlibat dalam sintesistimidin pada deoksiuridin dan mempercepat sintesis DNA dan RNA. Pada penelitian lain ditemukan mecobalamin mempercepat sintesis Lesitin, suatu komponen utama dari selubung mielin. Mecobalamin diperlukan untuk kerja normal selsaraf.BersamaAsamFolatdan Vitamin B6, Mecobalamin bekerja
56
menurunkan kadar Homosistein dalam darah. Homosistein adalah suatu senyawa dalam darah yang diperkirakan berperan dalam penyakit jantung.
Citicoline. Bentuk Sediaan: Ampul : 250 mg, 500 mg, 1000 mg. Tablet/sachet: 500 mg dan 1000 mg. Farmakologi: Prekursor phospholipid, menghambat deposisi beta amiloid di otak, membentuk acetylcholine, meningkatkan neurotransmiter norepinephrine, dopamine, & serotonin, menghambat aktivitas fosfolipase & sfingomielinase memberikan efek neuroproteksi. Bioavailabilitas hampir 90% (per oral), citicoline eksogen akan dihidrolisis di dalam usus halus, dan siap diserap dalam bentuk choline & cyctidine dan kembali dibentuk menjadi citicoline. Choline akan didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh, termasuk sel-sel otak (0,5%) & IV (2%) Indikasi: 1. Gangguan kesadaran akibat cedera kepala, bedah otak, dan infark serebral stadium akut. 2. Meningkatkan rehabilitasi anggota gerak atas dan bawah pada hemiplegia akibat apopleksi serebral. Dosis: Gangguan kesadaran akibat cedera otak atau bedah otak : 100 - 500 mg, 1 atau 2 kali sehari infus/IV/IM.
57
DAFTAR PUSTAKA
1. Setyopranoto I. Penatalaksanaan Perdarahan Subarakhnoid. Continuing Medical Education. 2012;39. 2. UNHAS. 2016. Bahan Ajar Perdarahan Subarakhnoid. http://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-content/uploads/2016/09/BahanAjar-_-Perdarahan-Subarakhnoid.pdf, diunduh pada 3. Baehr M, Frotcsher M. Diagnosis Topik Neurologi DUUS Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala. 4th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2012. 4. Zuccarello M, McMahon N. Arteriovenous Malformation (AVM). Mayfield Clinic. 2013 5. Setyopranoto, Ismail. 2012. Penatalaksanaan Perdarahan Subaraknoid. Bagian Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/ SMF Saraf RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta, Indonesia. http://www.kalbemed.com/Portals/6/05_199Penatalaksanaan% 20perd arahan%20subaraknoid.pdf, diunduh pada 6. Jones R, Srinivasan J, Allam GJ, Baker RA. Subarachnoid Hemorrhage. Netter's Neurology2014. p. 526-37. 7. PERDOSSI. Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta: Gajah Mada University Pres; 2011. 8. Panduan Praktek Klinik (PPK): Stroke. Palembang: Departemen Neurologi RSUP Dr. Mohammad Hoesin; 2017 9. Misbach, dr.H. Jusuf. 1999. Stroke: Aspek Diagnotik, Patofisiologi, Manajemen. Balai Penerbit FKUI, Jakarta, Indonesia. 10. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Guideline Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia: Jakarta, 2007. 11. Swartz, MH. 2002. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta :EGC
56