Perbedaan antara Plasenta Previa, Solusio Plasenta dan Ruptur Uteri Ada dua masalah perdarahan antenatal atau sebelum persalinan, yaitu solusio plasenta dan plasenta previa, keduanya sama-sama disebabkan oleh masalah perlekatan plasenta pada rahim. Untuk lebih jelasnya, kali ini akan kita pelajari perbedaaan plasenta previa dan solusio plasenta, mulai dari tanda dan gejalanya hingga penanganan. Plasenta atau biasa dikenal masyarakat awam dengan sebutan ari – ari adalah organ yang berfungsi sebagai media pemberi nutrisi dan oksigen bagi janin selama terdapat di dalam rahim. Plasenta pada umumnya terbentuk lengkap pada trimester pertama kehamilan. Organ ini dapat melekat pada dinding bagian depan, dinding bagian bawah, agak ke atas, atau di bagian bawah rahim. Pada keadaan tertentu plasenta dapat menimbulkan komplikasi kehamilan berupa perdarahan ante partum. Menurut WHO perdarahan ante partum adalah perdarahan pervaginam yang terjadi setelah kehamilan berusia 24 minggu hingga sebelum janin lahir. Pendarahan ante partum dapat disebabkan oleh plasenta previa dan solusio plasenta.
Gambar perbedaan plasenta previa dan solusio plasenta Plasenta previa adalah plasenta yang melekat pada bagian bawah rahim, karena letaknya ini plasenta dapat menutupi sebagian atau keseluruhan jalan lahir. Sedangkan solusio plasenta atau ablasia placenta adalah pemisahan prematur plasenta dari tempat tertanam normalnya di dalam rahim dalam masa kehamilan lebih dari 20 minggu hingga sebelum janin lahir. Berikut beberapa perbedaan antara plasenta previa dan solusio plasenta. Perbedaan Plasenta previa dan Solusio plasenta dari Gejala Klinis
# Plasenta Previa :
Terjadi perdarahan tanpa disertai rasa nyeri Perdarahan dapat terjadi berulang Perdarahan timbulnya perlahan-lahan Darah yang keluar berwarna merah segar Bisa terjadi anemia dan syok hipovolemik sesuai dengan keluarnya jumlah
darah yang bisa kita amati Terjadi pada saat kehamilan Rahim biasanya tidak berkontraksi Rahim teraba biasa (tidak tegang) Denyut jantung janin ada Teraba jaringan plasenta pada pemeriksaan dalam vagina Penurunan kepala masih belum masuk pintu atas panggul Ada pengaruh dari presentasi janin yang mungkin abnormal.
# Solusio Plasenta :
Terjadi perdarahan dengan disertai rasa nyeri Perdarahan tidak terjadi berulang Perdarahan timbulnya tiba-tiba Darah yang keluar berwarna merah coklat Bisa terjadi anemia dan syok hipovolemik meskipun keluarnya jumlah
darah hanya terlihat sedikit (pendarahan internal yang tak terlihat) Terjadi saat kehamilan hingga menjelang kelahiran bayi Rahim biasanya berkontraksi Rahim teraba tegang Denyut jantung janin biasanya tidak ada Teraba ketuban pada pemeriksaan dalam vagina Penurunan kepala dapat masuk pintu atas panggul Tidak berhubungan dengan presentasi janin
Perbedaan dalam Penatalaksanaan Karena keduanya merupakan kondisi yang berbeda dan dengan gejala yang berbeda, maka penanganan atau penatalaksanaannya pun akan berbeda. Berikut perbedaan plasenta previa dan solusi plasenta di lihat dari penatalaksanaannya. # Plasenta Previa Penatalaksanaan plasenta previa tergantung pada sejumlah hal yaitu jumlah perdarahan, umur kehamilan dan jenis plasenta previa. Ibu yang dicurigai mengalami
plasenta previa harus segera dibawa ke rumah sakit besar dengan fasilitas transfusi darah dan operasi. Hati-hati! Pada plasenta previa tidak boleh dilakukan pemeriksaan dalam atau pemasangan tampon vagina, karena hal ini justru dapat memperbanyak perdarahan dan berisiko menyebabkan infeksi. Untuk mencegah syok dapat dilakukan pemasangan infus NaCl/RL sebanyak 2 -3 kali jumlah perdarahan. Terdapat 3 jenis penatalaksanaan pada plasenta previa 1 | Perawatan Konservatif Pada tahap ini, pasien dianjurkan untuk beristirahat, diawasi, dan diberikan beberapa obat-obatan untuk mengatasi anemia, tokolitik, dan antibiotik apabila ada tanda-tanda infeksi. Perlu juga dilakukan pemeriksaan USG dan tes darah untuk
mempertegas diagnosis dan perkembangan kondisi pasien Perawatan konservatif ditujukan pada pasien dengan kondisi sebagai berikut: Usia kehamilan belum cukup bulan (belum waktunya melahirkan) Tidak terlihat adanya perdarahan yang banyak (tidak ada atau sedikit) terbukti dengan
kadar Hmeoglobin (Hb) yang normal. Tempat tinggal pasien dekat dengan rumah sakit (perjalanan tidak lebih dari 15 mnt), sehingga apabila terjadi sesuai yang darurat bisa ditangani segera. Apabila selama 3 hari setelah dilakukan perawatan konservatif dan ternyata tidak tampak adanya perdarahan maka lakukan mobilisasi bertahap dan pasien dibolehkan untuk pulang.
2 | Persalinan per vaginam Maksudnya adalah melahirkan bayi secara normal melalui jalan lahir. Prosedur ini dilakukan pada jenis plasenta previa marginalis, letak rendah, atau lateralis dengan pembukaan 4 cm atau lebih. Persalinan pervaginam ditujukan pada ibu hamil dengan kondisi sebagai berikut: Usia kehamilan sudah cukup bulan (memang sudah waktunya melahirkan) Perdarahan yang banyak tanpa memandang usia kehamilan Janin di dalam kandungan sudah meninggal 3 | Operasi Sesar Pada kasus-kasus tertentu diperlukan tindakan operasi sesar pada plasenta previa, apabila: Plasenta previa totalis Plasenta previa lateralis dimana pembukaan kurang dari 4 cm Perdarahan banyak tanpa henti. Presentasi janin abnormal. Ibu hamil dengan panggul sempit.
Serviks belum matang Gawat janin
# Solutio Plasenta Setiap pasien yang dicurigai solusio plasenta tidak boleh dilakukan penatalaksanaan pada fasilitas kesehatan dasar, ini kondisi darurat yang harus ditangani rumah sakit dengan fasilitas lengkap. Tranfusi darah atau resusitasi cairan harus dilakukan terlebih dahulu sebelum melakukan tindakan lainnya. Ketuban dapat segera dipecah tanpa memperdulikan apakah persalinan pervaginam atau perabdominal untuk mengurangi regangan uterus.
Seperti pada palsenta previa, pada solusio plasenta juga memiliki 3 jenis penatalaksanaan, namun dengan syarat yang berbeda sebagai berikut: Konservatif bila umur kehamilan kurang dari 37 minggu dan solusio plasenta ringan. Persalinan per vaginam bila umur kehamilan kurang dari 37 minggu, solusio plasenta sedang dan berat atau solusio plasenta ringan yang memburuk, dan persalinan
diperkirakan harus dapat diselesaikan kurang dari 6 jam. Operasi sesar dilakukan bila umur kehamilan kurang dari 37 minggu dan persalinan pervaginam diperkirakan akan berlangsung lebih dari 6 jam baik pada solusio plasenta ringan, sedang maupun berat. Perdarahan akibat solusio plasenta ternyata lebih berbahaya dibandingkan
perdarahan akibat plasenta previa. Perdarahan yang tampak keluar melalui vagina sering kali tidak sebanding dengan perdarahan yang berlangsung di dalam rahim. Kesulitan memperhitungkan darah yang keluar inilah yang menyebabkan solusio plasenta lebih berisiko menimbulkan komplikasi kematian bagi janin dan ibu. # Ruptur Uteri Ruptur uteri atau robekan uterus merupakan peristiwa yang sangat berbahaya, yang umumnya terjadi pada persalinan, kadang-kadang juga pada kehamilan tua. Robekan pada uterus dapat ditemukan untuk sebagian besar pada bagian bawah uterus. Pada robekan ini kadang-kadang vagina atas ikut serta pula. Apabila robekan tidak terjadi pada uterus melainkan pada vagina bagian atas hal itu dinamakan kolpaporeksis. Apabila
pada ruptur uteri peritoneum pada permukaan uterus ikut robek, hal itu dinamakan ruptur uteri kompleta, jika tidak ruptur uteri inkompleta. Pinggir ruptur biasanya tidak rata, letaknya pada uterus melintang atau membujur atau miring dan bisa agak ke kiri atau ke kanan. Ada kemungkinan pula terdapat robekan dinding kandung kemih. Epidemiologi Terjadinya ruptur uteri pada seseorang ibu hamil atau sedang bersalin masih merupakan suatu bahaya besar yang mengancam jiwanya dan janinnya. Kematian ibu dan anak karena ruptur uteri masih tinggi. Insidens dan angka kematian yang tinggi kita jumpai di negara-negara yang sedang berkembang, seperti Asia dan Afrika. Angka ini dapat diperkecil bila ada pengertian dari para ibu dan masyarakat. Prenatal care, pimpinan partus yang baik, disamping fasilitas pengangkutan yang memadai dari daerahdaerah perifer dan penyediaan darah yang cukup juga merupakan faktor yang penting. Frekwensi ruptur uteri di rumah sakit- rumah sakit besar di Indonesia berkisar antara 1:92 sampai 1:294 persalinan. Angka-angka ini sangat tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara maju (antara 1:1250 dan 1:2000 persalinan). Hal ini disebabkan karena rumah sakit –rumah sakit di Indonesia menampung banyak kasus darurat dari luar. Ibu-ibu yang telah mengalami pengangkatan rahim, biasanya merasa dirinya tidak sempurna lagi dan perasaan takut dicerai oleh suaminya. Oleh karena itu diagnosis yang tepat serta tindakan yang jitu juga penting. Klasifikasi Menurut waktu terjadinya, ruptur uteri dapat dibedakan: 1.
Ruptur Uteri Gravidarum Terjadi waktu sedang hamil, sering berlokasi pada korpus.
2.
Ruptur Uteri Durante Partum
Terjadi waktu melahirkan anak, lokasinya sering pada SBR. Jenis inilah yang terbanyak. Menurut lokasinya, ruptur uteri dapat dibedakan: 1.
Korpus Uteri
Biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami operasi, seperti seksio sesarea klasik (korporal) atau miomektomi. 2.
Segmen Bawah Rahim
Biasanya terjadi pada partus yang sulit dan lama (tidak maju). SBR tambah lama tambah regang dan tipis dan akhirnya terjadilah ruptur uteri.
3.
Serviks Uteri
Biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forsep atau versi dan ekstraksi, sedang pembukaan belum lengkap. 4.
Kolpoporeksis-Kolporeksis Robekan – robekan di antara serviks dan vagina.
Menurut robeknya peritoneum, ruptur uteri dapat dibedakan: 1.
Ruptur Uteri Kompleta
Robekan pada dinding uterus berikut peritoneumnya (perimetrium), sehingga terdapat hubungan langsung antara rongga perut dan rongga uterus dengan bahaya peritonitis. 2.
Ruptur Uteri Inkompleta
Robekan otot rahim tetapi peritoneum tidak ikut robek. Perdarahan terjadi subperitoneal dan bisa meluas sampai ke ligamentum latum. Menurut etiologinya, ruptur uteri dapat dibedakan: 1.
Karena dinding rahim yang lemah dan cacat, misalnya pada bekas SC
miomektomi, perforasi waktu kuretase, histerorafia, pelepasan plasenta secara manual. Dapat juga pada graviditas pada kornu yang rudimenter dan graviditas interstisialis, kelainan kongenital dari uterus seperti hipoplasia uteri dan uterus bikornus, penyakit pada rahim, misalnya mola destruens, adenomiosis dan lain-lain atau pada gemelli dan hidramnion dimana dinding rahim tipis dan regang. 2.
Karena peregangan yang luar biasa dari rahim, misalnya pada panggul sempit atau
kelainan bentuk panggul, janin besar seperti janin penderita DM, hidrops fetalis, postmaturitas dan grandemultipara. Juga dapat karena kelainan kongenital dari janin : Hidrosefalus, monstrum, torakofagus, anensefalus dan shoulder dystocia; kelainan letak janin: letak lintang dan presentasi rangkap; atau malposisi dari kepala : letak defleksi, letak tulang ubun-ubun dan putar paksi salah. Selain itu karena adanya tumor pada jalan lahir; rigid cervix: conglumeratio cervicis, hanging cervix, retrofleksia uteri gravida
dengan sakulasi; grandemultipara dengan perut gantung (pendulum); atau juga pimpinan partus yang salah. Ruptur Uteri Violenta (Traumatika), karena tindakan dan trauma lain seperti: -
Ekstraksi Forsep
-
Versi dan ekstraksi
-
Embriotomi
-
Versi Braxton Hicks
-
Sindroma tolakan (Pushing syndrome)
-
Manual plasenta
-
Kuretase
-
Ekspresi Kristeller atau Crede
-
Pemberian Pitosin tanpa indikasi dan pengawasan
-
Trauma tumpul dan tajam dari luar.
Menurut Gejala Klinis, ruptur uteri dapat dibedakan: 1.
Ruptur Uteri Iminens (membakat=mengancam)
2.
Ruptur Uteri sebenarnya.
Etiologi Ruptur uteri dapat terjadi sebagai akibat cedera atau anomali yang sudah ada sebelumnya, atau dapat menjadi komplikasi dalam persalinan dengan uterus yang sebelumnya tanpa parut. Akhir-akhir ini, penyebab ruptur uteri yang paling sering adalah terpisahnya jaringan parut akibat seksio sesarea sebelumnya dan peristiwa ini kemungkinan semakin sering terjadi bersamaan dengan timbulnya kecenderungan untuk memperbolehkan partus percobaan pada persalinan dengan riwayat seksio sesarea. Faktor predisposisi lainnya yang sering ditemukan pada ruptur uteri adalah riwayat operasi atau manipulasi yang mengakibatkan trauma seperti kuretase atau perforasi. Stimulasi uterus secara berlebihan atau kurang tepat dengan oksitosin, yaitu suatu penyebab yang sebelumnya lazim ditemukan, tampak semakin berkurang. Umumnya, uterus yang sebelumnya tidak pernah mengalami trauma dan persalinan berlangsung spontan, tidak akan terus berkontraksi dengan kuat sehingga merusak dirinya sendiri.
Mekanisme Terjadinya Ruptur Uteri Pada umumnya uterus dibagi atas dua bagian besar: Korpus uteri dan servik uteri. Batas keduanya disebut ismus uteri (2-3 cm) pada rahim yang tidak hamil. Bila kehamilan sudah kira-kira ± 20 minggu, dimana ukuran janin sudah lebih besar dari ukuran kavum uteri, maka mulailah terbentuk SBR ismus ini. Batas antara korpus yang kontraktil dan SBR yang pasif disebut lingkaran dariBandl. Lingkaran Bandl ini dianggap fisiologik bila terdapat pada 2-3 jari diatas simfisis, bila meninggi maka kita harus waspada terhadap kemungkinan adanya ruptur uteri mengancam. Ruptur uteri terutama disebabkan oleh peregangan yang luar biasa dari uterus. Sedangkan kalau uterus telah cacat, mudah dimengerti karena adanya lokus minoris resistens Rumus mekanisme terjadinya ruptur uteri: R=H+O Dimana:
R = Ruptur
H = His Kuat (tenaga) O = Obstruksi (halangan) Pada waktu in-partu, korpus uteri mengadakan kontraksi sedang SBR tetap pasif dan cervix menjadi lunak (effacement dan pembukaan). Bila oleh sesuatu sebab partus tidak dapat maju (obstruksi), sedang korpus uteri berkontraksi terus dengan hebatnya (his kuat), maka SBR yang pasif ini akan tertarik ke atas menjadi bertambah regang dan tipis. Lingkaran Bandl ikut meninggi, sehingga suatu waktu terjadilah robekan pada SBR tadi. Dalam hal terjadinya ruptur uteri jangan dilupakan peranan dari anchoring apparatus untuk memfiksir uterus yaitu ligamentum rotunda, ligamentum latum, ligamentum sacrouterina dan jaringan parametra. Diagnosis dan gejala klinis Terlebih dahulu dan yang terpenting adalah mengenal betul gejala dari ruptura uteri mengancam (threatened uterine rupture) sebab dalam hal ini kita dapat bertindak secepatnya supaya tidak terjadi ruptur uteri yang sebenarnya. Gejala Ruptur Uteri Iminens/mengancam : -
Dalam anamnesa dikatakan telah ditolong/didorong oleh dukun/bidan, partus sudah
lama berlangsung -
Pasien tampak gelisah, ketakutan, disertai dengan perasaan nyeri diperut
-
Pada setiap datangnya his pasien memegang perutnya dan mengerang kesakitan
bahkan meminta supaya anaknya secepatnya dikeluarkan. -
Pernafasan dan denyut nadi lebih cepat dari biasa.
-
Ada tanda dehidrasi karena partus yang lama (prolonged labor), yaitu mulut kering,
lidah kering dan haus, badan panas (demam). -
His lebih lama, lebih kuat dan lebih sering bahkan terus-menerus.
-
Ligamentum rotundum teraba seperti kawat listrik yang tegang, tebal dan keras
terutama sebelah kiri atau keduanya. -
Pada waktu datang his, korpus uteri teraba keras (hipertonik) sedangkan SBR teraba
tipis dan nyeri kalau ditekan. -
Diantara korpus dan SBR nampak lingkaran Bandl sebagai lekukan melintang yang
bertambah lama bertambah tinggi, menunjukan SBR yang semakin tipis dan teregang. Sering lingkaran bandl ini dikelirukan dengan kandung kemih yang penuh, untuk itu dilakukan kateterisasi kandung kemih. Dapat peregangan dan tipisnya SBR terjadi di dinding belakang sehingga tidak dapat kita periksa, misalnya terjadi pada asinklitismus posterior atau letak tulang ubun-ubun belakang. -
Perasaan sering mau kencing karena kandung kemih juga tertarik dan teregang ke
atas, terjadi robekan-robekan kecil pada kandung kemih, maka pada kateterisasi ada hematuri. -
Pada auskultasi terdengar denyut jantung janin tidak teratur (asfiksia)
-
Pada pemriksaan dalam dapat kita jumpai tanda-tanda dari obstruksi, seperti oedem
porsio, vagina, vulva dan kaput kepala janin yang besar. Gejala Ruptur Uteri Bila ruptur uteri yang mengancam dibiarkan terus, maka suatu saat akan terjadilah ruptur uteri sebenarnya. 1.) Anamnesis dan Inspeksi -
Pada suatu his yang kuat sekali, pasien merasa kesakitan yang luar biasa, menjerit
seolah-olah perutnya sedang dirobek kemudian jadi gelisah, takut, pucat, keluar keringat dingin sampai kolaps. - Pernafasan jadi dangkal dan cepat, kelihatan haus. - Muntah-muntah karena perangsangan peritoneum. - Syok, nadi kecil dan cepat, tekanan darah turun bahkan tidak terukur.
- Keluar perdarahan pervaginam yang biasanya tak begitu banyak, lebih-lebih kalau bagian terdepan atau kepala sudah jauh turun dan menyumbat jalan lahir. - Kadang-kadang ada perasaan nyeri yang menjalar ke tungkai bawah dan dibahu. - Kontraksi uterus biasanya hilang. - Mula-mula terdapat defans muskulaer kemudian perut menjadi kembung dan meteoristis (paralisis usus). 2.) Palpasi - Teraba krepitasi pada kulit perut yang menandakan adanya emfisema subkutan. - Bila kepala janin belum turun, akan mudah dilepaskan dari pintu atas panggul. - Bila janin sudah keluar dari kavum uteri, jadi berada di rongga perut, maka teraba bagian-bagian janin langsung dibawah kulit perut dan disampingnya kadang-kadang teraba uterus sebagai suatu bola keras sebesar kelapa. - Nyeri tekan pada perut, terutama pada tempat yang robek. 3.) Auskultasi Biasanya denyut jantung janin sulit atau tidak terdengar lagi beberapa menit setelah ruptur, apalagi kalau plasenta juga ikut terlepas dan masuk ke rongga perut. 4.) Pemeriksaan Dalam - Kepala janin yang tadinya sudah jauh turun ke bawah, dengan mudah dapat didorong ke atas dan ini disertai keluarnya darah pervaginam yang agak banyak - Kalau rongga rahim sudah kosong dapat diraba robekan pada dinding rahim dan kalau jari atau tangan kita dapat melalui robekan tadi, maka dapat diraba usus, omentum dan bagian-bagian janin. Kalau jari tangan kita yang didalam kita temukan dengan jari luar maka terasa seperti dipisahkan oleh bagian yang tipis seklai dari dinding perut juga dapat diraba fundus uteri. 5.) Kateterisasi Hematuri yang hebat menandakan adanya robekan pada kandung kemih. 6.) Catatan -
Gejala ruptur uteri inkompleta tidak sehebat kompleta
- Ruptur uteri yang terjadi oleh karena cacat uterus yang biasanya tidak didahului oleh ruptur uteri mengancam. - Lakukanlah selalu eksplorasi yang teliti dan hati-hati sebagai kerja rutin setelah mengerjakan suatu operative delivery, misalnya sesudah versi ekstraksi, ekstraksi vakum atau forsep, embriotomi dan lain-lain.
Profilaksis Banyak kiranya ruptur uteri yang seharusnya tidak perlu terjadi kalau sekiranya ada pengertian dari para ibu, masyarakat dan klinisi, karena sebelumnya dapat kita ambil langkah-langkah preventif. Maka, sangatlah penting arti perawatan antenatal (prenatal). 1.
Panggul sempit atau CPD
Anjurkan bersalin di rumah sakit. Lakukan pemeriksaan yang teliti misalnya kalau kepala belum turun lakukan periksa dalam dan evaluasi selanjutnya dengan pelvimetri. Bila panggul sempit (CV 8 cm), lakukan segera seksio sesarea primer saat inpartu. 2. Malposisi Kepala Coba lakukan reposisi, kalau kiranya sulit dan tak berhasil, pikirkan untuk melakukan seksio sesarea primer saat inpartu. 3. Malpresentasi Letak lintang atau presentasi bahu, maupun letak bokong, presentasi rangkap. 4. Hidrosefalus 5. Rigid cervix 6. Tetania uteri 7. Tumor jalan lahir 8. Grandemultipara + abdomen pendulum 9. Pada bekas seksio sesarea Beberapa sarjana masih berpegang pada diktum : Once a Caesarean always a Caesarean, tetapi pendapat kita disini adalah Once a Caesarean not necessarily a Caesarean, kecuali pada panggul yang sempit. Hal ini disebut Repeat Caesarean Section. Pada keadaan dimana seksio yang lalu dilakukan korporal pasien harus bersalin dirumah sakit dengan observasi yang ketat dan cermat mengingat besarnya kemungkinan terjadi ruptur spontan. Kalau perlu lakukan segera repeat c section. Pasien seksio sesaria dengan insisi SBR dibandingkan dengan korporal menurut statistik kemungkinan terjadinya ruptur relatif kecil, Namun demikian partus harus dilakukan di RS dan kalau kepala sudah turun lakukan ekstraksi forsep. 10. Uterus cacat karena miomektomi, kuretase, manual uri, maka dianjurkan bersalin di RS dengan pengawasan yang teliti. 11. Ruptur uteri karena tindakan obstetrik dapat dicegah dengan bekerja secara lege artis, jangan melakukan tindakan kristaller yang berlebihan, bidan dilarang memberikan oksitocin sebelum janin lahir, kepada dukun diberikan penataran supaya waktu
memimpin persalinan jangan mendorong-dorong, karena dapat menimbulkan ruptura uteri traumatika. Penanganan Untuk mencegah timbulnya ruptura uteri pimpinan persalinan harus dilakukan dengan cermat, khususnya pada persalinan dengan kemungkinan distosia, dan pada wanita yang pernah mengalami sectio sesarea atau pembedahan lain pada uterus. Pada distosia harus diamati terjadinya regangan segmen bawah rahim, bila ditemui tanda-tanda seperti itu, persalinan harus segera diselesaikan. Jiwa wanita yang mengalami ruptur uteri paling sering bergantung pada kecepatan dan efisiensi dalam mengoreksi hipovolemia dan mengendalikan perdarahan. Perlu ditekankan bahwa syok hipovolemik mungkin tidak bisa dipulihkan kembali dengan cepat sebelum perdarahan arteri dapat dikendalikan, karena itu keterlambatan dalam memulai pembedahan tidak akan bisa diterima. Bila keadaan umum penderita mulai membaik, selanjutnya dilakukan laparotomi dengan tindakan jenis operasi: (1)
Histerektomi, baik total maupun subtotal.
(2)
Histerorafia, yaitu tepi luka dieksidir lalu dijahit sebaik-baiknya.
(3)
Konservatif, hanya dengan tamponade dan pemberian antibiotik yang cukup.
Tindakan aman yang akan dipilih, tergantung dari beberapa faktor, antara lain: -
Keadaan umum
-
Jenis ruptur, inkompleta atau kompleta
-
Jenis luka robekan
-
Tempat luka
-
Perdarahan dari luka
-
Umur dan jumlah anak hidup
-
Kemampuan dan keterampilan penolong
Prognosis Harapan hidup bagi janin sangat suram. Angka mortilitas yang ditemukan dalam berbagai penelitian berkisar dari 50 hingga 70 persen. Tetapi jika janin masih hidup pada saat terjadinya peristiwa tersebut, satu-satunya harapan untuk mempertahankan jiwa janin adalah dengan persalinan segera, yang paling sering dilakukan lewat laparotomi.
Jika tidak diambil tindakan, kebanyakan wanita akan meninggal karena perdarahan atau mungkin pula karena infeksi yang terjadi kemudian, kendati penyembuhan spontan pernah pula ditemukan pada kasus-kasus yang luar biasa. Diagnosis cepat, tindakan operasi segera, ketersediaan darah dalam jumlah yang besar dan terapi antibiotik sudah menghasilkan perbaikan prognosis yang sangat besar dan terapi antibiotik sudah menghasilkan perbaikan prognosis yang sangat besar bagi wanita dengan ruptura pada uterus yang hamil.