KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan petunjuk-Nya penulis dapat menyelesaikan referat berjudul Gangguan Pendengaran Konduktif ini tepat pada waktunya. Referat ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik di bagian Telinga Hidung dan Tenggorok RS Bayukarta. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Yuswandi Affandi Sp.THT dan Dr. Tantri Kurniawati, Sp.THT selaku dokter pembimbing dalam kepaniteraan klinik THT ini. Penulis menyadari bahwa referat ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Semoga referat ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan dalam bidang THT khususnya dan bidang kedokteran yang lain pada umumnya.
Karawang, April 2013
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
1
DAFTAR ISI
2
BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang
3
BAB II. ISI Anatomi Telinga
4
Fisiologi Pendengaran
7
Definisi Tuli Konduktif
13
Etiologi Tuli Konduktif
13
Kelainan Yang Menyebabkan Tuli Konduktif Microtia
14
Lop’s Ear Ear (Bat’s (Bat’s Ear)
20
Atresia Liang Telinga
20
Sumbatan Oleh Serumen
21
Otitis Eksterna
22
Osteoma Liang Telinga
29
Gangguan Fungsi Tuba Eustachius
32
Otitis Media
34
Otosklerosis
47
Hemotimpanum
54
Pemeriksaan Gangguan Pendengaran Garpu Tala
54
Tes Berbisik
56
Audiometri Nada Murni
56
Timpanometri
58
BAB III. PENUTUP Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
59
60
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
1
DAFTAR ISI
2
BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang
3
BAB II. ISI Anatomi Telinga
4
Fisiologi Pendengaran
7
Definisi Tuli Konduktif
13
Etiologi Tuli Konduktif
13
Kelainan Yang Menyebabkan Tuli Konduktif Microtia
14
Lop’s Ear Ear (Bat’s (Bat’s Ear)
20
Atresia Liang Telinga
20
Sumbatan Oleh Serumen
21
Otitis Eksterna
22
Osteoma Liang Telinga
29
Gangguan Fungsi Tuba Eustachius
32
Otitis Media
34
Otosklerosis
47
Hemotimpanum
54
Pemeriksaan Gangguan Pendengaran Garpu Tala
54
Tes Berbisik
56
Audiometri Nada Murni
56
Timpanometri
58
BAB III. PENUTUP Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
59
60
2
BAB I PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks (pendengaran dan keseimbangan). Anatominya juga sangat rumit. Indera pendengaran berperan penting pada partisipasi seseorang dalam aktivitas ak tivitas kehidupan sehari-hari. Sangat penting untuk perkembangan normal dan pemeliharaan bicara, dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain melalui bicara tergantung pada kemampuan mendengar. Deteksi awal dan diagnosis akurat gangguan 1
otologik sangat penting.
Berkurangnya pendengaran adalah penurunan penu runan fungsi pendengaran pada salah satu ataupun kedua telinga. Sedangkan Tuli adalah ad alah penurunan fungsi pendengaran pend engaran yang sangat beratyang bisa disebabkan oleh suatu masalah mekanis di dalam saluran telinga atau di dalam telinga tengah yang menghalangi penghantaran suara (penurunan fungsi pendengaran konduktif). Selain itu disebabkan oleh kerusakan pada telinga dalam, saraf pendengaran atau jalur saraf pendengaran di otak yang merupakan penurunan fungsi pendengaran sensorineural (Billy 3
Antony, 2008).
Gangguan pendengaran merupakan defisit sensorik yang paling sering pada populasi manusia, mempengaruhi lebih dari 250 juta orang di dunia.Di dunia, menurut perkiraan WHO pada tahun 2005 terdapat 278 juta orang menderita gangguan pendengaran, 75 - 140 juta diantaranya terdapat di Asia Tenggara. Sedangkan pada bayi, terdapat 0,1 – 0,1 – 0,2% 0,2% menderita tuli sejak lahir atau setiap 1.000 kelahiran hidup terdapat 1 – 1 – 2 2 bayi yang menderita tuli. Dari hasil "WHO Multi Center Study" pada tahun 1998, Indonesia termasuk 4 (empat) negara di Asia Tenggara dengan prevalensi ketulian yang cukup tinggi (4,6%) yang dapat menimbulkan 3
masalah sosial di tengah masyarakat.
3
BAB II ISI ANATOMI
Telinga merupakan organ untuk pendengaran dan keseimbangan, yang terdiri dari telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam. Telinga luar menangkap gelombang suara yang dirubah menjadi energi mekanis oleh telinga tengah. Telinga tengah merubah energi mekanis menjadi impuls saraf, yang kemudian dihantarkan ke otak. Telinga dalam juga membantu menjaga keseimbangan tubuh.
Gambar 1: Potongan Frontal Telinga
a. Telinga Luar Telinga luar terdiri dari daun telinga (aurikula) dan liang telinga sampai membran 1,2
timpani.
Aurikula mempunyai bentuk yang khas dan berfungsi mengumpulkan getaran udara. Aurikula terdiri atas lempeng tulang rawan elastik tipis yang ditutupi kulit. 1
Aurikula mempunyai otot intrinsik dan ekstrinsik, keduanya disarafi oleh N. Facialis.
4
Gambar 2 : Anatomi Telinga Luar Meatus akustikus eksternus (liang telinga) adalah tabung berkelok yang terbentang antara aurikula sampai membaran timpani. Berfungsi menghantarkan gelombang suara dari aurikula ke mebran timpani. Pada orang dewasa panjang nya ± 1 inci (2,5 cm) dan dapat diluruskan untuk memasang otoskop dengan menarik aurikula ke atas dan ke belakang. Pada anak, aurikula cukup ditarik lurus ke belakang, atau ke bawah dan kebelakang. Daerah meatus yang paling sempit ± 5 1
mm dari membran timpani.
Sepertiga meatus bagian luar mempunyai kerangka tulang rawan elastik dan dua pertiga dalam oleh tulang, yang dibentuk lempeng timpani. Meatus dilapisi kulit dan sepertiga bagian luarnya memiliki rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar serumen. Yang terakhir ini adalah modifikasi kelenjar keringat, yang menghasilkan lilin coklat kekuningan. Rambut dan lilin ini merupakan barier yang lengket untuk mencegah masuknya benda-benda asing. Suplai saraf 1
sensoris ke kulit pelapisnya, berasal dari N. Aurikulo temporalis dan cabang N. Vagus.
5
b. Telinga Tengah kavum timpani adalah ruang berisi udara dalam pars petrosa ossis temporalis yang dilapisi membran mukosa. Di dalamnya didapatkan tulang-tulang pendengaran yang berfungsi meneruskan getaran membran timpani (gendangan) ke perilimf telinga dalam. Merupakan suatu ruang mirip celah sempit yang miring, dengan sumbu panjang terletak sejajar dengan bidang 1
membran timpani.
Telinga tengah berbentuk kubus dengan: Batas luar
: Membran timpani
Batas depan
: Tuba eustachius
Batas Bawah
: Vena Jugularis
Batas belakang
: Aditus ad antrum, kanalis facialis pars vertikalis
Batas Dalam
: Kanalis semisirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar (round window) dan promontorium.
Membran timpani adalah membran fibrosa tipis yang berbentuk bundar yang berwarna putih mutiara. Membran ini terletak miring, menghadap ke bawah, depan, dan lateral. Permukaannya konkaf ke lateral. Pada dasar cekungannya terdapat lekukan kecil, yaitu umbo, yang terbentuk oleh ujung manubrium mallei. Bila membran terkena cahaya otoskop, bagian 1
cekung ini menghasilkan “kerucut cahaya”, yang memancar ke anterior dan inferior dari umbo.
Tulang pendengaran di dalam telinga tengah saling berhubungan. Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada jendela oval yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antara tulang2
tulang pendengaran merupakan persendian.
Tuba auditiva terbentang dari dinding anterior kavum timpani ke bawah, depan, dan medial sampai ke nasofaring. Sepertiga bagian posteriornya adalah tulang dan dua pertiga bagian anteriornya adalah kartilago. Tuba berhubungan dengan nasofaring dengan berjalan melalui pinggir atas m. konstriktor faringes superior. Tuba berfungsi menyeimbangkan tekanan udara di 1
dalam kavum timpani dengan nasofaring.
6
Gambar 3 : Anatomi telinga tengah
c. Telinga Dalam Telinga dalam terdiri dari koklea ( rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis yaitu: -
Kanalis semisirkularis superior
-
Kanalis semisirkularis posterior
-
Kanalis semisirkularis lateral
Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli disebelah atas, skala timpani disebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli (Reissner’s membrane) sedangkan dasar skala media adalah membran basalis. Pada membran ini terletak organ korti. P ada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria dan pada membrane basalis melekat sel rambut yang terdiri 2
dari sel rambut dalam, luas dan kanalis korti, yang membentuk organ korti.
7
Gambar 4 : Anatomi Telinga Dalam
8
FISIOLOGI PENDENGARAN
Sampai tingkat tertentu pinna adalah suatu pengumpul suara, sementara liangtelinga karena bentuk dan dimensinya dapat memperbesar suara dalam rentang 2sampai 4 kHz; perbesaran pada frekuensi ini adalah sampai 10 hingga 15 Db. Maka suara dalam rentang 3
frekuensi ini adalah yang paling berbahaya jika ditinjau dari sudut trauma akustik.
Suara bermula dari gelombang tekanan udara, yang akan menggetarkan gendang telinga. Getaran ini akan disampaikan ke dalam telinga dalam oleh tiga tulang pendengaran, stapes bergerak ke dalam dan keluar dari telinga dalam seperti piston. Pergerakan pompa ini akan menimbulkan gelombang tekanan di dalam cairantelinga dalam atau koklea. Pada koklea secara bergantian akan mengubah gelombangtekanan menjadi aktifitas elektrik di dalam nervus auditorius yang akanmenyampaikan informasi ke otak. Proses transduksi di dalam koklea membutuhkanfungsi kerjasama dari berbagai jenis tipe sel yang berada di dalam duktus koklearis.Duktus ini berisi endolimfe, cairan ekstraselular yang kaya akan potassium danrendah akan sodium. Ruangan endolimfatik memiliki potensial elektrik yang besar yaitu 100mV. Komposisi ion dan potensial elektrik dari ruangan endolimfatik dijaga oleh sekelompok sel yang 3
dikenal sebagai stria vaskularis.
Pada manusia, duktus koklearis berputar sepanjang 35 mm dari dasar koklea (dekat stapes) hingga ke apeks. Ukuran, massa dan kekakuan dari banyak elemen selulae, terutama pada organ corti, berubah secara sistematis dari satu ujung spiral keujung yang lain. Keadaan ini menyebabkan pengaturan mekanik sehingga gelombang tekanan yang diproduksi oleh suara berfrekuensi tinggi menyebabkan organ tersebut bergetar pada basisnya, sedangkan suara 3
frekuensi rendah menyebabkan getaran pada ujung puncak.
9
Gambar 5. Fisiologi Pendengaran
Proses transduksi, dibentuk oleh dua jenis sel sensori pada organ corti, yaitu sel rambut dalam dan sel rambut luar. Gelombang tekanan yang ditimbulkan suara pada cairan koklea membengkokkan rambut sensori yang disebut stereosilia, yang berada di atas sel rambut. Pembengkokan ini akan merenggangkan dan memendekkan ujung penghubung yang menghubungkan adjasen stereosilia. Ketika ujung penghubung meregang, ini akan menyebabkan terbukanya kanal ion pada membrane stereosilia dan ion K dapat masuk ke dalama sel rambut 3
dari endolimfe.
Masuknya ion K ini menyebabkam perubahan potensial elektrik dari sel rambut, sehingga menyebabkan pelepasan neurotransmitter dari vesikel sinaps pada dasar sel rambut. Serabut saraf auditorius, yang kontak dengan sel rambut, respon terhadap neurotransmitter dengan memproduksi potensial aksi, yang akan berjalan sepanjang serabut saraf unutk mencapai otak dalam sekian seperdetik. Pola aktifitas elektrik yang melalui 40.000 serabut saraf auditorius diterjemahkan oleh otak dan berakhir dengan sensasi yang kita kenal dengan pendengaran. Sel rambut dalam dan sel rambut luar memerankan peranan dasar yang berbeda pada fungsi telinga dalam. Sebagian besar serabut saraf auditorius kontak hanya dengan sel rambut dalam. Sel rambut dalam adalah transduser sederhana, yang merubah energy mekanik menjadi energi listrik. Sel rambut dalam adalah penguat kecil yang dapat meningkatkan getaran mekanik dari organ corti. Kontribusi selrambut luar ini penting untuk sensitifitas normal dan selektifitas 3
frekuensi dari telinga dalam.
10
Berkurangnya pendengaran adalah penurunan fungsi pendengaran pada salah satu ataupun kedua telinga. Sedangkan Tuli adalah penurunan fungsi pendengaran yang sangat beratyang bisa disebabkan oleh suatu masalah mekanis di dalam saluran telinga atau di dalam telinga tengah yang menghalangi penghantaran suara (penurunan fungsi pendengaran konduktif). Selain itu disebabkan oleh kerusakan pada telinga dalam, saraf pendengaran atau jalur saraf pendengaran di otak yang merupakan penurunan fungsi pendengaran sensorineural (Billy 3
Antony, 2008).
Gangguan pendengaran merupakan defisit sensorik yang paling sering pada populasi manusia, mempengaruhi lebih dari 250 juta orang di dunia.Di dunia, menurut perkiraan WHO pada tahun 2005 terdapat 278 juta orang menderita gangguan pendengaran, 75 - 140 juta diantaranya terdapat di Asia Tenggara. Sedangkan pada bayi, terdapat 0,1 – 0,2% menderita tuli sejak lahir atau setiap 1.000 kelahiran hidup terdapat 1 – 2 bayi yang menderita tuli. Dari hasil "WHO Multi Center Study" pada tahun 1998, Indonesia termasuk 4 (empat) negara di Asia Tenggara dengan prevalensi ketulian yang cukup tinggi (4,6%) yang dapat menimbulkan 3
masalah sosial di tengah masyarakat.
Ketulian dibagi menjadi dua. Ketulian dibidang konduksi atau disebut tuli konduksi dimana kelainan terletak antara meatus akustikus eksterna sampai dengan tulang pendengaran stapes. Tuli di bidang konduksi ini biasanya dapat ditolong baik dengan pengobatan atau dengan suatu tindakan misalnya pembedahan.Tuli yang lain yaitu tuli persepsi (sensori neural hearingloss)dimana letak kelainan mulai dari organ korti di koklea sampai dengan pusat pendengaran di otak. Tuli persepsi ini biasanya sulit dalam pengobatannya.Apabila tuli konduksi dan tuli 3
persepsi timbul bersamaan disebut tuli campuran.
Kalau kita lihat tuli hanya merupakan satu macam gejala dari penyakit telinga, maka gejala yang satu ini tentu penyebabnya banyak sekali. I. Tuli konduktif Disebabkan oleh kelainan yang terdapat ditelinga luar atau ditelinga tengah: -
Kelainan
telinga
luar:
atresia
liang
telinga,
sumbatan
oleh
serumen,
otitis
3
eksternasirkumsripta, osteoma liang telinga. -
Kelainan di telinga tengah yang menyebabkan tuli konduktif ialah tuba katar/ sumbatan tuba eustachius, otitis media, otosklerosis, timpanosklerosis,hemotimpanum dan dislokasi 3
tulang pendengaran.
11
II. Tuli sensorineural Dibagi dalam tuli sensorineural koklea dan retrokoklea. -
Tuli sensorineural koklea disebabkan oleh aplasia (kongenital), labirintitis (olehbakteri/ virus), intoksikasi obat streptomisin, kanamisisn, garamisin, neomisin, kina, asetosal, atau alkohol. Selain itu juga dapat disebabkan oleh tuli mendadak (suddendeafness), trauma kapitis, trauma akustik dan pajanan bising.
-
Tuli sensorineural retrokoklea disebabkan oleh neuroma akustik, tumor sudut ponsserebelum, myeloma multiple, cedera otak, perdarahan otak, dan kelainan otak lainnya.
-
Kerusakan
telinga
oleh
obat,
pengaruh
suara
keras
dan
usia
lanjut
akan
menyebabkankerusakan pada penerimaan nada tinggi di bagian b asal koklea. -
Presbiakusis ialah penurunan kemampuan mendengar pada usia lanjut.
-
Pada trauma kepala dapat terjadi kerusakan di otak karena hematoma senginggaterjadi 3
gangguan pendengaran
12
TULI KONDUKTIF Tuli konduktif, disebabkan oleh kelainan yang terdapat di telinga luar atau telinga tengah. Tuli konduktif berhubungan dengan ganguan penghantaran suara ke telinga dalam. Padahal untuk mendengar suatu bunyi, maka suara tersebut harus diteruskan ketelinga dalam yang kemudian akan diubah menjadi sinyal listrik untuk di interpretasikan ke pusat pendengaran di otak. Jika terjadi gangguan dalam hantaran suara baik pada telinga luar maupun telinga tengah 3
sehingga tidak dapat mendengar suara berfrekuensi rendah, maka merupakan tuli konduktif.
Etiologi Ganguan
yang
menyebabkan
tuli
konduktif
berarti
berbagai
gangguan
yang
menyebabkan terhambatnya konduksi suara ke telinga tengah, Jadi jika ada berbagai gangguan pada telinga luar maupun telinga tengah sehingga menyebabkan gangguan hantaran suara, maka ini termasuk tuli konduktif. Umumnya, gangguan pendengaran konduktif tidak menyebabkan ketidakmampuan total untuk mendengar, tetapi menyebabkan hilangnya kenyaringan dan kehilangan kejelasan. Dengan kata lain, suara didengar, tapi suara tersebut lemah, teredam, dan terdistorsi. Disebabkan oleh kelainan yang terdapat ditelinga luar atau ditelinga tengah: -
Kelainan
telinga
luar:
atresia
liang
telinga,
sumbatan
oleh
serumen,
otitis
3
eksternasirkumsripta, osteoma liang telinga.
13
-
Kelainan di telinga tengah yang menyebabkan tuli konduktif ialah tuba katar/ sumbatan tuba eustachius, otitis media, otosklerosis, timpanosklerosis,hemotimpanum dan dislokasi tulang 3
pendengaran.
KELAINAN YANG MENYEBABKAN TULI KONDUKTIF MICROTIA Definisi
Malformasi daun telinga yang memperlihatkan kelainan bentuk ringan sampai berat, dengan ukuran kecil sampai tidak terbentuk sama sekali (anotia). Biasanya bilateral dan berhubungan dengan stenosis atau atresia meatus akustikus eksternus dan mungkin malformasi inkus dan 6,7
maleus.
Etiologi
Sampai sekarang tidak diketahui dengan pasti apa penyebab terjadinya Mikrotia. Tapi hal-hal berikut harus diperhatikan oleh ibu hamil di trimester pertama kehamilan : -
Faktor Makanan
-
Stress
-
Kurang Gizi pada saat kehamilan
-
Menghindari pemberian / penggunaan obat - obatan / zat kimia
-
Genetik bisa menjadi salah satu faktor penyebab mikrotia tapi belum pernah diketahui 6
bagaimana genetik bisa mempengaruhi / menjadi faktor penyebab Mikrotia. Epidemiologi
Terjadi pada setiap 5000 - 7000 kelahiran (bergantung kepada statistik tiap-tiap negara dan ras individual). Jumlahnya di Indonesia tidak diketahui dengan pasti karena belum pernah ada koleksi data sehubungan dengan mikrotia. Sekitar 90% kasus mikrotia hanya mengenai satu telinga saja (unilateral) dan 10% dari kasus mikrotia adalah mikrotia bilateral. Telinga terbanyak yang terkena adalah telinga kanan. Anak laki-laki lebih sering terkena dibandingkan dengan anak 6
perempuan (sekitar 65:35). Dan ras Asia lebih sering terkena dibanding ras lain. Manifestasi Klinis
Ada tiga kategori penting yang memudahkan menilai kelainan daun telinga dengan cepat. Departemen THT FKUI/RSCM menggunakan kriteria menurut Aguilar dan Jahrsdoerfer,1 yaitu:
14
Derajat I: jika telinga luar terlihat normal tetapi sedikit lebih kecil. Tidak diperlukan prosedur operasi untuk kelainan daun telinga ini. Telinga berbentuk lebih kecil dari telinga normal. Semua struktur telinga luar ada pada grade I ini, yaitu kita bisa melihat adanya lobus, heliks dan anti heliks. Grade I ini dapat disertai dengan atau tanpa lubang telinga luar (eksternal auditori kanal). Derajat II: jika terdapat defisiensi struktur telinga seperti tidak terbentuknya lobus, heliks atau konka. Ada beberapa struktur normal telinga yang hilang. Namun masih terdapat lobulus dan sedikit bagian dari heliks dan anti heliks. Derajat III: terlihat seperti bentuk kacang tanpa struktur telinga atau anotia. Kelainan ini membutuhkan proses operasi rekonstruksi dua tahap atau lebih. Kelompok ini diklasifikasikan sebagai mikrotia klasik. Sebagian besar pasien anak akan mempunyai mikrotia jenis ini. Telinga hanya akan tersusun dari kulit dan lobulus yang tidak sempurna pada bagian bawahnya. Biasanya juga terdapat jaringan lunak di bagian atas nya, dimana ini merupakan tulang kartilago yang terbentuk tidak sempurna. Biasanya 6,7
pada kategori ini juga akan disertai atresia atau ketiadaan lubang telinga luar.
Gambar 1: Grade I
Gambar 3: Grade
Gambar 2: Grade II
Gambar 4: Anotia 15
Diagnosis
Mikrotia akan terlihat jelas pada saat kelahiran, ketika anak yang dilahirkan memiliki telinga yang kecil atau tidak ada telinga. Tes pendengaran akan digunakan untuk mengetahui apakah ada gangguan pendengaran di telinga yang bermasalah atau tidak. Dan jika ada gangguan 6
pendengaran, maka derajat berapa gangguan pendeng arannya. Penatalaksanaan
Usia pasien menjadi pertimbangan operasi, minimal berumur 6 – 8tahun. Pada usia ini, kartilago tulang iga sudah cukup memadai untuk dibentuk sebagai rangka telinga dan telinga sisi normal telah mencapai pertumbuhan maksimal, sehingga dapat digunakan sebagai contoh rangka telinga. 7
Pada usia ini daun telinga mencapai 80 – 90% ukuran dewasa.
Dengan tidak adanya tulang rawan daun telinga, pembedahan rekonstruksi jarang menghasilkan kosmetik yang memuaskan. Prostesis yang artistik adalah pemecahan yang paling baik untuk kosmetiknya. Pada kelainan unilateral dengan pendengaran normal dari telinga telinga sisi lain, rekonstruksi telinga tengah tidak dianjurkan, tetapi bila terjadi gangguan pendengaran bilateral, 6
dianjurkan rekonstruksi telinga tengah.
Teknik Brent melibatkan empat tahapan: Pembuatan dan penempatan dari kerangka aurikuler kartilago tulang rusuk.
16
Gambar 5. Pembuatan dari kerangka telinga dari kartilago tulang rusuk. Teknik brent tahap 1 A:
Blok dasar diperoleh dari sinkondrosis dari dua kartilago tulang rusuk. Pinggiran heliks dipertahankan dari sebuah kartilago rusuk yang “mengambang”
B:
Mengukir detail menjadi dasar menggunakan gouge.
C:
Penipisan dari kartilago tulang rusuk untuk membuat pinggiran heliks.
D:
Mengaitkan pinggiran ke blok dasar menggunakan benang nilon.
E:
Kerangka selesai.
6
17
Gambar 6. Pemasangan dari kerangka telinga Teknik Brent tahap 1. A:
Tanda preoperatif menandakan lokasi yang diinginkan dari kerangka (garis lurus) dan pelebaran dari pembedahan yang diperlukan (garis putus-putus).
B:
Pemasangan dari kerangka kartilago.
C:
Tampilan setelah tahap pertama. Kateter suction digunakan untuk menghisap kulit ke 6
dalam jaringan interstisial dari kerangka.
Gambat 7. Rotasi dari lobulus. Teknik Brent tahap 2. Lubang telinga di rotasi dari malposisi vertikal menjadi posisi yang benar di aspek kaudal dari kerangka. A: Desain dari rotasi lobus dibuat dengan insisi yang dapat digunakan di tahap 4, konstruksi tragus. B: Setelah rotasi dari lobulus.
6
A
B
C
Pengangkatan dari aurikel yang di rekonstruksi dan pembuatan dari sulkus retroaurikuler. Gambar 8. Elevasi dari kerangka dan skin graft menjadi sulkus.
18
Teknik Brent tahap 3. A: Insisi dibuat dibelakang telinga. B: Kulit kepala retroaurikuler dimajukan ke sulkus jadi graft akhir tidak akan terlihat. 6
C: Graft yang tebal pada permukaan medial yang tidak tersembunyi dari aurikel.
Gambar 9. Konstruksi dari tragus. Teknik Brent tahap 4. A:
Graft konka diambil dari dinding konka posterior dari telinga yang berlawanan.
B:
Insisi bentuk L dibuat dan graft dimasukkan dengan permukaan kulit di bawah.
C:
Graft sembuh dengan baik.
6
Prognosis
Sekitar 90% anak dengan mikrotia akan mempunyai pendengaran yang normal. Karena adanya atresia pada telinga yang terkena, anak-anak ini akan terbiasa dengan pendengaran yang mono aural (tidak stereo). Sebaiknya orang tua berbicara dengan gurunya untuk menempatkan anak di kelas sesuai dengan sisi telinga yang sehat agar anak bisa mengikuti pelajaran dengan baik. Pada kasus bilateral (pada kedua telinga) umumnya juga tidak terjadi gangguan pendengaran. Hanya saja anak-anak perlu dibantu untuk dipasang dengan alat bantu dengar konduksi tulang (BAHA = Bone Anchor Hearing Aid ). Hal ini diperlukan agar tidak terjadi gangguan perkembangan bicara 6
pada anak. Lebih jauh lagi agar proses belajar anak tidak terganggu.
19
LOP’S EAR (BAT’S EAR)
Kelainan ini merupakan kelainan kongenital, yaitu bentuk abnormal daun telinga dimana terjadi kegagalan pelipatan antiheliks. Tampak daun telinga lebih lebar dan lebih berdiri. Secara fisiologik tidak terdapat gangguan pendengaran, tetapi dapat menyebabkan ganguan psikis karena estetik. Koreksi bedah umumnya dilakukan pada usia 5 tahun karena perkembangan telinga luar hampir sempurna. Operasi dilakukan sebelum anak masuk sekolah untuk mencegah 8,9,10
ejekan teman dan efek emosional serta psikologis.
ATRESIA LIANG TELINGA
Selain dari liang telinga yang tidak terbentuk, juga biasanya disertai dengan kelainan daun telinga dan tulang pendengaran. Kelainan ini jarang disertai kelainan telinga dalam, karena perkembangan embriologik yang berbeda antara telinga dalam dengan telinga luar dan telinga 9,10
tengah.
Atresia telinga kongenital merupakan kelainan yang jarang ditemukan. Penyebab kelainan ini belum diketahui dengan jelas, diduga oleh faktor genetik, seperti infeksi virus atau intoksikasi 9
bahan kimia pada kehamilan muda.
Diagnosis atresia telinga kongenital hanya dengan melihat daun telinga yang tidak tumbuh dan liang telinga yang atresia saja, keadaan telinga tengahnya tidak mudah di evaluasi. Sebagai indikator untuk meramalkan keadaan telinga tengah ialah keadaan daun telinganya. Makin buruk 9
keadaan daun telinga, makin buruk pula keadaan telinga tengah.
Atresia liang telinga dapat unilateral dan bilateral. Tujuan operasi rekontruksi ialah selain dari memperbaiki fungsi pendengaran, juga untuk kosmetik. Pada atresia liang telinga bilateral masalah utama ialah gangguan pendengaran. Setelah diagnosis ditegakkan sebaiknya pada pasien
20
dipasang alat bantu dengar, baru setelah berusia 5 – 7 tahun dilakukan operasi pada sebelah telinga. Pada atresia liang telinga unilateral, operasi sebaiknya dilakukan setelah dewasa, yaitu 9
pada umur 15 – 17 tahun. Operasi dilakukan dengan bedah mikro telinga.
SUMBATAN OLEH SERUMEN
Serumen adalah hasil dari produksi kelenjar sebasea, kelenjar seruminosa yang terdapat dibagian kartilago liang telinga luar dan epitel kulit yang terlepas dan pertikel debu, yang berguna untuk melicinkan dinding liang telinga dan mencegah masuknya serangga kecil kedalam liang telinga. Dalam keadaan normal serumen terdapat disepertiga luar liang telinga karena kelenjar tersebut hanya ditemukan didaerah ini dan keluar dengan sendirinya dari liang telinga akibat migrasi epitel kulit yang bergerak dari arah membrane timpani menuju keluar serta 3
dibantu oleh gerakan rahang sewaktu mengunyah.
Faktor yang menyebabkan serumen terkumpul dan mengeras di liang telinga sehingga menyumbat, antara lain: 1). Dermatitis kronik liang telinga luar 2). Liang telinga sempit 3). Produksi serumen banyak dan kental 4). Adanya benda asing di liang telinga 5). Adanya eksostosis liang telinga 6). Serumen terdorong oleh jari tangan atau ujung handuk setelah mandi 3
atau kebiasaan mengorek telinga.
Serumen memiliki banyak manfaat antara lain menjaga kanalis akustikus eksternus dengan barier proteksi yang akan melapisi dan mambasahi kanalis. Sifat lengketnya yang alami dapat menangkap benda asing, menjaga secara langsung kontak dengan bermacam-macam organisme, polutan, dan serangga. Serumen juga mepunyai pH asam (sekitar 4-5) sehinnga tidak dapat ditumbuhi oleh organisme sehingga dapat membantu menurunkan resiko infeksi pada
21
kanalis akustikus eksternus. Tanpa kotoran telinga, kulit dalam telinga akan menjadi kering, 3
pecah-pecah, terinfeksi atau terendam air dan sakit.
Gejala dapat timbul jika sekresi serumen berlebihan akibatnya dapat terjadi sumbatan serumen akibatnya pendengaran berkurang sehingga menyebabkan tuli konduktif. Rasa nyeri timbul apabila serumen keras membatu dan menekan dinding liang telinga. Telinga berdengung (tinitus), pusing (vertigo) bila serumen telah menekan membrane timpani,kadang-kadang disertai 3
batuk oleh karena rangsangan nervus vagus melalui cabang aurikuler.
Penatalaksanaan disesuaikan dengan konsistensi serumen. Jika serumen lembek hanya dibersihkan dengan kapas yang dililitkan pada aplikator. Serumen yang sudah keras dikeluarkan dengan cara dikait dengan alat pengait. Serumen yang terlalu dalam (mendekati membrane timpani), dikeluarkan dengan cara mengirigasi liang telinga. Pada serumen yang keras membatu sebelum dikeluarkan harus dilembekkan terlebih dahulu dengan karbol gliserin 10% tiga kali tiga tetes sehari, selama tiga sampai lima hari, setelah itu dikait dengan alat pengait atau diirigasi jika 3
serumen telah terdorong jauh kedalam liang telinga.
OTITIS EKSTERNA
Otitis eksterna adalah radang liang telinga akut maupun kronis disebabkan oleh bakteri dapat terlogalisir atau difus, telinga rasa sakit. Faktor ini penyebab timbulnya otitis eksterna ini, kelembaban, penyumbatan liang telinga, trauma local dan alergi. Faktor ini menyebabkan berkurangnya lapisan protektif yang menyebabkan edema dari epitel skuamosa. Keadaan ini menimbulkan trauma local yang mengakibatkan bakteri masuk melalui kulit, inflasi dan menimbulkan eksudat. Bakteri patogen pada otitis eksterna akut adalah pseudomonas (41 %), strepokokus (22%), stafilokokus aureus (15%) dan bakteroides (11%).1 Istilah otitis eksterna 11 12
akut meliputi adanya kondisi inflasi kulit dari liang telinga bagian luar. ,
22
Otitis eksterna ini merupakan suatu infeksi liang telinga bagian luar yang dapat menyebar ke pina, periaurikular, atau ke tulang temporal. Biasanya seluruh liang telinga terlibat, tetapi pada furunkel liang telinga luar dapat dianggap p embentukan lokal otitis eksterna. Otitis eksterna difusa merupakan tipe infeksi bakteri patogen yang paling umum disebabkan oleh pseudomonas, 13
stafilokokus dan proteus, atau jamur.
Penyakit ini sering diJumpai pada daerah-daerah yang panas dan lembab dan jarang pada iklim-iklim sejuk dan kering. Patogenesis dari otitis eksterna sangat komplek dan sejak tahun 1844 banyak peneliti mengemukakan faktor pencetus dari penyakit ini seperti Branca (1953) mengatakan bahwa berenang merupakan penyebab dan menimbulkan kekambuhan. Senturia dkk (1984) menganggap bahwa keadaan panas, lembab dan trauma terhadap epitel dari liang telinga luar merupakan faktor penting untuk terjadinya otitis eksterna. Howke dkk (1984) mengemukakan pemaparan terhadap air dan penggunaan lidi kapas dapat menyebabkan terjadi otitis eksterna baik yang akut maupun kronik. Batasan
Otitis eksterna adalah radang merata kulit liang telinga yang disebabkan oleh kuman maupun jamur (otomikosis) dengan tanda-tanda khas yaitu rasa tidak enak di liang telinga, deskuamasi, sekret di liang telinga dan kecenderungan untuk kambuhan. Pengobatan amat sederhana tetapi membutuhkan kepatuhan penderita terutama dalam menjaga kebersihan liang 15
telinga.
Etiologi
Swimmer’s ear (otitis eksterna) sering dijumpai, didapati 4 dari 1000 orang, kebanyakan pada usia remaja dan dewasa muda.Terdiri dari inflamasi, iritasi atau infeksi pada telinga bagian luar. Dijumpai riwayat pemaparan terhadap air, trauma mekanik dan goresan atau benda asing dalam liang telinga. Berenang dalam air yang tercemar merupakan salah satu cara terjadinya otitis eksterna (swimmer’s ear).3Bentuk yang paling umum adalah bentuk boil (Furunkulosis) salah satu dari satu kelenjar sebasea 1/3 liang telinga luar. Pada otitis eksterna difusa disini proses patologis membatasi kulit sebagian kartilago dari otitis liang telinga luar, konka daun telinga penyebabnya idiopatik, trauma, iritan, bakteri atau fungal, alergi dan lingkungan. Kebanyakan disebabkan alergi pemakaian topikal obat tetes telinga. Alergen yang paling sering adalah antibiotik, contohnya: neomycin, framycetyn, gentamicin, polimixin, anti bakteri (clioquinol, Holmes dkk, 1982) dan anti histamin. Sensitifitas poten lainnya adalah metal dan
23
khususnya nikel yang sering muncul pada kertas dan klip rambut yang mungkin digunakan untuk mengorek telinga. Infeksi merupakan penyakit yang paling umum dari liang telinga luar seperti 11
otitis eksterna difusa akut pada lingkungan yang lembab.
Patofisiologi
Saluran telinga bisa membersihkan dirinya sendiri dengan cara membuang sel-sel kulit yang mati dari gendang telinga melalui saluran telinga. Membersihkan saluran telinga dengan cotton bud (kapas pembersih) bisa mengganggu mekanisme pembersihan ini dan bisa mendorong sel-sel kulit yang mati ke arah gendang telinga sehingga kotoran menumpuk disana. Penimbunan sel-sel kulit yang mati dan serumen akan menyebabkan penimbunan air yang masuk ke dalam saluran ketika mandi atau berenang. Kulit yang basah dan lembut pada saluran telinga 14
lebih mudah terinfeksi oleh bakteri atau jamur.
Klasifikasi Otitis Eksterna
Penyebab tidak diketahui : • Malfungsi kulit : dermatitis seboroita, hiperseruminosis, asteotosis • Eksema infantil : intertigo, dermatitis infantil. • Otitis eksterna membranosa. • Meningitis kronik idiopatik • Lupus erimatosus, psoriasis Penyebab infeksi • Bakteri gram (+) : furunkulosis, impetigo, pioderma, ektima, sellulitis, erisipelas. • Bakteri gram (-) : Otitis eksterna diffusa, otitis eksterna bullosa, otitis eksterna granulosa, perikondritis.
24
• Bakteri tahan asam : mikrobakterium TBC. • Jamur dan ragi (otomikosis) : saprofit atau patogen. • Meningitis bullosa, herpes simplek, herpes zoster, moluskum kontangiosum, variola dan varicella. • Protozoa • Parasit Erupsi neurogenik : proritus simpek, neurodermatitis lokalisata/desiminata, ekskoriasi, neurogenik. Dermatitis alergika, dermatitis kontakta (venenat), dermatis atopik, erupsi karena obat, dermatitis eksamatoid infeksiosa, alergi fisik. Lesi traumatika : kontusio dan laserasi, insisi bedah, hemorhagi (hematom vesikel dan bulla), trauma (terbakar, frosbite, radiasi dan kimiawi). Perubahan senilitas. Deskrasia vitamin 11
Diskrasia endokrin.
Otitis Eksterna Sirkumskripta (Furunkel/ bisul)
Otitis eksterna sirkumskripta adalah infeksi bermula dari folikel rambut di liang telinga yang disebabkan oleh bakteri stafilokokus dan menimbulkan furunkel di liang telinga di 1/3 luar. Sering timbul pada seseorang yang menderita diabetes. Gejala klinis otitis eksterna sirkumskripta berupa rasa sakit (biasanya dari ringan sampai berat, dapat sangat mengganggu, rasa nyeri makin hebat bila mengunyah makanan). Keluhan kurang pendengaran, bila furunkel menutup liang telinga. Rasa sakit bila daun telinga ketarik atau ditekan. Terdapat tanda infiltrat atau abses pa da 1/3 luar liang telinga.
25
Penatalaksanaan otitis eksterna sirkumskripta :
15
• Lokal : pada stadium infiltrat diberikan tampon yang dibasahi dengan 10% ichthamol dalam glycerine, diganti setiap hari. Pada stadium abses dilakukan insisi pada abses dan tampon larutan rivanol 0,1%. • Sistemik : Antibiotika diberikan dengan pertimbangan infeksi yang cukup berat. Diberikan pada orang dewasa ampisillin 250 mg qid, eritromisin 250 qid. Anak-anak diberikan dosis 40-50 mg per kg BB. • Analgetik : Parasetamol 500 mg qid (dewasa). Antalgin 500 mg qid (dewasa). Pada kasus-kasus berulang tidak lupa untuk mencari faktor sistemik yaitu adanya penyakit 15
diabetes melitus.
Otitis Eksterna Difus
Otitis eksterna difus adalah infeksi pada 2/3 dalam liang telinga akibat infeksi bakteri. Umumnya bakteri penyebab yaitu Pseudomonas. Bakteri penyebab lainnya yaitu Staphylococcus albus, Escheria coli, dan sebagainya. Kulit liang telinga terlihat hiperemis dan udem yang batasnya tidak jelas. Tidak terdapat furunkel (bisul). Gejalanya sama dengan gejala otitis eksterna sirkumskripta (furunkel = bisul). Kandang-kadang kita temukan sekret yang berbau namun tidak bercampur lendir (musin). Lendir (musin) merupakan sekret yang berasal dari kavum timpani dan kita temukan pada kasus otitis media.
12
Pengobatan otitis eksterna difus ialah dengan memasukkan tampon yang mengandung antibiotik ke liang telinga supaya terdapat kontak yang baik antara obat dengan kulit yang meradang. Kadang-kadang diperlukan obat antibiotika sistemik.
13
26
Otomikosis
Infeksi jamur di liang telinga dipermudah oleh kelembaban yang tinggi di daerah tersebut. Yang tersering ialah jamur aspergilus. Kadang-kadang ditemukan juga kandida albikans atau jamur lain. Gejalanya biasanya berupa rasa gatal dan rasa penuh di liang telinga, tetapi sering pula tanpa keluhan. Pengobatannya ialah dengan membersihkan liang telinga. Larutan asam asetat 25% dalam alkohol yang diteteskan ke liang telinga biasanya dapat menyembuhkan. Kadangkadang diperlukan juga obat anti-jamur (sebagai salep) yang diberikan secara topikal.
13
Gejala Klinis
Rasa sakit di dalam telinga bisa bervariasi dari yang hanya berupa rasa tidak enak sedikit, perasaan penuh didalam telinga, perasaan seperti terbakar hingga rasa sakit yang hebat, serta berdenyut. Meskipun rasa sakit sering merupakan gejala yang dominan, keluhan ini juga sering merupakan gejala sering mengelirukan. Kehebatan rasa sakit bisa agaknya tidak sebanding dengan derajat peradangan yang ada. Ini diterangkan dengan kenyataan bahwa kulit dari liang telinga luar langsung berhubungan dengan periosteum dan perikondrium, sehingga edema dermis menekan serabut saraf yang mengakibatkan rasa sakit yang hebat. Lagi pula, kulit dan tulang rawan 1/3 luar liang telinga bersambung dengan kulit dan tulang rawan daun telinga sehingga gerakan yang sedikit saja dari daun telinga akan dihantarkan kekulit dan tulang rawan dari liang telinga luar dan mengkibatkan rasa sakit yang hebat dirasakan oleh penderita otitis eksterna. Rasa penuh pada telinga merupakan keluhan yang umum pada tahap awal dari otitis eksterna difusa dan sering mendahului terjadinya rasa sakit d an nyeri tekan daun telinga. Gatal merupakan gejala klinik yang sangat sering dan merupakan pendahulu rasa sakit yang berkaitan dengan otitis eksterna akut. Pada kebanyakan penderita rasa gatal disertai rasa penuh dan rasa tidak enak merupakan tanda permulaan peradangan suatu otitis eksterna akuta. Pada otitis eksterna kronik merupakan keluhan utama. Kurang pendengaran mungkin terjadi pada akut dan kronik dari otitis eksterna akut. Edema kulit liang telinga, sekret yang sorous atau purulen, penebalan kulit yang progresif pada otitis eksterna yang lama, sering menyumbat lumen kanalis dan menyebabkan timbulnya tuli konduktif. Keratin yang deskuamasi, rambut, serumen, debris, dan obat-obatan yang digunakan 11
kedalam telinga bisa menutup lumen yang mengakibatkan peredaman hantaran suara.
27
Tanda-Tanda Klinis
Menurut MM. Carr secara klinik otitis eksterna terbagi :
13
1. Otitis Eksterna Ringan : kulit liang telinga hiperemis dan eksudat, liang telinga menyempit. 2. Otitis Eksterna Sedang : liang telinga sempit, bengkak, kulit hiperemis dan eksudat positif 3. Otitis Eksterna Komplikas : Pina/Periaurikuler eritema dan bengkak 4. Otitis Eksterna Kronik : kulit liang telinga/pina menebal, keriput, eritema p ositif.
Menurut Senturia HB (1980) : Eritema kulit, sekret yang kehijau-hijauan dan edema kulit liang telinga merupakan tanda-tanda klasik dari otitis diffusa akuta. Bau busuk dari sekret tidak terjadi. Otitis eksterna diffusa dapat dibagi atas 3 stadium yaitu :
11
1. “Pre Inflammatory“ 2. Peradangan akut (ringan/ sedang/ berat) 3. Radang kronik
Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari keadaan yang serupa dengan otitis eksterna antara lain meliputi : - Otitis eksterna nekrotik - Otitis eksterna bullosa - Otitis eksterna granulosa - Perikondritis yang berulang - Kondritis - Furunkulosis dan karbunkulosis - dermatitis, seperti psoriasis dan dermatitis seboroika. Karsinoma liang telinga luar yang mungkin tampak seperti infeksi stadium dini diragukan dengan proses infeksi, sering diobati kurang sempurna. Tumor ganas yang paling sering adalah squamous sel karsinoma, walaupun tumor primer seperti seruminoma, kista adenoid, metastase karsinoma mamma, karsinoma prostat, small (oat) cell“ dan karsinoma sel renal. Adanya rasa sakit pada daerah mastoid terutama dari tumor ganas dan dapat disingkirkan dengan melakukan 11
pemeriksaan biopsi.
28
OSTEOMA LIANG TELINGA Definisi
Osteoma merupakan tumor jinak mesenkim osteoblas yang terdiridari diferensiasi jaringan tulang matur. Osteoma liang telinga merupakan tumor tulang jinak yang berasal dari pars timpani tulang temporal.
Epidemiologi
Insiden osteoma 0,1-1 % dari seluruh tumor jinak tulang tengkorak. Osteoma lebih sering terjadi pada pria daripada wanita.
Etiologi
Penyebab pasti osteoma belum diketahui, tetapi ada beberapateori: 1. Teori perkembangan:Conheim mengatakan bahwa tumor biasanya terbentuk di antara dua jaringan tulang yang berdekatan dengan asal embrionik yang berbeda. Diantara dua tulang yang berbeda ini terdapat sel embrionik yangterperangkap yang memicu proliferasi tulang yang berlebihan. 2.
Teori
kongenital:manifestasi
klinis
terjadi
ketika
pertumbuhan
tulang
meningkat
denganadanya tulang embrionik misalnya pada saat pubertas. 3.
Teori
trauma:Komplikasi
dari
trauma
pada
tulang
temporal
dapat
menimbulkan
prosesinflamasi pada tulang seperti periostitis, yang merangsang pembentukan osteoma. 4. Teori infeksi:Infeksi dapat memicu pertumbuhan osteoma dengan merangsang proliferasi osteoblas pada garis mukoperiostium. 5.
Teori
hormonal:peningkatan
aktifitas
osteoblas
periostium,
dirangsang
oleh
mekanismeendokrin 6. Faktor herediter
Gejala
Osteoma liang telinga biasanya asimtomatik, tetapi akanmenimbulkan gejala apabila telah terjadi obstruksi liang telinga yang bisa menimbulkan gejala berupa tuli konduktif. Gejala lainnya dapat berupaotorrea, otalgia, otitis eksterna, kolesteatoma.
29
Karakteristik
Osteoma tumbuh perlahan-lahan, jinak, dan jarang multiple, bisasesil (tidak bertangkai) atau pedunkulata (bertangkai). Dengan otoskopterlihat osteoma bersifat soliter, sifat tumor dari osteoma
ini
juga
dapatditentukan
dengan
palpasi.
Secara
mikroskopis,
osteoma
ini
terbagimenjadi : 1. Kompak: jenis terbanyak, padat, dan lempeng tulang dengansedikit vena dan kanal Havers. Jika disertai dengan tulang yang sklerotik dinamakan osteoma Ivory. Osteoma kompak mempunyai dasar yang lebardan tumbuh sangat lambat. 2. Spons: jenis yang jarang, tediri dari tulang spons, jaringan selfibrosa, dengan kecendrungan meluas ke diploe dan meliputi laminainternal dan eksternal tulang 3. Campuran : campuran tipe kompak dan spons
Diagnosis
Diagnosis, ditegakkan melalui gejala klinis dari pasien,pemeriksaan fisik, dan teknik pencitraan seperti CT scan tulang temporal.CT scan bermaksud untuk melokalisasi kalsifikasi dari dinding, menilaipenurunan ukuran liang telinga, menilai kedalaman osteoma dan menilaikeadaan patologis yang berhubungan, baik ke liang telinga dan telingatengah.
Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari osteoma liang telinga ini adalah eksostosis.
Stadium Osteoma
Stadium klinis untuk osteoma oleh Graham pada tahun 1982terbagi menjadi : stadium 1 : tumor terlihat oleh pemeriksa, tetapi pada pasien belum menimbulkan gejala stadium 2 : menimbulkan gejala tetapi dapat dikontrol dengan pengobatan konservatif,
30
stadium 3 : menimbulkan gejala yang memerlukan terapi pembedahan.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan osteoma liang telinga ini terbagi menjadi terapi konservatif dan terapi pembedahan. Terapi konservatif bertujuan mencegah otitis eksterna dan tuli konduktif, yang disebabkan oleh akumulasi dari deskuamasi epitel skuamosa. Hal ini dapat dilakukan dengan membuang deskuamasi epitel dan dengan menggunakan antibiotik topikal. Pembedahan dilakukan pada pasien dengan tuli konduktif disebabkan oleh obstruksi tulang dan pasien dengan otitis eksterna yangsulit dikontrol secara klinis. Biasanya, osteoma dapat dibuang dengan metode transmeatal menggunakan anestesi lokal. Metode retroauricular dilakukan jika osteoma terletak medial ke isthmus dan ukurannya lebih besar dari isthmus.Operasi pengangkatan bermaksud untuk mengembalikan ukuran normal dari liang telinga dengan menggunakan bur diamond dan kuret melalui pendekatan transmeatal di bawah anestesi lokal. Operasi pengangkatan osteoma mirip dengan yang exostoses.Saluran penutup kulit diangkat, dan lesi dibor, sebaiknya dengan burrdiamond. Bila lumen liang telinga sudah normal kembali, kulit diletakkandi atas tulang liang telinga dan dipasang tampon busa gelatin yang dapatdiserap. Operasi bisa sangat berisiko, termasuk risiko membran timpani,Nervus Facialis, telinga bagian dalam, oleh karena itu, pembedahan inimemerlukan ahli yang berpengalaman.
Prognosis
Osteoma mempunyai prognosis yang baik. Tumor ini jarang rekuren dan tidak berpotensi 16
menjadi ganas.
31
GANGGUAN FUNGSI TUBA EUSTACHIUS
Tuba Eustachius adalah saluran yang menghubungkan rongga telinga tengahdengan nasofaring. Fungsi tuba: 1. Ventilasi : untuk menjaga agar tekanan udara dalam telinga tengah selalu samadengan tekanan udara luar. 2. Drainase secret 3. Proteksi : menghalangi masuknya secret dari nasofaring ke telinga tengah. Fungsi ventilasi dapat dibuktikan dengan : a. Perasat Valsalva Cara: meniupkan dengan keras dari hidung sambil hidung dipencet serta mulutditutup. Hasil: Tuba Terbuka : terasa udara masuk ke dalam rongga telinga tengah yangmenekan membrane timpani ke arah lateral. KI : ada infeksi pada jalan napas atas. b. Perasat Toynbee Cara: menelan ludah sambil hidung dipencet serta mulut ditutup. Hasil: Tuba Terbuka : terasa membrane timpani tertarik ke medial.Perasat ini lebih fisiologis.
Tuba Eustachius terdiri dari: -
Cartilago : Dua pertiga dalam (ke arah nasofaring)
-
Tulang : Sepertiganya.
Pada anak, tuba lebih pendek, lebih lebar dan kedudukannya lebih horizontal darituba orang dewasa. Panjang tuba orang dewasa 37,5 mm dan pada anak dibawah 9 bulan adalah 17,5 mm. Tuba biasanya dalam keadaan tertutup dan baru terbuka apabila oksigen diperlukan masuk ke telinga tengah atau pada saat mengunyah, menelan, dan 35 menguap. Pembukaan tuba dibantu oleh otot tensor veli palatine apabila perbedaan antara 20-40 mmHg.
Gangguan fungsi tuba dapat terjadi oleh beberapa hal: 1. Tuba Terbuka Abnormal Adalah tuba terus menerus terbuka, sehingga udara masuk ke telingatengah waktu respirasi. Dapat disebabkan oleh hilangnya jaringan lemak di sekitar mulut tuba sebagai akibat
32
turunnya berat badan yang hebat, penyakit kronis(rhinitis atrofi dan faryngitis), gangguan fungsi otot seperti Myastenia Gravis, penggunaan obat anti-hamil pada wanita dan penggunaan esterogen pada laki-laki. Keluhan pasien biasanya berupa rasa penuh dalam telinga tengah atauautofoni (gema suara sendiri terdengar lebih keras). Keluhan ini sangatmengganggu sehingga pasien mengalami stress berat. Pada pemeriksaan klinis dapat dilihat membran timpani yang atrofi, tipis,dan bergerak pada respirasi ( a telltale diagnostic sign). Pengobatan cukup dengan obat penenang, dan bila tidak berhasil digunakan pemasangan pipa ventilasi (Grommet) 2. Myoklonus palatal Ialah kontraksi ritmik dari otot-otot palatum yang terjadi secara periodic.Hal ini menimbulkan bunyi klik dalam telinga pasien dan kadang-kadang dapatdidengar oleh pemeriksa. Keadaan ini jarang terjadi dan penyebab yang pasti belum diketahui. 3. Palatoskisis Terjadi gangguan otot tensor veli palatine dalam membuka tuba. Hal inimenyebabkan terjadinya kelainan telinga tengah pada anak dengan palatoskisislebih besar dibandingkan dengan anak normal. Dianjurkan untuk melakukankoreksi palatoskisis sedini mungkin. 4.Obstruksi tuba Dapat terjadi oleh berbagai kondisi, seperti peradangan di nasofaring, peradangan adenoid atau tumor nasofaring. Gejala klinik awal adalahterbentuknya cairan pada telinga tengah (otitis media serosa). Oleh karena itu, setiap pasien dewasa dengan otitis media kronik unilateral harus dipikirkanadanya ca nasofaring. Sumbatan mulut tuba di nasofaring juga bisa disebabkan oleh tampon posterior hidung (Bellocq tempon) atau oleh sikatriks akibat trauma operasi 3
(adenoidektomi).
33
OTITIS MEDIA AKUT ( OMA )
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.
Catatan :
Otits Media Supuratif Akut Otitis Media Sub Akut
< 3 mgg
> 3 mgg sampai 2 bulan
Otitis Media Supuratif Kronik Sumber : Buku THT FKUI A. Otitis Media Supuratif I.
Otitis Media Supuratif Akut (OMSA)
Definisi dan Patogenesis
-
Otitis media supuratif akut (OMSA) adalah otitis media yang berlangsung selama 3 minggu
atau kurang karena infeksi bakteri piogenik. -
Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba di nasofaring dan faring. Secara
fisiologik terdapat mekanisme pencegahan masuknya pencegahan masuknya mikroba ke dalam telinga tengah oleh silia mukosa tuba eustachius, enzim, dan antibodi. -
Otitis media akut terjadi karena pertahanan tubuh ini terganggu. Sumbatan tuba eustachius
merupakan faktor utama dari otitis media. Karena fungsi tuba eustachius terganggu, pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah juga terganggu, sehingga kuman masuk ke dalam telinga tengah dan terjadi peradangan.
34
-
Dikatakan juga, pencetus terjadinya OMSA adalah infeksi saluran napas atas.
-
Pada anak, makin sering terserang infeksi saluran napas, makin besar kemungkinan
terjadinya OMSA. Pada bayi, terjadinya OMSA dipermudah oleh karena tuba eustachiusnya pendek, lebar, dan letaknya agak horisntal. -
Kuman
penyebab
utama
ialah
bakteri
piogenik,
seperti Streptokokus
hemolitikus, Stafilokokus aureus, Pneumokokkus. Selain itu kadang ditemukan juga hemofilus influenza, Escheria coli, Streptokokus anhemolitikus.
Stadium dan Terapi 1.
Stadium Oklusi Tuba Eustachius
Tanda adanya oklusi tuba eustachius adalah gambaran retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan negatif di dalam telinga tengah, karena adanya absorbsi udara. Hal ini diakibatkan oleh adanya radang di mukosa hidung dan nasofaring karena infeksi saluran napas atas berlanjut ke mukosa tuba eustachius. Akibatnya mukosa tuba eustachius mengalami edema yang akan menyempitkan lumen tuba eustachius. Kadang-kadang membran timpani tampak normal, atau berwarna keruh (pucat). Keluhan yang dirasakan : telinga terasa penuh (seperti kemasukan air), pendengaran terganggu, nyeri pada telinga (otalgia), tinnitus. Pada pemeriksaan otoskopi didapat gambaran membran timpani berubah menjadi retraksi / tertarik ke medial dengan tanda-tanda lebih cekung, brevis lebih menonjol, manubrium mallei lebih horizontal dan lebih pendek, plika anterior tidak tampak lagi, dan refleks cahaya hilang atau berubah (memendek). Terapi : pengobatan terutama bertujuan untuk membuka kembali tuba eustachius, sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Untuk itu diberikan obat tetes hidung. HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik (anak <12 tahun) atau HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologik (>12 tahun). 2.
Stadium Hiperemis (Pre Supurasi)
Tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani. Seluruh mukosa membran timpani tampak hiperemis serta edem. Sekret yang telah terbentuk masih bersifat eksudat yan g serosa sehingga sukar terlihat.
35
Terapi : antibiotik (yang dianjurkan golongan penisilin atau ampisilin), obat tetes hidung, analgetika. Pemberian antibiotik dianjurkan minimal 7 hari. Bila alergi dengan penisilin, amak diberikan eritromisin. Bila membran timpani sudah terlihat hiperemis difus, sebaiknya dilaku kan miringotomi. 3.
Stadium Supurasi (Bombans)
Edem yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial, terbentuk eksudat yang purulen di kavum timpani, menyebabkan membran timpani menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar. Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta rasa nyeri di telinga bertambah berat. Apabila tekanan di kavum timpani tidak berkurang, maka terjadi iskemia akibat tekanan pada kapiler-kapiler, serta timbul tromboflebitis pada vena-vena kecil dan nekrosis mukosa dan submukosa. Nekrosis ini pada membran timpani terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan berwarna kekuningan. Di tempat ini akan terjadi ruptur. Bila tidak dilakukan insisi membran timpani (miringotomi) pada stadium ini, maka kemungkinan besar membran timpani akan ruptur dan nanah keluar ke liang telinga luar. Dengan melakukan miringotomi, luka insisi akan menutup kembali, sedangkan apabila terjadi ruptur, maka lubang tempat ruptur (perforasi) tidak mudah menutup kembali. Terapi : Pemberian antibiotik dan miringotomi (bila membran timpani masih utuh). Dengan melakukan miringotomi gejala-gejala klinis lebih cepat hilang dan ruptur dapat dihindari. 4.
Stadium Perforasi
Tekanan yang tinggi pada cavum timpani akibat kumpulan mucous dapat menimbilkan perforasi pada membran timpani. Terlambatnya
pemberian
antibiotik
atau
virulensi
kuman
yang
tinggi
dapat
mengakibatkan terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke telinga luar. Keluhan yang dirasakan sudah banyak berkurang (karena tekanan di kavum timpani berkurang), keluar cairan di telinga, penurunan pendengaran, keluhan infeksi saluran napas atas masih dirasakan.
36
Pada pemeriksaan otoskopi meatus eksternus masih didapati banyak mukopus dan setelah dibersihkan akan tampak membran timpani yang hiperemis dan perforasi paling sering terletak di sentral. Terapi : cuci telinga H2O2 3% selama 3 – 5 hari serta antibiotik yang adekuat. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi dapat menutup kembali dalam waktu 7 – 10 hari. 5.
Stadium Resolusi
Bila membran timpani tetap utuh, maka keadaan membran timpani perlahan-lahan akan kembali normal. Bila sudah terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang dan akhirnya kering. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah, maka resolusi dapat terjadi walau tanpa pengobatan.
Komplikasi
-
Bila setelah 3 minggu pengobatan sekret masih tetap banyak, kemungkinan telah terjadi
mastoiditis. -
OMSA dapat menimbulkan gejala sisa (sekuele) berupa otitis media serosa bila sekret
menetap di kavum timpani tanpa terjadinya perforasi. -
Bila OMSA berlanjut dengan keluarnya sekret dari telinga tengah lebih dari 3 minggu,
maka keadaan ini disebut otitis media supuratif sub akut. -
Bila perforasi menetap dan sekret tetap keluar selama satu setengah sampai 2 bulan, maka
keadaan ini disebut otitis media supuratif kronik (OMSK). -
Beberapa faktor yang menyebabkan OMSA menjadi OMSK antara lain : terapi yang
terlambat diberikan, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman tinggi, daya tahan tubuh pasien rendah (gizi kurang) atau higiene buruk.
37
Prognosis
Prognosis pada OMSA baik bila terapi yang diberikan adekuat.
Miringotomi
-
Salah satu penangan yang perlu dilakukan pada OMSA (terutama pada stadium supurasi)
adalah miringotomi. -
Miringotomi adalah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, agar terjadi drainase
sekret dari telinga tengah ke telinga luar. Miringotomi merupakan tindakan pembedahan kecil. Lokasi miringotomi adalah di kuadran postero-inferior. Untuk tindakan ini haruslah memakai lampu kepala yang mempunyai sinar yang cukup terang, memakai corong telinga yang sesuai dengan besar liang telinga, dan pisau parasintesis yang digunakan berukuran kecil dan steril. -
Bedakan miringotomi dengan parasintesis. Parasintesis merupakan punksi pada membran
timpani untuk mendapatkan sekret guna pemeriksaan mikrobiologik (dengan semprit dan jarum khusus). -
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah perdarahan akibat trauma pada liang telinga luar,
dislokasi tulang pendengaran, trauma pada fenestra rotundum, trauma pada n. fasialis, trauma pada bulbus jugulare. -
Sebagian ahli berpendapat bahwa miringotomi tidak perlu dilakukan apabila sudah 3,4
diberikan terapi yang adekuat (antibiotik yang tepat dan dosis yang cukup).
II.
Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK)
38
Pendahuluan
-
OMSK adalah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret sekret
yang keluar dari liang telinga tengah terus-menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin kental, bening, atau berupa nanah. -
Beberapa faktor yang menyebabkan OMSA menjadi OMSK antara lain lain : terapi yang
terlambat diberikan, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman tinggi, daya tahan tubuh pasien rendah (gizi kurang) atau higiene buruk. -
OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang dimulai setelah
dewasa. -
Faktor infeksi infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis, (adenoiditis, tonsilitis, tonsilitis, rinitis, sinusitis),
mencapai telinga tengah melalui tuba eustachius.
Klasifikasi
a.
Berdasarkan letak perforasi di membran timpani, OMSK terbagi atas :
-
Perforasi sentral : perforasi terdapat di pars tensa (tengah) membran timpani. Bisa antero-
inferior, postero-inferior, postero-inferior, dan postero-superior, kadang-kadang sub total. Sedangkan di seluruh tepi perforasi masih ada membran timpani. -
Perforasi marginal: sebagian dari tepi perforasi langsung berhubungan dengan anulus atau
sulkus timpanikum. Referensi lain menuliskan perforasi marginal merupakan perforasi pada pinggir membran timpani dengan adanya erosi dari anulus fibrosus. -
Perforasi atik : perforasi yang terletak di pars flasida.
b.
Berdasarkan jenis serangan, OMSK terbagi atas: OMSK tipe benigna (= tipe mukosa = tipe jinak = tipe aman)
-
Proses peradangan terbatas pada mukosa, biasanya tidak mengenai tulang.
-
Perforasi terletak di sentral (pars tensa)
-
Umumnya OMSK tipe benigna jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya
-
Tidak terdapat kolesteatom OMSK tipe maligna ( = tipe tulang = tipe ganas = tipe bahaya) baha ya)
-
OMSK yang disertai dengan kolesteatom
-
Perforasi terletak di marginal atau atik
-
Sebagian besar komplikasi yang berbahaya atau fatal timbul pada OMSK tipe maligna
39
b.
Berdasarkan aktivitas sekret, OMSK terbagi atas : OMSK aktif : OMSK dengan sekret yang keluar dari kavum timpani secara aktif. OMSK tenang : OMSK dengan keadaan kavum timpani yang terlihat basah atau kering.
Etiologi (Penyebab)
Penyebab OMSK antara lain : -
lingkungan
-
genetik
-
otitis media sebelumnya
-
infeksi saluran napas atas
-
autoimun
-
alergi
-
gangguan fungsi tuba eustachius
Gejala Klinis
1.
Telinga berair (otore)
o
Sekret bersifat purulen atau mukoid tergantung stadium peradangan.
o
Pada OMSK tipe jinak (tipe benigna), cairan yang keluar berupa mukopus yang tidak berbau
busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya sekret biasanya hilang timbul. o
Pada OMSK tipe ganas (tipe maligna) unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau
hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret berbentuk nanah dan berbau busuk (aroma kolesteatom). Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan adanya kolesteatom yang mendasarinya. o 2.
Pada OMSK tipe inaktif (tipe tenang) tidak tidak dijumpai adanya sekret telinga. Gangguan pendengaran
Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe maligna biasanya didapatkan tuli konduktif berat. 3.
Otalgia (nyeri telinga) Keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Namun bila OMSK telah
berlangsung lama, biasanya penderita sudah tidak merasakan nyeri telinga lagi .
40
Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya duramater atau dinding sinus lateralis, atau ancaman terbentuknya abses otak. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti petrositis, abses subperiosteal, atau trombosis sinus lateralis. 4.
Vertigo Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi
dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada penderita penderi ta yang sensit sensitif if keluhan vertigo dapat terjad terjadii hanya karena perfora perforasi si besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perubahan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan menyebabkan keluhan vertigo. Keluhan vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi ko mplikasi serebellum. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan tergantung dari jenis OMSK dan luasnya infeksi, dimana penatalaksanaan terbagi atas pengobatan konservatif dan operasi. op erasi. 1.
OMSK Benigna (Tenang)
-
Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan mengorek
telinga, air jangan masuk ke telinga, dilarang berenang, dan segera berobat bila menderita infeksi saluran napas atas. -
Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti,
timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang dan gangguan pendengaran. 2.
OMSK Benigna (Aktif)
-
Prinsip pengobatan OMSK adalah membersihkan liang telinga dan cavum timpani serta
pemberian antibiotik (topikal dan sistemik) -
Pengobatan antibiotik topikal dapat digunakan secara luas untuk OMSK aktif yang
dikombinasi dengan pembersihan telinga. -
Penggunaan antibiotik topikal yang ototoksik (misalnya neomisin) lamanya tidak lebih dari
satu minggu. o
Antibiotik topikal yang dapat dipakai pada OMSK adalah: Polimiksin B atau Polimiksin E
41
Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif, Pseudomonas, E. Koli Klebeilla, Enterobakter, tetapi resisten terhadap gram positif. o
Neomisin
Obat bakterisid pada kuman gram positif dan negatif, misalnya : Stafilokokus aureus, Proteus sp. Resisten pada semua anaerob dan Pseudomonas. Toksik terhadap ginjal dan telinga. Kloramfenikol
Obat ini bersifat bakterisid.
3.
OMSK Maligna
-
Pengobatan untuk OMSK maligna adalah operasi.
-
Pengobatan konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara
sebelum dilakukan pembedahan. 4.
Pembedahan pada OMSK (tipe benigna / tipe maligna)
Ada beberapa jenis pembedahan atau teknik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna maupun maligna, an tara lain: a.
o
Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy)
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe benigna yang dengan pengobatan konservatif tidak
sembuh. o
Pada operasi ini dilakukan pembersihan ruang mastoid dari jaringan patologik.
o
Tujuannya ialah supaya infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi.
o
Pada operasi ini fungsi pendengaran tidak diperbaiki.
b.
o
Mastoidektomi radikal
Operasi ini dilakukan pada OMSK maligna dengan infeksi atau kolesteatom yang sudah
meluas. o
Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani dibersihkan dari semua jaringan
patologik. Dinding batas antara liang telinga luar dan telinga tengah dan rongga mastoid diruntuhkan, sehingga ketiga daerah anatomi tersebut menjadi satu ruangan. o
Tujuan operasi ini adalah membuang semua jaringan patologik dan mencegah komplikasi ke
intrakranial. o c.
o
Fungsi pendengaran tidak diperbaiki. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi (operasi Bondy)
Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan kolesteatom di daerah atik, tetapi belum merusak
kavum timpani.
42
o
Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding posterior liang telinga direndahkan.
o
Tujuan operasi ini adalah untuk membuang semua jaringan patologik dari rongga mastoid,
dan mempertahankan pendengaran yang masih ada. d.
o
Miringoplasti
Operasi ini merupakan jenis timpanoplasti yang paling ringan, dikenal juga dengan dengan
nama timpanoplasti tipe I. o
Rekonstruksi hanya dilakukan pada membran timpani.
o
Tujuan operasi ialah untuk mencegah berulangnya infeksi telinga tengah pada OMSK tipe
benigna dengan perforasi yang menetap. o
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe benigna yang sudah tenang dengan ketulian ringan
yang hanya disebabkan oleh perforasi membran timpani. e.
o
Timpanoplasti
Operasi ini dikerjakan pada OMSK tipe benigna dengan kerusakan yang lebih berat atau
OMSK tipe benigna yang tidak bisa ditenangkan dengan pengobatan medikamentosa. o
Tujuan operasi ialah untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran.
o
Pada operasi ini selain rekonstruksi membran timpani sering kali harus dilakukan juga
rekonstruksi tulang pendengaran. o
Berdasarkan bentuk rekonstruksi tulang pendengaran yang dilakukan maka dikenal istilah
timpanoplasti tipe II, III, IV, dan V. f.
o
Timpanoplasti dengan pendekatan ganda (Combined Approach Tympanoplasty)
Operasi ini merupakan teknik operasi timpanoplasti yang dikerjakan pada kasus OMSK tipe
maligna atau OMSK tipe benigna dengan jaringan granulasi yang luas. o
Tujuan operasi untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran tanpa
melakukan teknik mastoidektomi radikal (tanpa meruntuhkan dinding posterior dari telinga). o
Membersihkan kolesteatom dan jaringan granulasi di kavum timpani, dikerjakan melalui dua
jalan(combined approach) yaitu melalui liang telinga dan rongga mastoid dengan melakukan timpanotomi posterior.
43
B. Otitis Media Non Supuratif (Otitis Media Serosa) Pendahuluan
-
Sinonim : otitis media serosa, otitis media musinosa, otitis media efusi, otitis media
sekretoria, otitis media mukoid (glue ear) -
Otitis media serosa adalah keadaan terdapatnya sekret nonpurulen di telinga tengah,
sedangkan membran timpani utuh. -
Adanya cairan di telinga tengah dengan membran timpani utuh tanpa tanda-tanda infeksi
disebut juga otitis media dengan efusi. Apabila efusi tersebut encer disebut otitis media serosa dan apabila efusi tersebut kental seperti lem disebut o titis media mukoid (glue ear). -
Otitis media serosa terjadi terutama akibat adanya transudat atau plasma yang mengalir dari
pembuluh darah ke telinga tengah yang sebagian besar terjadi akibat adanya perbedaan tekanan hidrostatik. -
Pada Otitis media mukoid, cairan yang ada di telinga tengah timbul akibat sekresi aktif dari
kelenjar dan kista yang terdapat di dalam mukosa telinga tengah, tuba eustachius, dan rongga mastoid. -
Otitis media serosa / otitis media sekretoria / otitis media mukoid / otitis media efusi terbatas
pada keadaan dimana terdapat efusi dalam kavum timpani dengan membran timpani utuh tanpa tanda-tanda radang. Bila efusi tersebut berbentuk pus, disertai tanda-tanda radang maka disebut otitis media akut (OMA). -
Otitis media serosa dibagi 2 jenis : otitis media serosa akut dan otitis media serosa
kronik (glue ear)
I. Otitis Media Serosa Akut
Otitis media serosa akut adalah keadaan terbentuknya sekret di telinga tengah secara tiba-tiba yang disebabkan oleh gangguan fungsi tuba. Keadaan ini dapat disebabkan antara lain: -
Sumbatan tuba, dimana terbentuk cairan di telinga tengah disebabkan oleh tersumbatnya
tuba secara tiba-tiba seperti pada barotrauma. -
Virus, terbentuknya cairan di telinga tengah yang berhubungan dengan infeksi virus pada
jalan napas atas.
44
-
Alergi, terbentuknya cairan di telinga tengah yang berhubungan dengan keadaan alergi pada
jalan napas atas. -
Idiopatik. Gejala Klinis
-
Gejala yang menonjol pada otitis media serosa akut biasanya pendengaran berkurang.
-
Rasa tersumbat pada telinga atau suara sendiri terdengar lebih nyaring atau berbeda pada
telinga yang sakit (diplacusis binauralis). -
Kadang terasa seperti ada cairan yang bergerak dalam telinga pada saat posisi kepala
berubah. -
Rasa sedikit nyeri dalam telinga dapat terjadi pada saat awal tuba terganggu, yang
menyebabkan timbul tekanan negatif pada telinga tengah (misalnya pada barotrauma), tetapi setelah sekret terbentuk tekanan negatif ini pelan-pelan hilang. -
Rasa nyeri dalam telinga tidak pernah ada bila penyebab timbulnya sekret adalah virus atau
alergi. -
Tinitus, vertigo, atau pusing kadang-kadang ada dalam bentuk yang ringan. Pengobatan
-
Pengobatan dapat secara medikamentosa dan pembedahan.
-
Pada pengobatan medikal diberikan obat vasokonstriktor lokal (tetes hidung), antihistamin,
serta perasat valsava, bila tidak ada tanda-tanda infeksi di jalan napas atas. -
Setelah satu atau dua minggu, bila gejala masih menetap, dilakukan miringotomi.
-
Bila
masih
belum
sembuh
dilakukan
miringotomi
dengan
pemasangan
pipa
ventilasi (Grommet tube).
II. Otitis Media Serosa Kronik (Glue Ear)
o
Batasan antara kondisi otitis media serosa akut dengan otitis media serosa kronik hanya pada
cara terbentuknya sekret. o
Pada otitis media serosa akut, sekret terbentuk secara tiba-tiba di telinga tengah dengan
disertai rasa nyeri pada telinga. o
Pada otitis media serosa kronis, sekret terbentuk secara bertahap tanpa rasa nyeri dengan
gejala-gejala pada telinga yang berlangsung lama.
45
o
Otitis media serosa kronik lebih sering terjadi pada anak-anak, sedangkan otitis media serosa
akut lebih sering terjadi pada orang dewasa. o
Sekret pada otitis media serosa kronik dapat kental seperti lem, maka disebut glue ear .
o
Otitis media serosa kronik dapat juga terjadi sebagai gejala sisa dari otitis media akut (OMA)
yang tidak sembuh sempurna. o
Penyebab lain diperkirakan adanya hubungan infeksi virus, keadaan alergi, atau gangguan
mekanis pada tuba. o -
Gejala klinik: Perasaan tuli pada otitis media serosa kronik lebih menonjol (40-50 dB), oleh karena sekret
kental atau glue ear . -
Pada otoskopi terlihat membran timpani utuh, retraksi, suram, kuning kemerahan, atau
keabu-abuan. o -
Pengobatan: Pengobatan yang harus dilakukan adalah mengeluarkan sekret dengan miringotomi dan
pemasangan pipa ventilasi (Grommet-tube). -
Pada kasus yang masih baru pemberian dekongestan tetes hidung serta kombinasi
antihistamin-dekongestan peroral kadang-kadang bisa berhasil. -
Sebagian ahli menganjurkan pengobatan medikamentosa selama 3 bulan, bila tidak berhasil
baru dilakukan tindakan operasi. -
Disamping itu harus pula dinilai serta diobati faktor-faktor penyebab seperti alergi, 3,4
pembesaran adenoid atau tonsil, infeksi hidung dan sinus.
46
OTOSKLEROSIS Definisi
Otosklerosis adalah penyakit primer dari tulang-tulang pendengaran dan kapsul tulang labirin. Proses ini menghasilkan tulang yang lebih lunak dan berkurang densitasnya (otospongiosis). Gangguan pendengaran disebabkan oleh pertumbuhan abnormal dari spongy bone-like tissue yang menghambat tulang- tulang di telinga tengah, terutama stapes untuk bergerak dengan baik. Pertumbuhan tulang yang abnormal ini sering terjadi di depan dari fenestra ovale, yang memisahkan telinga tengah dengan telinga dalam. Normalnya, stapes yang merupakan tulang terkecil pada tubuh bergetar secara bebas mengikuti transmisi suara ke telinga dalam. Ketika tulang ini menjadi terfiksasi pada tulang sekitarnya, getaran suara akan dihambat 3
menuju ke telinga dalam sehingga fungsi pendengaran terganggu.
Etiologi
Penyebab dari otosklerosis masih belum diketahui dengan jelas. Pendapat umum menyatakan bahwa otosklerosis adalah diturunkan secara autosomal dominan. Ada juga bukti ilmiah yang menyatakan adanya infeksi virus measles yang mempengaruhi otosklerosis. Hipotesis terbaru menyatakan bahwa otosklerosis memerlukan kombinasi dari spesifik gen dengan pemaparan dari virus measles sehingga dapat terlihat pengaruhnya dalam gangguan pendengaran. Beberapa berpendapat bahwa infeksi kronik measles di tulang merupakan predisposisi pasien untuk terkena otosklerosis. Materi virus dapat ditemukan di osteoblas pada lesi sklerotik.
3
Epidemiologi
• Ras Beberapa studi menunjukan bahwa otosklerosis umumnya terjadi pada ras Kaukasian. Sekitar setengahnya terjadi pada populasi oriental. Dan sangat jarang pada orang negro dan suku Indian
47
Amerika. Populasi multiras yang termasuk Kaukasian memiliki resiko peningkatan insiden terhadap otosklerosis. • Faktor Keturunan Otosklerosis biasanya dideskripsikan sebagai penyakit yang diturunkan secara autosomal dominant dengan penetrasi yang tidak lengkap (hanya berkisar 40%). Derajat dari penetrasi berhubungan dengan distribusi dari lesi otosklerotik lesi pada kapsul tulang labirin. • Gender Otosklerosis sering dilaporkan 2 kali lebih banyak pada wanita disbanding pria. Bagaimanapun, perkiraan terbaru sekarang mendekati ratio antara pria:wanita 1:1. Penyakit ini biasanya diturunkan tanpa pengaruh sex- linked, jadi rasio 1:1 dapat terjadi. Ada beberapa bukti yang menyatakan bahwa perubahan hormonal selama kehamilan dapat menstimulasi fase aktif dari otosklerosis, yang menyebabkan peningkatan gambaran klinis kejadian otosklerosis pada wanita. Onset klinik selama kehamilan telah dilaporkan sebanyak 10% dan 17%. Risiko dari peningkatan gangguan pendengaran selama kehamilan atau pemakaian oral kontrasepsi pada wanita dengan otosklerosis adalah sebesar 25 %. Penjelasan lain yang mungkin akan peningkatan prevalensi otosklerosis pada wanita adalah bilateral otosklerosis tampaknya lebih sering pada wanita dibanding pria (89% dan 65 %). Memiliki dua telinga yang terkena kelihatan akan meningkatkan kunjungan ke klinik. • Sejarah keluarga Sekitar 60% dari pasien dengan klinikal otosklerosis dilaporkan memiliki keluarga dengan riwayat yang sama. • Usia Insiden dari klinikal otosklerosis meningkat sesuai bertambahnya umur. Evidence mikroskopik terhadap otospongiosis ditemukan pada autopsi 0,6 % individu yang berumur kurang dari 5 tahun. Pada pertengahan usia, insiden ditemukannya adalah 10 % pada orang kulit putih dan sekitar 20% pada wanita berkulit putih. Baik aktif atau tidak fase penyakitnya, terjadi pada semua umur, tetapi aktivitas yang lebih tinggi lebih sering terjadi pada mereka yang berumur kurang dari 50 tahun. Dan aktivitas yang paling rendah biasanya setelah umur lebih dari 70 tahun. Onset klinikal berkisar antara umur 15-35 tahun, tetapi manifestasi penyakit itu sendiri dapat terjadi paling awal sekitar umur 6 atau 7 tahun, dan paling lambat terjadi pada pertengahan 50-an.
48
• Predileksi Menurut data yang dikumpulkan dari studi terhadap tulang temporal, tempat yang paling sering terkena Otosklerosis adalah fissula ante fenestram yang terletak di anterior jendela oval (80%90%). Tahun 1985, Schuknecht dan Barber melaporkan area dari lesi otosklerosis yaitu: 1. tepi dari tempat beradanya fenestra rotundum 2. dinding medial bagian apeks dari koklea 3. area posterior dari duktus koklearis 4. region yang berbatasan dengan kanalis semisirkularis 5. kaki dari stapes sendiri.
3,4
Patofisiologi
Patofisiologi dari otosklerosis sangat kompleks. Kunci utama lesi dari otosklerosis adalah adanya multifokal area sklerosis diantara tulang endokondral temporal. Ada 2 fase patologik yang dapat diidentifikasi dari penyakit ini yaitu: 1. Fase awal otospongiotic Gambaran histologis: terdiri dari histiosit, osteoblas, osteosit yang merupakan grup sel paling aktif. Osteosit mulai masuk ke pusat tulang disekitar pembuluh darah sehingga menyebabkan pelebaran lumen pembuluh darah dan dilatasi dari sirkulasi. Perubahan ini dapat terlihat sebagai gambaran kemerahan pada membran timpani. Schwartze sign berhubungan dengan peningkatan vascular dari lesi yang mencapai daerah permukaan periosteal. Dengan keterlibatan osteosit yang semakin banyak, daerah ini menjadi kaya akan substansi dasar amorf dan kekurangan struktur kolagen yang matur dan menghasilkan pembentukkan spongy bone . Penemuan histologik ini dengan pewarnaan Hematoksilin dan Eosin dikenal dengan nama Blue Mantles of Manasse .
2. Fase akhir otosklerotik Fase otosklerotik dimulai ketika osteoklas secara perlahan diganti oleh osteoblas dan tulang sklerotik yang lunak dideposit pada area resorpsi sebelumnya. Ketika proses ini terjadi pada kaki stapes akan menyebabkan fiksasi kaki stapes pada fenestra ovale sehingga pergerakan stapes terganggu dan oleh sebab itu transmisi suara ke koklear terhalang. Hasil akhirnya adalah terjadinya tuli konduktif
49
Jika otosklerosis hanya melibatkan kaki stapes, hanya sedikit fiksasi yang terjadi. Hal seperti ini dinamakan biscuit footplate . Terjadinya tuli sensorineural pada otosklerosis dihubungkan dengan kemungkinan dilepaskannya hasil metabolisme yang toksik dari luka neuroepitel, pembuluh darah yang terdekat, hubungan langsung dengan lesi otosklerotik ke telinga dalam. Semuanya itu menyebabkan perubahan konsentrasi elektrolit dan mekanisme dari membran basal. Kebanyakan kasus dari otosklerosis menyebabkan tuli konduktif atau campur. Untuk kasus dari sensorineural murni dari otosklerosis itu sendiri masih kontroversial. Kasus sensorineural murni karena otosklerosis dikemukakan oleh Shambaugh Sr. tahun 1903. Tahun 1967, Shambaugh Jr. menyatakan 7 kriteria untuk mengidentifikasi pasien yang menderita tuli sensorineural akibat koklear otosklerosis: 1. Tanda Schwartze yang positif pada salah satu/ke dua telinga 2. Adanya keluarga yang mempunyai riwayat otosklerosis 3. Tuli sensorineural progressive pendengaran secara simetris, dengan fiksasi stapes pada salah satu telinga 4. Secara tidak biasa adanya diskriminasi terhadap ambang dengar untuk tuli sensorineural murni 5. Onset kehilangan pendengaran pada usia yang sama terjadinya fiksasi stapes dan berjalan tanpa etiologi lain yang diketahui 6. CT-scan pada pasien dengan satu atau lebih kriteria yang menunjukan demineralisasi dari kapsul koklear 7. Pada timpanometri ada fenomena on-off.
Diagnosis
• Anamnesa: kehilangan pendengaran dan tinnitus adalah gejala yang utama. Penurunan pendengaran berlangsung secara progressif dengan angka kejadian bervariasi, tanpa adanya penyebab trauma atau infeksi.. Tinnitus merupakan variasi tersering sebanyak 75 % dan biasanya berlangsung menjadi lebih parah seiring dengan derajat tingkat penurunan pendengaran. Umumnya, dizziness dapat terjadi. Pasien mungkin mendeskripsikan seperti vertigo, pusing yang berputar, mual dan muntah. Dizziness yang hanya diasosiasikan dengan otosklerosis terkadang menunjukan proses otosklerosis pada telinga dalam. Adanya dizziness ini sulit untuk dibedakan
50
dengan kausa lain seperti sindrom Meniere’s. Pada 60% kasus, riwayat keluarga pasien yang terkena otosklerosis dapat ditemukan. • Pemeriksaan Fisik : Membran timpani biasanya normal pada sebagian besar kasus. Hanya sekitar 10% yang menunjukan Schwartze Sign. Pemeriksaan garputala menunjukan kesan tuli konduktif. ( Rinne negatif ) Pada fase awal dari penyakit tuli konduktif didapat pada frekuensi 256 Hz. Adanya proses fiksasi stapes akan memberikan kesan pada frekuensi 512 Hz. Akhirnya pada frekuensi 1024 Hz akan memberi gambaran hantaran tulang lebih kuat daripada hantaran udara. Tes Weber menunjukan lateralisasi ke arah telinga yang memiliki derajat conduting hearing loss lebih besar. Pasien juga akan merasa lebih baik dalam ruangan yang bising (Paracusis Willisi). • Pemeriksaan Penunjang : Kunci penelusuran secara objektif dari otosklerosis didapat dari audiogram. Gambaran biasanya konduktif, tetapi dapat juga mixed atau sensorineural. Tanda khas dari otosklerosis adalah pelebaran air-bone gap secara perlahan yang biasanya dimulai dari frekuensi rendah. Adanya Carhart’s Notch adalah diagnosis secara abstrak dari otosklerosis , meskipun dapat juga terlihat pada gangguan konduktif lainnya. Carhart’s notch adalah penurunan dari konduksi tulang sebanyak 10-30 db pada frekuensi 2000Hz, diinduksi oleh adanya fiksasi stapes. Carhart’s notch akan menghilang setelah stapedektomy. Maksimal conductive hearing loss adalah 50 db untuk otosklerosis, kecuali adanya kombinasi dengan diskontinuitas dari tulang pendengaran. Speech discrimination biasanya tetap normal. Pada masa pre klinik dari otosklerosis, tympanometri mungkin menunjukan “on-off” effect, dimana ada penurunan abnormal dari impedance pada awal dan akhir eliciting signal. Ketika penyakit berlanjut, adanya on-off ini memberi gambaran dari absennya reflek stapedial. Gambaran timpanogram biasanya adalah tipe A dengan compliance yang rendah. Walaupun jarang, gambaran tersebut dapat juga berbentuk kurva yang memendek yang dirujuk ke pola tipe As. Fine – cut CT scan dapat mengidentifikasi pasien dengan vestibular atau koklear otosklerosis, walaupun keakuratannya masih dipertanyakan. CT dapat memperlihatkan gambaran tulangtulang pendengaran, koklea dan vestibular organ. Adanya area radiolusen didalam dan sekitar koklea dapat ditemukan pada awal penyakit ini, dan gambaran diffuse sclerosis pada kasus yang lebih lanjut. Hasil yang negative bukan berarti non diagnostik karena beberapa pasien yang 17
menderita penyakit ini mempunyai kemampuan dibawah dari metode CT paling canggih sekali.
51
Diagnosis Banding
Otosklerosis terkadang sulit untuk dibedakan dengan penyakit lain yang mengenai rangkaian tulang-tulang pendengaran atau mobilitas membran timpani. Malahan, diagnosis final sering ditunda sampai saat bedah eksplorasi. 1. Fiksasi kepala malleus, menyebabkan gangguan konduktif yang serupa dan dapat terjadi pada konjugasi dari fiksasi stapes. Inspeksi menyeluruh terhadap seluruh tulang adalah penting dalam operasi stapes untuk menghindari adanya lesi yang terlewatkan seperti itu 2. Congenital fixation of stapes, dapat terjadi karena abnormalitas dari telinga tengah dan harus dipertimbangkan pada kasus gangguan pendengaran yang stabil semenjak kecil. Congenital stapes fixation dapat pula terjadi pada persambungan dengan abnormalitas: membran timpani yang kecil, partial meatal atresia atau manubrium yang memendek 3. Otitis Media Sekretoria Kronis, dengan otoskop dapat menyerupai otosklerosis, tetapi timpanometri dapat mengindikasi adanya cairan di telinga ten gah pada otitis media 4. Timpanosklerosis, dapat menimpa satu atau lebih tulang pendengaran. Gangguan konduktif mungkin sama dengan yang terlihat pada otosklerosis. Adanya riwayat infeksi, penemuan yang diasosisasikan dengan myringosklerosis dan penurunan pendengaran yang stabil dibanding progressif adalah tipikal untuk timpanosklerosis 5. Osteogenesis imperfecta (van der Hoeve – de Kleyn Syndrome), adalah kondisi autosomal dominan dimana terdapat defek dari aktivitas osteoblast yang menghasilkan tulang yang rapuh dan bersklera biru. Sebagai tanbahan, terdapat fraktur tulang multiple dan sekitar setengah dari pasien ini memiliki fiksasi stapes. Respon jangka pendek dari operasi stapes pada pasien ini sama dengan yang terlihat pada otosklerosis. Tetapi progresif 17
sensorineural hearing loss post operasi lebih sering terjadi.
Penatalaksanaan
90% pasien hanya dengan bukti histologis dari otosklerosis adalah simptomatik karena lesi barlangsung tanpa fiksasi stapes atau gangguan koklear. Pada pasien yang asimptomatik ini, penurunan pendengaran progressif secara konduktif dan sensorineural biasanya dimulai pada usia 20. Penyakit akan berkembang lebih cepat tergantung pada faktor lingkungan seperti kehamilan. Gangguan pendengaran akan berhenti stabil maksimal pada 50-60 db.
52
• Amplifikasi Alat Bantu dengar baik secara unilateral atau bilateral dapat merupakan terapi yang efektif. Beberapa pasien yang bukan merupakan kandidat yang cocok untuk operasi dapat menggunakan alat bantu dengar ini. • Terapi Medikamentosa Tahun 1923 Escot adalah orang pertama yang menemukan kalsium florida untuk pengobatan otosklerosis. Hal ini diperkuat oleh Shambough yang memprediksi stabilasi dari lesi otosklerotik dengan penggunaan sodium florida. Ion florida membuat komplek flourapatit. Dosis dari sodium florida adalah 20-120 mg/hari. Brooks menyarankan penggunaan florida yang dikombinasi dengan 400 U vitamin D dan 10 mg Calcium Carbonate berdasar teori bahwa vit D dan CaCO3 akan memperlambat lesi dari otosklerosis. Efek samping dapat menimbulakan mual dan muntah tetapi dapat diatasi dengan menguarangi dosis atau menggunakan enteric-coated tablets. Dengan menggunakan regimen ini, sekitar 50 % menunjukan symptom yang tidak memburuk, sekitar 30 % menunjukan perbaikan. • Terapi Bedah Pembedahan akan membutuhkan penggantian seluruh atau sebagian dari fiksasi stapes. Seleksi pasien Kandidat utama stapedectomy adalah yang mempunyai kehilangan pendengaran dan menganggu secara sosial, yang dikonfirmasi dengan garputala dan audiometric menunjukan tuli konduktif atau campur. Speech discrimination harus baik. Secara umum, pasien dengan penurunan pendengaran lebih dari 40 db dan Bone conduction lebih baik dari Air Conduction pada pemeriksaan garputala akan memperoleh keuntungan paling maksimal dari operasi. Pasien harus mempunyai resiko anaestesi yang minimal dan tidak memiliki kontraindikasi. Indikasi Bedah 1. tipe otosklerosis oval window dengan be rbagai variasi derajat fiksasi stapes 2. Otosklerosis atau fiksasi ligamen anularis oval window pada otitis media kronis (sebagai tahapan prosedur) 3. Osteogenesis imperfekta 4. beberapa keadaan anomali kongenital 17
5. timpanosklerosis di mana pengangkatan stapes diindikasikan (sebagai tahapan operasi)
53
Prognosis
Pemeriksaan garpu tala preoperative menentukan keberhasilan dari tindakan bedah, diikuti 4
dengan alat-alat bedah dan teknik pembedahan yang digunakan ikut menentukan prognosis.
HEMOTIMPANUM
Hemotimpanum dapat diartikan terdapatnya darah pada kavum timpani dengan membrana timpani berwarna merah atau biru. Warna tidak normal ini disebabkan oleh cairan steril bersama darah di dalam telinga tengah. Keadaan ini dapat menyebabkan tuli konduktif, biasanya ada sensasi penuh atau tekanan. Hemotimpanum bukan merupakan suatu penyakit akan tetapi lebih kepada suatu gejala dari penyakit yang sering disebabkan oleh karena trauma. Tuli konduktif dapat terjadi oleh adanya darah yang memenuhi kavum tympani. Pada umumnya hemotimpanum disebabkan oleh epistaksis, gangguan darah dan trauma tumpul kepala. Dan yang paling dilaporkan adalah hemotimpanum yang terjadi akibat trauma kepala. Barotrauma dapat juga menyebabkan hemotimpanum misalnya, perjalanan udara dan hyperbaric oxygen chamber, penyelaman kompresi udara (SCUBA) atau penyelaman dengan 4
menahan napas. Barotrauma telinga tengah tidak jarang menimbulkan kerusakan telinga dalam.
PEMERIKSAAN GARPU TALA
1. Tes Rinne ialah tes untuk membandingkan hantaran melalui udara dan hantaran melaluitulang pada telinga yang diperiksa. Cara pemeriksaan : Penala digetarkan, tangkainya diletakan di prosesus mastoid, setelah tidak terdengarpenala dipegang di depan telinga kira-kira 2,5 cm. Penilaian : Bila hantaran udara lebih lama dari hantaran tulang disebut tuli sensorineural / normal. Bila masih terdengar disebut Rinne positif (+). Bila tidak terdengar disebut Rinnenegative (-) 2. Tes Weber ialah tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiridengan telinga kanan. Cara pemeriksaan : Penala digetarkan dan tangkai penala diletakan di garis tengah kepala (di vertex, dahi,pangkal hidung, di tengah-tengah gigi seri atau di dagu)
54
Penilaian : Apabila bunyi penala terdengar lebih keras pada salah satu telinga disebut Weber lateralisasi ke telinga ter sebut. Bila tidak dapat dibedakan kearah telinga mana bunyiterdengar lebih keras disebut Weber tidak ada lateralisasi. Bila lateralisasi ke telinga yang sakit disebut tuli konduktif. Bila lateralisasi ke telingayang sehat disebut tuli perseptif 3. Tes Schwabach ialah tes untuk membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksadengan pemeriksa yang pendengarannya normal. Cara pemeriksaan : Penala digetarkan, tangkai penala diletakan pada prosesus mastoideus sampai tidak terdengar bunyi. Kemudian tangkai penala segera dipindahkan pada prosesus mastoideustelinga pemeriksa yang pendengarannya normal. Penilaian : Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut Schwabach memendek (tuli sensoris),bila pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya yaitupenala diletakan pada prosesus mastoideus pemeriksa lebih dulu. Bila pasien masih dapat mendengar bunyi disebut Schwabach memanjang (tuli konduktif) dan bila pasien danpemeriksa kira-kira sama-sama mendengarnya disebut dengan Schwabach sama dengan pemeriksa. 4. Tes Bing ( tes Oklusi) ialah membandingkan lateralisasi telinga yang ditutup. Cara pemeriksaan :Tragus telinga yang diperiksa ditekan sampai menutup liang telinga, sehingga terdapattuli konduktif kira-kira 30 dB. Penala digetarkan dan diletakan pada pertengahan kepala(seperti pada tes Weber). Penilaian : Bila terdapat lateralisasi ke telinga yang ditutup, berarti telinga tersebut normal. Bila bunyi pada telinga yang ditutup tidak bertambah keras, berarti telinga tersebut menderita tuli konduktif. 5. Tes Stenger ialah tes yang digunakan pada pemeriksaan tuli anorganik (simulasi ataupura-pura tuli). Cara pemeriksaan : Menggunakan prinsip masking. Dua buah penala yang identik digetarkan dan diletakan didepan telinga kiri dan kanan, dengan cara yang tidak kelihatan oleh pemeriksa. Penala pertama digetarkan dan diletakan di depan telinga yang normal sehingga jelas terdengar.Kemudian penala yang kedua digetarkan lebih keras dan diletakan di depan telinga yangpura-pura tuli. Penilaian : Apabila kedua telinga normal karena efek masking, hanya telinga yang pura-pura tuliyang mendengar bunyi ; jadi telinga yang normal tidak akan mendengar bunyi. Tetapi bila 3
telinga yang sakit memang tuli, maka telinga yang normal tetap mendengar bunyi.
55
Untuk mempermudah interpretasi secara klinik dipakai tes Rinne, tes Weber, tes Schwabachsecara 3
bersamaan.
Tes Rinne
Tes Weber
Tes Schwabach
Diagnosis
Positif
Tidak ada lateralisasi
Sama dgn pemeriksa
Normal
Negatif
Lateralisasi ke telinga yangsakit
Memanjang
Tuli konduktif
Positif
Lateralisasi ke telinga yangsehat
Memendek
Tuli sensorineural
Catatan: Pada tuli konduktif <30db
TES BERBISIK
Pemeriksaan ini bersifat semi-kuantitatif, menentukan derajat ketulian secara kasar. Hal yangperlu diperhatikan ialah ruangan cukup tenang, dengan panjang minimal 6 meter. Nilai normaltes berbisisk 5/6-6/6
3
AUDIOMETER NADA MURNI
Audiometri berasal dari kata audire dan metrios yang berartimendengar dan mengukur (uji pendengaran). Audiometri tidak saja dipergunakan untuk mengukur ke-tajaman pendengaran, tetapi juga dapat dipergunakan untukmenentukan lokalisasi kerusakan anatomis yang menimbulkangangguan pendengaran. Pemeriksaan audiometer nada murni perlu dipahami hal-hal seperti ini: nada murni, bising NB(narrow Band ) dan WN (white noise), frekuensi, intensitas bunyi, ambang dengar, nilai nolaudiometrik, standar ISO dan ASA, notasi pada audiogram, jenis dan derajat ketulian serta gap dan masking. Untuk membuat audiogram diperlukan alat audiometer. Nada murni merupakan bunyi yang hanya mempunyai satufrekuensi, dinyatakan dalam jumlah getaran per detik. Bising merupakan bunyi yang mempunyai banyak frekuensi, terdiri dari narrow band (spektrum terbatas) dan white noise (spektrum luas). Frekuensi merupakan nada murni yang dihasilkan oleh getaran olehsuatu benda yang sifatnya harmonis sederhana.
56
Intensitas bunyi dinyatakan dalam dB (decibell) . dB : dB HL (hearing level), dB SL (sensation level), dB SPL (sound pressurelevel)
Ambang dengar merupakan bunyi nada murni yang terlemah padafrekuensi tertentu yang masih dapat didengar oleh telinga seseorang. Ambang dengar : menurut konduksi udara (AC) dan menurutkonduksi tulang (BC). Nilai nol audiometrik (audiometrik zero) dalam dB HL dan dB SLmerupakan intensitas nada murni yang terkecil pada suatu frekuensitertentu yang masih dapat didengar oleh telinga rata-rata orangdewasa muda yang normal (18-30 tahun). Frekuensi 1000 Hz
2
0,0002 dyne/cm
Standar ISO (international standard organization) dan ASA (american stand ard association) 0 dB ISO = -10 dB ASA 10 dB ISO = 0 dB ASA Notasi pada audiogram. Untuk pemeriksaan audiogram,dipakai grafik AC, yaitu dibuat dengan garis lurus penuh(intensitas yang diperiksa antara 125-8000 Hz) dan grafik BC,yaitu dibuat dengan garis terputus-putus (250-4000 Hz). Telinga kiri Telinga kanan
warna biru warna merah
Jenis ketulian : tuli konduktif, tuli sensorineural, tuli campur. Derajat ketulian dihitung dengan menggunakan indeks Fletcher : Ambang dengar (AD) = (AD 500 Hz +AD 1000 Hz + 2000 Hz) : 3 Derajat ketulian menurut ISO : 0 -25 dB : normal 26-40 dB : tuli ringan 41-60 dB : tuli sedang 61-90 dB : tuli berat >90 dB : tuli sangat berat
57
Gap: apabila antara AC dan BC terdapat perbedaan lebih atau samadengan 10 dB, minimal pada 2 frekuensi yang berdekatan. Pada pemeriksaan audiogram, kadang-kadang perlu diberikan masking : pada head phone telinga yang tidak diperiksa diberi suarasepertii angin atau bising, supaya telinga yang tidak diperiksa tidakmendengar bunyi yang diberikan pada telinga yang diperiksa -Narrow bandnoise (NB) = masking audiometri nada murni 3
-White noise (WN) = masking audiometri tutur (speech)
TIMPANOMETRI
Timpanometri merupakan sejenis audiometri, yang mengukur impedansi (tahanan terhadap tekanan) pada telinga tengah.Timpanometri digunakan untuk membantu menentukan penyebab dari tuli konduktif.Prosedur in tidak memerlukan partisipasi aktif dari penderita dan biasanya digunakan padaanak-anak.Timpanometer terdiri dari sebuah mikrofon dan sebuah sumber suara yang terus menerus menghasilkan suara dan dipasang di saluran telinga.Dengan alat ini bisa diketahui berapa banyak suara yang melalui telinga tengah dan berapabanyak suara yang dipantulkan kembali sebagai perubahan tekanan di saluran telinga.Hasil pemeriksaan menunjukkan apakah masalahnya berupa: penyumbatan tuba eustakius (saluran yang menghubungkan telinga tengah dengan hidung bagian belakang) cairan di dalam telinga tengah kelainan pada rantai ketiga tulang pendengaran yang menghantarkan suara melalui telinga tengah. Timpanometri juga bisa menunjukkan adanya perubahan pada kontraksi otot stapedius, yangmelekat pada tulang stapes (salah satu tulang pendengaran di telinga tengah).Dalam keadaan normal, otot ini memberikan respon terhadap suara-suara yang keras/gaduh(refleks akustik) sehingga mengurangi penghantaran suara dan melindungi telinga tengah.Jika terjadi penurunan fungsi pendengaran neural, maka refleks akustik akan berubah ataumenjadi lambat. Dengan refleks yang lambat, otot stapedius tidak dapat tetap berkontraksiselama telinga menerima suara 3
yang gaduh.
58
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN
Berkurangnya pendengaran adalah penurunan fungsi pendengaran pada salah satu ataupun kedua telinga. Sedangkan Tuli adalah penurunan fungsi pendengaran yang sangat beratyang bisa disebabkan oleh suatu masalah mekanis di dalam saluran telinga atau di dalam telinga tengah yang menghalangi penghantaran suara (penurunan fungsi pendengaran konduktif). Selain itu disebabkan oleh kerusakan pada telinga dalam, saraf pendengaran atau jalur saraf pendengaran di otak yang merupakan penurunan fungsi pendengaran sensorineural (Billy Antony, 2008). Ketulian dibagi menjadi dua. Ketulian dibidang konduksi atau disebut tuli konduksi dimana kelainan terletak antara meatus akustikus eksterna sampai dengan tulang pendengaran stapes. Tuli di bidang konduksi ini biasanya dapat ditolong baik dengan pengobatan atau dengan suatu tindakan misalnya pembedahan.Tuli yang lain yaitu tuli persepsi (sensori neural hearingloss)dimana letak kelainan mulai dari organ korti di koklea sampai dengan pusat pendengaran di otak. Tuli persepsi ini biasanya sulit dalam pengobatannya.Apabila tuli konduksi dan tuli persepsi timbul bersamaan disebut tuli campuran. Tuli konduktif disebabkan oleh kelainan yang terdapat ditelinga luar atau ditelinga tengah. Kelainan telinga luar meliputi atresia liang telinga, sumbatan oleh serumen, otitis eksternasirkumsripta, osteoma liang telinga. Kelainan di telinga tengah yang menyebabkan tuli konduktif
ialah
tuba
katar/
sumbatan
tuba
eustachius,
otitis
media,
otosklerosis,
timpanosklerosis,hemotimpanum dan dislokasi tulang pendengaran.
59
DAFTAR PUSTAKA
1. Snell Richard S. Anatomi Telinga in Anatomi Klinik, Ed 6, EGC 2006, hal : 782 – 792 2. http://www.scribd.com/doc/114193411/anatomi-telinga 3. Soetirto I and Bashiruddin J in Soepardi A.E Iskandar N edt. Gangguan Pendengaran in Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung dan Tenggorok Kepala Leher, Ed 6, FKUI 2007, hal : 10 – 16 4. Boies R.L in Effendi H, Santoso K. Penyakit Telinga Luar in Boies Buku Ajar Penyakit THT (BOIES Fundamental Of Otolaringology) , Ed 6.Penerbit Buku Kedokteran, Hal: 84 – 85. 5. Brown FE et al. Correction of Congenital Auricular Deformities by Splinting in theNeonatal Period. Pediatrics 1986; 78: 406. 6. http://www.scribd.com/doc/110893821/MICROTIA 7. http://www.scribd.com/doc/105085404/mikrotia 8. Indriyani F, dr and Rachman L Y, dr. Anomali Telinga in Ilmu THT Esensial, Ed 5, EGC 2011, hal : 548 – 549 9. Sosialisman and Djaafar A Z in Soepardi A.E Iskandar N edt. Kelainan Telinga in Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung dan Tenggorok, Ed 1, FKUI 1991 10. Ghanie Irwan A Sp.THT-KL, dr. Hj and Sugianto, dr in Atlas Berwarna: Teknik Pemeriksaan Kelainan Telinga Hidung Tenggorok, Ed 1, EGC 2007, hal : 47 – 48, 53 – 53. 11. Abdullah, F. 2003. Uji Banding Klinis Pemakaian Larutan Burruwi Saring dengan Salep Ichthyol
(Ichthammol)
pada
Otitis
Eksterna
Akut.
Available
from
:
www.usudigitallibrary.com. Accessed : 2008, March 28. 12. Kotton,
C.
2004.
Otitis
Eksterna.
Available
from
:
http:sav-ondrugs.
com/shop/templates/encyclopedia/ ENCY/ artcle/000622. asp. Accessed : 2008, March 28. 13. Carr,
MM.
2000.
Otitis
Eksterna.
Available
from
:
http://www.
icarus.med.utoronto.ea/carr/manual/otitisexterna. htm. Accessed : 2008, March 28. 14. Sosialisman & Helmi. 2001. Kelainan Telinga Luar dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Ed. ke-5. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 15. Suardana, W. dkk. 1992. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorok RSUP Denpasar. Lab/UPF Telinga Hidung dan Tenggorok FK Unud. Denpasar.
60