Laporan Individu Senin, 2 Desember Desember 2013
“OTOSKLEROSIS” LAPORAN TUTORIAL THT MODUL 1 TULI
OLEH: NAMA
: Rani Winda Paramuditha
STAMBUK
: 11 777 008
KELOMPOK
: 1 (satu)
PEMBIMBING
: dr. Riskiana Djamin, Sp. THT-KL (K)
BLOK INDERA KHUSUS PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ALKHAIRAAT PALU 2013
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Skenario
Seorang laki-laki, 35 tahun, pekerja pabrik datang ke poli THT dengan keluhan tuli sejak 6 bulan lalu yang semakin berat disertai mendengung.
1.2
Kata Kunci
1. Laki-laki, 35 tahun 2. Tuli, sejak 6 bulan lalu 3. Semakin berat, disertai mendengung
1.3
Pertanyaan
1. Bagaimana anatomi, histologi dan fisiologi dari telinga? 2. Apa etiologi gangguan pendengaran atau tuli? 3. Bagaimana patomekanisme dari tuli? 4. Apa anamnesis dan pemeriksaan fisik tambahan yang perlu dilakukan? 5. Apa pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan? 6. Jelaskan pengaruh kebisingan akibat pekerjaan pasien! 7. Bagaimana pencegahan dari keluhan?
BAB II PEMBAHASAN
2.1
Otosklerosis a. Definisi
Otosklerosis adalah penyakit primer dari tulang-tulang pendengaran dan kapsul tulang labirin. Proses ini menghasilkan tulang yang lebih lunak dan berkurang densitasnya (otospongiosis). Gangguan pendengaran disebabkan oleh pertumbuhan abnormal dari spongy bone-like tissue yang menghambat tulang- tulang di telinga tengah, terutama stapes untuk bergerak dengan baik. Pertumbuhan tulang yang abnormal ini sering terjadi di depan dari fenestra ovale, yang memisahkan telinga tengah dengan telinga dalam. Normalnya, stapes yang merupakan tulang terkecil pada tubuh bergetar secara bebas mengikuti transmisi suara ke telinga dalam. Ketika tulang ini menjadi terfiksasi pada tulang sekitarnya, getaran suara akan dihambat menuju ke telinga dalam sehingga fungsi pendengaran terganggu. b. Epidemiologi
• Ras Beberapa studi menunjukan bahwa otosklerosis umumnya terjadi pada ras Kaukasian. Sekitar setengahnya terjadi pada populasi oriental. Dan sangat jarang pada orang negro dan suku Indian Amerika. Populasi multiras yang termasuk Kaukasian memiliki resiko peningkatan insiden terhadap otosklerosis.
• Faktor Keturunan Otosklerosis biasanya dideskripsikan sebagai penyakit yang diturunkan secara autosomal dominant dengan penetrasi yang tidak lengkap (hanya
berkisar 40%). Derajat dari penetrasi berhubungan dengan distribusi dari lesi otosklerotik lesi pada kapsul tulang labirin. • Gender Otosklerosis sering dilaporkan 2 kali lebih banyak pada wanita disbanding pria. Bagaimanapun, perkiraan terbaru sekarang mendekati ratio antara pria:wanita 1:1. Penyakit ini biasanya diturunkan tanpa pengaruh sex- linked, jadi rasio 1:1 dapat terjadi. Ada beberapa bukti yang menyatakan bahwa perubahan hormonal selama kehamilan dapat menstimulasi fase aktif dari otosklerosis, yang menyebabkan peningkatan gambaran klinis kejadian otosklerosis pada wanita. Onset klinik selama kehamilan telah dilaporkan sebanyak 10% dan 17%. Risiko dari peningkatan gangguan pendengaran selama kehamilan atau pemakaian oral kontrasepsi pada wanita dengan otosklerosis adalah sebesar 25 %. Penjelasan lain yang mungkin akan peningkatan prevalensi otosklerosis pada wanita adalah bilateral otosklerosis tampaknya lebih sering pada wanita dibanding pria (89% dan 65 %). Memiliki dua telinga yang terkena kelihatan akan meningkatkan kunjungan ke kli nik. • Sejarah keluarga
Sekitar 60% dari pasien dengan klinikal otosklerosis dilaporkan memiliki keluarga dengan riwayat yang sama. • Usia
Insiden dari klinikal otosklerosis meningkat sesuai bertambahnya umur. Evidence mikroskopik terhadap otospongiosis ditemukan pada autopsi 0,6 % individu yang berumur kurang dari 5 tahun. Pada pertengahan usia, insiden ditemukannya adalah 10 % pada orang kulit putih dan sekitar 20% pada wanita berkulit putih. Baik aktif atau tidak fase penyakitnya, terjadi pada semua umur, tetapi aktivitas yang lebih tinggi lebih sering terjadi pada mereka yang berumur kurang dari 50 tahun. Dan aktivitas yang paling rendah biasanya setelah umur lebih dari 70 tahun. Onset klinikal berkisar antara umur 15-35 tahun, tetapi manifestasi penyakit itu
sendiri dapat terjadi paling awal sekitar umur 6 atau 7 tahun, dan paling lambat terjadi pada pertengahan 50-an. • Predileksi
Menurut data yang dikumpulkan dari studi terhadap tulang temporal, tempat yang paling sering terkena Otosklerosis adalah fissula ante fenestram yang terletak di anterior jendela oval (80%-90%). Tahun 1985, Schuknecht dan Barber melaporkan area dari lesi otosklerosis yaitu: 1. Tepi dari tempat beradanya fenestra rotundum 2. Dinding medial bagian apeks dari koklea 3. Area posterior dari duktus koklearis 4. Region yang berbatasan dengan kanalis semisirkularis 5. Kaki dari stapes sendiri.
c. Etiologi
Penyebab dari otosklerosis masih belum diketahui dengan jelas. Pendapat umum menyatakan bahwa otosklerosis adalah diturunkan secara autosomal dominan. Ada juga bukti ilmiah yang menyatakan adanya infeksi virus measles yang mempengaruhi otosklerosis. Hipotesis terbaru menyatakan bahwa otosklerosis memerlukan kombinasi dari spesifik gen dengan
pemaparan
dari
virus
measles
sehingga
dapat
terlihat
pengaruhnya dalam gangguan pendengaran. Beberapa berpendapat bahwa infeksi kronik measles di tulang merupakan predisposisi pasien untuk terkena otosklerosis. Materi virus dapat ditemukan di osteoblas pada lesi sklerotik.
d. Patofisiologi
Patofisiologi dari otosklerosis sangat kompleks. Kunci utama lesi dari otosklerosis adalah adanya multifokal area sklerosis diantara tulang endokondral temporal. Ada 2 fase patologik yang dapat diidentifikasi dari penyakit ini yaitu:
1. Fase awal otospongiotic Gambaran histologis: terdiri dari histiosit, osteoblas, osteosit yang merupakan grup sel paling aktif. Osteosit mulai masuk ke pusat tulang disekitar pembuluh darah sehingga menyebabkan pelebaran lumen pembuluh darah dan dilatasi dari sirkulasi. Perubahan ini dapat terlihat sebagai gambaran kemerahan pada membran timpani. Schwartze sign berhubungan dengan peningkatan vascular dari lesi yang mencapai daerah permukaan periosteal. Dengan keterlibatan osteosit yang semakin banyak, daerah ini menjadi kaya akan substansi dasar amorf dan kekurangan
struktur
kolagen
yang
matur
dan
menghasilkan
pembentukkan spongy bone . Penemuan histologik ini dengan pewarnaan Hematoksilin dan Eosin dikenal dengan nama Blue Mantles of Manasse.
2. Fase akhir otosklerotik Fase otosklerotik dimulai ketika osteoklas secara perlahan diganti oleh osteoblas dan tulang sklerotik yang lunak dideposit pada area resorpsi sebelumnya.
Ketika
proses
ini
terjadi
pada
kaki
stapes
akan
menyebabkan fiksasi kaki stapes pada fenestra ovale sehingga pergerakan stapes terganggu dan oleh sebab itu transmisi suara ke koklear terhalang. Hasil akhirnya adalah terjadinya tuli konduktif Jika otosklerosis hanya melibatkan kaki stapes, hanya sedikit fiksasi yang terjadi. Hal seperti ini dinamakan biscuit footplate. Terjadinya tuli sensorineural pada otosklerosis dihubungkan dengan kemungkinan dilepaskannya hasil metabolisme yang toksik dari luka neuroepitel, pembuluh darah yang terdekat, hubungan langsung dengan lesi otosklerotik ke telinga dalam. Semuanya itu menyebabkan perubahan konsentrasi elektrolit dan mekanisme dari membran basal.
Kebanyakan kasus dari otosklerosis menyebabkan tuli konduktif atau campur. Untuk kasus dari sensorineural murni dari otosklerosis itu sendiri
masih
kontroversial.
Kasus
sensorineural
murni
karena
otosklerosis dikemukakan oleh Shambaugh Sr. tahun 1903. Tahun 1967, Shambaugh Jr. menyatakan 7 kriteria untuk mengidentifikasi pasien yang menderita tuli sensorineural akibat koklear otosklerosis: 1. Tanda Schwartze yang positif pada salah satu/ke dua telinga 2. Adanya keluarga yang mempunyai riwayat otosklerosis 3. Tuli sensorineural progressive pendengaran secara simetris, dengan fiksasi stapes pada salah satu telinga 4. Secara tidak biasa adanya diskriminasi terhadap ambang dengar untuk tuli sensorineural murni 5. Onset kehilangan pendengaran pada usia yang sama terjadinya fiksasi stapes dan berjalan tanpa etiologi lain yang diketahui 6. CT-scan pada pasien dengan satu atau lebih kriteria yang menunjukan demineralisasi dari kapsul koklear 7. Pada timpanometri ada fenomena on-off.
e. Diagnosis Anamnesis
Kehilangan pendengaran dan tinnitus adalah gejala yang utama. Penurunan pendengaran berlangsung secara progressif dengan angka kejadian bervariasi, tanpa adanya penyebab trauma atau infeksi. Tinnitus merupakan variasi tersering sebanyak 75 % dan biasanya berlangsung menjadi lebih parah seiring dengan derajat tingkat penurunan pendengaran. Umumnya, dizziness dapat terjadi. Pasien
mungkin mendeskripsikan seperti vertigo, pusing yang berputar, m ual dan muntah. Dizziness yang hanya diasosiasikan dengan otosklerosis terkadang menunjukan proses otosklerosis pada telinga dalam. Adanya dizziness ini sulit untuk dibedakan dengan kausa lain seperti sindrom Meniere’s. Pada 60% kasus, riwayat keluarga pasien yang terkena otosklerosis dapat ditemukan. Pemeriksaan Fisik
Membran timpani biasanya normal pada sebagian besar kasus. Hanya sekitar 10% yang menunjukan Schwartze Sign. Pemeriksaan garputala menunjukan kesan tuli konduktif. ( Rinne negatif ) Pada fase awal dari penyakit tuli konduktif didapat pada frekuensi 256 Hz. Adanya proses fiksasi stapes akan memberikan kesan pada frekuensi 512 Hz. Akhirnya pada frekuensi 1024 Hz akan memberi gambaran hantaran tulang lebih kuat daripada hantaran udara. Tes Weber menunjukan lateralisasi ke arah telinga yang memiliki derajat conduting hearing loss lebih besar. Pasien juga akan merasa lebih baik dalam ruangan yang bising (Paracusis Willisi). Pemeriksaan penunjang
Kunci penelusuran secara objektif dari otosklerosis didapat dari audiogram. Gambaran biasanya konduktif, tetapi dapat juga mixed atau sensorineural. Tanda khas dari otosklerosis adalah pelebaran air bone gap secara perlahan yang biasanya dimulai dari frekuensi rendah. Adanya Carhart’s Notch adalah diagnosis secara abstrak dari otosklerosis , meskipun dapat juga terlihat pada gangguan konduktif lainnya. Carhart’s notch adalah penurunan dari konduksi tulang sebanyak 10-30 db pada frekuensi 2000Hz, diinduksi oleh adanya fiksasi
stapes.
Carhart’s
notch
akan
menghilang
setelah
stapedektomy. Maksimal conductive hearing loss adalah 50 db untuk otosklerosis, kecuali adanya kombinasi dengan diskontinuitas dari tulang pendengaran. Speech discrimination biasanya tetap normal.
Pada masa pre klinik dari otosklerosis, tympanometri mungkin menunjukan “on-off” effect, dimana ada penurunan abnormal dari impedance pada awal dan akhir eliciting signal. Ketika penyakit berlanjut, adanya on-off ini memberi gambaran dari absennya reflek stapedial. Gambaran timpanogram biasanya adalah tipe A dengan compliance yang rendah. Walaupun jarang, gambaran tersebut dapat juga berbentuk kurva yang memendek yang dirujuk ke pola tipe As. Fine – cut CT scan dapat mengidentifikasi pasien dengan vestibular atau
koklear
otosklerosis,
walaupun
keakuratannya
masih
dipertanyakan. CT dapat memperlihatkan gambaran tulang-tulang pendengaran, koklea dan vestibular organ. Adanya area radiolusen didalam dan sekitar koklea dapat ditemukan pada awal penyakit ini, dan gambaran diffuse sclerosis pada kasus yang lebih lanjut. Hasil yang negative bukan berarti non diagnostik karena beberapa pasien yang menderita penyakit ini mempunyai kemampuan dibawah dari metode CT paling canggih sekali. f. Penatalaksanaan
90% pasien hanya dengan bukti histologis dari otosklerosis adalah simptomatik karena lesi barlangsung tanpa fiksasi stapes atau gangguan koklear. Pada pasien yang asimptomatik ini, penurunan pendengaran progressif secara konduktif dan sensorineural biasanya dimulai pada usia 20. Penyakit akan berkembang lebih cepat tergantung pada faktor lingkungan seperti kehamilan. Gangguan pendengaran akan berhenti stabil maksimal pada 50-60 db.
• Amplifikasi Alat Bantu dengar baik secara unilateral atau bilateral dapat merupakan terapi yang efektif. Beberapa pasien yang bukan merupakan kandidat yang cocok untuk operasi dapat menggunakan alat bantu dengar ini.
• Terapi Medikamentosa Tahun 1923 Escot adalah orang pertama yang menemukan kalsium florida untuk pengobatan otosklerosis. Hal ini diperkuat oleh Shambough yang memprediksi stabilasi dari lesi otosklerotik dengan penggunaan sodium florida. Ion florida membuat komplek flourapatit. Dosis dari sodium florida adalah 20-120 mg/hari. Brooks menyarankan penggunaan florida yang dikombinasi dengan 400 U vitamin D dan 10 mg Calcium Carbonate berdasar teori bahwa vit D dan CaCO3 akan memperlambat lesi dari otosklerosis. Efek samping dapat menimbulakan mual dan muntah tetapi dapat diatasi dengan menguarangi dosis atau menggunakan enteric-coated tablets. Dengan menggunakan regimen ini, sekitar 50 % menunjukan symptom yang tidak memburuk, sekitar 30 % menunjukan perbaikan.
• Terapi Bedah Pembedahan akan membutuhkan penggantian seluruh atau sebagian dari fiksasi stapes. Seleksi pasien Kandidat utama stapedectomy adalah yang mempunyai kehilangan pendengaran dan menganggu secara sosial, yang dikonfirmasi dengan garputala dan audiometric menunjukan tuli konduktif atau campur. Speech discrimination harus baik. Secara umum, pasien dengan penurunan pendengaran lebih dari 40 db dan Bone conduction lebih baik dari Air Conduction pada pemeriksaan garputala akan memperoleh keuntungan paling maksimal dari operasi. Pasien harus mempunyai resiko anaestesi yang minimal dan tidak memiliki kontraindikasi. Indikasi Bedah 1. tipe otosklerosis oval window dengan berbagai variasi derajat fiksasi stapes
2. Otosklerosis atau fiksasi ligamen anularis oval window pada otitis media kronis (sebagai tahapan prosedur) 3. Osteogenesis imperfekta 4. Beberapa keadaan anomali kongenital 5. Timpanosklerosis di mana pengangkatan stapes diindikasikan (sebagai tahapan operasi)
g. Prognosis
Pemeriksaan garpu tala preoperative menentukan keberhasilan dari tindakan bedah, diikuti dengan alat-alat bedah dan teknik pembedahan yang digunakan ikut menentukan prognosis.
BAB III PENUTUP
Tabel Tabulasi N IH L
Presbikusis Ot osklerosis
GPA. O bat Ototoksik
Laki-laki 35 tahun
+/-
-
+/-
-
Tuli sejak 6 bulan yang lalu
+
+/-
+/-
-
Pekerja Pabrik
+
+/-
-
-
Semakin lama semakin memberat disertai mendengung
+
+/-
+
+/-
MIND MAP
DAFTAR PUSTAKA
1. Boies, L.R. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Cetakan ke III . 1997. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC 2. Staf Pengajar Ilmu Penyakit THT FKUI. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tengorok Kepala Leher. Edisi ke 5 Cetakan ke2. 2002. Jakarta: Balai Penerbit FKUI 3. University of Minnesotta. Departement of Otolaryngology Health-Related Library. Otosclerosis. http://www.med.umn.edu/otol/library/otoscler.html. Diakses 1 Desember 2013. 4.
Waits,
Rachel.
Otosclerosis.
http://hubel.sfasu.edu/courseinfo/SL99/Otosclerosis.html Diakses pada 1 Desember 2013. 5.
American
Hearing
Research
Foundation.
Otosclerosis.
http://www.american-hearing.org/disorders/hearing/otosclerosis/html. Diakses pada 1 Desember 2013