Makalah Ilmiah
TULI SENSORINEURAL Harley Septian 090100074
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER (THT-KL) FK USU
Saya yang bertanda tangan dibawah ini, telah menyerahkan Hard Copy dan Soft Copy makalah ilmiah kepada dr. Farrel, M.Ked (ORL-HNS) Nama Harley Septian 090100074
Judul
Full Text
Power Point
Soft Copy
Tanda Tangan
Tuli Sensorineural
Telah disetujui Tang Tangga gall 24 Mei Mei 2014 2014
PPDS Pembimbing dr. Farrel, Farrel, M.Ked M.Ked
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa yang senantiasa
memberikan
rahmat
dan
karunia-Nya
sehingga
penulis
dapat
menyelesaik menyelesaikan an makalah ilmiah ilmiah ini tepat pada waktuny waktunya. a. Makalah ilmiah ilmiah ini berjudul berjudul “Tuli Sensorineural” yang merupakan merupakan salah satu tugas program pendidikan profesi dokter di departemen Ilmu Kesehatan THT Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Penyusunan makalah ilmiah ini tidak lepas dari dari bimbingan, pengarahan, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala rasa hormat penulis ingin menyampaik menyampaikan an terima terima kasih kasih sebesar sebesar – besarnya besarnya kepada kepada semua pihak yang telah membantu, khususnya khususnya PPDS pembimbing, pembimbing, dr. Farrel, M.Ked (ORL-HNS), yang telah banyak membimbing kami selama proses pendidikan kami di departemen ilmu kesehatan THT ini. Penulis Penulis menyadari menyadari bahwa penulisan penulisan makalah makalah ilmiah ilmiah ini masih jauh jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca agar penulis dapat menyempurnakan menyempurnakan makalah ilmiah ini. Demikianlah kata pengantar ini penulis sampaikan. Semoga makalah ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Meda Medan, n, 22 22 Mei Mei 2014 2014
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................
i
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iii DAFTAR TABEL ............................................................................................ iv BAB 1
PENDAHULUAN ...........................................................................
1
1.1. Latar Belakang .................................................................................. 1 1.2. Tujuan Penulisan ............................................................................... 2 BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................
3
2.1. Anatomi Telinga................................................................................ 3 2.1.1. Telinga Luar .......................................................................... 3 2.1.2. Telinga Tengah ...................................................................... 3 2.1.3. Telinga Dalam ....................................................................... 4 2.2. Fisiologi Pendengaran ....................................................................... 5 2.3. Tuli Sensorineural ............................................................................. 6 2.3.1. Definisi.................................................................................. 6 2.3.2. Epidemiologi ......................................................................... 7 2.3.3. Etiologi.................................................................................. 7 2.3.4. Patogenesis............................................................................ 8 2.3.5. Klasifikasi.............................................................................. 10 2.3.6. Diagnosis............................................................................... 11 2.3.8. Penatalaksanaan..................................................................... 15 2.3.9. Prognosis................................................................................ 16 BAB 3
KESIMPULAN ................................................................................ 17
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 19
ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Anatomi Telinga ..............................................................................
5
Gambar 2. Tes Weber dan Rinne .......................................................................
12
Gambar 3. Tes Rinne dan Weber .......................................................................
13
Gambar 4. Standard Audiogram ........................................................................
14
Gambar 5. Audiogram nada murni pada tuli sensorineural.................................
15
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Derajat ketulian menurut WHO............................................................
6
Tabel 2. Tabel obat ototoksik ............................................................................
10
iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Tuli sensorineural adalah h ilangnya kemampuan mendengar baik
sebagian maupun total pada satu ataupun kedua telinga yang diakibatkan adanya kerusakan pada sel rambut didalam koklea atau adanya kerusakan pada saraf pendengaran, dan bisa juga terjadi kerusakan pada kedua organ tersebut.1 Menurut perkiraan WHO pada tahun 2005 terdapat 278 juta orang
menderita gangguan pendengaran, 75 - 140 juta diantaranya terdapat di Asia Tenggara. Dimana di Indonesia, gangguan pendengaran dan ketulian saat ini masih merupakan satu masalah yang dihadapi masyarakat. Berdasarkan hasil Survei Nasional Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran di 7 provinsi tahun 1993-1996, prevalensi ketulian 0,4% dan gangguan pendengaran 16,8%. Penyebabnya, infeksi telinga tengah (3,1%) presbikusis (2,6%), tuli akibat obat ototoksik (0,3%), tuli sejak lahir/kongenital (0,1%) dan tuli akibat pemaparan bising. 2 Etiologi tuli sensorineural dibagi menjadi dua subbagian yaitu secara genetik (anomali/kerusakan aparatus pendengaran sentral akibat faktor prenatal ataupun perinatal) dan etiologi yang didapat (infeksi, trauma, trauma bisisng, obat ototoksik, proses degeneratif, dll). Tuli sensorineural diklasifikasikan menjadi 3 yaitu : Kehilangan pendengaran bilateral
yang progresif,
Kehilangan
pendengaran unilateral
yang
progresif, Tuli sensorineural mendadak.3,4 Diagnosis pasti tuli sensorineural
adalah dengan
menggunakan
audiometri. Dimana pada audiometri didapatkan sensitivitas terhadap suara
yang dihantarkan melalui tulang dan sensitivitas terhadap suara yang dihantarkan melalui udara adalah sama pada telinga yang sakit, dimana keduanya sama-sama menurun.5
1
Penatalaksanaan tuli sensorineural adalah dengan mengatasi etiologi penyebab, menggunakan alat bantu pendengaran serta implantasi koklear. Dengan terapi
amplifikasi yang baik, fisioterapi bicara dan bahasa, serta program pendidikan yang memadai, penderita tulisensorineural dapat berpartisipasi secara penuh pada aktivitas sehari-hari, aktivitas sosial bahkan mampu untuk bekerja seperti orang normal.6
1.2.
Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ilmiah ini adalah: a. Memahami teori mengenai tuli sensorineural b. Sebagai salah satu syarat menyelesaikan Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu Kesehatan THT Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Anatomi Telinga
2.1.1. Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2 - 3 cm. Pada sepertiga bagian luar kulit telinga terdapat banyak kelenjar serumen (modifikasi kelenjar keringat) dan rambut. 7
2.1.2. Telinga Tengah
Telinga tengah berbentuk kubus dengan: - batas luar : membran timpani - batas depan : tuba Eustachius - batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis) - batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis - batas atas : tegmen timpani (meningen / otak) - batas dalam : kanalis semisirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar (round window) dan promontorium. Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida (membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah pars tensa (membran propria).7 Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu refleks cahaya (cone of light ) ke arah bawah yaitu pada pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pukul 5 untuk membran timpani kanan. Terdapat dua macam serabut di membran timpani, sirkular dan radier. Serabut inilah yang menyebabkan timbulnya refleks cahaya yang berupa kerucut itu. 7
3
Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari luar ke dalam, yaitu maleus, inkus dan stapes. Tulang pendengaran di dalam telinga tengah saling berhubungan. Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antara tulang-tulang pendengaran merupakan persendian. Tuba Eustachius termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga tengah.7
2.1.3. Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibular yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli.7 Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis).7 Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Ion dan garam yang terdapat di perilimfa berbeda dengan endolimfa. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli ( Reissner’s membrane) sedangkan dasar skala media adalah membran basalis. Pada membran ini terletak organ Corti.7 Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis Corti, yang membentuk organ Corti.7
4
Gambar 1. Anatomi Telinga
2.2.
Fisiologi Pendengaran
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. 7 Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggetarkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel.7 Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39 - 40) di lobus temporalis. 7
5
2.3.
Tuli Sensorineural
2.3.1. Definisi
Hilangnya kemampuan mendengar baik sebagian maupun total pada satu ataupun kedua telinga yang diakibatkan adanya kerusakan pada sel rambut didalam koklea atau adanya kerusakan pada saraf pendengaran, dan bisa juga terjadi kerusakan pada kedua organ tersebut. 1
Tabel
1.
Derajat
ketulian
menurut
WHO
(http://www.who.int/pbd/deafness/hearing_impairment_grades/en/)
6
2.3.2. Epidemiologi
Di dunia, menurut perkiraan WHO pada tahun 2005 terdapat 278 juta orang menderita gangguan pendengaran, 75 - 140 juta diantaranya terdapat di Asia Tenggara. Sedangkan pada bayi, terdapat 0,1 0,2% menderita tuli sejak lahir atau setiap 1.000 kelahiran hidup terdapat 1 2 bayi yang menderita tuli. 2 ASHA
(American
Speech-Language-Hearing
Association)
mengungkapkan bahwa di Amerika, jumlah penderita tuli telah meningkat 2 kali lipat dalam kurun waktu 30 tahun terakhir. Dimana jumlah penderita dewasa (diatas 3 tahun) adalah 13,2 juta (1971) menjadi 24,2 juta penderita pada tahun 1993. Seorang peneliti Amerika memperkirakan bahwa jumlah penderita tuli di Amerika pada tahun 2000 akan mencapai 28,6 juta penderita. 8 Sedangkan di Indonesia, gangguan pendengaran dan ketulian saat ini masih merupakan satu masalah yang dihadapi masyarakat. Berdasarkan hasil Survei Nasional Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran di 7 provinsi tahun 1993-1996, prevalensi ketulian 0,4% dan gangguan pendengaran 16,8%. Penyebabnya, infeksi telinga tengah (3,1%) presbikusis (2,6%), tuli akibat obat ototoksik (0,3%), tuli sejak lahir/kongenital (0,1%) dan tuli akibat pemaparan bising.2 2.3.3. Etiologi
3
1. Kongenital Ini diakibatkan oleh adanya anomali pada telinga dalam atau kerusakan pada apparatus pendengaran sentral yang disebabkan oleh faktor-faktor prenatal ataupun perinatal. 2. Didapat Penyebabnya bisa dari genetik maupun non genetik. Penyebab yang berasal dari genetik ini mungkin bermanifestasi lambat dan hanya menyerang pendengaran atau mungkin mempengaruhi sistem lain di tubuh. Penyebab tuli sensorineural yang sering adalah :
Infeksi pada labirin : viral, bakterial atau spirochactal
7
Trauma pada labirin atau Nervus Cranial VIII : fraktur tulang temporal atau kontusio pada labirin atau diakibatkan oleh operasi telinga.
Tuli yang dipicu oleh keributan
Obat-obatan ototoksik
Presbicusis
Penyakit Meniere
Neuroma akustik
Tuli tiba-tiba
Tuli sensorineural familial yang progresif
Penyakit sistemik seperti diabetes, hipotiroid, penyakit ginjal, penyakit autoimun, multipel sklerosis, discrasia darah.
2.3.4. Patogenesis
6,9
Sistem pendengaran merupakan suatu sistem yang sangat kompleks, dan jika ada kerusakan pada salah satu bagian dari telinga tengah, koklea, dan sistem sarah pusat dapat menyebabkan ketulian yang bervariasi. Pendengaran juga bergantung pada proses fungsi biokimia, metabolik, vaskular, hematologik dan endokrin yang tepat. Adanya gangguan pada salah satu sistem ini dapat mempengaruhi sistem pendengaran sehingga dapat menyebabkan ketulian. Patogenesis untuk kehilangan pendengaran sensorik (SSHL) memiliki 4 jalur teoritis, sebagai berikut: 1. Infeksi virus Ketulian sensorineural ditemukan pada kasus-kasus penyakit MUMPS, measles, rubella, dan influenza yang disebabkan oleh infeksi adenovirus dan sitomegalovirus (CMV). Pemeriksaan serologis terhadap pasien dengan ketulian sensorineural idiopatik menunjukkan adanya peningkatan titer antibody terhadap sejumlah virus. Antara 25-30 % pasien dilaporkan dengan riwayat infeksi saluran nafas atas dengan kurang satu bulan onset kehilangan pendengaran.
8
Pemeriksaan histopatologi tulang temporal pasien yan mengalami ketulian mendadak menunjukkan adanya atrofi organ corti, atrofi stria vaskularis dan membran tektorial serta hilangnya sel rambut dan sel penyokong dari koklea. 2. Penyebab vaskuler Pembuluh darah koklea merupakan ujung arteri (end artery), sehingga bila terjadi gangguan pada pembuluh darah ini koklea sangat mudah mengalami kerusakan, Pada kasus emboli, trombosis, vasospasme, dan hiperkoagulasi atau viskositas yang meningkat.terjadi iskemia yang berakibat degenerasi luas pada sel-sel ganglion stria vaskularis dan ligament spiralis. Kemudian diikuti oleh pembentukan jaringan ikat dan penulangan. 3. Ruptur membran labirin Ruptur membran labirin berpotensial menyebabkan kehilangan pendengaran sensorineural yang tiba-tiba, membran basalis dan membran reissner merupakan selaput tipis yang membatasi endolimfe dan perilimfe. Ruptur salah satu dari membran atau keduanya dapat menyebabkan ketulian mendadak. 4. Penyakit autoimun pada telinga dalam Ketulian sensorineural yang disebabkan oleh proses autoimun telinga dalam masih belum jelas, tapi aktivitas imunologik koklea menunjukkan fakta yang tinggi. Tuli mendadak juga dapat disebabkan oleh obat-obat ototoksik. Tuli ini biasanya didahului oleh tinitus. Tabel. Obat-obat ototoksik Golongan obat
Contoh Obat
Efek terhadap pendegaran
Salisilat
Aspirin
Tuli dapat terjadi pada dosis tinggi,
tetapi
biasanya
reversivel
9
Kuinolin
Klorokuin
Tuli dapat terjadi pada dosis tinggi atau pemakaian jangka
NSAID
panjang,
tetapi
reversibel
biasanya
apabila
obat
dihentikan Loop Diuretik
Bumetamid
Dapat
menyebabkan
sementara Furosemid Asam Etackrinat
atau
tuli
permanen.
Jika dikombinasikan dengan obat-obat ototoksik lainnya, resiko kerusakan permanen meningkat.
Aminoglikosida
Amikasin
Tuli dapat terjadi pada dosis tinggi atau pemakaian jangka
Gentamisin
panjang. Tuli dapat bersifat permanen.
Tabel 2. Tabel obat ototoksik 2.3.5. Klasifikasi
4
Ada 3 pola utama yang diketahui pada tuli sensorineural, yaitu: 1. Kehilangan pendengaran bilateral yang progresif Biasanya dikarenakan adanya proses degeneratif pada koklea akibat dari proses penuaan (presbyacusis). Penyebab lain yang penting yaitu obatobatan ototoksik dan trauma bising. Orang lanjut usia lebih rentan terhadap obat ototoksik dan kemungkinan terjadinya kerusakan akibat ototoksik dapat permanen walaupun penggunaan obat ototoksik telah dihentikan. Sedangkan pada trauma bising, terjadi kerusakan pada sel rambut organ corti. 2. Kehilangan pendengaran unilateral yang progresif Biasanya ini mengarah kepada penyakit meniere (endolymphatic hydrops), ataupun suatu neuroma akustik.
10
3. Tuli sensorineural mendadak Kondisi ini biasanya hanya mengenai unilateral. Salah satu penyebabnya adalah trauma pada kepala atau telinga; jika ada kebocoran dari perilymph dari membran oval atau round window, ini dapat dikoreksi dengan operasi. Penyebab lainnya adalah infeksi viral (mumps, measles dan varicella zoster) atau gangguan aliran darah koklear yang mendadak. Barotrauma pada olahraga menyelam dapat menyebabkan kebocoran perylimfe ke telinga tengah.
2.3.6. Diagnosis
1. Anamnesis Sangat penting untuk mengetahui apakah penyakit ini adalah kongenital atau didapat, bersifat progresif atau lambat, berhubungan dengan sindroma lainnya atau tidak, ada tidaknya keterlibatan anggota keluarga dan faktorfaktor penyebab lainnya. Anamnesis yang bisa ditanyakan antara lain : Keluhan utama telinga antara lain pekak (tuli), suara berdenging (tinnitus), rasa pusing berputar (vertigo), rasa nyeri di dalam telinga (otalgia), dankeluar cairan dari telinga (otore). Perlu ditanyakan juga apakah keluhan tersebut pada satu atau kedua telinga, timbul tiba-tiba atau bertambah berat, sudah berapa lama diderita, riwayat trauma kepala, telinga tertampar, trauma akustik, terpajan bising, pemakaian obat ototoksik, pernah menderita penyakit infeksi virus, apakah gangguan pendengaran ini sudah diderita sejak bayi sehingga terdapat gangguan bicara dan komunikasi, dan apakah gangguan lebih terasa di tempat yang bising atau lebih tenang.7 2. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan antara lain adalah: tes berbisik, inspeksi liang telinga dan membrana timpani, tes weber dan tes rinne menggunakan garpu tala 512 Hz haruslah dilakukan. Pemeriksaan yang difokuskan pada sistem neurologis untuk menilai apakah ada gangguan pada pusat pendengaran ataupun gangguan pada sistem vestibulokoklear juga harus dilakukan.5
11
Gambar 2. Tes weber dan Rinne (Idiopathic Sudden Sensorineural Hearing Loss. 2014. The New England Journal of Medicine)
12
Gambar 3. Tes Rinne dan Tes Weber (Ludman H., Bradley PJ. ABC of Ear, Nose and Throat)
3. Tes Audiometrik 4,5 Ini merupakan tes kuantitatif untuk mengukur derajat kehilangan pendengaran dan dapat dengan tepat menentukan lokasi yang terganggu dan apa penyebabnya. Tes audiometrik yang paling populer adalah audiometri nada murni. Tes ini dilakukan pada suatu ruang kedap suara menggunakan alat yang khusus, tes ini dapat menentukan derajat keparahan ketulian yang berada dalam kisaran 250 – 8000 Hz. Pada setiap frekuensi, kehilangan pendengaran ini akan diukur dan diplot pada suatu grafik, dengan disertai referensi normalnya, untuk menghasilkan suatu audiogram hantaran udara. Suatu batas ambang konduksi tulang dapat dihasilkan dengan meletakkan transduser pada mastoid, dengan telinga yang sedang tidak diperiksa di
13
berikan stimulus suara. Dengan membandingkan batas ambang hantaran udara dan hantaran tulang, maka didapatlah suatu tes rinne yang akurat. Pada
tuli
sensorineural,
sensitivitas
terhadap
suara
yang
dihantarkan melalui tulang dan sensitivitas terhadap suara yang dihantarkan melalui udara adalah sama pada telinga yang sakit, dimana keduanya sama-sama menurun.
Gambar 4. Standard Audiogram (Idiopathic Sudden Sensorineural Hearing Loss. 2014. The New England Journal of Medicine)
14
Gambar 5. Audiogram Nada Murni pada tuli sensorineural (Ludman H., Bradley PJ. ABC of Ear, Nose and Throat) 2.3.7. Penatalaksanaan
3,6
Deteksi dini tuli sensorineural sangat berperan penting dalam penatalaksanaan untuk mencegah progresivitas dan secara dini memulai program rehabilitasi sehingga dapat memperbaiki kualitas komunikasi penderita. Terapi sesuai etiologi : obati penyebab yang mendasari terjadinya tuli sensorineural, seperti antibiotik/antiviral pada infeksi, menghentikan penggunaan obat ototoksik, menghindari trauma bising. Terapi amplifikasi :
Tujuan terapi amplifikasi adalah untuk meningkatkan kemampuan pendengaran pada sisa pendengaran yang masih bisa dipertahankan, sehingga penderita dapat beradaptasi dengan lingkungan. Amplifikasi pendengaran ini lebih besar keberhasilannya pada 6 minggu awal kehidupan.
Alat amplifikasi pendengaran yang tersedia antara lain adalah alat bantu dengar konvensional dan digital, alat bantu konduksi tulang, dan alat bantu yang ditanam pada tulang.
15
Terapi pembedahan : Terapi pembedahan pada kelainan telinga luar dan tengah dapat direkomendasikan untuk tuli bilateral dan unilateral pada beberapa kasus.
Implan koklear o
Implan koklear adalah suatu alat elektronik yang didesain untuk mengubah energi mekanik dari gelombang suara menjadi sinyal elektrik yang dapat dihantarkan kepada saraf koklear.
o
Pertimbangkan untuk implantasi koklear pada penderita yang tidak dapat diobati dengan alat bantu dengar.
o
Sebelum operasi implan koklear, terlebih dahulu lakukan MRI untuk memastikan intaknya saraf koklear. CT-scan tulang temporal selalu dilakukan untuk menilai kelainan koklear.
o
Anak dengan usia dibawah 5 tahun yang telah menjalani implan koklear akan memiliki keahlian berbahasa yang lebih baik. Implantasi koklear dapat dilakukan pada usia 1 tahun.
2.3.8. Prognosis
6
Dengan terapi amplifikasi yang baik, fisioterapi bicara dan bahasa, serta program
pendidikan
yang
memadai,
penderita
tuli
sensorineural
dapat
berpartisipasi secara penuh pada aktivitas sehari-hari, aktivitas sosial bahkan mampu untuk bekerja seperti orang normal.
16
BAB III KESIMPULAN
Tuli sensorineural adalah h ilangnya kemampuan mendengar baik
sebagian maupun total pada satu ataupun kedua telinga yang diakibatkan adanya kerusakan pada sel rambut didalam koklea atau adanya kerusakan pada saraf pendengaran, dan bisa juga terjadi kerusakan pada kedua organ tersebut. Menurut perkiraan WHO pada tahun 2005 terdapat 278 juta orang
menderita gangguan pendengaran, 75 - 140 juta diantaranya terdapat di Asia Tenggara. Dimana di Indonesia, gangguan pendengaran dan ketulian saat ini masih merupakan satu masalah yang dihadapi masyarakat. Berdasarkan hasil Survei Nasional Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran di 7 provinsi tahun 1993-1996, prevalensi ketulian 0,4% dan gangguan pendengaran 16,8%. Penyebabnya, infeksi telinga te ngah (3,1%) presbikusis (2,6%), tuli akibat obat ototoksik (0,3%), tuli sejak lahir/kongenital (0,1%) dan tuli akibat pemaparan bising. Etiologi tuli sensorineural dibagi menjadi dua subbagian yaitu secara genetik (anomali/kerusakan aparatus pendengaran sentral akibat faktor prenatal ataupun perinatal) dan etiologi yang didapat (infeksi, trauma, trauma bisisng, obat ototoksik, proses degeneratif, dll). Tuli sensorineural diklasifikasikan menjadi 3 yaitu : Kehilangan pendengaran bilateral
yang progresif,
Kehilangan
pendengaran unilateral
yang
progresif, Tuli sensorineural mendadak. Diagnosis
pasti
tuli
sensorineural
adalah
dengan
menggunakan
audiometri. Dimana pada audiometri didapatkan sensitivitas terhadap suara
yang dihantarkan melalui tulang dan sensitivitas terhadap suara yang dihantarkan melalui udara adalah sama pada telinga yang sakit, dimana keduanya sama-sama menurun.
17
Penatalaksanaan tuli sensorineural adalah dengan mengatasi etiologi penyebab, menggunakan alat bantu pendengaran serta implantasi koklear. Dengan terapi
yang
baik dan memadai, maka prognosis penderita tuli sensorineural adalah baik.
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Vorvick LJ. Hearing Loss. 2012. University of Maryland Medical Center. Diunduh dari: https://umm.edu/Health/Medical/Ency/Articles/Hearing-loss 2. Kementerian
Kesehatan
Republik
Indonesia.
Diunduh
dari
:
http://www.depkes.go.id/index.php?vw=2&id=840 3. Dhingra PL. Diseases of Ear, Nose and Throat. 2011. 4 th ed . Amsterdam : Elsevier. 4. Ludman H., Bradley PJ. ABC of Ear, Nose and Throat. 2007. 5th ed. UK: Blackwell Publishing. 5. Rauch SD. Idiopathic Sudden Sensorineural Hearing Loss. 2014. The New England Journal of Medicine. N Engl J Med 2008;359:833-40 6. Stephanie A, et al. Syndromic Sensorineural Hearing loss. 2014. Diunduh dari : http://emedicine.medscape.com/article/856116-overview#a0104 7.
Soetirto, I., Hendarmin, H., Bashiruddin, J., 2007. Gangguan Pendengaran dan Kelainan Telinga. Dalam: Soepardi, E.A., Iskandar, N., Bashiruddin, S., Restuti, R.D., eds. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. 6th ed. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1022.
8. American Speech-Language-Hearing Association. The Prevalence and Incidence
of
Hearing
Loss
in
Adults.
Diunduh
dari
:
http://www.asha.org/public/hearing/Prevalence-and-Incidence-of-HearingLoss-in-Adults/ 9. Amalina N, et al. Tuli mendadak. 2011. Padang : FK UNAND. Diunduh dari : http://medicineline.wordpress.com/2011/11/04/tuli-mendadak/ 10. WHO.
Prevention
of
Blindness
and
Deafness.
Diunduh
dari
:
http://www.who.int/pbd/deafness/hearing_impairment_grades/en/
19