Geometri dengan Formula RL Ash 20 FEBRUARI 2017 / BLASTERINDOFORUM
L atar B ela lakkang RL Ash (1963) (1963) telah menyarankan lima rasio dasar untuk desain peledakan. Rasio ini digunakan pada peledakan standar dengan lubang ledak vertikal untuk semua jenis peledakan peledakan jenjang. jenjang. Ash Ash melakukan melakukan kajian di 20 jenis batuan yang berbeda dengan kedalaman lubang yaitu antara 5 – – 260 260 ft, dengan diameter lubang 1 -5 / 8 sampai 10-5 / 8 inch, dan untuk semua nilai bahan peledak. Meskipun rasio dapat digunakan sebagai perkiraan pertama dalam desain peledakan, modifikasi untuk rasio akan menunjukkan di mana geologi merupakan faktor utama yang memiliki pengaruh penting terhadap terhadap hasil hasil peledakan. peledakan.
F orm rmul ula a R L A sh Rasio RL Ash dibawah Rasio RL Ash dibawah ini merupakan persamaan yang bisa digunakan pada berbagai dimensi dimensi yang yang belum di ketahui, sebagai berikut: berikut: B = K b.De /12; K b b = Burden ratio………………………………. (1) S = K s.B; K s = Spacing ratio……………………………… ratio……………………………… (2) H = K h.B; K h = Hole length ratio,……………………….. (3) J = K j.B; K J = Subdrilling ratio…………………………. (4) T= K t. B; K t = Collar distance ratio…………………… (5) De dalam satuan inches, inches, dan besaran besaran lainnya lainnya dalam dalam satuan feet. Untuk menggunakan jenis bahan peledak tertentu dengan diameter De De dan dan burden B burden B,, bisa dihitung dari persamaan (1). Berikut nilai untuk Kb adalah untuk batu dengan dengan density density padat sekitar 2,7 gm/cc, nilai nilai umum untuk batu batu kapur dan dolomit. Untuk menghitung B menghitung B bisa bisa menggunakan K b b sebagai berikut: K b = 30 (kondisi rata – rata – rata rata pendekatan pertama), dipakai sebagai K bSTD bSTD K b = 25 (untuk bahan peledak low-density, seperti ANFO), dan K b = 35 (untuk bahan peledak padat, seperti slurry dan gelatin). Jika batu memiliki density jauh berbeda dari 2,7 gm/cc, maka bisa disesuaikan lebih lanjut, besaran nilai K b b nya. Nilai K b b lebih rendah dapat digunakan untuk batu dengan density lebih besar dari 2,7 gm/cc, misalnya 3, dan nilai K b lebih tinggi dapat digunakan untuk batu dengan denisty kurang dari 2,7 misalnya 2,4. Untuk menentukan penyesuaian nila K b b bisa menggunakan standar berikut: Bahan peledak peledak density density ringan dalam batuan batuan density density besar (>> (>> 2,7 ) K b= 20 Bahan peledak peledak density density tinggi tinggi dalam batuan density density rendah rendah (<< 2,7) K b= 40 Bahan peledak peledak density density ringan dalam batuan batuan density density rata-rata rata-rata (+/2,7) K b= 25 Bahan peledak peledak density density tinggi tinggi dalam batuan density density rata-rata rata-rata (+/2,7) K b= 35 Tetapi ada juga yang menyatakan bahwa kondisi batuan standar adalah di density batuan 2,56 2,56 ton/m3 ton/m3 (160 lb/cuft), lb/cuft), dan dan bahan peledak standar standar bila memilik memilikii berat jenis 1,2 dan dan kecepatan kecepatan detonasi detonasi 3.660 3.660 m/s (12.000 (12.000 fps). Sehingga Sehingga pada pada akhirnya akhirnya
untuk menentukan koreksi Kb untuk berbagai bahan peledak pada density yang berebeda dan desnity batuan yang berbeda bisa menggunakan formula berikut: KB = K bSTD x AF1 x AF2…………………………… (6) Dimana : K bSTD = 30 x AF 1 x AF 2
AF1
=
AF2
=
Keterangan: ∂ rs
= Density batuan standar (lb/cuft)
∂ ru
= Density batuan (lb/cuft)
Ɣeu
= Berat jenis bahan peledak
Ɣes
= Berat jenis bahan peledak standar
Veu
= Kecepatan detonasi bahan peledak (fps, feet/second)
Ves
= Kecepatan detonasi bahan peledak standar (fps, feet/cecond)
Ingat bahwa; 1 Lb = 0,453 Kg; 1 kg = 2,2 Lb Menentukan Burden (B) Setelah K b dapat dihitung dengan persamaan (6) maka selanjutnya adalah menentukan nilai burden dengan persamaan (1) dan ingat bahwa satuan diameter dalam inches dan nilai burden dalam Ft, jika diinginkan besaran nilai dalam meter harus dikonversi kedalam meter lebih dulu dimana 1 ft = 0,3048 m atau 1 m = 3,28 ft. Untuk lebih memahami lagi ada sebuah study kasus sebagai berikut: ‘Sebuah lokasi tambang menargetkan produksi batuan sebesar 4.000 ton perhari menggunakan alat bor dengan diamter 3 inch, batuan ditambang memiliki density 2,5 Ton/BCM, peledakan akan menggunakan bahan utama ANFO dimana berat
jenisnya (SG) = 0,85 dan kecapatan detonasi ANFO = 3.500 m/s. Berapa kah burden yang direkomendasikan dengan dasar formula RL Ash?’ Diketahui; Target = 4.000 ton/day ∂ rs = 160 lb/cuft ∂ ru = 2,5 ton/BCM = 156 lb/cuft Ɣeu = 0,85 Ɣes = 1,2 Veu = 3,500 m/s = 11.482 fps Ves = 12.000 fps K b STD = 30 Ditanyakan; Burden=…?? Jawab: AF1 = (160/156) 1/3 = (1,02) 1/3 = 1,006 2 1/3 AF2 = ((0,85*(11.482^ ))/(1,2*(12.000^2)))^ = ((112060875)/(172800000))^ 1/3 = (0,6485004)^ 1/3 = 0,865 K b = 30*(1,006)*(0,865) K b = 26,13 ~ 26 Maka Burden adalah ; B = (Kb.De)/12 = (26*3)/12 = 6,5 ft ~ 1,98 m Menentukan Spacing (S) Nilai besaran burden yang sudah dihitung selanjutnya bisa digunakan untuk menghitung spacing dengan menggunakan rumus (2). Hanya dalam menentukan nila Ks ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam penentuan nilai rasio yang dipakai. Pertimbangan yang dimaksud adalah sebagai berikut: K s = 1,8 – 2 digunakan pada pola ledak untuk inisiasi simultan dari lubang di baris yang sama. Dengan pola lubang bor staggerred tentu lebih disukai pola ledak degan penyalaan berurutan antar baris daripada semua lubang diledakkan secara bersamaan. Dan dengan pola ledak ini maka arah lemparan akan tegak lurus dengan free face. I ngat: bahwa rasio yang direkomendasikan adalah merupakan hasil uji empiris RL Ash terhadap berbagai macam jenis batuan, bahan peledak, diameter dan kedalamn lubang yang berbeda. Menurut Ash dan lainnya, nila K s yang lebih besar (misal: K s = 3-5) bisa digunakan namun pada kondisi-kondisi yang memang menunjang untuk dilakukan pada pola peledakan secara bersamaan, dimana tidak mengikuti batas limit 2 diatas. Pada kondisi ini lubang ledak harus di tembak secara bersamaan, jika tidak maka spacing harus dikurangi karena perlu mengantisipasi adanya pengurangan kekuatan stress efek pada batuan.
Pada perkembangan berikutnya dengan merujuk pada perbandingan kedalaman lubang di bagi burden (H/B) , ada pendekatan dengan fromula berikut: S ≈ (B.H)1/2 dimana 2B < H < 4B dan S ≈ 2B dimana 4B < H Dengan nilai K s = 1,8 – 2 hasilnya sudah memuaskan, namun meskipun nilai K smasih bisa dikurangi pada kondisi dimana H/B kurang dari 3. Ks = 1 – 1,2 digunakan untuk pola penyalaan berurutan pada setiap lubang dalam satu row. Pola pemboran dengan benntuk bujur sangkar merupakan pola yang sering digunakan pada pola peledakan denga penyalaan berurutan di setiap lubang dalam satu row dan serentak diantara lubang yang berada di sisi lain pada row yang berdekatan. Pergerakan batuan yang ditimbulkan cenderung membentuk sudut 45 o terhadap free face, seperti pada penyalaan dengan metode v cut atau box cut. Dengan adanya pembentukan arah lemparan menyudut 45 o sehingga pada penentuan nila s perlu diberi koreksi, hal ini dikarenakan pada saat penyalaan row by row maka tegak lurus jarak antar row adalah sama dengan burden, namun ketika penyalan berurutan antar lubang maka jarak antar row akan berubah sesuai dengan arah lemparan sehingga rumus S = K s. B berubah menjadi S = K s.(1,4 B). K s perlu di sesuaikan lebih lanjut terhadap aplikasi dilapangan yang sudah biasa dilakukan dan kondisi lainnya, contoh pada penggunaan waktu tunda antar lubang. Ketika K s lebih besar dari 2 artinya spacing jauh lebih besar dari burden sehingga hal itu bisa mengakibatkan timbulnya crater pada vertical face dan akan terjadi banyak lemparan batuan. Dan ketika K s lebih kecil dari 1, maka jarak antar lubang dalam satu row menjadi terlalu dekat sehingga berpotensi terjadinya premature breaking antar lubang. Proses penghancuran juga menghasilkan material yang terlalu halus di sekitar lubang ledak, boulder, lempengan dan lantai yang tidak rata pada area burden. Premature breaking juga akan meningkatkan kemungkinan loss daripada energi peledakan akibat derajat pengungkungan berkurang. Untuk kasus – kasus seperti ini sebagian besar lebih memilih memperlebar spacing daripada mengurangi burden. I ngat: bahwa rasio spacing sangat memungkinkan di modifikasi, terutama disesuaikan dengan sistem waktu tunda antar lubang dan atar baris yang akan digunakan, dan sangat perlu dilakukan pengamatan yang cermat pada setiap penggunaan waktu tunda berbeda pada setiap kekerasn batuan berbeda, sehigga diperoleh rasio spacing yang paling optimal, karena hal ini juga terkait untuk mengetahui reaksi stress antar partikel batuan terhadap perbedaan waktu tunda tersebut. Menentukan Kedalaman Lubang (H) K h = 1,5 – 4, dan sebagian besar yang digunakan adalah di rasio 2,6. Secara umum harus dihindari kedalaman lubang bor kurang daripada burden, yang artinya rasio Kh adalah kurang dari 1. Ketika rasio kurang dari 1 maka akan berpotensi terjadinya overbreak dan cratering. Dan ketika rasio lebih dari 4 maka akan
mengakibatkan terjadinya bootlegging dan terjadinya toe terutama saat penggunaan single priming. Ketika menggunakan multiple priming maka kedalaman lubang boleh lebih dalam daripada rasio rata-rata (2,6) dan bahkan hingga menggunakan rasio 4. RL Ash telah mengingatkan bahwa tidak ada nilai rasio yang secara mudah/praktis untuk bisa langsung digunakan tanpa memperhitungkan kondisi geologi/craetring properties, karakter bahan peledak dan posisi penempatan primer. Menentukan Panjang Subdrill (H) K j pada umumnya tidak kurang dari 0,2 dan sebagian besar banyak yang menggunakan rasio 0,3 agar bisa memperoleh lantai kerja yang baik. Pada beberapa quarry kadang tidak memakai istilah subdrill tetapi mereka menyebutnya sebagai lantai quarry sehingga mereka tidak menggunakan subdrill tersebut atau rasio K j = 0. Pada beberapa kasus nilai Ks itu sangat diperhitungkan untuk mencegah terjadinya loss energi dibagian bottom pada kondisi dibagian bedding cukup lunak (terbuka/burden tidak rata sehingga di bottom tipis). Pada batuan yang sangat keras, no fracture, dengan density batu tinggi nilai K j disaranka hingga 0,4 – 0,45 untuk meminimalkan terjadinya gundukan atau toe pada lantai kerja. Ketika nilai rasio K j lebih dari 0,5 hal ini dianggap malah dalam lubang bor berlebihan dan sia-sia. Menentukan Panjang Stemming (T) K r = 0,7 merupakan rasio yang cukup beralasan untuk bisa mengendalikan airblast dan flyrock serta overbreak berlebih disekitar permukaan lubang. Pada batuan yang sangat solid, nilai Kt kurang dari 1 dapat menyebabkan terjadinya cratering dan terjadinya backbreak sehingga akan menimbulkan dampak yang buruk, terutama saat menggunakan top priming. Tabel 1. Resume dari formula RL Ash B = Kb. De /12 = —— ft Nilai Kb ~ 30 (average) B = Kb. De /12 = —— ft Nilai Kb ~ …….. (alternative) Untuk pola bor zig-zag dan penyalaan bersamaan dalam satu row
S = Ks. B —— ft Nilai Ks~ 2 (average) S = Ks. B —— ft Nilai Ks ~ 1,8 (alternative) Untuk pola bor bujur sangkar dan penyalaan berurutan antar lubang
s = Ks b = Ks (1. 4 B) ____ ft Nilai Ks ~ 1 s = Ks b = Ks (1.4 B) ____ ft Nilai Ks ~ 1.2 ___________________________________________________
H = Kh. B _______________
ft
Nilai Kh~ 2.6
(average) (alternative)
(average)
ft Nilai Kh ~___ (alternative) ft Nilai Kh~ 1.5 (minimum) ft Nilai Kh~ 4 (maximum) ft Nilai Kj ~ 0.3 (average) ft Nilai KJ~___ (alternative) ft Nilai Kt~ 0.7 (average) ft Nilai Kt ~___ (alternative) Tabel 2. Nilai Burden (B) Formula RL Ash dengan bahan peledak ANFO pada berbagai diameter lubang ledak dan density batuan yang berbeda
H = Kh.B ________________ Hmin = Kh. B _____________ Hmax =Kh. B _____________ J = Kj. B ________________ J = Kj. B ________________ T = Kt. B ________________ T = Kt. B ________________
Nilai burden pada Tabel 2 sebagai tool atau guidance untuk desain awal, dimana bahan peledak yang digunakan berupa ANFO dengan berat jenis 0,85 dengan VOD yang berbeda untuk setiap diameter lubang. Guidance tersebut tinggal dicari kesesuain dengan rencana terkait diameter lubang yang akan dipakai dan density batuan yang akan diledakkan. Setelah nilai burden di tentukan selanjutnya tinggal menentukan panjang spacing, stemming, subdrill dan kedalaman dengan menggunakan rasio-rasio yang sesuai dengan kondisi dilapangan. writen by : sukma teja – dari berbagai sumber