BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Susunan neuromuskular terdiri dari Upper motor neuron (UMN) dan lower motor neuron (LMN). Upper motor neurons (UMN) neurons (UMN) merupakan kumpulan saraf-saraf motorik yang menyalurkan impuls dan area motorik di korteks motorik sampai inti-inti motorik di saraf kranial di batang otak atau kornu anterior. Berdasarkan perbedaan anatomik dan fisiologik kelompok UMN dibagi dalam susunan piramidal dan susunan ekstrapiramidal. Susunan piramidal terdiri dari traktus kortikospinal dan traktus kortikobulbar. Traktus kortikobulbar fungsinya untuk geraakan-gerakan otot kepala dan leher, sedangkan traktus kortikospinal fungsinya untuk gerakan-gerakan otot tubuh dan anggota gerak. Sedangkan lower motor neuron (LMN), (LMN) , yang merupakan kumpulan saraf-saraf motorik yang berasal dari batang otak, pesan tersebut dari otak dilanjutkan ke berbagai otot dalam tubuh seseorang. Dari otak medula spinalis turun ke bawah kira-kira ditengah punggung dan dilindungi oleh cairan jernih yaitu cairan serebrospinal. Medula spinalis terdiri dari berjuta-juta saraf yang mentransmisikan informasi elektrik dari dan ke ekstremitas, badan, oragan-organ tubuh dan kembali ke otak. Otak dan medula spinalis merupakan sistem saraf pusat dan yang mehubungkan saraf-saraf medula spinalis ke tubuh adalah sistem saraf perifer. Medula spinalis terdiri atas traktus ascenden ascenden (yang membawa informasi di tubuh menuju ke otak seperti rangsang raba, suhu, nyeri dan gerak posisi) dan traktus descenden descenden (yang membawa informasi dari otak ke anggota gerak dan mengontrol fungsi tubuh). Kelemahan/kelumpuhan parsial yang ringan/tidak lengkap atau suatu kondisi yang ditandai oleh hilangnya sebagian gerakan atau gerakan terganggu disebut dengan parese. Kelemahan adalah hilangnya sebagian fungsi otot untuk
1
satu atau lebih kelompok otot yang dapat menyebabkan gangguan mobilitas bagian yang terkena. Kelemahan/kelumpuhan yang mengenai keempat anggota gerak disebut dengan tetraparese. Hal ini diakibatkan oleh adanya kerusakan otak, kerusakan tulang belakang pada tingkat tertinggi (khususnya pada vertebra cervikalis), kerusakan sistem saraf perifer, kerusakan neuromuscular atau penyakit otot. kerusakan diketahui karena adanya lesi yang menyebabkan hilangnya fungsi motorik pada keempat anggota gerak, yaitu lengan dan tungkai. Penyebab khas pada kerusakan ini adalah trauma (seperti tabrakan tabraka n mobil, jatuh ja tuh atau sport atau sport injury) injury ) atau karena penyakit (seperti mielitis transversal, polio, atau spina bifida). Tetraparese berdasarkan topisnya dibagi menjadi dua, yaitu : Tetrapares spastik yang terjadi karena kerusakan yang mengenai upper motor neuron (UMN), (UMN) , sehingga menyebabkan peningkatan tonus otot atau hipertoni dan tetraparese flaksid yang terjadi karena kerusakan yang mengenai lower motor neuron (LMN), (LMN) , sehingga menyebabkan penurunan penurunan tonus tonus atot atau hipotoni. Tetraparese dapat disebabkan karena adanya kerusakan pada susunan neuromuskular, yaitu adanya lesi. Ada dua tipe lesi, yaitu lesi komplit dan inkomplit. Lesi komplit dapat menyebabkan kehilangan kontrol otot dan sensorik secara total dari bagian dibawah lesi, sedangkan lesi inkomplit mungkin hanya terjadi kelumpuhan otot ringan (parese) dan atau mungkin kerusakan sensorik. Pada beberapa keadaan dapat kita jumpai tetraparese misalnya pada penyakit infeksi (misalnya mielitis transversa, poliomielitis), Sindrom Guillain Barre (SGB), Polineuropati, Miastenia Grafis, atau Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS). 1.2 Manfaat makalah
1) Mengetahui anatomi fisiologi jaras syaraf pada manusia 2) Mengetahui definisi parese 3) Mengetahui definisi, etiologi, epidemiologi, patofisiologi, klasifikasi, diagnosis, penatalaksanaan, prognosis
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Fisiologi
Sistem motorik berhubungan dengan sistem neuromuskular. sistem neuromuskular terdiri atas Upper motor neurons (UMN) dan lower motor neuron (LMN). Upper motor neurons (UMN) merupakan kumpulan saraf-saraf motorik yang menyalurkan impuls dan area motorik di korteks motorik sampai inti-inti motorik di saraf kranial di batang otak atau kornu anterior medula spinalis. Berdasarkan perbedaan anatomik dan fisiologik kelompok UMN dibagi dalam susunan piramidal dan susunan ekstrapiramidal. Susunan piramidal terdiri dari traktus kortikospinal dan traktus kortikobulbar. Traktus kortikobulbar fungsinya untuk geraakan-gerakan otot kepala dan leher, sedangkan traktus kortikospinal fungsinya untuk gerakan-gerakan otot tubuh dan anggota gerak 1. Melalui lower motor neuron (LMN), yang merupakan kumpulan sarafsaraf motorik yang berasal dari batang otak, pesan tersebut dari otak dilanjutkan ke berbagai otot dalam tubuh seseorang. Kedua saraf motorik tersebut mempunyai peranan penting di dalam sistem neuromuscular tubuh. Sistem ini yang memungkinkan tubuh kita untuk bergerak secara terencana dan terukur 1. Tulang belakang atau vertebra adalah tulang tak beraturan yang
membentuk punggung yang mudah digerakkan. terdapat 33 tulang punggung pada manusia, 7 tulang cervical, 12 tulang thorax (thoraks atau dada), 5 tulang lumbal, 5 tulang sacral, dan 4 tulang membentuk tulang ekor (coccyx). Sebuah tulang punggung terdiri atas dua bagian yakni bagian anterior yang terdiri dari badan tulang atau corpus vertebrae, dan bagian posterior yang terdiri dari arcus vertebrae 2.
3
Gambar 1. Tulang belakang
Ketika tulang belakang disusun, foramen ini akan membentuk saluran sebagai tempat sumsum tulang belakang atau medulla spinalis. Dari otak medula spinalis turun ke bawah kira-kira ditengah punggung dan dilindungi oleh cairan jernih yaitu cairan serebrospinal. Medula spinalis terdiri dari berjuta-juta saraf yang mentransmisikan informasi elektrik dari dan ke ekstremitas, badan, oraganorgan tubuh dan kembali ke otak. Otak dan medula spinalis merupakan sistem saraf pusat dan yang mehubungkan saraf-saraf medula spinalis ke tubuh adalah sistem saraf perifer 3,4. Medula spinalis mulai dari akhir medulla oblongata di foramenmagnum sampai konus medullaris di level Tulang Belakang L1-L2. Medulla Spinalis berlanjut menjadi Kauda Equina (di Bokong) yang lebih tahan terhadap cedera. Medula spinalis terdiri atas traktus ascenden (yang membawa informasi di tubuh menuju ke otak seperti rangsang raba, suhu, nyeri dan gerak posisi) dan traktus descenden (yang membawa informasi dari otak ke anggota gerak dan mengontrol fungsi tubuh)
3,4
.
4
Medula spinalis diperdarahi oleh 2 susunan arteri yang mempunyai hubungan istemewa, yaitu arteri spinalis dan arteri radikularis. Arteri spinalis dibagi menjadi arteri spinalis anterior dan posterior yang berasal dari arteri vertebralis, sedangkan arteri radikularis dibagi menjadi arteri radikularis posterior dan anterior yang dikenal juga ramus vertebromedularis arteria interkostalis 5. Medula Spinalis disuplai oleh arteri spinalis anterior dan arteri spinalis posterior. Nervus spinalis/akar nervus yang berasal dari medula spinalis melewati suatu lubang di vertebra yang disebut foramen dan membawa informasi dari medula spinalis samapi ke bagian tubuh dan dari tubuh ke otak. Ada 31 pasang nervus spinalis dan dibagi dalam empat kelompok nervus spinalis, yaitu
3,4,5
:
a. nervus servikal : (nervus di leher) yang berperan dalam pergerakan dan perabaan pada lengan, leher, dan anggota tubuh bagian atas b. nervus thorak : (nervus di daerah punggung atas) yang mempersarafi tubuh dan perut c. nervus lumbal dan nervus sakral : (nervus didaerah punggung bawah) yang
mempersarafi
kandung
kencing,
tungkai, usus
dan
genitalia. Ujung akhir dari medula spinalis disebut conus medularis yang letaknya di L1 dan L2. Setelah akhir medula spinalis, nervus spinalis selanjutnya bergabung membentuk cauda equina
3,4
.
5
Gambar 2. Hubungan nervus spinalis dengan vertebra 2. 2. Parese
Parese adalah kelemahan/kelumpuhan parsial yang ringan/tidak lengkap atau suatu kondisi yang ditandai oleh hilangnya sebagian gerakan atau gerakan terganggu. Kelemahan adalah hilangnya sebagian fungsi otot untuk satu atau lebih kelompok otot yang dapat menyebabkan gangguan mobilitas bagian yang terkena. Parese pada anggota gerak dibagi mejadi 4 macam, yaitu 6:
Monoparese adalah kelemahan pada satu ekstremitas atas atau ekstremitas bawah.
Paraparese adalah kelemahan pada kedua ekstremitas bawah.
Hemiparese adalah kelemahan pada satu sisi tubuh yaitu satu ekstremitas atas dan satu ekstremitas bawah pada sisi yang sama.
Tetraparese adalah kelemahan pada keempat ekstremitas.
6
2.3 Tetraparese
Tetraparese juga diistilahkan juga sebagai quadriparese, yang keduanya merupakan parese dari keempat ekstremitas.”Tetra” dari bahasa yunani sedangkan “quadra” dari bahasa latin. Tetraparese adalah kelumpuhan/kelemahan yang disebabkan oleh penyakit atau trauma pada manusia hilangnya sebagian
yang menyebabkan
fungsi motorik pada keempat anggota gerak, dengan
kelumpuhan/kelemahan lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan tungkai. Hal ini diakibatkan oleh adanya kerusakan otak, kerusakan tulang belakang pada tingkat tertinggi (khususnya pada vertebra cervikalis), kerusakan sistem saraf perifer, kerusakan neuromuscular atau penyakit otot. kerusakan diketahui karena adanya lesi yang menyebabkan hilangnya fungsi motorik pada keempat anggota gerak, yaitu lengan dan tungkai. Penyebab khas pada kerusakan ini adalah trauma (seperti tabrakan mobil, jatuh atau sport injury) atau karena penyakit (seperti mielitis transversal, polio, atau spina bifida) 6,7. Pada tetraparese kadang terjadi kerusakan atau kehilangan kemampuan dalam mengontrol sistem pencernaan, fungsi seksual, pengosongan saluran kemih dan rektum, sistem pernafasan atau fungsi otonom. Selanjutnya, dapat terjadi penurunan/kehilangan fungsi sensorik. adapun manifestasinya seperti kekakuan, penurunan sensorik, dan nyeri neuropatik. Walaupun pada tetraparese itu terjadi kelumpuhan pada keempat anggota gerak tapi terkadang tungkai dan lengan masih dapat digunakan atau jari-jari tangan yang tidak dapat memegang kuat suatu benda tapi jari-jari tersebut masih bisa digerakkan, atau tidak bisa menggerakkan tangan tapi lengannya masih bisa digerakkan. Hal ini semua tergantung dari luas tidaknyanya kerusakan 6,7. 2.3.1 Etiologi Tetraparese 8
Tabel 1. Penyebab umum dari tetraparesis :
-
Complete/incomplete transection of cord with fracture Prolapsed disc
7
Cord
contusion-central
cord
syndrome,
anterior
cord
syndrome -
Guillain-Barre Syndrome (post infective polyneuropathy)
-
Transverse myelitis Acute myelitis
- Anterior spinal artery occlusion -
Spinal cord compression
- Haemorrhage into syringomyelic cavaty - Poliomyelitis
2.3.2 Epidemiologi
Tetraparese salah satunya disebabkan karena adanya cedera pada medula spinalis. menurut Pusat Data Nasional Cedera Medula Spinalis (The National Spinal Cord Injury Data Research Centre ) memperkirakan ada 10.000 kasus baru cedera medula spinalis setiap tahunnya di Amerika Serikat. Angka insidensi paralisis komplet akibat kecelakaan diperkirakan 20 per 100.000 penduduk, dengan angka tetraparese 200.000 per tahunnya. Kecelakaan kendaraan bermotor merupakan penyebab utama cedera medula spinalis 9. Cedera medula spinalis dapat dibagi menjadi komplet dan tidak komplet berdasarkan ada/tidaknya fungsi yang dipertahankan di bawah lesi. Pembagian ini penting untuk meramalkan prognosis dan penanganan selanjutnya.. Data di Amerika Serikat menunjukkan urutan frekuensi disabilitas neurologis karena cedera medula spinalis traumatika sbb : (1) tetraparese inkomplet (29,5%), (2) paraparese komplet (27,3%), (3) paraparese inkomplet (21,3%), dan (4) tetraparese komplet (18,5%) 9.
8
2.3.3 Klasifikasi Tetraparese
Pembagian tetraparese berdasarkan kerusakan topisnya 4: a. Tetrapares spastik Tetraparese spastik terjadi karena kerusakan yang mengenai upper motor neuron (UMN), sehingga menyebabkan peningkatan tonus otot atau hipertoni. b. Tetraparese flaksid Tetraparese flaksid terjadi karena kerusakan yang mengenai lower motor neuron (LMN), sehingga menyebabkan penurunan tonus atot atau hipotoni. 2.3.4 Patofisiologi Tetraparese
Tetraparese dapat disebabkan karena kerusakan Upper Motor Neuron (UMN) atau kerusakan Lower Motor Neuron (LMN). Kelumpuhan/kelemahan yang terjadi pada kerusakan Upper Motor Neuron (UMN) disebabkan karena adanya lesi di medula spinalis. Kerusakannya bisa dalam bentuk jaringan scar, atau kerusakan karena tekanan dari vertebra atau diskus intervetebralis. Hal ini berbeda dengan lesi pada LMN yang berpengaruh pada serabut saraf yang berjalan dari horn anterior medula spinalis sampai ke otot 10,11,12. Pada columna vertebralis terdapat nervus spinalis, yaitu nervus servikal, thorakal, lumbal, dan sakral. Kelumpuhan berpengaruh pada nervus spinalis dari servikal dan lumbosakral dapat menyebabkan kelemahan/kelumpuhan pada keempat anggota gerak. Wilayah ini penting, jika terjadi kerusakan pada daerah ini maka akan berpengaruh pada otot, organ, dan sensorik yang dipersarafinya 11,12
. Ada dua tipe lesi, yaitu lesi komplit dan inkomplit. Lesi komplit dapat
menyebabkan kehilangan kontrol otot dan sensorik secara total dari bagian dibawah lesi, sedangkan lesi inkomplit mungkin hanya terjadi kelumpuhan otot ringan (parese) dan atau mungkin kerusakan sensorik. Lesi pada UMN dapat
9
menyebabkan parese spastic sedangkan lesi pada LMN menyebabkan parese flacsid 4,11,12.
Gambar 3. Lesi pada L ower motor n eur on (LM N). Lesi di M id- or u pper cer vical cord
Tiap lesi di medula spinalis yang merusak daerah jaras kortikospinal lateral menimbulkan kelumpuhan Upper Motor Neuron (UMN) pada otot-otot bagian tubuh yang terletak di bawah tingkat lesi. Lesi transversal medula spinalis pada tingkat servikal, misalnya C5 mengakibatkan kelumpuhan Upper Motor Neuron (UMN) pada otot-otot tubuh yang berada dibawah C5, yaitu sebagian otot-otot kedua lengan yang berasal yang berasal dari miotom C6 sampai miotom C8, lalu otot-otot thoraks dan abdomen serta segenap otot kedua tungkai yang mengakibatkan kelumpuhan parsial dan defisit neurologi yang tidak masif di seluruh tubuh. Lesi yang terletak di medula spinalis tersebut maka akan menyebabkan kelemahan/kelumpuhan keempat anggota gerak yang disebut tetraparese spastik 1,5. Lesi di L ow cervi cal cord
Lesi transversal yang merusak segmen C5 ke bawah itu tidak saja memutuskan jaras kortikospinal lateral, melainkan ikut memotong segenap
10
lintasan asendens dan desendens lain. Disamping itu kelompok motoneuron yang berada didalam segmen C5 kebawah ikut rusak. Ini berarti bahwa pada tingkat lesi kelumpuhan itu bersifat Lower Motor Neuron (LMN) dan dibawah tingkat lesi bersifat Upper Motor Neuron (UMN). Dibawah ini kelumpuhan Lower Motor Neuron (LMN) akan diuraikan menurut komponen-komponen Lower Motor Neuron (LMN) 1. Motoneuron-motoneuron berkelompok di kornu anterius dan dapat mengalami gangguan secara selektif atau terlibat dalam satu lesi bersama dengan bangunan disekitarnya, sehingga di dalam klinik dikenal sindrom lesi di kornu anterius, sindrom lesi yang selektif merusak motoneuron dan jaras kortikospinal, sindrom lesi yang merusak motoneuron dan funikulus anterolateralis dan sindrom lesi di substantia grisea sentralis . Lesi ini biasanya disebabkan karena adanya infeksi, misalnya poliomielitis. Pada umumnya motoneuron-motoneuron yang rusak didaerah intumesensia servikal dan lumbalis sehingga kelumpuhan LMN adalah anggota gerak 1. Kerusakan pada radiks ventralis (dan dorsalis) yang reversibel dan menyeluruh dapat terjadi. Kerusakan itu merupakan perwujudan reaksi imunopatologik. walaupun segenap radiks (ventralis/dorsalis) terkena, namun yang berada di intumesensia servikalis dan lumbosakralis paling berat mengalami kerusakan. Karena daerah ini yang mengurus anggota gerak atas dan bawah. Pada umumnya bermula dibagian distal tungkai kemudian bergerak ke bagian proksimalnya. Kelumpuhannya meluas ke bagian tubuh atas, terutama otot-otot kedua lengan. Kelainan fungsional sistem saraf tepi dapat disebabkan kelainan pada saraf di sumsum tulang belakang atau kelainan sepanjang saraf tepi sendiri. Salah satu penyakit dengan lesi utama pada neuron saraf perifer adalah polineuropati 1. Lesi di otot dapat berupa kerusakan struktural pada serabut otot atau selnya yang disebabkan infeksi, intoksikasi eksogen/endogen, dan degenerasi herediter. Karena serabut otot rusak, kontraktilitasnya hilang dan otot tidak dapat
11
melakukan tugasnya. Penyakit di otot bisa berupa miopati dan distrofi, dapat menyebabkan kelemahan di keempat anggota gerak biasanya bagian proksimal lebih lemah dibanding distalnya. Pada penderita distrofia musculorum enzim kreatinin fosfokinase dalam jumlah yang besar, sebelum terdapat manifestasi dini kadar enzim ini di dalam serum sudah jelas meningkat. akan tetapi mengapa enzim ini dapat beredar didalam darah tepi masih belum diketahui 1. Di samping kelainan pada sistem enzim, secara klinis juga dapat ditentukan kelaian morfologik pda otot. jauh sebelum tenaga otot berkurang sudah terlihat banyak sel lemak (liposit) menyusup diantara sel-sel serabut otot. Ketika kelemahan otot menjadi nyata, terdapat pembengkakan dan nekrosis-nekrosis serabut otot. Seluruh endoplasma serabut otot ternyata menjadi lemak. Otot-otot yang terkena ada yang membesar dan sebagian mengecil. Pembesaran tersebut bukan karena bertambahnya jumlah serabut otot melainkan karena degenerasi lemak 1. Kelemahan otot (atrofi otot) dapat kita jumpai pada beberapa penyakit. kelemahan otot dapat kita kelompokkan dalam regio anggota gerak sebagai berikut 14: Tabel 2. Kategori kelompok otot per regio anggota gerak Region
Muscle Groups
Myotomes
Upper cervical region
Shoulder abduction, elbow flexion, elbow
C5-C7
extension Lower cervical region
Wrist flexion, wrist extension, extension of
C8-Th1
fingers, flexion of fingers, spreading of fingers, abduction of
thumb,
adduction
of
thumb,
and
opposition of thumb
Upper
lumbosacral
Hip flexion, hip adduction, knee extension, L1-L3
12
region Lower
hip extension, hip abduction lumbosacral
region
Knee flexion, plantar flexion of foot, flexion
of
toes,
dorsiflexion
of
foot,
L4-S1
extension of toes
Central
cord
syndrome
(CCS) biasanya
terjadi
setelah
trauma
hiperekstensi. Sering terjadi pada individu di usia pertengahan dengan spondilosis cervicalis. Predileksi lesi yang paling sering adalah medula spinalis segmen servikal, terutama pada vertebra C4-C6. Sebagian kasus tidak ditandai oleh adanya kerusakan tulang. Mekanisme terjadinya cedera adalah akibat penjepitan medula spinalis oleh ligamentum flavum di posterior dan kompresi osteofit atau material diskus dari anterior. Bagian medula spinalis yang paling rentan adalah bagian dengan vaskularisasi yang paling banyak yaitu bagian sentral. Pada Central Cord Syndrome, bagian yang paling menderita gaya trauma dapat mengalami nekrosis traumatika yang permanen. Edema yang ditimbulkan dapat meluas sampai 1-2 segmen di bawah dan di atas titik pusat cedera
8,9,15
.
Gambaran khas Central Cord Syndrome adalah kelemahan yang lebih prominen pada ekstremitas atas (tipe LMN) dibanding ektremitas bawah (tipe UMN). Pemulihan fungsi ekstremitas bawah biasanya lebih cepat, sementara pada ekstremitas atas (terutama tangan dan jari) sangat sering dijumpai disabilitas neurologik permanen. Hal ini terutama disebabkan karena pusat cedera paling sering adalah setinggi VC4-VC5 dengan kerusakan paling hebat di medula spinalis C6 dengan ciri LMN. Gambaran klinik dapat bervariasi, pada beberapa kasus dilaporkan disabilitas permanen yang unilateral neurologis lokalis pada pasien cedera medula spinalis mengacu pada panduan dari American Spinal Cord Injury Association/ AISA 8,9,15.
13
Tabel 3. Rekomendasi AISA untuk pemeriksaan neurologi lokal
9
Motorik
Otot (asal inervasi)
Fungsi
M. deltoideus dan biceps brachii (C5)
Abduksi bahu dan fleksi siku
M. extensor carpi radialis longus dan
Ekstensi pergelangan tangan
brevis (C6)
M. flexor carpi radialis (C7)
Fleksi pergelangan tangan
M. flexor digitorum superfisialis dan
Fleksi jari-jari tangan
profunda (C8)
M. interosseus palmaris (T1)
Abduksi jari-jari tangan
M. illiopsoas (L2)
Fleksi panggul
M. quadricep femoris (L3)
Ekstensi lutut
M. tibialis anterior (L4)
Dorsofleksi kaki
M. extensor hallucis longus (L5)
Ekstensi ibu jari kaki
M. gastrocnemius-soleus (S1)
Plantarfleksi kaki
14
2.3.5 Tetraparese dengan Hemiparese bilateral
Tetraparese dengan hemiparese bilateral (bihemiparese) mempunyai arti yang sama yaitu kelemahan pada keempat anggota gerak. Namun, pada bihemiparese kelemahan/kelumpuhannya tidak terjadi langsung pada keempat anggota gerak. Bihemiparese bersifat kerusakan pada upper motor neuron, yaitu adanya infark di hemispere serebral bilateral dapat disebabkan karena dua lesi iskemik didaerah kedua arteri serebri (anterior/media) atau di kedua kapsula interna. Lesi pada arteri basilaris dapat menyebabkan infark pada daerah mesensefalon. Lesi ini dapat disebabkan oleh adanya arterosklerosis, emboli, aneurisma, dan inflamasi 8,13,16,17. Pada awal stroke terjadi hemiparese unilateral karena infark di hemisfer serebral
unilateral
yang
disebabkan
adanya
lesi
pada
arteri
serebri
(anterior/media) atau di kapsula interna unilateral. Lama – kelamaan lesi ini juga dapat ditemukan pada arteri serebri (anterior/media) atau kapsula interna yang lain, sehingga terjadi infark pada hemisfer serebral bilateral. Oklusi pada arteri basilaris juga dapat menyebabkan hemiparese bilateral 16,17. 2.3.6 Tetraparese dapat dijumpai pada beberapa keadaan a. Penyakit infeksi -
Mielitis transversa
Dapat menyebabkan satu sampai dua segmen medula spinalis rusak sekaligus, infeksi dapat langsung terjadi melalui emboli
septik,
luka
terbuka
ditulang
belakang,
penjalaran
osteomielitis atau perluasan proses meningitis piogenik. Istilah mielitis tidak hanya digunakan jika medula spinalis mengalami peradangan, namun juga jika lesinya mengalami peradangan dan disebabkan oleh proses patologik yang mempunyai hubungan dengan infeksi. Adakalanya reaksi imunologik timbul di medula spinalis setelah beberapa minggu sembuh dari penyakit viral. Pada
15
saat itu sarang-sarang reaksi imunopatologik yang berukuran kecil tersebar secara difus sepanjang medula spinalis. Serabut-serabut asenden dan desenden panjang dapat terputus oleh salah satu lesi yang tersebar luas, sehingga dapat menimbulkan kelumpuhan parsial dan defisit sensorik yang tidak masif di seluruh tubuh atau yang dikenal dengan istilah tetraparese 1. - Poliomielitis Poliomielitis adalah peradangan pada daerah medula spinalis yang mengenai substantia grisea. Jika lesi mengenai medula spinalis setinggi servikal atas maka dapat menyebabkan kelemahan pada anggota gerak atas dan bawah . Pada umumnya kelompok motoneuron di segmen-segmen intumesensia servikal dan lumbalis merupakan substrat tujuan viral. Tahap kelumpuhan bermula pada akhir tahap nyeri muskular. Anggota gerak yang dilanda kelumpuhan LMN adalah ekstremitas 1. b. Polineuropati
Polineuropati adalah kelainan fungsi yang berkesinambungan pada beberapa saraf perifer di seluruh tubuh. Penyebab karena infeksi bisa menyebabkan polineuropati, kadang karena racun yang dihasilkan oleh beberapa bakteri (misalnya pada difteri) atau karena reaksi autoimun, bahan racun bisa melukai saraf perifer dan menyebabkan polineuropati atau
mononeuropati (lebih
jarang),
kanker
bisa
menyebabkan
polineuropati dengan menyusup langsung ke dalam saraf atau menekan saraf atau melepaskan bahan racun, kekurangn gizi dan kelainan metabolik juga
bisa
menyebabkan
polineuropati.
Kekurangan vitamin B bisa mengenai saraf perifer di seluruh tubuh, penyakit yang bisa menyebabkan polineuropati kronik (menahun) adalah diabetes, gagal ginjal dan kekurangan gizi (malnutrisi) yang berat. Polineuropati kronik cenderung berkembang secara lambat (sampai
16
beberapa bulan atau tahun) dan biasanya dimulai di kaki (kadang di tangan) 18. Kelainan pada saraf perifer dijumpai sebagai berikut : tiga sampai empat hari pertama pembengkakan dan menjadi irreguler dari selubung myelin. Hari ke lima terjadi desintegrasi myelin dan pembengkakan aksis silinder. Pada hari ke sembilan timbul limfosit, hari ke sebelas timbul fagosit dan pada hari ketiga belas proliferasi Schwan sel. Kesemutan, mati rasa, nyeri terbakar dan ketidakmampuan untuk merasakan getaran atau posisi
lengan,
tungkai
dan
sendi
merupakan
gejala
utama
dari
polineuropati kronik. Nyeri seringkali bertambah buruk di malam hari dan bisa timbul jika menyentuh daerah yang peka atau karena perubahan suhu. Ketidakmampuan
untuk
merasakan
posisi
ketidakstabilan ketika berdiri dan berjalan.
sendi
menyebabkan
Pada akhirnya akan terjadi
kelemahan otot dan atrofi (penyusutan otot). Kelumpuhan biasanya timbul sesudah tidak ada panas, kelumpuhan otot biasanya bilateral dan simetris dengan tipe "lower motor neuron dengan penyebaran kelumpuhan yang bersifat ascending yaitu mulai dari ekstrimitas bawah yang menjalar ke ekstrimitas atas, tetapi bisa pula descending yaitu mulai dari ekstrimitas atas yang turun ke ekstrimitas bawah
18
.
c. Sindrom Guillain Barre (SGB)
Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu kelainan sistem saraf akut dan difus yang mengenai radiks spinalis dan saraf perifer, dan kadang-kadang juga saraf kranialis, yang biasanya timbul setelah suatu infeksi. Manifestasi klinis utama dari SGB adalah suatu kelumpuhan yang simetris tipe lower motor neuron dari otot-otot ekstremitas, badan dan kadang-kadang juga muka
19,20
.
Akibat suatu infeksi atau keadaan tertentu yang mendahului SGB akan timbul autoantibodi atau imunitas seluler terhadap jaringan sistim saraf-saraf perifer. Infeksi-infeksi meningokokus, infeksi virus, sifilis
17
ataupun trauma pada medula spinalis, dapat menimbulkan perlekatan perlekatan selaput araknoid. Di negara-negara tropik penyebabnya adalah infeksi tuberkulosis. Pada tempat-tempat tertentu perlekatan pasca infeksi itu dapat menjirat radiks ventralis (sekaligus radiks dorsalis). Karena tidak segenap radiks ventralis terkena jiratan, namun kebanyakan pada yang berkelompokan saja, maka radiks-radiks yang diinstrumensia servikalis dan lumbosakralis saja yang paling umum dilanda proses perlekatan pasca infeksi. Oleh karena itu kelumpuhan LMN paling sering dijumpai pada otot-otot anggota gerak, kelompok otot-otot di sekitar persendian bahu dan pinggul. Kelumpuhan tersebut bergandengan dengan adanya defisit sensorik pada kedua tungkai atau otot-otot anggota gerak
19,20
.
Gambar 4. Sindrom Guillain Barr
Secara patologis ditemukan degenerasi mielin dengan edema yang dapat atau tanpa disertai infiltrasi sel. Infiltrasi terdiri atas sel mononuklear. Sel-sel infiltrat terutama terdiri dari sel limfosit berukuran kecil, sedang dan tampak pula, makrofag, serta sel polimorfonuklear pada permulaan penyakit. Setelah itu muncul sel plasma dan sel mast. Serabut saraf mengalami degenerasi segmental dan aksonal. Lesi ini bisa terbatas pada segmen proksimal dan radiks spinalis atau tersebar sepanjang saraf perifer. Predileksi pada radiks spinalis diduga karena kurang efektifnya permeabilitas antara darah dan saraf pada daerah tersebut 19,20.
18
Manifestasi klinis utama adalah kelumpuhan otot-otot ekstremitas tipe lower motor neuron. Pada sebagian besar penderita kelumpuhan dimulai dari kedua ekstremitas bawah kemudian menyebar secara asenden ke badan, anggota gerak atas dan saraf kranialis. Kadang-kadang juga bisa keempat anggota gerak dikenai secara serentak, kemudian menyebar ke badan dan saraf kranialis. Kelumpuhan otot-otot ini simetris dan diikuti oleh hiporefleksia atau arefleksia. Biasanya derajat kelumpuhan otot-otot bagian proksimal lebih berat dari bagian distal, tapi dapat juga sama beratnya, atau bagian distal lebih berat dari bagian proksimal 20. d. Miastenia Grafis
Miastenia menyebabkan
grafis
otot
adalah
skelet
penyakit
menjadi
neuromuskular
lemah
dan
lekas
yang lelah.
Kelelahan/kelemahan ini disebabkan karena sirkulasi antibodi yang memblok acetylcholine receptors pada post sinaptik neuromuscular junction, stimulasi penghambatan ini berpengaruh pada neurotransmiter asetilkolin. Manifestasi klinisnya dapat berupa kelemahan pada otot yang mengatur pergerakan mata, kelemahan otot pada lengan dan tungkai, perubahan ekspresi wajah, disfagia, dan disartria 18,21.
Gambar 5. Miastenia Gravis
19
e.
Amyotr ophi c L ater al Scler osis (ALS)
Penyakit Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS) adalah suatu kelainan yang progresif dari sistem saraf yang banyak terjadi pada orang dewasa dengan penyakit motoneuron. Kondisi tersebut menyebabkan degenerasi saraf motorik bagian atas (brain) dan saraf motorik bagian bawah ( spinal cord ) dengan kombinasi tanda upper motor neuron (UMN) dan lower motor neuron (LMN). Penurunan kualitas saraf ini, menyebabkan Kelemahan pada otot dan dapat berakhir pada kematian 14,22,23. Proses degenerasi hanya menyerang pada neuron motorik, yaitu sel-sel saraf yang mengatur pergerakkan otot. Akibat kelemahan itu, kemampuan tubuh untuk mengatur gerakan otot yang disadari akan hilang secara perlahan-lahan. Misalnya, memegang, menjentik, menggaruk, dan sebagainya. Namun penyakit ini tidak mempengaruhi saraf sensoris (perasa) dan fungsi mental. Meskipun penyebab pasti ALS belum diketahui, teori yang dikenal saat ini menyatakan neurotransmiter glutamat (suatu zat kimia yang menghantarkan impuls atau sinyal ke sel-sel saraf) kemungkinan memegang peranan sebagai penyebab matinya sel-sel saraf motorik. Zat-zat kimia lainnya, seperti molekul radikal bebas dan kalsium kemungkinan juga ikut terlibat 22,23
.
20
Gambar 6. Amyotrophic Lateral Sclerosis
Penyakit ALS mengakibatkan sistem neuromuscular tidak berfungsi karena kedua saraf motorik penderita ALS telah rusak. Seiring berjalannya waktu, penyakit ALS menyebabkan saraf – saraf motorik yang berada di otak dan batang tubuh mengecil, dan pada akhirnya menghilang. Akibatnya, otot – otot tubuh tidak lagi mendapat sinyal untuk bergerak. Karena otot yang berada dalam tubuh kehilangan pemasok nutrisinya, sehingga otot – otot yang menjadi lebih kecil dan melemah. Saraf-saraf di dalam sistem neuromuscular yang memberi
nutrisi
ke
otot-otot
tersebut
terlokalisir,
sehingga
menyebabkan tumbuhnya jaringan yang rusak mengantikan saraf – saraf yang normal 14,22,23. f.
Spondilosis servikalis
merupakan suatu penyakit yang menyerang usia pertengahan dan usia lanjut, dimana diskus dan tulang belakang di leher mengalami kemunduran (degenerasi).
21
Gambar 7. Spondilosis Servikalis
Spondilosis servikalis menyebabkan menyempitnya kanal spinalis (tempat lewatnya medula spinalis) di leher dan menekan medula spinalis atau akar saraf spinalis, sehingga menyebabkan kelainan fungsi. Gejalanya bisa menggambarkan suatu penekanan medula spinalis maupun kerusakan akar sarafnya. Jika terjadi penekanan medula spinalis, maka pertanda awalnya biasanya adalah perubahan pada cara berjalan. Gerakan kaki menjadi kaku dan penderita berjalan dengan goyah. Leher terasa nyeri, teutama jika akar sarafnya terkena. Kelemahan dan penciutan otot pada salah satu atau kedua lengan bisa terjadi sebelum maupun sesudah timbulnya gejala penekanan medula spinalis.14,22
g.
Spondilitis Tuberkulosa
Tuberkulosis tulang belakang atau dikenal juga dengan spondilitis tuberkulosa merupakan peradangan granulomatosa yang bersifat kronik destruktif yang disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosa. Spondilitis tuberkulosa dikenal juga sebagai penyakit Pott, paraplegi Pott. Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebra T8-L3 dan paling jarang pada vertebra C1-2.(1,2,3,4). Spondilitis tuberkulosa merupakan 50% dari seluruh tuberkulosis
22
tulang dan sendi. Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di tempat lain di tubuh, 90-95% disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosis tipik (2/3 dari tipe human dan 1/3 dari tipe bovin) dan 5-10% oleh mikobakterium tuberkulosa atipik. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dorman, tertidur lama selama beberapa tahun. Basil TB masuk ke dalam tubuh sebagian besar melalui traktus respiratorius. Pada saat terjadi infeksi primer, karena keadaan umum yang buruk maka dapat terjadi basilemia. Penyebaran terjadi secara hematogen. Basil TB dapat tersangkut di paru, hati limpa, ginjal dan tulang. 6 hingga 8 minggu kemudian, respons imunologik timbul dan fokus tadi dapat mengalami reaksi selular yang kemudian menjadi tidak aktif atau mungkin sembuh sempurna. Vertebra merupakan tempat yang sering terjangkit tuberkulosis tulang. Penyakit ini paling sering menyerang korpus vertebra. Penyakit ini pada umumnya mengenai lebih dari satu vertebra. Infeksi berawal dari bagian sentral, bagian depan, atau daerah epifisial korpus vertebra. Kemudian terjadi hiperemi
dan
eksudasi
yang
menyebabkan
osteoporosis
dan
perlunakan korpus. Selanjutnya terjadi kerusakan pada korteks epifise, discus intervertebralis dan vertebra sekitarnya. Kerusakan pada bagian depan korpus ini akan menyebabkan terjadinya kifosis yang dikenal sebagai gibbus. Berbeda dengan infeksi lain yang cenderung menetap pada
vertebra
menghancurkan
yang
bersangkutan, vertebra
tuberkulosis di
akan
terus
dekatnya.
Kemudian eksudat (yang terdiri atas serum, leukosit, kaseosa, tulang yang fibrosis serta basil tuberkulosa) menyebar ke depan, di bawah ligamentum longitudinal anterior dan mendesak aliran darah vertebra
23
di dekatnya. Eksudat ini dapat menembus ligamentum dan berekspansi ke
berbagai
Pada
daerah
arah
di
sepanjang
servikal,
eksudat
garis
ligament
terkumpul
di
yang
lemah.
belakang
fasia
paravertebralis dan menyebar ke lateral di belakang muskulus sternokleidomastoideus. Eksudat dapat mengalami protrusi ke depan dan menonjol ke dalam faring yang dikenal sebagai abses faringeal. Abses dapat berjalan ke mediastinum mengisi tempat trakea, esophagus, atau kavum pleura. Abses pada vertebra torakalis biasanya tetap tinggal pada daerah toraks setempat menempati daerah paravertebral, berbentuk massa yang menonjol dan fusiform. Abses pada daerah ini dapat menekan medulla spinalis sehingga timbul paraplegia. Abses pada daerah lumbal dapat menyebar masuk mengikuti muskulus psoas dan muncul di bawah ligamentum inguinal pada bagian medial paha. Eksudat juga dapat menyebar ke daerah krista iliaka dan mungkin dapat mengikuti pembuluh darah femoralis pada trigonum skarpei atau region glutea.14
2.3.7
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan : -
Anamnesis (Riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu dan riwayat penyakit keluarga).
-
Pemeriksaan penunjang :
Foto
vertebrae
trauma,
servikal/lumbal→untuk
penyempitan
maupun
mengetahui
pergeseran
susunan
adanya tulang
belakang.
Fungsi
lumbal→untuk
menyingkirkan
beberapa
penyakit
pembanding seperti sindrom guillain barr→adanya peningkatan protein sito albumin yang disertai peningkatan jumlah selnya.
Elektromiografi→menunjukan adanya fibrilasi, fasikulasi, atrofi dan denervasi (pada penyakit ALS)
MRI.7
24
2.3.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dilakukan berdasarkan penyebabnya. Namun dapat dilakukan terapi umum sebagai berikut: 1. Medikamentosa Kortikosteroid→ untuk mengurangi nyeri, juga dipercaya dapat menghasilkan perbaikan neurologis. Antidiabetika→ pada kasus-kasus yang diperburuk oleh penyakit diabetes mellitus. 2. Terapi konservatif a.Tirah
baring
(bed
rest)
b. Memberi korset yang mencegah gerakan vertebra /membatasi gerak vertebra c. Memperbaiki keadaan umum penderita 3. Fisioterapi : Program : Infra Red, ROM (range of motion) dan meningkatkan kekuatan otot ekstremitas atas dan bawah. Terapi Okupasi
Problem : agak kesulitan melakukan pekerjaan yang biasanya dilakukan sendiri karena terlalu lama berbaring. Assesment: Pasien mengalami deconditioning syndrome. Program : a. Melatih pasien untuk latihan bekerja, seperti apa yang biasanya dilakukan sendiri, melatih kekuatan duduk, berdiri dan berjalan. b. Melakukan kegiatan sehari-hari sendiri, dan tanpa bantuan orang lain, misalnya berpakaian, makan, dan rawat diri. c. AKS/ADL secara luas berkaitan dengan aspek psikologis, komunikasi, sosial.7,9
25
2.3.8
Prognosis
Prognosis penderita dipengaruhi oleh pengobatan terhadap penyebab tetraparesis itu sendiri. Diagnosis sedini mungkin dan dengan pengobatan yang tepat, prognosisnya baik meskipun tanpa tindakan operatif. Penyakit dapat kambuh jika pengobatan tidak teratur atau tidak dilanjutkan setelah beberapa saat.9
26
BAB III PENUTUP
Parese merupakan kelemahan/kelumpuhan parsial yang ringan/tidak lengkap atau suatu kondisi yang ditandai oleh hilangnya sebagian gerakan atau gerakan terganggu. Tetraparese adalah kelumpuhan/kelemahan yang disebabkan oleh penyakit atau trauma pada manusia yang menyebabkan hilangnya sebagian fungsi motorik pada keempat anggota gerak, dengan kelumpuhan/kelemahan lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan tungkai. Tetraparese dapat disebabkan karena adanya kerusakan pada Upper motor neuron (UMN) atau kerusakan pada Lower Motor Neuron (LMN) atau kerusakan di keduanya. Kerusakan pada Upper motor neuron (UMN) dapat disebabkan adanya lesi di medula spinalis setinggi servikal atas, kerusakan pada Lower motor neuron (LMN ) bisa mengenai motorneuronya, radiks, maupun pada otot itu sendiri. Jika kerusakan mengenai Upper motor neuron (UMN) dan Lower motor neuron (LMN) maka lesinya pada Low cervical cord . Tetraparese berbeda dengan hemiparese bilateral, walaupun keduanya mempunyai arti kelemahan pada keempat angggota gerak. Namun, Tetraparese disebabkan adanya lesi di medula spinalis sedangkan hemiparese bilateral disebabkan karena lesi pada hemisfer serebral bilateral dan biasanya pada serangan pertama baru terjadi hemiparese unilateral dan setelah serangan kedua baru terjadi hemiparese bilateral. Tetraparese dapat ditemukan pada beberapa keadaan seperti ; penyakit infeksi (misalnya mielitis transversa, poliomielitis), polineuropati, sindrom Guillain Barre, Miastenia gravis, atau pada Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS).
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Committee on Trauma of the American College of Surgeon. Advanced Trauma Life Support (ATLS), program untuk dokter. 1997: 237-57 2. Noerjanto. Gangguan Gerak Akibat Lesi pada Medula Spinalis. Dalam: Hadinoto S (editor). Gangguan Gerak, Ed 2. Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang. 1996 : 65-79. 3. American Spinal Injury Association (ASIA). Standards for Neurological and Functional Classification of Spinal Cord Injury. Revised by Ditunno JF. Chicago 1992 ; 1-26 4. Mardjono M, Sidharta P, Pemeriksaan Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat 1994: 20-113. 5. Duus P., Sistem motorik. Dalam : Suwono JW (editor), Diagnosis Topik Neurologi, anatomi,fisiologi, tanda, gejala. EGC 1996: 31-73. 6. Greenberg M.S, Handbook of Neurosurgery, Spine Injuries, Fouth edition, Greenberg Graphic, Florida 1997: 754-83. 7. Davenport M., Fracture Cervical Spine, department of Emergency edicine and Orthopedic Surgery, Allegeny General Hospital, www.emedicine.com, Apr 1, 2008. 8. Pinzon R., Mielopati Servikal Traumatika: Telaah Pustaka Terkini, Cermin Dunia Kedokteran, 2007. 9. Goodrich A.J., Lower cervical Spine Fractures and Dislocation, Department of Surgery, section of Orthopedic Surgery, medicl college of Georgia, www.emedicine.com, July 1, 2008. 10. PERDOSSI, Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan TGrauma Spinal, PERDOSSI, FKUI/RSCM, 2006 : 19-29 11. Listiono D.L., Cedera Spinal. Dalam: Ilmu Bedah saraf Satyanegara, Edisi ketiga,PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1998 :321-27. 12. Lindsay W.K., Bone I., Callender R.,Spinal Trauma, dalam Neurology and Neurosurgery Illustrated, Fouth Edition, Churchill Livingstone, 2004 : 41215.
28
13. DeGroot J., Neuroanatomi Korelatif, Edisi ke -21, EGC, 1997: 47-52 14. Wagener L.M., Stewart A.J., Stenger M.K., Spinal Cord Injury a Guide for Patients, University of Lowa Hospitals and Clinics, first edition, 2007. 15. Islam S.M., Terapi Stem Cell pada Cedera Medula Spinalis, Cermin Dunia Kedokteran, SMF saraf Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya, 2006. 16. Kim H. D.,Ludwig C.S., Vaccaro R.A., Chang J., Atlas Of Spine Trauma Adult and Pediatric, Phyladelphia, 2008. 17. Japardi I., Cervical Injury, Fakultas Bagian Bedah USU digital Library, 2002 18. Snell S. R., Neuroanatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran, EGC, 2007: 154-59 19. Dawodu
T.
S.,
Spinal
Cord
Injury:
Definition,
Epidemiology,
Pathophysiology,www.emedicine.com, Mar 30, 2009. 20. Gondim A.A.F., Spinal Cord Trauma and Related Diseases. Department of Physiology and Pharmacology Neurology Residency Program Director, www.emedicine.com, Jan 24, 2008. 21. Platzer W., Atlas Berwarna & Teks Anatomi Manusia Sistem Lokomotor Muskuloskeletal & Topografi, Jilid I, edisi 6, 1997; 36-39. 22. Grundy D., Swain A., ABC of Spinal Cord Injury, Fourth edition, BMJ, 2002. 23. Harsono, Kapita selekta Neurologi, edisi kedua, Gajah Mada University Press, 2007; 319-27. 24. Rothman H., R., Simeone, A., F., The Spine, Second Edition, WB Saunders Company, Phyladelphia London Toronto, 1982; Hal : 97-99.
29