BAB I PENDAHULUAN Pelvic Inflammatory Disease (PID) Disease (PID) atau penyakit inflamasi panggul adalah penyakit infeksi dan inflamasi pada saluran genitalia wanita bagian atas, termasuk uterus, tuba fallopi, dan struktur panggul lain sekitarnya. Infeksi dan inflamasi dapat menyebar ke rongga perut, termasuk struktur perihepatik(sindrom Fitz-urtis). Pasien berisiko tinggi adalah wanita yang sudah menstruasi dengan usia dibawah !" tahun yang memiliki banyak pasangan seks (multi (multiple ple sex partner partner ), ), tidak menggunakan menggunakan kontrasepsi, dan tinggal di daerah dengan pre#alensi tinggi penyakit menular seksual (P$%). PID dimulai dengan infeksi asendens, asendens, naik dari #agina dan &er#i' ke saluran saluran genitalia bagian atas. hlamydia tra&homatis adalah mikroorganisme terbanyak pada infeksi menular seksual terkait dengan PID. rganisme lain yang terlibat dalam patogenesis
PID
termasuk
eisseria
gonorrhoeae,
*ardnerella
#aginalis,
+aemophilus influenzae, dan anaerob seperti spesies a&teroides Pepto&o&&us. %tudi aparoskopi telah menunukkan bahwa dalam /0-102 kasus, PID disebabkan oleh polimikrobial.3 Diagnosis PID akut terutama didasarkan pada riwayat penyakit dan temuan klinis. $anifestasi klinis PID sangat ber#ariasi, namun banyak pasien menunukkan geala minimal atau bahkan asimtomatik, asimtomatik, sedangkan yang lain lain memiliki geala akut yang serius. 4ang paling umum adalah keluhan nyeri perut bagian bawah. anyak wanita melaporkan keluhan #aginal discharge .
aparoskopi adalah standar kriteria saat ini untuk mendiagnosis PID. 5idak ada tes laboratorium tunggal yang sangat spesifik atau sensitif untuk kasus ini, tetapi studi lain dapat digunakan untuk mendukung diagnosis meliputi lau endap darah (6D), kadar protein -reaktif (7P), dan kultur mikroorganisme seperti klamidia dan dan gono gonoko koku kus. s. %tud %tudii pen& pen&it itra raan an misa misaln lnya ya ultr ultras ason onog ogra rafi fi (8%* (8%*), ), computed tomography (5) tomography (5) 9 scan 9 scan,, dan magnetic resonance imaging ($7I) dapat membantu dalam kasus-kasus yang belum elas. :ebanyakan :ebanyakan pasien dengan dengan PID dapat diterapi diterapi dengan dengan rawat alan, alan, tetapi dalam kasus tertentu, bagaimanapun dokter harus mempertimbangkan perlunya rawat inap. Pengobatan antibiotik empiris dianurkan untuk pasien dengan nyeri dan tegang pada perut bawah, di sekitar uterus dan adneksa yang tidak elas penyebabnya, pen yebabnya, sesuai dengan pedoman dari Centers for Disease Control and Prevention (D). Prevention (D). 7eimen antibiotik untuk PID harus efektif terhadap .tra&homatis dan .gonorrhoeae, serta terhadap organisme *ram-negatif fakultatif, anaerob, dan streptokokus.
aparoskopi adalah standar kriteria saat ini untuk mendiagnosis PID. 5idak ada tes laboratorium tunggal yang sangat spesifik atau sensitif untuk kasus ini, tetapi studi lain dapat digunakan untuk mendukung diagnosis meliputi lau endap darah (6D), kadar protein -reaktif (7P), dan kultur mikroorganisme seperti klamidia dan dan gono gonoko koku kus. s. %tud %tudii pen& pen&it itra raan an misa misaln lnya ya ultr ultras ason onog ogra rafi fi (8%* (8%*), ), computed tomography (5) tomography (5) 9 scan 9 scan,, dan magnetic resonance imaging ($7I) dapat membantu dalam kasus-kasus yang belum elas. :ebanyakan :ebanyakan pasien dengan dengan PID dapat diterapi diterapi dengan dengan rawat alan, alan, tetapi dalam kasus tertentu, bagaimanapun dokter harus mempertimbangkan perlunya rawat inap. Pengobatan antibiotik empiris dianurkan untuk pasien dengan nyeri dan tegang pada perut bawah, di sekitar uterus dan adneksa yang tidak elas penyebabnya, pen yebabnya, sesuai dengan pedoman dari Centers for Disease Control and Prevention (D). Prevention (D). 7eimen antibiotik untuk PID harus efektif terhadap .tra&homatis dan .gonorrhoeae, serta terhadap organisme *ram-negatif fakultatif, anaerob, dan streptokokus.
BAB II PELVIC PELVIC INFLAMMATORY INFLAMMATORY DISEASE II.1.
ETIOLOGI
rga rgani nism smee yang yang palin paling g seri sering ng teri teriso sola lasi si dala dalam m kasu kasuss PID PID akut akut adal adalah ah N.gonorrhoeae dan N.gonorrhoeae dan C.trachomatis. C.trachomatis. C.trachomatis adalah C.trachomatis adalah bakteri patogen intraseluler dan merupakan mikroorganisme dominan pada infeksi menular seksual yang dapat menyebabkan PID. Di ;merika ;merika %erikat, %erikat, N.gonorrhoeae tidak N.gonorrhoeae tidak lagi merupakan organisme utama yang terkait dengan PID, tetapi gonore dilaporkan dilaporkan sebagai penyakit infeksi menular seks seksual ual ters terser erin ing g nomor nomor dua, dua, sete setela lah h infe infeks ksii klam klamid idia ia.. %e&ar %e&araa klini klinis, s, infe infeks ksii gonorrheal gonorrheal mungkin mungkin asimtomati asimtomatik k atau dapat bermanifestasi bermanifestasi sama dengan infeksi klamidia, namun lebih sering menghasilkan geala akut. Diperkirakan 30-!02 dari infeksi klamidia atau gonorrheal yang tidak diobati d iobati berkembang menadi PID.3
Gambar 1. ;natomi superfisial saluran genitalia wanita dalam rongga pel#is
:ultur spesimen yang dikumpulkan selama diagnostik melalui laparoskopi telah menunukkan bahwa PID merupakan infeksi polimikrobial pada /0 9 102 kasus. Infeksi polimikrobial pada PID mungkin dimulai sebagai infeksi yang terisolasi dengan N.gonorrhoeae atau C.trachomatis, yang menyebabkan peradangan pada saluran genitalia bagian atas yang memfasilitasi keterlibatan patogen lainnya (anaerob, fakultatif anaerob, dan bakteri lainnya). rganisme lain ini semakin terisolasi dengan meningkatnya inflamasi dan terbentuknya abses. %elain N.gonorrhoeae dan C.trachomatis, organisme yang terlibat dalam PID adalah sebagai berikut < 1) Gardnerella vaginalis; ) !ycoplasma hominis; ") !ycoplasma genitalium; #) $reaplasma urealyticum; %) &erpes 'implex (irus &'() 1 * ; +) ,richomonas vaginalis; -) Cytomegalovirus C!(); ) &aemophilus influen/a; 0) 'treptococcus agalactiae; 1) 2scherichia coli; 11) 2nterococcus; 1) Peptococcus sp= 3/) :uman 9 kuman anaerob lainnya Pemeriksaan mikrobiologi dari PID men&erminkan kuman patogen penyebab infeksi menular yang dominan dalam populasi tertentu, serta beberapa organisme yang arang terlihat pada populasi itu. (aginosis 3a4teriais dapat menyebabkan peradangan #agina, yang dapat memudahkan ascending infection. Di beberapa daerah, PID mungkin berasal dari salpingitis granulomatosa yang disebabkan oleh infeksi !yco3acterium tu3erculosis atau 'chistosoma sp. Dalam sebuah studi cross5sectional dari >/? wanita dengan PID, pasien dengan infeksi 5ri&homonas menunukkan bukti histologis berupa peningkatan 1 kali lipat angka keadian endometritis akut. :oinfeksi dengan +%@-!, N.gonorrhoeae6 C.trachomatis6 dan G.vaginalis dikaitkan dengan bukti histologis endometritis akut. +%@-! dikaitkan dengan peradangan tuba fallopi dan ulserasi saluran bagian bawah dan dapat berkontribusi pada gangguan pertahanan mukosa saluran endoser#iks.
Infeksi +I@ dikaitkan dengan peningkatan insiden infeksi C.trachomatis6 Candida6 dan &uman Papilloma (irus &P(). N.gonorrhoeae dapat memfasilitasi penularan +I@ melalui modulasi respon imun +I@ spesifik. Aanita dengan infeksi +I@ uga memiliki peningkatan risiko pengembangan menadi PID dan abses tuboo#arial.
Gambar 2. :uman tersering terkait PID dalam pewarnaan *ram. Atas < eisseria bawa < hlamydia tra&homatis
gonorrhea=
II.1.1. Fa!t"r R#s$!"
Faktor risiko untuk PID diantaranya meliputi hubungan seksual dengan banyak pasangan (multiple sexual partner ) , riwayat infeksi menular seksual sebelumnya, dan riwayat pele&ehan seksual. Prosedur bilas #agina sering telah dianggap sebagai faktor risiko untuk PID, tetapi penelitian mengungkapkan tidak ada hubungan yang elas. Prosedur ginekologi seperti biopsi endometrium, kuretase, dan histeroskopi merupakan predisposisi untuk naiknya infeksi sehingga menyebabkan PID. Pada usia lebih muda, ditemukan keterkaitan dengan peningkatan resiko PID, hal ini disebabkan karena teradi peningkatan permeabilitas mukosa &er#i', zona yang lebih besar dari ektopi ser#ik, pre#alensi yang rendah dari proteksi antibodi anti 9 &hlamydia, dan perilaku yang beresiko tinggi. II.1.2. A%at &"'tras#(s$
erbagai bentuk alat kontrasepsi dapat mempengaruhi insiden dan keparahan PID. Penggunaan kontrasepsi 3arrier yang tepat telah terbukti menurunkan infeksi menular seksual. %tudi terhadap pil kontrasepsi oral menghasilkan kesimpulan berbeda pada risiko PID. Di satu sisi, beberapa penulis menyarankan bahwa pil kontrasepsi meningkatkan risiko infeksi endoser#iks, mungkin dengan meningkatkan zona ektopi ser#iks. Di sisi lain, beberapa bukti menunukkan bahwa pil kontrasepsi dapat menurunkan risiko geala PID, mungkin dengan meningkatkan #iskositas lendir ser#iks, penurunan aliran menstruasi anterograde dan retrograde, dan memodifikasi respon imun lokal. Penelitian lain uga telah menunukkan bahwa pil kontrasepsi mungkin tidak memiliki efek pada keadian PID. %ebelumnya, penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim (I8D) telah dikaitkan dengan penigkatan resiko PID sebanyak ! 9 B kali lipat, tetapi saat ini angka tersebut menadi lebih ke&il. Dalam sebuah penelitian kohort retrospektif besar dari tahun !03!, risiko se&ara keseluruhan PID pada wanita yang menerima I8D adalah 0,"12.
7elly et al melaporkan B,? kasus PID per 3.000 penduduk pas&a insersi I8D, dengan risiko yang paling signifikan adalah dalam !0 hari pertama. !eiri4 et al mem#alidasi resiko PID tersebut dalam bulan pertama setelah insersi dan uga menemukan bahwa resiko tampaknya dimodifikasi oleh umlah pasangan seksual serta usia dan pre#alensi infeksi menular seksual dalam komunitas. PID mungkin memiliki profil mikroba yang berbeda pada pengguna I8D. (i3erga et al menemukan bahwa pada wanita dengan PID, 8uso3acterium dan Peptostreptococcus sp se&ara signifikan lebih sering terdapat pada pengguna I8D dibandingkan pasien non-I8D. 9ctinomycesm 'p ditemukan hampir se&ara eksklusif pada pasien dengan I8D.
II.2. PATOFISIOLOGI
%ebagian besar kasus yang di&urigai sebagai PID teradi dalam ! tahap. 5ahap pertama adalah akuisisi infeksi #agina atau &er#i'. Infeksi ini sering menular melalui hubungan seksual dan mungkin asimtomatik. 5ahap kedua adalah mikroorganisme naik se&ara langsung dari #agina atau &er#i' kegenitalia bagian atas, dan menimbulkan infeksi serta inflamasi pada struktur yang terkena. $ekanisme dimana mikroorganisme dapat naik bermigrasi dari saluran genitalia yang lebih rendah belum elas. %tudi menunukkan bahwa beberapa faktor mungkin terlibat. $eskipun lendir &er#i' memberikan 3arrier se&ara fungsional terhadap penyebaran ke atas, manfaat barrier ini berkurang dengan adanya peradangan pada #agina dan oleh perubahan hormonal yang teradi selama o#ulasi dan menstruasi. Pengobatan antibiotik tehadap infeksi menular seksual dapat mengganggu keseimbangan flora endogen dalam saluran genitalia bagian bawah, sehingga menyebabkan organisme non-patogen normal tumbuh terlalu &epat dan naik keatas. Pembukaan &er#i' selama menstruasi, bersama dengan aliran menstruasi retrograde, uga dapat memfasilitasi naiknya mikroorganisme ke saluran genitalia
bagian atas. +ubungan seksual dapat berkontribusi terhadap naiknya infeksi melalui kontraksi rahim ritmik yang teradi selama orgasme. akteri uga dapat bersama sperma masuk menuu ke dalam uterus dan tuba. Dalam saluran atas, seumlah mikroba dan faktor peamu tampaknya mempengaruhi tingkat inflamasi yang teradi, dan dengan demikian, umlah aringan parut yang berikutnya akan berkembang. Infeksi tuba falopi awalnya mempengaruhi mukosa, tetapi peradangan dapat dengan &epat memasuki zona transmural. Peradangan ini, yang tampaknya dimediasi oleh komplemen, dapat meningkatkan intensitas pada infeksi berikutnya. Inflamasi dapat meluas ke struktur parametrium yang tidak terinfeksi, termasuk usus. Infeksi dapat meluas melalui tumpahan bahan purulen dari saluran tuba atau melalui penyebaran se&ara limfatik ke luar pel#is dan dapat mengakibatkan peritonitis akut atau perihepatitis akut, disebut dengan sindrom Fitz-+ugh-urtis.
Gambar ). Patogenesis as&ending infe&tion kuman dari %5D menuu PID
PID arang teradi pada kehamilan. amun, korioamnionitis dapat teradi pada 3! minggu pertama kehamilan, dimana bakteri dapat naik sebelum lendir uterus menadi solid dan menadi pelindung uterus dari naiknya bakteri. :ematian anin bisa saa teradi. :ehamilan serentak mempengaruhi pilihan terapi antibiotik untuk PID dan diagnosis alternatif kehamilan ektopik harus disingkirkan. Infeksi rahim biasanya terbatas pada endometrium, tetapi mungkin lebih in#asif pada gra#id atau kondisi uterus postpartum. @ariasi genetik memediasi dalam hal respon kekebalan tubuh dimana memainkan peran penting dalam kerentanan terhadap PID. @arian dalam gen yang mengatur dinamakan 5oll-like re&eptors (57s), yaitu sebuah komponen penting dalam sistem kekebalan tubuh bawaan, telah dikaitkan dengan perkembangan peningkatan infeksi C.trachomatis pada kasus PID. Den &artog et al menemukan peran kontribusi kemungkinan dari % single5nucleoside polimorphisms (%P) dalam 1 gen yang mengkode reseptor lokal dalam sel tuba dan sel makrofag dalam sirkulasi. :ehadiran ! atau lebih %P tampaknya berkorelasi dengan peningkatan patologi tuba yang diidentifikasi melalui laparoskopi.
Gambar *. %alah satu bentuk PID, yaitu salpingitis akut
II.). PENDE&ATAN DIAGNOSIS
II.).1.R$wa+at P#'+a!$t
Pasien yang beresiko tinggi untuk penyakit inflamasi panggul (PID) adalah seorang wanita yang sudah menstruasi dengan usia lebih muda dari !" tahun dan memiliki banyak pasangan seks, tidak menggunakan kontrasepsi, dan tinggal di daerah dengan pre#alensi tinggi infeksi menular seksual (I$%). 8sia muda saat hubungan seksual pertama uga merupakan faktor risiko untuk PID. Penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim (I8D) untuk kontrasepsi memberikan resiko relatif ! 9 / kali lipat selama 1 bulan pertama setelah insersi I8D, namun resiko kemudian akan menurun. Aanita yang tidak aktif se&ara seksual memiliki insiden yang sangat rendah terhadap infeksi saluran genitalia bagian atas, seperti halnya wanita yang telah menalani histerektomi total per abdominal. 5indakan 3ilateral tu3a ligation (5) tidak memberikan perlindungan terhadap PID, namun pasien yang telah menalani 5 mungkin hanya tertunda dalam peralanan penyakitnya, atau hanya mendapatkan geala yang ringan. 5ergantung pada tingkat keparahan infeksi, pasien dengan PID mungkin gealanya dapat minimal atau dapat timbul dengan geala toksik seperti demam (suhu di atas /C atau 300.1F), mual, muntah, nyeri panggul dan perut yang berat. PID yang disebabkan kuman gonokokal diduga memiliki onset mendadak dengan geala yang lebih toksik dari penyakit nongonokokal. Infeksi *onorrhea dan klamidia mungkin menyebabkan geala pada saat menelang akhir menstruasi dan dalam 30 hari pertama setelah menstruasi. yeri perut bagian bawah biasanya mun&ul. 7asa sakit biasanya digambarkan sebagai nyeri tumpul, kram, bilateral, dan konstan. Dimulai beberapa hari setelah onset menstruasi terakhir dan &enderung dipi&u oleh gerakan, olahraga, atau senggama. yeri pada PID biasanya berlangsung kurang dari > hari= ika sakit
berlangsung lebih dari / minggu, kemungkinan bukan merupakan PID se&ara substansial. 93dominal discharge yang abnormal timbul pada sekitar >"2 kasus. Perdarahan #agina yang tak terduga, sering teradi setelah koitus, dilaporkan pada sekitar 102 kasus. %uhu yang lebih tinggi dari /C (ditemukan pada /02 kasus), mual dan muntah timbul diakhir peralanan klinis penyakit.
II.).2.F$s$! D$a,'"st$!
:arena potensi komplikasi yang serius pada PID yang tidak diobati, maka D(the enter for Disease ontrol and Pre#ention) mengadopsi pendekatan untuk memaksimalkan diagnosis dengan kriteria minimal. D uga mengharuskan setiap dokter untuk memberikan pengobatan empiris. D merekomendasikan pengobatan empiris dari PID ketika seorang wanita muda yang aktif se&ara seksual dan beresiko I$% yang mengalami nyeri perut bawah atau pel#is, tidak ada penyebab yang dapat diidentifikasi untuk penyakitnya selain PID, dan pada pemeriksaan panggul terdapat 3 atau lebih dari kriteria minimal berikut ini < cervical motion tenderness, uterine tenderness, dan adnexal tenderness. %ebuah per&obaan multisenter menemukan adneksa adalah yang paling sensitif saat pemeriksaan fisik, dimana sensiti#itas men&apai B"2. %uhu yang lebih dari /C,/ (303 F) dan adanya &airan abnormal mukopurulen dari &er#i' atau #agina, meningkatkan spesifisitas dari kriteria minimal.
II.).).D$a,'"s$s Ba'-$',
Diagnosis PID terutama didasarkan pada anamnesis dan temuan klinis. Proses diagnostik dapat menadi tidak tepat, tanpa riwayat penyakit yang didapat dari anamnesis, pemeriksaan fisik, tidak ada informasi laboratorium ditemukan yang spesifik atau sensitif untuk penyakit ini. Pasien dengan infeksi endoser#iks dan PID mungkin asimtomatik. Infeksi endoser#iks
dapat
uga
berkomplikasi
akibat
infeksi
C.trachomatis
dan
N.gonorrhoeae yang kurang terdiagnosis dan terobati. :artling et al melaporkan infeksi uretra dengan geala minimal baik dari riwayat penyakit maupun ketegangan perut ditemukan pada infeksi .tra&homatis. $eskipun banyak pasien dengan PID memiliki presentasi atipikal dan menunukkan sedikit geala, lebih dari !"2 dari pasien ini memenuhi kriteria obektif untuk infeksi saluran genitalia bagian atas pada pemeriksaan laparoskopi. %ensiti#itas pemeriksaan panggul hanya ?02. %emua pasien wanita usia subur dengan nyeri perut bagian bawah memerlukan tes kehamilan. Diagnosis kehamilan ektopik sering terlambat atau salah didiagnosis sebagai PID. yeri pada PID biasanya berlangsung kurang dari > hari. Eika rasa sakit berlangsung lebih dari / minggu, kemungkinan bukan PID se&ara substansial. Diagnosis anding dapat meliputi < •
5umor adneksa
•
;ppendisitis
•
:ehamilan ektopik
•
6ndometriosis
•
%istitis interstitial
•
:ista o#arium
•
5orsio o#arium
II.).*.P#m#r$!saa' P#''/a',
%eumlah prosedur dapat dilakukan untuk meningkatkan diagnosis PID dan komplikasinya. Prosedur 9 prosedur ini mungkin tidak diperlukan, uga bukan merupakan indikasi dalam pengelolaan setiap kasus PID. Prosedur tepat untuk beberapa pasien, bersama dengan temuan yang sesuai dan spesifik untuk PID, adalah sebagai berikut< •
:onfirmasi laparoskopi
•
Pemeriksaan 8%* trans#aginal atau $7I dapat menunukkan tuba menebal, berisi &airan dengan atau tanpa &airan bebas di pel#is atau dapat berupa abses tubo-o#arium (5;).
•
iopsi endometrium yang menunukkan endometritis aparoskopi adalah standar kriteria untuk diagnosis PID, tetapi diagnosis PID
di unit gawat darurat dan klinik sering didasarkan pada kriteria klinis, dengan atau tanpa laboratorium tambahan dan bukti pen&itraan. 5idak ada satu tes yang sangat spesifik dan sensitif untuk PID , namun tes laboratorium, pen&itraan, dan prosedur dapat digunakan untuk meningkatkan spesifisitas diagnosis. :riteria tambahan untuk meningkatkan spesifisitas diagnostik meliputi < •
•
%uhu oral lebih dari /C,/ (303F) Discharge abnormal &er#i' atau #agina mukopurulen
•
eukositosis pada pemeriksaan *ram &airan #agina
•
au 6ndap Darah meningkat
•
Protein -reaktif (7P) meningkat
•
ukti laboratorium infeksi ser#iks dengan N.gonorrhoeae atau C.trachomatis (melalui kultur atau probe D;)
St-$ Lab"rat"r$m. akukan pemeriksaan tes kehamilan. Eika hasilnya
positif, kemungkinan kehamilan ektopik harus dipikirkan. :ehamilan uga se&ara langsung mempengaruhi pemilihan regimen antibiotik dan pertimbangan pasien untuk masuk rawat inap. Pada hitung darah lengkap, kurang dari "02 wanita dengan PID akut memiliki lekosit lebih dari 30.000 u. :arena sensiti#itas dan spesifisitas yang buruk, hitung leukosit tinggi bukan merupakan salah satu kriteria diagnostik untuk PID yang dirumuskan oleh D. :ultur darah tidak membantu dalam mendiagnosis PID. ahkan, tidak ada tes tunggal sangat spesifik dan sensitif untuk PID. amun, seumlah tes dapat digunakan untuk meningkatkan spesifisitas diagnosis klinis. %ekret #agina yang telah diberikan saline dan potasium hidroksida
dapat diperiksa untuk adanya leukorrhea (G 30 per P). :ehadiran leukorrhea sebagai indikator laboratorium yang paling sensitif dari infeksi saluran genitalia bagian atas. $eskipun tidak spesifik, tidak adanya leukorrhea merupakan prediktor negatif untuk PID. :ultur hlamydia se&ara kuantitatif mengidetifikasi dengan &epat replikasi bakteri yang tampaknya terkait dengan penyakit aktif. amun, penyelidikan D; dan hasil kultur ini sering tidak tersedia untuk dokter di unit gawat darurat pada saat e#aluasi awal. Pemeriksaan lainnya yang perlu dipertimbangkan meliputi , tes rapid protein reagin (7P7) untuk sifilis, #irus hepatitis dan +I@ serta urinalisis yang dilakukan untuk menyingkirkan infeksi saluran kemih. amun, perlu diketahui bahwa leukosit urin positif tidak menyingkirkan PID, karena setiap proses inflamasi pada pel#is yang berdekatan dapat menghasilkan leukosit dalam urin. P#'0$traa'.
Pemeriksaan
ultrasonografi
harus
menadi
pemeriksaan
pen&itraan diagnostik yang pertama yang dilakukan pada kasus dugaan PID di mana ada temuan klinis yang ambigu atau tidak dapat dielaskan atau ketidakmampuan untuk
melakukan
pemeriksaan
klinis
yang
memadai.
8ltrasonografi
uga
diindikasikan untuk menge#aluasi komplikasi PID, yang dapat mempengaruhi tatalaksana operasi atau nonoperatif atau keputusan untuk rawat inap pasien. $odalitas ini sudah tersedia, nonin#asif, dan dapat dilakukan disamping tempat tidur pasien. 8ltrasonografi lebih disukai daripada 5 s&an sebagai alat untuk mengidentifikasi pada anak perempuan atau remaa dengan nyeri kuadran kanan bawah atau
panggul, terutama karena kekhawatiran tentang paparan radiasi.
%onografi trans#aginal memungkinkan #isualisasi rin&i dari uterus dan adneksa, termasuk o#arium dan tuba fallopi yang menebal. $7I berfungsi sebagai modalitas pen&itraan yang sangat baik dalam kasus-kasus di mana temuan ultrasonografi tidak elas. Dalam sebuah studi oleh ,u4eva et al , membandingkan $7I dengan sonogram, menemukan bahwa $7I lebih akurat daripada ultrasonografi dalam mendiagnosis PID. :adang-kadang, 5 s&an dapat digunakan sebagai studi diagnostik awal untuk
mengin#estigasi nyeri panggul yang tidak spesifik pada wanita, dan PID dapat ditemukan se&ara kebetulan. 5 s&an sangat sensitif untuk mendeteksi patologi panggul= amun, 5 s&an tidak sespesifik sonografi dalam membedakan patologi adneksa pada salah satu tuba atau o#arium. Eika diagnosis PID masih belum elas, konfirmasi dengan ultrasonografi disarankan.
U%tras"'",ra$ tra'sa,$'a% . 5eknik pen&itraan dengan ultrasonografi dapat
dilakukan untuk kasus dugaan PID dimana temuan klinis tidak elas. 8%* trans#aginal
lebih
unggul
dari
pada
ultrasonografi
transabdominal
untuk
mendiagnosis PID, serta untuk kelainan endometrium dan massa pada panggul. $odalitas ini sudah tersedia dan non in#asif dan dapat dilakukan di samping tempat tidur pasien. 8%* trans#aginal memiliki sensiti#itas buruk (C32) dan spesifisitas (>C2) dalam PID ringan atau atipikal. 5emuan ermanfaat meliputi penebalan tuba fallopi ( G " mm), penebalan silia, &airan yang mengisi tuba falopi, batas endometrium tidak elas, o#arium dengan beberapa kista ke&il dan &airan bebas dengan umlah sedang hingga besar dalam panggul pada PID akut dan berat. Pemeriksaan
ultrasonografi
pel#is
uga
berguna
untuk
menge#aluasi
kemungkinan kehamilan ektopik pada pasien yang memiliki geala seperti PID. $odalitas ini uga dapat membantu dalam menge#aluasi gangguan lain, termasuk kista hemoragik o#arium, torsi o#arium, endometrioma, dan appendisitis. Penebalan endometrium tidak spesifik untuk PID karena temuan ini uga dapat dilihat pada hiperplasia endometrium, polip, atau kanker.
Gambar 3. Atas < memperlihat pen&itraan melalui 8%* per abdominal, tampak gambaran
anekoik struktur tubular di sekitar adne'a, kesan seperti hidrosalping. Bawa < melelui 8%* tran#aginal, tampak memperlihat struktur tubular di sekitar adne'a disertai debris, kesan piosalping.
Gambar 4. 8ltrasonografi menunukkan penebalan endometrium se&ara heterogen yang
kompatibel dengan endometritis.
La(ar"s!"($ . Pemeriksaan ini merupakan standar kriteria untuk mendiagnosis
PID.3 +al ini se&ara signifikan lebih spesifik dan sensitif dari kriteria klinis saa. :riteria minimal untuk mendiagnosis PID pada tuba se&ara laparoskopi meliputi edema dinding tuba, hiperemis pada permukaan tuba, dan adanya eksudat pada permukaan tuba dan fimbriae.! $assa panggul yang konsisten dengan abses tuboo#arial atau kehamilan ektopik bisa di#isualisasikan se&ara langsung. 6ksudat abses hepar atau adhesi dapat terlihat. %pesimen dapat diambil untuk dilakukan kultur dan pemeriksaan histologis. :elemahan utama laparoskopi adalah prosedur yang mahal dan in#asif, menunukkan #ariabilitas interobser#er, dan membutuhkan ruang
operasi dan anestesi. %elain itu, temuan pada laparoskopi tidak selalu berkorelasi dengan keparahan penyakit, hanya permukaan struktur yang terlihat melalui teropong. %ebanyak !02 kasus, laparoskopi mungkin tidak menentukan diagnosis PID sepenuhnya.
C"m(t#- t"m",ra(+ 5CT6 7 s0a' . Dapat uga digunakan sebagai studi
diagnostik awal untuk menin#estigasi nyeri panggul yang tidak spesifik pada wanita, dan PID dapat ditemukan se&ara kebetulan. :arena kekhawatiran tentang paparan radiasi, ultrasonografi lebih disukai dari pada 5 sebagai modalitas diagnostik awal pada anak perempuan atau remaa dengan nyeri perut pada kuadran kanan bawah atau nyeri di daerah panggul.3,/ Peradangan melenyapkan gambaran lemak dalam rongga panggul, akibat penebalan fasia. 6ndometritis bermanifestasi sebagai pembesaran rongga rahim. Eika ada hidrosalpin', &airan yang mengisi struktur tubular mungkin terlihat di daerah adneksa. Pada awal penyakit, temuan pada 5 pada dasar pel#is tampak samar, tampak pula penebalan ligamen uterosakral, &er#i&itis, oophoritis, salpingitis, dan akumulasi &airan dalam kanal endometrium, tuba, dan rongga pel#is. ahkan, perubahan inflamasi ringan terlihat lebih baik dengan 5 daripada ultrasonografi.
*ambar >. airan dalam rongga endometrium dengan lemak panggul sugestif
gambaran
endometritis.
iasanya, sebuah abses tuboo#arial di#isualisasikan sebagai massa dimana massa mungkin memiliki margin reguler dan mengandung unit yang mirip dengan yang terlihat pada endometrioma atau kista hemoragik. atasnya mungkin tebal dan tidak teratur. Ma,'#t$0 R#s"'a'0# Ima,$', 5MRI6 . $eskipun $7I memiliki spesifisitas
yang relatif tinggi (B"2) dan sensiti#itas (B"2) dalam keadaan ini, namun harga yang mahal dan arang diindikasikan dalam kasus PID akut. 5emuan PID pada $7I mirip
dengan
yang
ditemukan
pada
5
s&an.
Gambar 8. Aanita usia 10 tahun dengan nyeri periumbilikalis dan leukosit 3?.000. okulasi lesi kistik
yang kompleks pada pertengahan pel#is dengan lipatan dan dinding tebal meningkatkan dugaan terhadap pyosalpin'.
:arena kontras aringan yang unggul, $7I dapat membedakan hematosalpin' dengan pyosalpin'. $7I uga dapat digunakan untuk membedakan tubo-o#arium
abses (5;) dari neoplasma o#arium dalam kasus dugaan PID. Dalam sebuah studi yang membandingkan 8%* dan $7I dalam mendiagnosis PID yang kemudian dikonfirmasi dengan laparoskopi, penemuan $7I menadi lebih sensitif dan spesifik dibandingkan ultrasonografi. $engingat biaya yang tinggi dan kurang ketersediaan sarama, $7I lebih baik digunakan sebagai pilihan terakhir. &%-"s$'t#s$s . Dapat dilakukan dengan &epat di unit gawat darurat. Dengan
tersedianya s&anning ultrasonografi trans#aginal, kuldosintesis saat ini arang dilakukan, tetapi tetap bernilai dalam keadaan dimana teknologi tidak tersedia. 8ntuk prosedur, arum spinal 3C gauge melekat pada arum suntik !0 m, lalu dimasukkan melalui trans#aginal ke dalam &ul-de-sa&. iasanya, ini hanya menghasilkan !-1 ml &airan dari panggul, dapat berupa &airan purulen yang menunukkan proses infeksi atau inflamasi. 5emuan positif leukosit dan bakteri tidak spesifik< leukosit dan bakteri mungkin mengindikasikan adanya PID, atau mungkin produk dari proses infeksi atau inflamasi lain di pel#is (misalnya, usus buntu atau di#erti&ulitis), atau mungkin akibat dari kontaminasi dengan isi #agina. %ebuah hasil lebih dari ! ml darah nonclotting konsisten dengan kehamilan ektopik. B$"(s$ #'-"m#tr$m. Digunakan untuk menentukan diagnosis histopatologis
endometritis, suatu kondisi yang seragam terkait dengan salpingitis. iopsi endometrium memiliki spesifisitas B02 dan sensiti#itas B02. Prosedur ini dilakukan dengan pipet pengisap endometrium atau kuret dan ditoleransi dengan baik. %pesimen untuk kultur uga dapat diperoleh selama prosedur, tetapi sering terkontaminasi dengan flora #agina. Pedoman D saat ini menyarankan biopsi endometrium dilakukan pada wanita yang menalani laparoskopi yang tidak memiliki tanda-tanda salpingitis, dengan alasan bahwa endometritis mungkin satu-satunya tanda dari PID. Penggunaan modalitas diagnostik biopsi endometrium di unit darurat terbatas. Pelatihan operator yang signifikan diperlukan, dan hasil dari prosedur tidak segera tersedia untuk para dokter.
5emuan biopsi endometrium biasanya mengkonfirmasi adanya infeksi tetapi arang mengidentifikasi
organisme
penyebabnya.
6ndometritis
kronis
lebih
sering
ditemukan daripada endometritis akut.
II.*. PENATALA&SANAAN DAN PENGELOLAAN
II.*.1.Gambara' Umm
Pasien yang tidak membaik dalam >! am dengan medikamentosa, harus die#aluasi ulang untuk kemungkinan dilakukannya inter#ensi laparoskopi atau bedah dan peninauan kembali diagnosis lain yang memungkinkan. aparoskopi harus digunakan ika diagnosis diragukan.
ultrasonografi,
laparoskopi, atau melalui laparotomi. :euntungan dari laparoskopi meliputi #isualisasi se&ara langsung dari panggul dan diagnosis bakteriologis yang lebih akurat ika bahan untuk kultur dapat diperoleh. amun, laparoskopi tidak selalu tampak pada PID akut= %elain itu, harganya yang mahal dan memerlukan anestesi umum. aparotomi biasanya diperuntukkan bagi pasien dengan keadaan darurat bedah (misalnya,
abses
yang
ruptur
atau
tidak
merespon
terhadap
manaemen
medikamentosa dan drainase laparoskopi) dan untuk pasien yang bukan merupakan kandidat untuk
manaemen
laparoskopi. Pengobatan
dipandu
intraoperatif dan keinginan pasien untuk memelihara kesuburan.
oleh
temuan
Pembedahan mungkin melibatkan
salpingo-ooforektomi
unilateral
atau
histerektomi dan salpingo-ooforektomi bilateral. Idealnya, operasi dilakukan setelah infeksi akut dan peradangan telah diatasi. Pada pasien dengan PID berulang, adhesi pada pel#is dapat mempersulit dalam tindakan operasi.
II.*.2.P#'0#,aa'
Pada suatu penelitian menunukkan bahwa men&egah infeksi klamidia dapat mengurangi insiden PID.3 %elain itu, siapa saa yang telah memiliki kontak seksual dengan seorang wanita yang menderita PID dalam ?0 hari sebelum onset gealanya harus diberikan terapi empiris untuk C.trachomatis dan N.gonorrhoeae. Infeksi uretral gonokokal atau klamidia dengan rekan seorang wanita yang terinfeksi sangat mungkin dan lebih sering tanpa geala pada laki-laki. Aanita yang didiagnosis dengan infeksi klamidia atau gonokokal harus dilakukan tes ulang dalam waktu / 9 ? bulan berikutnya. Aanita-wanita ini memiliki resiko tinggi teradinya infeksi ulang dalam waktu ? bulan pengobatan. 7emaa lebih mungkin untuk teradinya PID berulang daripada orang dewasa dan mungkin memerlukan pendekatan yang berbeda untuk menindaklanutinya. Peningkatan edukasi, pemeriksaan rutin, diagnosis, dan pengobatan empiris infeksi ini dapat mengurangi insiden dan pre#alensi serta perkembangan geala sisa angka panang. 6dukasi harus berkonsentrasi pada strategi untuk men&egah PID dan I$%, termasuk mengurangi umlah pasangan seksual, menghindari praktik 9 praktik seksual tidak aman, dan se&ara rutin menggunakan perlindungan 3arrier yang tepat. 7emaa yang berisiko tinggi untuk teradi PID, harus disarankan untuk menunda interkoitus sampai usia 3? tahun atau lebih. Aanita dengan PID harus dinasihati untuk menauhkan diri dari akti#itas seksual atau menggunakan perlindungan 3arrier dengan ketat dan tepat sampai geala mereka telah sepenuhnya mereda dan telah menyelesaikan seluruh reimen pengobatan .
5he 8% Pre#enti#e %er#i&es 5ask For&e(8%P%5F) merekomendasikan pemeriksaan untuk infeksia klamidia pada semua wanita tidak
hamil yang aktif
se&ara seksual yang berumur !" tahun atau lebih yang memiliki resiko tinggi (*rade ;), semua wanita hamil yang berumur !" tahun atau lebih yang memiliki resiko tinggi (*rade ). 8%P%5F merekomendasi untuk tidak melakukan pemeriksaan rutin untuk wanita berumur !" tahun atau lebih ika tidak memiliki resiko tinggi (*rade ) dan pemeriksaan klamidia pada laki-laki. eberapa pasien yang diobati untuk I$% dan PID gagal mematuhi reimen pengobatan karena rendahnya kemampuan untuk memba&a medikamentosa dan pemahaman yang buruk tentang diagnosis penyakit yang mereka alami. rang-orang sering tidak menindaklanuti atau tidak memberitahu mitra seksual mereka. Pasien harus sepenuhnya dididik tentang masalah ini, serta tentang kelayakan pemeriksaan dan pengobatan untuk I$% lain, termasuk infeksi +I@, hepatitis, dan sifilis. %e&ara khusus, pedoman D !030 menyatakan bahwa tes +I@ harus ditawarkan kepada semua wanita yang didiagnosis PID akut.3
II.*.).P#rba'-$',a' rawat /a%a' -a' rawat $'a(
:ebanyakan pasien dengan PID dikelola sebagai pasien rawat alan, dan dari data yang tersedia tidak elas menunukkan besarnya manfaat dari rawat inap. amun, rumah sakit harus mempertimbangkan untuk hospitalisasi pasien dengan keadaan sebagai berikut < •
Diagnosis belum elas
•
;bses rongga pel#is pada pemeriksaan ultrasonografi
•
:ehamilan
•
:etidakmampuan untuk mentolerir reimen antibiotik oral rawat alan
•
Penyakit berat
•
Immunodefisiensi (misalnya, pasien +I@ dengan umlah D1 rendah atau pasien yang menggunakan obat-obat imunosupresif)
•
:egagalan men&apai perbaikan klinis selama >! am pas&a rawat alan
Di seluruh dunia, lebih dari B02 dari indi#idu dengan +I@-positif dengan PID ditangani sebagai pasien rawat alan. %ebuah studi di airobi tahun !00?, se&ara 3lind control untuk pasien status +I@, menunukkan bahwa perempuan yang terinfeksi +I@ lebih mungkin untuk mengalami PID yang berat, dan perbaikan klinis membutuhkan waktu lebih lama, terlepas dari umlah D1. amun, tidak ada perubahan dalam reimen antibiotik yang diperlukan. :ebanyakan pasien menunukkan respon klinis dalam 1C->! am setelah dimulainya terapi medikamentosa. Eika pasien terus mengalami demam, menggigil, nyeri daerah uterus, nyeri adneksa, dan cervical motion tenderness, maka dipertimbangkan kemungkinan penyebab lain dan ren&anakan untuk laparoskopi diagnostik.
II.*.*.T#ra($ A't$b$"t$!
Dalam gawat darurat, atau saat berada di klinik, pengobatan harus se&epatnya dimulai dan harus men&akup terapi empiris dengan antibiotik spektrum luas. %emua reimen harus efektif terhadap C.trachomatis dan N.gonorrhoeae, serta terhadap organisme gram-negatif fakultatif, anaerob, dan streptokokus. 8ntuk menghindari pemberian reimen yang tidak adekwat, setiap dokter harus menyadari pedoman saat ini dan pola resistensi kuman se&ara nasional dan lokal saat ini. 5he
7oyal
ollege
of
bstetri&ians
dan
*ynae&ologists
(7*)
merekomendasikan dalam manaemen terapi wanita dengan PID disertai infeksi +I@ positif dengan regimen antibiotik yang sama digunakan untuk mengobati perempuan dengan +I@-negatif. %eumlah penelitian yang dilakukan antara tahun 3BB! dan !00? menunukkan efekti#itas berbagai reimen parenteral dan oral dalam menghilangkan geala akut dan
men&apai penyembuhan se&ara mikrobiologis. 5idak ada perbedaan besar dari hasil yang diidentifikasi antara manaeman pasien dengan rawat inap maupun rawat alan. Pasien PID dengan inter#ensi regimen terapi antibiotik intra#ena (I@) dapat dialihkan ke antibiotik oral dalam !1 am setelah perbaikan klinis. Ini harus dilanutkan selama total 31 hari. 5erapi oral biasanya menggunakan do'y&y&line. amun, azitromisin uga dapat digunakan. Pada pasien dengan abses tuboo#arial, terapi oral harus men&akup klindamisin atau metronidazole. %emua pasien harus die#aluasi ulang >! am berikutnya untuk memantau perbaikan klinis dan ketaatan pasien terhadap regimen antibiotik. D telah merekomendasikan regimen antibiotik untuk rawat alan dan rawat inap pada pengobatan PID. 8ntuk pengobatan rawat alan, D mendaftarkan ! regimen pengobatan yang diterima saat ini, disebut sebagai sebagai regimen ; dan . 7egimen ; terdiri dari < •
eftria'one !"0 mg intramuskular (I$) dosis tunggal, ditambah
•
Doksisiklin 300 mg se&ara oral dua kali sehari selama 31 hari
•
$etronidazol "00 mg se&ara oral dua kali sehari selama 31 hari dapat ditambahkan ika ada bukti atau dugaan #aginitis atau ika pasien menalani instrumentasi ginekologis ! 9 / minggu sebelumnya
7egimen terdiri dari< •
efo'itin ! g I$ dosis tunggal bersamaan dengan probenesid 3 g oral dosis tunggal, atau sefalosporin generasi ketiga parenteral dosis tunggal (misalnya, &eftizo'ime atau &efota'ime), ditambah
•
Doksisiklin 300 mg se&ara oral dua kali sehari selama 31 hari
•
$etronidazol "00 mg se&ara oral dua kali sehari selama 31 hari dapat ditambahkan ika ada bukti atau dugaan #aginitis atau ika pasien menalani instrumentasi ginekologis ! 9 / minggu sebelumnya
8ntuk rawat inap PID, D uga menerima ! regimen pengobatan yang diterima saat ini, sebagai regimen ; dan . 7egimen ; terdiri dari< •
efo'itin ! g I@ setiap ? am atau efotetan ! g I@ setiap 3! am, ditambah
•
Doksisiklin 300 mg se&ara oral atau I@ setiap 3! am 7egimen ini dilanutkan selama !1 am setelah klinis pasien mengalami
perbaikan, Eika terdapat abses tuboo#arial, :lindamisin atau $etronidazol digunakan bersama dengan doksisiklin untuk &akupan kuman anaerob yang lebih efektif. 7egimen terdiri dari < •
:lindamisin B00 mg I@ setiap C am ditambah
•
*entamisin I@ loading dose ! mgkg, diikuti dengan dosis pemeliharaan 3," mgkg setiap C am
5erapi I@ dapat dihentikan !1 am setelah pasien membaik se&ara klinis, dan terapi oral dengan doksisiklin 300mg !'hari harus dilanutkan hingga total 31 hari. Eika terdapat abses, klindamisin atau metronidazole dapat digunakan dengan doksisiklin untuk &akupan anaerob yang lebih efektif. 7egimen parenteral alternatif adalah ;mpisilin 9 %ulbaktam / g I@ setiap ? am bersama dengan doksisiklin 300 mg se&ara oral atau I@ setiap 3! am. Doksisiklin oral memiliki bioa#ailabilitas yang sama dengan bentuk I@ dan menghindari pemasangan infus yang menyakitkan dan sklerosis #ena. Dosis gentamisin mungkin dapat diberikan setiap !1 am. %efalosporin generasi ketiga lainnya bisa diganti dengan efo'itin dan eftria'one. agi indi#idu yang alergi terhadap sefalosporin, %pektinomisin dianurkan di 6ropa dan :anada. amun, agen ini saat ini tidak tersedia di ;merika %erikat. ;zitromisin ! g dosis tunggal uga dapat digunakan pada pasien ini, tetapi tidak se&ara rutin direkomendasikan, karena kekhawatiran terhadap resistensi antibiotik ini dan intoleransi potensial pada dosis ini. Pada bulan ;pril !00>, D merekomendasikan untuk menghentikan antibiotik Fluorokuinolon pada pengobatan gonore di ;merika %erikat. Perubahan ini
didasarkan pada analisis data dari D yang menunukkan bahwa pre#alensi resistensi fluorokuinolon pada kasus gonore pria heteroseksual men&apai ?,>2, dan meningkat 33 kali lipat dari 0,?2 pada tahun !003. Fluorokuinolon tidak lagi dianurkan, obat yang direkomendasikan untuk pengobatan gonore terbatas pada %efalosporin. D tidak lagi merekomendasikan penggunaan %efalosporin oral untuk infeksi gonokokal akibat peningkatan angka resistensi gono&o&&al yang teradi. 8ntuk pengobatan
urogenital, anorektal, dan
gonore faring tanpa penyulit, D
merekomendasikan dosis I$ tunggal &eftria'one !"0 mg bersama dengan dosis oral tunggal azitromisin 3 g atau doksisiklin 300 mg per 3! am selama > hari. Eika eftria'one tidak tersedia, &efi'ime 100 mg per hari dapat diberikan se&ara oral dalam kombinasi dengan azitromisin atau doksisiklin. Eika &eftria'one tidak dapat diberikan karena alergi, maka ;zitromisin ! g dapat diberikan se&ara oral dalam dosis tunggal.
II.3. PROGNOSIS DAN &OMPLI&ASI
PID memiliki / komplikasi utama, yakni nyeri pel#is kronis, infertilitas, dan kehamilan ektopik. yeri panggul kronis teradi pada sekitar !"2 pasien dengan riwayat PID. yeri ini diduga berkaitan dengan perubahan siklus menstruasi, tetapi uga mungkin merupakan hasil dari adhesi atau hydrosalpin'. *angguan fertilitas merupakan perhatian utama pada wanita dengan riwayat PID. Infeksi dan inflamasi dapat menyebabkan aringan parut dan perlengketan di dalam lumen tuba. Aanita dengan infertilitas faktor tuba, "02 tidak memiliki riwayat PID tetapi terdapat parut pada tuba falopii dan antibodi C.trachomatis. 5ingkat infertilitas meningkat dengan umlah episode infeksi. 7isiko kehamilan ektopik meningkat 3"-"02 pada wanita dengan riwayat PID. :ehamilan ektopik adalah akibat langsung dari kerusakan tuba fallopi.
PID dapat menyebabkan abses tuboo#arial, peritonitis pel#is, dan sindrom Fitz-+ugh-urtis (perihepatitis). ;bses tuboo#arial dilaporkan sebanyak sepertiga wanita yang dirawat di rumah sakit akibat PID.
DAFTAR PUSTA&A