Referat
SINDROM PSEUDOEKSFOLIASI
Oleh: Charmila Sari Kamalia Susanti Nadya Fitriana Wendy Sanofta
Pembimbing: dr. Yulia Wardani, Sp.M
KEPENITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA FAKULTAS KEDOTERAN UNIVERSITAS RIAU RSUD ARIFIN AHMAD PEKANBARU 2016 0
BAB I PENDAHULUAN
Sindrom pseudoeksfoliasi (PEX syndrom) merupakan kondisi mata yang terkait dengan dua penyakit mata yang paling umum yaitu katarak dan glaukoma. Pseudoeksfoliasi sindrom adalah penyakit sistemik yang berhubungan dengan usia, manifestasi mata ditandai adanya deposit bahan fibrillogranular amyloid berwarna putih abu-abu pada kapsul lensa anterior, zonula zinn, badan siliari, pupil, iris, epitel kornea, vitreous anterior dan trabekular meshwork. Meskipun sebenarnya etiologi kondisi belum diketahui secara pasti diduga bahwa produksi bahan fibrillogranular amyloid dikaitkan dengan metabolisme abnormal glikosaminoglikan.1 Sindrom pseudoeksfoliasi lebih umum pada wanita dari pada laki-laki dan prevalensi meningkat pada usia diatas 50 tahun. Jonasson dkk, dalam penelitiannya di Islandia, melaporkan ada peningkatan mencapai 10% untuk kasus glaukoma dengan pseudoeksfoliasi pada usia 69-75 tahun. Faktor genetik yang mempengaruhi pseudoeksfoliasi juga telah dieksplorasi jauh dalam dekade terakhir. Namun, hal ini belum sepenuhnya dijelaskan, dengan demikian nilai tes genetik untuk penyakit ini untuk saat ini belum divalidasi.1,2 Sekitar 75% dari orang-orang dengan sindrom pseudoeksfoliasi akhirnya akan berkembang menjadi katarak. Selain itu, antara 15 dan 20% dari pasien dengan sindrom pseudoeksfoliasi akhirnya akan berkembang menjadi glaukoma. Dalam situasi ini, tekanan intraokular dan perubahan saraf optik harus diawasi secara ketat untuk menghindari terjadinya kerusakan.2 Tanda diagnostik yang paling penting dan mudah dikenali dari pseudoeksfoliasi adalah bahan serpihan putih abu-abu di perbatasan pupil iris atau pada permukaan anterior lensa. Deteksi tanda-tanda ini memerlukan pemeriksaan klinis yang cermat menggunakan slit lamp biomikroskop dan tambahan gonioskopi tetapi pseudoeksfoliasi sering tidak terdiagnosis dengan baik sehingga dapat menyebabkan masalah yang tak terduga dalam manajemen dan selama operasi.1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1
2.1
Definisi Sindrom pseudoeksfoliasi adalah suatu penyakit kelainan metabolisme
dari protein glikosaminoglikan yang membentuk banyak struktur dalam mata ditandai adanya serpihan material putih. Material tersebut bertumpuk di lapisan luar lensa, tepi iris dan zonula zinn. Zonul ini merupakan suatu pengikat yang mempertahankan lensa di dalam mata. Target dari serpihan material putih ini ialah bagian sentral dari pupil.3 Serpihan putih abu-abu ini terus menumpuk hingga menyumbat sistem drainase mata. Sindrom pseudoeksfoliasi ini terjadi pada 1 dari 3 penderita glaukoma. Dikarenakan adanya penyumbatan deposit serpihan putih abu-abu tersebut pada saluran trabekulum meshwork maka akan dapat meningkatkan tekanan intraokular.3 2.2
Epidemiologi Prevalensi sindrom pseudoeksfoliasi di Eropa ditemukan 4,7% di Inggris,
6,3% di Norwegia, 4% di Jerman, 1,1% di Yunani, dan 5,5% di Perancis. Bartholomew melaporkan prevalensi sindrom pseudoeksfoliasi di Afrika Selatan sebanyak 8.2%. Prevalensi pada populasi Jepang adalah 3,4%, 3,5% di Arab Saudi, dan 3,73% dalam studi India Selatan. Studi berbasis Rumah Sakit menunjukkan prevalensi 6,45% di Pakistan dan 7,4% di India. Tingkat prevalensi 0,4% diidentifikasi di China dan Iran. 4 Di Norwegia, Aasved melaporkan bahwa prevalensi pseudoeksfoliasi adalah 0,4% pada individu berusia 50-59 tahun dan 7,9% pada individu berusia 80-89 tahun. Usia rata-rata yang mengalami sindrom pseudoeksfoliasi berkisar 69-75 tahun. Jonasson et al melaporkan adanya peningkatan 10% setiap tahunnya prevalensi dari glaukoma sudut terbuka dan pseudoeksfoliasi pada orang berusia 50 tahun dan lebih tua di Islandia. 4 Sindrom pseudoeksfoliasi terjadi 3 kali lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria. Sindrom pseudoeksfoliasi jarang terlihat sebelum usia 50 tahun, dan insiden akan meningkat sejalan dengan usia.4 2.3
Etiologi Apakah sindrom pseudoeksfoliasi terjadi sebagai bagian dari proses
genetik atau dalam hubungan dengan penyakit lain masih belum dapat dijelaskan. Agregasi familial mendukung gagasan bahwa mungkin diwariskan sebagai sifat
2
dominan autosomal dengan penetrasi yang tidak lengkap dan dengan onset yang lambat. Frekuensi meningkat dengan bertambahnya usia. 4 2.4
Patofisiologi Sindrom pseudoeksfoliasi merupakan manifestasi umum dari suatu
penyakit sistemik. Etiologi pasti penyakit ini masih belum diketahui. Material pseudoeksfoliasi dikaitkan dengan adanya kelainan membrana basalis di sel epitel dan memiliki distribusi yang luas di seluruh tubuh. Bahan pseudoeksfoliatif telah ditemukan di dinding pembuluh darah vena dan arteri retina sentral. Jaringan luar mata yang terlibat termasuk paru-paru, kulit, hati, jantung, ginjal, kandung empedu, pembuluh darah, otot ekstraokular, dan meningens. Pada mata, sindrom pseudoeksfoliasi menimbulkan deposit material serpihan putih abu-abu pada kapsul lensa anterior, badan siliris, zonula zinn, tepi iris, endotel kornea, anterior vitreous,
dan
trabekular
meshwork.
Sehingga
manifestasi
sindrom
pseudoeksfoliasi pada mata adalah glaukoma dan katarak.4 Beberapa peneliti berpendapat bahwa pigmen pada epitel iris, epitel silia, dan perifer epitel lensa anterior memproduksi material serpihan putih abu-abu yang bergerak ke dalam aqueous humor dan dibawa ke trabekular meshwork, mengikuti aliran normal, lalu terjadi obstruksi trabekular meshwork oleh material tersebut dan disertai dengan adanya perubahan degeneratif di kanalis Schlemm dan daerah juksta kanalikular sehingga menyebabkan peninggian tekanan intraokular (TIO).4 Kejadian katarak berhubungan dengan iskemik okular, hipoksia aqueous, radiasi sinar UV, trauma, infeksi dan stres oksidatif. Asam askorbat, berperan dalam melindungi lensa terhadap sinar UV, ditemukan berkurang pada aquous humor pada sindrom pseudoeksfoliasi.5 2.5 Gejala klinis Pasien biasanya mengeluhkan adanya penurunan penglihatan yaitu seperti pada katarak dan glaukoma. Pada penderita katarak yang disertai dengan sindrom pseudoeksfoliasi perjalanan stadium kataraknya lebih cepat dibandingkan dengan penderita katarak tanpa sindrom pseudoeksfoliasi. Katarak nuklear dan katarak subkapsular merupakan jenis katarak yang sering terjadi pada sindrom pseudoeksfoliasi. Katarak pada sindrom pseudoeksfoliasi memiliki visus yang lebih jelek dan tingkat kekeruhan lensa yang lebih tinggi dibandingkan dengan katarak tanpa
sindrom pseudoeksfoliasi. Katarak dengan pseudoeksfoliasi 3
merupakan penyulit intra operasi karena zonula zinn yang menyangga lensa sangat lemah dikarenakan adanya pseudoeksfoliasi tersebut.3 Pada penderita glaukoma dengan pseudoeksfoliasi biasanya muncul dengan adanya tekanan intraocular yang tinggi yang cenderung meningkat secara cepat dibandingkan dengan pasien glaukoma sudut terbuka tanpa sindrom pseudoeksfoliasi. Peningkatan TIO ini dapat diobservasi dengan adanya kerusakan nervus optikus dan keerlhilangan penglihatan secara cepat. 7 2.6
Pemeriksaan fisik Sindrom pseudoeksfoliasi didiagnosis secara klinis dengan menggunakan
slit lamp dengan sensitivitas nya sebesar 85% dan spesifisitasnya 100%. Material dari pseudoeksfoliation ini dapat terlihat pada perbatasan pupil dan iris tanpa dilatasi.4
Sumber: Medscape 2015 Gambar 2.1 Slitlamp pada sindrom pseudoeksfoliasi
4
Sumber: American Academy of Ophthalmology 2013 Gambar 2.2 sindrom pseudoeksfoliasi (kelemahan zonula zinn)
Sum ber: EyeRounds Online Atlas of Ophthalmology Gambar 2.3 material pseudoeksfoliasi di pinggir pupil Pasien dengan sindrom pseudoeksfoliasi memiliki TIO lebih tinggi daripada pasien dengan glaukoma primer sudut terbuka. Karena ini TIO tinggi ini, kehilangan fungsi visual dan kerusakan saraf optik lebih nyata.4 5
Tanda-tanda lain dari sindrom pseudoeksfoliasi sulit untuk midriasis, sinekia posterior, deposisi pigmen pada permukaan iris, deposisi pigmen dan bahan pseudoexfoliation pada endotel kornea, pigmen setelah dilatasi pupil, dan material di badan silier dan zonula zinn.4 2.7
Diagnosis banding Diagnosis banding pseudoexfoliation adalah Uveitis Fuchs Heterokromik,
Glaukoma Pigmentari, dan Glaukoma Primer Sudut Terbuka.4 a.
Uveitis Fuchs Heterokromik Uveitis Fuchs heterokromik jarang terjadi. Penyakit ini merupakan proses
kronis dari iridoskiklitis yang ditandai dengan heterokromia pada iris dengan kehilangan pigmen iris, COA dangkal, katarak posterior subkapsular, dan glaukoma sekunder sudut terbuka. Kelainan ini bersifat unilateral dan terjadi pada umur usia dewasa.
Dari hasil gonioskopi ditemukan pembuluh darah pada
trabekular meshwork. Pembuluh darah bersifat rapuh dan dapat menyebabkan pendarahan pada anterior chamber yang terjadi spontan ataupun dipicu oleh trauma, termasuk operasi katarak dan glaukoma.6
Sumber: American Academy Of Ophtalmology 2009 Gambar 2.4 Uveitis Fuchs Heterokromik b.
Glaukoma Pigmentari Glaukoma pigmentari disebabkan adanya gangguan autosom dominan
yang ditandai dengan adanya penyebaran pigmen dari epithelium iris. Pada glaukoma pigmentari sering terdapat ikatan pigmen yang vertical pada endotel kornea, yang disebut Krukenberg spindle atau garis zentmeyer yang sangat jarang ditemukan pada glaukoma dengan sindrom pseudoeksfoliasi.7
6
c.
Sumber: American Academy Of Ophtalmology 2009 Gambar 2.5Krukenberg spinlde Glaukoma Primer Sudut Terbuka Glaukoma pada sindrom pseudoeksfliasi berbeda dengan glaukoma primer
sudut terbuka. Sindrom pseudoeksfoliasi bersifat monokular dan terdapat pigmentasi pada trabelukar meshwork. Tekanan intraokuler sindrom eksfoliasi lebih tinggi dan memiliki fluktuasi diurnal yang lebih besar dibandingkan dengan glaukoma glaukoma primer sudut terbuka.6 2.8
Pemeriksaan penunjang Berbagai teknologi pencitraan yang digunakan untuk memantau perubahan
akibat kerusakan glaukoma di discus optikus dan retina lapisan serabut saraf. 4 Optical coherence tomography (OCT) adalah alat yang berharga dalam evaluasi glaukoma. Alat ini dapat mengukur ketebalan lapisan saraf retina.4 The confocal laser scanning oftalmoskop (Heidelberg retina tomograph [HRT]) memberikan topografi diskus optik serta pengukuran tidak langsung dari ketebalan lapisan saraf retina. Kedua alat ini telah digunakan untuk membantu dalam diagnosis dan tindak lanjut pada pasien dengan glaukoma.4 Pemeriksaan lainnya ialah tes lapang pandang, yaitu diperlukan untuk memeriksa karakteristik hilangnya penglihatan perifer lainnya dan untuk memastikan potensial stadium pada glaukoma. Pada tes Gonioskopi dapat menilai sudut bilik mata depan dan deposisi pigmen.7 2.9
Penatalaksanaan Banyak pilihan terapi pada glaukoma dengan pseudoeksfoliasi ini,
diantaranya seperti pengobatan untuk menurunkan TIO seperti halnya dengan glaukoma biasa dapat dilakukan sebagai terapi pilihan pertama. Pengobatan ini
7
dapat menggunakan beta bloker, alfa 2 reseptor agonis selektif, sistemik dan topikal inhibitor karbonik anhidrase, agonis prostaglandin dan simpatomimetik.7 Glaukoma dengan sindrom eksfoliatif pada dasarnya diperlakukan sama dengan glaukoma sudut terbuka primer. Meskipun telah ditekankan bahwa tipe glaukoma lebih sulit terkontrol. Operasi laser sering dilakukan lebih awal daripada glaukoma sudut terbuka primer. Laser trabekuloplasti mungkin sangat efektif dalam sindrom pseudoeksfoliasi, pengaturan energi yang lebih rendah namun diperlukan
karena
pigmentasi
meningkat
ditemukan
di
mata
dengan
pseudoeksfoliasi. Pengobatan untuk memberikan efek konstriksi pada pupil yaitu miosis, yang dapat membantu mengurangi gesekan pada bagian posterior iris terhadap serpihan pseudoeksfoliasi dan dapat mengurangi jumlah pigmen tersebut. Obat topikal sama dengan obat pada penderita glaukoma sudut terbuka. Ketika pengobatan tidak lagi adekuat, trabekuloplasti laser diindikasikan dan rata-rata tingkat keberhasilanya tinggi. Operasi filtrasi (trabekulektomi) umumnya dianjurkan.8 Penatalaksanaan
katarak
pada
sindrom
pseudoeksfoliasi
sering
diindikasikan untuk peningkatan ketajaman penglihatan pada beberapa pasien, meskipun tidak untuk pengobatan utama glaukoma. Pada beberapa penelitian yang dilakukan dari tahun ke tahun, dilaporkan bahwa
materi eksfoliasi
berkurang dan regresi setelah ekstraksi katarak intrakapsular. Ekstraksi katarak pada mata dengan sindrom eksfoliasi bisa terjadi komplikasi yaitu sinekia antara epitel pigmen iris dan sekeliling kapsul lensa anterior yang dapat menyebabkan ruptur dari kapsul lensa selama operasi.8 Manifestasi dari sidrom pseudoeksfoliasi adalah kelemahan pada zonula zinn
dan
keterbatasan
dilatasi
pupil
karena
deposit
psudoekfoliasi.
Ketidakstabilan zonula zinn dapat menyebabkan fakodenesis, subluksasi lensa dan glaukoma sudut tertutup karena blok pupil dan badan siliaris.1 2.10 Prognosis dan Komplikasi Glaukoma pseudoeksfoliasi memiliki prognosis yang lebih buruk daripada glaukoma primer sudut terbuka, dan glaukoma pesudoeksfoliasi memiliki respon yang buruk terhadap pengobatan, sehingga kerusakan saraf optik lebih cepat, dan cacat lapangan pandang yang berkembang lebih cepat dan lebih parah.9 Pasien dengan sindrom pseudoeksfoliasi memiliki peningkatan risiko katarak dan lebih rentan terhadap komplikasi pada saat ekstraksi katarak. 8
Penurunan dilatasi pupil, bersama dengan serat zonula lemah dan sinekia antara iris dan perifer kapsul lensa anterior, membuat operasi katarak secara teknis sulit. Selain itu, terdapat peningkatan insiden kapsuler pecah, kehilangan vitreous dan dehiscence zonula selama ekstraksi katarak pada pasien dengan sindrom pseudoeksfoliasi.9 Subluksasi lensa dan fakodonesis pada sindrom pseudoeksfoliasi dilaporkan 8,4% - 10.6% terjadi selama operasi. Komplikasi pasca operasi ekstraksi katarak juga meningkat pada sindrom pseudoeksfoliasi, termasuk peradangan, kekeruhan kapsul posterior, sindrom kontraksi kapsul dan desentrasi IOL.1,9
DAFTAR PUSTAKA 1. Kaštelan S, Tomić M, Kordić R, Kalauz M, Salopek-Rabatić J. Cataract Surgery in Eyes with Pseudoexfoliation (PEX) Syndrome. 2013. J Clinic Experiment Ophthalmol S1: 009. doi:10.4172/2155-9570.S1-009. P5-1 2. Majka CP, Pratap Challa. Diagnosis and Management of Pseudoexfoliation
Glaukoma.
Article.
American
Academy
of
9
Ophthalmology
2016.
[cited
2016
feb
24].
Available
from:
Http://www.aao.org/article/diagnosis-magement-ofpseudoexfoliationglaukoma. 3. Koellgs Eye Center, University
of
Michigan
Health
System.
Pseudoexfoliation syndrom. 2014. [cited 2016 feb 25]. Available from: www.med.umich.edu/1libr/ophtalmology/glaukoma/pseudoexfoliationSyn drom.pdf. 4. PE Mauriicio. Pseudoexfoliation Glaukoma. 2015. [cited 2016 feb 25]. Availabe from: www.emedicine .medscape.com/article/1206366. 5. American academy of ophtalmology. Glaukoma. 8th Edition. New York: AAO. 2009. P104-112. 6. George K, Andrikopoulus, Sotirios, Gartaganis. Pseudoekxfoliation and Cataract. Greece: Departement of Ophtalmology Medical School University of Patras Greece. 2010. P 353-365. 7. American academy of ophtalmology. Pesudoexfoliation Syndrom. 2006. [cited 2016 feb 25]. Available from: www.aao.org/eyenet/article/diagnosis8. 9.
management-ofpseudoexfoliation-glaukoma?june-2006. Shields, M. Bruce. Textbook of Glaukoma. 2nd Ed. 1987. p96-112. Stamper R, Lieberman M, Drake M. Becker-Shaffer’s. Diagnosis and Therapy of the Glaukomas. 8th Edition. New York, NY: Mosby; 2009:239-
265. 10. American academy of ophtalmology. Primary Angle-Closure Glaukoma (PACG) - Asia Pacific. 2013. [cited 2016 feb 24]. Available from: http://www.aao.org/topic-detail/primary-angleclosure-glaukoma-pacg-asia-pacific
10