BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Infeksi jamur kulit cukup banyak di temukan di Indonesia, yang merupakan negara tropis beriklim panas dan lembab, apalagi bila higiene juga kurang sempurna. Penyakit jamur kulit atau dermatomikosis adalah penyakit pada kulit, kuku, rambut, dan mukosa yang disebabkan infeksi jamur. Pada umumnya golongan penyakit ini dibagi atas infeksi superfisial, infeksi kutan, dan infeksi subkutan. Infeksi superfisial yang paling sering ditemukan adalah pityriasis
versikolor.
Yang termasuk
dengan
infeksi
kutan
adalah
dermatofitosis dan kandidosis kutis. Infeksi subkutan yang kadang-kadang ditemukan adalah sporotrikosis, fikomikosis subkutan, aktinomikosis, dan kromomikosis. Diantara penyakit jamur superfisial yang sering dijumpai di Indonesia salah satunyaadalah pityriasis versikolor. Pada penyakit kulit karena infeksi jamur superfisial, seseorang terkena penyakit tersebut oleh karena kontak langsung dengan benda-benda yang sudah terkontaminasi oleh jamur atau kontak langsung dengan penderita. Infeksi jamur yang non dermatofitosis salah satunya pityriasis versikolor yang disebabkan oleh jamur malassezia. Penyakit ini sangat menarik oleh karena keluhannya bergantung pada tingkat ekonomi daripada kehidupan penderita. Bila penderita adalah orang dengan golongan ekonomi lemah (misalnya: tukang becak, pembanturumah tangga) penyakit ini tidak dihiraukan. Tetapi pada penderita dengan ekonomi menengahkeatas yang mengutamakan penampilan maka penyakit ini adalah penyakit yang sangat bermasalah (Nasution, 2005).
B. Tujuan Tujuan dari pembuatan referat ini yaitu: 1.
Untuk mengetahui penyakit pityriasis versicolor.
2.
Untuk mengetahui gambaran klinis dari pityriasis versicolor.
3.
Untuk mengetahui pencegahan dan penatalaksanaan dari pityriasis versikolor. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Pityriasis versikolor adalah infeksi ringan yang sering terjadi disebabkan oleh Malasezia furfur. Penyakit jamur kulit ini adalah penyakit kronis yang ditandai oleh bercak putih sampai coklat yang bersisik. Kelainan ini umumnya menyerang badan dan kadang- kadang terlihat di ketiak, sela paha,tungkai atas, leher, muka dan kulit kepala. Nama lainnya adalah tinea versikolor atau panu (Budimulja, 2006). Pityriasis versikolor adalah infeksi ringan yang sering terjadi disebabkan oleh Malasezia furfur dan pityrosporum orbiculare. Infeksi ini bersifat menahun, ringan, dan biasanya tanpa peradangan. Pityriasis versikolor ini mengenai muka, leher, badan, lengan atas, ketiak, paha, dan lipatan paha (Budimulja, 2006). Pityriasis versikolor adalah infeksi jamur supervisial yang ditandai dengan adanya makula dikulit, skuama halus disertai rasa gatal (Siregar, 2004)
B. Etiologi Penyakit ini disebabkan oleh jamur Malasezia furfur. Malassezia furfur (dahulu dikenal sebagai Pityrosporum orbiculare, Pityrosporum ovale) merupakan jamur lipofilik yang normalnya hidup di keratin kulit dan folikel rambut manusia saat masa pubertas dan di luar masa itu. Sebagai organisme yang lipofilik, Malassezia furfur memerlukan lemak (lipid) untuk pertumbuhan in vitro dan in vivo. Secara in vitro, asam amino asparagin menstimulasi pertumbuhan organisme, sedangkan asam amino lainnya, glisin, menginduksi (menyebabkan) pembentukan hifa. Pada dua riset yang terpisah, tampak bahwa secara in vivo, kadar asam amino meningkat pada kulit pasien yang tidak terkena panu. Jamur ini juga ditemukan di kulit yang sehat, namun baru akan memberikan gejala bila tumbuh berlebihan. Beberapa faktor dapat meningkatkan angka terjadinya
2
pityriasis versikolor, diantaranya adalah turunnya kekebalan tubuh, faktor temperatur, kelembaban udara, hormonal dan keringat (Budimulja, 2006).
C. Faktor Predisposisi Suhu yang tinggi, kulit berminyak, hiperhidrosis, faktor herediter, pengobatan dengan glukokortikoid, dan defisiensi imun. Pemakaian minyak seperti minyak kelapa merupakan predisposisi terjadinya Pityriasis versikolor pada anak-anak (Wolf, 2007). Faktor predisposisi lain adalah (Brannon, 2004): 1. Pengangkatan glandula adrenal 2. Penyakit Cushing 3. Kehamilan 4. Malnutrisi 5. Luka bakar 6. Terapi steroid 7. Supresi sistem imun 8. Kontrasepsi oral 9. Suhu Panas 10. Kelembapan
D. Epidemiologi Pityriasis versikolor lebih sering terjadi di daerah tropis dan mempunyai kelembaban tinggi. Walaupun kelainan kulit lebih terlihat pada orang berkulit gelap, namun angka kejadian pityriasis versikolor sama di semua ras. Beberapa penelitian mengemukakan angka kejadian pada pria dan wanita dalam jumlah yang seimbang. Di Amerika Serikat, penyakit ini banyak ditemukan pada usia 15-24 tahun, dimana kelenjar sebasea (kelenjar minyak) lebih aktif bekerja. Angka kejadian sebelum pubertas atau setelah usia 65 tahun jarang ditemukan (Budimulja, 2006). Pityriasis versikolor terdistribusi ke seluruh dunia, tetapi pada daerah tropis dan daerah subtropis. Di daerah tropis insiden dilaporkan sebanyak 40%, sedangkan pada daerah yang lebih dingin angka insiden
3
lebih rendah, sekitar 3% pasien mengunjungi dermatologis. Di Inggris, insiden dilaporkan sekitar 0,5% sampai 1% diantara penyakit kulit. Pityriasis versikolor kebanyakan menyerang orang muda. Grup umur yang terkena 25-30 tahun pada pria dan 20-25 pada wanita (Budimulja, 2006).
E. Manifestasi Klinis Biasanya tidak ada keluhan (asimtomatis), tetapi dapat dijumpai gatal pada keluhan pasien. Pasien yang menderita Pityriasis versikolor biasanya mengeluhkan bercak pigmentasi dengan alasan kosmetik. Predileksi pityriasis vesikolor yaitu pada tubuh bagian atas, lengan atas, leher, abdomen, aksila, inguinal, paha, genitalia (Burkhart and Lorie, 2010). Bentuk lesi tidak teratur, berbatas tegas sampai difus dengan ukuran lesi dapat milier, lentikuler, numuler sampai plakat. Ada dua bentuk yang sering dijumpai (Jhonson and Suurmond, 2007): 1. Bentuk makuler: berupa bercak yang agak lebar, dengan squama halus diatasnya, dan tepi tidak meninggi. 2. Bentuk folikuler: seperti tetesan air, sering timbul disekitar rambut.
Gambar 1.1 Pityriasis versicolor menunjukkan lesi hiperpigmentasi dalam lesi Kaukasia (kiri
atas) dan hipopigmentasi dalam Aborijin Australia
(kanan atas dan bawah ).
4
F. Patogenesis Pada kulit terdapat flora normal yang berhubungan dengan timbulnya ptyriasis versicolor ialah Pityrosporum orbiculare yang berbentuk bulat atau Pityrosporum ovale yang berbentuk oval. Malassezia furfur merupakan fase spora dan miselium. Malassezia berubah dari bentuk blastospore ke bentuk mycelial. Hal ini dipengaruhi oleh faktor predisposisi. Malassezia memiliki enzim oksidasi yang dapat merubah asam lemak pada lipid yang terdapat pada permukaan kulit menjadi asam dikarboksilat.
Asam
dikarboksilik
ini
menghambat tyrosinase pada
melanosit epidermis dan dapat mengakibatkan hipomelanosit (Jhonson and Suurmond, 2007). Tirosinase adalah enzim yang memiliki peranan penting dalam pembentukan melanin. Malassezia Furfur dapat menginfeksi pada individu yang sehat sebagaimana ia dapat menginfeksi individu dengan immunocompromised, misalnya pada pasien kanker atau AIDS (Hawranek, 2002).
G. Penegakan Diagnosis 1. Anamnesis Penderita biasanya mengeluhkan gatal ringan, yang merupakan alasan berobat. Penderita pada umumnya hanya mengeluhkan adanya bercak/macula berwarna putih (hipopigmentasi) atau kecoklatan (hiperpigmentasi) dengan rasa gatal yang akan muncul saat berkeringat (Radiono, 2001) 2. Pemeriksaan fisik Kelainan kulit di temukan di badan terlihat sebagai bercak-bercak berwarna-warni, bentuk tidak teratur sampai teratur, batas jelas sampai difus. Sering didapatkan lesi bentuk folikular atau lebih besar, atau bentuk nummular yang meluas membentuk plakat. Kadang-kadang dijumpai bentuk campuran, yaitu folikular dengan nummular, folikular dengan plakat ataupun folikular atau nummular dengan plakat (Madani A, 2000)
5
3. Pemeriksaan langsung dengan KOH 10% Pemeriksaan ini memperlihatkan kelompok sel ragi bulat berdinding tebal dengan miselium kasar, sering terputus-putus (pendek-pendek), yang akan lebih mudah dilihat dengan penambahan zat warna tinta parker blue-black atau biru laktofenol. Gambaran ragi dan miselium tersebut sering dilukiskan sebagai “meat ball and spageti” . Bahan-bahan kerokan kulit diambil dengan cara mengerok bagian kulit yang mengalami lesi. Sebelumnya kulit dibersihkan dengan kapas alcohol 70%, lalu dikerok dengan skapel steril dan jatuhnya ditampung dalam lempeng-lempeng steril. Sebagian dari bahan tersebut diperiksa langsung dengan KOH 10% yang di beri tinta parker biru hitam, dipanaskan sebentar, ditutup dengan gelas penutup dan diperiksa di bawah mikroskop. Bila penyebabnya memang jamur, maka akan terlihat garis yang memiliki indeks bias lain dari sekitarnya dan jarakjarak tertentu dipisahkan oleh sekat-sekat atau seperti butir-butir yang bersambung seperti kalung. Pada ptyriasis versicolor hifa tampak pendek-pendek, bercabang, terpotong-potong, lurus atau bengkok dengan spora yang berkelompok. 4. Pemeriksaan dengan sinar wood Pemeriksaan dengan sinar wood, dapat memberikan perubahan warna seluruh daerah lesi sehingga batas lesi lebih mudah dilihat. Daerah yang terkena infeksi akan memperlihatkan flouresensi warna kuning keemasan sampai orange.
H. Pengobatan Pengobatan pityriasis versicolor dapat diterapi secara topical maupun sistemik. Tingginya angka kekambuhan merupakan masalah, dimana mencapai 60% pada tahun pertama dan 80% setelah tahun kedua. Oleh sebab itu diperlukan terapi profilaksis untuk mencegah rekurensi :
6
1. Pengobatan topical 2. Pengobatan harus dilakukan secara menyeluruh, tekun dan konsisten. Obat yang dapat digunakan ialah : a. Selenium sulfide 1,8% dalam bentuk shampoo 2-3 kali seminggu. Obat digosokan pada lesi dan didiamkan selama 15-30 menit sebelum mandi. b. Salisil spiritus 10 % c. Turunan azol, misalnya : mikonazol, klotrimazol, isokanazol dan ekonazol dalam bentuk topical d. Sulfur presipitatum dalam bedak kocok 4-20% e. Larutan natrium tiosulfas 25%, dioleskan 2 kali sehari sehabis mandi selama 2 minggu (Djuanda, 2013) 3. Pengobatan sistemik Pengobatan sistemik diberikan pada kasus pityriasis versicolor yang luas atau jika pemakaian obat topical tidak berhasil. Obat yang dapat diberikan adalah : a. Ketokonazol Dosis : 200 mg perhari selama 10 hari b. Flukonazol Dosis : dosis tunggal 150-300 mg setiap minggu c. Itraconazol Dosis : 100 mg perhari selama 2 minggu (Madani A, 2000) 4. Terapi hipopigmentasi a. Liquor carbonas detergent 5%, salep pagi/malam b. Krim kortikosteroid menengah pagi dan malam c. Jemur matahari kurang lebih 10 menit antara jam 10.00 – 15.00
I. Prognosis Prognosisnya baik dalam hal kesembuhan (Radiono, 2001) bila pengobatan dilakukan menyeluruh, tekun dan konsisten. Pengobatan harus di teruskan 2 minggu setelah fluoresensi negatif dengan pemeriksaan lampu wood dan sediaan langsung negatif (Djuanda, 2013)
7
BAB III KESIMPULAN
1.
Pityriasis versikolor adalah infeksi ringan yang sering terjadi disebabkan oleh Malasezia furfur dan pityrosporum orbiculare.
2.
Penyakit jamur kulit ini adalah penyakit kronis yang ditandai oleh bercak putih sampai coklat yang bersisik, makula dikulit, skuama halus disertai rasa gatal.
3.
Faktor predisposisi penyakit ini adalah suhu yang tinggi, kulit berminyak, hiperhidrosis, faktor herediter, pengobatan dengan glukokortikoid, defisiensi imun, pengangkatan glandula adrenal, penyakit Cushing, kehamilan, malnutrisi, luka bakar, terapi steroid, dan penggunaan kontrasepsi oral.
4.
Angka kejadian pada pria dan wanita dalam jumlah yang seimbang.
5.
Penyakit ini banyak ditemukan pada usia 15-24 tahun, dimana kelenjar sebasea (kelenjar minyak) lebih aktif bekerja.
6.
Predileksi pityriasis vesikolor yaitu pada tubuh bagian atas, lengan atas, leher, abdomen, aksila, inguinal, paha, genitalia.
7.
Pada anamnesis dikeluhkan gatal ringan, adanya bercak/macula berwarna putih (hipopigmentasi) atau kecoklatan (hiperpigmentasi) dengan rasa gatal yang akan muncul saat berkeringat.
8.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan bercak-bercak berwarna-warni, bentuk tidak teratur -teratur, batas jelas-difus. Sering didapatkan lesi bentuk folikular atau lebih besar, atau bentuk nummular yang meluas membentuk plakat. Kadang-kadang dijumpai bentuk campuran (folikular dengan nummular, folikular dengan plakat ataupun folikular atau nummular dengan plakat).
9.
Periksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penyakit ini adalah pemeriksaan dengan KOH 10% dan lampu wood.
10. Pengobatan pada penyakit ini menggunakan pengobatan topikal, sistemik dan terapi hipopigmentasi. 11. Prognosis baik bila pengobatan dilakukan menyeluruh, tekun dan konsisten.
8
DAFTAR PUSTAKA
Brannon, H. 2004. Tinea Versicolor. Diambil dari www.about.com/Dermatology. diakses tanggal 24 September 2013Budimulja, Unandar. 2006. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Burkhart,
Craig
G.
and
Lorie
G.
2010.
http://emedicine.medscape.com/article/1091575.
Tinea
Diakses
Versicolor. tanggal
24
September 2013. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. ilmu penyakit kulit dan kelamin. 3rd ed. Jakarta : balai penerbit FKUI: 2013
Hawranek, Thomas. 2002. Cutaneous Mycology. In Fungal Allergy and Pathogenicity. Basel: S. Karger AG. Johnson. R.A, Suurmond. D . 2007. Fitzpatrick’s, The Color Atlas and Synopsis of
Clinical
Dermatology, fifth
edition.
E-book
: The
McGraw-Hill
Companies.
Madani A. infeksi jamur kulit. In : Harahap M, editor. Ilmu penyakit kulit. Jakarta : hipokrates; 2000
Nasution, M.A. 2005. Mikologi dan Mikologi kedokteran, Beberapa Pandangan Dermatologis, Pidato jabatan pengukuhan guru besar tetap USU. Medan.
Radiono S. pityriasis versicolor. In :Budimulja U, Kuswadji, Bramono K, Menaldi SL, Dwihastuti P, Widaty S, editors. Dermatomikosis superfisialis : pedoman untuk dokter dan mahasiswa kedokteran. Jakarta : balai penerbit FK UI; 2001
Siregar. 2004. Saripati Penyakit Kulit, Ed.2 .Jakarta : EGC
9
Wolff. K, Johnson. R.A, Suurmond. D . 2007. Fitzpatrick’s, The Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology, fifth edition. E-book : The McGraw-Hill Companies.
10