REFERAT PERAWATAN LUKA
Disusun Oleh : Akbar Sepadan 1111103000083
Pembimbing : dr. Elida Sari, Sp.BP-RE
KEPANITERAAN KLINIK BEDAH RSUP FATMAWATI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH PERIOD PERIODE E 8 AGUSTU AGUSTUS S – 12 OKTOB OKTOBER ER 2016 2016 JAKARTA
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Adapun judul makalah ini adalah ”Perawatan ” Perawatan Luka” Luka”. Dalam penyusuna pen yusunan n makalah ini, penulis telah mencurahkan segala pikiran dan kemampuan yang dimiliki. Namun tetap ada hambatan dan kendala yang harus dilewati. dil ewati. Penulis Penulis menguca mengucapkan pkan terima terima kasih kasih kepada kepada dr. Elida Sari, Sari, SpBP-RE, SpBP-RE,
selaku selaku
pembimbing makalah dan seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Jakarta, September 2016
Penulis
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Referat dengan judul
Perawatan Luka
Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan kepaniteraan klinik ilmu bedah RSUP Fatmawati periode 8 Agustus 2016 – 2016 – 16 16 Oktober 2016
Pada Hari............., Hari............., Tanggal............2016 Tanggal............2016
Jakarta, ........................ ................................201 ........2016 6
(dr. Elida Sari, Sp.BP-RE )
iii
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................................................................................. ii LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................................... iii DAFTAR ISI........................................................................................................................... iv BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................ 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................. 2 2.1. Definisi Luka .................................................................................................................... 2 2.2. Klasifikasi Luka ................................................................................................................ 2 2.3. Fase Penyembuhan Luka .................................................................................................. 3 2.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka ............................................... 10 2.5. Pengkajian Luka ............................................................................................................. 18 2.6. Perawatan Luka............................................................................................................... 21 BAB III KESIMPULAN........................................................................................................ 27 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 28
iv
BAB I PENDAHULUAN
Luka dapat didefinisikan sebagai kerusakan pada kontinuitas kulit atau bisa juga disebut sebagai diskontinuitas pada kulit. Luka sendiri terbagi menjadi luka akut dan luka kronik. Luka akut sendiri mengalami proses penyembuhan dalam waktu 3-4 minggu. Sedangkan luka kronik sendiri merupakan luka yang gagal sembuh dalam proses penyembuhan dan luka kronik biasanya tidak sembuh dalam 3 bulan. Proses penyembuhan luka terdiri dari 3 fase, yaitu fase inflamasi, fase proliferasi dan fase remodelling.
1,2
Proses penyembuhan luka dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain faktor internal (sistemik) dan faktor ekstrenal (lokal). Apabila terdapat faktor-faktor tersebut dapat menyebabkan gangguan penymbuhan luka. Oleh karena itu, dalam menghadapi luka, kita melakukan pengkajian yang luas terhadap pasien, mulai dari anamnesis yang menyeluruh (luka dan riwayat penyakit pasien), pemeriksaan fisik, dan pengkajian luka. Dengan melakukan pengkajian yang tepat, proses penyembuhan luka dapat dicapai dengan baik.
2
Dalam perawatan luka sendiri terdapat modalitas-modalitas tertentu, terkait dari hasil penilaian pada lukanya. Modalitas perawatan luka, antara lain debridement , NegativePressure Wound Therapy (NPWT), oksigen hiperbarik, enzim, growth factor, dressing.
2
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Definisi Luka Luka dapat didefinisikan sebagai kerusakan pada kontinuitas kulit atau bisa juga 1
disebut sebagai diskontinuitas pada kulit.
2.2.
Klasifikasi Luka Klasifikasi luka berdasarkan waktunya dapat dibagi menjadi 2, yaitu: 1.
Luka akut didefinisikan sebagai luka yang mengalami proses penyembuhan dalam waktu 3-4 minggu untuk menghasilkan anatomi dan integritas yang 2
fungsional. 2.
Luka kronik didefinisikan sebagai luka yang gagal dalam proses penyembuhan untuk menghasilkan anatomi dan integritas fungsional atau luka yang telah mengalami proses penyembuhan luka tanpa menghasilkan anatomi yang adekuat dan hasil yang fungsional. Mayoritas luka yang tidak sembuh dalam 3 bulan dianggap kronis. Etiologi yang dapat menyebabkan terjadinya luka kronik meliputi trauma berulang, perfusi atau oksigenasi yang kurang, dan inflamasi yang berlebihan berkontribusi sebagai penyebab dari luka kronik.
3
Klasifikasi luka berdasarkan : a.
Luka bersih (Clean Wound ) Luka bersih (Clean Wound ) merupakan luka yang tidak terinfeksi dimana pada
luka tersebut tidak terjadi proses inflamasi atau peradangan, hanya mikroflora kulit yang berpotensi mengkontaminasi luka. Pada luka bersih tidak masuk ke traktus respiratorius, gastrointestinal, genital ataupun traktus urinarius yang tidak terinfeksi. 3,4
Luka bersih sembuh secara primer.
b. Luka bersih kontaminasi ( Clean contaminated Wound ) Luka bersih kontaminasi ( Clean contaminated Wound ) merupakan luka yang melewati traktus respiratorius, gastrointestinal, genitourinarius yang terkontrol kondisinya dan tanpa adanya kontaminasi yang tidak biasa.
4
2
c. Luka kontaminasi ( Contaminated Wound ) Luka kontaminasi ( Contaminated Wound ) merupakan luka terbuka dan baru, bisa pada operasi besar dengan teknik steril (contohnya pemijatan jantung terbuka) atau pada tumpahan dari traktus gastointestinal, dan pada insisi di mana terdapat 4
inflamasi akut non purulen.
d. Luka kotor ( Dirty Wound ) Luka kotor ( Dirty Wound ) merupakan luka traumatik lama dan terdapat jaringan nekrotik, terdapat tanda infeksi ditandai dengan purulen serta pada perforasi organ-organ viscera.
4
Tabel 2.1 Klasifikasi Luka Operasi
2.3.
5
Fase Penyembuhan Luka Fase penyembuhan luka dibagi menjadi 3, yaitu fase inflamasi yang bertujuan untuk menghilangkan jaringan yang rusak dan mencegah terjadinya infeksi. Fase proliferasi di mana pada fase ini terjadi keseimbangan antara pembentukan jaringan parut dan regenerasi jaringan. Fase terakhir adalah fase remodelling yang tujuan utamanya adalah untuk memaksimalkan kekuatan dan integrital struktural dari kulit. a.
2
Fase Inflamasi Fase inflamasi pada proses penyembuhan luka dimulai segera setelah terjadi kerusakan jaringan. Fungsi pada fase ini adalah pencapaian hemostasis, pembersihan jaringan mati, pencegahan kolonisasi dan infeksi invasif oleh bakteri patogen.
2
3
Awalnya, komponen dari jaringan yang cedera, termasuk kolagen fibrilar dan faktor jaringan, beraksi untuk mengaktifkan tahapan pembekuan dan mencegah perdarahan yang sedang berlangsung. Kerusakan pada pembuluh darah memungkinkan terjadinya sirkulasi berbagai elemen ke luka, sementara trombosit menggumpal dan membentuk agregasi yang bertujuan menyumbat pembuluh darah yang rusak. Selama proses ini, trombosit degranulasi untuk melepaskan faktor-faktor pertumbuhan seperti PDGF (Platelet-Derived Growth Factor ) dan TGF-P (Transforming Growth Factor P). Hasil akhir dari proses ini adalah untuk mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin dan berpolimerisasi menjadi tautan. Matriks sementara ini menyediakan struktur atau rangka untuk perekrutan dan perlekatan sel-sel selama fase selanjutnya penyembuhan luka.
2
Selama tahap penyembuhan luka, sel-sel inflamasi ditarik oleh aktivasi tahapan komplemen, pelepasan TGF-P, produk dari degradasi bakteri seperti lipopolisakarida. Selama 2 hari pertama setelah luka, sel-sel neutrofil infiltrasi secara hebat ke matriks fibrin yang mengisi kavitas luka. Sel-sel neutrofil berperan untuk membersihkan debris-debris jaringan dengan mekanisme phagocytosis dan mencegah infeksi. Sel-sel neutrofil juga melepaskan berbagai
protease untuk mendegradasi matriks ekstraseuler yang tersisa untuk persiapan penyembuhan luka.
2
Monosit/makrofag mengikuti neutrofil ke dalam luka dan muncul 48-72 jam setelah luka. Monosit/makrofag direkrut oleh protein kemotaktik faktor monosit. Setelah 3 hari setelah luka, monosit/makrofag merupakan sel dominan yang ditemukan dalam penyembuhan luka. Makrofag memfagositosis debris dan bakteri, tetapi berperan penting terutama dalam menghasilkan faktor-faktor pertumbuhan yang dibutuhkan untuk produksi matriks ekstraseluler oleh fibroblas dan pembentukan pembuluh darah baru pada penyembuhan luka.
2
Limfosit merupakan sel terakhir yang memasuki luka antara hari ke 5 dan 7 pasca terjadinya luka. Peran limfosit belum diketahui secara baik, sedangkan sel mast sendiri muncul pada akhir fase inflamasi, tetapi fungsi sel mast sendiri belum jelas.
2
4
Gambar 2.1 Fase Inflamasi pada Penyembuhan Luka
2
Tabel. 2.2 Aktifitas makrofag pada penyembuhan luka
3
5
Tabel 2.3 Faktor-faktor pertumbuhan, sitokin, dan molekul-molekul aktif pada penyembuhan luka.
b.
2
Fase Proliferasi Fase proliferasi secara umum berlangsung 4-21 hari setelah terjadinya luka. Namun, fase penyembuhan
luka
sendiri
tidak
eksklusif
dan memiliki
karakterisitik yang tumpang tindih. Dalam fase proliferasi, reepitelisasi bisa mulai terjadi segera setelah terjadinya luka. Keratinosit yang berdekatan dengan luka segera mengubah fenotifnya dalam hitungan jam pasca terjadinya luka. Regresi taut desmosom antara keratinosit dan ke dasar membran sehingga membebaskan sel-sel dan memungkinkan migrasi secara lateral. Bersamaan dengan ini terjadi pembentukan filamen aktin pada sitoplasma keratinosit yang memberikan daya penggerak untuk secara aktif bermigrasi ke daerah yang luka. Kemudian keratinosit berpindah melalui interaksi dengan protein matriks ekstraseluler
6
(fibronektin, vitronektin, dan kolagen tipe I) melalui mediator spesifik yaitu integrin yang membuat keratinosit berpindah antara eskar kering dan matriks fibrin yang bersifat sementara.
2
Matriks fibrin sementara secara bertahap diganti dengan jaringan granulasi. Jaringan granulasi sebagian besar terdiri dari 3 komponen, antara lain fibroblas, makrofag dan sel endotelial. Sel-sel ini membentuk matriks ekstraseluler dan pembuluh darah baru, yang mana secara histologis merupakan gambaran dari jaringan granulasi. Jaringan granulasi mulai muncul pada luka sekitar 4 hari pasca luka. Fibroblas bekerja keras pada saat ini untuk mengahasilkan matriks ekstraselular yang mengisi tempat penyembuhan skar dan menyediakan wadah untuk migrasi keratinosit. Nantinya matriks ini yang akan menjadi komponen skar kutaneus yang paling terlihat. Makrofag melanjutkan untuk produksi faktorfaktor pertumbuhan seperti PDGF dan GTGF-P yang menginduksi fibroblas untuk proliferasi, migrasi dan deposit matriks ekstraseluler serta menstimulasi sel-sel endotelial untuk membentuk pembuluh darah baru. Selama fase proliferasi ini, matriks fibrin sementara digantikan dengan kolagen tipe III yang lebih tipis, dan akan digantikan oleh kolagen tipe I yang lebih tebal selama fase remdelling. Pembentukan pembuluh darah baru dan kelangsungan jaringan granulasi sel selanjutnya penting untuk penyembuhan luka.
2
Salah satu unsur yang menarik pada fase proliferasi adalah pada titik tertentu semua proses berhenti dan pembentukan jaringan granulasi atau matriks ekstraseluler terhenti. Hal ini merupakan suatu regulasi tubuh apabila kolagen telah mengisi rongga luka, fibroblas menghilang dengan cepat dan pembuluh darah baru yang terbentuk mengalami regresi, sehingga menghasilkan skar yang aseluler dalam kondisi normal. Nampaknya, peristiwa ini terprogram dan tejadi kematian sel bertahap. Sinyal yang mengaktifkan program ini tidak diketahui, tetapi harus melibatkan faktor lingkungan yang sebagai molekul sinyal.
2
7
Gambar 2.2 Fase proliferasi padaa penyembuhan luka.
c.
2
Fase Remodelling Fase remodelling merupakan fase terpanjang pada fase penyembuhan luka pada manusia berlangsung mulai 21 hari sampai 1 tahun. Sekali luka sudah diisi dengan jaringan granulasi dan setelah migrasi keratinosit dan telah reepitelisasi, proses remodelling terjadi. Proses-proses ini saling tumpang tindih dan fase remodelling mungkin dimulai dengan regresi pembuluh darah dan jaringan
granulasi terprogram.
2
Pada manusia, fase remodelling ditandai dengan proses kontraksi luka dan remodelling
kolagen.
Proses
terjadinya kontraksi
luka dihasilkan oleh
miofibroblas luka yang merupakan fibroblas dengan mikrofilamen aktin intraseluler yaang mampu memaksa pembentukan dan kontraksi matriks. Hal ini belum jelas apakah miofibroblas adalah sel yang terpisah dari fibroblas atau semua
sel
fibroblas
memiliki
kapasitas
untuk
berdiferensisasi
menjadi
miofibroblas di bawah kondisi lingkungan yang tepat. Miofibroblas berhubungan dengan luka melalui interaksi matriks sel dimediasi integrin dengan lingkungan dermal.
2
Remodelling kolagen juga merupakan ciri pada fase ini. Kolagen tipe III
awalnya diletakkan oleh fibroblas pada fase proliferasi, tetapi selama beberapa minggu sampai bulan ke depan, ini akan digantikan oleh kolagen tipe I. Pada fase remodelling yang lambat ini sebagian besar dimediasi oleh suatu kelas enzim
yang dikenal sebagai matriks metaloproteinase yang disekresikan sebagian besar 8
oleh makrofag, fibroblas, dan sel endotelial. Kekuatan luka yang menyembuh meningkat perlahan secara perlahan pada proses ini, mencerminkan pergantian subtipe kolagen dan meningkatkan persilangan kolagen. Pada minggu ke-3, permulaan fase remodelling, luka hanya memiliki kekuatan sekitar 20 % dibandingkan kulit yang sehat dan akhirnya akan memiliki kekuatan sekitar 70-80 % dibandingkan kulit yang sehat pada 1 tahun.
2
Gambar 2.3 Fase remodelling pada penyembuhan luka.
2
Penyembuhan luka sendiri memiliki jenis-jenis dalam proses penyembuhan luka, antara lain : a. Primary wound healing (Penyembuhan luka primer) merupakan luka sederhana yang bersih yang kehilangan jaringan minimal dan tepi luka dapat dirapatkan dan ditutup oleh jahitan atau metode lainnya. Penyembuhan luka relatif cepat dengan terjadinya epitelisasi dalam 48 jam.
1,5
b. Secondary wound healing (Penyembuhan luka sekunder) merupakan luka yang lebih rumit dan kehilangan jaringan yang berlebihan. Tepi luka tidak dapat dirapatkan. Luka dibiarkan terbuka dan membutuhkan waktu lebih lama dalam proses penyembuhan dengan pembentukan jaringan granulasi dan kontraksi. c.
1,3
Tertiary wound healing (Penyembuhan luka tersier) atau delayed primary closure (Penutupan luka tertunda) merupakan luka yang memiliki komponen
atau aspek kombinasi dari penyembuhan luka primer dan sekunder. Luka awalnya dibiarkan dibuka dan setelah periode waktu tertentu tepi luka 9
dirapatkan dan ditutup dengan jahitan. Penyembuhan luka tersier dirancang untuk luka khusus yang penyembuhan primer tidak mungkin pada saat luka. Penutupan luka primer tertunda bertujuan untuk membersihkan infeksi, memungkinkan beberapa luka kontraktur, atau membuat jaringan granulasi yang sehat sebagai dasar skin graft (cangkok kulit).
3,5
Gambar 2.4 Jenis-jenis proses penyembuhan luka.
2.4.
3
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka Proses penyembuhan luka merupakan proses yang kompleks dan sensitif terhadap faktor-faktor lingkungan internal
(sistemik)
dan eksternal (lokal). Biasanya
kebanyakan luka sembuh tanpa intervensi pada individual yang sehat, tetapi pasien dengan penyakit sistemik atau penyakit lokal dapat menyebabkan luka menjadi tidak sembuh. Faktor-faktor tersebut antara lain: 1.
2,5
Faktor Intrinsik (Sistemik) •
Usia Pada fase penyembuhan luka mengalami respon melambat berkaitan dengan penuaan. Perubahan utama pada kulit yang terjadi karena penuaan adalah penipisan epidermis yang meningkatkan risiko luka dari gesekan yang
10
menghasilkan luka pada kulit dan ulserasi. Kulit juga kehilangan kekebalannya terhadap zat-zat di lingkungan seperti bahan iritan dan obatobat tertentu menjadi lebih mudah diserap. Serat elastin menghilang dan kulit menjadi kurang elastis. Terjadi pengurangan vaskularisasi di epidermis dan dermis atrofi yang memperlambat kontraksi luka dan terjadi dehiscence.
5
Banyak ahli bedah percaya bahwa penuaan menghasilkan perubahan fisiologis
intrinsik
yang
akhirnya
menghasilkan
tertundanya
atau
terganggunya penyembuhan luka. Pengalaman klinis pada pasien lansia cenderung mendukung kepercayaan ini. Studi pasien bedah di rumah sakit menunjukkan korelasi langsung antara usia tua dan penyembuhan luka yang buruk seperti terjadinya dehiscence dan hernia insisional. Bagaimanapun, statistik ini gagal untuk memperhitungkan penyakit yang mendasari atau penyakit yang mungkin sebagai sumber terganggunya penyembuhan luka. Peningkatan insidensi penyakit kardiovaskuler, penyakit metabolik (diabetes melitus, malnutrisi, dan defisiensi vitamin) dan kanker dan meluasnya penggunaan obat yang semuanya berkontribusi terhadap peningkatan insidensi dari masalah luka pada orang tua. •
3
Nutrisi Nutrisi memainkan peran penting dalam proses penyembuhan luka. Mengabaikan
status
nutrisi
seseorang
membahayakan
pada
semua
manajemen luka yang akan dilakukan, karena seperti yang telah disebutkan nutrisi memiliki peran penting dalam penyembuhan luka. Berikut beberapa nutrisi yang berperan dalam proses penyembuhan luka, antara lain: •
6
Protein Protein dibutuhkan sekitar 1-1,5 g/kg/hari yang setara dengan 60-90 g pada individu dengan berat 60 kg. Protein dibutuhkan untuk penyembuhan jaringan dan apabila asupan protein tidak adekuat dapat menghambat sintesis protein normal dan penyembuhan luka. Asupan protein yang tidak adekuat juga dapat mennyebabkan respon imun berkurang dan terjadi penundaan pembentukan matriks.
•
6
Energi Jumlah energi yang dibutuhkan minimal dalam sehari berkisar antara 30 kkal/kg/hari yang mana ekuivalen dengan 1800 kkal untuk individu
11
dengan berat 60 kg. Asupan enegi yang adekuat esensial bagi protein jaringan sebagai sumber energi dalam proses penyembuhan luka. •
6
Cairan Kebutuhan minimal cairan 30-35 ml/kg/hari yang setara dengan 18002100 ml pada individu dengan berat 60 kg. Cairan yang adekuat dibutuhkan untuk mencegah dehidrasi kulit.
•
6
Vitamin C Kebutuhan minimal 60 mg per hari. Vitamin C dibutuhkan untuk sintesis kolagen
dan
membantu
absorbsi
besi.
Suplementasi
dipertimbangkan jika diduga atau terbukti defisiensi. •
harus
6
Vitamin B Sebagai kofaktor dalam sistem enzim pada metabolisme protein, lemak, dan karbohidrat.
•
6
Vitamin A Mendorong epitelisasi dan granulasi pada penyembuhan luka.
•
6
Zink Defisiensi terkait dengan penyembuhan luka yang buruk karena zink memiliki peran esensial pada sintesis, epitelisasi, dan proliferasi sel.
•
6
Besi Pada anemia terjadi penurunan transpor oksigen ke jaringan yang rusak dan akan menunda penyembuhan luka. Besi juga dibutuhkan untuk pembentukan kolagen.
•
6
Tembaga Dibutuhkan
untuk
pembentukan
pembentukan sel darah merah. •
kolagen
dan
esensial
untuk
6
Penyakit metabolik Diabetes melitus dikenal paling baik sebagai penyakit metabolik yang bekontribusi dalam peningkatan infeksi luka dan kegagalan penyembuhan luka. Diabetes yang tidak terkontrol menyebabkan terjadinya pengurangan inflamasi, pembentukan pembuluh darah baru dan sintesis kolagen. Diabetes melitus juga terdapat tanda khas berupa makroangiopati dan mikroangiopati yang berkontribusi terjadinya hipoksemia lokal. Pada diabetes melitus juga terjadi kelainan pada fungsi granulosit, pertumbuhan kapiler, dan prolifersi
12
fibroblas. Pada pasien dengan diabetes melitus tipe 1 dapat ditemukan pengurangan akumulasi kolagen pada luka, tergantung pada tingkat hipeglikemiknya. Pada pasien diabetes melitus tipe II tidak terdapat efek pada kolagen ketika dibandingkan dengan individu yang sehat. Selain itu, pada luka diabetes tampak kekurangan pada faktor pertumbuhan yang merupakan sinyal normal penyembuhan. Ini belum jelas apakah penurunan sintesis kolagen atau peningkatan pemecahan akibat lingkungan luka yang tinggi akan proteolitik yang bertanggung jawab.
3
Uremia juga dikaitkan dengan kelainan penyembuhan luka. Secara eksperimental, hewan yang mengalami uremia menunjukkan penurunan sintesis kolagen dan berkurangnya kekuatan luka.
3
Obesitas menjadi masalah kesehatan umum yang terjadi di Amerika Serikat dan dunia. Lebih dari 60% orang Amerika overweight atau obesitas. Obesitas tanpa komplikasi secara sendirinya memiliki efek merusak yang signifikan pada penyembuhan luka. Adiposit viseral aktif secara metabolik dan imunologis dan menghasilkan sitokin proinflamasi dan adipokin yang berkembang menjadi sindrom metabolik. Pada tikus obesitas nondiabetes, luka secara mekanik lebih lemah dan terdapat hanya sedikit kolagen. Pre adiposit menginfiltrasi dermis dan meskipun mereka dapat berubah menjadi fibroblas, tapi peranannya berbeda dengan fibroblas pada proses luka normal. Banyak studi menunjukkan bahwa pasien dengan obesitas memiliki resiko komplikasi perioperatif yang lebih besar, dengan perkiraan 30% dehiscence, 17% infeksi luka operasi, 30% hernia insisional, 19% seroma, 13% hematom, dan 10% nekrosis lemak. Peningkatan lemak subkutan dapat meningkatkan resiko komplikasi akibat operasi hingga 10 kali, seperti kebocoran anastomosis dan infeksi luka. •
3
Immunosuppression Immunosuppression dapat disebabkan oleh penyakit (HIV atau kanker)
atau obat imunosupresif yang dapat menyebabkan antiinflamasi dan antikoagulan menurunkan seluruh fase penyembuhan luka. •
5
Merokok Nikotin menghambat epitelisasi, aktifitas makrofag dan kontraksi 6
luka.
13
2.
Faktor Ekstrinsik (Lokal) •
Kelainan mekanik Kelainan mekanik berupa gaya geser atau friksi pada luka dapat disebabkan teknik membalut. Luka pada atau dekat sendi juga lebih lambat untuk sembuh.
•
1
Jaringan nekrotik Jaringan nekrotik adalah jaringan yang mati sebagai respon terhadap cedera, penyakit ataupun akibat oklusi pembuluh darah. Jaringan nekrotik harus dihilangkan oleh inflamasi atau intervensi dan sering terjadi pemanjangan pada fase inflmasi menjadi beberapa minggu.
•
1
Pengobatan Dosis besar atau penggunaan kronik glukokortikoid mereduksi sintesis kolagen dan kekuataan luka. Efek utama dari steroid adalah menghambat fase inflamasi pada penyembuhan luka (pembentukan pembuluh darah baru, neutrofil, dan migrasi makrofag, dan proliferasi fibroblas) dan pelepasan enzim lisosom. Semakin kuat efek anti-inflamasi dari steroid, semakin besar efek inhibitori pada penyembuhan luka. Penggunaan steroid setelah 3 hingga 4 hari setelah luka tidak mempengaruhi proses penyembuhan luka seberat jika digunakan setelah terjadinya luka.
3
Selain efek pada sintesis kolagen, steroid juga menghambat epitelisasi dan kontraksi dan juga berperan dalam meningkatnya kejadian infeksi luka, tidak peduli kapan diberikan. Luka pada kulit yang lama sembuh akibat pemberian steroid dapat dirangsang untuk berepitelisasi dengan pemberian vitamin A topikal. Sintesis kolagen yang dihambat oleh steroid juga dapat dirangsang dengan pemberian vitamin A.
3
Semua obat kemoterapi antimetabolit memiliki efek samping pada penyembuhan luka yang menghambat proliferasi sel dan sintesis DNA dan protein luka dan semuanya tersebut memiliki peran penting bagi perbaikan luka. Penundaan penggunaan obat sekitar 2 minggu setelah luka mengurangi gangguan penyembuhan luka. Ekstravasasi kebanyakan agen kemoterapi berkaitan dengan jaringan nekrotik, yang ditandai dengan ulserasi, dan penyembuhan luka yang bekepanjangan.
3
14
•
Tekanan oksigen rendah Rendahnya tekanan oksigen memiliki efek mendalam sehingga dapat mengganggu semua aspek dalam penyembuhan luka. Fibroplasia, meskipun awalnya distimulasi oleh lingkungan luka yang hipoksik, tetap terganggu pada keadaan hipoksia. Sintesis kolagen yang optimal membutuhkan oksigen sebagai kofaktor, terutama pada tahap hidroksilasi. Peningkatan tekanan oksigen dengan peningkatan fraksi oksigen inspirasi (Fio 2) selama operasi dan setelah operasi dapat meningkatkan deposisi kolagen dan penurunan infeksi luka operasi setelah bedah elektif. Faktor
utama
yang
3
mempengaruhi
oxygen
delivery
termasuk
hipoperfusi baik itu akibat faktor sistemik (kegagalan jantung atau volume rendah) atau faktor lokal (insufisiensi arteri, vasokonstriksi lokal, atau tekanan berlebihan pada jaringan). Vasokontriksi pada kapiler subkutan sangat dipengaruhi status cairan, suhu, dan hiperaktivitas tonus simpatis yang sering dirangsang oleh nyeri post operatif. Perbaikan faktor-faktor tersebut sangat mempengaruhi proses luka, terutama menurunkan kejadian infeksi luka. •
3
Benda asing Benda asing dapat menyebabkan iritasi pada jaringan dan membuat respon inflamasi memanjang dan juga dapat menyebabkan infeksi pada 1
akhirnya. •
Infeksi Infeksi luka terus menjadi masalah utama yang mempengaruhi hasil prosedur operasi (infeksi luka operasi), dan juga pengaruhnya pada lama rawat dan biaya pengobatan. Terjadinya infeksi merupakan masalah yang harus dikhawatirkan pada pemasangan implan, dan terjadinya infeksi dapat menyebabkan pelepasan implan, yang lalu menyebabkan pasien harus menjalani operasi lagi dan meningkatkan resiko morbiditas dan mortalitas.
3
Pemilihan antibiotik yang digunakan sebaiknya dipertimbangkan berdasarkan tipe operasi yang dilakukan, kontaminan yang mungkin masuk selama operasi, dan mikroorganisme resisten yang ada di institusi tempat operasi dilakukan.
3
15
Pasien dengan katup jantung prostetik atau dengan prostesa ortopedi maupun vaskuler harus menerima antibiotik sebelum dilakukannya prosedur operasi.
3
Secara kuantitatif telah ditunjukkan bahwa jika luka dikontaminasi 5
oleh >10 mikroorganisme, resiko luka operasi meningkat secara nyata, akan tetapi ambang batas ini akan semakin berkurang dengan adanya benda asing. Asal dari mikroorganisme patogen biasanya adalah dari flora kulit pasien, membran mukosa, dan organ berlubang. Organisme yang umum ditemukan adalah
spesies Staphylococcus, Streptococcus
Enterococcus, dan Escherichia coli.
koagulase-negatif,
3
Kejadian infeksi luka berhubungan dengan tingkat kontaminasi yang terjadi selama operasi akibat proses penyakit itu sendiri (bersih-kelas I, bersih terkontaminasi-kelas II, terkontaminasi-kelas III, kotor-kelas IV). Telah banyak perdebatan mengenai definisi infeksi luka operasi. Definisi tersempit adalah adanya luka dengan cairan purulen dengan adanya bakteri pada kulturnya. Definisi yang lebih luas mencakup semua luka dengan adanya pus, tidak peduli kultur bakteri positif atau tidak; luka yang dibuka oleh dokter bedah; dan luka yang menurut dokter bedah terinfeksi.
3
Secara anatomis, infeksi luka dapat dikategorikan sebagai insisi superfisial, insisi dalam, dan infeksi organ, yang mengenai fasia, otot, atau ruang abdomen. Luka superfisial sering terlihat sebagai edema dan eritema serta terasa nyeri. Luka dalam langsung muncul berdekatan dengan fasia, di atas atau di bawahnya, dan seringkali mengenai bagian abdomen. Infeksi dalam bermanifestasi sebagai demam dan leukositosis.
3
Jenis paling berbahaya dari luka dalam adalah necrotizing fasciitis. Hal ini dapat menyebabkan mortalitas, terutama pada pasien lanjut usia. Ini merupakan proses invasif yang melibatkan fasia dan menyebabkan nekrosis kulit sekunder. Secara patofisiologis, ini merupakan trombosis septik pembuluh
darah
antara
kulit
dan
lapisan
dalam.
Kulit
seringkali
menunjukkan bula hemoragik dan nekrosis nyata, dengan area inflamasi dan edema di sekitarnya. Pasien tampak toksik dan mengalami demam tinggi, takikardia, dan hipovolemia nyata, yang jika tidak dikoreksi, dapat menyebabkan kegagalan kardiovaskular. Biasanya ini merupakan infeksi campuran, dan sampel harus didapat untuk apusan gram dan kultur untuk 16
membantu diagnosis dan terapi. Segera setelah sampel didapat, terapi penisilin dosis tinggi perlu diberikan (20-40 juta U/d IV) karena dikhawatirkan adanya Clostridia perfringens dan spesies lain; antibiotik spektrum luas sebaiknya ditambahkan. Tujuan pembedahan adalah untuk membuang seluruh kulit dan fasia yang mengalami nekrosis. Meskipun pembuangan semua jaringan nekrotik adalah tujuan pembedahan, seringkali sulit untuk menentukan jaringan nekrosis dan jaringan yang mengalami edema. Inspeksi setiap 12 hingga 24 jam dapat menunjukkan area nekrotik baru, yang membutuhkan debridement dan eksisi lebih lanjut.
Tabel 2.4. Antibiotik profilaksis pada Operasi.
3
3
17
2.5.
Pengkajian Luka Penilaian secara umum terhadap luka meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan pengkajian luka. Pengkajian luka dapat diidentifikasi menggunakan teknik “ MEASURE ” yang harus dimasukkan dalam pengkajian luka untuk membantu klinisi terhubung dalam bahasa yang umum saat memantau luka dan mendokumentasikan 4
temuan. •
Measure : Menyediakan data dasar bahkan jika insisi memiliki aproksimasi yang
baik. Mengukur panjang dan lebar dari luka. •
Exudate : Menilai kualitas dan kuantitias dari eksudat. Warna, jumlah,
konsistensi dan bau (jika ada). Pembuangan cairan harus berkurang dalam 3-4 hari. Tanda-tanda peningkatan beban biologikal termasuk peningkatan drainase eksudat serosa; perubahan warna dari serosa jernih ke kuning putih; dan berbau. •
Appearance: Jaringan dinilai kualitas, tipe, dan jumlah; jaringan epitelial;
jaringan granulasi dan kehadiran nanah, atau jaringan nekrotik. •
Suffering : Penilaian nyeri berupa tipe, kualitas dan derajat nyeri. Penggunaan
alat penilaian nyeri untuk mendukung komunikasi antara pasien dan pengasuh. •
Undermining : Identifikasi apakah ada saluran atau kavitas dan nilai jumlahnya.
•
Re-evaluation : Luka secara umum dievaluasi ulang setiap 1-4 minggu atau ketika
terdapat perubahan status luka yang terjadi.
18
•
Edge : Nilai pada tepi luka. Jika terjadi dehiscence, pengukuran kedalaman
ditambahkan pada pengukuran panjang x lebar. Deskripsikan jaringan di sekitar luka termasuk warna, temperatur, dan kehadiran atau lokasi edema atau indurasi. Indurasi pada kedua sisi luka pada garis jahitan diharapkan ada, dan kemungkinan sebagai tempat penyembuhan.
4
Selain metode “ MEASURE ” dapat juga digunakan metode pengka jian luka lainnya yaitu “TIME ”. •
1
Tissue : Warna luka akan mengidentifikasi apakah ada jaringan yang rusak
atau tidak sehat. Hal ini penting untuk membedakan antara slough dan biofilm yang dapat muncul sama dalam hal warna. Jaringan rusak akan memperpanjang fase inflamasi dari fase penyembuhan dan fase proliferasi akan tertunda atau terinhibisi. Pada kondisi ini sering disarankan sharp debridement, larva atau dressing aktif (contohnya hidrogel atau madu
manuka) untuk mempercepat proses penyembuhan luka. Debridement tidak disarankan pada ulser yang disebabkan oleh tekanan pada tumit karena tidak adanya sirkulasi arteri yang baik sehingga dapat meningkatkan risiko infeksi dibandingkan proses penyembuhan luka yang tertunda. •
1
Infection : Adanya bakteri yang signifikan pada luka dapat memperpanjang
fase inflamasi dan menyebabkan ketidaknyamanan pada pasien sekaligus memperkenalkan risiko potensial infeksi sistemik. Aksi terkait untuk mengurangi beban bakteri harus diambil sesegera mungkin.
1
Tanda-tanda klinis infeksi bervariasi sesuai dengan jenis organisme dan mungkin termasuk bau, perubahan wana eksudat atau nyeri yang meningkat. Seorang pasien mungkin demam dan merasa kurang sehat jika tersebar ke dalam tubuh manusia. Meskipun keberadaaan beberapa bakteri dapat diprediksi. Hal yang penting yag perlu dinilai berdasarkan 2 faktor yaitu : o
1
Jumlah bakteri :
Kontaminasi – Ada bakteri tetapi inert dan tidak menimbulkan ancaman pada penyembuhan luka.
1
Kolonisasasi – Bakteri ada dan aktif membelah tetapi tidak menimbulkan ancaman bagi penyembuhan luka atau risiko penyebaran ke jaringan sekitarnya.
1
19
Kolonisasi kritis/infeksi lokal – Bakteri yang berkembang biak dan menghambat penyembuhan luka tetapi belum menyebar ke jaringan sekitarnya.
1
Infeksi – Bakteri yang menyerang jaringan sekitarnya yang menyebabkan tanda-tanda lokal dan atau tanda-tanda sistemik.
Tatalaksana
tidak
dibutuhkan
pada
luka
kolonisasi
atau
1
luka
kontaminasi. Pada luka kolonisasi kritis antimikroba topikal lebih efektif dibandingkan sistemik. Jika infeksi menyebar, antibiotik sistemik harus digunakan bersama antibiotik topikal.
1
Jenis organisme atau respon imun yang menurun :
o
Organisme risiko tinggi seperti Streptococcus haemolytic, MRSA, ESBL yang seharusnya diperlakukan sebagai infeksi.
1
Pada pasien dengan respon imun yang menurun (contohnya: pemakaian steroid sistemik atau post transplantasi) berisiko infeksi menyebar lebih tinggi sehingga disarankan penggunaan antibiotik harus dicari berdasarkan hasil kultur dan antimikroba yang selalu digunakan.
•
1
Moisture : Luka sembuh dengan baik ketika dalam kondisi lembab sehingga
tingkat cairan di luka merupakan faktor penting. Jika terlalu kering, faktor pertumbuhan tidak dapat mengaktifkan granulasi dan angiogenesis. Jika terlalu basah, faktor pertumbuhan terlalu encer untuk menjadi efektif atau hanya hanyut. Sifat perubahan cairan di luka kronis, memiliki konsistensi yang lebih tinggi dari metalloproteinase, yang menghancurkan jaringan pada fase inflamasi. Bahan kimia ini kemudian merusak jaringan granulasi, memperlambat, atau menghentikan penyembuhan. •
1
Edge : Paparan kulit ke cairan luka menyebabkan maserasi dari kulit
menyerap cairan berlebihan, iritasi karena bahan kimia yang terkandung dalam caian tubuh dan ekskoriasi dari asiditaas, alkalinitas atau eksudat dari beberapa bakteri (contohnya Pseudomonas). Ini akan mengakibatkan penyembuhan luka pada margin luka atau mungkin meningkatkan ukuran luka karena pergerakan bakteri ke daerah baru yang dirusak. Jika ada risiko kerusakan kulit dari cairan (atau sudah ada) sebuah pelindung, emolien atau
20
steroid topikal bisa digunakan untuk mencegah atau mengurangi perubahanperubahan tersebut.
2.6.
1
Perawatan Luka Perawatan luka yang baik mampu menyediakan dan menjaga kehangatan, kelembaban, lingkungan yang non toksik yang mendukung penyembuhan luka. Program penyembuhan luka yang baik bertujuan mengobati pasien secara holistik, tidak hanya sebatas luka pada pasien saja, tetapi termasuk kondisi fisik pasien dan 5
mental pasien.
1
Gambar 2.5. Algoritma Manajemen Luka. Jenis-jenis perawatan luka yang dapat dilakukan: 1. Debridement
Debridement mempersiapkan penyembuhan luka dengan mengurangi jumlah
bakteri yang hidup. Tanpa debridement yang baik, luka akan terus terpapar ke stressor sitotoksik dan akan bersaing dengan bakteri untuk mendapatkan oksigen maupun nutrisi. Seperti telah disebutkan sebelumnya, oksigen dan nutrisi sangat 21
penting dalam penyembuhan luka. Akan tetapi, masih banyak yang menganggap remeh pentingnya debridement dan membiarkan luka sembuh dengan dressing biologis atau eskar. Eskar dimulai sebagai pseudoeskar yang merupakan matriks yang dibentuk dari eksudat. Jika dibiarkan kering, susunan gelatin pada pseudoeskar akan mengering untuk membentuk eskar sebenarnya, atau keropeng (scab). Komponen protein pseudoeskar merupakan makanan bagi bakteri; sehingga pseudoeskar sebaiknya dibuang begitu terkumpul. Lapisan ini sulit untuk dilepaskan karena protein akan menjadi lengket dan biofilm yang dihasilkan oleh bakteri juga lengket dan tidak didegradasi oleh protease.
3
Debridement biasanya dianggap sebagai tindakan pembedahan, namun dapat
juga berupa enzimatik, mekanik, atau autolitik. Agen proautolitik dan enzimatik mencegah ikatan komponen eksudat dan menghalangi pembentukan pseudoeskar dan biofilm. Beberapa dressing (terutama dressing hidrokoloid) memiliki kemampuan untuk merehidrasi keropeng yang telah mengeras, yang lalu difagosit oleh leukosit. Salah satu debrider mekanik adalah “ pressurized water jet ”, yang memiliki kemampuan memasuki celah di dasar luka untuk mengeluarkan zat tertentu yang terperangkap, termasuk bakteri.
3
Cara lain untuk debridement adalah dengan terapi belatung, yang dapat membuang jaringan yang mati dan menyisakan jaringan yang masih hidup. Tanpa adanya debridement yang adekuat, bakteri terus berakumulasi dalam biofilm, 3
menyebabkan berlipat gandanya dan atau memanjangnya respon inflamasi. \ Terdapat
beberapa
kontraindikasi
penggunaan
NPWT,
yaitu
adanya
keganasan, penggunaan pada luka dengan iskemia, luka terinfeksi, dan luka yang tidak didebridement secara adekuat. Telah ada laporan perluasan daerah nekrosis pada pasien dengan iskemia. 2.
3
Negative-Pressure Wound Therapy (NPWT) Negative-Pressure Wound Therapy (NPWT), atau penutupan luka dengan
vakum, merupakan perkembangan pesat untuk perawatan luka. NPWT terdiri dari spons penyerap di dalam luka, yang ditutup dengan dressing kedap udara, dimana vakum diterapkan. Metode ini dapat digunakan untuk menutup luka dengan sempurna, akan tetapi penggunaannya relatif mahal, butuh waktu lama, dan tidak selalu efektif. NPWT
3
bekerja
dengan
beberapa
mekanisme.
Salah
satunya
adalah
mengurangi edema. Proses inflamasi penyembuhan luka dan dari mekanisme 22
yang diperantarai oleh imunologis mengeluarkan beberapa mediator inflamasi yang menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan membuka taut di antara sel endotel, menyebabkan keluarnya cairan ke ruang perivaskular. Pembuluh darah yang terganggu serta pembuluh limfe juga cenderung untuk terus menyebabkan bocornya darah dan cairan. NPWT membuang transudat periseluler dan eksudat luka, yang kemudian meningkatkan difusi oksigen interstitial ke sel.
3
NPWT juga membuang enzim yang buruk dari luka. Banyak luka kronik yang ditandai dengan adanya collagenase dan matrix metalloproteinase (MMP) dan protease lain yang berhubungan dengan sel inflamasi, yang dapat menurunkan protein matriks dan growth factor . Dengan membuang cairan luka dan bakteri yang menghambat penyembuhan luka, NPWT mengubah lingkungan luka agar lebih kondusif untuk penyembuhan luka.
3
NPWT harus digunakan dengan hati-hati. Spons tidak boleh diletakkan pada kulit normal, atau area yang sensitif terhadap tekanan maupun daerah yang mengalami iskemia. Sisi untuk suction sebaiknya menembus menjauhi luka dan dihubungkan dengan busa pada luka yang memiliki perfusi baik. Tekanan sangat penting. Meskipun kebanyakan luka akan sembuh dengan tekanan 125 mmHg, luka yang lain mungkin hanya dapat menahan tekanan 75 mmHg sebelum aliran kapiler. 3.
3
Oksigen Hiperbarik Penggunaan oksigen hiperbarik (biasanya saturasi oksigen 100% pada ATA 2 atau 3) meningkatkan saturasi okigen terlarut dalam plasma dari 0,3% menjadi hampir 7%. Peningkatan oksigen ini juga meningkatkan difusi interstitial oksigen empat hingga lima kali lipat.
4.
3
Growth factor Growth factor pertama yang disetujui oleh FDA di US adalah platelet-derived growth factor (PDGF), yang dipasarkan dengan nama becaplermin (Regranex).
Produk ini disetujui untuk ulkus diabetikum. 5.
3
Enzim Penggunaan agen enzimatik adalah berdasarkan alasan bahwa enzim akan mencerna nekrotik secara selektif, jaringan yang sudah tidak bisa digunakan dan mencegah akumulasi eskar dan slough. Agen tersebut contohnya adalah papain dengan urea, dan merupakan protease yang berguna untuk memecah proto-eskar dan biofilm.
3
23
6. Dressing Tipe dressing dapat dibagi menjadi dressing film, campuran, hidrogel, hidrokoloid, alginate, busa, dan dressing absorptif lainnya, termasuk NPWT. Pemilihan tipe dressing yang digunakan adalah dengan pertimbangan jenis luka dan tujuan terapi. Tujuan terapi pada luka bersih adalah agar luka dapat tertutup atau bergranulasi dengan baik untuk menyediakan lingkungan penyembuhan yang lembab untuk memfasilitasi migrasi sel dan mencegah pengeringan luka. Film dapat digunakan untuk luka insisi, sedangkan hidrogel dan hidrokoloid dapat digunakan pada luka terbuka. Jumlah dan tipe eksudat yang terdapat pada luka akan menentukan tipe dressing yang digunakan. Pada umumnya, hidrogel, film, dan dressing campuran paling baik digunakan pada luka dengan eksudat sedikit; sedangkan alginate, busa, dan NPWT paling baik digunakan pada luka dengan eksudat yang lebih banyak. NPWT juga berguna pada luka dengan kebocoran limfe yang banyak, dan juga fistula. Luka dengan daerah nekrotik sebaiknya dilakukan debridement sebelum diterapi dengan dressing.
3
Karakteristik dressing yang baik adalah permeabilitas uap tinggi, tidak lengket, kemampuan absorbsi tinggi, mampu menjadi barrier untuk kontaminan dari luar, bisa disterilisasi, mampu menempel dengan baik pada kulit sekitar luka, hipoalergenik, nyaman digunakan dan cost effective. -
3
Dressing semioklusi
Menggunakan lembaran yang tidak dapat ditembus oleh cairan namun dapat dilewati oleh gas dengan molekul rendah. Biasanya digunakan untuk kelembaban luka bersih. Dressing semioklusif biasanya digunakan untuk menutupi dan melindungi insisi yang baru dan daerah donor skin graft, dan akan meningkatkan epitelisasi ketika digunakan seperti ini. Dressing semioklusif sebaiknya tidak digunakan pada luka yang t erkontaminasi. -
3
Dressing hidrogel Dressing hidrogel terutama berguna untuk menjaga kelembaban dasar
luka dan merehidrasi luka untuk mempermudah penyembuhan luka dan juga debridement autolisis. Sehingga, dressing jenis ini berguna untuk luka dengan eskar yang sedikit. Manfaatnya dicapai dengan kandungan lembab dan keadaan hidrofiliknya. Biasanya terdiri dari kompleks polisakarida. Tidak seperti alginate dan hidrokoloid, jenis dressing ini tidak bergantung pada sekresi luka untuk mempertahankan kelembaban lingkungan luka. 24
Sifatnya tidak lengket, sehingga meminimalkan rasa nyeri saat GV. Karena tidak menempel dengan baik ke kulit, biasanya membutuhkan dressing sekunder. -
3
Hidrokoloid Biasanya hidrokoloid berupa pasta, bedak, atau lembaran yang ditaruh di dalam luka dan ditutupi dengan dressing untuk membentuk barrier oklusif yang dapat menyerap eksudat sedang. Dapat dibiarkan di luka selama 3 hingga 5 hari; selama waktu ini, mereka akan menyediakan lingkungan lembab
untuk
migrasi
sel
dan debridement luka
lewat
aotulisis.
Bagaimanapun, karena sifatnya yang oklusif, hidrokoloid sebaiknya tidak digunakan pada luka yang terkontaminasi banyak bakteri, terutama bakteri anaerob. Jenis dressing ini tidak terlalu menyerap, sehingga sebaiknya tidak digunakan untuk luka dengan eksudat banyak. -
3
Dressing busa Dressing busa terbuat dari polyurethane yang tidak melekat, yang
bersifat hidrofobik. Polyurethane bersifat sangat menyerap dan bekerja sebagai sumbu untuk cairan luka, sehingga jenis ini berguna pada luka dengan banyak eksudat. Akan tetapi, karena sifatnya sebagai sumbu, jenis ini tidak digunakan pada luka tanpa eksudat atau eksudat minimal. -
3
Alginate Alginate (diperoleh dari ganggang cokelat) terutama berguna pada luka dengan jumlah eksudat banyak. Penggunaannya dapat membuang cairan eksudat dari lingkungan luka sehingga tidak perlu untuk mengganti dressing setiap hari. Dressing ini sebaiknya tidak digunakan untuk luka tanpa eksudat, karena dapat mengeringkan dasar luka. Dressing ini dapat menyerap cairan sekitar 20 kali berat keringnya.
-
3
Antimikroba Dressing antimikroba adalah istilah yang digunakan untuk menyebut dressing yang mengandung zat antimikroba. Bahan yang berguna adalah
perak. Perak akan terionisasi pada lingkungan lembab luka, ion perak inilah yang memiliki efek biologik. Zat ini memiliki efek antimikroba spektrum luas dengan toksisitas rendah pada sel manusia. Dengan tiga efeknya (mampu melewati membran sel, inhibitor respirasi, dan pendenaturasi asam nukleat) itu berarti bahwa zat ini aktif melawan mikroorganisme spektrum 25
luas, dan juga dapat melawan vancomysin-resistant Enterococcus (VRE) dan methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA). Contohnya adalah
silver sulfadiazine, mupirosin, dan antibiotik topikal seperti neomycin, gentamisin, metronidazol, dan salep dan krim bacitracin.
3
3
Tabel 2.5. Jenis-jenis material dressing
26
BAB III KESIMPULAN
Luka dapat didefinisikan sebagai kerusakan pada kontinuitas kulit atau bisa juga disebut sebagai diskontinuitas pada kulit. Luka sendiri terbagi menjadi luka akut dan luka kronik. Proses penyembuhan luka terdiri dari 3 fase, yaitu fase inflamasi, fase proliferasi dan fase remodelling. Proses penyembuhan luka dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain faktor internal (sistemik) dan faktor ekstrenal (lokal). Dengan melakukan pengkajian yang tepat dan holistik (anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan luka) proses penyembuhan luka dapat dicapai dengan baik. Dalam perawatan luka sendiri terdapat modalitas-modalitas tertentu, terkait dari hasil penilaian pada lukanya. Modalitas perawatan luka, antara lain debridement , NegativePressure Wound Therapy (NPWT), oksigen hiperbarik, enzim, growth factor, dressing.
Dengan mengenal perawatan luka yang baik, kita diharapkan lebih perhatian terhadap luka terutama saat mengkaji pasien, melakukan tatalaksana, dan melakukan pantauan yang baik terhadap luka.
27