BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar 1.1. Latar Belakang
Kelenjar endokrin merupakan kelenjar yang mensekresikan produknya berupa hormon ke aliran darah secara langsung. Meskipun tidak terdapat duktus, kelenjar endokrin memiliki banyak suplai darah sehingga produk zat kimia yang dihasilkannya dapat langsung memasuki aliran darah dengan cepat (Price & Wilson, 2005). Kelenjar endokrin terdapat pada organ anatomis tertentu, salah satunya yang akan penulis diskusikan pada bahasan ini yaitu kelenjar tiroid. Kelenjar tiroid menghasilkan tiga jenis hormon tiroid. Hormon yang dihasilkan yaitu tiroksin (T4), triiodotironin (T3), dan kalsitonin. Unsur yang paling esensial bagi tiroid untuk sintesis hormon tersebut adalah Iodium. Ketidakseimbangan kecukupan Iodium dalam tubuh dapat mengakibatkan perubahan fungsi tiroid. Secara khusus penulis membahas hipotiroidisme sebagai salah satu gangguan pada kelenjar tiroid. Tipe hipotiroidisme diklasifikasikan berdasarkan lokasi timbulnya masalah dan usia awitan. Berdasarkan lokasi timbulnya masalah, terdapat tipe primer (disfungsi kelenjar tiroid dan tipe sekunder (disfungsi sekresi TSH hipofisis). Berdasarkan usia awitannya, terdapat tiga jenis diantaranya hipotiroidisme dewasa atau miksedemea hipotiroidisme juvenilis atau disebut juga kretinisme (timbulnya sesudah usia 1-2 tahun), dan hipotiroidisme kongenital yang disebabkan oleh kekurangan hormon tiroid sebelum atau sesudah lahir. Hampir sepertiga populasi penduduk dunia tinggal di kawasan dalam kondisi defisiensi Iodium. Goiter menjadi endemik pada kawasan penduduk yang intake iodiumnya
<50 µg. Prevalensi Goiter pada daerah defisiensi Iodium Iodium berat dapat
mencapai setinggi 80%. Apabila intakenya turun menjadi <25 µg, maka nampak
1
banyak terjadi hipotiroidisme kongenital. Populasi yang berisiko mengalami penyakit ini yaitu area pegunungan khususnya di Asia Tenggara, Amerika Latin, dan Afrika Tengah (Vanderpump, 2011). Prevalensi rata-rata hipotiroid kongenital di Asia adalah 1 diantara 2.720 bayi di daerah non endemis iodium (hipotiroid (hipotiroid kongenital sporadik) dan 1 : 1000 hipotiroid hipotiroid kongenital endemis di daerah defisiensi iodium. Penelitian di daerah Yogyakarta menunjukkan angka kejadian 1 : 1500 hipotiroid kongenital sporadik dan 1 : 1300 bayi menderita hipotiroid transien karena kekurangan kekura ngan iodium (endemis). Kekurangan hormon tiroid atau hipotiroid pada awal masa kehidupan anak, baik permanen maupun transien akan mengakibatkan hambatan pertumbuhan dan retardasi mental. Angka kejadian hipotiroid kongenital di Indonesia belum diketahui, namun apabila mengacu pada angka kejadian di Asia dan di Yogyakarta, maka di Indonesia, dengan angka kelahiran sekitar 5 juta per tahun, diperkirakan sebanyak 1.765 sampai 3200 bayi dengan hipotiroid kongenital dan 966 sampai 3.200 bayi dengan hipotiroid kongenital transien karena kekurangan iodium, lahir setiap tahunnya (KEMENKES, 2012). 1.2.Tujuan 1.2. Tujuan
Bahasan berikut ini bertujuan untuk mendiskusikan beberapa poin penting dalam masalah hipotiroid, diantaranya:
Definisi hipotiroid
Etiologi hipotiroid
Patofisiologi
Gejala klinis
Pemeriksaan diagnostik dan penunjang
Komplikasi
Terapi penatalaksanaan
Prognosi
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Hipotiroidisme merupakan gangguan pada kelenjar tiroid berupa kondisi ketika kelenjar tiroid tidak dapat mensintesis dan mensekresikan hormon tiroid yang cukup sesuai dengan kebutuhan otak dan jaringan perifer (Bravermen, L E; Cooper, D S, 2013). Gangguan ini diklasifikasikan berdasarkan lokasi timbulnya masalah dan usia awitan. Berdasarkan lokasi timbulnya masalah, terdiri dari hipotiroidisme primer dan sekunder. Berdasarkan usia awitannya, terdiri dari hipotiroidisme dewasa atau miksedema,
hipotiroidisme
juvenilis
(timbul
setelah usia
1-2
tahun),
dan
hipotiroidisme kongenital atau kretinisme. 2.2. Etiologi
Beberapa pasien hipotiroidisme mempunyai kelenjar tiroid yang mengalami atrofi atau tidak mempunyai kelenjar tiroid akibat pemindahan atau ablasi radioisotope atau destruksi oleh antibodi autoimun yang beredar dalam sirkulasi. Pada umumnya, hipotiroid yang dialami orang dewasa tersebut disebabkan oleh Hashimoto's thyroiditis,
Lymphocytic
penghancuran tiroid,
thyroiditis (yang thyroiditis
bisa
terjadi
setelah
hipertiroid),
penyakit pituitari atau hipotalamus, obat-obatan, dan
kekurangan iodium yang berat. Penyebab hipotiroidisme yang paling sering di temukan pada orang dewasa adalah tiroiditis autoimun (tiroiditis Hashimoto), di mana sistem imun menyerang kelenjar tiroid. Gejala hipertiroidisme kemudian dapat diikuti oleh gejala hipotiroidisme dan miksedema. Hipotiroidisme juga sering terjadi pada pasien dengan riwayat hipertiroidisme yang menjalani terapi radioiodium, pembedahan, atau preparat antitiroid. Kejadian ini paling sering di jumpai pada wanita lanjut usia. Terapi radiasi
3
untuk penanganan kanker kepala dan leher merupakan beberapa penyebab yang bermanifestasi terhadap hipotiroidisme pada lansia laki-laki. 2.2.1. Hipotiroid Primer Lebih dari 95% penderita hipotiroidisme mengalami hipotiroidisme primer atau tiroidal sebagai akibat dari disfungsi kelenjar tiroid. Keadaan ini dapat terjadi secara kongenital (kretinism) akibat defisiensi iodium (prenatal dan postnatal), obat anti tiroid, pembedahan atau terapi radioaktif untuk hipotiroidisme, penyakit inflamasi kronik seperti penyakit hasimoto, amylodosis dan sarcoidosis. 2.2.2. Hipotiroid Sekunder Apabila disfungsi tiroid di sebabkan oleh kegagalan kelenjar hipofisis, hipotalamus atau keduanya, maka keadaan ini di kenal dengan istilah hipotiroidisme sekunder. Hipotiroid sekunder juga disebut sebagai hipotiroid sentral atau pituitaria. Hipotiroid sekunder berkembang ketika adanya stimulasi yang tidak memadai dari kelenjar tiroid normal, sehingga mengakibatkan jumlah Tiroid Stimulating Hormone (TSH) meningkat. Hal ini dapat juga disebabkan oleh resistensi perifer terhadap hormon tiroid. 2.3. Patofisiologi
Hormon-hormon tiroid diproduksi oleh kelenjar tiroid. Kelenjar tiroid bertempat pada bagian bawah leher, dibawah Adam's apple. Kelenjar membungkus sekeliling saluran udara (trachea) dan mempunyai suatu bentuk yang menyerupai kupu-kupu yang dibentuk oleh dua sayap (lobus) dan dilekatkan oleh suatu bagian tengah (isthmus ).
4
Kelenjar tiroid berada di regio colli anterior dengan batas : - m. Sternocleidomastoid - m. Digastrikus - Manubrium sterni Kelenjar tiroid terdiri dari 2 lobus kanan dan kiri yang dihubungkan oleh isthmus dan lobus piramidalis. Masing-masing lobus mempunyai :
Apex
Basis
5
Juga memiliki 3 permukaan : 1.
Facies superficialis
Ditutupi oleh : - m. Sternohyoideus - m. Sternothyroideus - Venter anterior m. Omohyoideus 2. Facies medialis 3. Facies posterolateralis.
Apex kelenjar tiroid mengarah ke cranio-dorsolateralis sampai sejauh linea oblique cartilago thyroid dimana berhungan erat dengan ligamentim suspensorium glandulae thyroidea yang disebut fascia visceralis colli ( fascia pretrachealis). Kartilago tiroid melekat pada trachea sehingga saat menelan tiroid ikut brgerak. Basis kelenjar mencapai cincin trachea ke V atau VI. Ukuran kelenjar kira-kira 25 gram. Aliran darah berasal dari :
- a. Thyroidea superior adalah cabang a. Carotis externa atau a.communis - a. Thyroidea Inferior adalah asal truncus thyreocervicalis
6
Aliran Vena terdiri :
- v. Thyroidea superior bermuara pada v. facialis / v. jugularis interna - v. Thyroidea media bermuara pada v. jugularis interna - v. Thyroidea inferior bermuara pada v. anonyma Dengan adanya lig. Suspensorium glandullae thyroidea dan lig. Laterale glandula thyroidea (lig of Berry), kelenjar thyroid akan mengikuti gerak larynx. Pembesaran kelenjar thyroid bila menekan trachea timbul sesak nafas, bila menekan n.reccurens laryngeus suara akan serak. Tiroid sendiri diatur oleh kelenjar lain yang berlokasi di otak, disebut pituitari . Pada gilirannya, pituitari diatur sebagian oleh hormon tiroid yang beredar dalam darah (suatu efek umpan balik dari hormon tiroid pada kelenjar pituitari) dan sebagian oleh kelenjar lain yang disebut hipothalamus , juga suatu bagian dari otak. Hipothalamus melepaskan suatu hormon yang disebut thyrotropin releasing hormone (TRH) , yang mengirim sebuah signal ke pituitari untuk melepaskan thyroid stimulating hormone (TSH) . Pada gilirannya, TSH mengirim sebuah signal ke tiroid untuk
melepas hormon-hormon tiroid. Jika aktivitas yang berlebihan dari yang mana saja dari tiga kelenjar-kelenjar ini terjadi, suatu jumlah hormon-hormon tiroid yang berlebihan dapat dihasilkan, dengan demikian berakibat pada hipertiroid. Angka atau kecepatan produksi hormon tiroid dikontrol oleh kelenjar pituitari. Jika tidak ada cukup jumlah hormon tiroid yang beredar dalam tubuh untuk mengizinkan fungsi yang normal, pelepasan TSH ditingkatkan oleh pituitari dalam suatu usahanya untuk menstimulasi tiroid untuk memproduksi lebih banyak hormon tiroid. Sebaliknya, ketika ada suatu jumlah berlebihan dari hormon tiroid yang beredar, pelepasan TSH dikurangi ketika pituitari mencoba untuk mengurangi produksi hormon tiroid. Hipotiroid dapat disebabkan oleh gangguan sintesis hormon tiroid atau gangguan pada respon jaringan terhadap hormon tiroid.
7
Sintesis hormon tiroid diatur sebagai berikut :
Hipotalamus
membuat
thyrotropin
releasing
hormone
(TRH)
yang
merangsang hipofisis anterior.
Hipofisis anterior mensintesis thyrotropin (thyroid stimulating hormone = TSH) yang merangsang kelenjar tiroid.
Kelenjar tiroid mensintesis hormone tiroid (triiodothyronin = T3 dan tetraiodothyronin = T4 = thyroxin) yang merangsang metabolisme jaringan yang meliputi: konsumsi oksigen, produksi panas tubuh, fungsi syaraf, metabolisme protrein, karbohidrat, lemak, dan vitamin-vitamin, serta kerja dari pada hormon-hormon lain.
8
Gambar 2.1.Kondisi kelenjar tiroid normal (kiri) dan pada kondisi Hipotiroid Kongenital (Kanan)
8
Gambar 2.2. Hipotalamus mensekresi TRH ke kelanjar pituitary, kemudian kelenjar pituitary melepaskan TSH ke kelenjar tiroid.
Jaringan kelenjar tiroid yang hilang menyebabkan berkurangnya produksi hormon tiroid, akibatnya TSH meningkat dan menyebabkan goiter
Pada aplasia kelenjar tiroid tidak akan ditemukan goiter
TSH berkurang hipofisa gagal memproduksi TSH, sering karena nekrosis atau tumor hipofisa.
9
igure 1. Hypothalamic-Pituitary Axis
Regulation of thyroid hormone levels is accomplished through a negative feedback mechanism involving the hypothalamus gland secreting TRH which in turn stimulates the pituitary gland to secrete TSH which stimulates the thyroid gland to produce T3 and T4 thyroid hormones. The amounts of unbound thyroid hormone further regulate the process by affecting the levels of TSH secreted by the pituitary. Gambar 2.3. Bagan pengaturan kadar hormone tiroid yang melalui mekanisme umpan bal ik negative melibatkan kelenjar di hipotalamus untuk mensekresi TRH yang kemudian menstimulasi kelenjar pituitary untuk mensekresikan TSH yang kemudian menstimulasi kelenjar tiroid untuk menghasilkan hormone tiroid T3 dan T4. Jumlah hormone tiroid yang tidak terikat sejauh ini mengatur proses dengan mempengaruhi kadar sekresi TSH dari pituitary.
Antibodi penyekat-reseptor Tirotropin (Thyrotropin Reseptor-Blocking Antibodi [TRBAb] ). TRBAb dahulu disebut penghambat imunoglobulin pengikat
tiroid (Tyroid- binding inhibitor immunoglobulin [TBII]. Penyebab hipotiroidisme congenital sementara yang tidak biasa adalah antibodi ibu yang lewat secara transplasenta yang menghambat pengikatan TSH pada reseptornya pada neonatus.
10
Frekuensinya adalah sekitar 1 dalam 50.000-100.000 bayi.harus dicurigai kapanpun ada riwayat penyakit tiroid autoimun ibu, termaksud tiroiditis Hashimoto, penyakit Graves, hipotiroidisme kongenital berulang yang bersifat sementara pada saudara kandung berikutnya. Pada keadaan ini, kadar TRBAb ibu harus diukur selama kehamilan. Bayi yang terkena dan ibunya sering juga memiliki antibody perangsang reseptor tirotropin (tirotropin receptor stimulating antibodies [TRSAb]) dan antibodi antiperoksidase (dahulu antimikrosom). Technetium perteknatate dan sken 125 I dapat gagal mendeteksi jaringan tiroid apapun, menyerupai agenesis tiroid tetapi setelah keadaannya membaik, kelenjar tiroid normal dapat diperagakan setelah penghentian pengobatan penggantian. Waktu paruh antibodi adalah 7,5 hari dan remisi hipotiroidisme terjadi pada sekitar 3 bulan. Diagnosis yang benar penyebab hipotiroidisme kongenital ini mencegah pengobatan berkepanjangan yang tidak perlu, mewaspadakan klinisi terhadap kemungkinan berulang pada kehamilan berikutnya, dan memungkinkan menawarkan prognosis yang baik pada orang tuanya. Sintesis tiroksin yang kurang sempurna. Berbagai defek pada biosintesis
hormon tiroid dapat mengakibatkan hipotiroidisme kongenital, bila defek nya tidak sempurna, kompensasi terjadi, dan mulainya hipotiroidisme dapat terlambat selama beberapa tahun. Gondok hampir selalu ada, dan defek terdeteksi pada 1 dalam 30.000-50.000 lahir hidup pada program skrining neonatus. Defek ini ditentukan secara genetik dan dipindahkan dengan cara autosom resesif. Defek pengangkutan iodium. Ini adalah defek yang jarang yang telah
dilaporkan pada 9 bayi dari sekte Hutterite, dan separuh dari kasus adalah berasal dari jepang. Keturunan sedarah terjadi pada sekitar sepertiga keluarga. Dahulu, hipotiroidisme klinis dengan atau tanpa gondok sering berkembang pada umur beberapa bulan pertama, tetapi baru-baru ini, keadaan ini telah di deteksi pada program skrining neonatus. Namun, di jepang, penderita yang tidak di obati menderita gondok dan hipotiroidisme setelah umur 10 tahun, mungkin karena amat tingginya kandungan iodium (seringkali 19 mg/ 24 jam) pada diet orang jepang.
11
Mekanisme tergantung-energi untuk mengkonsentrasikan iodium adalah kurang sempurna pada tiroid dan kelenjar ludahnya. Berbeda dengan defek sintesis hormon tiroid lain, ambilan radioyodium dan pertekhnetate rendah; rasio
123
I ludah :
serum mungkin diperlukan untuk menegakkan diagnosis. Keadaan ini merespon terhadap pengobatan dengan dosis besar kalium iodida, tetapi pengobatan dengan tiroksin lebih diterima.1 DEFEK ORGANIFIKASI DAN PASANGAN TIROID PEROKSIDASE.
ini merupakan defek sintesis tiroksin yang paling lazim. Setelah iodium terperangkap oleh tiroid, ia segera diok-sidasi menjadi iodium reaktif, yang kemudian di gabung ke dalam unit tiroksin. Proses ini memerlukan generasi H2O2, tiroid peroksidase, dan hematin (kofaktor enzim); defek dapat melibatkan masing-masing komponen ini, dan ada heterogenitas klinis dan biokimia yang besar. Pada program skrining neonatus belanda, 23 bayi ditemukan dengan defek organifikasi total (1 dari 60.000), tetapi prevalensinya pada daerah lain belum diketahui. Temuan khas pada semua penderita dengan defek ini adalah menurunnya radioaktifitas tiroid bila perkhlorat atau thiosianat di berikan 2 jam setelah pemberian dosis uji radioiodium. Pada penderita ini perkhlorate mengeluarkan 40-90 % radioiodium dibandingkan dengan kurang dari 10% pada yang rendah hipotiroidisme congenital. Penderita dengan sindrom Pendred, gangguan meliputi gondok dan tuli sensorineural, juga memiliki cairan
perkhlorat yang positif, tetapi defek biokimianya yang tepat pada orang-orang ini belum diketahui . DEFEK
SINTESIS
TIROGLOBULIN.
Kelompokan
kelainan
yang
heterogen ini, ditandai dengan gondok, TSH yang meningkat, kadar T4 yang rendah, dan kadar tiroglobulin ternak Afrikander dan kambing Belanda yang bergondok. Analog defek molecular telah diuraikan pada beberapa penderita. DEFEK PADA DEYODINASI. Monoidotirosin dan diiodotirosin yang
dilepaskan dari tiroglibulin secara normal di-deiodinasi oleh deiodinase dalam tiroid atau jaringan perifer. Yodium yang bebas digunakan kembali pada sintesis Tg. Pada
12
penderita dengan defisiensi enzim ini terjadi kehilangan banyak yodium karena ekskresi urin tirosin nondeiodinasi yang konstan mengakibatkan defisiensi hormon dan gondok. Defek deiodinasi dapat terbatas pada jaringan tiroid saja atau pada jaringan perifer saja, atau dapat universal. RADIOYODIUM. Hipotiroidisme telah dilaporkan akibat dari pemberian
radioyodium secara tidak sengaja selama kehamilan untuk pengobatan kanker tiroid atau hipertiroidism. Meskipun hanya sedikit bayi terkena yang telah dilaporkan, survey kecil ahli endokrinologi pada tahun 1976 menemukan adanya 237 wanita yang telah mendapat dosis terapeutik
131
I secara tidak sengaja selama trimester pertama
kehamilan. Tiroid janin mampu menangkap yodium pada 70-75 hari. Kapanpun radioyodium diberikan pada wanita usia subur, uji kehamilan harus dilakukan sebelum dosis terapeutik
131
I diberikan tanpa melihat riwayat menstruasi atau dugaan
riwayat konstrasepsi. Pemberian yodium radioaktif pada wanita yang sedang menyusui juga terkontraindikasi karena dengan mudah diekskresikan dalam susu.1 Defisiensi Tirotropin. Defisiensi TSH dan hipotiroidisme dapat terjadi pada
keadaan apapun yang terkait dengan defek perkembangan kelenjar pituitaria atau hipotalamus. Lebih sering pada keadaan ini, defisiensi TSH akibat defisiensi hormon pelepas tirotropin ( thyrotropin – releasing hormone
[TRH]). Hipotiroidisme
kekurangan TSH ditemukan pada 1 dari 30.000-50.000 bayi, tetapi hanya 30-40% dari bayi-bayi ini terdeteksi oleh skrining tiroid neonatus. mayoritas bayi yang terkena memiliki defisiensi kelenjar pituitari multiple dan datang dengan hipoglikemia, ikterus persisten, dan mikropenis bersama dengan displasi septo-optik, celah bibir linea mediana, hipoplasi wajah tengah, dan anomaly wajah linea mediana yang lain. Mutasi Pit-1 adalah penyebab resesif hipotiroidisme akibat defisiensi TSH. Anak yang terkena juga memiliki defisiensi hormon pertumbuhan dan prolaktin. Pit1, suatu faktor rekaman jaringan, adalah sangat penting untuk diferensiasi, rumatan, dan proliferasi somatotrof, dan thirotrof. Pemeriksaan prolaktin dan respon TSH
13
terhadap stimulasi TRH dapat mendeteksi penderita ini. Kegagalan respon terhadap TRH harus mempercepat pemeriksaan gen Pit-1. Mutasi pada gen reseptor TSH (TSHR) telah dilaporkan pada tiga saudara kandung dengan kadar TSH yang meningkat dan kadar T4 normal; dua diantaranya telah di deteksi selama skrining neonatus. Walaupun resisten terus menerus terhadap TSH selama masa anak, tetapi tetap eutiroid tanpa pengobatan. Penderita pada tiga laporan dugaan mutasi TSRH lain menderita hipotiroidisme berat yang memerlukan pengobatan. Kelainan diwariskan secara autosom resesif. Defisiensi TSH murni merupakan kelainan autosom resesif yang jarang dan telah dilaporkan pada lima saudara kandung. Penelitian DNA pada dua anak jepang dan pada tiga anak keturunan keluarga Yunani menunjukkan mutasi-mutasi titik yang berbeda pada gen TSH subunit-β. Ketidaktanggapan Hormon Tirotropin. Hipotiroidisme kongenital ringan
telah dideteksi pada bayi baru lahir
yang selanjutnya terbukti menderita
pseudohipoparatiroidisme tipe Ia. Penyebab molekular resistensi terhadap TSH pada penderita ini adalah gangguan menyeluruh aktivasi cAMP yang disebabkan oleh defisiensi genetic subunit α guanin nukleotid peng atur protein. Hanya lima keadaan ketidaktanggapan TSH murni yang telah dideteksi. Kadar T
4
serum rendah, kadar TSH serum dengan radioimmunoassay dan bioassay
meningkat, dan tidak ada respons terhadap pemberian TSH eksogen. Ketidaktang gapan Hormon Tiroid. semakin bertambah jumlah penderita
yang ditemukan yang menderita resistensi terhadap kerja endogen dan eksogen T4 dan T3. Kebanyakan penderita menderita gondok, dan kadar T4, T3, T4 bebas, dan T3 bebas meningkat. Penemuan ini sering menyebabkan diagnosis penyakit Graves yang salah, meskipun
kebanyakan
penderita
yang
terkena
secara
klinis
eutiroid.
Ketidaktanggapan ini dapat bervariasi di antara jaringan. Mungkin ada tanda-tanda klinis hipotiroidisme yang tidak kentara, termasuk retardasi mental, retardasi
14
pertumbuhan, dan maturisasi skeleton terlambat ringan. Satu manifestasi neurologis adalah peningkat hubungan gangguan hiperaktivitas deficit perhatian (attention deficit hyperactivity disorder(ADHD); namun kebalikannya tidak benar, karena individu dengan ADHD tidak mengalami peningkatan resiko resisten terhadap hormone tiroid. Diduga bahwa penderita ini menderita resistensi tak sempurna terhadap hormon tiroid. Kadar TSH adalah diagnostik dalam hal mereka tidak tertekan seperti pada penyakit graves tetapi malahan meningkat sedang atau normal tetapi tidak sesuai untuk kadar T4 dan T3 bila diukur dengan pemeriksaan TSH sensitif. Respon TSH terhadap TRH terjadi pada penderita ini, tidak seperti pada keadaan pada penyakit graves. Kegagalan penekanan TSH menunjukkan bahwa resistensi adalah menyeluruh dan mempengaruhi kelenjar pituitari juga jaringan perifer. Penyakit ini paling sering diwariskan dalam autosom dominan. Lebih dari 40 mutasi titik yang berbeda pada domain pengikat hormon pada reseptor β tiroid yang telah diketahui. Fenotip yang berbeda tidak berkorelasi dengan genotip. Mutasi yang sama telah diamati pada individu dengan resisten menyeluruh atau kelenjar pituitaria, bahkan pada berbagai individu dengan resisten menyeluruh atau kelenjar pituitaria, bahkan pada berbagai individu dari keluarga yang sama. Individu heterozigot pada penghapusan total satu alel hTRβ adalah normal; anak homozigot pada mutasi reseptor biasanya tidak menunjukkan resisten berat. Kasus-kasus ini mendukung pengaruh negatif dominan reseptor mutan, dimana protein reseptor mutan menghambat kerja reseptor normal pada heterozigot. Kadar T4 yang meningkat pada skrining tiroid neonatus akan menunjukkan kemungkinan diagnosis ini. Biasanya tidak diperlukan pengobatan jika tidak ada retardasi pertumbuhan dan skeleton. Dua bayi hasil perkawinan sodara diketahui menderita bentuk resistensi tiroid autosom resesif. Bayi ini memiliki manifestasi hipotiroidisme pada awal hidupnya, dan penelitian DNA menunjukkan adanya penghapusan besar reseptor β tiroid pada satu individu. Resistensinya tampak lebih berat pada bentuk wujud ini. Pada keadaan yang jarang, resistensi terhadap hormon tiroid mempengaruhi kelenjarkelenjar pituitaria secara selektif. Karena jaringan perifer tidak resisten terhadap
15
hormon tiroid, penderita datang dengan gondok dan manifestasi hipertiroidisme. Temuan laboratorium sama dengan temuan-temuan yang ditemukan pada resistensi hormon tiroid menyeluruh. Keadaan ini harus dibedakan dari tumor pengsekresi TSH kelenjar pituitari. Setidaknya seorang anak kecil telah berhasil di obati dengan terapi D-tiroksin.1 GEJALA KLINIS
Riwayat dan gejala pada neonatus dan bayi : Fontanella mayor yang lebar dan fontanella posterior yang terbuka. Suhu rektal < 35,5˚C dalam 0-45 jam pasca lahir. Berat badan lahir > 3500 gram; masa kehamilan > 40 minggu. Suara besar dan parau. Hernia umbilikalis. Riwayat ikterus lebih dari 3 hari. Miksedema. Makroglosi Riwayat BAB pertama > 20 jam setelah lahir dan sembelit (< 1 kali/hari) Kulit kering, dingin, dan motling (berbercak-bercak). Letargi. Sukar minum. Bradikardia (< 100/menit).5 Diagnosis dan pengobatan dini penting untuk mencegah mental yang permanen pada penderita. Klinisi semakin menjadi tergantung pada uji skrining neonatus untuk diagnosis hipotiroidisme congenital. Namun, kesalahan laboraturium terjadi, dan menyadari tanda-tanda dan gejala-gejala awal harus dipertahankan. Hipotiroidisme congenital dua kali lebih banyak pada anak perempuan dari pada anak laki-laki. Sebelum program skrining neonatus, hipotiroidisme congenital jarang dikenali pada
16
bayi baru lahir karena tanda-tanda dan gejala-gejalanya biasanya tidak cukup berkembang. Hipotiroidisme ini dapat dicurigai dan diagnosis ditegakkan selama umur mingguminggu awal jika terdapat manifestasi awal tetapi kurang khas dikenali. Berat badan dan panjang lahir adalah normal, tetapi ukuran kepala dapat sedikit meningkat karena miksedema otak. Ikterius fisiologis yang berkepanjangan, yang disebabkan oleh maturasi konyugasi glukuronid yang terlambat, mungkan merupakan tanda paling awal. Kesulitan memberi makan, terutama kelambanan, kurang minat, mengantuk, dan serangan tersedak selama menyusui, sering muncul selama umur bulan pertama. Kesulitan pernapasan, sebagian karena lidah yang besar, termasuk episode apnea, pernapasan berisik, dan hidung tersumbat. Sindrom distress pernapasan khas juga dapat terjadi. Bayi yang terkena sedikit biasanya tidak berespons terhadap pengobatan. Perut besar, dan hernia umbilikalis biasanya ada. Suhu badan subnormal, sering dibawah 350C(950F), dan kulit, terutama tungkai, mungkin dingin dan burik (mottled ). Edema genital dan tungkai mungkin ada. Nadi lambat;bising jantung, kardiomegali, dan efusi pericardium tidak bergejala adalah biasa. Anemia sering ada dan refrater terhadap pengobatan dengan hematinik. Karena gejala-gejala muncul secara bertahap, diagnosis sering kali terlambat. 5 Manifestasi ini berkembang; retardasi perkembangan fisik dan mental menjadi lebih besar selama bulan-bulan berikutnya, dan pada usia 3-6 bulan, gembaran klinis berkembang sepenuhnya. Bila hanya ada defisiensi hormone tiroid parsial, gejalanya dapat lebih ringan, sindromnya tidak penuh, dan mulainya terlambat. Meskipun air susu ibu mengandung sejumlah hormone tiroid, terutama T3,hormone ini tidak cukup melindungi bayi yang menyusui dengan hipotiroidisme congenital, dan tidak mempunyai pengruh pada uji skrining tiroid neonatus. Pertumbuhan anak tersendat, tungkai pendek, dan ukuran kepala normal atau bahkan meningkat. Fontanella anterior dan posterior terbuka lebar; pengamatan tanda ini pada saat lahir dapat berperan sebagai pedoman awal untuk mengenali awal
17
hipotiroidisme congenital. Hanya 30% bayi baru lahir normal memiliki fontanella posterior yang lebih besar dari 0,5 cm. Matanya Nampak terpisah lebar, dan jembatan hidung yang lebar adalah cekung. Fissure pabpebra sempit dan kelopak mata membengkak. Mulut terbuka, dan lidah yang tebal serta lebar terjulur keluar. Tumbuh gigi terlambat. Leher pendek dan tebal, dan dapat ada endapan lemak di atas klavikula dan di antara leher dan bahu. Tangan lebar dan jari pendek. Kulit kering dan bersisik,dan sedikit keringat. Miksedema Nampak, terutama pada kulit kelopak mata, punggung tangan, dan genitalia eksterna. Karotenemia dapat menyebabkan perubahan warna kulit kuning, tetapi skleranya tetap putih. Kulit kepala tebal dan rambut kasar,mudah patah, dan sedikit. Garis rambut menurun jauh ke bagian bawah dahi, yang biasanya tampak mengerut, terutama ketika bayi menangis. Perkembangan biasanya terlambat. Bayi hipotiroid tampak lesu dan lamban dalam belajar duduk dan sendiri. Suaranya serak dan bayi ini tidak belajar berbicara. Tingkat retardasi fisik dan mental meningkat sejalan dengan usianya. Maturasi seksual dapat terlambat atau tidak terjadi sama sekali. Otot biasanya hipotonik, tetapi pada keadaan yang jarang, terjadi hipertrofi otot menyeluruh (sindrom Kocher-Debre-Semelaigne sindrom). Anak yang terkena dapat memiliki penampakan atletis karena pseudohipertropi, terutama pada otot betis. Patogenesisnya belum diketahui; perubahan ultrastruktural dan histokimia yang tidak spesifik nampak pada biopsi otot yang kembali normal dengan pengobatan. Pada anak laki-laki lebih cenderung berkembang sindrom, yang telah diamati pada saudara kandung yang lahir dari perkawinan sedarah. Penderita yang terkena menderita hipotiroidisme yang lebih lama dan lebih berat. Gejala pada anak besar : Dengan goiter maupun tanpa goiter. Gangguan pertumbuhan (kerdil). Gangguan perkembangan motorik, mental, gigi, tulang, dan pubertas.
18
Ganguan perkembangan mental permanen terutama bila onset terjadi sebelum umur 3 tahun. Aktivitas berkurang, lambat. Kulit kering. Miksedema. Perlambatan pertumbuhan biasa nya merupakan manifestasi klinis pertama, tetapi tanda ini sering lewat tanpa diketahui. Perubahan miksedematosa kulit, konstipasi, intoleransi dingin, energi menurun, bertambahnya kebutuhan untuk tidur berkembang secara diam-diam. Yang menarik, tugas sekolah dan nilai biasanya tidak terpengaruh, bahkan pada anak yang menderita hipotiroid berat sekalipun. Maturasi tulang terlambat, sering secara mencolok, yang merupakan petunjuk lamanya hipotiroidisme. Beberapa anak datang dengan nyeri kepala, masalah penglihatan, pubertas prekoks,
atau
galaktorrea.
Anak-anak
ini
biasanya
mengalami
pembesaran
hiperplastik kelenjar pituitaria, seringkali dengan perluasan suprasella, setelah hipotiroidisme yang lama; keadaan ini dapat terkelirukan dengan tumor kelenjar pituitaria. Semua perubahan ini kembali menjadi normal dengan pergantian T4 yang cukup, tetapi pada anak dengan hipotiroidisme yang berlangsung lama, pertumbuhan susulan mungkin tidak sempurna. Selama 18 bulan pertama pengobatan, maturasi skeleton sering melebihi pertumbuhan linier yang diharapkan, yang menyebabkan hilangnya sekitar 7 cm ketinggian dewasa yang diharapkan. Penyebab hal ini belum diketahui. Pemeriksaan diagnostik dan pengobatan adalah sama seperti yang diuraikan pada
hipotiroidisme
kongenital.
Pengukuran
antibodi
antitiroglobulin
dan
antiperoksidase (dahulu anti kromosom) dapat mengarah pada tiroiditis autoimun sebagai penyebab. Selama tahun pertama pengobatan, penjelekkan tugas sekolah, kebiasaan tidur yang buruk, kegelisahan, waktu perhatian yang pendek, dan masalah-
19
masalah perilaku dapat terjadi, tetapi hal ini terjadi sementara; mengingatkan keluarga tentang manifestasi ini meningkatkan manajemen yang tepat. 2.5. Pemeriksaan Diagnostik & Penunjang
-
-
Anamnesis : o
Apakah berasal dari daerah gondok endemik?
o
Struma pada ibu. Apakah ibu diberi KI, PTU waktu hamil?
o
Adakah keluarga yang struma?
o
Perkembangan anak.
Gejala klinis : Dicurigai adanya hipotiroid bila skor Apgar hipotiroid kongenital > 5; tetapi tidak adanya gejala atau tanda yang tampak, tidak menyingkirkan kemungkinan hipotiroid kongenital. Tabel : Skor Apgar pada hipotiroid kongenital Gejala klinis
Skore
Hernia umbilicalis
2
Kromosom Y tidak ada (wanita)
1
Pucat, dingin, hipotermi
1
Tipe wajah khas edematus
2
Makroglosi
1
Hipotoni
1
Ikterus lebih dari 3 hari
1
Kulit kasar, kering
1
Fontanella posterior terbuka (>3cm)
1
Konstipasi
1
Berat badan lahir > 3,5 kg
1
Kehamilan > 40 minggu
1
Total
15
20
-
Laboratorium : o
Darah, air kemih, tinja, kolesterol serum.
o
T3, T4, TSH.
Nilai normal hormon tiroid T4 sebesar 18,0 ug/dl. Nilai FTI sebesar 21,4 ug/dl; kadar normal, 3,9-14,0 ug/dl. Sedangkan T3 sebesar 567 ng/dl; normal 80-220 ng/dl nilai TSH hanya 0,03 uIU/ml; kadar normal, 0,504,00 uIU/ml. -
Radiologis : o
USG atau CT scan tiroid.
o
Tiroid scintigrafi.
o
Umur tulang (bone age).
o
X-foto tengkorak .
Diagnosis hipotiroid dapat dilakukan : -
In utero : o
-
Pemeriksaan USG (ada tidaknya goiter).
Post natal : o
Uji tapis tiroid pada bayi baru lahir (setelah hari ketiga) :
Pelaksanaan bisa dilakukan dengan 3 cara:
� Pemeriksaan primer TSH. � Pemeriksaan T4 ditambah dengan pemeriksaan TSH dari sampel darah yang sama, bila hasil T4 rendah.
� Pemeriksaan TSH dan T4 sekaligus pada satu sampel darah. Nilai cut-off adalah 25U/ml. Bila nilai TSH <25U/ml dianggap normal; kadar TSH >50 U/ml dianggap abnormal dan perlu pemeriksaan klinis dan
21
pemeriksaan TSH dan T4 plasma. Bila kadar TSH tinggi > 40 U/ml dan T4 rendah, < 6 g/ml, bayi diberi terapi tiroksin dan dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Bayi dengan kadar TSH diantara 25-50 U/ml, dilakukan pemeriksaan ulang 2-3 minggu kemudian. o
Skor Apgar Hipotiroid Kongenital.
Tabel 2.1. Hasil pemeriksaan fisik pada kelenjar tiroid Hasil Diagnosis Banding Gambaran Khusus pemesiksaan fisik Nodul soliter Adenoma yang befungsi Lobus lain tidak teraba otonom Adenoma atau adenomatosa
Kanker
nodul Perabaan yang kenyal seperti karet dan nyeri tekan menunjukkan perdarahan atau infark yang baru terjadi Biasanya keras; dapat disertai pembesaran kelenjar limfa Lobus yang lain tidak teraba
Nodul multipel
Goiter difus
Hyperplasia sekunder akibat agenesis unilobuler Penyakit goiter multinoduler Tiroiditis Hashimoto
Lobus yang kenyal atau permukaan yang ireguler yang dapat diinterpretasikan secara keliru sebagai nodul multipel
Penyakit Graves
Bruit atau thrill; lobus piramidalis
Tiroiditis Hashimoto
Permukaan ireguler; lobus piramidalis; kenyal atau seperti karet; kadang-kadang nyeri tekan; tipe fibrosa dapat teraba keras
Tiroiditis subakut
Nyeri tekan unilateral atau bilateral; sering keras
22
Tiroiditis (silent)
Nyeri tekan
tanpa
nyeri
Ukuran kecil hingga medium; tidak terdapat bruit
Limfoma tiroid
Goiter tumbuh dengan khususnya dalam keadaan adanya tiroiditis Hashimoto
Goiter multinoduler
Nodul dapat tersembunyi dalam kelenjar, dan bias muncul dengan supresi hormon tiroid Unilateral atau bilateral; nyeri tekan sering hebat
Tiroiditis subakut
Adenoma mengalami atau infark
cepat, sudah
yang Nodul diskrit dengan nyeri tekan perdarahan
Tiroiditis Hashimoto
Nyeri tekan yang ringan
Kanker
Nodul tiroid yang kenyal, ireguler, dengan nyeri tekan yang kronis
DATA LABORATORIUM . Kebanyakan program skrining bayi lahir di
Amerika utara mengukur kadar T4 ditambah dengan pengukuran TSH bila T4 rendah. Pendekatan ini mengenali bayi dengan hipotiroidisme primer, penderita dengan globulin pengikat tiroksin (thyroxine- binding globulin [TBG]) yang rendah dan beberapa dengan hipotiroidisme hipotalamus atau pituitaria, dan bayi yang hipertiroksinemia. Program skrining neonatus di jepang dan eropa didasarkan pada pengukuran
TSH
primer;
pendekatan
ini
gagal
mengenai
bayi
dengan
hipertiroksinemia, TBG rendah, dan hipotiroidisme hipotalamus atau pituitaria tetapi dapat mendeteksi bayi-bayi dengan hipotiroidisme terkompensasi (T4 normal, TSH meningkat). Dengan
salah satu
dari pemeriksaan ini, perawatan khusus perlu
diberikan dengan kisaran nilai normal menurut usia penderita, terutama pada umur minggu-minggu pertama. Tanpa melihat pendekatan yang digunakan pada skrining, beberapa bayi lolos dari deteksi karena kesalahan teknis; klinis harus tetap waspada pada manifestasi klinis hipotiroidisme.
23
Kadar T4 serum rendah; kadar T3 serum dapat normal dan tidak bermanfaat pada diagnosis. Jika defeknya terutama pada tiroid , kadar TSH meningkat, sering diatas 100µU/ml. Kadar prolaktin serum meningkat berkolerasi dengan kadar TSH serum. Kadar Tg serum biasanya rendah pada bayi dengan disgenesis tiroid atau defek sintesis atau sekresi Tg. Kadar Tg yang tidak dapat di deteksi biasanya menunjukkan aplasia tiroid. Perhatian yang khusus harus diberikan pada kembar monoamnion, karena setidaknya pada 4 kasus skrining neonatus gagal mendeteksi kembar yang tidak serasi (discordant) dengan hipotiroidisme, dan diagnosisnya tideutiak dilakukan sampai bayi berusia 4-5 bulan. Nampaknya, transfuse darah eutiroid dari bayi kembar yang tidak terkena, kadar
T4
dan TSH serum bayi kembar
yang terkena dinormalisasi pada skrining awal. Retardasi perkembangan tulang dapat ditunjukkan dengan rontgenografi pada saat lahir pada sekitar 60% hipotiroid dengan congenital dan menunjukkan beberapa kehilangan hormone tiroid selama kehidupan intrauterine. Misalnya, epifisis femoris distal, yang normalnya ada pada saat lahir, seringkali tidak ada. Pada penderita yang tidak diobati, ketidaksesuaian antara usia kronologis dan perkembangan tulang bertambah. Epifisis sering memiliki banyak fokus penulangan (disgenesis epifisis); deformitas (retak) vertebrae torakalis 12 atau lumbalis 1 atau 2 adalah biasa. Rontgenogram tengkorak menunjukkan fontanella besar dan sutura lebar; tulang antara sutura biasanya ada. Sella tursika sering membesar dan bulat ; pada keadaan yang jarang mungkin ada erosi dan penipisan. Keterlambatan pada pembentukan dan erupsi gigi dapat terjadi. Pembesaran jantung atau efusi perikardium dapat ada. Skintigrafi dapat membantu memperjelas penyebab yang mendasari pada bayi dengan hipotiroidisme congenital, tetapi pengobatan tidak boleh terlalu lambat karena penelitian ini. 125
I- natrium yodida lebih unggul daripada
99m
Tc-natrium pertekhnetat untuk tujuan
ini. Pemeriksaan ultrasuara tiroid atau kadar Tg serum bukan alternative yang dapat dipercaya untuk skenning radionuklida. Peragaan jaringan tiroid ektopik dignostik
24
disgenesis tiroid dan membutuhkan pengobatan seumur hidup dengan T4. Kegagalan memperagakan suatu jaringan tiroid menunjukkan adanya aplasia tiroid tetapi juga terjadi pada neonatus dengan TRBAb dan pada bayi dengan defek penangkapan yodium.Kelenjar tiroid yang terletak normal dengan ambilan radionuklid kuat atau normal menunjukkan defek pada biosintesis hormone tiroid. Penderita hipotiroidisme gondok mungkin memerlukan evaluasi yang luas. Termaksud pemeriksaan radioyodium, uji cairan perklorat, penelitian kinetic, khromatografi, dan pemeriksaan jaringan tiroid, bila harus ditentukan sifat biokimia defek. Elektrokardiogram dapat menunjukkan gelombang P dan T voltase rendah dengan amplitudo kompleks QRS yang menurun dan menunjukkan fungsi ventrikel kiri jelek dan adanya efusi pericardium. Elektroensefalogram sering menunjukkan voltase yang rendah. Pada anak diatas usia umur 2 tahun , kadar kolesterol serum biasanya meningkat.1 Mongolisme
Sering disertai hipotiroid kongenital, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan faal tiroid secara rutin. -
epikantus (+)
-
makroglosi (+)
-
miksedema (-)
-
retardasi motorik dan mental
-
trisomi 21
2.6. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi bila hipotiroid ini tak ditangani segera, anak pasti mengalami gangguan pendengaran, karena saraf pendengarannya terganggu. Demikian pula pertumbuhannya terganggu alias bertubuh pendek. Selain itu, anak menderita anemia karena hormon tiroid juga digunakan untuk proses pembentukan 25
darah. Untuk mencegah semua itu, lakukan skrining. Terlebih untuk bayi lahir prematur yang berisiko, juga bila ibunya mengalami gangguan tiroid.
2.7. Terapi Penatalaksanaan Hormon tiroid
Obat pilihan adalah Sodium L-Thyroxine, diberikan sedini mungkin. Mekanisme kerja obat:
Percepatan proses metabolisme oksidatif → peningkatan perputaran energi pada seluruh organism (efek kalorigenik) → peningkatan metabolisme karbohidrat, protein, lemak; pemakaian oksigen (misalnya peningkatan tekanan darah, penurunan kadar kolesterol darah, perpendekan masa reflex, sinergisme dengan katekolamin, kenaikan frekuensi jantung, pengurangan resistensi pembuluh darah perifer), peningkatan pertumbuhan, kematangan jasmani dan rohani (fungsi kelenjar tiroid yang kurang pada wanita hamil mengakibatkan kretinismus pada anaknya). 1.
Bila fasilitas untuk mengukur faal tiroid ada, diberikan dosis seperti tabel berikut : Umur
Dosis µg/kg BB/hari
0-3 bulan
10-15
3-6 bulan
8-10
6-12 bulan
6-8
1-5 tahun
5-6
2-12 tahun
4-5
> 12 tahun
2-3
Kemudian, konfirmasi diagnosis mungkin diperlukan untuk beberapa bayi untuk
mengesampingkan
kemungkinan
hipotiroidisme
sementara.
Ini
tidak
26
diperlukan pada bayi dengan ektopia tiroid yang terbukti atau pada mereka yang menampakkan peningkatan kadar TSH setelah 6-12 bulan terapi karena buruknya ketaatan atau dosis T4 yang tidak cukup. Penghentian terapi pada usia sekitar 3 tahun selama 3-4 minggu menyebabkan kenaikan tajam kadar TSH pada anak dengan hipotiroidisme permanen. Satu-satunya pengaruh natrium - L-tiroksin yang berbahaya adalah terkait dengan dosisnya. Kadang-kadang anak yang lebih tua (8-13 tahun) dengan hipotiroidisme didapat dapat menjadi pseudotumor otak dalam 4 bulan pertama pengobatan. Pada anak yang lebih tua, setelah kejar pertumbuhan berakhir, angka pertumbuhan menunjukkan indeks kecukupan terapi yang sangat baik. Orang tua harus di ingatkan lebih dahulu mengenai perubahan pada perilaku dan aktivitas yang diharapkan selama terapi, dan perhatian khusus harus diberikan pada tiap defisit perkembangan atau neurologis. PEMANTAUAN
Kemungkinan terjadinya hipertiroidisme perlu diwaspadai. Dosis yang berlebihan dapat mengakibatkan takikardia, kecemasan berlebihan, gangguan tidur, dan gejala tirotoksikosis yang lain. Pemberian tiroksin berlebihan jangka lama mengakibatkan terjadinya kraniosinostosis. Pemeriksaan fungsi tiroid.
2-4 minggu setelah terapi dimulai dan 2 minggu setelah setiap perubahan dosis.
Secara berkala dianjurkan tiap 1-2 bulan dalam 1 tahun pertama kehidupan, selanjutnya tiap 3 bulan pada tahun kedua sampai ketiga.
Apabila fase perkembangan otak sudah dilalui, pemantauan dapat dilakukan 3 bulan sampai 6 bulan sekali dengan mengevaluasi pertumbuhan linear, berat badan, perkembangan motorik dan bahasa serta kemampuan akademis untuk yang sudah bersekolah. Umur tulang dipantau tiap tahun.
27
2.8. Prognosis
Makin muda dimulai pemberian hormon tiroid, makin baik prognosisnya. Prognosis jelek pada kasus yang terlambat diobati, terutama defisit IQ. Sebaliknya penderita yang diobati dengan hormon tiroid sebelum umur 3 bulan, dapat mencapai pertumbuhan dan IQ yang mendekati normal. Oleh karena itu diagnosa dini sangat penting, namun sangat sulit ditegakkan secara klinis karena seringkali pada waktu lahir bayi tampak normal, kalaupun memperlihatkan gejala sangat samar dan tidak spesifik. Gejala khas hipotiroid biasanya tampak jelas pada saat bayi berumur beberapa bulan.
28
BAB III KESIMPULAN
Hipotiroid adalah suatu kondisi yang dikarakteristikan oleh produksi hormon tiroid yang abnormal rendahnya atau suatu penyakit yang disebabkan oleh gangguan pada salah satu tingkat dari aksis hipotalamus-hipofisis-tiroid dan organ, dengan akibat terjadinya defisiensi hormon tiroid, serta gangguan respon jaringan terhadap hormon tiroid. Hipotiroid bawaan atau kongenital merupakan penyakit pada bayi sejak lahir yang disebabkan kekurangan hormon tiroid yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan pada bayi dan anak-anak. Kekurangan hormon tiroid pada bayi jika tidak cepat didiagnosis dan diobati dapat menyebabkan keterbelakangan mental dan kretinisme (terhambatnya pertumbuhan fisik dan mental). Hipotiroid dapat disebabkan oleh gangguan sintesis hormon tiroid atau gangguan pada respon jaringan terhadap hormon tiroid. Penatalaksanaannya dengan memberikan hormon tiroid atau obat-obatan farmakologis yaitu Sodium L-Thyroxine yang harus diberikan sesegera mungkin dengan pemantauan yang ketat.
29