REFERAT DEMAM TIFOID
Disusun oleh:
Aruma Adi Sutrisno
(1!1""#$!%
Irwienny Tria Pujiastuti
(1!1""$#"%
Pem&im&in' : Dr I)ael M* S+ PD
,EPA-ITERAA- ,.I-I, I.M/ PE-0A,IT DA.AM R/MA R/MA SA,IT S A,IT /M/M P/SAT FATMA2 FATMA2A ATI PRO3RAM ST/DI PE-DIDI,A- DO,TER FA,/.TAS ,EDO,TERA- DA- .M/ ,ESEATA/I- S0ARIF IDA0AT/..A 4A,ARTA 51
Referat Demam Tifoid/UIN 2010
Page
,ATA ,ATA PE-3A-TAR PE- 3A-TAR
Puji syukur syukur penulis haturkan haturkan kehadirat kehadirat Allah SWT atas segala rahmat rahmat dan anugerah-Nya anugerah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan referat yang berjudul Demam Tifoid ini. Sebagai negara berkemabng, ndonesia menjadi salah satu negara dengan angka kejadian demam tifoid yang !ukup tinggi. "al ini memang sangat berhubungan dengan pola hidup bersih masyarakatnya. Demam tifoid yang diinfeksi oleh S. Typhi Typhi masuk melalui makanan yang terkontaminasi di dalamnya. #akalah referat ini membahas sekelumit tentang demam tifoid. "arapannya dengan mengetahui bagaiamana patogenesesis demam tifoid, para klinisi dapat menegakkan diagnosis se!ara !epat dan tepat dan memberikan pengobatan yang efektif sehingga dapat memperke!il kemungkinan terjadinya berbagai komplikasi dari demam tifoid ini. Penulis mengakui bah$asaannya banyak kekurangan dalam penulisan makalah referat ini. %ntuk itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembimbing dan siapapun yang memba!a makalah ini guna kesuksesaan kami di masa yang akan datang.
&akarta, '( Desember )*'*
Penulis
Referat Demam Tifoid/UIN 2010
Page
DAFTAR ISI
+ATA PNANTA................................................................................................................... ... DA/TA S................................................................................................................................. ... D#A# T/0D ........................................................................................................................ ... .
PNDA"%1%AN................................................................................................................. ...
. PD#010.................................................................................................................. ... .
T010......................................................................................................................... ...
2.
PAT0NSS................................................................................................................. ...
2.
DAN0SS....................................................................................................................... .. ... #AN/STAS +1NS......................................................................................................... . ... P#+SAAN 1A30AT0%#...................................................................................... ... a.
Pemeriksaan rutin........................................................................................................... ...
b.
%ji $idal......................................................................................................................... ...
!.
+ultur darah................................................................................................................... ...
d.
T%345...................................................................................................................... ...
2.
TATA 1A+SANA D#A# T/0D................................................................................ .
stirahat dan pera$atan............................................................................................................. . Diet dan Terapi Penunjang........................................................................................................ . Pemberian Antibiotik................................................................................................................ . Pengobatan Demam Tifoid pada bu "amil.............................................................................. . Tata 1aksana +omplikasi Demam Tifoid................................................................................. . +omplikasi ntestinal............................................................................................................ . +omplikasi kstra-ntestinal................................................................................................. . #anifestasi Neuropsikiatrik6Tifoid Toksik............................................................................ . Penatalaksanaan Pada Pengidap Tifoid 7+arier8....................................................................... . 2.
PN9A"AN D#A# T/0D.............................................................................. .
Referat Demam Tifoid/UIN 2010
Page
Pre:entif dan +ontrol Penularan........................................................................................... . dentifikasi dan radikasi S. Typhi pada Pasien Tifoid Asimtomatik, karier, dan Akut....... . Pen!egahan Transmisi 1angsung dari Penderita terinfeksi S. Typhi Akut maupun +arier ............................................................................................................................................... . Proteksi pada 0rang yang 3erisiko Tinggi Tertular dan terinfeksi....................................... . 2aksinasi................................................................................................................................ . DA/TA P%STA+A............................................................................................................ .
Referat Demam Tifoid/UIN 2010
Page
DEMAM TIFOID I
PE-DA/./A-
Demam tifoid adalah penyakit sistemik dengan !iri demam dan nyeri perut yang disebabkan oleh infeksi bakteri S. typhi atau S. paratyphi. Penyakit ini disebut demam tifoid karena manifestasi klinisnya serupa dengan typhus. Namun, dari segi patologi, demam tifoid memiliki keunikan tersendiri yaitu adanya pembesaran plak Peyeri dan nodus limfatikus mesenteri!. II
EPIDEMIO.O3I
Demam tifoid endemik pada sebagian besar negara berkembang, terutama ndia, Amerika Tengah dan Selatan, serta Asia. "al ini berhubungan dengan pertumbuhan populasi yang !epat, arus urbanisasi, dan penanganan limbah manusia yang tidak adekuat, kekurangan suplai air bersih, serta keterbatasan pelayanan kesehatan. Demam tifoid masih merupakan penyakit endemik di ndonesia. Sur:eilans Departemen +esehatan , frekuensi kejadian demam tifoid di ndonesia pada tahun ';;* sebesar ;,) dan pada tahun ';;< terjadi peningkatan frekuensi menjadi '=,< per '*.*** penduduk. Dari sur:ei berbagai rumah sakit di ndonesia dari tahun ';>' sampai dengan ';>? memperlihatkan peningkatan jumlah penderita sekitar (=,>@ yaitu dari ';.=;? menjadi )?.?*? kasus. nsidens demam tifoid ber:ariasi di tiap daerah dan biasanya terkait dengan sanitasi lingkungan di daerah rural 7&a$a 3arat8 '=B kasus per '**.*** penduduk, sedangkan di daerah urban ditemukan B?*->'* per '**.*** penduduk. Perbedaan insidens di perkotaan berhubungan erat dengan penyediaan air bersih yang belum memadai serta sanitasi lingkungan dengan pembuangan sampah yang kurang memenuhi syarat kesehatan lingkungan. esistensi antibiotik merupakan hal yang diperhatikan dalam pengobatan dan berhubungan dengan antibiotik yang sering ditambahkan pada he$an ternak. 3anyak strain yang resisten terhadap !hlorampheni!ol, ampi!illin, dan trimethoprim. Sebagai tambahan, resistensi terhadap !iprofloCa!in telah ditemukan di Asia. III
ETIO.O3I
Salmonela tergabung dalam sebuah genus besar dari basil gram-negatif dalam famili nteroba!teria. Pada tahun ';>(, lebih dari )** bakteri memiliki kesamaan DNA pada genomnya yang dikelompokkan ke dalam satu spesies, S. choleraesuis. Spesies ini lebih jauh jauh lagi terbagi ke dalam B subgrup berdasarkan spesifitas dan persamaan pada tambahan DNA. "ampir semua strain yang patogenik bagi manusia terdapat pada subgrup '7 enterica or choleraesuis8 ke!uali untuk infeksi yang jarang subgroups (a 7S. arizonae8 and (b. Penamaan dari spesies yang besar ini sangat kompleks. Sebagai !ontoh nama taksonomik yang benar untuk organisme yang menyebabkan demam enterik adalah Salmonella choleraesuis ssp. choleraesuis 7atau subgroup '8, sero:ar typhi. A sistem penamaan yang sederhana yang biasa
Referat Demam Tifoid/UIN 2010
Page
digunakan pada nama spesies yang bisa menerima reklasifikasi.sebagai !ontoh S.choleraesuis ssp. choleraesuis, sero:ar typhi, yang merujuk nama yang biasa adalah S. typhi. dentifikasi a$al Salmonella pada laboratorium klinis mikrobiologi berdasarkan pada karkateristik pertumbuhan. Salmonella, seperti pada enterobakteria lainnya, menghasilkan asam pada fermentasi glukosa, pengurangan nitrat, dan tidak memproduksi enim oksidase sitokrom. +elompok ini se!ara fakultatif anaerob dan tidak membentuk spora. 1ebih lanjut semua salmonella ke!uali S. gallinarum-pullorum dapat bergerak oleh karena adanya flagella, dan semua ke!uali S. typhi menghasilkan gas 7")S8 pada fermentasi gula. enus salmonella lebih jauh dibagi menjadi sero:ar berdasarkan pada deteksi antigenik utama tertentu, antigen badan 0 lipopolysa!!haride 71PS8 komponen dinding sel,antigen permukaan 2i, dan antigen " pada flagela. Se!ara umum, laboratoris klinis a$alnya terbagi Salmonella menjadi serogrup 7A, 3, 9', 9), D, and 8 berdasarkan pada reakti:itas terhadap antisera antigen-0somatis. Pengelompokan a$al ini menyebabkan klinis terbatas hanya informasi sejak terhadap tingginya reakti:itas silang. Sebagai tambahan tes biokimia dan serologi dibutuhkan untuk identifikasi serotipe yang spesifik. Pen!etkana bakteriofage, penentuan profile plasmid, dan analisis elektroforesis pulsed field gel digunakan untuk mennetukan apakah strain Salmonella spesifik tertentu dalam sero:ar bertanggung ja$ab pada sebuah $abah.
3am&ar 1 Salmonella ty+hi I6
PATO3E-ESIS
#asuknya kuman Salmonella typhi 7S. typhi8 dan Salmonella paratyphi 7S. paratyphi8 ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk ke dalam usus dan selanjutnya berkembang biak. 3ila respons imunitas humoral mukosa 7gA8 usus kurang baik maka kuman akan menembus sel E sel epitel 7terutama sel-#8 dan selanjutnya ke lamina propria. Di lamina propria kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel E sel fagosit terutama oleh
Referat Demam Tifoid/UIN 2010
Page
makrofag. +uman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya diba$a ke palFue peyer ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui dukstus torasikus kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah 7mengakibatkan bakteremia yang pertama yang asimptomatik8 dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ E organ ini kuman meninggalkan sel E sel fagosit dan kem,udian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya dengan disertai tanda E tanda gejala penyakit infeksi sistemik. Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan bersama !airan empedu diekskresikan se!ara GintermittenH ke dalam lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi darah setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah terakti:asi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas :askuler, gangguan mental, dan koagulasi. Di dalam plaFue peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasi jaringan 7S. Typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensiti:itas tipe lambat, hiperplasia jaringan dan nekrosis organ8. Perdarahan saluran !erna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plaFue peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia akibat akumulasi sel E sel monouklear di dinding usus. Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus dan dapat mengakibatkan perforasi. ndotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardio:askular, pernapasan, dan gangguan organ lainnya.
3am&ar 5 Pato'enesis
Referat Demam Tifoid/UIN 2010
Page
Referat Demam Tifoid/UIN 2010
Page
6
DIA3-OSIS
Penegakan diagnosis sedini mungkin sangat bermanfaat agar bisa diberikan terapi yang tepat dan meminimalkan komplikasi. Pengetahuan gambaran klinis penyakit ini sangat penting untuk membantu mendeteksi se!ara dini. Walaupun pada kasus tertentu dibutuhkan pemeriksaan tambahan untuk membantu menegakkan diagnosis. MANIFESTASI KLINIS
#asa tunas demam tifoid berlangsung antara '* E '< hari. ejala E gejala klinis yang timbul sangat ber:ariasi dari ringan sampai dengan berat, dari asimptomatik hingga gambaran penyakit yang khas disertai komplikasi hingga kematian. Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk, dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan meningkat. Sifat demam adalh meningkat perlahan E lahan dan terutama pada sore hari hingga malam hari. Dalam minggu kedua gejala E gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardi relatif, lidah yang berselaput 7kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta tremor8, hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis. oseolae jarang ditemukan pada orang ndonesia. PEMERIKSAAN LABORATORIUM a Pemeri7saan rutin
Walaupun pada pemriksaan darah perifer lengkap sering ditemukan leukopenia, dapat pula terjadi kadar leukosit normal atau leukositosis. 1eukositosis dapat terjadi $alaupun tanpa disertai adanya infeksi sekunder. Selain itu pula dapat ditemukan anemia ringan dan trombositopenia. Pada pemeriksaan hitung jenis leukosit dapat terjadi aneosinofilia maupun limfopenia. 1aju endap darah pada demam pada demam tifoid dapat meningkat. S0T dan SPT seringkali meningkat, tetapi akan kembali menjadi normal setelah sembuh. +enaikan S0T dan SPT tidak memerlukan penanganan khusus. & /ji widal
%ji $idal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman S. Typhi. Pada uji $idal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman S. Typhi dengan antibodi yang disebut aglutinin. Antigen yang digunakan pada uji Widal adalah suspensi Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. #aksud uji $idal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita tersangka demam tifoid yaitu I a. Aglutinin 0 7dari tubuh kuman8 b. Aglutinin " 7flagela kuman8 !. Aglutinin 2i 7simpai kuman8 Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin 0 dan " yang digunakan untuk diagnosis demam tifoid. Semakin tinggin titernya semakin tinggi terinfeksi kuman ini. Referat Demam Tifoid/UIN 2010
Page
Pembentukan aglutinin mulai terjadi pada akhir minggu pertama demam, kemudian meningkat se!ara !epat dan men!apai pun!ak pada minggu ke-empat, dan tetap tinggi selama beberapa minggu. Pada fase akut mula E mula timbul aglutinin 0, kemudian diikuti dengan aglutinin ". Pada orang yang telah sembuh aglutinin 0 masih tetap dijumpai setelah < E ? bulan, sedangkan aglutinin " menetap lebih lama antara ;-') bulan. 0leh karena itu uji $idal bukan untuk menentukan kesembuhan penyakit. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi uji Widal yaitu I '. ). (. <. =. ?.
Pengobatan dini dengan antibiotik angguan pembentukan antibodi, dan pemberian kortikosteroid Waktu pengambilan darah Daerah endemik dan atau non-endemik i$ayat :aksinasi eaksi anmnestik, yaitu peningkatan titer aglutinin pada infeksi bukan demam tifoid akibat infeksi demam tifoid masa lalu atau :aksinasi. B. /aktor pemeriksaan antar laboratorium, akibat aglutinasi ulang, dan strain Salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen. Saat ini belum ada kesepakatan pendapat mengenai titer aglutinin yang bermakna diagnostik untuk demam tifoid. 3atas titer yang sering dipakai hanya kesepakatan saja, hanya berlaku setempat dan batas ini bahkan dapat berbeda di berbagai laboratorium setempat. 8 ,ultur darah
"asil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan tetapi hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena mungkin disebabkan beberapa hal sebagai berikutI '. Telah mendapat terapi antibiotik. 3ila pasien sebelum dilakukan kultur darah telah mendapat antibiotik, pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasilnya mungkin negatif. ). 2olume darah yang kurang 7diperlukan kurang lebih = !! darah8. 3ila darah yang dibiak terlalu sedikit hasilnya biakan bisa negatif. Darah yang diambil sebaiknya se!ara bedside langsung dimasukkan ke medai !air empedu 7oCgall8 untuk pertumbuhan kuman. (. i$ayat :aksinasi. 2aksinasi di masa lampau menimbulkan antibodi dalam darah pasien. Antibodi 7aglutinin8 ini dapat menekan bakteremia hingga biakan darah dapat negatif <. Saat pengambilan darah setelah minggu pertama, pada saat aglutinin semakin meningkat.
d T/9E;
3erdasarkan prinsip deteksi antibodi g# spesifik Salmonella typhi dalam serum dengan !ara nhibition #agneti! 3inding mmunnoassay 7#38 menggunakan 2-shape ea!tion Wells, T%345 T/ memberikan alternatif solusi deteksi dini demam tifoid dengan klinisi terutama menghadapi masalah ke!epatan, kehandalan dan kenyamanan diagnosis.
Referat Demam Tifoid/UIN 2010
Page
De)inisi dan Prinsi+ Tu&e<
T%345 adalah suatu tes diagnosti! in :itro semi kuantitatif '* menit untuk deteksi demam tifoid akut yang disebabkan oleh S. Typhi, melalui deteksi spesifik adanya serum antibodi g# tersebut dalam menghambat reaksi antara antigen berlabel partikel lateC magneti! dan mono!lonal antibody berlabel lates $arna, selanjutnya ikatan inhibisi tersebut diseparasikan oleh suatu daya magneti!. Tingkat inhibisi yang dihasilkan adalah setara dengan tingkat konsentrasi antibody g# S. typhi dalam sampel. "asil diba!a se!ara :isual dengan membandingkan $arna a$al dan akhir reaksi terhadap skala $arna.
3am&ar " ,it /ji T/9E;
6I
TATA .A,SA-A DEMAM TIFOID
Sampai saat ini masih dianut trilogi pentalaksanaan demam tifoid, yaitu I -
-
-
Istirahat dan Perawatan* dengan tujuan men!egah komplikasi dan memper!epat penyembuhan. Diet dan Tera+i Penunjan' (sim+tomati7 dan su+orti)%* dengan tujuan mengembalikan rasa nyaman dan kesehatan pasien se!ara optimal. Pem&erian antimi7ro&a* dengan tujuan menghentikan dan men!egah penyebaran kuman.
Istirahat dan perawatan
Tirah baring dan pera$atan profesional bertujuan untuk men!egah komplikasi. Tirah baring dengan pera$atan sepenuhnya di tempat seperti makan, minum, mandi, buang air ke!il6besar akan membantu dan memper!epat masa penyembuhan. Dalam pera$atan perlu sekali dijaga kebersihan tempat tidur, pakaian, dan perlengkapan yang dipakai. Posisi pasien perlu diperhatikan untuk men!egah dekubitus dan pneumonia ortostatik serta higiene perorangan tetap perlu diperhatikan dan dijaga.
Referat Demam Tifoid/UIN 2010
Page
Diet dan Terapi Penunjang
Diet merupakan hal yang !ukup penting dalam proses penyembuhan penyakit tifoid, karena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan umum dan gii penderita akan semakin turun dan proses penyembuhan akan semakin lama. Di masa lampau penderita demam tifoid diberi diet bubur saring, kemudian ditingkatkan menjadi bubur kasar dan akhirnya diberikan nasi, yang perubahan diet tersebut disesuaikan dengan tingkat kesembuhan pasien. Pemberian bubur saring tersebut bertujuan untuk menghindari komplikasi perdarahan saluran !erna atau perforasi usus. "al ini berdasarkan pendapat bah$a usus harus diistirahatkan. 3eberapa peneliti menunjukan bah$a pemberian makan padat dini yaitu nasi dengan dengan lauk pauk rendah selulosa 7menghindari semnetara sayuran yang berserat8 dapat diberikan dengan aman pada pasien demam tifoid. Pe!erian Anti!i"ti#
0bat E obat antimikroba yang sering digunakan untuk mengobatai demam tifoid adalah sebagai berikut I •
,loram)eni7ol Di ndonesia kloramfenikol masih merupakan obat pilihan utama
•
untuk mengobati demam tifoid. Dosis yang diberikan adalah < 4 =** mg per hari dapat diberikan se!ara per oral atau intra:ena. Diberikan sampai B hari bebas demam. Penyuntikan intramuskular tidak dianjurkan oleh karena hidrolisis ester ini tidak dapat diramalkan dan tempat suntikan terasa nyeri. Dari pengalaman penggunaan obat ini dapat menurunkan demam rata E rata B,) hari. Penulis lain menyebutkan penurunan demam dapat terjadi rata E rata hari ke-=. Tiam)eni7ol dosis dan efekti:itas tiamfenikol pada demam tifoid hampir sama
•
dengan kloramfenikol, akan tetapi komplikasi hematologi seperti kemungkinan terjadinya anemia aplastik lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol. Dosis tiamfenikol adalah < 4 =** mg, demam rata E rata menurun pada hari ke-= sampai ke?. ,otrimo7sa=ol fekti:itas obat ini dilaporkan hampir sama dengan klormafenikol.
•
Dosis untuk orang de$asa adalah ) 4 ) tablet 7' tablet mengandung sulfametoksaol <** mg dan >* mg trimetropin8 diberikan selama ) minggu. Am+isilin dan amo7sisilin +emampuan obat ini untuk menurunkan demam lebih
•
rendah dibandingkan dengan kloramfenikol, dosis yang dianjurkan berkisar antara =*'=* mg6kg33 dan digunakan selama ) minggu. Se)alos+orin 3enerasi ,eti'a "ingga saat ini golongan sefalosporin generasi ke-(
•
yang terbukti efektif untuk demam tifoid adalah seftriakson, dosis yang dianjurkan adalah antara (-< gram dalam dekstrosa '** !! diberikan selam J jam perinfus sekali sehari, diberikan selama ( E = hari. 3olon'an Fluoro7uinolon olongan ini beberapa jenis bahan dan aturan pemberiannya I Norfloksasin dosis ) C <** mg6hari selama '< hari. • Siprofloksasin dosis ) C =** mg6hari selama ? hari • 0floksasin dosis ) C <** mg6hari selama B hari • Pefloksasin dosis <** mg6hari selama B hari •
Referat Demam Tifoid/UIN 2010
Page
•
/leroksasin dosis <** mg6hari selama B hari
Demam pada umumnya mengalami lisis pada hari ke-( atau menjelang hari ke-<. "asil penurunan demam sedikit lebih lambat pada penggunaan norfloksasin yang merupakan fluorokuinolon pertama yang memiliki bioa:abilitas tidak sebaik fluorokuinolon yang dikembangkan kemudian. •
,om&inasi O&at Antimi7ro&a +ombinasi ) antibiotik atau lebih diindikasikan
hanya pada keadaan tertentu saja antara lain toksik tifoid, peritonitis atau perforasi, serta syok septik,yang pernah terbukti ditemukan ) ma!am organisme dalam kultur darah selain kuman Salmonella. •
,orti7osteroid Penggunaan steroid hanya diindikasikan pada toksik tifoid atau
demam tifoid yang mengalami syok septik dengan dosis ( C = mg. Peng"!atan Dea Ti$"id pada I!u %ai&
+loramfenikol tidak dianjurkan pada trimester ke-( kehamilan karena dikha$atirkan dapat terjadi partus prematur, kematian fetus intrauterin, dan grey syndrome pada neonatus. Tiamfenikol tidak dianjurkan digunakan pada trimester pertama kehamilan karena kemungkinan efek teratogenik terhadap fetus pada manusia belum dapat disingkirkan. Pada kehamilan lebih lanjut tiamfenikol dapat digunakan. Demikian juga obat fluorokuinolon maupun kotrimoksaol tidak boleh digunakan untuk mengobati demam tifoid. 0bat yang dianjurkan adalah ampisilin, amoksisilin, dan seftriakson. Tata La#sana K"p&i#asi Dea Ti$"id
Sebagai suatu penyakit sistemik hampir semua organ utama tubuh dapat diserang dan berbagai komplikasi serius dapat terjadi. 3eberapa komplikasi serius yang dapat terjadi pada demam tifoid yaitu I • •
+omplikasi intestinal. Perdarahan usus, perforasi usus, ileus paralitik, pankreatitis. +omplikasi ekstra-intestinalI kardio:askular I gagal sirkulasi perifer, miokarditis, +omplikasi
tromboflebitis. +omplikasi darah I anemia hemolitik, trombositopenia, +D, trombosis. +omplikasi paru I pneumonia, empiema, pleuritis. +omplikasi hepatobilier I hepatitis, kolelistisis. +omplikasi ginjal I glomerulonefritis, pielonefritis, perinefritis. +omplikasi tulang I osteomielitis, periosteitis, spondilitis, artritis. +omplikasi neuropsikiatrik6tifoid toksik.
,om+li7asi Intestinal Perdarahan intestinal
Pada plak Peyeri usus yang terinfeksi 7terutama ileum terminalis8 dapat terbentuk tukak6luka berbentuk lonjong dan memanjang terhadap sumbu usus. 3ila luka menembus lumen usus
Referat Demam Tifoid/UIN 2010
Page
dan mengenai pembuluh darah maka terjadai perdarahan. Selanjutnya bila tukak menembus dinding usus maka perforasi dapat terjadi. Selain karena faktor luka, perdarahan juga terjadi karena kegagalan koagulasi darah 7+D8 atau gabungan kedua faktor. Sekitar )=@ penderita tifoid dapat menglami perdarahan minor yang tidak membutuhkan transfusi darah. Perdarahan hebat dapat terjadi hingga penderota mengalami syok. Se!ara klinis perdarahan akut darurat bedah ditegakkan bila terdapat perdarahan sebanyak = ml6kg336jam dengan faktor hemostasis dalam batas normal. &ika penanganan terlambat, mortaliitas !ukup tinggi sekitar '*-()@, bahkan ada yang melaporkan sampai >*@. 3ila transfusi yang diberikan tidak mengimbnangi perdarahan yang terjadi, maka tindakan bedah perlu dipertimbangkan. Per)orasi /sus
Terjadi sekitar (@ pada penderita yang dira$at. 3iasanya timbul pada minggu ketiga namun dapat terjadi pula pada minggu pertama. Selain gejala umum demam tifoid yang biasa terjadi maka penderita demam tifoid dengan perforasi megeluh nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran kanan ba$ah yang kemudian menyebar ke seluruh perut dan disertai dengan tanda-tanda ileus. 3ising usus melemah pada =*@ penderita dan pekak hati terkadang tidak ditemukan karena adanya udara bebas di abdomen. Tanda-tanda perforasi lainnya adalah nadi !epat, tekanan darah turun, dan bahkan dapat syok. 1eukositosis dengan pergeseran ke kiri dapat menyokong adanya perforasi. 3ila pada gambaran foto polos abdomen 73N06( posisi8 ditemukan udara pada rongga peritoneum atau subdiafragma kanan, maka hal ini merupakan nilai yang !ukup menentukan terdapatnya perforasi usus pada demam tifoid. 3eberapa faktor yang meningkatkan kejadian adalah umur 7biasanya )*-(* tahun8, lama demam, modalitas pengobatan, beratnya penyakit, dan mobilitas penderita. Antibiotik diberikan se!ara selektif bukan hanya untuk mengobati kuman S. Typhi tetapi juga untuk mengatasi kuman yang bersifat fakultatif dan anaerobik pada flora usus. %mumnya diberikan antibiotik spektrum luas dengan kombinasi kloramfenikol dan ampisilin intra:ena. %ntuk kontaminasi usus dapat diberikan gentamisin6metronidaol. 9airan harus diberikan dalam jumlah yang !ukup serta penderita dipuasakan dan dipasang nasogastri! tube. Transfusi darah dapat diberikan jika terdapat kehilangan darah akibat perdarahan intestinal. ,om+li7asi E7stra>Intestinal ,om+li7asi ematolo'i
+omplikasi hematologi berupa trombositopenia, hipofibrino-genemia, peningkatan protrombin-time peningkatan partial protrombin time, peningkatan fibrin degradation produ!ts sampai koagulasi intra :askular disemata +D8 dapat ditemukan pada kebanyakan pasien demam tifoid. Trombositopenia saja sering dijumpai, hal ini mungkin terjadi karena menurunnya produksi trombosit di sumsum tulang selama proses infeksi atau meningkatnya destruksi trombosit di sistem retikulosendotelial. 0bat E obatan juga memegang peranan penting.
Referat Demam Tifoid/UIN 2010
Page
Penyebab +D pada demam tifoid belum jelas. "al E hal yang sering dikemukakan adalah endotoksin mengaktifkan beberapa sistem biologik, koagulasi dan fibrinolisis. Pelepasan kinin, prostaglandin dan histamin menyebabkan :asokontriksi dan kerusakan endotel pembuluh darah dan selanjutnya mengakibatkan perangsangan mekanisme koagulasi baik +D kompensata maupun dekompensata. 3ila terjadi +D dekompensata dapat diberikan transfusi darah, substitusi trombosit dan6atau faktor E faktor koagulasi bahkan heparin, meskipun ada yang tidak sependapat tentang pemberian heparin pada demam tifoid. e+atitis Ti)osa
Pembengkakan hati ringan sampai sedang dijumpai pada =*@ kasus dengan demam tifoid dan lebih banyak dijumpai karena S. Typhi daripada S. Paratyphi. %ntuk membedakan apakah hepatitis ini oleh karena tifoid, :irus, malaria, atau amuba maka perlu diperhatikan kelainan fisik, paramter laboratorium, dan bila perlu histopatologik hati. Pada demam tifoid kenaikan enim transaminase tidak rele:an dengan kenaikan serum bilirubin 7untuk membedakan dengan hepatitis oleh karena :irus8. "epatitis tifosa dapat terjadi pada pasien dengan malnutrisi dan sistem imun yang kurang. #eskipun sangat jarang, komplikasi hepatoensefalopati dapat terjadi. Pan7reatitis Ti)osa
#erupakan komplikasi yang terjadi pada demam tifoid. Pankreatitis sendiri dapat disebabkan oleh mediator proinflamasi, :irus, bakteri, !a!ing, maupun at-at farmakologik. Pemeriksaan enim amilase dan lipase serta ultrasonografi69T-s!an dapat membantu diagnosis penyakit ini dengan akurat. Penatalaksanaan pankreatitis tifosa sama seperti penanganan pankreatitis pada umumnya antibiotik yang diberikan adalaha ntibiotik intra:ena seperti seftriakson atau kuinolon. Mi"#arditis
#iokarditis dapat terjadi pada '-=@ penderita demam tifoid sedangkan kelainan elektrokardiografi dapat terjadi pada '*-'=@ penderita. Pasien dengan miokarditis biasanya tanpa gejala kardio:askular atau dapat berupa keluhan sakit dada, gagal jantung kongestif, aritmia ata syok kardiogenik. Sedangkan perikarditis sangat jarang terjadi. Perubahan elektrokardiografi yang menetap disertai aritmia mempunyai prognosis yang buruk. +elainan ini disebabkan kerusakan miokardium oleh kuman S. Typhi dan miokarditis sering sebagai penyebab kematian. 3iasanya dijumpai pada pasien yang sakit berat, keadaan akut dan fulminan. Mani)estasi -euro+si7iatri7?Ti)oid To7si7
#anifestasi neuropsikiatrik dapat berupa delirium dengan atau tanpa kejang, semi-koma atau koma, parkinson rigidity6transient parkoinsonism, sindrom otak akut, mioklonus generalisata, meningismus, skiofrenia sitotoksik, mania akut, hipomania, ensefalomielitis, meningitis, polineuritis perifer, sindroma uillen-3are, dan psikosis.
Referat Demam Tifoid/UIN 2010
Page
Terkadang gejala demam tifoid diikuti suatu sindroma klinis berupa gangguan atau penurunan kesadaran akut 7kesadaran berkabut, apatis, delirium, somnolen, sopor, atau koma8 dengan atau tanpa disertai kelainan neurologis lainnya dan dalam pemeriksaan !airan otak masih dalam batas normal. Sindrom klinis seperti ini oleh beberapa peneliti disebut sebagai tifoid toksik, sedangkan penulis lainnya menyebutnya dengan demam tifoid berat, demam tifoid ensefalopati, atau demam tifoid dengan toksemia. Diduga faktor-faktor sosial ekonomi yang buruk, tingkat pendidikan yang rendah, ras, kebangsaan, iklim, nutrisi, kebudayaan dan keper!ayaan 7adat8 yang masih terbelakang ikut mempermudah terjadinya hal tersebut dan akibatnya meningkatkan angka kematian. Semua kasus tifoid toksik, atas pertimbangan klinis sebagai demam tifoid berat, langsung diberikan pengobatan kombinasi kloramfenikol < 4 <** mg ditambah ampisilin < 4 ' gram dan deksametason ( C = mg. Penata&a#sanaan Pada Pengidap Ti$"id 'Karier(
+asus demam tifoid karier merupakan faktor risiko terjadinya outbreak demam tifoid. Pada daerah endemik dan hiperendemik penyandang kuman S. Typhi ini jauh lebih banyak serta sanitasi lingkungan dan sosial ekonomi rendah semakin mempersulit usaha penanggulangannya. Angka kejadian demam tifoid di ndonesia sebesar '***6'**.*** populasi per tahun, insidens rata E rata ?)@ di Asia dan (=@ di afrika dengan mortalitas rendah )-=@ dan sekitar (@ menjadi kasus karier. Diantara demam tifoid yang sembuh klinis, pada )*@ diantaranya masih ditemukan kuman S. Typhi setelah ) bulan dan '*@ masih ditemukan pada bulan ke tiga serta (@ masih ditemukan setelah satu tahun. +asus karier meningkat seiring peningkatan umur dan adanya penyakit kandung empedu, serta gangguan traktus urinarius. De)inisi dan Mani)estasi Ti)oid ,arier
Definisi pengidap tifoid 7karier8 adalah seseorang yang kotorannya 7fese atau urin8 mengandung S. Typhi setelah satu tahun pas!a-demam tifoid, tanpa disertai gejala klinis. +asus tifoid dengan kuman S. Typhi masih dapat ditemukan di feses atau urin selama )-( bulan disebut karier pas!a penyembuhan. Pada penelitian di &akarta dilaporkan bah$a '?,'>@ 7NK?>8 kasus demam tifoid masih didapatkan kuman S.Typhi pada kultur fesenya. Tifoid karier tidak menimbulkan gejala klinis 7asimptomatik8 dan )=@ kasus menyangkal adanya ri$ayat sakit demam tifoid akut. Pada beberapa penelitian dilaporkan pada tifoid karier sering disertai infeksi kronik traktus urinarius serta terdapat peningkatan risiko terjadinya karsinoma kandung empedu, karsinoma kolorektal, karsinoma pankreas, karsinoma paru, dan keganasan di bagian organ atau jaringan lain. Peningkatan faktor risiko tersebut berbeda bila dibandingkan dengan populasi pas!a-ledakan kasus luar biasa demam tifoid, hal ini diduga faktor infeksi kronis sebagai faktor risiko terjadinya karsinoma dan bukan akibat infeksi tifoid akut. Proses patofisiologis dan patogenesis kasus tifoid karier belum jelas. #ekanisme pertahanan tubuh terhadap Salmonella typhi belum jelas. munitas seluler diduga punya peran sangat penting. "al ini dibuktikan bah$a pada penderita si!kle !ell disease dan sistemi! lupus
Referat Demam Tifoid/UIN 2010
Page
eritematosus 7S18 maupun penderita ADS bila terinfeksi Salmonella maka akan terjadi bakteremia yang berat. Pada pemeriksaan inhibisi migrasi leukosit 71#8 dilaporkan terdapat penurunan respons reakti:itas seluler terhadap Salmonella typhi, meskipun tidak ditemukan penurunan imunitas seluler dan humoral. Penelitian lainnya menyatakan bah$a tidak ada perbedaan bermakna pada sistem imunitas humoral dan seluler serta respons limfosit terhadap Salmonella typhi antara pengidap tifoid dengan kontrol. Pemeriksaan respons imun berdasarkan serologi antibodi g dan g# terhadap S. Typhi antara tifoid karier dibanding tifoid akut tidak berbeda bermakna. Dia'nosis Ti)oid ,arier
Diagnosis tifoid karier ditegakkan atas dasar ditemukannya kuma Salmonella Typhi pada biakan feses atau urin pada seseorang tanpa tanda klinis infeksi atau pada seseorang setelah ' tahun pas!a demam tifoid. Dinyatakan kemungkinan besar bukan sebagai tifoid karier bila setelah dilakukan biakan se!ara a!ak serial minimal ? kali pemeriksaan tidak ditemukan kuman S. Typhi. Sarana lain untuk menegakkan diagnosis adalah pemeriksaan serologi 2i, dilaporkan bah$a sensiti:itas B=@ dan spesifitasnya ;)@ bila ditemukan kadar titer antibodi 2i sebesar '?*. Nolam 9# dkk meneliti pengidap tifoid 7karier8 beserta keluarganya, ditemukan titer 'I<* sampai 'I)=?* pada B kasus biakan positif S. Typhi sedangkan pada (B kasus dengan kultur S. Typhi negatif (? kasus tidak ditemukan antibodi 2i, ' kasus denagn antibodi 2i psoitif 'I'*. Penatala7sanaan Ti)oid ,arier
+esulitan eradikasi kasus karier berhubungan dengan ada tidaknya batu empedu dan sikatrik kronik pada saluran empedu. +asus karier ini juga meningkat pada seseorang yang terkena infeksi saluran ken!ing se!ara kronis, batu, striktur, hidronefrosis, dan tuberkulosis maupun tumor di traktus urinairus. 0leh karena itulah insidens tifoid karier meningkat pada $anita maupun pada usia lanjut karena adanya faktor tersebut di atas. Penatalaksanaan tifoid karier dibedakan berdasarkan ada tidaknya penyulit yang dapat dilihat pada tabel diba$ah ini. Tabel '. Terapi Antibiotik pada +asus Demam Tifoid +arier Tan+a disertai ,asus ,olelitiasis Pilihan regimen terapi selam ( bulan I '. Ampisilin '** mg6kgbb6hari L probenesid (*mg6kg336hari ). Amoksisilin '**mg6kg336hari L probenesid (*mg6kg336hari (. Trimetropin-sulfametoklsaol ) tablet6hari Disertai ,asus ,olelitiasis +olisistektomi L regimen tersebut diatas selama )> hari, kesembuhan >*@ atau kolesistektomi L salah satu regimen terapi di ba$ah ini I '. Siprofloksasin B=*mg6) kali6hari ). Norfloksasin <**mg6) kali6hari Disertai in)e7si S8histosoma aemato&ium Pada Tra7tus /rinarius Pengobatan pada kasus ini harus dilakukan eradikasi S. "aematobium '. Praikuantel <* mg6kg33 dosis tunggal, atau ). #etrifonat B,= '* mg6kg33 bila perlu diberikan ( dosis, inter:al ) minggu. Setelah
Referat Demam Tifoid/UIN 2010
Page
eradikasi S. "aematobium tersebut baru diberikan regimen terapi untuk tifoid karier seperti di atas. 6II
PE-@E3AA- DEMAM TIFOID
Pen!egahan demam tifoid melalui gerakan nasional sangat diperlukan karena akan berdampak !ukup besar terhadap penurunan kesakitan dan kematian akibat demam tifoid, menurunkan anggaran pengobatan pribadi maupun negara, mendatangkan de:isa negara dari $isata$an man!anegara karena telah hilangnya predikat negara endemik dan hiperendemik sehingga mereka tidak takut lagi terserang tifoid saat berada di daerah kunjungan $isata. Se!ara umum, untuk memperke!il kemungkinan ter!emar S. Typhi, maka setiap indi:idu harus memperharikan kualitas makanan dan minuman yang mereka konsumsi. Salmonella typhi dalam air akan mati apabila dipanasi setinggi =B o9 beberapa menit atau dengan proses iodinasi6klorinasi. %ntuk makanan, pemanasan hingga suhu tersebut dan se!ara merata juga dapat mematikan penurunan endemisitas suatu negara 6 daerah tergantung pada baik buruknya pengadaan sarana air dan pengaturan pembuangan sampah serta tingkat kesadaran indi:idu terhadap higiene pribadi. munisasi aktif dapat membantu menekan angka kejadian demam tifoid. Preenti) dan ,ontrol Penularan
Tindakan pre:entif sebagai upaya pen!egahan penularan dan peledakan kasus luar biasa 7+138 demam tifoid men!akup banyak aspek, mulai dari segi kuman S. Typhi sebagai agen penyakit dan faktor pejamu 7host8 serta faktor lingkungan. Se!ara garis besar ada ( strategi pokok untuk memutuskan transmisi tifoid, yaitu I '. dentifikasi dan eradikasi Salmonella Typhi baik pada kasus demam tifoid maupun karier tifoid. ). Pen!egahan transmisi langsung dari pasien terinfeksi S. Typhi akut maupun kronik. (. Proteksi pada orang yang berisiko terinfeksi. Identi)i7asi dan Eradi7asi S Ty+hi +ada Pasien Ti)oid Asimtomati7* 7arier* dan A7ut
Tindakan identifikasi atau penyaringan pengidap kuman S. Typhi ini !ukup sulit dan memerlukan biaya !ukup besar baik ditinjau dari pribadi maupun skala nasional. 9ara pelaksanaannya dapat se!ara aktif yaitu mendatangi sasaran maupun pasif menunggu bila ada penerimaan pega$ai di suatu instansi atau s$asta. Sasaran aktif lebih diutamakan pada populasi tertentu seperti pengelola sarana makanan-minuman baik tingkat usaha rumah tangga, restoran, hotel sampai pabrik beserta distributornya. Sasaran lainnya adalah yang terkait dengan pelayanan masyarakat, yaitu petugas kesehatan, guru, petugas kebersihan, pengelola sarana umum lainnya. Pen8e'ahan Transmisi .an'sun' dari Penderita terin)e7si S Ty+hi A7ut mau+un ,arier
+egiatan ini dilakukan rumah sakit, klinik maupun di rumah dan lingkungan sekitar orang yang telah diketahui pengidap kuman S. Typhi.
Referat Demam Tifoid/UIN 2010
Page
Prote7si +ada Oran' yan' 9erisi7o Tin''i Tertular dan terin)e7si
Sarana proteksi pada populasi ini dilakukan dengan !ara :aksinasi tifoid di daerah endemik maupun hiperendemik. Sasaran :aksinasi tergantung daerahnya endemis atau non-endemis, tingkat resiko tertularnya yaitu berdasarkan tingkat hubungan perorangan dan jumlah frekuensinya, serta golongan indi:idu berisiko, yaitu golongan immunokompromais maupun golongan rentan. Tindakan pre:entif berdasarkan lokasi daerah, yaituI •
Daerah non-endemik. Tanpa ada kejadian outbreak atau epidemi Sanitasi air dan kebersihan lingkungan Penyaringan pengelola pembuatan6distributor6penjualan makanan-minuman Pen!arian dan pengobatan kasus tifoid karier 3ila ada kejadian epidemi tifoid
•
Pen!arian dan eliminasi sumber penularan Pemeriksaan air minum dan #9+ Penyuluhan higiene dan sanitasi pada populasi umum daerah tersebut. Daerah endemik #emasyarakatkan pengelolaan bahan makanan dan minuman yang memenuhi
standar prosedur kesehatan 7perebusan8 M=B *9, iodisasi, dan klorinisasi8 Pengunjung ke daerah ini harus minum air yang telah melalui pendidihan,
menjauhi makanan segar 7sayur6buah8 2aksinasi se!ara menyeluruh pada masyarakat setempat maupun pengunjung.
6a7sinasi
2aksin pertama kali ditemukan pada tahun '>;? dan setelah tahun ';?* efekti:itas :aksinasi telah ditegakkan, keberhasilan proteksi sebesar ='->>@ 7W"08 dan sebesar ?B@ 7%ni:ersitas #a$ryland8 bila terpapar '*= bakteri tetapi tidak mampu proteksi bila terpapar '*B bakteri. 2aksinasi tifoid belum dianjurkan se!ara rutin di %SA, demikian juga di daerah lain. ndikasi :aksinasi adalah bila I '. "endak mengunjungi daerah endemik, risiko terserang demam tifoid semakin tinggi untuk daerah berkembang. ). 0rang yang terpapar dengan penderita karier tifoid (. Petugas laboratorium6mikrobiologi 4enis • •
2aksin oral I -Ty)'a 7:i:otif 3erna8 belum beredar di ndonesia. 2aksin parenteral E 2i9PS, :aksin kapsul polisakarida
Referat Demam Tifoid/UIN 2010
Page
Pemilihan
Pada beberapa penelitian :aksin oral Ty)'a diberikan ( kali se!ara bermakna menurunkan ??@ selama = tahun, laporan ini sebesar ((@ selama ( tahun. %sia sasaran :aksinasi berbeda efekti:itasnya, dilaporkan insidens turun =(@ pada anak M '* tahun sedangkan anak usia =-; tahun insidens turun 'B@. 2askin parenteral non aktif relatif lebih sering menyebabkan reaksi efek samping serta tidak selektif dibandingkan dengan 2i9PS maupun Ty')a oral. &enis :aksin dan jad$al pemberiannya, yang ada di ndonesia hanya 2i 9PS. Indi7asi
Tindakan pre:entif berupa :aksin tifoid tergantung pada faktor resiko yang berkaitan, yaitu indi:idual atau populasi dengan situasi epidemiologinyaI •
Populasi I anak sekolah di daerah endemik, personil militer, petugas rumah sakit, lab
•
kes. ndi:idual I pengunjung $isata$an ke daerah endemik, orang yang kontak erat dengan pengidap tifoid 7karier8
Anak usia )-= tahun toleransi dan respons imunologisnya sama dengan anak usia lebih besar. ,ontraindi7asi
2aksin hidup oral Ty')a se!ara teoritis dikontraindikasikan pada sasaran yang alergi atau reaksi efek samping berat, penurunan imunitas, dan kehamilan. 3ila diberikan bersamaan dengan obat antimalaria 7klorokuin-meflokuin8 dianjurkan minimal setelah )< jam pemberian obat baru dilakukan :aksinasi. Dianjurkan tidak memberikan :aksinasi bersamaan dengan obat sufonamid atau antimikroba lainnya. E)e7 Sam+in'
Pada :aksin Ty)'a demam timbul pada orang yang mendapat :aksinasi *-=@ sakit kepal, sedangkan pada 2i9PS efek samping lebih ke!il 7demam *,)=@, malaise =@, sakit kepala ',=@ rash =@ reaksi nyeri lokal 'B@. fek samping terbesar pada :aksin parenteral adalah heat phenol ina!ti:ated, yaitu demam ?,B-)<@ nyeri kepala ;-'*@ dan reaksi lokal nyeri dan edema (-(=@ bahkan reaksi berat hipotensi, nyeri dada, dan syok dilaporna pernah terjadi meskipun sporadis dan sangat jarang terjadi. E)e7tiitas
Serokon:ersi 7peningkatan titer antibodi < kali8 setelah :aksinasi dengan 2i9PS terjadi se!ara !epat yaitu sekitar '= hari ke-( minggu dan ;*@ bertahan selama ( tahun. +emampuan proteksi sebesar BB@ pada daerah endemik dan sebesar ?*@ untuk daerah hiperendemik.
DAFTAR P/STA,A
Referat Demam Tifoid/UIN 2010
Page
'. Sudoyo, A., dkk. 3uku ajar lmu Penyakit Dalam. &ilid edisi 2. &akarta I Pusat penerbitan Departemen ilmu penyakit dalam /+%. )**?. ). Sudarmo, S. dkk. 3uku ajar infeksi dan pediatri tropis. disi . &akartaI 3adan Penerbit DA. )**) (. +asper, D., dkk. "arrisons prin!iple of internal medi!ine. disi 42. Ne$ OorkI #!ra$-"ill. )**= <. Warrel, A. dkk. 0Cford teCtbook of medi!ine. disi 2. PhiladelphiaI 0Cford %ni:ersity Press. )**( =. Anonim. T%34 T/.
Date
a!!essed
De!ember
'*,
)*'*.
A:ailable
at
$$$.kalbe.!o.id
Referat Demam Tifoid/UIN 2010
Page