REFERAT
CRANIOSYNOSTOSIS
Nama
: Aulia Salmah Tandayu
No. Stambuk
: N 111 14 024
Pembimbing
: dr. Effendy Salim, Sp.A
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA PALU MARET 2015
BAB I PENDAHULUAN Craniosynostosis adalah istilah pertama yang diperkenalkan Virchow digunakan untuk penutupan/fusi dini satu atau lebih sutura cranial. Craniosynostosis dapat dikelompokkan menjadi dua kategori. Craniosynostosis primer mengacu pada fusi premature dari satu atau lebih sutura cranial akibat kelainan perkembangan. Penyebabnya adalah diduga sebagai anomali perkembangan dasar tengkorak. Sinostosis sekunder mengacu pada penutupan sutural premature akibat dari penyebab lain seperti kompresi intrauterine dari tengkorak, efek teratogen, atau kurangnya pertumbuhan otak.1 Tulang tengkorak manusia terdiri atas banyak sendi yang dihubungkan oleh sutura. Sutura-sutura tersebut akan menutup setelah pertumbuhan otak sempurna. Dalam kasus dimana sutura-sutura ini menutup lebih awal, akan mengganggu pertumbuhan normal dari otak. Otak yang bertumbuh akan mendesak tengkorak dan dapat tumbuh kearah sutura lain yang terbuka. Penutupan sutura yang prematur dapat berdiri sendiri atau bersamaan dengan kelainan yang lain, menyebabkan bermacam-macam sindrom.1 Craniosynostosis adalah penutupan prematur pada satu atau lebih sutura tulang tengkorak. Berdasarkan Hukum Virchow, penutupan
sutura
yang
prematur
mencakup
pertumbuhan 1
perpendicular kearah garis sutura yang terbatas, yang diperparah dengan pertumbuhan berlebihan secara paralel kearah sutura. Insidens dari Craniosynostosis adalah 1:1000 kelahiran dan penyebabnya multifaktorial. Beberapa teori telah dikemukakan untuk menjelaskan penyatuan sutura yang prematur, seperti gaya in utero intrinsik dan ekstrinsik, sebagaimana perlukaan duramater dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan tulang cranial. 2,3
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Istilah Craniosynostosis pertama diperkenalkan Virchow dan digunakan untuk penutupan dini satu atau lebih sutura kranial. Pertumbuhan perpendikuler tulang terhadap sutura yang terkena terganggu (teori Virchow). Keadaan ini biasanya tampak saat lahir dan mungkin bersamaan dengan anomali lain. Craniosynostosis didefinisikan sebagai penutupan premature sutura kranialis sebagai primer atau sekunder.1 Craniosynostosis primer merujuk pada penutupan satu sutura atau
lebih
karena
kelainan
perkembangan
tengkorak.
Craniosynostosis primer akibat dari abnormalitas intrinsik sutura cranial. Craniosynostosis sekunder adalah akibat dari kegagalan pertumbuhan dan pembesaran otak.1 2.2 Anatomi Tulang-tulang pipih tengkorak (frontal, parietal, temporal, dan oksipital) berkembang dengan baik pada bulan kelima kehamilan. Pada waktu lahir, tulang-tulang tersebut dipisahkan satu sama lainnya oleh perekat tipis dan jaringan penyambung, yaitu sutura. Di tempat-tempat pertemuan lebih dari dua tulang, suturanya lebar dan dikenal sebagai ubun-ubun (fontanella). Biasanya fontanella anterior menutup pada usia 20 bulan sedangkan fontanella posterior menutup pada usia 3 bulan.4 Craniosynostosis adalah suatu kondisi di mana sutura bergabung
terlalu
dini,
menyebabkan
masalah
dengan
3
pertumbuhan otak dan tengkorak normal. penutupan prematur sutura juga dapat menyebabkan tekanan di dalam kepala untuk meningkat dan tengkorak atau tulang wajah untuk mengubah dari penampilan normal dan simetris.4
Gambar 1: Anatomi kepala 2.3 Epidemiologi Insiden kraniosisostosis primer sekitar 1 per 2.000 kelahiran. Penyebabnya pada sebagian besar anak belum diketahui. Namun sindrom genetika merupakan 10-20% kasus. Craniosynostosis paling sering adalah sinostosis sagital, diikuti sinostosis koronal. Ada perbedaan
kelamin; rasio laki/wanita adalah 4:1 pada
sinostosis sagital dan 2:3 pada sinostosis koronal.5 2.4 Etiologi Kasus familial sering dijumpai, faktor genetik mungkin berperan pada sinostosis koronal. Kasus familial belum pernah dilaporkan pada sinostosis lainnya. Tekanan yang terjadi terhadap tengkorak selama kehidupan fetal mungkin berperan penyebab, karena fetus multipel, posisi fetus abnormal, disproporsi kepala fetus dengan pelvis maternal sering dijumpai pada riwayat klinik
4
yang berkaitan. Trauma intrauterine mungkin juga menyebabkan Craniosynostosis, karena temuan histologis pada penutupan dini sutura koronal adalah serupa dengan pembentukan kalus atau tahap
kuratif
dari
fraktura
diastatik.
Penelitian
histologi
memperlihatkan tidak ada bukti mikroskopik dari sutura pada area dengan abnormalitas klinis maksimum, dan perubahan basis tengkorak adalah sekunder atas obliterasi sutura.4 Etiologi Craniosynostosis belum diketahui, namun hipotesis yang berlaku menunjukan bahwa perkembangan abnormal dasar tengkorak menciptakan gaya berlebihan pada dura yang berperan menggangu perkembangan sutura kranialis.4 2.5 Klasifikasi Craniosynostosis dapat dibagi dalam jenis primer dan sekunder. Craniosynostosis primer akibat dari abnormalitas intrinsik sutura kranial dan dapat diklasifikasikan menurut sutura yang terkena. Tujuh jenis memiliki bentuk yang khas: 4, 5 1. Brakhisefali: kepala terkompres dan datar akibat penutupan dini sutura koronal bilateral (sinostosis koronal). 2. Skafosefali: kepala memanjang dan sempit akibat penutupan dini sutura sagital (sinostosis sagital). 3. Plagiosefali: kepala tak seimbang atau serong akibat penutupan dini sutura koronal unilateral. 4. Trigonosefali: Kening segitiga atau sempit akibat penutupan dini sutura frontal atau metopik. 5. Oksisefali, akrosefali, turrisefali: kapala
runcing atau
menjulang akibat penutupan dini semua sutura.
5
Gambar 2. Brakhisefali
Gambar 3. Skafosefali
Gambar 4. Anterior Plagiosefali
6
Gambar 5. Posterior Plagiosefali
Gambar 6. Trigonosefali
Gambar 7. Oksisefali, akrosefali, turrisefali
7
Craniosynostosis sekunder dapat diklasifikasikan sebagai berikut :4, 5 Craniosynostosis sekunder A. Craniosynostosis sebagai bagian sindroma lain yang diketahui 1. Sindroma Crouzon (kraniofasial disostosis) 2. Sindroma Apert (akrosefalosindaktili) 3. Sindroma Carpenter (akrosefalopolisindaktili) 4. Sindroma
Treacher-Collins
(mandibulofasial
sinostosis) 5. Displasia kraniotelensefalik 6. Hipotelorisme orbital, arinensefali, trigonosefali 7. Tengkorak cloverleaf B. Craniosynostosis yang berhubungan dengan keadaan lain 1. Penyakit metabolik a. Hiperkalsemia idiopatik b. Gargoylisme c. Hipertiroidisme 2. Displasia dan disostosis tulang b. Akhondroplasia c. Disostosis metafiseal d. Sindroma Rubinstein-Taybi 3. Craniosynostosis sehubungan dengan mikrosefali 4. Kelainan hematologis (diikuti penebalan diploe akibat berbagai anemia) a. Ikterus hemolitika kongenital 8
b. Polisitemia vera c. Penyakit sickle cell d. Talasemia 5. Malformasi lain-lain yang berkaitan 6. Trauma Craniosynostosis dapat mengenai berbagai sutura di tulang kepala : metopik, sagital, lambdoidal atau coronal. Pada Craniosynostosis simpel, satu buah sutura menutup secara prematur, pada sinostosis sutura multiple, dua atau lebih sutura menutup secara prematur. Craniosynostosis dapat muncul berdiri sendiri yang menghasilkan suatu Craniosynostosis nonsindromik, atau penyakit ini dapat muncul bersama-sama dengan kelainan lainnya dalam pola yang dapat dikenali yang membuatnya secara klinis
menjadi
sindrom
yang
diakui.
Kebanyakan
kasus
Craniosynostosis nonsindromik terjadi secara sporadik dengan laporan frekuensi 0,6 dari 1000 kelahiran hidup. Craniosynostosis sindromik kebanyakan bersifat genetik, dan memiliki pola autosom dominan, autosom resesif dan pewarisan sifat terkait kromosom X telah diteliti. Lebih dari 90 sindrom yang dilaporkan berhubungan dengan Craniosynostosis, dengan kebanyakan berhubungan dengan kelainan lengan dan tungkai, telinga dan system kardiovaskular.5 Sindrom Apert, Crouzon, Pfeiffer, Saethre-Chotzen dan Carpenter menggambarkan sindrom Craniosynostosis yang diteliti oleh ahli bedah plastik. Sindrom Craniosynostosis familial ini
9
memberikan
beberapa
ciri-ciri
umum,
termasuk
midface
hypoplasia, pertumbuhan basis crania yang abnormal, wajah yang abnormal serta lengan dan tungkai yang abnormal. Pada faktanya, gambaran craniofacial dari berbagai sindrom ini secara klinis sama, sehingga kelainan pada jari tangan dapat menjadi pembeda diantara bermacam-macam sindrom tersebut.5 2.6 Patofisiologi Patogenesis kraniosinositosis belum jelas. Pertumbuhan tengkorak ditentukan oleh pertumbuhan otak. Otak menjadi dua lebih besar pada umur satu tahun. Tinjauan perkembangan tengkorak
membantu
dalam
memahami
terjadinya
Craniosynostosis. Selama perkembangan awal, otak terbungkus oleh lapisan mesenkim. Pada bulan kedua, jaringan tulang nyata pada bagian mesenkim yang sesuai dengan kranium, dan jaringan kartilago yang terbentuk pada dasar tengkorak. Tulang cranium berkembang dengan baik pada bulan kelima kehamilan (frontal, parietal, temporal dan oksipital) dan dipisahkan oleh sutura dan fontanela. Otak tumbuh dengan cepat selama umur-umur tahun pertama dan normalnya tidak terganggu karena pertumbuhan ekuivalen sepanjang garis sutura.6 Pertumbuhan tulang kepala terjadi di sutura tengkorak. Sutura yang mengalami kraniosinositosis dapat tunggal atau multiple. Kraniosinositosis merupakan penutupan dini satu atau lebih tulang tengkorak sehingga menyebabkan bentuk kepala yang khas untuk penutupan setiap sutura. Penutupan sutura sagitalis
10
mengakibatkan skafosefali, sutura koronaria mengakibatkan plagiosefali dan sutura metopik mengakibatkan trigonosefali. Kraniosinositosis sekuder merupakan penutupan sutura dini karena otak yang tidak berkembang misalnya pada mikrosefali atau sesudah pemasangan pitas serebrospinal. Sutura koronaria dan sagitalis paling sering terjadi.6 2.7 Gejala Klinis Sebagian besar kasus Craniosynostosis nyata pada saat lahir dan ditendai dengan deformitas tengkorak yang merupakan akibat langsung fusi sutura premature. Palpasi sutura mengungkapkan adanya rigi tulang yang menonjol. Dan fusi sutura dapat diperkuat dengan roentenogram kepala atau scan tulang pada kasus yang meragukan.8 Penutupan
premature
sutura
sagitalis
mengakibatkan
tengkorak memanjang dan sempit atau skafosefali, Bentuk Craniosynostosis yang paling lazim. Skafosefali disertai dengan oksiput yang menonjol dan dahi lebar, serta fontanela anterior yang kecil atau tidak ada. Keadaan ini adalah sporadik atau lebih lazim pada laki-laki, dan sering menyebabkan kesulitan selama persalinan karena disproporsi kepala panggul. Skafosefali tidak mengakibatkan peningkatan tekanan intracranial atau hidrosefalus, dan pemeriksaan neurologis terhadap penderita yang terkena normal.8 Plagiosefali frontal merupakan bentuk Craniosynostosis paling lazim berikutnya dan ditandai oleh datarnya dahi unilateral,
11
menonjolkan orbita ipsilateral dan alis, seta telinga disisi yang terkena menonjol. Keadaan ini lebih lazim pada wanita dan merupakan akibat dari fusi premature sutura koronaria dan sfenofrontalis.
Tindakan
bedah
membuahkan
hasil
yang
menyenangkan secara kosmetis. Plagiosefali oksipital paling sering akibat dari posisi saat masa bayi dan lebih lazim pada anak yang tidak bergerak atau cacat, namun fusi atau sklerosis sutura lambdoid dapat menyebabkan ratanya oksipital unilateral dan pencembungan tulang frontalis ipsilateral.8 Trigonosefali merupakan bentuk kraniosinostisis yang jarang karena fusi premature sutura metopik. Anak ini mmempunyai dahi bentuk lunas kapal dan hipotelorisme, serta berisiko disertai kelainan perkembangan otak depan.8 Turrisefali merujuk pada kepala berbentuk kerucut karena fusi premature sutura koronaria dan sering sfenofrontalis dan frontoetmoidalis. Deformitas kleeblattschadel adalah tengkorak berbentuk aneh yang menyerupai daun semanggi. Anak ini memiliki tulang temporal yang sangat menonjol, dan cranium lainnya kontriksi. Hidrosefalus merupakan komplikasi yang lazim.8 Fusi prematur dari hanya salah satu sutura jarang menyebabkan defisit neurologis. Pada keadaan ini, indikasi satusatunya untuk operasi adalah memperbaiki penampilan kosmetik anak, dan prognosisnya tergantung pada sutura yang terlibat dan pada tingkat kelainan bentuk. Komplikasi neurologis, lebih
12
mungkin terjadi bila dua sutura atau lebih terfusi dalam hal ini tindakan operasi sangat penting.8 Gangguan genetika yang paling menonjol yang disertai dengan Craniosynostosis meliputi sindrom Crouzon, Apert, Carpenter, Chotzen dan Pfeiffer. Sindrom Crouzon ditandai dengan Craniosynostosis premature dan diwariskan sebagai ciri dominan autosom. Bentuk kepala tergantung pada waktu dan urutan fusi sutura namun yang paling sering mengakibatkan mengurangnya diameter depan ke belakang atau tengkorak brakisefalik karena penutupan sutura koronaria bilateral. Orbita kurang berkembang dan
proptosis
ocular
menonjol.
Hipoplasie
maksila
dan
hipertelorisme orbita merupakan gambaran wajah yang khas.8 Sindrom Apert mempunyai banyak tanda yang sama dengan sindrom Crouzon. Namun, sindrom Apert biasanya merupakan keadaan sporadik, meskipun mungkin terjadi pewarisan dominan autosom. Sindrom ini disertai dengan fusi premature banyak sutura, termasuk sutura koronaria, sagitalis, skuamosa, dan lambdoid. Wajah cinderung asimetris, dan mata kurang proptosis dibandingkan dengan sindrom Crouzon. Sindrom Apert ditandai dengan sindaktili jari ke-2, ke-3, dan ke-4 yang dapat menyatu dengan ibu jari dan jari ke-5. Kelainan serupa sering terjadi pada kaki, dan spina servikalis.8 Sindrom Carpenter diwariskan sebagai keadaan resesif autosom, dan banyak fusi sutura cenderung mengakibatkan deformitas kleeblattschadel. Sindaktili jaringan lunak tangan dan kaki selalu ada, dan retardasi mental adalah lazim. Disamping itu,
13
(namun tidak lazim), kelainan meliputi penyakit jantung kongenital, kekeruhan kornea, coxa valga, dan genu valgum.8 Sindrom Chotzen ditandai dengan Craniosynostosis dan plagiosefali asimetris. Keadaan ini merupakan simdrom genetic yang paling menonjol dan diwariskan sebagai ciri dominan autosom. Sindrom ini disertai dengan asimetris wajah, ptosis kelopak mata, jari-jari pendek, dan sindaktili jaringan lunak jari ke-2 dan ke-3.8 Sindrom Pfeiffer paling sering disertai dengan turrisefali. Mata menonjol dan berjarak lebar, dan ibu jari tangan serta ibu jari kaki pendek dan lebar. Mungkin ada sindaktili jaringan lunak parsial. Sebagian kasus tampak spordik, namun dilaporkan merupakan pewarisan dominan autosom.8 Masing-masing tambahan,
termasuk
sindrom
genetika
hidrosefalus,
beresiko
anomaly
meningkatnya
tekanan
intracranial, papilledema, atrofi optic karena kelainan foramin optic, masalah pernapasan akibat deviasi sekat hidung atau atresia koana, serta gangguan bicara dan tuli.8 2.8 Temuan Radiografik Deformitas kranial pada Craniosynostosis disebabkan oleh gangguan pertumbuhan perpendikuer terhadap sutura yang tekena dan pertumbuhan kompensatori sutura normal. Pada skafosefali, pertumbuhan
lateral
perpendikuler
terhadap
sutura
sagital
terganggu dan tengkorak menjadi memanjang ke anteroposterior. Deformitas tengkorak terberat tergantung sutura yang terkena. Digital marking tampak pada sekeliling sutura yang terkena atau 14
pada bagian tengkorak yang tumbuh pada banyak kasus. Digital marking paling jelas pada sinostosis sutural multiple atau total. Bagian
yang
berfusi
dari
sutura
yang
abnormal
sering
memperlihatkan tidak hanya penutupan garis sutura namun juga sklerosis parasutural.7 Penonjolan lokal bagian yang berfusi mungkin dilihat pada foto polos. Bila diduga disostosis kleidokranial, foto polos dada diperlukan untuk
memastikan tiadanya klavikula. CT-scan
memperlihatkan tiadanya sutura kranial (yang normalnya ada) dan pendataran serta penebalan tengkorak sekitar sutura yang terkena pada kebanyakan kasus. CT scan juga memperlihatkan perubahan parenkhimal atau anomali intrakranial yang berkaitan seperti hidrosefalus dan malformasi.7 Sidik tulang kalvarial menunjukkan sutura abnormal menjadi area dengan akumulasi radionuklida berkurang atau tiada, disaat pengambilan isotop normal ditemukan pada semua sutura pada mikrokrania.7 2.9 Pertimbangan Operasi Tindakan terhadap Craniosynostosis ditujukan kepada pemberian kesempatan kepada tengkorak untuk ekspansi. Sutura dibuat secara operasi hingga perubahan yang irreversibel terjadi pada otak. Karena otak pertumbuhannya mencapai 85% pada usia tiga tahun, maka operasi harus dilakukan sesegera mungkin, sebaiknya dalam enam bulan sejak lahir. Sinostosis sutura multiple memerlukan operasi dini untuk membuang
tekanan
kranium
terhadap otak. Bahkan pada sinostosis sutura tunggal, operasi dini diperlukan untuk memperbaiki deformitas kranial. Hasil yang 15
baik dapat dicapai setelah usia satu tahun bila koreksi dikombinasi dengan tindakan bedah terhadap dasar tengkorak.4, 7 Kebanyakan pasien dengan Craniosynostosis sekunder bukan kandidat operasi. Mikrosefali bukan indikasi untuk tindakan bedah. Craniosynostosis pasca operasi pintas tidak selalu menghambat pertumbuhan otak.4, 7 Kraniektomi linear pertama diperkenalkan Lanne-longue pada 1890. Suturektomi mengakibatkan ekspansi tengkorak pada bidang paralel terhadap pertumbuhan yang terhambat sebelumnya. Hasil operasi pertama buruk karena refusi dini sutura berakibat ossifikasi periosteum dan dura. Sejak tehnik yang mencegah refusi sutura dengan penggunaan lembaran tantalum pada tepi tulang oleh Simmons dan Peyton di 1947, berakibat setiap operasi menjadi lebih baik. Film polietilen dan lembaran Silastik juga digunakan. Beberapa ahli bedah-saraf melakukan kraniektomi linear tanpa memakai material yang mencegah refusi, karena penggunaan benda asing
menimbulkan kemungkinan infeksi.
Larutan fiksasi asam Zenker bisa digunakan
pada tepi
kraniektomi linear untuk
mencegah refusi. Kraniektomi linear
terdiri dari pembuangan
sutura abnormal, namun kraniektomi
paralel bisa dilakukan pada kasus skafosefali untuk melindungi sinus
sagital
superior
(kraniektomi
parasagital
bilateral).
Kraniektomi yang lebih radikal dapat dilakukan pada kasus Craniosynostosis untuk mendapatkan hasil kosmetis yang lebih baik. Operasi bertahap dapat dilakukan untuk sinostosis sutura multipel. 4, 7
16
Kemajuan memungkinkan
rekonstruksi dekompresi
dan
kraniofasial rekonstruksi
mutakhir orbit
untuk
menghilangkan gejala okular yang menyertai pada sinostosis koronal atau plagiosefali. Operasi radikal untuk setiap deformitas kraniofasial seperti sindroma Crouzon menjadi mungkin. Tindakan bedah rekonstruktif tengkorak, orbit, dan muka mungkin dilakukan pada dua tahap. Suturektomi yang cukup sepenjang dasar tengkorak mungkin membatasi deformitas dan membuat tindakan bedah tambahan tidak perlu. Koreksi satu tahap dari sindroma Crouzon sekarang bisa dilakukan. 4, 7
2.10 Prognosis Prognosis untuk craniosynostosis bervariasi tergantung pada apakah jahitan kranial satu atau beberapa terlibat atau kelainan lain yang hadir. Prognosis yang lebih baik bagi dengan keterlibatan jahitan tunggal dan tidak ada kelainan yang berhubungan.7 Hal
ini
penting
untuk
mendeteksi
dan
mengobati
craniosynostosis awal. Craniosynostosis yang tidak diobati akan tetap sama atau memperburuk sebagai tumbuh seorang anak dan dapat mempengaruhi perkembangan anak mental dan fisik. Kondisi neuromuskuler yang terkait juga dapat mempengaruhi perkembangan anak. Seorang anak dengan craniosynostosis akan memerlukan evaluasi medis yang sedang berlangsung untuk
17
memastikan bahwa otak, tengkorak, dan tulang wajah yang berkembang dengan baik.7
18
BAB III PENUTUP Istilah Craniosynostosis pertama diperkenalkan Virchow dan digunakan untuk penutupan dini satu atau lebih sutura kranial. Craniosynostosis primer merujuk pada penutupan satu sutura atau lebih karena kelainan perkembangan tengkorak. Craniosynostosis primer
akibat
dari
abnormalitas
intrinsic
sutura
cranial.
Craniosynostosis sekunder adalah akibat dari kegagalan pertumbuhan dan pembesaran otak. Insiden kraniosisostosis primer sekitar 1 per 2.000 kelahiran. Penyebabnya pada sebagian besar anak belum diketahui. Namun sindrom genetika merupakan 10-20% kasus. Craniosynostosis paling sering adalah sinostosis sagital, diikuti sinostosis koronal. Etiologi Craniosynostosis belum diketahui, namun hipotesis yang berlaku menunjukan bahwa perkembangan abnormal dasar tengkorak menciptakan gaya berlebihan pada dura yang berperan menggangu perkembangan sutura kranialis. Tujuh Skafosefali;
jenis memiliki Plagiosefali;
bentuk yang khas,
Trigonosefali;
Oksisefali,
Brakhisefali; akrosefali,
turrisefali. Gangguan genetika yang paling menonjol yang disertai dengan
Craniosynostosis
meliputi
sindrom
Crouzon, Apert,
Carpenter, Chotzen dan Pfeiffer. Tindakan pemberian
terhadap
Craniosynostosis
ditujukan
kepada
kesempatan kepada tengkorak untuk ekspansi. Sutura
dibuat secara operasi hingga perubahan yang irreversibel terjadi pada otak.
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Ilmu kesehatan anak nelson volume 2. Edisi 15. Jakarta: EGC; 2000. 2. Anonymous. Newborn Guideline 11 – Neurology of Pediatric. March
2001
(cited
2015
March
1);
Avaible
frrom:
. 3. Mallika PS, Asok T, dkk. Craniosynostosis (A Review). 2008 (cited 2015 March 1); Avaible from:. 4. Childreen’s Craniosynostosis Asossiation. A Guide
to
Understanding Craniosynostosis. Dallas. 2010. 5. Anonymous. Craniosynostosis Syndrome. (cited 2015 March 108); Available from:. 6. Sjamsuhidajat. BUKU AJAR ILMU BEDAH edisi 3. EGC, Jakarta.2002. 7. Majid A Khan, Craniosynostosis. Diunduh dari http://emedicine 8.
.medscape.com/article/407856, pada tanggal 1 Maret 2015. Behrman, Kliegman, Arvin. 2002. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. EGC. Jakarta.
20