Anatomi Ginjal
Ginjal adalah organ saluran kemih yang terlertak retroperitoneal
bagian yang berjumlah 2 buah, sebelah dorsal cavum abdominal, terletak dari
T12-L3 dan pada posisi berdiri letak ginjal kanan lebih rendah karena
terdesak oleh hepar. Ginjal dengan berat + 150 gr (125 – 170 gr pada Laki-
laki, 115 – 155 gr pada perempuan); panjang 5 – 7,5 cm; tebal 2,5 – 3 cm.
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula
fibrosa, dan diluar kapsul ini terdapat jaringan lemak perirenal. Di
sebelah kranial terdapat kelenjar anak ginjal atau glandula adrenal yang
berwarna kuning dan bersama dengan ginjal dan jaringan lemak perirenal
dibungkus oleh fascia gerota yang befungsi sebagai barier yang menghambat
meluasnya perdarahan dari parenkim ginjal serta mencegah ekstravasasi urine
pada saat terjadi trauma ginjal. Selain itu juga fascia ini untuk
menghambat metastasis tumor ke jaringan sekitar ginjal. Di luar fascia
gerota terdapat jaringan lemak retroperitoneal atau disebut jaringan lemak
pararenal. Di sebelah luar terdapat cortex renalis yang berwarna coklat
gelap dan terdapat berjuta juta nefron, dan medulla renalis di bagian dalam
yang berwarna coklat lebih terang dibandingkan cortex terdapat duktuli
duktuli. Bagian medulla berbentuk kerucut yang disebut pyramides renalis,
puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil
disebut papilla renalis.
Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu
masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus. Pelvis renalis
berbentuk corong yang menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi
dua atau tiga kaliks renalis majores yang masing-masing akan bercabang
menjadi dua atau tiga kaliks renalis minores.
Medulla terbagi menjadi bagian segitiga yang disebut piramid. Piramid-
piramid tersebut dikelilingi oleh bagian korteks dan tersusun dari segmen-
segmen tubulus dan tubulus collecting nefron. Papila atau apeks dari tiap
piramid membentuk duktus papilaris bellini yang terbentuk dari kesatuan
bagian terminal dari banyak duktus pengumpul.
Nefron adalah unit terkecil penyusun ginjal yang terdiri dari
glomerolus, kapsula bowman, tubulus kontortus proksimal, lengkung henle,
tubulus kontortus distal dan tubulus collecting yang semuanya berperan
dalam produksi urin.
Sirkulasi Pembuluh Darah Ginjal
Aorta abdominalis arteri renalis
Arteri segmental
Arteri Lobaris
Arteri Interlobaris
Arteri arcuata
Arteri Interlobularis
Arteri afferen
Glomerolus
Arteri efferen
Kapiler peritubular
Vena
interlobularis
Vena arcuata
Vena interlobaris
Vena cava inferior vena renalis
Batu Ginjal
Definisi
Batu ginjal adalah Suatu penyakit dengan gejala ditemukannya satu atau
beberapa massa keras seperti batu yang terdapat di dalam tubuli ginjal,
kaliks, infundibulum, pelvis ginjal, serta seluruh kaliks ginjal dan dapat
menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih, atau infeksi. Nama
lain dari batu ginjal adalah Nephrolithiasis, kidney stones, renal stones,
urinary stones, urolithiasis, ureterolithiasis, kidney calculi, renal
calculi, ureteral calculi, urinary calculi, acute nephrolithiasis, urinary
tract stone disease
Etiologi
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan
aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan
keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara
epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu
saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor intrinsik
yaitu keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu
pengaruh yang berasal dari lingkungan sekitarnya.
Faktor intrinsik itu antara lain adalah :
1. Herediter (keturunan)
Penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.
2. Umur
Penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.
3. Jenis kelamin
Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien
perempuan.
Beberapa faktor ekstrinsik diantaranya adalah:
1. Geografi
Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih yang
lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagi daerah stone belt
(sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan hampir tidak
dijumpai penyakit batu sauran kemih.
2. Iklim dan temperatur
3. Asupan air
Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang
dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
4. Diet
Diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit batu
saluran kemih.
5. Pekerjaan
Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau
kurang aktivitas atau sedentary life.
Proses Terbentuk Batu Ginjal
Batu terbentuk pada tempat dimana sering mengalami hambatan aliran
urine. Batu terdiri dari kristal kristal yang tersusun oleh bahan bahan
organik maupun anorganik yang terlarut dalam urine. Kristal kristal
tersebut tetap dalam keadaan terlarut dalam urine jika tidak ada keadaan
keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal
kristal yang saling mengadakan presipitasi membentuk batu yang kemudian
mengadakan agregasi dan menarik bahan bahan lain hingga menjadi kristal
yang lebih besar. Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih
rapuh untuk menyebabkan sumbatan. Untuk itu agregat kristal menempel pada
epitel saluran kemih dan kemudian dari sini terjadi pengendapan pada
agregat untuk membentuk batu yang cukup besar untuk menyebaban obstruksi.
Kondisi tetap terlarutnya kristal dalam urin (metastable) dipengaruhi
oleh suhu, ph, adanya koloid dalam urine< konsentrasi solute dalam urine ,
laju aliran urine atau adanya corpus alienum dalam saluran kemih yang
bertindak sebagai inti batu.
Komposisi batu
Batu Kalsium
Batu jenis ini paling banyak dijumpai yaitu kurang lebih 70-80 % dari
seluruh batu ginjal. Kandunganya terdiri atas kalsium oksalat, kalsium
phospat, maupun campuran dari keduanya. Sebagian besar berpendapat bahwa
batu kalsium oksalat awalnya terutama dibentuk oleh agregasi dari kalsium
phospat yang ada pada renal calyx epithelium. Konkresi kalsium phospat
mengikis urothelium dan kemudian terpapar pada urine dan membentuk suatu
nidus/inti batu untuk deposisi kalsium oxalat. Kemudian deposisi kalsium
oxalat tumbuh hingga batu tersebut cukup besar untuk menghancurkan
urothelial dan kemudian tersebar ke dalam ductus collecting.
Faktor faktor yang mempengaruhi tebentuknya batu kalsium adalah
hiperkalsiuri yaitu kadar kalsium di dalam urine lebih besar dari 250-300
mg/24 jam. Selain itu hiperoksaluri dimana eksresi oksalat lebih dari 45 gr
per hari. Keadaan ini banyak dijumpai pada pasien yang banyak mengkonsumsi
makanan kaya oksalat seperti soft drink, arbei, jeruk sitrun, teh, kopi,
dan sayuran berwarna hijau terutama bayam. Kadar asam urat melenihih 850
mg/24 jam juga merupakan faktor predisposisi terbentuknya batu, karna asam
urat ini akan berperan sebagai nidus untuk terbentuknya batu kalsium
oksalat.
Sitrat dan magnesium dapat berikatan dengan kalsium dan membentuk
ikatan yang mudah larut sehingga menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat.
Sehingga keadaan hipositraturia dan hipomagnesuria dapat menjadi faktor
predisposisi terbentuknya batu kalsium.
Batu asam urat
Asam urat adalah hasil metabolisme dari purin. Asam urat 100x lebih
larut dalam pH > 6 dibanding pad pH<5,5. Faktor predisposisi terutama
adalah suasana asam yang berlebihan dalam tubuh (asidosis) pH< 6, dehydrasi
dimana urine < 2 liter/hari. Hasil metabolisme purin ini akan mengalami
presipitasi pda tubulus renalis dan menyebabkan batu asam urat. Batu asam
urat menempati persentasi sekitar 5-10% dari keseluruhan batu saluran
kemih. 75-80 % adalah asam urat murini sisanya adalah campuran dengan
kalsium oksalat. Pada pemeriksaan PIV batu ini bersifat radiolusen sehingga
tampak sebagai bayangan filling defect dan harus dibedakan dengan bekuan
darah dsb.
Batu struvit
Disebabkan oleh infeksi dari organisme yang memproduksi urease yang
mampu metubah urin menjadi suasan basa seperti proteus mirabilis (paling
banyak) diikuti oleh Klebsiella, Enterobacter atau Pseudomonas. Suasana
basa ini memudahkan magnesium, amonium, fosfat, karbonat untuk membentuk
batu magnesium fosfat dan karbonat apatit.
Batu cystine
Batu sistin dibentuk pada pasien dengan kelainan kongenital yaitu adanya
defek pada gen yang mentransport cystein atau gangguan asbsorbsi sistin
pada mukosa usus.
Manifestasi Klinis
Batu ginjal terbentuk pada tubulus ginjal kemudian berada di kaliks,
infundibulum , pelvis ginjal, dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh
kaliks ginjal. Batu yang mengisi pielum dan lebih dari 2 kaliks ginjal atau
yang menempati sebagian besar tubulus collecting memberi gambaran
menyerupai tanduk rusa dan disebut "batu staghorn" dan batu yang terdapat
pada tempat lain di luar definisi 'staghorn" dapat disebut "batu non
staghorn". Batu staghorn dapat dibagi kedalam dua bagian yaitu partial
(sebagian tubulus collecting) dan complete (seluruh tubulus collecting).
Keluhan yang disampaikan pasien tergantung posisi, besar batu dan
penyulit yang ditimbulkan. Keluhan yang paling sering dirasakan pasien
adalah nyeri pinggang yang bersifat kolik maupun non kolik. Nyeri kolik
terjadi karena aktivitas peristaltik otot polos sistem kaliks dalam usaha
untuk mengeluarkan batu. Peningkatan peristaltik ini menyebabkan tekanana
intraluminal meningkat sehingga terjadi peregangan dari terminal saraf yang
memberikan sensasi nyeri. Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul
ginjal karena terjadi hidronefrosis atau infeksi pada ginjal. Hematuria
sering kali dikeluhkan oleh pasien akibat trauma pada mukosa saluran kemih
yang disebabkan oleh batu. Kadang kadang hematuria didaptkan dari
pemeriksaan urinalisis berupa hematuria mikroskopik.
Diagnosis
Selain pemeriksaan melalui anamnesis dan jasmani untuk menegakkan
diagnosis, penyakit batu perlu ditunjang dengan pemeriksaan radiologik,
laboratorium dan penunjang lain untuk menentukan kemungkinan adanya
obstruksi saluran kemih, infeksi dan gangguan faal ginjal. Secara
radiologik, batu dapat radioopak atau radiolusen. Sifat radioopak ini
berbeda untuk berbagai jenis batu sehingga dari sifat ini dapat diduga
jenis batu yang dihadapi.
Batu kalsium akan memberikan bayangan opak, batu magnesium amonium
fosfat akan memberikan bayangan semiopak, sedangkan batu asam urat murni
akan memberikan bayangan radiolusen. Batu staghorn dapat diidentifikasi
dengan foto polos abdomen karena komposisinya yang berupa magnesium
ammonium sulfat atau campuran antara kalsium oksalat dan kalsium fosfat
sehingga akan nampak bayangan radioopak.
Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk mencari kelainan kemih yang
dapat menunjang adanya batu di saluran kemih, menentukan fungsi ginjal, dan
menentukan sebab terjadinya batu.
Pemeriksaan renogram berguna untuk menentukan faal kedua ginjal secara
terpisah pada batu ginjal bilateral atau bila kedua ureter tersumbat total.
Cara ini dipakai untuk memastikan ginjal yang masih mempunyai sisa faal
yang cukup sebagai dasar untuk melakukan tindak bedah pada ginjal yang
sakit. Pemeriksaan ultrasonografi dapat untuk melihat semua jenis batu,
menentukan ruang dan lumen saluran kemih, serta dapat digunakan untuk
menentukan posisi batu selama tindakan pembedahan untuk mencegah
tertingggalnya batu.
Diagnosis Banding
Kolik ginjal dan ureter dapat disertai dengan akibat yang lebih
lanjut, misalnya distensi usus dan pionefrosis dengan demam. Oleh karena
itu, jika dicurigai terjadi kolik ureter maupun ginjal, khususnya yang
kanan, perlu dipertimbangkan kemungkinan kolik saluran cerna, kandung
empedu, atau apendisitis akut. Selain itu pada perempuan perlu juga
dipertimbangkan adneksitis.
Bila terjadi hematuria, perlu dipertimbangkan kemungkinan keganasan
apalagi bila hematuria terjadi tanpa nyeri. Selain itu, perlu juga diingat
bahwa batu saluran kemih yang bertahun-tahun dapat menyebabkan terjadinya
tumor yang umumnya karsinoma epidermoid, akibat rangsangan dan inflamasi.
Pada batu ginjal dengan hidronefrosis, perlu dipertimbangkan kemungkinan
tumor ginjal mulai dari jenis ginjal polikistik hingga tumor Grawitz.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk penegakkan diagnosis
dan rencana terapi antara lain:
1. Foto Polos Abdomen
Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan
adanya batu radio opak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat
dan kalsium fosfat bersifat radio opak dan paling sering dijumpai diantara
batu lain, sedangkan batu asam urat bersifat non opak (radio lusen).
Urutan radioopasitas beberapa batu saluran kemih seperti pada tabel 1.
"Jenis Batu "Radioopasitas "
"Kalsium "Opak "
"MAP "Semiopak "
"Urat/Sistin "Non opak "
2. Pielografi Intra Vena (PIV)
Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal.
Selain itu PIV dapat mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu non opak
yang tidak dapat terlihat oleh foto polos abdomen. Jika PIV belum dapat
menjelaskan keadaan sistem saluran kemih akibat adanya penurunan fungsi
ginjal, sebagai penggantinya adalah pemeriksaan pielografi retrograd.
3. Ultrasonografi
USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan PIV,
yaitu pada keadaan-keadaan: alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang
menurun, dan pada wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan USG dapat menilai
adanya batu di ginjal atau di buli-buli (yang ditunjukkan sebagai echoic
shadow), hidronefrosis, pionefrosis, atau pengkerutan ginjal.
4. Pemeriksaan Mikroskopik Urin, untuk mencari hematuria dan Kristal.
5. Renogram, dapat diindikasikan pada batu staghorn untuk menilai
fungsi ginjal.
6. Analisis batu, untuk mengetahui asal terbentuknya.
7. Kultur urin, untuk mecari adanya infeksi sekunder.
8. DPL, ureum, kreatinin, elektrolit, kalsium, fosfat, urat, protein,
fosfatase alkali serum.
Penatalaksanaan
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya
harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat.
Indikasi untuk melakukan tindakan atau terapi pada batu saluran kemih
adalah jika batu telah menimbulkan obstruksi, infeksi, atau harus diambil
karena suatu indikasi sosial. Obstruksi karena batu saluran kemih yang
telah menimbulkan hidroureter atau hidronefrosis dan batu yang sudah
menimbulkan infeksi saluran kemih, harus segera dikeluarkan.
Kadang kala batu saluran kemih tidak menimbulkan penyulit seperti diatas,
namun diderita oleh seorang yang karena pekerjaannya (misalkan batu yang
diderita oleh seorang pilot pesawat terbang) memiliki resiko tinggi dapat
menimbulkan sumbatan saluran kemih pada saat yang bersangkutan sedang
menjalankan profesinya dalam hal ini batu harus dikeluarkan dari saluran
kemih.
Pilihan terapi antara lain :
1. Terapi Konservatif
Pada dasarnya penatalaksanaan batu saluran kemih secara farmakologis
meliputi dua aspek:
1. Menghilangkan rasa nyeri/kolik yang timbul akibat adanya batu, dan
2. Menangani batu yang terbentuk, yaitu dengan meluruhkan batu dan juga
mencegah terbentuknya batu lebih lanjut (atau dapat juga sebagai
pencegahan/profilaksis).
Panduan khusus dalam menatalaksana batu saluran kemih:
1. Pasien dengan dehidrasi harus tetap mendapat asupan cairan yang
adekuat
2. Tatalaksana untuk kolik ureter adalah analgesik, yang dapat dicapai
dengan pemberian opioid (morfin sulfat) atau NSAID.
3. Pada pasien dengan kemungkinan pengeluaran batu secara spontan, dapat
diberikan regimen MET (medical expulsive therapy). Regimen ini
meliputi kortikosteroid (prednisone), calcium channel blocker
(nifedipin) untuk relaksasi otot polos uretra dan alpha blocker
(terazosin) atau alpha-1 selective blocker (tamsulosin) yang juga
bermanfaat untuk merelaksasikan otot polos uretra dan saluran urinari
bagian bawah. Sehingga dengan demikian batu dapat keluar dengan mudah
(85% batu yang berukuran kurang dari 3 mm dapat keluar spontan).
4. Pemberian analgesik yang dikombinasikan dengan MET dapat mempermudah
pengeluaran batu, mengurangi nyeri serta memperkecil kemungkinan
operasi.
Pemberian regimen ini hanya dibatasi selama 10-14 hari, apabila terapi
ini gagal (batu tidak keluar) maka pasien harus dikonsultasikan lebih
lanjut pada urologis. Pada batu dengan komposisi predominan kalsium, sulit
untuk terjadi peluruhan (dissolve). Oleh sebab itu tatalaksana lebih
mengarah pada pencegahan terbentuknya kalkulus lebih lanjut. Hal ini dapat
dicapai dengan pengaturan diet, pemberian inhibitor pembentuk batu atau
pengikat kalsium di usus, peningkatan asupan cairan serta pengurangan
konsumsi garam dan protein. Adapun batu dengan komposisi asam urat dan
sistin (cystine) lebih mudah untuk meluruh, yaitu dengan bantuan agen
alkalis. Agen yang dapat digunakan adalah sodium bikarbonat atau potasium
sitrat. pH dijaga agar berada pada kisaran 6.5-7.0. Dengan cara demikian
maka batu yang berespon terhadap terapi dapat meluruh, bahkan hingga 1 cm
per bulan.
Pada pasien batu asam urat, jika terdapat hiperurikosurik/hiperurisemia
dapat diberikan allopurinol. Selain itu, pada pasien dengan batu sistin,
dapat diberikan D-penicillamine, 2-alpha-mercaptopropionyl-glycine yang
fungsinya mengikat sistin bebas di urin sehingga mengurangi pembentukan
batu lebih lanjut.
Di bawah ini adalah obat yang dapat digunakan untuk menatalaksana batu
saluran kemih :
1. Opioid analgesik, berfungsi sebagai penghilang rasa nyeri. Dapat
digunakan kombinasi obat (seperti oxycodone dan acetaminophen)
untuk menghilangkan rasa nyeri sedang sampai berat. Hanya jika
diperlukan (prn= pro re nata)
Morphine sulphate 2-5 mg IV setiap 15 menit jika diperlukan (jika
RR<16 x/menit dan sistolik < 100 mmHg), atau
Oxycodone dan acetaminophen 1-2 tablet/kapsul PO setiap 4-6 jam
jika diperlukan, atau
Hydrocodone dan acetaminophen 1-2 tablet/kapsul PO setiap 4-6 jam
jika diperlukan.
2. Obat antiinflamasi non-steroid, bekerja dengan menghambat
aktivitas COX yang bertanggung jawab dalam sintesis
prostaglandin (PGD) sebagai mediator nyeri. Bermanfaat dalam
mengatasi kolik ginjal.
Ketorolac 30 mg IV (15 mg jika usia >65 tahun, gangguan fungsi
ginjal atau BB <50 kg) diikuti dosis 15 mg IV setiap 6 jam jika
diperlukan. Dianjurkan untuk tidak digunakan melebihi 5 hari
karena kemungkinan tukak lambung.
Ibuprofen 600-800 mg PO setiap 8 jam.
3. Kortikosteroid, merupakan agen antiinflamatorik yang dapat
menekan peradangan di ureter. Juga memiliki efek imunosupresif.
Prednisone 10 mg PO dua kali sehari. Penggunaan prednisone
dibatasi tidak boleh melebihi 5-10 hari.
4. Calcium channel blockers, merupakan obat yang mengganggu
konduksi ion Ca2+ pada kanal kalsium sehingga menghambat
kontraksi otot polos.
Nifedipine 30 mg/hari PO extended release cap
5. Alpha blocker, merupakan antagonis dari reseptor α1-adrenergic.
Dalam keadaan normal reseptor α1-adrenergic merupakan bagian
dari protein berpasangan protein G (G protein-coupled receptor).
Protein ini berfungsi dalam signaling dan aktivasi protein
kinase C yang memfosforilasi berbagai protein lainnya. Salah
satu efeknya adalah konstriksi otot polos; dengan adanya alpha
blockers maka konstriksi otot polos (pada saluran kemih)
tersebut dihambat.
Tamsulosine 0.4 mg tablet PO setiap hari selama 10 hari.
Tamsulosin merupakan alpha-1 blocker yang digunakan untuk
memudahkan keluarnya batu saluran kemih.
Terazosin 4 mg PO setiap hari selama 10 hari.
6. Obat urikosurik, merupakan obat yang menghambat nefropati dan
pembentukan kalkulus oksalat.
Allopurinol 100-300 mg PO setiap hari. Allopurinol merupakan
obat yang menghambat enzim xantin oksidase, suatu enzim yang
mengubah hipoxantin menjadi asam urat.
7. Agen alkalis
Potassium citrate 30-90 mEq/hari PO dibagi menjadi 3-4 kali
sehari, dimakan bersama makanan.
8. Diuretic
Thiazide, hidroklorothiazide 25-50 mg perhari.
2. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)
Berbagai tipe mesin ESWL bisa didapatkan saat ini. Walau prinsip kerjanya
semua sama, terdapat perbedaan yang nyata antara mesin generasi lama dan
baru, dalam terapi batu ureter. Pada generasi baru titik fokusnya lebih
sempit dan sudah dilengkapi dengan flouroskopi, sehingga memudahkan dalam
pengaturan target/posisi tembak untuk batu ureter. Hal ini yang tidak
terdapat pada mesin generasi lama, sehingga pemanfaatannya untuk terapi
batu ureter sangat terbatas. Meskipun demikian mesin generasi baru ini juga
punya kelemahan yaitu kekuatan tembaknya tidak sekuat yang lama, sehingga
untuk batu yang keras perlu beberapa kali tindakan.
Dengan ESWL sebagian besar pasien tidak perlu dibius, hanya diberi
obat penangkal nyeri. Pasien akan berbaring di suatu alat dan akan
dikenakan gelombang kejut untuk memecahkan batunya Bahkan pada ESWL
generasi terakhir pasien bisa dioperasi dari ruangan terpisah. Jadi, begitu
lokasi ginjal sudah ditemukan, dokter hanya menekan tombol dan ESWL di
ruang operasi akan bergerak. Posisi pasien sendiri bisa telentang atau
telungkup sesuai posisi batu ginjal. Batu ginjal yang sudah pecah akan
keluar bersama air seni. Biasanya pasien tidak perlu dirawat dan dapat
langsung pulang.
3. Endourologi
Tindakan Endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan
batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian
mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukkan langsung ke
dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi
kecil pada kulit (perkutan). Proses pemecahan batu dapat dilakukan secara
mekanik, dengan memakai energi hidraulik, energi gelombang suara, atau
dengan energi laser. Beberapa tindakan endourologi antara lain:
a. PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) yaitu mengeluarkan batu
yang berada di dalam saluran ginjal dengan cara memasukkan alat
endoskopi ke sistem kalises melalui insisi pada kulit. Batu
kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi
fragmen-fragmen kecil.
b. Litotripsi (untuk memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan
memasukkan alat pemecah batu/litotriptor ke dalam buli-buli).
c. Ureteroskopi atau uretero-renoskopi. Keterbatasan URS adalah
tidak bisa untuk ekstraksi langsung batu ureter yang besar,
sehingga perlu alat pemecah batu seperti yang disebutkan di
atas. Pilihan untuk menggunakan jenis pemecah batu tertentu,
tergantung pada pengalaman masing-masing operator dan
ketersediaan alat tersebut.
d. Ekstraksi Dormia (mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya
melalui alat keranjang Dormia).
4. Bedah Terbuka
Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai untuk
tindakan-tindakan endourologi, laparoskopi, maupun ESWL, pengambilan batu
masih dilakukan melalui pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka itu antara
lain adalah: pielolitotomi atau nefrolitotomi untuk mengambil batu pada
saluran ginjal, dan ureterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang
pasien harus menjalani tindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal karena
ginjalnya sudah tidak berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis), korteksnya
sudah sangat tipis, atau mengalami pengkerutan akibat batu saluran kemih
yang menimbulkan obstruksi atau infeksi yang menahun.
Beberapa variasi operasi terbuka untuk batu ureter mungkin masih
dilakukan. Tergantung pada anatomi dan posisi batu, ureterolitotomi bisa
dilakukan lewat insisi pada flank, dorsal atau anterior. Meskipun demikian
dewasa ini operasi terbuka pada batu ureter kurang lebih tinggal 1 -2
persen saja, terutama pada penderita-penderita dengan kelainan anatomi atau
ukuran batu ureter yang besar.
5. Pemasangan Stent
Meskipun bukan pilihan terapi utama, pemasangan stent ureter terkadang
memegang peranan penting sebagai tindakan tambahan dalam penanganan batu
ureter. Misalnya pada penderita sepsis yang disertai tanda-tanda obstruksi,
pemakaian stent sangat perlu. Juga pada batu ureter yang melekat
(impacted).
Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan selanjutnya yang
tidak kalah pentingnya adalah upaya menghindari timbulnya kekambuhan. Angka
kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7% per tahun atau kurang lebih 50%
dalam 10 tahun.
Pencegahan
Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan unsur yang
menyusun batu saluran kemih yang diperoleh dari analisis batu. Pada umumnya
pencegahan itu berupa :
1. Menghindari dehidrasi dengan minum cukup dan diusahakan produksi
urin 2-3 liter per hari.
2. Diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk batu.
3. Aktivitas harian yang cukup.
4. Pemberian medikamentosa.
Beberapa diet yang dianjurkan untuk mengurangi kekambuhan adalah:
1. Rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium urine
dan menyebabkan suasana urine menjadi lebih asam.
2. Rendah oksalat.
3. Rendah garam, karena natriuresis akan memacu timbulnya
hiperkalsiuri.
4. Rendah purin.
Komplikasi
Dibedakan komplikasi akut dan komplikasi jangka panjang. Komplikasi
akut yang sangat diperhatikan oleh penderita adalah kematian, kehilangan
ginjal, kebutuhan transfusi dan tambahan intervensi sekunder yang tidak
direncanakan. Data kematian, kehilangan ginjal dan kebutuhan transfusi pada
tindakan batu ureter memiliki risiko sangat rendah. Komplikasi akut dapat
dibagi menjadi yang signifikan dan kurang signifikan. Yang termasuk
komplikasi signifikan adalah avulsi ureter, trauma organ pencernaan,
sepsis, trauma vaskuler, hidro atau pneumotorak, emboli paru dan urinoma.
Sedang yang termasuk kurang signifikan perforasi ureter, hematom perirenal,
ileus, stein strasse, infeksi luka operasi, ISK dan migrasi stent.
Komplikasi jangka panjang adalah striktur ureter. Striktur tidak hanya
disebabkan oleh intervensi, tetapi juga dipicu oleh reaksi inflamasi dari
batu, terutama yang melekat. Angka kejadian striktur kemungkinan lebih
besar dari yang ditemukan karena secara klinis tidak tampak dan sebagian
besar penderita tidak dilakukan evaluasi radiografi (IVP) pasca operasi.
Obstruksi adalah komplikasi dari batu ginjal yang dapat menyebabkan
terjadinya hidronefrosis dan kemudian berlanjut dengan atau tanpa
pionefrosis yang berakhir dengan kegagalan faal ginjal yang terkena.
Komplikasi lainnya dapat terjadi saat penanganan batu dilakukan. Infeksi,
termasuk didalamnya adalah pielonefritis dan sepsis yang dapat terjadi
melalui pembedahan terbuka maupun noninvasif seperti ESWL. Biasanya infeksi
terjadi sesaat setelah dilakukannya PNL, atau pada beberapa saat setelah
dilakukannya ESWL saat pecahan batu lewat dan obstruksi terjadi. Cidera
pada organ-organ terdekat seperti lien, hepar, kolon dan paru serta
perforasi pelvis renalis juga dapat terjadi saat dilakukan PNL, visualisasi
yang adekuat, penanganan yang hati-hati, irigasi serta drainase yang cukup
dapat menurunkan resiko terjadinya komplikasi ini.
Pada batu ginjal nonstaghorn, komplikasi berupa kehilangan darah,
demam, dan terapi nyeri yang diperlukan selama dan sesudah prosedur lebih
sedikit dan berbeda secara bermakna pada ESWL dibandingkan dengan PNL.
Demikian pula ESWL dapat dilakukan dengan rawat jalan atau perawatan yang
lebih singkat dibandingkan PNL.
Komplikasi akut meliputi transfusi, kematian, dan komplikasi
keseluruhan. Dari meta-analisis, kebutuhan transfusi pada PNL dan kombinasi
terapi sama (< 20%). Kebutuhan transfusi pada ESWL sangat rendah kecuali
pada hematom perirenal yang besar. Kebutuhan transfusi pada operasi terbuka
mencapai 25-50%. Mortalitas akibat tindakan jarang, namun dapat dijumpai,
khususnya pada pasien dengan komorbiditas atau mengalami sepsis dan
komplikasi akut lainnya. Dari data yang ada di pusat urologi di Indonesia,
risiko kematian pada operasi terbuka kurang dari 1%.
Komplikasi ESWL meliputi kolik renal (10,1%), demam (8,5%), urosepsis
(1,1%) dan steinstrasse (1,1%). Hematom ginjal terjadi akibat trauma
parietal dan viseral. Hasil studi pada hewan tidak menunjukkan adanya
kelainan lanjut yang berarti. Dalam evaluasi jangka pendek pada anak pasca
ESWL, dijumpai adanya perubahan fungsi tubular yang bersifat sementara yang
kembali normal setelah 15 hari. Belum ada data mengenai efek jangka panjang
pasca ESWL pada anak.
Komplikasi pasca PNL meliputi demam (46,8%) dan hematuria yang
memerlukan transfusi (21%). Konversi ke operasi terbuka pada 4,8% kasus
akibat perdarahan intraoperatif, dan 6,4% mengalami ekstravasasi urin. Pada
satu kasus dilaporkan terjadi hidrothoraks pasca PNL. Komplikasi operasi
terbuka meliputi leakage urin (9%), infeksi luka (6,1%), demam (24,1%), dan
perdarahan pascaoperasi (1,2%). Pedoman penatalaksanaan batu ginjal pada
anak adalah dengan ESWL monoterapi, PNL, atau operasi terbuka.
Prognosis
Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak
batu, dan adanya infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu batu,
makin buruk prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi dapat
mempermudah terjadinya infeksi. Makin besar kerusakan jaringan dan adanya
infeksi karena faktor obstruksi akan dapat menyebabkan penurunan fungsi
ginjal.
Pada pasien dengan batu yang ditangani dengan ESWL, 60% dinyatakan bebas
dari batu, sisanya masih memerlukan perawatan ulang karena masih ada sisa
fragmen batu dalam saluran kemihnya. Pada pasien yang ditangani dengan PNL,
80% dinyatakan bebas dari batu, namun hasil yang baik ditentukan pula oleh
pengalaman operator.