BAB I PENDAHULUAN
A. Lata Latarr Be Bela laka kang ng
Asma adalah penyakit kronik saluran nafas yang ditandai oleh inflamasi kronik yang melibatkan berbagai sel inflamasi dengan karakteristik respon yang berlebihan terhadap berbagai rangsangan. Manifestasi klinisnya adalah penyempitan saluran nafas nafas yang yang difus difus dengan dengan derajat derajat yang yang bervar bervariasi iasi dan bersifat bersifat revers reversibel ibel secara secara spontan atau dengan pengobatan. Meskipun berbagai obat baru dikembangkan dan digunakan untuk mengatasi penyakit ini, ternyata di negara maju angka kematian oleh penyakit ini juga meningkat.(1,2) Di seluru seluruh h dunia dunia diperk diperkirak irakan an 100 100 juta juta orang orang mende menderita rita asma. asma. Berdas Berdasarka arkan n studi The International Study of Asthma and Allergic in Childhood , pada anak 1314 tahun, didapatkan prevalensi asma di dunia sangat bervariasi dari 1.6%-36.8%. 1.6%-36.8%. Hadiarto (2000) menyatakan bahwa walaupun Indonesia dinyatakan sebagai Low Prevalence Country (<5%) untuk asma, kenyataan sulit dibantah bahwa asma ada dimana-mana, dan bila diambil angka yang pesimis saja, (2.5%), berarti ada 5 juta penyandang penyandang asma di di Indonesia.(2,3 Indonesia.(2,3)) Asma Asma terda terdapat pat pada pada semu semuaa usia usia dan dan perja perjala lanan nan penya penyaki kitny tnyaa tidak tidak dapat dapat diramal diramalkan kan karena karena tergolo tergolong ng pada pada berbag berbagai ai faktor. faktor. Gejala Gejala asma asma bervar bervariasi iasi dari dari ringan sampai berat. Asma dapat dikontrol dengan berbagai cara, tetapi inflamasi yang ada di saluran nafas tetap ada meskipun gejala sudah tidak timbul selama bertahun-tahun bertahun-tahun.(1,3 .(1,3,4) ,4) Dengan penatalaksanaan yang baik dapat membuat asma menjadi terkontrol yaitu gejala penyakit berkurang dan faal paru menjadi optimal.
B. Tu Tuju juan an Penu Penulis lisan an
Referat ini bertujuan untuk menambah pengetahuan dan pemahaman mengenai penatalaksanaan penatalaksanaan asma jangka jangka panjang. panjang.
1
C. Bata Batasa san n Masa Masala lah h
Penulisan referat ini dibatasi pada penatalaksanaan asma jangka panjang yang meliputi penatalaksanaan asma intermiten, persisten ringan, sedang dan berat.
D. Meto Metode de penu penuli lisa san n
Penulisan referat ini disusun berdasarkan tinjauan kepustakaan yang diambil dari berbagai literatur.
2
BAB II ASMA BRONKIAL
I.
Definisi
Istilah asma berasal dari kata Yunani yang artinya "terengah-engah" dan berarti serangan nafas pendek. Meskipun dahulu istilah ini digunakan untuk menyatakan gambaran klinis nafas pendek tanpa memandang sebabnya, sekarang istilah ini hanya ditujukan
untuk keadaan-keadaan yang menunjukkan respon
abnormal saluran nafas terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas yang meluas.(5) Sampai sekarang belum ada kesepakatan tentang definisi asma bronkial yang dapat diterima semua ahli. Telah banyak definisi yang dikemukakan untuk menyimpulkan sifat dan bentuk penyakit ini, tetapi kadang-kadang definisi tersebut tidak bisa menggambarkan karakteristik penyakit ini secara keseluruhan.(6,7) Definisi yang disepakati bersama dalam suatu konsensus internasional para ahli asma menyatakan bahwa asma adalah suatu kelainan inflamasi kronik saluran nafas. Sedangkan definisi yang banyak dianut saat ini adalah yang dikemukakan oleh The American Thoracic Society (1962) yaitu "Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah, baik secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan".(6,7) Bila ditelaah lebih lanjut, definisi tadi dapat diuraikan menjadi:(6) 1. Ada peningkatan respons trakea dan bronkus. Hal ini berarti bahwa jalan nafas penderita asma mempunyai respon yang lebih hebat terhadap berbagai rangsangan dibanding dengan orang normal. 2. Serangan asma jarang sekali hanya dicetuskan oleh satu macam rangsangan, tetapi oleh berbagai rangsangan. 3. Kelainan tersebar luas pada kedua paru dan tidak hanya satu paru atau satu lobus paru. 4. Derajat serangan asma dapat berubah-ubah, misalnya obstruksi lebih berat pada malam hari dibanding dengan siang hari. 3
II. Klasifikasi
Asma menurut Konsensus Internasional diklasifikasikan berdasarkan etiologi, beratnya penyakit, dan pola waktu terjadinya obstruksi saluran nafas.(7) a. Klasifikasi berdasarkan etiologi Termasuk klasifikasi ini adalah:
Asma bronkial tipe non atopi (Intrinsik/cryptogenic)
Pada asma golongan ini, keluahan tidak ada hubungannya dengan paparan (exposure) terhadap alergen dan sifat-sifatnya ialah: a) Serangan timbul setelah dewasa b) Pada keluarga tidak ada yang menderita asma c) Penyakit infeksi sering menimbulkan serangan d) Ada hubungan dengan pekerjaan atau beban fisik e) Rangsangan
atau
stimuli
psikis
mempunyai
peran
untuk
menimbulkan serangkaian reaksi asma f) Perubahan-perubahan cuaca atau lingkungan yang non-spesifik merupakan keadaan yang peka bagi penderita
Asma bronkial tipe atopi (Ekstrinsik)
Pada golongan ini keluahan ada hubungannya dengan paparan (exposure) terhadap alergen lingkungan yang spesifik. Kepekaan ini biasanya dapat ditimbulkan dengan uji kulit atau provokasi bronkial. Pada tipe ini mempunyai sifat-sifat: a) Timbul sejak kanak-kanak b) Pada family ada yang menderita asma c) Adanya eksim pada waktu bayi d) Sering menderita rinitis
Asma bronkial campuran (mixed)
Pada golongan ini, keluhan diperberat baik oleh factor-faktor intrinsic maupun ekstrinsik. b. Klasifikasi berdasarkan berat penyakit Beratnya penyakit ditentukan oleh berbagai faktor yaitu: 4
Gambaran
klinik
sebelum
pengobatan,
dilihat
dari
gejala,
eksaserbasi, gejala malam hari, pemberian obat inhalasi β-2 agonis, dan uji faal paru.
Obat-obat yang digunakan untuk mengontrol penyakit.
Dari gabungan tersebut asma diklasifikasikan menjadi intermiten, ringan, sedang, berat.
c. Klasifikasi berdasarkan pola waktu serangan Klasifikasi asma juga bisa dibuat berdasarkan pola waktu terjadinya serangan yang dipantau dengan pemeriksaan APE. Termasuk dalam klasifikasi ini adalah:
Asma Intermitten
Pada jenis ini serangan asma timbul kadang-kadang. Di antara dua serangan, APEnya normal, tidak terdapat atau ada hipereaktivitas bronkus ringan.
Asma Persisten
Terdapat variabilitas APE antara siang dan malam hari, serangan sering terjadi dan terdapat hipereaktivitas bronkus. Pada beberapa penderita asma persisten yang berlangsung lama, faal paru tidak pernah kembali normal meskipun diberikan pengobatan kortikosteroid yang intensif.
Brittle Asthma
Penderita brittle asthma memiliki saluran nafas yang sensitif, dan variabilitas obstruksi seluruh saluran nafas dari hari ke hari sangat ekstrim. Penderita ini mempunyai resiko tinggi untuk mengalami eksaserbasi tibatiba yang berat dan mengancam jiwa.
Table. Klasifikasi derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis (sebelum pengobatan) Derajat Asma
Gejala
Gejala
5
Faal Paru
Malam I. Intermiten
Bulanan Gejala < 1x/minggu
APE ≥ 80 % ≤ 2 kali
•
•
Tanpa
gejala
diluar sebulan
serangan •
•
VEP1 ≥ 80 % nilai prediksi
•
APE ≥ 80 % nilai terbaik
•
Variability APE < 20 %
Serangan singkat APE > 80 %
II. Persisten ringan •
Gejala
>
1x/minggu,
sebulan
tetapi < 1x/hari •
> 2 kali
Serangan
dapat
mengganggu
•
VEP1 ≥ 80 % nilai prediksi
•
APE ≥ 80 % nilai terbaik
•
Variability APE 20-30 %
aktiviti
dan tidur APE 60 – 80 %
III.Persisten sedang •
Gejala setiap hari
> 1 kali
•
Serangan mengganggu
sebulan
aktiviti dan tidur •
•
VEP1 60-80 % nilai prediksi
•
APE 60-80 % nilai terbaik
•
Variability APE > 30 %
Membutuhkan bronodilator setiap hari APE ≤ 60 %
IV. Persisten berat •
Gejala terus-menerus
•
•
sering
•
VEP1 ≤ 60 % nilai prediksi
Sering kambuh
•
APE ≤ 60 % nilai terbaik
Aktiviti fisik terbatas
•
Variability APE > 30 %
III. Etiologi
Penyebab asma masih belum jelas. Diduga yang memegang peranan utama ialah reaksi berlebihan dari trakea dan bronkus (hipereaktivitas bronkus). Hipereaktivitas bronkus itu belum diketahui dengan jelas penyebabnya. Diduga karena
adanya
hambatan
sebagian
sistem
adrenergik,
kurangnya
enzim
adenilsiklase dan meningginya tonus sistem parasimpatik. Keadaan demikian menyebabkan mudah terjadinya kelebihan tonus parasimpatik bila ada rangsangan,
6
hingga terjadi spasme bronkus. Banyak faktor yang turut menentukan derajat reaktivitas atau iritabilitas tersebut. Faktor genetik, biokimia, saraf otonom, imunologis, infeksi, endokrin, psikologis, dan lingkungan lainnya, dapat turut serta dalam proses terjadinya manifestasi asma. Karena itu asma disebut penyakit yang multifaktorial.(8) Asma ekstrinsik atau alergik, ditemukan pada sejumlah kecil pasien dewasa, dan disebabkan oleh alergen yang diketahui. Bentuk ini biasanya dimulai pada masa kanak-kanak dengan riwayat keluarga yang mempunyai penyakit atopik seperti demam jerami, ekzema, dermatitis, dan asma sendiri. Asma alergik disebabkan karena kepekaan individu terhadap alergen, biasanya protein, dalam bentuk serbuk sari yang dihirup, bulu halus binatang, kain pembalut, atau yang lebih jarang, terhadap makanan seperti susu atau coklat. Paparan terhadap alergen, meskipun hanya dalam jumlah yang sangat kecil, dapat mengakibatkan serangan asma. Pada asma intrinsik atau idiopatik, sering tidak ditemukan faktor-faktor pencetus yang jelas. Faktor-faktor yang nonspesifik seperti flu biasa, latihan fisik, atau emosi dapat memicu serangan asma. Asma jenis ini lebih sering timbul sesudah usia 40 tahun, dengan serangan yang timbul sesudah infeksi sinus hidung atau pada percabangan trakeobronkial. Bentuk asma yang paling banyak menyerang pasien adalah asma campuran, yang mana terdiri dari komponen-komponen asma ekstrinsik dan intrinsik.(5).
IV. Patogenesa
Asma
ditandai
dengan
3
kelainan
utama
pada
bronkus
yaitu
bronkokonstriksi otot bronkus, inflamasi mukosa, dan bertambahnya sekret yang berada di jalan nafas.(Ilmu Kesehatan Anak) Pada asma ekstrinsik, alergen menimbulkan reaksi yang hebat pada mukosa bronkus yang mengakibatkan konstriksi otot polos, hiperemia, serta sekresi lendir yang tebal. Mekanisme terjadinya reaksi ini telah diketahui dengan baik, walaupun sangat rumit. Penderita yang telah disensitisasi terhadap satu bentuk alergen yang spesifik, akan membuat antibodi terhadap alergen yang dihirup itu. Antibodi ini 7
merupakan imunoglobulin jenis IgE. Antibodi ini melekat pada permukaan sel mast pada mukosa bronkus. Bila satu molekul IgE yang terdapat pada permukaan sel mast menangkap satu molekul alergen, sel mast tersebut akan memisahkan diri dan melepaskan sejumlah bahan yang menyebabkan konstriksi bronkus. Salah satu contohnya yaitu histamin dan prostaglandin. Pada permukaan sel mast juga terdapat reseptor β-2 adrenergik, yang bila dirangsang dengan obat anti asma salbutamol β-2 mimetik akan menghambat pelepasan histamin. Aminofilin juga dapat menghalangi pembebasan histamin. Pada mukosa bronkus, darah tepi, dan sputum terdapat sangat banyak eosinofil. Dulu fungsi eosinofil dalam sputum tidak diketahui, tapi baru-baru ini diketahui bahwa dalam butir-butir granula eosinofil terdapat enzim yang menghancurkan histamin dan prostaglandin. Jadi eosinofil memberikan perlindungan terhadap asma. Dengan demikian jelaslah bahwa kadar IgE akan meninggi dalam darah tepi. Asma intrinsik memiliki patogenesa yang berbeda dengan asma ekstrinsik. Mungkin diawali oleh kepekaan yang berlebihan (hipersensitivitas) dari serabutserabut nervus vagus yang akan merangsang bahan-bahan iritan dalam bronkus sehingga timbul refleks batuk dan sekresi lendir. Serabut nervus vagus ini demikian sensitifnya hingga langsung menimbulkan refleks konstriksi bronkus. Selain itu, lendir yang sangat lengket akan disekresi sehingga pada kasus-kasus berat dapat menimbulkan sumbatan saluran nafas yang hampir total, sehingga menimbulkan status asmatikus, gagal nafas, dan kematian. Rangsangan yang paling penting untuk refleks ini ialah infeksi saluran pernafasan oleh flu (common cold), adenovirus, dan juga oleh bakteri seperti Haemophilus influenzae. Selain itu, polusi udara oleh gas iritatif asal industri, asap, dan udara dingin juga dapat berperanan. Faktor emosi juga memiliki peran penting pada semua jenis asma. (9)
V. Diagnosis
Diagnosis asma ditegakkan berdasarkan urutan pemeriksaan berikut: 1. Anamnesis Secara klinis asma diduga bila ada gejala mengi, batuk, sesak nafas, dan riwayat pneumonia atau bronkitis yang berulang. Batuk yang menetap dan 8
berulang terutama sesudah pajanan berbagai zat tertentu, aktivitas, gangguan emosi, dan infeksi virus. Batuk pada asma menjadi lebih berat pada malam hari. Namun kadang-kadang gejala asma hanya berupa batuk-batuk kronik. Penting juga diketahui dalam anamnesis adalah gejala-gejala yang membaik secara spontan atau dengan bronkodilator dan anti inflamasi, dan faktor-faktor yang dapat mencetuskan asma dan atopi dalam keluarga.(7) 2. Pemeriksaan fisik Hasil yang didapat tergantung stadium serangan, lamanya serangan serta jenis asmanya. Pada asma yang ringan dan sedang, tidak ditemukan kelainan fisik di luar serangan. Kadang-kadang dapat ditemukan penyakit lain sebagai penyakit penyerta berupa otitis media, konjungtivitis, rinitis, polip hidung, sinusitis atau hiperplasia tonsil.(7,8) Pada inspeksi terlihat pernafasan yang cepat dan sukar, disertai batuk-batuk paroksismal, dan ekspirium memanjang. Saat inspirasi terlihat retraksi daerah supra klavikular, suprasternal, epigastrium, dan sela iga. Pada asma kronik, terlihat bentuk toraks emfisematus, bongkok ke depan, sela iga melebar, dan diameter anteroposterior toraks bertambah. Saat serangan berat terlihat tandatanda kegelisahan sampai penurunan kesadaran, kesukaran berbicara, takikardi, penggunaan otot bantu nafas, sianosis, hiperinflasi, dan pulsus paradoksus. Pada perkusi terdengar hipersonor di seluruh toraks, terutama bagian bawah posterior. Daerah pekak jantung dan hati mengecil. Pada auskultasi, awalnya terdengar bunyi nafas kasar/mengeras. Bila penyakit makin berat, mengi dapat terdengar baik saat ekspirasi maupun inspirasi. Dalam keadaan normal, fase ekspirasi 1/3-1/2 dari fase inspirasi. Saat serangan, fase ekspirasi memanjang. Terdengar juga ronki kering dan ronki basah serta suara lendir bila banyak sekresi bronkus. Tanda-tanda yang berhubungan dengan tingkat obstruksi jalan nafas pada saat pemeriksaan umumnya sangat tergantung pada kemampuan pengamat. Hal yang lebih baik adalah mencari tanda-tanda yang berhubungan dengan hiperinflasi dada, seperti hiperresonansi, retraksi subkostal, tarikan trakea dan tegangnya otot-otot skalenus.(7,8) 9
3. Uji faal paru Uji faal paru yang paling sederhana adalah pemeriksaan arus puncak ekspirasi (APE) dengan alat Mini Wright Peak Flow Meter . Pemeriksaan ini memiliki arti bila dilakukan secara serial. Variabilitas nilai APE sebesar 20% atau lebih antara pagi dan sore merupakan diagnostik asma. Pemeriksaan paru yang lebih akurat adalah dengan spirometri, yaitu menentukan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan rasio VEP1 terhadap kapasitas vital paksa (KVP). Reversibilitas asma dapat dilihat dengan pengukuran faal paru (APE atau VEP1) sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator, misalnya inhalasi agonis β-2. Peningkatan APE atau VEP1 sebesar 15% atau lebih sesudah inhalasi bronkodilator menunjukkan adanya reversibilitas penyakit. (7) 4. Pemeriksaan laboratorium Pada penderita asma sering ditemukan eosinofilia. Uji kulit dengan alergen merupakan pemeriksaan diagnostik pada asma alergi. Pemeriksaan IgE spesifik dalam serum juga berguna dalam diagnostik asma alergi. (7) 5. Pemeriksaan radiologi Pemeriksaan foto toraks tidak begitu penting untuk diagnosis asma. Pemeriksaan ini berguna untuk menyingkirkan penyakit lain yang mempunyai gejala mirip asma atau untuk melihat komplikasi penyakit seperti atelektasis, pneumotoraks, pneumonia, dan fraktur iga. (7) 6. Uji provokasi bronkus Pemeriksaan ini dilakukan untuk memperlihatkan dan mengukur derajat hipereaktivitas bronkus yang terdapat pada penderita asma. Selain itu juga dilakukan bila ada kecurigaan asma namun tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan fisik dan faal paru. Uji provokasi ini dapat dilakukan dengan beban kerja, hiperventilasi isokapnik, udara dingin, maupun dengan inhalasi spesifik atau nonspesifik.(7)
VI. Penatalaksaan asma
Pengobatan berdasarkan derajat berat asma 1.
Asma intermiten 10
Termasuk pula penderita exercise-induced asthma atau kambuh hanya bila cuaca buruk, tetapi di luar pajanan pencetus tersebut gejala tidak ada dan faal paru normal. Serangan berat umumnya jarang walaupun mungkin terjadi. Bila terjadi serangan berat, selanjutnya penderita diobati sebagai asma persisten sedang. 2.
Asma persisten ringan Penderita membutuhan obat pengontrol setiap hari untuk mengontrol
asmanya dan mencegah agar asmanya tidak bertambah berat; sehingga terapi utamanya adalah antiinflamasi setiap hari dengan glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah. Dosis yang dianjurkan 200-400 ug BD/hari. 3.
Asma persisten sedang Penderitaan membutuhkan obat pengontrol setiap hari untuk
mencapai asma terkontrol dan mempertahankannya. Idealnya adalah kombinasi inhalasi glukokortikosteroid (400-800 ug BD/hari) dan agonis beta-2 kerja lama. 4.
Asma persisten berat Tujuan terapi pada keadaan ini adalah mencapai kondisi sebaik
mungkin, gejala seringan mungkin, kebutuhan obat pelega seminimal mungkin, faal paru (APE) mencapai nilai terbaik, variabiliti APE seminimal mungkin dan efek samping obat seminimal mnugkin. Untuk emncapai hal tersebut umumnya membutuhkan beberapa obat pengontrol tidak cukup hanya
satu
pengontrol.
Terapi
utama
adalah
kombinasi
inhala
glukokortikosteroid dosis tinggi (>800 ug BD/hari) dan agonis beta-2 kerja lama.
Indikator asma tidak terkontrol -
Asma malam, terbangun malam hari karena gejala-gejala asma
-
Kunjungan ke gawat darurat, ke dokter karena sernagan akut
-
Kebutuhan obat pelega meningkat (bukan akibat infeksi pernafasan,
atau exercise-induced asthma)
11
Alasan/kemungkinan asma tidak terkontrol -
Teknik inhalasi
-
Kepatuhan
-
Lingkungan
-
Konkomitan penyakit saluran nafas yang memperberat seperti sinus
sitis, bronchitis dan lain-lain
Penangan asma mandiri Rencanakan pengobatan asma jangka panjang sesuai kondisi penderita, realistik/memungkinkan bagi penderita dengan maksud mengontrol asma. System penangan asma mandiri membantu penderita memahami kondisi kronik dan bervariasinya keadaan penyakit asma. Mengajak penderita memantau kondisinya sendiri, indentifikasi perburukan asma sehari-hari, mengontrol gejala dan mengetahui kapan penderita membutuhkan bantuan medis/dokter. Penderita dipekenalkan pada tiga daerah (zona) yaitu merah, kuning dan hijau. Zona merah berarti berbahaya, kuning hari-hari dan hijau adalah baik.
Tabel. Pelangi Asma Pelangi asma, monitoring keadaan asma secara mandiri Hijau - Kondisi baik, asma terkontrol -
Tidak ada/minimal gejala
- APE 80-100% nilai prediksi/terbaik Pengobatan bergantung berat asma, prinsipnya pengobatan dilanjutkan. Bila tetap berada pada warna hijau minimal 3 bulan, maka pertimbangkan turukan terapi Kuning - Berhati-hati, asma tidak terkontrol, dapat etrjadi serangan akut/eksaserbasi -
Dengan gejala asma (asma malam, aktifitas terhambat,
batuk, mengi, dada terasa berat baik saat aktifitas maupun istirahat) dan/atau APE 60-80% prediksi/ nilai terbaik Membutuhkan peningkatan dosis medikasi atau perubahan
12
medikasi Merah - Berbahaya -
Gejala asma terus menerus dan membatasi aktivitas
sehari-hari - APE < 60% prediksi/nilai terbaik. Penderita membutuhkan pengobatan segera sebagai rencana pengobatan yang disepakati dokter-penderita secara tertulis. Bila tetap tidak ada respon, segera hubungi dokter atau rumah sakit Penatalaksanaan serangan akut Serangan asma bervariasi dari ringan sampai berat bahkan dapat bersifat fatal atau mengancam jiwa. Seringnay serangan asma menunjukkan penanganan asma sehari-hari yang kurang tepat. Dengan kata lain penanganan asma ditekankan pada penanganan jangka panjang, dengan tetap memperhatikan serangan asma akut atau perburukkan gejala dengan memberikan pengobatan yang tepat. Penilaian berat serangan merupakan kunci utama dalam penanganan serangan akut. Langkah berikutnya adalah memerikan pengobatan tepat, selanjutnya menilai respon pengobatan, dan berikutnya memahami tindakan apa yang sebaiknya dilakukan pada penderita. Table. Klasifikasi serangan asma akut Gejala
dan
tanda Sesak nafas Posisi
Berat serangan akut ringan sedang
berat
berjalan Berbicara Dpat tidur Duduk
Istirahat Duduk
Cara
terlentang Satu kalimat
Beberapa
membungkuk Kata demi
Mungkin
kata gelisah
kata gelisah
berbicara Kesadaran
Kedaan
gelisah
mengancam jiwa
Mengantuk, gelisah, kesadaran menurun
Frekuensi
<20x/menit
20-
13
>30x/menit
nafas Nadi Pulsus paradoksus Otot bantu nafas
<100 - 10 mmHg
30x/menit 100-120 ± 10-20
>120 + >
-
mmHg +
mmHg +
25
dan
APE PaO2 PaCO2 SaO2
Kelelahan otot Torakoabdominal
retraksi suprasternal Mengi
bradikardia -
Paradoksal Akhir
Akhir
Inspirasi dan
ekspirasi
ekspirasi
ekspirasi
paksa >80% >80 mmHg
60-80 % 80-60
< 60 % <60 mmHg
<45 mmHg >95%
mmHg <45 mmHg 91-95%
>45 mmHg <90%
Silent Chest
Pemeriksaan analisis gas darah arteri (AGDA) sebaiknya dilakukan pada : -
Serangan asma akut berat
-
Membutuhkan perawatan rumah sakit
-
Tidak respon dengan pengobatan/memburuk
-
Ada komplikasi antara lain pneumonia, pneumotoraks dan lain-lain
Penatalaksanaan di rumah Kemampuan menderita untuk medeteksi dini perburukan asmanya adalah penting dalam keberhasilan penangannan serangan akut. Bila penderita dapat mengobati dirinya sendiri saat serangan dirumah, maka ia tidak hanya mencegah keterlambatan pengobatan tetapi juga meningkatkan kemampuan untuk mengontrol asmanya sendiri. Idealnya penderita mencatat gejala, kebutuhan bronkodilator dan faal paru (APE) setiap harinya dalam kartu harian (pelangi asma), sehingga paham mengenai bagaimana dan kapan : -
Mengenal perburukan asmanya
-
Memodifikasi atau menambah pengobatan
-
Menilai berat serangan
-
Mendapatkan bantuan medis/dokter 14
Penilaian berat serangan
\
Klinis : gejala (batuk, sesak, mengi, dada terasa berat) yang bertambah APE < 80 % rediksi/nilai terbaik
Terapi awal Inhalasi agonis beta-2 kerja singkat (setiap 20 menit, tiga kali dalam 1 jam), atau bronkodilator oral
Respon baik
Respon buruk
Gejala membaik
Gejala
Perbaikan dengan agonis beta-2 dan bertahap
bertambah berat
selama 4 jam. APE > 80% prediksi/nilai terbaik
APE
terbaik
Lanjutkan agonis beta-2 inhalasi setiap 3-4
<
60%
jam untuk 24-48 jam. Alternatif :
menetap
atau
prediksi/nilai
Tambahkan
bronkodilator oral setiap 6-8 jam
kortikosteroid
Steroid inhalasi diteruskan dengan dosis
oral
tinggi (bila sedang menggunakan steroid inhalasi) selama 2 minggu, kemudian
Agonis beta-2 diulang
kembali ke dosis sebelumnya
Gambar. Algoritme penatalaksanaan asma di rumah
Penatalaksanaan di rumah sakit
15
Serangan akut berat adalah gawat darurat dan membutuhkan bantuan medis segera, penangan harus cepat dan sebaiknya dilakukan diruamh sakit/gawat darurat. Berat serangan dinilai berdasarkan riwayat singkat serangan, untuk selanjtnya
diberikan
diperkenankan
pengobatan
pemeriksaan
faal
yang
tepat.
paru
dan
Pada
prinsipnya
laboratorium
tidak
menjadikan
keterlambatan dalam pengobatan/tindakan. Riwayat singkat serangan meliputi gejala, pengobatan yang telah dilakukan, respon pengobatan, waktu mulai terjadinya dan penyebab/ pencetus serangan saat itu, dan ada tidaknya seriko tinggi untuk mendapatkan keadaan fatal/kematian.
Kriteria pulang atau rawat inap Pertimbangan untuk memulangkan atau perawatan rumah sakit (rawat inap) pada penderita di gawat darurat, berdasarkan berat serangan, respon pengobatan baik klinis maupun faal paru. Berdasarkan penilaian fungsi, pertimbangan pulang atau rawat inap adalah : -
Penderita rawat inap bila VEP 1 atau APE sebelum pengobatan awal
<25% nilai terbaik/prediksi; atau VEP 1/APE <40% nilai terbaik/prediksi setelah pengobatan awal diberikan -
Penderita berpotensi untuk dapat dipulangkan bila VEP 1/APE 40-
60% niali terbaik/prediksi setelah pengobatan awal, dengan diyakini tindak lanjut dan adekuat dan kepatuhan berobat. -
Penderita dnegan respon pengobatan awal memberikan VEP 1/APE
>60% niali terbaik/prediksi, umumnya dapat dipulangkan
Kriteria perawatn intesif/ICU : -
Serangan berat dan tidak respon walau telah diberikan pengobatan
adekuat 16
-
Penurunan kesadaran, gelisah
-
Gagal nafas yang ditunjukkan dengan AGDA yaitu PaO2 <60
mmHg dan atau PaCO2>45 mmHg, saturasi O2 ≤ 90% pada penderita anak. Gagal nafas dapat terjadi dengan PaCO2 rendah atau meningkat.
Intubasi dan ventilasi mekanis Intubasi dibutuhkan bila terjadinya perburukan klinis walau dengan pengobatan optimal, penderita tampak kelelahan dan atau PaCO2 meningkat terus. Tidak ada kriteria absolut untuk intubasi, tetapi dianjurkan sesuai dengan pengalaman dan keterampilan dokter dalam penanganan masalah pernafasan.
Penilaian awal Riwayat dan pemeriksaan fisis (auskultasi, otot batu nafas, deyut jantung, frekuensi nafas) dan bila mungkin faal pa ru (APE/VEP 1, saturasi O2). AGDA dan pemeriksaan lain atas indikasi
Serangan asma ringan
Serangan asma sedang/berat
Serangan asma mengancam jiwa
Pengobatan awal -
Oksigenasi dengan kanul nasal
-
Inhalasi agonis beta-2 kerja singkat (nebulisasi), setiap 20 menit
dalam 1 jam atau agonis beta-2 injeksi (Terbutalin 0,5 ml subkutan atau adrenalin 1/1000 0,3 ml subkutan) -
Kortikosteroid sistemik :
•
Serangan asma berat
•
Tidak ada respon segera dengan pengobatan bronkodilator
•
Dalam kortikosteroid oral
17
Penilaian ulang setelah 1 jam Pemeriksaan fisik, saturasi O2 dan pemeriksaan lai an atas indikasi
Respon baik -
Respon tidak sempurna
Respon baik dan
-
Resiko tinggi
Respon buruk dalam 1 jam
stabil - dalam 60 menit - - Pemeriksaan fisik
distres
-
-
distres
normal
fisik : gejala ringan
-
-
samapi sedang
fisik : berat, gelisah
prediksi/nilai terbaik
-
dan kesadaran
-
tetapi < 70%
menurun
-
-
APE < 30%
-
PaCO2 >
APE > 70%
Saturasi O2 >
90% (95% pada
Pemeriksaan
APE > 50%
Saturasi O2
Resiko tinggi
Pemeriksaan
45mmHg
-
Dirawat di ICU< 60 - PaO2
Dirawat di RS
Pulang
-
Pengobatan
Inhalasi agonis
-mmHg Inhalasi agonis
dilanjutkan dengan
beta-2 ±
beta-2 ±
inhalasi agonis beta-2
antikolinergik
antikolinergik
-
-
-
Membutuhkan
Kortikosteroid
Kortikosteroid
kortikosteroid oral
sistemik
IV
-
-
Aminofilin drip
-
-
Terapi oksigen
agonis beta-2 injeksi
-
Pantau APE,
SC/IM/IV
Edukasi penderita
saturasi O2, nadi,
Pertimbangkan
-
Terapi oksigen
-
Aminofilin drip
-
Mungkin perlu
intubasi dan ventilasi
Tidak Perbaikanmekanik
Perbaikan
Pulang
Dirawat di ICU
Bila APE > 60% prediksi/terbaik. Tetap
Bila tidak perbaikan dalam 6-12
berikan pengobatan oral atau inhalasi
jam
18
Gambar. Algoritma penatalaksanaan asma di rumah sakit
BAB III PENATALAKSANAAN ASMA JANGKA PANJANG
Walaupun asma tidak dapat disembuhkan akan tetapi asma dapat dikontrol dan penatalaksanaan asma bermaksud untuk memperbaiki kualitas hidup penderita seoptimal mungkin sehingga penderita dapat hidup normal dalam menjalankan kehidupannya sehari-hari. Tujuan penatalaksanaan asma:(10) •
Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
•
Mencegah eksaserbasi / serangan akut
•
Meningkatkan fungsi paru mendekati normal dan mempertahankan keadaan
tersebut •
Mengupayakan tercapainya tingkat aktivitas normal termasuk exercise
•
Menghindari efek samping karena obat
•
Mencegah terjadinya aliran udara yang irreversibel
•
Mencegah kematian karena asma
19
Pada prinsipnya obat anti asma untuk mengontrol penyakit terdiri dari pengobatan pencegahan yang bersifat jangka panjang terutama antiinflamasi, serta pengobatan yang bersifat mengatasi serangan, efeknya segera dan waktu bekerjanya singkat dikenal sebagai bronkodilator. Selain itu prinsip lainnya adalah bentuk/ teknik pemberian obat yaitu secara oral dan inhalasi. Pemberian secara inhalasi lebih dianjurkan untuk pengobatan jangka panjang, mengingat alasan tingginya konsentrasi obat yang dapat sampai di saluran nafas secara langsung dengan efek teraupetik yang tinggi dan efek samping sistemik yang sangat minimal. Hal ini disebabkan beberapa hal seperti pemberian langsung ketarget sasaran dan dosis obat yang sangat kecil 1/10 sampai 1/100 oabt oral. Walaupun demikian masih terdapat beberapa kelemahan dari obat inhalasi yaitu teknik pemakaian yang relatif tidak mudah bagi anak-anak dan orang tua, serta harga yang relatif mahal untuk penderita kalangan ekonomi menengah kebawah. Akan tetapi telah terjadi berbagai terobosan dalam mengatasi permasalahan tersebut, yaitu kemasan obat inhalasi yang bervariasi dan tersedianya berbagai obat penolong (spacer) untuk memudahkan pemakaian.penggunaan spacer pada inhalasi dosis terukur (metered dose inhaler/ MDI) tidak hanya memudahkan pemakaian, akan tetapi juga mengurangi absobsi sistemik dan efek samping obat. Dalam memberikan pengobatan jangka, selain dibutuhkan obat yang tepat bagi keadaan asma dan toleransi penderita, juga perlu diperhatikan beberapa hal yaitu teknik pemberian obat yang tepat sesuai tingkat kemampuan penderita dan pemberian informasi/ edukasi penderita dalam hal pemakaian obat-obat tersebut serta memonitornya setiap kunjungan baik melalui respon klinik maupun teknik pemakaian obat.(11) Pengobatan asma jangka panjang didasarkan pada beratnya penyakit dan modifikasi dapat dilakukan sesuai kondisi. Beberapa hal perlu diperhatikan yaitu: (12) 1. Untuk mencapai kondisi terkontrol, pengobatan dapat dimulai dari level maksimal sesuai berat penyakit, dan bila tercapai kondisi terkontrol diturunkan secara bertahap. Atau sebaliknya dimulai dengan pengobatan sesuai berat penyakit dan dinaikkan bila dibutuhkan. 20
2. Naikkan level pengobatan, bila tidak tercapai kondisi terkontrol atau keadaan asma menetap atau tidak ada perbaikan. 3. Turunkan level pengobatan bila tercapai kondisi terkontrol yang stabil paling tidak 3 bulan, secara bertahap diturunkan sampai tercapai pengobatan level serendah mungkin yang menghasilkan kondisi terkontrol seoptimal mungkin. 4. Setelah asma terkontrol tetap evaluasi pengobatan berkala (3-6 bulan sekali) 5. Pada kasus asma berat dengan penyakit penyerta atau dengan komplikasi maka selayaknya dirujuk kepada ahli paru. Pengobatan yang tepat sesuai berat penyakit disusun pula oleh NHLBI, GINA dan WHO dengan maksud tercapainya pengamanan yang adekuat , hal ini berdasarkan data yang menunjukkan kekerapan serangan atau eksaserbasi asma yang membutuhkan perawatan rumah sakit atau pertolongan gawat darurat, walaupun telah terjadi perkembangan dalam pengetahuan patogenesis, diagnosis dan berbagai jenis pengobatan asma. Berikut ini telah disusun tuntunan (guideline) pengobatan yang relatif dipakai diseluruh negara menurut NHLBI, GINA dan WHO 1998: (12) Berat Penyakit
Pencegahan jangka
Pengobatan mengatasi
Asma Persisten
panjang Pengobatan setiap hari
serangan Inhalasi bronkodilator
berat
Inhalasi steroid MDI+spacer >1mg/hr atau
kerja singkat Agonis beta-2 atau ipratropium bromida atao oral
Steroid nebulasi>1mg,
agonis beta-2 3-4x/hr
2x/hr Bila perlu steroid oral, dosis kecil, selang Asma Persisten Sedang
sehari,pagi hari Pengobatan setiap hari Inhalasi steroid MDI+spacer 400800mcg/hr atao Steroid
21
Inhalasi bronkodilator kerja singkat Agonis beta-2 atau ipratropium bromida
nebulisasi <1mg/hr
Agonis beta-2 atau ipratropium bromida oral
Asma persisten Ringan
Pengobatan setiap hari
agonis beta-2, 3-4x/hr Inhalasi bronkodilator
Inhalasi steroid
kerja singkat
MDI+spacer 200-
Agonis beta-2 atau
400mcg/hr
ipratropium bromida
Kromoglikat (gunakan
Asma
Agonis beta-2 atau
MDI+spacer atau secara
ipratropium bromida oral
nebulisasi
agonis beta-2, 3-4x/hr
Tidak dibutuhkan
Inhalasi bronkodilator
Intermitten
kerja singkat. Agonis B2 atau ipratropium bromid bila dibutuhkan.
Dirasakan tuntunan pengobatan tersebut tidak sepenuhnya dapat dilakukan di Indonesia, mengingat bervariasinya tingkat kemampuan penderita, baik kemampuan pengetahuan/ pendidikan maupun kemampuan ekonomi, serta kemampuan pemberi jasa dalam hal ini fasilitas layanan kesehatan Maka dipikirkan modifikasi dari tuntunan tersebut dengan mengindahkan kondisi di Indonesia. Terjadinya eksaserbasi pada asma disebabkan oleh faktor pencetus yang bervariasi dari satu penderita dengan penderita lainnya, dengan kata lain faktor pencetus bersifat individual. Faktor pencetus dapat dibagi atas dua bagian yaitu inciter, yang dapat mengakibatkan terjadinya bronkospasme tanpa meningkatkan hipereaktivitas bronkus (HBR), contohnya asap rokok, bau-bauan merangsang, exercise dan inducer, yang dapat menimbulkan inflamasi sehingga meningkatkan HBR, contohnya alergen, infeksi pernafasan, bahan kimia. Identifikasi faktor pencetus dapat dilakukan oleh penderita, keluarga penderita dengan bantuan dokter. Untuk pencetus berupa alergen dapat dilakukan
22
uji kulit (prick test). Identifikasi pencetus mutlak dilakukan dengan tujuan untuk mencegah serangan dan mengurangi pemakaian obat-obatan. Edukasi terhadap penderita asma dan keluarganya merupakan hal yang mutlak dilakukan dalam penanganan asma jangka panjang. Edukasi dapat diberikan oleh tim medis kepada penderita dan keluarga penderita sehingga mereka dapat memahami asma dan permasalahannya serta dapat memahami maksud pengobatan jangka panjang asma, mengenal bila terjadi perburukan, mengatasi serangan tersebut sesuai anjuran dokter dan mengetahui kapan saatnya harus mencari bantuan medis. Bentuk penyampaian edukasi dapat berupa konsultasi dokter-penderita, penyuluhan kelompok, informasi melalui leaflet/ brosur/ buku/ televisi/ radio/ video. Penatalaksanaan asma jangka panjang membutuhkan perawatan yang berkesinambungan dan monitor yang terus menerus. Monitor tidak harus dilakukan oleh dokter tetapi juga dilakukan oleh penderita dan keluarga penderita. Monitor meliputi pengamatan terus menerus terhadap gejala, kebutuhan bronkodilator dan fungsi paru, sehingga penderita mengenal bila terjadinya perburukan, perbaikan atau kondisi yang menetap stabil. Cara yang mudah dan dapat dilakukan penderita di rumah sehari-hari adalah pemeriksaan APE (Arus Puncak Ekspirasi) dengan alat peak flow meter, dan dicatat pada kartu harian. Sistem monitor ini sangat membantu penatalaksanaan asma, sehingga penderita tidak jatuh pada keadaan perburukan yang berat atau pada keadaan efek samping obat yang tidak perlu. Monitor fungsi paru wajib dilakukan setiap penderita kontrol kedokter melalui pemeriksaan spirometri, bila tidak mungkin cukup dengan pemeriksaan APE. Kontrol teratur (1 kali sebulan) penting dilakukan walaupun keadaan asma telah terkontrol stabil. Kepatuhan penderita dalam mengikuti penatalaksanaan asma jangka panjang dapat ditingkatkan dengan hubungan kerjasama yang baik antara dokter-penderita serta edukasi.(10,11)
23
BAB V KESIMPULAN
Asma adalah penyakit kronik saluran nafas yang ditandai oleh inflamasi kronik yang melibatkan berbagai sel inflamasi dengan karakteristik respon yang berlebihan terhadap berbagai rangsangan. Penatalaksanaan asma yang benar adalah tidak hanya mengatasi serangan akut, akan tetapi penanganan jangka panjang yang bertujuan mencegah terjadinya serangan dan mengoptimalkan penderita sehingga dapat hidup produktif dan berkualitas, dengan mengatasi episode perburukan. Kerjasama dokter dan penderita dibutuhkan dalam penatalaksanaan jangka panjang, dengan tetap mempertimbangkan kemampuan penderita dalam menerima dan melakukannya.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Yunus F. Penatalaksanaan Eksaserbasi Akut Asma dalam: Kumpulan Makalah Satelit Simposia "Penatalaksanaan Asma Jangka Panjang".Semarang, 9 Juli 2000. 2. Mangunegoro H. Pulmonologi Menuju Kedokteran Respirasi, Tantangan dan Harapan Memasuki Millenium ke-3 dalam: Pidato Upacara Pengukuhan sebagai Guru Besar Tetap dalam Bidang Pulmonologi FKUI. Jakarta, 2000; 15-18. 3. JAMA Asthma Information Center. Guidelines for The Diagnosis and Management of Asthma. JAMA, 1998. 4. National Heart, Lung and Blood Institute. Global Initiative for Asthma Global Strategy for Asthma Management and Prevention. NHLBI/WHO Workshop Report. 1995. National Institutes of Health. Publication Number 953659, 1995. 5. Wilson LM. Penyakit Pernafasan Obstruktif dalam: Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Buku 2 Edisi 4. Mosby Year Book Inc, 1992; 689-690. 6. Baratawidjaja K. Asma Bronkial dalam: Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Jakarta. Balai Penerbit FKUI,1999;21-39 7. Yunus F. Konsep Mutakhir Penanganan Asma dalam: Simposium Sehari "Yang Benar Tentang Asma". Jakarta. 27 Februari 1999 8. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI.Pulmonologi dalam: Ilmu Kesehatan Anak jilid 3, Jakarta. Balai Penerbit FKUI.1995;1203-1210. 25
9. Sibuea H,Pangabean M,Gultom SP. Asma Bronkial dalam: Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:Rineka Cipta,1992;53-65. 10. Global Initiative for Asthma. Pocket Guide for Asthma Management and Prevention NHLBI 1998. 11. Art-Khaled N,Enarson DA. IUATLD. Management of Asthma in Adult for Low Income Countries. IUATLD 1996. 12. NHLBI/WHO Workshop Report. Global Initiative for Asthma. Global Strategy for Asthma Management and Prevention. NHLBI 1995.
26