BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kejahatan seksual merupakan kejahatan yang universal. Kejahatan ini dapat ditemukan di seluruh dunia, pada tiap tingkatan masyarakat, tidak memandang usia maupun jenis kelamin. Besarnya insiden yang dilaporkan di setiap negara berbeda-beda. Sebuah penelitian di Amerika Serikat pada tahun 2006 (National Violence against Women Survey/NVAWS) melaporkan bahwa 17,6% dari responden wanita dan 3% dari responden pria pernah mengalami kejahatan seksual, beberapa di antaranya bahkan lebih dari satu kali sepanjang hidup mereka. Dari jumlah tersebut hanya sekitar 25% yang pernah membuat laporan polisi. Di Indonesia, menurut Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) sejak tahun 1998 sampai 2011 tercatat 93.960 kasus kejahatan seksual terhadap perempuan di seluruh Indonesia. Dengan demikian rata-rata ada 20 perempuan yang menjadi korban kejahatan seksual tiap harinya. Hal yang lebih mengejutkan adalah bahwa lebih dari 3/4 dari jumlah kasus tersebut (70,11%) dilakukan oleh orang yang masih memiliki hubungan dengan korban. Terdapat dugaan kuat bahwa angka-angka tersebut merupakan fenomena gunung es, yaitu jumlah kasus yang dilaporkan jauh lebih sedikit daripada jumlah kejadian sebenarnya di masyarakat. Banyak korban enggan melapor, mungkin karena malu, takut disalahkan, mengalami trauma psikis, atau karena tidak tahu harus melapor ke mana. Seiring dengan meningkatnya
1
kesadaran hukum di Indonesia, jumlah kasus kejahatan seksual yang dilaporkan pun mengalami peningkatan.1 Komisi Perlindungan Anak Indonesia menemukan banyak aduan kekerasan pada anak pada tahun 2010. Dari 171 kasus pengaduan yang masuk, sebanyak 67,8 persen terkait dengan kasus kekerasan. Dan dari kasus kekerasan tersebut yang paling banyak terjadi adalah kasus kekerasan seksual yaitu sebesar 45,7 persen (53 kasus). Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak) mencatat, jenis kejahatan anak tertinggi sejak tahun 2007 adalah tindak sodomi terhadap anak. Dan para pelakunya biasanya adalah guru sekolah, guru privat termasuk guru ngaji, dan sopir pribadi. Tahun 2007, jumlah kasus sodomi anak, tertinggi di antara jumlah kasus kejahatan anak lainnya. Dari 1.992 kasus kejahatan anak yang masuk ke Komnas Anak tahun itu, sebanyak 1.160 kasus atau 61,8 persen, adalah kasus sodomi anak. Dari tahun 2007 sampai akhir Maret 2008, jumlah kasus sodomi anak sendiri sudah naik sebesar 50 persen. Komisi Nasional Perlindungan Anak telah meluncurkan Gerakan Melawan Kekejaman Terhadap Anak, karena meningkatnya kekerasan tiap tahun pada anak. Pada tahun 2009 lalu ada 1998 kekerasan meningkat pada tahun 2010 menjadi 2335 kekerasan dan sampai pada bulan maret 2011 ini paling tidak dari pantauan Komisi Nasional Perlindungan Anak ada 156 kekerasan seksual khususnya sodomi pada anak. 2 1.2
Batasan Masalah
Adapun masalah yang akan dibahas pada penulisan karya ilmiah ini adalah “Reflek Dilatasi Anal Yang Dikaitkan Dengan Kasus Kejahatan Seksual/ Sodomi.”
2
1.3
Tujuan penulisan
Tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah: 1) Apakah yang dimaksud dengan kejahatan seksual/sodomi. 2) Peraturan apa yang mengatur perlindungan terhadap kejahatan seksual/sodomi. 3) Bagaimanakah mengetahui reflek dilatasi anal pada pemeriksaan kasus kejahatan seksual/sodomi 1.4
Metode penulisan
Penulisan ini menggunakan metode penulisan tinjauan kepustakaan merujuk berbagai literatur.
3