RANULA
Disusun oleh : AYU 406100035
Fakultas Kedokteran Kedokteran Universitas Tarumanagara Tarumanagara Jakarta 2010
RANULA
Diajukan Guna Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut Rumah Sakit Daerah Swadana Kudus
Pembimbing drg. Sam Permanatrini
Disusun oleh : AYU 406100035
Fakultas Kedokteran Kedokteran Universitas Tarumanagara Tarumanagara Jakarta 2010 LEMBAR PENGESAHAN
RANULA
Dipersiapkan dan disusun oleh : Ayu 406100035
Telah diuji tanggal : 27 Oktober 2010
Pembimbing
drg. Sam Permanatrini
Penguji
Penguji
drg. Malia Rustini, Sp.Ort
drg. Siti Rochani
Kudus, 27 Oktober 2010 Bagian Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut Rumah Sakit Daerah Swadana Kudus
KATA PENGANTAR
Pertama-tama penulis memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Karena dengan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan referat berjudul “ Ranula” ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak Rumah Sakit Umum Daerah kabupaten Kudus, khususnya drg. Sam Permanatrini, drg. Siti Rochani, dan drg. Malia Rustini Sp.Ort selaku pembimbing kepaniteraan Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, nasehat, petunjuk serta bantuan sehingga referat ini dapat tersusun dengan baik. Penulis berharap ilmu yang telah diberikan dapat bermanfaat bagi penulis, baik di siklus kepaniteraan selanjutnya maupun dalam praktik sehari-hari di kemudian hari. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh perawat dan staf terkait. Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan referat ini. Akhir kata dengan segala kerendahan hati, penulis berharap semoga referat ini dapat memberikan informasi bagi para pembaca.
Kudus, 16 Oktober 2010
Penulis
DAFTAR ISI
COVER …………………………………………………………………....
i
LEMBAR PENGESAHAN ………………………………………….........
ii
KATA PENGANTAR …………………………………………………...... iii DAFTAR ISI ………………………………………………………………
iv
BAB I PENDAHULUAN ………………...........……………………….....
1
A. Definisi …………………………………………………………..
1
B. Tinjauan Pustaka ………………………………………………...
1
C. Klasifikasi Ranula ……………………………………………….
3
D. Prevalensi ………………………………………………………..
4
E. Permasalahan …………………………………………………….
4
BAB II PEMBAHASAN ……………………………......……………….... 5 A. Etiologi dan Patofisiologis Ranula ………………………………
5
B. Gambaran Klinis Ranula ………………………………………...
6
C. Diagnosis Ranula ………………………………………………... 7 D. Differential Diagnosis Ranula …………………………………... 8 E. Penatalaksanaan Ranula …………………………………………
14
BAB III KESIMPULAN …………………………………………..............
16
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………... 18
BAB I
PENDAHULUAN
A. Definisi Ranula adalah bentuk kista akibat obstruksi glandula saliva mayor yang terdapat pada dasar mulut. Dan akan berakibat pembengkakan di bawah lidah yang berwarna kebiru-biruan (drg. Sugito, MH).
Ranula
merupakan
fenomena
retensi
duktus
pada glandula
sublingualis (yang kadang-kadang menunjukkan adanya lapisan epitel), dengan gambaran khas pada dasar mulut. Mukosa di atasnya terlihat tipis, meregang, dan hampir transparan. Pembesaran yang disebabkan oleh cairan ini kadang menyebabkan terangkatnya lidah khususnya pada anak-anak (Gordon W. Pedersen).
Ranula berasal dari kata latin : Rana, yang berarti katak. Dinamakan ranula , karena ranula tersebut menonjol mirip perut katak. Bila kista tersebut menjadi sangat besar pada dasar mulut, suara penderita dapat menjadi
“croacking” seperti suara katak (Aswin Rahardja). Istilah ranula digunakan untuk menggambarkan mucocele yang timbul pada dasar mulut. Biasanya unilateral dan menyebabkan pembengkakan biru
translusens yang mirip dengan perut katak (Mervyn Shear).
B. Tinjauan Pustaka Rongga mulut setiap harinya dibasahi oleh 1000 hingga 1500 ml
saliva . Kesehatan lapisan mukosa mulut dan faring serta fungsi penguyahan, deglutisi (proses pencernaan makanan sejak masuk ke rongga mulut hingga mencapai esophagus ), bergantung pada cukupnya aliran saliva . Saliva berasal dari 3 pasang glandula saliva mayor, yaitu glandula parotis , glandula
sublingualis dan glandula submandibularis, dan sejumlah glandula saliva minor pada mukosa dan submukosa bibir, palatum dan lidah (Gordon W. Pedersen).
Glandula parotis terletak pada bagian samping, di atas musculus masseter. Ductus parotis, misalnya ductus stensen , dengan panjang 5 sampai 6
cm, bermula dari aspek anterior glandula , melintasi masseter , menembus
musculus buccinators , dan memasuki rongga mulut pada regio molar pertama atau molar kedua rahang atas (Gordon W. Pedersen).
Glandula submandibularis terletak di bawah corpus mandibula dan menempati segitiga yang dibentuk oleh venter posterior dan anterior musculi
digastrici . Ductus-nya keluar dari perluasan glandula submandibularis yang melintasi batas posterior dari musculus mylohyoideus dan memasuki rongga atau ruang sublingual . Ductus Wharton dengan panjang kurang lebih 6 cm, melintas di bagian anterior dan berakhir dalam lubang saluran di dasar mulut, tepat di samping frenulum lingualis (Gordon W. Pedersen).
Glandula sublingualis menempati rongga sublingual bagian anterior dan karena itu hampir memenuhi dasar mulut. Aliran dari sublingualis memasuki rongga mulut melalui sejumlah muara yang terdapat sepanjang
plica sublingualis , yaitu suatu lingir mukosa anteroposterior di dasar mulut yang menunjukkan alur dari ductus submandibularis , atau melalui ductus utama
(yaitu
ductus
Bartholin )
yang
berhubungan
dengan
ductus
submandibularis (Gordon W. Pedersen). Glandula saliva minor terletak dalam jumlah besar pada submukosa atau mukosa bibir, permukaan lidah bagian bawah, bagian posterior palatum
durum dan mukosa bukal (Gordon W. Pedersen). Dalam
keadaan
normal glandula saliva
ini
terus
menerus
mengeluarkan saliva melalui saluran yang bermuara di dalam rongga mulut sesuai dengan kebutuhan. Bilamana karena suatu sebab, terjadi hambatan maupun penyumbatan baik sebagian maupun total, maka akan terjadi bendungan atau stagnasi saliva yang merupakan retensi saliva dan pada suatu saat akan berubah menjadi kista (drg. Iskandar Atmadja). Mengingat kista ini terjadinya karena retensi saliva di dalam saluran
saliva yang abnormal , maka kista jenis ini digolongkan sebagai kista retensi. Bila terjadi pada ductus glandula saliva mayor , kista ini disebut ranula (drg. Iskandar Atmadja). C. Klasifikasi Ranula
Ranula diklasifikasikan menjadi 2 tipe, yaitu :
1. Ranula superficial atau simple ranula
Merupakan kista retensi yang sesungguhnya. Besarnya terbatas pada dataran oral musculus mylohyoideus (Aswin Rahardja). Tampak sebagai suatu pembengkakan lunak, dapat ditekan, timbul dari dasar mulut. Kista ini dindingnya dilapisi epitel dan terjadi karena
obstruksi ductus glandula saliva (Robert P. Langlais & Craig S. Miller).
Gambar Simple Ranula
2. Ranula dissecting atau plunging ranula atau ranula profunda
Merupakan pseudokista , terjadinya karena ekstravasasi (kebocoran) saliva pada jaringan, pada sepanjang otot dan lapisan fasia dasar mulut dan leher.
Ekstravasasi (kebocoran) tersebut disebabkan karena trauma yang kecil, dimana tidak pernah diingat oleh penderita (Aswin Rahardja). Kista ini menerobos di bawah musculus mylohyoideus dan menimbulkan pembengkakan submental . Kista jenis ini dindingnya tidak dilapisi epitel (Robert P. Langlais & Craig S. Miller).
Gambar Plunging ranula
D. Prevalensi
Ranula dapat terjadi pada semua umur dan lebih sering terjadi pada wanita daripada pria (drg. Iskandar Atmadja).
Ranula jarang sekali terjadi. Dalam salah satu penelitian terhadap 1303 kista pada glandula saliva , hanya ada 42 ranula yang terjadi. Perbandingan laki-laki dan perempuan dalam hal terjadinya ranula adalah 1:1,3. Umumnya yang sering terkena pada dekade kedua dan ketiga kehidupan, dengan rentang usia 3-61 tahun (Ryan L Van De Graaff).
E. Permasalahan Telah diketahui bahwa ranula adalah kista retensi glandula saliva atau kelenjar liur. Agar diagnosa dan penatalaksanaannya benar, hal-hal yang perlu diketahui dan menjadi permasalahan adalah apakah etiologi dan bagaimana patofisiologi ranula ? Bagaimana gambaran klinis, cara menegakkan diagnosis, differential diagnosis serta penatalaksanaan ranula ?
BAB II
PEMBAHASAN A. Etiologi dan Patofisiologi Ranula
Ranula telah dikenal sejak berabad-abad yang lalu. Banyak teori yang diajukan untuk mengetahui asalnya. Hippocrates dan Celcius mengatakan bahwa kista berasal dari proses inflamasi yang sederhana. Pare mensugestikan berasal dari glandula pituitary yang menurun dari otak ke lidah. Ada juga yang mensugestikan bahwa kista tersebut berasal dari degenerasi myxomatous
glandula saliva . Teori yang terakhir mengatakan bahwa kista terjadi karena Obstruksi ductus saliva dengan pembentukan kista atau ekstravasasi (kebocoran) saliva pada jaringan yang disebabkan karena trauma. Obstruksi
ductus tersebut dapat disebabkan karena calculus atau infeksi (Aswin Rahardja). Pada tahun 1973 Roediger dan rekannya dapat membuktikan bahwa terjadinya ranula oleh adanya penyumbatan ductus glandula saliva sehingga terjadi penekanan sepanjang dinding saluran. Bila ada daerah yang lemah akan pecah dan terjadi lagunar (bulatan-bulatan kecil), yang merupakan retensi
saliva yang lambat laun menjadi kista ekstravasasi (kebocoran) pada ductus glandula sublingualis atau submandibularis , yang kadang-kadang dapat ramifikasi (percabangan) secara difus ke leher (Mervyn shear). Menurut Robert P. Langlais & Craig S. Miller, Ranula terbentuk sebagai akibat terhalangnya ductus saliva yang normal melalui ductus
ekskretorius mayor yang membesar atau terputus dari glandula sublingualis (ductus Bartholin ) atau glandula submandibularis (ductus Wharton ), sehingga melalui rupture ini saliva keluar menempati jarigan disekitar ductus tersebut. Walau terjadinya ranula yang ditulis dalam literature hingga saat ini masih simpang siur, namun diperkirakan karena : 1. Adanya penyumbatan sebagian atau total sehingga terjadi retensi saliva
sublingualis atau submandibularis 2. Karena suatu trauma
3. Adanya peradangan atau myxomatous
degenerasi ductus glandula
sublingualis (drg. Iskandar Atmadja).
B. Gambaran Klinis Ranula
Tanda dan Gambaran Klinis ranula adalah sebagai berikut : •
Adanya benjolan simple pada dasar mulut, mendorong lidah ke atas.
Gambar Ranula besar yang mengangkat lidah •
Umumnya unilateral , jarang bilateral .
•
Benjolan berdinding tipis transparan, berwarna biru kemerah-merahan.
•
Benjolan tumbuh lambat, gambaran seperti perut katak.
Gambar Ranula seperti mata katak •
•
•
Pembengkakan selain intra oral dapat juga extra oral. Tidak ada rasa sakit kecuali meradang atau infeksi. Bila benjolan membesar dapat mengganggu bicara, makan maupun menelan.
•
Benjolan oleh karena suatu sebab dapat pecah sendiri, cairan keluar, mengempes kemudian timbul atau kambuh kembali.
•
Pada simple ranula benjolan terletak superficial sedangkan plunging
ranula benjolan
terletak
lebih
dalam,
bisa
menyebar ke dasar otot mylohyoid , daerah submandibular , ke leher bahkan ke mediastinum (drg. Iskandar Atmadja).
C.
Diagnosis Ranula Langkah-langkah yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis ranula : 1. Melakukan anamnesa lengkap dan cermat •
Secara visual
•
Bimanual palpasi intra dan extra oral
•
Punksi dan aspirasi
2. Melakukan pemeriksaan penunjang •
Pemeriksaan radiologis dengan kontras media, tanpa
kontras media tidak berguna •
Pemeriksaan mikroskopis , pemeriksaan biopsi (drg. Iskandar Atmadja)
Simple Ranula gambaran kliniknya relatif lebih khas sehingga diagnosa mudah ditegakkan. Tampak sebagai suatu tonjolan berdinding tipis, licin, kebiruan dan transparan. Pada palpasi terasa lunak dan fluktuasi . Kista ini terletak dibawah lidah, pada bagian depan mulut (Aswin Rahardja).
Plunging ranula lebih sulit menegakkan diagnosanya, karena gambarannya mirip dengan banyak struktur kistik atau pembengkakan
glandula yang lain pada leher. Tidak ada tes diagnostik khusus untuk membedakan lesi-lesi tersebut. Maka diagnosa plunging ranula hanya tergantung pada adanya hubungan anatomi kista dengan glandula saliva dan gambaran histopatologis dinding kista sesudah eksisi (Quick & Lowell, 1977).
Gambaran histopatologis simple ranula yaitu dinding kista dilapisi epitel, sedangkan plunging ranula dinding kista tanpa dilapisi epitel (Aswin Rahardja).
D.
Differential Diagnosis Ranula 1. Differential Diagnosis Ranula superficial atau simple ranula a. Batu kelenjar liur (Sialolith )
Pembentukan batu terjadi karena pengerasan kompleks kalsium di dalam glandula saliva yang dapat menyumbat ductus saliva sehingga menyebabkan pembengkakan di dasar mulut. Penyumbatan aliran saliva oleh batu akan mengakibatkan pembengkakan dasar mulut yang keras, nyeri dan sakit (Robert P. Langlais & Craig S. Miller). Gejala klinis yang khas adalah rasa sakit yang hebat pada saat makan, menelan dan disertai adanya pembengkakan glandula saliva dan sangat peka jika di palpasi. (Dona Sari Nasution).
Gambar Sialolith
b. Kista Dermoid
Terjadi akibat pembengkakan jaringan lunak yang berasal dari
degenerasi kistik dari epitel yang terjebak selama perkembangan embrionik . Kista dermoid dapat dijumpai di mana saja di kulit, tetapi mempuyai kecenderungan timbul di dasar mulut. Secara klasik tampak
seperti kubah, tidak sakit, muncul di dasar mulut. Mukosa di atasnya merah muda, lidah sedikit terangkat dan palpasi memberi konsistensi seperti adonan. Pasien mengeluh sukar makan dan bicara (Robert P. Langlais & Craig S. Miller).
Gambar Kista dermoid
c. Hemangioma Hemangioma adalah tumor jinak vaskuler yang sering terjadi pada
rongga
mulut.
Etiologinya
diduga
berhubungan
dengan
abnormalitas proliferasi dari sel-sel endotelium (Steven Brett Sloan). Gambaran Hemangioma
menyerupai
kista
ranula
menunjukkan adanya pembuluh darah (Gordon W. Pedersen).
yang
Gambar Hemangioma
2. Differential Diagnosis Ranula dissecting atau plunging ranula atau ranula
profunda a. Laryngocele Laryngocele adalah penonjolan selaput lendir laring (kotak suara). Terjadi karena tekanan intralaringeal meningkat. Laryngocele yang menonjol ke arah luar ( Laryngocele eksterna ) menyebabkan benjolan di leher. Penderita juga bisa mengalami disfagia (gangguan menelan), batuk atau merasakan adanya sesuatu di tenggorokannya. Pada CT scan, Laryngocele tampak licin dan berbentuk seperti telur. (Raden Fahmi).
b. Sialadenitis Terjadi karena peradangan dari glandula saliva dengan gambaran klinis : •
Malnutrition
•
Mulut terasa kering
•
Rasa sakit pada mulut atau wajah, terutama ketika makan
•
Kulit kemerahan di samping wajah atau leher
•
Pembengkakan pada wajah terutama di depan telinga, di bawah rahang, atau di bawah lidah. (damayanti,dkk)
Gambar Sialadenitis
c. Cystic Hygroma Terjadi karena anomali kongenital limfatik . Cystic Hygroma cenderung di bawah musculus mylohyoideus dan dapat melibatkan segitiga anterior dan posterior dari leher. Kista biasanya besar, halus dan berdinding tebal, berwarna pucat, serta transiluminasi (berkas chaya akan melewati cairan). Perlu diketahui bahwa kulit di atas kista kadang-kadang berwarna kebiruan. (Jason L Acevedo & Rahul K Shah).
Gambar Cystic Hygroma
d. Abses leher
Abses leher merupakan kumpulan nanah dari infeksi di ruang antara struktur leher. Terjadi karena infeksi bakteri atau virus dikepala atau leher. Gejala yang ditimbulkan yaitu : a. Demam b. Merah, bengkak tenggorokan, sakit, kadang-kadang hanya satu sisi. c. Tonjolan di bagian belakang tenggorokan d. Nyeri leher e. Sakit telinga f.
Tubuh sakit
g. Panas dingin h. Kesulitan menelan, berbicara atau bernapas (Anonim, http://www.chp.edu)
Gambar Abses leher
e. Ductus Thyroglossal Cyst
Kista ini biasanya terletak di garis tengah leher. Ditandai dengan terabanya massa leher yang membesar dan tidak menimbulkan rasa tertekan di tempat timbulnya kista. Konsistensi massa teraba kistik, berbatas tegas, bulat, mudah digerakkan, tidak nyeri, warna sama dengan kulit sekitarnya dan bergerak saat menelan atau menjulurkan lidah. Diameter kista berkisar antara 2-4 cm, kadangkadang lebih besar. Bila terinfeksi, benjolan akan terasa nyeri. Beberapa orang mengeluh nyeri saat menelan dan kulit di atasnya berwarna merah (Anonim, http://www.kesimpulan.com).
Gambar Ductus Thyroglossal Cyst
f. Kista Kelenjar Paratiroid atau Tiroid
Kista ini berisi cairan bening atau darah dan biasanya bermanifestasi sebagai massa leher tanpa gejala. Epitel kista ini berbentuk kubus atau kolumnar (Sachin Wani & Ziyun Hao) .
Gambar Kista Tiroid
g. Cervical Thymic Cyst Lesi dari mediastinum anterior leher. Gejala utamanya adalah kesulitan menelan dan bernafas. Tanda yang paling sering ditemukan adalah adanya massa di leher bagian lateral. (Anonim, http://www.surgical-pathology.com)
Gambar Cervical Thymic Cyst
h. Pleomorphic adenoma
Tumor kelenjar liur jinak yang paling umum. Meskipun
pleomorphic adenoma paling sering terjadi pada kelenjar parotis , tumor ini
kemungkinan juga
ditemukan
dalam kelenjar
liur
submandibularis , sublingualis . Gambaran tumor biasanya mulus, tetapi kadang-kadang muncul nodul di sepanjang permukaan tumor (Andrew L Wagner).
Gambar Pleomorphic adenoma
E. Penatalaksanaan Ranula Dalam kasus ranula , ahli bedah mulut dapat merekomendasikan
marsupialisasi atau eksisi, dimana ranula diincisi untuk membuat outlet pada kista retensi kelenjar liur sehingga cairan dapat dikeluarkan (S. E. Smith). Berikut
ini
penjelasan
tentang
prosedur marsupialisasi
serta
komplikasi yang ditimbulkan. 1. Tehnik Operasi : a. Menjelang operasi •
Penjelasan kepada penderita dan keluarganya mengenai tindakan operasi yang akan dijalani serta resiko komplikasi disertai dengan tandatangan persetujuan dan permohonan dari penderita untuk dilakukan operasi. ( Informed consent ). •
Memeriksa dan melengkapi persiapan alat dan kelengkapan
operasi. •
Penderita puasa minimal 6 jam sebelum operasi.
•
Antibiotika profilaksis ,
Cefazolin
atau
Clindamycin
kombinasi dengan Garamycin, dosis menyesuaikan untuk profilaksis. b. Tahapan operasi
•
Dilakukan dalam kamar operasi, penderita dalam narkose umum dengan intubasi nasotrakheal kontralateral dari lesi, atau kalau kesulitan bisa orotrakeal yang diletakkan pada sudut mulut serta
fiksasi -nya kesisi kontralateral , sehingga lapangan operasi bisa bebas. •
Posisi penderita telentang sedikit “head-up ” (20-25 0 ) dan kepala menoleh kearah kontralateral, ekstensi (perubahan posisi
kepala
setelah didesinfeksi ). •
Desinfeksi intraoral dengan Hibicet setelah dipasang tampon steril di orofaring.
•
Desinfeksi lapangan operasi luar dengan Hibitane-alkohol 70% 1:1000
•
Mulut dibuka dengan menggunakan spreader (alat pembuka) mulut, untuk memudahkan mengeluarkan lidah maka bisa dipasang teugel (alat penyangga) untuk pada lidah dengan benang sutera 0/1.
•
Lakukan eksisi bentuk elips pada mukosa dasar mulut dan pilih yang
paling sedikit vaskularisasi -nya, kemudian rawat perdarahan
yang terjadi, lakukan sondase atau palpasi, sebab kadang ada
sialolithiasis , atau sebab lain sehingga menimbulkan sumbatan pada saluran kelenjar liur sublingual . Tepi eksisi dijahit dengan Dexon 0/3 agar tidak menutup lagi. •
Apabila masih teraba kista maka bisa dilakukan memecahkan septa yang ada sehingga isinya bisa ter- drainase . Pada kista yang cukup besar setelah dievaluasi tidak ada kista lagi maka bisa dipasang tampon pita sampai keujungnya dipertahankan sampai 5 hari sebagai tuntunan epitelialisasi pada permukaan kista tadi dan tidak obliterasi lagi.
•
Apabila didapat sebagian ranula dibawah musculus mylohyoid , maka memerlukan pendekatan yang lebih bagus dari ekstra oral . Dan yang perlu diperhatikan adalah nervus hipoglossus, nervus lingualis . Evaluasi ulang untuk perdarahan yang terjadi.
•
Lapangan operasi dicuci dengan kasa- PZ steril, luka operasi yang diluar ditutup dengan kasa steril dan di hipafiks (perekat).
•
Tampon orofaring diambil, sebelum ekstubasi . (Anonim, http://bedahunmuh.wordpress.com)
2. Komplikasi operasi yang dapat terjadi, yaitu : a. Perdarahan b. Kerusakan nervus hipoglosus atau nervus
lingualis c. Infeksi d. Fistel
orokutan
pada
operasi
yang
pendekatannya intra dan extra oral
e. Residif Residif ketika kelenjar saliva yang terlibat tidak terpotong mecapai 50%. Angka ini menurun jika kelenjar saliva tersebut dipotong. (Ryan L Van De Graaff; Anonim, http://bedahunmuh.wordpress.com) Pada pasien langka yang tidak dapat mentoleransi pembedahan, terapi radiasi adalah terapi alternatif. (Ryan L Van De Graaff).
BAB III KESIMPULAN
Ranula merupakan suatu kista retensi dengan gambaran khas pada dasar mulut. Dikenal dua tipe klinik ranula , yaitu ”ranula superficial” atau “simple
ranula” dan “plunging ranula” atau “ranula dissecting” atau “ranula profunda”. Simple ranula letaknya terbatas pada dataran oral musculus mylohyoideus , sedangkan plunging ranula menerobos di bawah musculus mylohyoideus dan bisa menyebar ke daerah submandibular , ke leher
bahkan ke mediastinum Ranula terbentuk sebagai akibat terhalangnya ductus glandula saliva mayor , bisa akibat dari penyumbatan, trauma atau adanya peradangan.
Gambaran klinis ranula yaitu adanya benjolan simple pada dasar mulut berwarna biru kemerah-merahan, berdinding tipis transparan, gambaran seperti perut katak. Tidak ada rasa sakit kecuali meradang atau infeksi. Bila benjolan membesar dapat menganggu bicara, makan maupun penelanan. Pada simple
ranula benjolan terletak superficial sedangkan pada plunging ranula benjolan terletak lebih dalam sehingga dapat menimbulkan pembengkakan submental Untuk menegakkan diagnosis ranula perlu dilakukan beberapa langkah yaitu anamnesa lengkap dan cermat secara visual, bimanual palpasi intra dan
extra oral , punksi dan aspirasi . Kemudian dilakukan juga pemeriksaan penunjang yang terdiri dari pemeriksaan radiologis dan mikroskopi s untuk mendukung diagnosis ranula .
Differential Diagnosis Ranula superficial atau simple ranula : 1.
Batu kelenjar liur (Sialolith )
2.
Kista dermoid
3.
Hemangioma Differential Diagnosis Ranula dissecting atau plunging ranula atau ranula
profund : 1.
Laryngocele
2.
Sialadenitis
3.
Cystic Hygroma
4. Abses leher 5. Ductus Thyroglossal Cyst 6.
Kista Kelenjar Paratiroid atau Tiroid
7.
Cervical Thymic Cyst
8.
Pleomorphic adenoma Penatalaksanaan
ranula biasanya
dinamakan marsupialisasi.
dilakukan
tindakan bedah yang
DAFTAR PUSTAKA Acevedo, Jason L; Shah, Rahul K. Cystic Hygroma. Diakses tanggal 6 Oktober 2010. Online: www.emedicine.medscape.com Anonim. 2004. Cervical Thymic Cyst. Diakses tanggal 5 Oktober 2010. Online: http://www.surgical-pathology.com. Anonim. 2008. Neck abscess. Diakses tanggal 5 Oktober 2010. Online: . http://www.chp.edu/CHP/P02051. Anonim. 2009. Kista Duktus Tiroglosus . Diakses tanggal 6 Oktober 2010. Online: http://www.kesimpulan.com/2009/05/kista-duktus-tiroglosus.html. Anonim. 2010. Eksisi dan Marsupialisasi Ranula. Diakses tanggal 7 Oktober 2010. Online: http://www.bedahunmuh.wordpress.com.
Atmadja, Iskandar. Marsupialisasi Ranlula. Forum Ilmiah 1984 FKG Universitas Trisakti. Jakarta. 1984. h: 567-569. Damayanti; Husodo, Noto; Setijono. Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut . Jakarta. Fahmi, Raden. 2010. Laringokel. Diakses tanggal 6 Oktober 2010. Online: http://community.um.ac.id/showthread.php?61160-Laringokel. Graaff, Ryan L Van De. 2010. Ranulas and Plunging Ranulas . Diakses tanggal 6 oktober 2010. Online: http://www.emedicine.com. Langlais, Robert P; Mille, Craig S. Atlas Berwarna Kelainan Rongga Mulut Yang Lazim . Hipokrates. Jakarta. 1984. h: 40. Nasution, Dona Sari. 2008. Dukungan Radiografi Dalam Menegakkan Diagnosa Sialolitiasis Pada Anak-Anak . Diakses tanggal 7 Oktober 2010. Online: http://www.repository.usu.ac.id/handle/123456789/7972. Pedersen, Gordon W. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut . EGC. Jakarta. 1996. h: 279-280, 284-289. Quick, AC; Lowell, SH. 1977. Ranula and the Sublingual salivary glands ,. Arch. Otolaryngol 103 : 397-400. Rahardja, Aswin. Dua Tipe Ranula: Diagnosis dan Terapi. Kongres Nasional xvii. Ujung Pandang. 1989. h: 567-568. Shear, Mervyn. Kista Rongga Mulut . Edisi ke-2. EGC. Jakarta. 1998. h: 196-197. Sloan, Steven Brett. 2010. Oral hemangioma. Diakses tanggal 8 Oktober 2010. Online: http://www.emedicine.medscape.com. Smith, S E. 2010. What is Ranula . Diakses tanggal 7 Oktober 2010. Online: http://www.wisegeek.com. Sugito, MH. Kista . Dental Study Club. FKG. UGM. Jogjakarta. 1981. h: 6. Wagner, Andrew L. 2010. Pleomorphic Parotid Adenoma Imaging . Diakses tanggal 8 Oktober 2010. Online: http://www.emedicine.com. Wani, Sachin; Hao, Ziyun. 2005. Atypical cystic adenoma of the parathyroid gland. Diakses tanggal 7 Oktober 2010. Online: http://www.medscape.com.