RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN PORTOFOLIO
KASUS PSIKIATRI (INSOMNIA NON ORGANIK ET CAUSA GANGGUAN CEMAS)
Oleh: dr. IDA BAGUS ADITYA NUGRAHA, S. Ked
SUBJEKTIF
Pasien laki-laki berusia 55 tahun, saat ini mengeluh sulit tidur sejak pulang dari rawat inap di RSUD kabupaten Buleleng karena penyakit jantung (hipertensi emergency dengan atrial fibrilasi rapid ventricular respons). Keluhan sulit tidur dikatakan adalah saat akan memulai tidur, dikatakan oleh pasien dia sudah berusaha untuk memejamkan mata namun tidak bisa dilakukan. Dikatakan seperti ada hal yang selalu dia pikirkan baik mengenai penyakitnya, keluarga serta orang-orang yang ada di sekitarnya. Pasien juga mengeluh sering merasa berdebar-debar akibat kurang tidur. Saat terbangun kepala dirasakan berat, sulit beraktivitas terutama dalam aktivitas sehari-hari meskipun saat ini pasien sudah menjalani masa pensiun sebagai pegawai negeri sipil tetap saja keluhan ini dikatakan sangat mengganggu.
Pasien dikatakan untuk mengurangi gejala pasien sempat memeriksakan diri ke dokter umum, dikatakan mendapatkan sebuah pil berwarna putih (dikatakan oleh pasien fungsinya sebagai obat penenang) diminum setiap malam sebanyak ¼ tablet. Setelah mengkonsumsi obat tersebut dikatakan keluhan dirasakan membaik.
OBJEKTIF
STATUS INTERNA
Status Present
- Keadaan umum : baik
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi : 76 kali/menit
Respiratory rate : 20 x/menit
Suhu : 36,5 0C
Status General
Kepala : normochepali
Mata : anemia (-), ikterus (-), refleks pupil +/+ isokor
THT : kesan tenang
Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-)
Thorax :
Cor : S1 S2 tunggal regular murmur (-)
Po : Vesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wheezing -/-
Abdomen : distensi (-), Bising usus (+) normal, hepar/lien tidak teraba
Ekstrimitas : edema - - hangat + +
- - + +
STATUS PSIKIATRI
Kesan umum :
Penampilan : wajar, berpakaian bersih, roman muka sesuai umur, terlihat sedikit cemas
Sikap terhadap pemeriksa: kooperatif, kontak verbal dan visual cukup
Sensorium dan Kognisi :
Kesadaran : Jernih
Orientasi : Baik (tempat, orang, waktu)
Daya ingat : Baik
Konsentrasi : Baik
Berhitung : Baik
Berpikir abstrak : Baik
Intelegensi : Sesuai tingkat pendidikan (tamat SLTA)
Mood/Afek : Cemas/Appropriate
Proses pikir :
Bentuk pikir : Logis realis
Arus pikir : Koheren
Isi pikir : Waham tidak ada, preokupasi pada penyakitnya
Persepsi : Halusinasi tidak ada, Ilusi tidak ada
Dorongan instingtual : Insomnia ada, hipobulia tidak ada, raptus tidak ada
Psikomotor : Tenang saat pemeriksaan
Tilikan : 6
ASSESMENT (PENALARAN KLINIS)
Insomnia adalah gejala kelainan dalam tidur berupa kesulitan berulang untuk tidur atau mempertahankan tidur walaupun ada kesempatan untuk itu. Gejala tersebut biasanya diikuti gangguan fungsional saat bangun dan beraktivitas di siang hari. Sekitar sepertiga orang dewasa mengalami kesulitan memulai tidur dan/atau mempertahankan tidur dalam setahun, dengan 17% di antaranya mengakibatkan gangguan kualitas hidup. Insomnia umumnya merupakan kondisi sementara atau jangka pendek. Dalam beberapa kasus, insomnia dapat menjadi kronis. Hal ini sering disebut sebagai gangguan penyesuaian tidur karena paling sering terjadi dalam konteks situasional stres akut, seperti pekerjaan baru atau menjelang ujian. Insomnia ini biasanya hilang ketika stressor hilang atau individu telah beradaptasi dengan stressor. Namun, insomnia sementara sering berulang ketika tegangan baru atau serupa muncul dalam kehidupan pasien. Insomnia jangka pendek berlangsung selama 1-6 bulan. Hal ini biasanya berhubungan dengan faktor-faktor stres yang persisten, dapat situasional (seperti kematian atau penyakit) atau lingkungan (seperti kebisingan). Insomnia kronis adalah setiap insomnia yang berlangsung lebih dari 6 bulan. Hal ini dapat dikaitkan dengan berbagai kondisi medis dan psikiatri biasanya pada pasien dengan predisposisi yang mendasari untuk insomnia.
Penegakan diagnosis insomnia
Kriteria Diagnostik Insomnia Non-Organik berdasarkan PPDGJ III (PEDOMAN PENGGOLONGAN dan DIAGNOSIS GANGGUAN JIWA di INDONESIA edisi ke III)
Hal tersebut di bawah ini diperlukan untuk membuat diagnosis pasti:
Keluhan adanya kesulitan masuk tidur atau mempertahankan tidur, atau kualitas tidur yang buruk
Gangguan minimal terjadi 3 kali dalam seminggu selama minimal 1 bulan
Adanya preokupasi dengan tidak bisa tidur dan peduli yang berlebihan terhadap akibatnya pada malam hari dan sepanjang siang hari
Ketidakpuasan terhadap kuantitas dan atau kualitas tidur menyebabkan penderitaan yang cukup berat dan mempengaruhi fungsi dalam sosial dan pekerjaan
Adanya gangguan jiwa lain seperti depresi dan anxietas tidak menyebabkan diagnosis insomnia diabaikan.
Kriteria "lama tidur" (kuantitas) tidak diguankan untuk menentukan adanya gangguan, oleh karena luasnya variasi individual. Lama gangguan yang tidak memenuhi kriteria di atas (seperti pada "transient insomnia") tidak didiagnosis di sini, dapat dimasukkan dalam reaksi stres akut (F43.0) atau gangguan penyesuaian (F43.2)
PLAN
DIAGNOSIS
EVALUASI BERDASARKAN DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
Aksis I : Gangguan insomnia non-organik (F 51.0)
Aksis II : Tidak ada diagnosis
Aksis III : Penyakit Sistem Sirkulasi (terdapat riwayat MRS dengan emergency dengan atrial fibrilasi rapid ventricular respons)
Aksis IV : Tidak ada diagnosis
Aksis V : Global Assesment of Functioning Scale 80-71
Kriteria Diagnostik berdasarkan PPDGJ III (PEDOMAN PENGGOLONGAN dan DIAGNOSIS GANGGUAN JIWA di INDONESIA edisi ke III)
Pada pasien memenuhi sebagaimana kriteria insomnia non organic seperti yang telah dijelaskan pada PPDGJ III di atas.
Insomnia dengan gejala sulit untuk memulai tidur ini dapat disebabkan oleh adanya rasa kecemasan yang dialami pasien, ditunjukkan dengan gejala sering berdebar-debar yang sering dikeluhkan oleh pasien.
PENGOBATAN
Alprazolam tab.0,5 mg (1/2 tab pagi- ½ tab siang-1 tab malam) pemberian dengan dosis ini merupakan dosis awal, kemudian dilakukan evaluasi kembali pada keadaan pasien setelah 10 hari kunjungan awal untuk menentukan apakah perlu dilakukan dosis penyesuaian ataupun tidak.
Fluoxetine tab 10 mg 1x1 tab
PENDIDIKAN / EDUKASI
Pada Pasien :
Edukasi untuk minum obat secara benar dan teratur.
Psikoterapi suportif agar pasien dapat kembali beraktivitas normal.
Pada keluarga:
Memberikan informasi dan edukasi tentang penyakit pasien, faktor risiko, gejala, risiko kekambuhan dan prognosis.
Mengingatkan pasien untuk selalu minum obat.
Memberikan perhatian dan dukungan semangat terhadap pasien.
Menemani pasien untuk kontrol berikutnya.