REFERAT REFERAT LAKESLA HUBUNGAN ANTARA TERAPI HIPERBA HIPERBARIK RIK OKSIG OK SIGEN EN DENGAN DENGAN RHEUMATOID ARTHRITIS
Pembimbing: LETKOL LAUT (K) dr. Akhmad Rofiq NRP 11774/P
Penyusun : Fitri Widiasti
2017.04.2.0064
Gabriela Wuisan
2017.04.2.0066
FAKUL TAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UNIVERSITAS HANG TUAH RSAL DR. RAMELAN RAMELAN SURAB AYA 2017
LEMBAR PENGESAHAN
Judul referat “Hubungan Antara Terapi Hiperbarik Oksigen dengan Rheumatoid Arthritis” telah diperiksa dan disetujui sebagai salah satu tugas baca dalam rangka menyelesaikan studi kepaniteraan Dokter Muda di bagian LAKESLA RSAL dr Ramelan Surabaya.
Mengetahui, Dosen Pembimbing
LETKOL LAUT (K) dr. Akhmad Rofiq NRP 11774/P
i
KATA PENGANTAR PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkah dan rahmatNya, kami bisa menyelesaikan referat dengan topik “HUBUNGAN ANTARA TERAPI HIPERBARIK OKSIGEN OKSIGEN DENGAN RHEUMATOID ARTHRITIS” dengan lancar. Referat ini disusun sebagai salah satu tugas wajib untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik di bagian LAKESLA RSAL dr. RAMELAN Surabaya, dengan harapan dapat dijadikan sebagai tambahan ilmu yang bermanfaat bagi pengetahuan penulis maupun pembaca. Dalam penulisan dan penyusunan referat ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak, untuk itu kami mengucapkan terima kasih kepada: A. LETKOL LAUT (K) dr. Akhmad Akhmad Rofiq B. Para dokter di bagian bagian LAKESLA RSAL dr. RAMELAN Surabaya. C. Para perawat dan pegawai di LAKESLA LAKESLA RSAL dr. RAMELAN RAMELAN Surabaya. Kami menyadari bahwa referat yang kami susun ini masih jauh dari kesempurnaan, maka saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan. Semoga referat ini dapat memberi manfaat.
Surabaya, 29 November 2017
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR LEMBAR PENGESAHA PENGESAHAN N ---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- i KATA PENGANTAR PENGANTAR ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- ii DAFTAR DAFTAR ISI---------------------------------ISI----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- iii BAB I PENDAHUL PENDAHULUAN UAN ------------------------------------------------------------------------- 01 BAB II TINJAUAN TINJAUAN PUSTAKA PUSTAKA ---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 02 2.1 Terapi Terapi Oksigen Oksigen Hiperbarik Hiperbarik ---------------------------------------------------------- 02 2.1.1 Definisi Terapi Oksigen Hiperbarik ----------------------------------------- 02 2.1.2 Dasar Terapi Oksigen Hiperbarik ------------------------------------------- 02 2.1.3 Macam Hyperbaric Chamber ------------------------------------------------ 03 2.1.4 Mekanism Mekanisme e Kerja Kerja HBO -------------------------------------------------------- 05 2.1.5 Indikasi Terapi Oksigen Hiperbarik ----------------------------------------- 05 2.1.6 Kontraindikasi Terapi Oksigen Hiperbarik -------------------------------- 06 2.1.7 Efek Terapeutik Terapeutik HBO ---------------------------------------------------------- 08 2.1.8 Komplikasi Terapi Oksigen Hiperbarik ------------------ --------------------------------------------------- 09 2.1.9 Efek Samping Samping HBO ------------------------------------------------------------ 09 2.2 Rheumatoid Rheumatoid Arthritis Arthritis ----------------------------------------------------------------- 10 2.2.1 Definisi Definisi ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------ 10 2.2.2 Etiologi Etiologi ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------ 11 2.2.3 Faktor Faktor Resiko Resiko --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 11 2.2.4 Epidemiolo Epidemiologi gi ---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 12 2.2.5 Klasifikas Klasifikasii ------------------------------------------------------------------------- 13 2.2.6 Patofisiolog Patofisiologii ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------ 13 2.2.7 Tanda dan Gejala--------------------------------------------Gejala-------------------------------------------------------------------------------- 14 2.2.8 Diagnosis Diagnosis dan Tes-------------------------------------------------------------- 15 2.2.9 Diagnosis Diagnosis Banding Banding ------------------------------------------------------------- 18 iii
2.2.10 Penatalaks Penatalaksana anaan an--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 18 2.2.11 Prognosis Prognosis ----------------------------------------------------------------------- 20 2.2.12 Komplikasi Komplikasi ---------------------------------------------------------------------- 20 BAB III KERANGKA KONSEPTUAL -------------------------------------------------- 22 BAB IV HUBUNGAN TERAPI HIPERBARIK OKSIGEN DENGAN RHEUMATOID RHEUMATOID ARTHRITIS ARTHRITIS------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 23 BAB V KES KESIMPUL IMPULAN AN -------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 25 DAFTAR DAFTAR PUSTAKA PUSTAKA ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------ 26 26
iv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Terapi oksigen hiperbarik merupakan terapi yang dilakukan pada suatu ruang hiperbarik (hyperbaric (hyperbaric chambers) chambers) dengan penggunaan 100% oksigen pada tekanan yang lebih tinggi dari tekanan atmosfer (Wibowo, 2015). Peningkatan oksigen jaringan menghasilkan banyak manfaat, seperti meningkatkan pertumbuhan pembuluh darah baru, peningkatan kemampuan sel darah putih untuk membunuh bakteri dan menghilangkan toksin, meningkatkan pertumbuhan fibroblast dan meningkatkan aktivitas metabolik (Riyadi, 2016). Rheumatoid arthritis (RA) bisa menjadi tantangan yang luar biasa dan mengubah hidup. RA adalah kelainan autoimun kronis yang menyebabkan sistem kekebalan tubuh menyerang sendi, dimana itu menyebabkan rasa sakit dan radang (arthritis). Hal ini juga dapat menyebabkan kerusakan beberapa organ, seperti paru-paru dan kulit. Bila sistem kekebalan tubuh menyerang tubuh seperti pada RA, hal ini menimbulkan gejala mulai dari nyeri sendi dan kekakuan sampai kelelahan. Seiring waktu, persendian bisa rusak dan rusak secara permanen. Tanpa perawatan yang tepat, jenis ini kerusakan dapat menyebabkan kecacatan. Terapi baru yang ditargetkan di RA memberi harapan bagi orang-orang dengan kondisi ini (Gulati, 2013). Timbulnya kejadian rheumatoid arthritis sampai sekarang belum diketahui. Meskipun agen infeksi seperti virus, bakteri dan jamur telah lama dicurigai tak satupun terbukti sebagai penyebabnya. Penyebab rheumatoid arthritis merupakan masalah yang sangat aktif diteliti diseluruh dunia. Hal ini diyakini bahwa kecenderungan untuk terkena penyakit ini dapat diwariskan secara genetik. Hal ini juga diduga infeksi tertentu atau lingkungan yang mungkin memicu pengaktifan sistem kekebalan tubuh pada individu yang rentan (Sheil, 2010). Terapi oksigen hiperbarik telah menjadi standar praktik RA di banyak negara. Praktik klinis telah membuktikan bahwa terapi oksigen hiperbarik memiliki efek yang baik pada analgesia, menurunkan laju sedimentasi darah, menstabilkan fungsi imunologis, dan memperkuat daya tahan tubuh untuk menghilangkan faktor patogen. Hal ini juga bermanfaat untuk memperbaiki sendi yang sakit (Gulati, 2013).
1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA PUSTAKA
2.1 Terapi Oksigen Hiperbarik 2.1.1 2.1.1 Definis Definis i Terapi Oksigen Hip erbarik Terapi oksigen hiperbarik merupakan suatu cara pengobatan dimana peserta terapi bernafas dengan menghirup oksigen murni (100%) di dalam ruang udar bertekanan tinggi lebih dari 1 atmosfer absolut (Riyadi, 2016). Terapi oksigen hiperbarik (HBOT) merupakan terapi medis yaitu pasien dalam suatu ruangan menghisap oksigen tekanan tinggi (100%) atau pada tekanan barometer tinggi (hyperbaric chamber). Kondisi lingkungan dalam HBOT bertekanan udara yang lebih besar dibandingkan dengan tekanan di dalam jaringan tubuh (1 ATA). Keadaan ini dapat dialami oleh seseorang pada waktu menyelam atau di dalam ruang udara yang bertekanan tinggi (RUBT) yang dirancang baik untuk kasus penyelaman maupun pengobatan penyakit klinis. Individu yang mendapat pengobatan HBOT adalah suatu keadaan individu yang berada di dalam ruangan bertekanan tinggi (> 1 ATA) dan bernafas dengan oksigen 100%. Tekanan atmosfer pada permukaan air laut sebesar 1 atm. Setiap penurunan kedalaman 33 kaki, tekanan akan naik 1 atm (Widiyanto, 2012).
2.1.2 Dasar Terapi Oksigen Hiperbarik Dasar dari terapi oksigen hiperbarik terletak pada hukum gas ideal yaitu (Gill,2004) : a. Hukum Boyle menyatakan menyatakan bahwa pada pada suhu konstan, tekanan tekanan dan volume volume gas berbanding terbalik. P1 V 1 = P 2 V 2 b. Hukum Dalton menyatakan bahwa tekanan suatu campuran gas sama dengan jumlah tekanan parsial masing-masing gas. P = P 1 + P 2 + P 3 + ….. c. Hukum Henry menyatakan bahwa jumlah gas terlarut dalam cairan berbanding lurus dengan tekanan parsial gas tersebut pada temperatur tetap.
2
d. Hukum Charles menyatakan bahwa pada volume volume tetap, temperatur temperatur suatu gas berbanding lurus dengan tekanannya.
=
Pengobatan oksigen hiperbarik secara umum didasarkan pada pemikiranpemikiran/alasan-alasan sebagai berikut (Riyadi, 2013) : a. Pemakaian tekanan akan memperkecil penggunaan
oksigen
hiperbarik
juga
volum gelembung gas akan
mempercepat
dan
resolusi
gelembung gas b. Daerah-daerah atau tempat-tempat yang iskemik atau hipoksik akan menerima oksigen secara maksimal c. Di daerah yang iskemik, oksigen hiperbarik mendorong/merangsang pembentukan pembuluh darah kapiler baru d. Penekanan pertumbuhan kuman-kuman baik gram positif maupun gram negatif dengan pemberian OHB e. Oksigen hiperbarik mendorong mendorong pembentukan fibroblas dan meningkatkan meningkatkan efek fagositosis (bakterisidal) dasi leukosit.
2.1.3 2.1.3 Macam-Macam Macam-Macam Hyperbar ic Chamber (Medscape, 2016) a. Multiplace chamber Multiplace chamber dapat merawat beberapa pasien sekaligus, umumnya dengan perawat atau pengamat yang berada dalam chamber untuk memantau pasien dan membantu manipulasi peralatan atau keadaan darurat. Pasien di ruang multiplace menghirup 100% oksigen melalui masker atau tudung plastik yang pas. Multiplace chamber biasanya dapat ditekan hingga setara dengan sekitar enam atmosfir tekanan. Jika campuran gas (nitrogen atau helium) yang berbeda diinginkan, campuran dapat diberikan, melalui masker, hanya pada pasien, bukan pada pekerja. Semua peralatan yang digunakan dengan pasien, seperti ventilator dan saluran intravena, dimasukkan ke dalam kamar dengan pasien. Karena karyawan tersebut menghirup udara selama perawatan 3
(tidak menggunakan masker), asupan nitrogennya harus dipantau, karena ini menimbulkan risiko masalah yang serupa dengan yang kadang-kadang dikembangkan oleh penyelam scuba (misalnya, penyakit dekompresi [DCS]).
Gambar 2.1 Multiplace Chamber b. Monoplace Chamber Sebuah ruang monoplace mengkompresi satu orang pada satu waktu, biasanya dalam posisi berbaring. Gas yang digunakan untuk menekan chamber biasanya 100% oksigen. Beberapa chamber memiliki masker yang tersedia untuk menyediakan gas pernafasan alternatif (seperti udara). Tender mengawasi pasien dari luar chamber dan peralatan tetap berada di luar chamber. Hanya saluran intravena dan saluran ventilasi tertentu yang dapat masuk ke dalam chamber. Kamar duoplace yang baru bisa menampung dua orang. Cara kerja chamber duoplace mirip dengan chamber monoplace.
Gambar 2.2 Monoplace Chamber
4
2.1.4 2.1.4 Mekani Mekanisme sme K erja HBO Tekanan parsial O2, arteri normal adalah 100 mmHg, saturasi Hb 95% dan 100 ml darah membawa 19 ml O2 dan 0,32 ml oksigen terlarut di plasma. Jika konsentrasi oksigen yang dihirup meningkat hingga 100% dan saturasi Hbn 100% maka konsentrasi O2 sebesar 20 ml dan 2,09 ml oksigen terlarut di plasma. Selama HBO terjadi peningkatan konsentrasi oksigen pada Hb yaitu 4,4 ml% pada tekanan 2,2 ATA dan 6,8 ml % pada tekanan 3 ATA, yang mana mempengaruhi peningkatan asupan kebutuhan oksigen pada jaringan. Peningkatan tekanan juga mempunyai efek untuk mengurangi ukuran gelembung pada kondisi DCS dan emboli gas. Hiperoksigenasi menyebabkan stimulasi immune melalui peningkatan fungsi leukosit, kemampuan fagositosis, dan neutrofil. Oksigen yang tinggi juga memperccepat hipoksiadengan
terjadinya
proses
meningkatkan
neovaskularisasi
aktivitas
fibroblast.
pada HBO
area
yang
menyebabkan
vasokontriksi pada jaringan normal tetapi meningkatkan asupan oksigen karena proses hiperoksigenasi. HBO juga mengurangi edema dan pembengkakan jaringan dan mempunyai mempunyai efek bakterisidal pada organisme. organisme.
2.1.5 2.1.5 Indik Indik asi Terapi Oksi gen Hiperbarik Indikasi mutlak terapi oksigen hiperbarik adalah ( Riyadi, 2016): 1. Emboli gas 2. Decompression sickness 3. Keracunan gas karbon monoksida Indikasi terapi HBO yang diterima secara universal: •
Kondisi akut (terapi HBO harus diberikan sedini sedini mungkin dikombinasi dikombinasi dengan terapi konvensional): konvensional): 1.
Ulkus yang tidak mengalami penyembuhan, luka bermasalah, cangkok kulit yang mengalami reaksi penolakan.
2.
Crush injury, sindrom kompartemen dan penyakit iskemi traumatik akut yang lain.
3.
Gas gangren/infeksi clostridium.
4.
Infeksi jaringan lunak yang necrotizing (jaringan subkutan, otot, fascia)
5.
Thermal burn
6.
Anemia parah
7.
Abses intrakranial 5
8.
Post-anoxic encephalopathy
9.
Luka bakar
10. Tuli mendadak 11. Iskemik okuler patologik 12. Emboli udara atau gas (terapi kuratif kuratif / lini utama utama pengobatan) 13. Penyakit dekompresi dekompresi (terapi kuratif kuratif / lini utama pengobatan) 14. Keracunan karbon monoksida monoksida dan inhalasi asap (terapi (terapi kuratif / lini utama pengobatan) •
Kondisi kronis 1. Ulkus yang tidak mengalami mengalami penyembuhan / luka bermasalah (diabetes / vena dll) 2. Kerusakan jaringan akibat radiasi 3. Cangkok kulit kulit dan flap (yang mengalami mengalami reaksi penolakan/rejection) penolakan/rejection) 4. Osteomyelitis kronis (refrakter).
2.1.6 2.1.6 Kont raindi kasi Terapi Terapi Oksi gen Hiperbarik 1. Kontraindikasi absolut (Medscape, 2016) Abso Ab so lu t e
Reason
Necessary
Contraindications
Contraindicated
Prior t o HBOT HBOT
Conditions
Tension pneumothorax
Untreated pneumothorax
Thoracostomy
Pneumomediastinum
2. Kontraindikasi relatif (Medscape, 2016) Relative
Reason Reason Contraind icated
Contraindications Asthma
Claustrophobia
Necessary
Conditions
Prior t o HBOT Air trapping upon ascent Must be well controlled leading to pneumothorax to pneumothorax
with medications
Anxiety
Treatment
6
with
benzodiazepines Congenital
Severe hemolysis
None;
HBOT
for
spherocytosis
emergencies only
Chronic
Observation in chamber
obstructive Loss of hypoxic drive to
pulmonary
breathe
disease(COPD) disease(COPD) Eustachian
tube Barotrauma
to
tympanic Training, PE tubes
dysfunction
membrane
High fever
Higher risk of seizures
Provide antipyretic
Pacemakers or epidural Malfunction or deformation Ensure pain pump
of device under pressure
company
pressure-tested
has device
and learn to what depth Pregnancy
Unknown effect on fetus None, but HBOT may be (Previous
studies
from used in emergencies
Russia suggest HBOT is safe.) Seizures
May have lower seizure Should threshold
be
medications;
stable
on
may
be
treated
with
benzodiazepines Upper
respiratory Barotrauma
Resolution of symptoms
infection (URI)
Bleomycin
or decongestants
Interstitial pneumonitis pneumonitis
No treatment for extended time
from
use
of
medication Cisplatin
Impaired wound healing
No treatment for extended time
from
use
medication Disulfiram
Blocks
superoxide Discontinue medication
dismutase,
which
is
protective against oxygen toxicity
7
of
Doxorubicin
Cardiotoxicity
Discontinue medication
Sulfamylon
Impaired wound healing
Discontinue and remove medication
2.1.7 2.1.7 Efek Terapeut ik HBO a. Efek Tekanan: Mengurangi volume gelembung udara sehingga gelembung udara dapat bebas melewati pembuluh darah kecil dan mengurangi resiko infark. Efek ini mengurangi resiko emboli gas dan DCS.
b. Efek Hyperoxygenation: -Stimulasi sistem imun -Neovaskularisasi -Peningkatan fibroblast -Peningkatan Osteoclast -Bactericidal -Mengurangi edema -Eliminasi gas toxic seperti CO
c. Efek Vasokontriksi: HBO bekerja pada alfa adrenergic reseptor yang menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah kecil sehingga mengurangi vascularoedema tanpa mengubah oksigenasi jaringan normal. Hal ini membantu pada manajemen severe crush injury dan injury dan luka bakar.
d. Efek Antibakterial: Mekanisme antibakterial dipengaruhi oleh oksigen. HBO mempengaruhi proses antibakterial melalui proses pembentukan enzim dan ion superoxide. superoxide.
e. Efek anti-ischemia: HBO terapi menghasilkan kelarutan oksigen yang tinggi di dalam darah dan meningkatkan deformabilitas eritrosit sehingga dapat mencapai jaringan yang iskemia.
8
f. Efek Penyembuhan: HBO menstimulasi pertumbuhan osteoklast dan osteoblast, memfasilitasi sintesis oksigen dan menstimulasi angiogenesis yang berguna untuk manajemen luka bakar, grafts, osteocardionecrosis (Raveenthiraraja, 2013).
2.1.8 2.1.8 Komp likasi Terapi Oksigen Hiperbarik a. General: -Claustrophobia -Reversible myopia -Fatigue -Headache -Vomiting
b. Barotrauma: -Ear damage -Sinus damage -Ruptured middle ear -Lung damage
c. Oxygen toxicity: -Convulsions -Pulmo toxicity -Respiratory failure
d. Decompression illness -Decompression sickness -Pneumothorax -Gas emboli (Leach, 1998).
2.1.9 2.1.9 Efek Sampi ng HBO -Barotrauma telinga, sinus, paru -Toksisitas oksigen oksigen (Raveenthiraraja, 2013).
9
2.2 2.2 Rheumatoid Rheumatoid Arthriti s 2.2.1 Definisi Rheumatoid arthritis (RA), adalah penyakit radang autoimun yang menyerang lapisan sendi, disebut synovium, yang mengakibatkan rasa sakit dan bengkak dan kehilangan fungsi di persendian. Yang paling umum sendi yang terkena adalah di tangan dan kaki (NIAMS, 2014). Rheumatoid arthritis yang paling umum menyerang sendi pada orang dewasa. RA memiliki dampak negatif signifikan pada aktivitas sehari-hari, termasuk pekerjaan dan tugas rumah tangga, dan berhubungan dengan kualitas hidup (Singh et al. 2015). Rheumatoid
arthritis
merupakan
bentuk
inflamasi
arthritis
yang
menyebabkan nyeri sendi dan kerusakan. Rheumatoid Rheumatoid arthritis ar thritis menyerang lapisan sendi (sinovium) menyebabkan pembengkakan yang dapat menyebabkan sakit, berdenyut-denyut dan akhirnya cacat. Kadang gejala rheumatoid arthritis membuat kegiatan sederhana - seperti membuka jari atau berjalan-jalan sulit untuk dilakukan (Youvana, 2012).
Gambar 2.3 Perbandingan sendi normal dan Rheumatoid Arthritis
10
2.2.2 2.2.2 Etio Etio log i Ada kemungkinan banyak gen dan kombinasi gen yang menjadi menjadi predisposisi manusia terhadap penyakit rematik. Beberapa telah diidentifikasi. Pada rheumatoid arthritis, radang sendi remaja, dan lupus, misalnya, pasien mungkin memiliki variasi gen yang mengkodekan enzim disebut protein tirosin fosfatase nonreceptor 22 (PTPN22). Pada orang yang secara genetik rentan, faktor dalam lingkungan bisa memicu penyakit. Hormon atau perbedaan priawanita lainnya mungkin juga memainkan peran (NIAMS, 2014).
2.2.3 Faktor Resiko Faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko rheumatoid arthritis meliputi: 1. Faktor Genetik Penyebab penyakit rheumatoid arthritis (RA) belum diketahui secara pasti. Terdapat interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik berperan penting terhadap kejadian RA, dengan angka kepekaan dan ekspresi penyakit sebesar 60%. Hubungan HLA class II histocompatibility antigen, DRB 1-9 beta chain (HLA-DRB1) dengan kejadian RA telah diketahui dengan baik (Suarjana,2009). Gen ini berperan penting dalam resorpsi tulang pada RA. Faktor genetik juga berperan
penting
dalam
terpai
RA
karena
aktivitas
enzim
seperti
methylenetetrahydrofolate reductase dan thiopurine methyltransferase untuk metabolisme methoraxate dan azathiopirine ditentukan oleh faktor genetik. Pada kembar monozigot mempunyai angka kesesuaian untuk berkembangnya RA lebih dari 30% dan pada orang kulit putih dengan RA yang mengekspresikan HLA-DL1 atau HLA-DR4 mempunyai mempunyai angka kesesuaian sebesar 80% (Suarjana, 2009).
2. Hormon Seks Prevalensi RA lebih besar pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki, sehingga diduga hormon seks berperanan dalam perkembangan penyakit ini. Pada observasi didapatkan bahwa terjadi perbaikan gejala RA selama kehamilan. Perbaikan ini diduga karena adanya aloaantibodi dalam sirkulasi maternal yang menyerang HLA-DR sehingga terjadi hambatan fungsi epitop HLA-DR yang mengakibatkan perbaikan penyakit. Selain itu, terdapat juga perubahan profil hormon. Placental corticotropin releasing hormone secara langsung menstimulasi 11
sekresi dehidroepiandrosteron (DHEA) yang merupakan androgen utama pada perempuan yang dikeluarkan oleh sel-sel adenal fetus ( Suarjana, 2009). Androgen bersifat imunosupresi terhadap respon respon imun seluler dan humoral. DHEA merupakan substrat penting dalam sintesis estrogen plasenta. Estrogen dan progestreon menstimulasi respon imun humoral (Th2) dan menghambat respon imun seluler (Th1). Oleh karena pada RA respon Th1 lebih dominan sehingga estrogen
dan
perkembangan
progesteron RA.
mempunyai
Pemberian
efek
kontrasepsi
yang oral
berlawanan dilaporkan
terhadap mencegah
kemungkinan RA atau berhubungan dengan penurunan insiden RA yang lebih berat (Suarjana, 2009).
3. Faktor Infeksi Beberapa virus dan bakteri diduga sebagai agen penyebab. Organisme diduga menginfeksi sel induksi sel (host) dan merubah reaktivitas atau respon sel T sehingga mencetuskan timbulnya penyakit. Walaupun belum ditemukan agen infeksi yang secara nyata terbukti sebagai penyakit (Suarjana, 2009).
4. Protein Heat Shock (HSP) HSP adalah protein yang diproduksi oleh sel pada semua spesies sebagai respon terhadap stress. Protein ini mengandung untaian (sequence) asam amino homolog.
HSP
tertentu
manusia
dan
HSP
mikrobakterium
tuberkulosis
mempunyai untain 65% yang homolog. Hipotesisnya adalah antibodi dan sel T mengenali epitop HSP pada agen infeksi dan sel host. Hal ini memfasilitasi reaksi silang limfosit dengan sel host sehingga mencetuskan rekasi imunologis. Mekanisme ini dikenal sebagai kemiripan molekul (molecular mimcry) (Suarjana, 2009).
5. Faktor Lingkungan Salah satu contohnya adalah merokok (Longo, 2012).
2.2.4 2.2.4 Epid Epid emiolo gi Prevalensi global RA adalah 0,24%, tanpa perubahan yang jelas dari tahun 1990 sampai 2010. Disability adjusted life years years (DALY) meningkat dari 3,3 juta pada tahun 1990 menjadi 4,8 juta pada tahun 2010. Kenaikan ini disebabkan oleh 12
pertumbuhan populasi dan peningkatan penuaan. Secara global, dari 291 kondisi yang dipelajari, RA menempati peringkat ke-42 sebagai penyumbang kecacatan global tertinggi, tepat di bawah malaria dan tepat di atas defisiensi yodium ( Cross, 2014) Prevalensi meningkat pada kedua jenis kelamin dari waktu ke waktu. Pada wanita, dari 637 pada tahun 1996 menjadi 1.062 pada tahun 2010; pada laki-laki, dari 291 pada tahun 1996 menjadi 472 pada tahun 2010 (Widdifield, 2014). Angka kejadian rheumatoid arthritis adalah dua sampai tiga kali lebih banyak pada wanita dibandingkan pada pria dan umumnya terjadi antara usia 40 dan 60. Tapi rheumatoid arthritis juga dapat menyerang anak muda dan dewasa yang lebih tua. (Youvana, 2012).
2.2.5 2.2.5 Klasif ikasi Klasifikasi RA menjadi 4 tipe (Buffer, 2010): 1. RA klasik, terdapat 7 kriteria tanda dan gejala sendi yang berlangsung terus menerus paling sedikit 6 minggu. 2. RA defisit, terdapat 5 kriteria tanda dan gejala sendi yang berlangsung terus menerus paling sedikit 6 minggu. 3. Probable RA, terdapat 3 kriteria tanda dan gejala sendi yang berlangsung terus menerus paling sedikit 6 minggu. 4. Possible RA, terdapat 2 kriteria tanda dan gejala sendi yang berlangsung terus menerus paling sedikit 3 bulan.
2.2.6 2.2.6 Patofi Patofi siol ogi Pada rheumatoid arthritis, reaksi autoimun terutama terjadi dalam jaringan sinovial. Kerusakan sendi mulai terjadi dari proliferasi makrofag dan fibroblas sinovial.Limfosit menginfiltrasi daerah perivaskular dan terjadi proliferasi sel endotel kemudian terjadi neovaskularisasi. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membran sinovial dan akhirnya pembentukan pannus. Pannus kemudian menginvasi dan akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah menghilangnya permukaan permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi. Otot akan turut terkena karena serabut otot
13
akan mengalami perubahan degeneratif dengan menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot (Surjana, 2009).
Gambar 2.4 Patofisiologis Rheumatoid Arthritis
2.2.7 2.2.7 Tanda d an Gejala Tanda dan gejala rheumatoid arthritis meliputi (Youviana, 2012) : •
Nyeri bilateral kanan dan kiri
•
Pembengkakan bilateral kanan dan kiri
•
Terdapat benjolan dari jaringan di bawah kulit pada lengan (nodul reumatoid)
•
Kelelahan
•
Kaku pada pagi hari yang berlangsung setidaknya setidaknya 30 menit
•
Demam
Ditinjau dari stadium penyakitnya (Nasution, 2011): a. Stadium sinovitis Arthritis yang terjadi pada RA disebabkan oleh oleh sinovitis yaitu inflamasi inflamasi pada membran sinovial yang membungkus sendi. Sendi yang terlibat umumnya simteris, meski pada awal bisa terjadi tidak simetris. Sinovitis ini menyebabkan erosi permukaan sendi sehingga terjadi deformitas dan kehilangan fungsi. Sendi 14
pergelangan tangan hampir selalu terlibat, termauk termauk sendi interfalang proksimal dan metakarpofalangeal .
b. Stadium destruksi Ditandai adanya kontraksi tendon saat terjadi kerusakan pada jaringan sinovial
c. Stadium deformitas Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali, deformitas dan gangguan fungsi yang terjadi secara menetap.
Gambar 2.5 Rheumatoid Arthritis
2.2.8 Diagnosis and Tes Klasifikasi menurut 2010 ACR (American College of Rheumatology) dan EULAR (European League Against Rheumatism) RA classification classification,, berdasarkan pada perubahan radiografi sendi dan lebih ditekankan pada nilai laboratorium, termasuk biomarker serologis dan reaktan fase akut.
15
Gambar 2.6 Klasifikasi Rheumatoid Arthritis
Poin dari masing-masing domain A sampai D ditambahkan dan jumlahnya dianggap sebagai skor total. Jumlah skor 6 diperlukan untuk mengklasifikasikan RA sebagai diagnosa pasti (Kay & Upschurch, 2015).
1. Pemeriksaan Penunjang a. Laboratoris -IgG, IgM, dan IgA merupakan isotope yang bisa muncul pada pasien RA. Namun IgM paling sering ditemukan pada pemeriksaan. Serum IgM ditemukan pada 7580% pasien dengan RA (Longo, 2012).
b. Analisa Cairan Sinovial -WBC counts berkisar antara 5.000-50.000 WBC/u3 pada keadaan inflamasi berkisar < 2.000 WBC/u3 W BC/u3 pada keadaan non inflamasi. -Ditemukan neutrofil, RF, antiCCP antibodies dan kompleks imun (Longo, 2012).
c. Pemeriksaan Radiologis Tanda-tanda RA yang dapat dilihat pada foto yaitu penyempitan, erosi, dan subluksasi celah sendi. Foto polos merupakan metode standar untuk melihat perubahan anatomis pada pasien RA. Synovitis juga pembengkakan jaringan 16
lunak dan osteoporosis pada sendi tangan adalah penemuan awal pada RA. Diagnosis RA jika ditemukan erosi tulang pada foto polos (Heidari, 2011).
d. Pemeriksaan MRI Memberikan gambaran yang jelas dari perubahan jaringan lunak, kerusakan kartilago, dan erosi tulang-tulang yang dihubungkan dengan arthritis rheumatoid. MRI mampu mendeteksi adanya erosi endi lebih awal dibandingkan dengan foto polos. Adanya oedem pada sumsum tulang sebagai tanda awal penyakit inflamasi sendi dan dapat memprediksi perkembangan erosi pada foto polos (Longo, 2012).
2. Kriteria Diagnosis Berdasarkan ARA (American Rheumatism Rheumatism Association)(Daud, 2006): a. Kaku pagi hari di sendi dan sekitarnya, sekurangnya selama 1 jam sebelum perbaikan maksimal. b. Pembengkakan jaringan lunak atau persendian 3 daerah sendi atau lebih secara bersamaan c.
Arthritis
pada
persendian
tangan
sekurang-kurangnya
terjadi
satu
pembengkakan persendian tangan yaitu PIP ( proximal interphalangeal), MCP (metacarpophalangeal), (metacarpophalangea l), atau MTP (metatarsophalangea ( metatarsophalangeal). l). e. Nodul Rheumatoid, yaitu nodul subkutan pada penonjolan tulang atau permukaan ekstensor atau daerah juksta artikuler. f. Faktor rheumatoid serum positif, terdapat titter abnormal faktor rheumatoid serum yang diperiksa dengan cara yang memberikan hasil positif kurang dari 5% kelompok kontrol yang diperiksa. g. Perubahan gambaran radiologis, perubahan gambaran radiologis yang khas pada AR pada pemeriksaan sinar X tangan posterior atau pergelangan tangan yang harus menunjukkan adanya erosi atau dekalsifikasi tulang yang berlokasi pada sendi atau daerah yang berdekatan dengan sendi. Diagnosa AR jika sekurang-kurangnya memenuhi 4 dari 7 kriteria di atas dan kriteria 1 sampai 4 harus ada minimal 6 minggu.
17
2.2.9 2.2.9 Diagnosi Diagnosi s B anding
Gambar 2.7 Diagnosis Banding
2.2.10 Penatalaksanaan 1. Non- Farmakologis a. Edukasi -Pengertian patofisiologi -Penyebab penyakit -Prognosis Penyakit -Semua komponen program penatalaksanaan termasuk regimen obat yang kompleks -Sumber-sumber bantuan untuk mengatasi penyakit ini -Metode efektif tentang penatalaksanaan yang diberikan oleh tenaga kesehatan
b. Istirahat Perencanaan aktivitas mutlak diperlukan bagi pasien rheumatoid arthritis karena penderita biasanya disertai dengan rasa lelah yang hebat. Kekakuan dan rasa kurang nyaman biasnya dapat diperingan diperi ngan dengan beristirahat.
18
c. Latihan Spesifik -Gerakan aktif dan pasif pada semua sendi yang sakit, minimal dua kali dalam sehari. -Kompres panas pada sendi. Tujuan dari kompres panas ini untuk mengurangi nyeri pada sendi. -Mandi parafin dengan suhu yang dapat diatur. Latihan ini paling baik diatur dan diawasi oleh tenaga kesehatan yang sudah mendapat latihan khusus, seperti fisioterapi atau terapis kerja. Latihan bertujuan untuk mempertahankan fungsi sendi.
d. Alat pembantu dan adaptif Alat pembantu dan adaptif ini i ni mungkin diperlukan saat melakukan aktivitas seharihari, seperti tongkat t ongkat untuk membantu berdiri dan berjalan.
e. Terapi yang lain Terapi lain yang dimaksud terapi puasa, suplementasi, asam lemak essensial, terapi spa dan latihan, suplementasi minyak ikan (cod liver oil) sebagai NSAID sparing agent (Price, 2005).
2. Farmakologis a. Aspirin dan semua semua golongan obat-obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) untuk mengurangi nyeri dan pembengkakan. b.Glukokortikoid Steroid dengan prednisone dengan dosis kurang 10 mg/hari. untuk meredakan gejala dan memperlambat kerusakan sendi. Pemberian glukokortikoid harus disertai pemberian kalsium 1500 mg dan vitamin D 400-800 IU/ hari c. DMARD (Disease Modifying Anti Rheumatic Drugs) Pemberian DMARD harus mempertimbangkan mempertimbangkan aspek -Kepatuhan pasien -Beratnya penyakit -Pengalaman dokter -Adanya penyakit peyerta d. Terapi kombinasi 19
Kombinasi terbukti memiliki efikasi terpai yang lebih tinggi daripada terapi tunggal. Beberapa kombinasi yang sudah banyak diteliti dan memiliki efektivitas yang lebih besar yaitu - MTX + hidroksiklorokuin - MTX + hidroksiklorokuin + sulfasalazine - MTX + sulfasalazine + prednisolon - MTX + leflunomide - MTX + infiximab - MTX + etanercept - MTX + adalimumab - MTX + anakinra - MTX + rituximab ri tuximab (Suarjana, 2009).
e. Penatalaksanaan bedah Tindakan bedah dapat dipertimbangkan bila : -Terdapat nyeri berat yang berhubungan dengan kerusakan sendi yang ekstensif -Keterbatasan gerak yang bermakna atau keterbatasan fungsi yang berat -Ada ruptur tendon t endon (Suarjana, 2009). Sinovektomi, khususnya pada sendi lutut berguna untuk meluruskan kembali dan memperbaiki tendon. Sendi buatan dapat dilakukan misalnya pada sendi panggul, lutut, jari-jari tangan. Artrodesis mungkin perlu dilakukan pada nyeri atau deformitas yang berat.
2.2.11 Prognosis Faktor-faktor yang menjadikan menjadikan prognosis buruk: 1. Poliarthritis generalisata (jumlah sendi yang terkena > 20) 2. LED dan CRP yang tinggi walaupun sudah menjalani terapi 3. Manifestasi ekstraartikuler, misalnya nodul/ vaskulitis 4. Ditemukan erosi pada radiografi polos dalam kurun waktu 2 tahun sejak onset
2.2.1 2.2.12 2 Ko mpli kasi RA meningkatkan resiko timbulnya berbagai komplikasi seperti: 1. Osteoporosis 20
Komplikasi yang paling sering dialami oleh penderita RA. Karena kurangnya aktivitas tubuh terutama tulang akibat nyeri yang dirasakan. Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh penurunan densitas massa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah (Sudoyo, 2009).
2. Carpal Tunnel Syndrome (CTS) Atau disebut juga neuropati saraf medianus di pergelangan tangan , adalah kondisi medis di mana saraf median dikompresi di pergelangan tangan, menyebabkan parestesia, mati rasa dan kelemahan otot di tangan. Bangun di malam hari merupakan karateristik gejala CTS. Kebanyakan kasus CTS adalah idiopatik. Beberapa pasien secara genetik cenderung untuk mengembangkan kondisi terebut. Diagnosis CTS sering dihubungkan pada pasien yang memiliki aktivitas yang berhubungan dengan nyeri lengan, seperti RA (Shiel, 2006).
21
BAB 3 KERANGKA KONSEPTU KONSEPTUAL AL
HBO
O2 ke jaringan ↑↑
ROS
Supresi Sel T
Ekspresi CD80 ↓
Dendritic cell tidak dapat mengaktivasi sel T
Pemenuhan kebutuhan O2 sel yang mengalami hipoksia ↑↑
Jumlah stress cell ↓
Aktivasi dendritic cell ↓ Sitokin↓
IL-23 ↓ IL-1 & TNF-α↓ Th17 ↓
Inflamasi & Nyeri ↓
22
BAB 4 HUBUNGAN TERAPI HIPERBARIK OKSIGEN DENGAN RHEUMATOID RHEUMATOID ARTHRITIS
1. Gulati, 2013 Jumlah total oksigen hiperbarik yang disimpulkan efektif dalam mengobati RA adalah 91,9%. Terapi oksigen hiperbarik memiliki efek yang baik pada analgesia, menurunkan laju sedimentasi darah, menstabilkan imunologis fungsi, dan memperkuat daya tahan tubuh untuk menghilangkan faktor patogen. Terapi oksigen hiperbarik dapat menekan peradangan akibat faktor imun atau infeksi. Selain itu, terapi oksigen hiperbarik setiap hari menekan respons inflamasi bahkan jika penyakit ini sepenuhnya berkembang; Namun, pengobatan RA dengan terapi oksigen hiperbarik lebih efektif pada tahap awal penyakit.
2. John et all , 2016 2016 3 pasien dengan RA diterapi dengan HBO2 dilaporkan signifikan mengalami kemajuan perbaikan nyeri pada RA, meningkatkan aktivitas dan meningkatkan pola tidur. 2 pasien lainnya membaik dengan pengobatan tradisional secara berkala. Peningkatan perbaikan gejala signifikan yang mana HBO2 untuk pasien dengan
RA
menghasilkan
penurunan
sendi,
peningkatan
aktivitas
dan
peningkatan pola tidur.
3.
Nagatomo.,
N,Gu.,
H,Fujino.,
T,Okiura.,
F,
Morimatsu.,
I,Takeda.,
A,Is hi hara, har a, 2010 Arthritis diinduksi pada tikus betina dark agouti dengan injeksi kolagen tipe II. Serum level dari derivate of reactive oxygen metabolite (dROMs) yang merupakan stress oksidatif marker dan CRP di tikus arthritis yang diterapi HBO dengan tekanan 1,25 ata dan oksigen 36% selama 3 minggu (arthritis + HBO grups) dibandingkan dengan control grups dan tikus arthritis yang tidak diterapi HBO (arthritis groups). Serum level dROMs dan CRP dari arthritis groups lebih tinggi dari pada control groups dan arthritis + HBO groups. Tidak ada perbedaan serum level CRP antara kelompok control dan kelompok arthritis + HBO. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa paparan oksigen pada penelitian ini efektif untuk menurunkan level dari ROS yang mana produksinya meningkat saat art hritis. 23
4. Hyperbaric Hyperbaric Oxygen Treatment f or RA, 201 2015 5 Material inflamasi menstimulasi jaringan menjadi membengkak, gangguan sirkulasi darah, kekurangan oksigen di jaringan sekitar dan metabolisme sel menurun. Hipoksia atau kekurangan oksigen merupakan dasar dari RA. Penyebab hipoksia di identifikasi sebagai: -peningkatan kebutuhan oksigen -penurunan aliran darah ke sendi sehingga meningkatkan tekanan tekanan intra articular arti cular Terapi HBO merupakan terapi utama untuk RA dan menjadi penerapan standar dibanyak negara. Terapi HBO dapat membuat tekanan partial oksigen meningkat 10 kali. Pengangkutan oksigen ke jaringan dapat membuat sirkulasi lebih baik dan mengurangi pembengkakan sendi.
24
BAB 5 KESIMPULAN
Rheumatoid
arthritis
merupakan
bentuk
arthritis
inflamasi
yang
menstimulasi jaringan menjadi bengkak, gangguan sirkulasi darah, kekurangan oksigen di local tissue dan metabolisme sel menurun menyebabkan nyeri sendi dan kerusakan. Kadang gejala rheumatoid arthritis membuat kegiatan sederhana seperti membuka jari atau berjalan-jalan sulit untuk dilakukan. Terapi RA meliputi non farmakologis dan farmakologis. Terapi HBO dapat membuat tekanan parsial oksigen meningkat 10 kali, sehingga pengangkutan oksigen ke jaringan dapat membuat sirkulasi lebih baik dan mengurangi manifestasi inflamasi pada sendi seperti nyeri dan edema.
25
DAFTAR PUSTAKA PUSTAKA Daud, R. A. N (2006). Arthritis Rheumatoid. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi 3, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Halaman : 342239. F, Nagatomo., N,Gu., H, Fujino., T,Okiura., F, Morimatsu., I, Takeda., A, Ishihara. 2010. “Effect of Exposure to Hyperbaric Oxygen on Oxidative Stress in Rats with Type II Collagen-Induced Arthritis”. PubMed, vol 10: 7-13. Gill, A.L,. 2004, Hyperbaric oxygen: its uses, mechanisms of action and outcome. Oxford University Press Journal. Gulati, R., 2013, Hyperbaric Oxygen Therapy (HBOT) and Rheumatoid Arthritis. Kay, J. & Upchurch, K.S., 2017. ACR / EULAR 2010 Rheumatoid Arthritis Classification Criteria. , (September), pp.5–9. Leach, R, M. 1998. Hyperbaric Oxygen Therapy. BMJ. 1998. Oct 24; 317 (7166): 1140-1143. Longo, Dan L. MD., Kasper, Dennis L, MD., et al. 2012. Harissons Principle of Internal Medicine ed. 18 Chapter 231 : Rheumatoid Arthritis. Mc Graw Hill Companies, Inc. USA. Nasution, Jani. 2011. Pola Aktivitas Pasien Rheumatoid Arthritis di Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, Medan : USU. National Institute Of Arthritis And Musculoskeletal And Skin Diseases (Niams), 2014, Arthritis And Rheumatic Diseases. Price, Sylvia A. dan Wilson, Lorraine M. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis ProsesProses Penyakit. Jakarta : EGC. Raveenthirarraja, T. Dr. M Subha. 2013. Hyperbaric Oxygen Therapy : A Review International Journal of Pharmacy & Pharmautical Science. Riyadi, 2016, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Penyelaman dan Hiperbarik, Hiperbarik, Lakesla. 26
Riyadi, 2016, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Penyelaman dan Hiperbarik, Hiperbarik, Lakesla. Sheil,
W.
C,
2010.
Rheumatoid
Arthritis
(RA).
http://www.medicinenet.com/rheumatoidarthritis/article.htm
Available (26
from:
November
2017). Singh, J.A. et al., 2015. 2015 American College of Rheumatology Guideline Guideline for the Treatment of Rheumatoid Arthritis. Slade, B. J. et all., 2016. Pain Improvement Improvement in Rheumatoid Arthritis With Wit h Hyperbaric Oxygen. Suarjana, I Nyoman, 2009, Arthritis Reumatoid Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V, Jakarta. Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S, 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakarta: FKUI. Wibowo A. 2015. Hiperbarik: Terapi percepatan Penyembuhan Luka. Luka. Bagian Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Jurnal Kedokteran Universitas Lampung, Volume 5, Nomor 9, Hal aman 124-128. Widyanto, 2012,Terapi Oksigen Hiperbarik Bagi Penderita Autis. Youvana, Claresia Inezs, 2012. Rheumatoid Arthritis. Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia.
27