I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pengawasan dan pemeliharaan persediaan adalah masalah dalam semua organisasi di setiap sektor ekonomi. Masalah persediaan tidak hanya terbatas pada perusahaan berdasarkan keuntungan saja, tetapi juga dialami oleh organisasi sosial (Yamit, 1999). Guna lebih dapat bersaing di dalam dunia usaha sekarang diperlukan efisiensi yang sangat tinggi. Suatu sistem yang terkomputerisasi dengan baik sangat diperlukan dalam pencapaian efisiensi tersebut, terutama pada suatu perusahaan yang mempunyai rutinitas transaksi yang tinggi dan memiliki banyak data yang harus diolah. Sehingga diperlukan manajemen persediaan pada setiap perusahaan tersebut. Tujuan utama manajemen persediaan adalah mengendalikan persediaan agar dapat melayani kebutuhan konsumen akan barang dari waktu ke waktu serta dapat meminimalkan total biaya operasi perusahaan (Mitra, 2004). Minimarket KopataMart adalah minimarket yang bergerak di dalam penjualan barang
kebutuhan
sehari-hari.
Dalam
operasional
sehari-hari
proses
Minimarket tersebut sudah mempunyai sistem yang terkomputerisasi pada proses penjualan barang. Namun pada proses pendataan masih bersifat manual sehingga banyak terjadi kesalahan dari bagian-bagian yang bertanggung jawab seperti bagian penjualan. Tidak terdapatnya peramalan kebutuhan barang juga menjadi permasalahan untuk efisiensi biaya operasional minimarket. Proses pembelian barang pada Minimarket KopataMart dilakukan dengan dua cara. Cara pertama pembelian barang dilakukan kepada supplier yang datang menurut jadwal kedatangan supplier, sedangkan cara kedua adalah pemilik datang langsung ke tempat distributor barang. Proses pembelian tersebut akan memungkinan akan terjadinya kehabisan stok persediaan barang. Untuk menghindari hal tersebut pemilik minimarket memerlukan suatu alat yang dapat menginformasikan dan membantu dalam proses
2
pengambilan keputusan persediaan barang secara tepat yang nantinya berpengaruh pada efisiensi dan optimasi keuntungan. Sistem pembelian barang tersebut digunakan untuk mengetahui kebutuhan dengan tiga kriteria untuk menjawab permasalahan utama yaitu prioritas pembelian, berapa jumlah yang akan dibeli dan kapan waktu yang tepat untuk pembelian barang. Sehingga diharapkan sistem yang dibuat ini dapat diimplementasikan secara langsung oleh pemilik minimarket. Metode Analitycal Hierarchy Process akan digunakan dalam perancangan dan pembuatan sistem pendukung keputusan di minimarket KopataMart. Alasan penggunaan Analitycal Hierarchy Process adalah kriteria dalam perancangan sistem yang akan dibuat sudah jelas. Kriteria tersebut adalah prioritas pembelian, berapa jumlah yang akan dibeli dan kapan waktu yang tepat untuk pembelian barang.
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana mekanisme inventory minimarket, khususnya di KopataMart Purwokerto ? 2. Bagaimana cara merancang dan mengembangkan sistem pendukung keputusan menggunakan metode Analitycal Hierarchy Process pada proses inventory di KopataMart Purwokerto ?
1.3 Batasan Masalah Batasan masalah diperlukan supaya permasalahan yang dikaji tidak terlalu luas. Sehingga penelitian dapat lebih terarah sesuai dengan tujuan penulis. Adapun batasan masalah yang digunakan pada penelitian ini adalah: 1. Perancangan sistem pendukung keputusan yang akan dibuat adalah sistem pendukung keputusan inventory minimarket meliputi fungsi: pembuatan PO, retur pembelian, laporan, jumlah stok, transfer antar gudang, penerimaan dari PO dan arsip stok bulanan.
3
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah maka dapat diketahui tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui dan menyempurnakan mekanisme inventory minimarket, khususnya di KopataMart Purwokerto. 2. Merancang
dan
Mengembangkan
sistem
pendukung
keputusan
menggunakan metode Analitycal Hierarchy Process pada proses inventory di KopataMart Purwokerto.
1.4.2 Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat untuk 1. Bagi Minimarket Kopatamart: a. Mempermudah proses inventory barang dengan aplikasi berbasis desktop. b. Mengembangkan kinerja KopataMart sebagai minimarket yang dapat memenuhi dan menyediakan kebutuhan masyarakat. c. Memudahkan user dalam menginventori barang serta mempermudah administrator untuk mengelola data hasil penjualan. 2. Bagi mahasiswa: a. Menerapkan dan membandingkan pengetahuan yang diperoleh dalam perkuliahan dengan apa yang dilakukan pada penelitian. b. Menumbuhkan kesiapan mental mahasiswa untuk memasuki dunia kerja. c. Mendapatkan data yang valid untuk kemudian sebagai bahan informasi untuk melaksanakan Tugas Akhir (TA).
4
1.5 Sistematika Penulisan Dalam penulisan ini disusun sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN Latar belakang, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Berisi tentang konsep dasar sistem, sistem pendukung keputusan, manajemen persediaan (Inventory), metode analitycal hierarchy process (AHP), matriks, nilai dan vektor eigen, metode pengembangan sistem (Metode Waterfall), dan basisdata.
BAB III METODE PENELITIAN Berisi waktu dan tempat penelitian, data dan alat, metode pengambilan data, metode pengembangan sistem, dan jadwal penelitian (terlampir).
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Sistem Suatu sistem beroperasi dan berinteraksi dengan lingkungannya untuk mencapai sasaran (objective) tertentu. Suatu sistem menunjukkan tingkah lakunya melalui interaksi diantara komponen-komponen di dalam sistem dan diantara lingkungannya (Frederick, 1984). Lingkungan sistem adalah apapun di luar batas dari sistem yang mempengaruhi operasi sistem. Suatu sistem yang memiliki komponen terdiri dari sejumlah komponen yang saling berinteraksi, yang artinya saling bekerja sama membentuk satu kesatuan. Dengan adanya interaksi antara komponen dengan lingkungan tempat keberadaan sistem maka akan membentuk suatu sistem yang digunakan untuk mencapai sasaran tertentu. Jika suatu sistem tidak mempunyai sasaran, maka operasi sistem tidak akan ada gunanya. Suatu sistem dikatakan berhasil bila mengenai sasaran atau tujuannya.
2.2 Sistem Pendukung Keputusan Sistem pendukung keputusan (SPK) adalah bagian dari sistem informasi berbasis komputer yang termasuk sistem berbasis pengetahuan atau manajemen pengetahuan yang dipakai untuk mendukung pengambilan keputusan dalam suatu organisasi atau perusahaan. Dapat juga dikatakan sebagai sistem komputer yang mengolah data menjadi informasi untuk mengambil keputusan dari masalah semi terstruktur yang spesifik (Suryadi, K. dan Ramdhani, MA. 1998). Menurut Moore (1980) SPK dapat digambarkan sebagai sistem yang berkemampuan mendukung analisis ad hoc data, dan pemodelan keputusan, berorientasi keputusan, orientasi perencanaan masa depan, dan digunakan pada saat-saat yang tidak biasa. Menurut Keen dan Scoot Morton (1978) SPK merupakan penggabungan sumber-sumber kecerdasan individu dengan kemampuan komponen untuk
6
memperbaiki kualitas keputusan. Sistem Pendukung Keputusan juga merupakan
sistem
informasi
berbasis
komputer
untuk
manajemen
pengambilan keputusan yang menangani masalah-masalah semistruktur . Berdasarkan pengertian di atas dapat dijelaskan bahwa SPK bukan merupakan alat pengambilan keputusan, melainkan merupakan sistem yang membantu pengambil keputusan dengan melengkapi mereka dengan informasi dari data yang telah diolah dengan relevan dan diperlukan untuk membuat keputusan tentang suatu masalah dengan lebih cepat dan akurat. Sistem ini tidak dimaksudkan untuk menggantikan pengambilan keputusan dalam proses pembuatan keputusan.
2.2.1 Karakteristik dan Kemampuan Sistem Pendukung Keputusan Menurut Turban (2005), ada beberapa karakteristik dari SPK, di antaranya adalah sebagai berikut: 1. Mendukung seluruh kegiatan organisasi. 2. Mendukung beberapa keputusan yang saling berinteraksi. 3. Dapat digunakan berulang kali dan bersifat konstan. 4. Terdapat dua komponen utama, yaitu data dan model. 5. Menggunakan baik data ekternal maupun internal. 6. Memiliki kemampuan what-if analysis dan goal seeking analysis. 7. Menggunakan beberapa model kuantitatif. Selain itu, Turban juga menjelaskan kemampuan yang harus dimiliki oleh sebuah sistem pendukung keputusan, di antaranya adalah sebagai berikut: 1. Menunjang pembuatan keputusan manajemen dalam menangani masalah semi terstruktur dan tidak terstruktur. 2. Membantu manajer pada berbagai tingkatan manajemen, mulai dari manajemen tingkat atas sampai manajemen tingkat bawah. 3. Menunjang pembuatan keputusan secara kelompok dan perorangan. 4. Menunjang pembuatan keputusan yang saling bergantungan dan berurutan.
7
5. Menunjang tahap-tahap pembuatan keputusan antara lain intelligence, design, choice dan implementation. 6. Menunjang berbagai bentuk proses pembuatan keputusan dan jenis keputusan. 7. Kemampuan untuk melakukan adaptasi setiap saat dan bersifat fleksibel. 8. Kemudahan melakukan interaksi sistem. 9. Meningkatkan
efektivitas
dalam
pembuatan
keputusan
daripada
efisiensi. 10. Mudah dikembangkan oleh pemakai akhir. 11. Kemampuan pemodelan dan analisis dalam pembuatan keputusan. 12. Kemudahan melakukan pengaksesan berbagai sumber dan format data. Secara
implisit,
sistem
pendukung
keputusan
berlandaskan
pada
kemampuan dari sebuah sistem berbasis komputer dan dapat melayani penyelesaian masalah.
2.2.2 Keuntungan dan Komponen Sistem Pendukung Keputusan SPK digunakan karena mempunyai keuntungan-keuntungan daripada sistem yang masih tradisional. Beberapa keuntungan penggunaan SPK adalah sebagai berikut (Turban, 2005): 1. Dapat merespon dengan cepat pada situasi yang tidak diharapkan dalam konsisi yang berubah-ubah. 2. Pandangan dan pembelajaran baru. 3. Sebagai fasilitator dalam komunikasi. 4. Meningkatkan kontrol manajemen dan kinerja. 5. Menghemat biaya dan sumber daya manusia (SDM). 6. Menghemat waktu karena keputusan dapat diambil dengan cepat. 7. Meningkatkan produktivitas analisis.
8
SPK mempunyai beberapa komponen utama. Adapun komponen-komponen dari SPK adalah sebagai berikut (Suryadi, K. dan Ramdhani, MA. 1998): 1. Data Management Mengandung data yang relevan untuk berbagai situasi dan diatur oleh software yang disebut Database Management Sistem (DBMS). 2. Model Management Melibatkan model finansial, statistikal, management science, atau berbagai model kualitatif lainnya, sehingga dapat memberikan ke sistem suatu kemampuan analitis, dan manajemen software yang dibutuhkan. 3. Communication User dapat berkomunikasi dan memberikan perintah pada SPK melalui subsistem ini. Ini berarti menyediakan antarmuka. 4. Knowledge Management Subsistem optional ini dapat mendukung subsistem lain atau bertindak atau bertindak sebagai komponen yang berdiri sendiri.
2.3 Manajemen Persediaan (Inventory) Setiap perusahaan, baik jasa maupun manufaktur, selalu memerlukan persediaan, tanpa persediaan perusahaan akan dihadapkan pada risiko jika suatu ketika tidak dapat memenuhi keinginan pelanggan. Hal ini bisa terjadi karena tidak selamanya barang atau jasa selalu tersedia pada setiap saat, dan jika hal ini terjadi akan berakibat perusahaan akan kehilangan kesempatan memperoleh
keuntungan.
Tujuan
manajemen
persediaan
adalah
meminimumkan biaya, oleh karena itu perusahaan perlu mengadakan analisis untuk menentukan tingkat persediaan yang dapat meminimumkan biaya atau paling ekonomis (Yamit, 1999).
9
2.3.1 Pengertian Persediaan Secara umum, persediaan adalah segala sumber daya organisasi yang disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan (Yamit, 1999). Persediaan (inventory) dalam konteks produksi, dapat diartikan sebagai sumber daya tidak terpakai (idle resource). Sumber daya tidak terpakai ini belum digunakan karena menunggu proses lebih lanjut. Yang dimaksud proses lebih lanjut disini dapat berupa kegiatan produksi seperti dijumpai pada sistem manufaktur, kegiatan pemasaran seperti dijumpai pada sistem distribusi ataupun kegiatan konsumsi seperti pada sistem rumah tangga. Keberadaan persediaan atau sumber daya tidak terpakai ini dalam suatu sistem mempunyai suatu tujuan tertentu. Alasan utamanya adalah karena sumber daya tertentu tidak bisa didatangkan ketika sumber daya tersebut dibutuhkan. Sehingga, untuk menjamin tersedianya sumber daya tersebut perlu adanya persediaan yang siap digunakan ketika dibutuhkan.
2.3.2 Konsep Dasar Sistem Persediaan Sistem persediaan adalah suatu mekanisme mengenai bagaimana mengelola masukan-masukan yang berhubungan dengan persediaan menjadi output, dimana untuk itu diperlukan umpan balik agar output memenuhi standar tertentu (Yamit, 1999). Mekanisme sistem ini adalah pembuatan serangkaian kebijakan yang memonitor tingkat persediaan, menentukan persediaan yang harus dijaga, kapan persediaan harus diisi, dan berapa besar pesanan harus dilakukan. Sistem ini bertujuan menetapkan dan menjamin tersedianya produk jadi, barang dalam proses, komponen, bahan baku secara optimal, dalam kuantitas yang optimal dan pada waktu yang optimal. Kriteria optimal adalah perhitungan biaya total yang terkait dengan persediaan, yaitu biaya penyimpanan, biaya pemesanan dan biaya kekurangan persediaan. Variabel keputusan dalam pengendalian tradisional dapat diklasifikasikan ke dalam variabel kuantitatif dan variabel kualitatif. Secara kuantitatif,
10
variabel keputusan pada pengendalian sistem persediaan adalah sebagai berikut: 1. Berapa banyak jumlah barang yang akan dipesan atau dibuat. 2. Kapan pemesanan atau pembuatan harus dilakukan. 3. Berapa jumlah persediaan pengaman. Secara
kualitatif,
masalah
persediaan
berkaitan
dengan
sistem
pengoperasian persediaan yang akan menjamin kelancaran pengelolaan persediaan adalah sebagai berikut: 1. Jenis barang apa yang dimiliki. 2. Dimana barang tersebut ditempatkan. 3. Siapa saja yang menjadi pemasok masing-masing item. Secara luas tujuan sistem persediaan adalah menemukan solusi optimal terhadap seluruh masalah yang terkait dengan persediaan. Dikaitkan dengan tujuan umum perusahaan, maka ukuran optimalitas pengendalian persediaan seringkali diukur dengan keuntungan maksimum yang dicapai. Karena perusahaan memiliki banyak subsistem lain selain persediaan, maka mengukur kontribusi pengendalian persediaan dalam mencapai total keuntungan bukan hal mudah. Optimalisasi pengendalian persediaan biasanya diukur dengan total biaya minimal pada suatu periode tertentu (Yamit, 1999).
2.4 Metode Analitycal Hierarchy Process Analitycal Hierarchy Process (AHP) merupakan suatu model pendukung keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty. Model pendukung keputusan ini akan menguraikan masalah multi faktor atau multi kriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki. Menurut Saaty (1993), hirarki didefinisikan sebagai suatu representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur multi level dimana level pertama adalah tujuan, yang diikuti level faktor, kriteria, sub kriteria, dan seterusnya ke bawah hingga level terakhir dari alternatif. Dengan hirarki, suatu masalah yang kompleks dapat diuraikan ke dalam kelompok-kelompoknya yang kemudian diatur menjadi
11
suatu bentuk hirarki sehingga permasalahan akan tampak lebih terstruktur dan sistematis. AHP sering digunakan sebagai metode pemecahan masalah dibanding dengan metode yang lain karena alasan-alasan sebagai berikut (Saaty, 1993): 1. Struktur yang berhirarki, sebagai konsekuesi dari kriteria yang dipilih, sampai pada subkriteria yang paling dalam. 2. Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh pengambil keputusan. 3. Memperhitungkan daya tahan output analisis sensitivitas pengambilan keputusan.
2.4.1 Kelebihan dan Kelemahan Analitycal Hierarchy Process Layaknya sebuah metode analisis, AHP pun memiliki kelebihan dan kelemahan dalam system analisisnya. Kelebihan-kelebihan analisis ini adalah (Saaty, 1993): 1. Kesatuan (Unity) AHP membuat permasalahan yang luas dan tidak terstruktur menjadi suatu model yang fleksibel dan mudah dipahami. 2. Kompleksitas (Complexity) AHP memecahkan permasalahan yang kompleks melalui pendekatan sistem dan pengintegrasian secara deduktif. 3. Saling ketergantungan (Inter Dependence) AHP dapat digunakan pada elemen-elemen sistem yang saling bebas dan tidak memerlukan hubungan linier. 4. Struktur Hirarki (Hierarchy Structuring) AHP mewakili pemikiran alamiah yang cenderung mengelompokkan elemen sistem ke level-level yang berbeda dari masing-masing level berisi elemen yang serupa.
12
5. Pengukuran (Measurement) AHP menyediakan skala pengukuran dan metode untuk mendapatkan prioritas. 6. Konsistensi (Consistency) AHP mempertimbangkan konsistensi logis dalam penilaian yang digunakan untuk menentukan prioritas. Sedangkan kelemahan metode AHP adalah sebagai berikut (Saaty, 1993): 1. Ketergantungan model AHP pada input utamanya. Input utama ini berupa persepsi seorang ahli sehingga dalam hal ini melibatkan subyektifitas sang ahli selain itu juga model menjadi tidak berarti jika ahli tersebut memberikan penilaian yang keliru. 2. Metode AHP ini hanya metode matematis tanpa ada pengujian secara statistik sehingga tidak ada batas kepercayaan dari kebenaran model yang terbentuk.
2.4.2 Tahapan Analitycal Hierarchy Process Setiap metode mempunyai tahapan tertentu yang harus dikerjakan mulai dari awal hingga akhir. Dalam metode AHP dilakukan tahapan sebagai berikut (Suryadi, K. dan Ramdhani, MA. 1998): 1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan. Dalam tahap ini dilakukan penentuan masalah yang akan dipecahkan secara jelas, detail dan mudah dipahami. Dari masalah yang ada ditentukan solusi yang mungkin cocok bagi masalah tersebut. Solusi dari masalah mungkin berjumlah lebih dari satu. Solusi tersebut nantinya akan dikembangkan lebih lanjut dalam tahap berikutnya. 2. Membuat struktur hierarki yang diawali dengan tujuan utama. Setelah menyusun tujuan utama sebagai level teratas akan disusun level hirarki yang berada di bawahnya yaitu kriteria-kriteria yang cocok untuk mempertimbangkan
atau
menilai
alternatif
yang
diberikan
dan
menentukan alternatif tersebut. Tiap kriteria mempunyai intensitas yang
13
berbeda-beda. Hirarki dilanjutkan dengan subkriteria (jika mungkin diperlukan). 3. Membuat matrik perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap tujuan atau kriteria yang setingkat di atasnya. Matriks yang digunakan bersifat sederhana, memiliki kedudukan kuat untuk kerangka konsistensi, mendapatkan informasi lain yang mungkin dibutuhkan dengan semua perbandingan yang mungkin dan mampu menganalisis kepekaan prioritas secara keseluruhan untuk perubahan pertimbangan. Pendekatan dengan matriks mencerminkan aspek ganda dalam prioritas yaitu mendominasi dan didominasi. Perbandingan dilakukan berdasarkan judgment dari pengambil keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya. Untuk memulai proses perbandingan berpasangan dipilih sebuah kriteria dari level paling atas hirarki misalnya K dan kemudian dari level di bawahnya
diambil
elemen
yang
akan
dibandingkan
misalnya
E1,E2,E3,E4,E5. 4. Mendefinisikan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh jumlah penilaian seluruhnya sebanyak n x [(n-1)/2] buah, dengan n adalah banyaknya elemen yang dibandingkan. Hasil perbandingan dari masing-masing elemen akan berupa angka dari 1 sampai 9 yang menunjukkan perbandingan tingkat kepentingan suatu elemen. Apabila suatu elemen dalam matriks dibandingkan dengan dirinya sendiri maka hasil perbandingan diberi nilai 1. Skala 9 telah terbukti dapat diterima dan bisa membedakan intensitas antar elemen. Hasil perbandingan tersebut diisikan pada sel yang bersesuaian dengan elemen
yang
dibandingkan.
Skala
perbandingan
perbandingan
berpasangan dan maknanya yang diperkenalkan oleh Saaty yaitu seperti:
14
Intensitas Kepentingan 1 = Kedua elemen sama pentingnya, Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar 3 = Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yanga lainnya, Pengalaman dan penilaian sedikit menyokong satu elemen dibandingkan elemen yang lainnya 5 = Elemen yang satu lebih penting daripada yang lainnya, Pengalaman dan penilaian sangat kuat menyokong satu elemen dibandingkan elemen yang lainnya 7 = Satu elemen jelas lebih mutlak penting daripada elemen lainnya, Satu elemen yang kuat disokong dan dominan terlihat dalam praktek. 9 = Satu elemen mutlak penting daripada elemen lainnya, Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan. 2,4,6,8 = Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan-pertimbangan yang berdekatan, Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi di antara 2 pilihan Kebalikan = Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka dibanding dengan aktivitas j , maka j mempunyai nilai kebalikannya dibanding dengan i. 5. Menghitung nilai eigen dan menguji konsistensinya. Jika tidak konsisten maka pengambilan data diulangi. 6. Mengulangi langkah 3,4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki. 7. Menghitung vektor eigen dari setiap matriks perbandingan berpasangan, yang merupakan bobot setiap elemen untuk penentuan prioritas elemen-elemen pada tingkat hirarki terendah sampai mencapai tujuan. Penghitungan dilakukan lewat cara menjumlahkan nilai setiap kolom dari matriks, membagi setiap nilai dari kolom dengan total kolom yang bersangkutan untuk memperoleh normalisasi matriks, dan menjumlahkan nilai-nilai dari setiap baris dan membaginya dengan jumlah elemen untuk mendapatkan rata-rata.
15
8. Memeriksa konsistensi hirarki. Yang diukur dalam AHP adalah rasio konsistensi dengan melihat indeks konsistensi. Konsistensi yang diharapkan adalah yang mendekati sempurna agar menghasilkan keputusan yang mendekati valid. Walaupun sulit untuk mencapai yang sempurna, rasio konsistensi diharapkan kurang dari atau sama dengan 10 persen.
2.5 Matriks Matriks adalah susunan elemen-elemen yang berbentuk persegi panjang yang terdiri dari baris dan kolom dan dibatasi dengan tanda [ ] atau ( ). Bilangan-bilangan dalam susunan tersebut dinamakan entri dalam matriks. Jenis-jenis Matriks Matriks dapat dibedakan menurut jenisnya, antara lain: a) Matriks Nol Suatu matriks dikatakan sebagai matriks nol, jika semua elemennya sama dengan nol. b) Matriks Baris Suatu matriks dikatakan sebagai matriks baris, jika matriks tersebut hanya terdiri atas satu baris, c) Matriks Kolom Suatu matriks dikatakan sebagai matriks kolom, jika matriks tersebut hanya terdiri dari satu kolom. d) Matriks Persegi atau Matriks Kuadrat Suatu matriks dikatakan sebagai matriks persegi atau matriks kuadrat, jika jumlah baris pada matriks tersebut sama dengan jumlah kolomnya. e) Matriks Segitiga Suatu matriks persegi dikatakan sebagai matriks segitiga jika elemenelemen yang ada di bawah atau di atas diagonal utamanya (salah satu, tidak kedua-duanya) bernilai nol. Jika elemen-elemen yang ada di bawah diagonal utama bernilai nol maka disebut sebagai matriks segitiga atas. Sebaliknya, jika elemen-elemen yang ada di atas diagonal utamanya bernilai nol maka disebut sebagai matriks segitiga bawah. f)
Matriks Diagonal Suatu matriks persegi dikatakan sebagai matriks diagonal jika elemenelemen yang ada di bawah dan di atas diagonal utamanya bernilai nol, atau dengan kata lain elemen-elemen selain diagonal utamanya bernilai nol.
16
g) Matriks Skalar Suatu matriks diagonal dikatakan sebagai matriks skalar jika semua elemen-elemen yang terletak pada diagonal utamanya memiliki nilai yang sama, h) Matriks Identitas atau Matriks Satuan Suatu matriks skalar dikatakan sebagai matriks identitas jika semua elemen yang terletak pada diagonal utamanya bernilai satu, sehingga matriks identitas disebut juga matriks satuan.
2.6 Nilai dan Vektor Eigen Misalkan A adalah sebuah matriks bujur sangkar dengan orde n * n dan sebuah X adalah vektor kolom.
Vektor X adalah vektor dalam ruang
Euclidean R n yang dihubungkan dengan sebuah persamaan: AX X
(2.1)
adalah suatu skalar dan X adalah vektor yang tidak nol Skalar dinamakan nilai Eigen dari matriks A. Nilai eigen adalah nilai karakteristik dari suatu matriks bujur sangkar. Vektor X dalam persamaan (2.1) adalah suatu vektor yang tidak nol yang memenuhi persamaan (2.1) untuk nilai eigen yang sesuai dan disebut dengan vektor eigen.
Jadi vektor X
mempunyai nilai tertentu untuk nilai eigen tertentu. Contoh 2.1 1 Misalkan Sebuah vektor X 2
dan sebuah matriks bujur sangkar orde 2
4 0 *2 A , Apabila matriks A dikalikan dengan X maka: 4 2
AX
4 0 1 4 0 4 = = = 4 2 2 4 4 8
Dimana: 4 8
1 = 4 2
= X
Dengan konstanta 4 dan
17
4 0 1 1 4 2 2 = 4 2
Memenuhi persamaan (2.1).
Konstanta 4 dikatakan nilai eigen dari
4 0 matriks bujur sangkar A 4 2
Contoh 2.2 0 4 0 Sebuah vektor X dan matriks A bila matriks A dikalikan 8 2 1
dengan X maka: AX
4 0 0 = 8 2 1 0 0 = 0 2 0 = 2
Dimana: 0 2
0 0 = 2 = dengan 2. 1 1 4 0
0
2 adalah nilai eigen dari matriks dan vektor X 1 adalah 8 2 4 0 vektor eigen dari matriks yang bersesuaian dengan nilai eigen 2. 8 2
18
2.7 Metode Pengembangan Sistem Metode Pengembangan Sistem yang akan dipakai untuk penelitian ini adalah metode waterfall. Metode waterfall merupakan metode yang sering digunakan oleh penganalisa sistem pada umumnya. Inti dari metode waterfall adalah pengerjaan dari suatu sistem dilakukan secara berurutan atau secara linear. Jadi jika langkah ke-1 belum dikerjakan, maka langkah 2 tidak dapat dikerjakan. Jika langkah ke-2 belum dikerjakan maka langkah ke-3 juga tidak dapat dikerjakan, begitu seterusnya. Secara otomatis langkah ke-3 akan bisa dilakukan jika langkah ke-1 dan ke-2 sudah dilakukan.
Analisa Kebutuhan
Desain Sistem
Penulisan Kode Pogram
Pengujian Program
Penerapan Program
Gambar 2.1 Tahapan Metode Waterfall (Kadir, 2003) Secara garis besar metode waterfall mempunyai langkah-langkah sebagai berikut : Analisa, Desain, Penulisan, Pengujian dan Penerapan.
2.7.1 Tahapan Metode Waterfall 1. Analisa Kebutuhan Langkah ini merupakan analisa terhadap kebutuhan sistem. Pengumpulan data dalam tahap ini bisa melakukan sebuah penelitian, wawancara atau studi literatur. Sistem analis akan menggali informasi sebanyak-banyaknya dari user sehingga akan tercipta sebuah sistem
19
komputer yang bisa melakukan tugas-tugas yang diinginkan oleh user tersebut. Tahapan ini akan menghasilkan dokumen user requirment atau bisa dikatakan sebagai data yang berhubungan dengan keinginan user dalam pembuatan sistem. Dokumen ini lah yang akan menjadi acuan sistem analis untuk menerjemahkan ke dalam bahasa pemrogram. 2. Desain Sistem Tahapan dimana dilakukan penuangan pikiran dan perancangan sistem
terhadap
solusi
dari
permasalahan
yang
ada
dengan
menggunakan perangkat pemodelan sistem seperti diagram alir data (data flow diagram), diagram hubungan entitas (entity relationship diagram) serta struktur dan bahasan data. 3. Penulisan Kode Program Penulisan kode program atau coding merupakan penerjemahan design dalam bahasa yang bisa dikenali oleh komputer. Dilakukan oleh programmer yang akan meterjemahkan transaksi yang diminta oleh user. Tahapan ini lah yang merupakan tahapan secara nyata dalam mengerjakan suatu sistem. Dalam artian penggunaan komputer akan dimaksimalkan dalam tahapan ini. Setelah pengkodean selesai maka akan dilakukan testing terhadap sistem yang telah dibuat tadi. Tujuan testing adalah menemukan kesalahan-kesalahan terhadap sistem tersebut dan kemudian bisa diperbaiki. 4. Pengujian Program Tahapan akhir dimana sistem yang baru diuji kemampuan dan keefektifannya sehingga didapatkan kekurangan dan kelemahan sistem yang kemudian dilakukan pengkajian ulang dan perbaikan terhadap aplikasi menjadi lebih baik dan sempurna. 5. Penerapan Program dan Pemeliharaan Perangkat lunak yang sudah disampaikan kepada pelanggan pasti akan mengalami perubahan. Perubahan tersebut bisa karena mengalami kesalahan karena perangkat lunak harus menyesuaikan dengan
20
lingkungan (periperal atau sistem operasi baru) baru, atau karena pelanggan membutuhkan perkembangan fungsional.
2.7.2 Keunggulan dan Kelemahan Metode Waterfall Metode
pengembangan
waterfall
mempunyai
keunggulan
dalam
membangun dan mengembangkan suatu sistem, antara lain: a. Kualitas dari sistem yang dihasilkan akan baik. Ini dikarenakan oleh pelaksanaannya secara bertahap. Sehingga tidak terfokus pada tahapan tertentu. b. Dokumen pengembangan sistem sangat terorganisir, karena setiap fase harus terselesaikan dengan lengkap sebelum melangkah ke fase berikutnya. Jadi setiap fase atau tahapan akan mempunyai dokumen tertentu. Dalam proses membangun dan mengembangkan suatu sistem, metode waterfall mempunyai beberapa kelemahan, antara lain: a. Diperlukan majemen yang baik, karena proses pengembangan tidak dapat dilakukan secara berulang sebelum terjadinya suatu produk.. b. Kesalahan kecil akan menjadi masalah besar jika tidak diketahui sejak awal pengembangan. c. Pelanggan sulit menyatakan kebutuhan secara eksplisit sehingga tidak dapat mengakomodasi ketidakpastian pada saat awal pengembangan.
2.8
Basisdata Basisdata (database), adalah kumpulan informasi yang disimpan di dalam komputer secara sistematik sehingga dapat diperiksa menggunakan suatu program komputer untuk memperoleh informasi dari basisdata tersebut (Nugroho, 2005). Perangkat lunak yang digunakan untuk mengelola dan memanggil kueri (query) basisdata disebut sistem manajemen basis data (Database Management System). Sistem basisdata dipelajari dalam ilmu informasi.
21
Konsep dasar dari basisdata adalah kumpulan dari catatan-catatan, atau potongan dari pengetahuan (Nugroho, 2005). Sebuah basisdata memiliki penjelasan terstruktur dari jenis fakta yang tersimpan di dalamnya: penjelasan ini disebut skema. Skema menggambarkan obyek yang diwakili suatu basisdata, dan hubungan di antara obyek tersebut. Ada banyak cara untuk mengorganisasi skema, atau memodelkan struktur basisdata yang dikenal sebagai model basisdata atau model data. Model yang umum digunakan sekarang adalah model relasional, yang menurut istilah layanan mewakili semua informasi dalam bentuk tabel-tabel yang saling berhubungan dimana setiap tabel terdiri dari baris dan kolom (Definisi yang sebenarnya menggunakan terminologi matematika). Dalam model ini, hubungan antar tabel diwakili dengan menggunakan nilai yang sama antar tabel. Model yang lain seperti model hierarkis dan model jaringan menggunakan cara yang lebih eksplisit untuk mewakili hubungan antar tabel. Istilah basisdata mengacu pada koleksi dari data-data yang saling berhubungan, dan perangkat lunaknya seharusnya mengacu sebagai sistem manajemen
basisdata
konteksnya
sudah
(database
jelas,
management
banyak
system/DBMS).
administrator
dan
Jika
programer
menggunakan istilah basisdata untuk kedua arti tersebut. Basisdata juga mempunyai keuntungan dalam penggunaannya, antara lain: 1. Mereduksi redundansi yang akibatnya mengurangi inkonsistensi. 2. Data dapat di-share antar aplikasi. 3. Standarisasi data dapat dilakukan. 4. Batasan security dapat diterapkan. 5. Mengelola integritas (Keterjaminan Akurasi) data.
22
III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di KopataMart Purwokerto selama 4 bulan yaitu dari bulan Mei 2012 sampai bulan September 2012.
3.2 Data dan Alat 3.2.1 Data Data-data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data inventory, data penjualan, data administrator, dan data barang.
3.2.2 Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa perangkat keras dan perangkat lunak. Perangkat keras terdiri dari sistem komputer dengan spesifikasi Processor AMD Dual Core, RAM 2 GB, monitor dengan resolusi 1280 x 800 pixel 32 bit, printer Canon iP1900. Perangkat lunak yang digunakan antara lain sistem operasi Microsoft Windows 7 Ultimate 32 bit, Microsoft Visual Basic 6, database Microsoft Access 2010, Microsoft Visio 2010, Adobe Photoshop CS4, CorelDRAW Graphics Suite X4, Microsoft Word 2010, Microsoft Project 2010.
3.3
Metode Pengambilan Data Pengambilan data dan informasi dilakukan dengan beberapa metode, antara lain: a. Studi Pustaka dan Dokumentasi - Studi Pustaka Studi pustaka adalah metode yang dilakukan untuk memperoleh informasi tentang materi yang dibutuhkan dengan bantuan bermacammacam materi yang ada di perpustakaan, seperti buku, dokumen dan catatan. Diantaranya buku-buku tentang sistem persediaan, buku sistem
23
pengambil keputusan, buku tentang pembahasan Microsoft Visual Basic 6 dan buku tentang basis data. - Dokumentasi Metode pengumpulan data yang ditujukan untuk memperoleh data langsung dari tempat penelitian, meliputi buku-buku relevan, peraturanperaturan, laporan kegiatan dan data yang relevan untuk penelitian. Buku dokumentasi yang digunakan antara lain buku pedoman kerja untuk masing-masing
karyawan
dan
laporan
harian/mingguan/bulanan
minimarket. b. Wawancara dan Observasi Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan beberapa metode, antara lain: - Wawancara Wawancara (interview) yaitu suatu model data dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan atau tanya jawab secara langsung kepada karyawan perusahaan/instansi. Wawancara dilakukan dengan karyawan minimarket KopataMart Purwokerto untuk mengetahui permasalahan-permasalahan proses inventory dan pembelian barang/produk. Wawancara juga dilakukan pada pemilik minimarket dengan tujuan untuk mengetahui data apa saja yang nantinya bisa dimonitoring. (Wawancara Terlampir) - Observasi Metode observasi atau pengamatan merupakan salah satu metode pengumpulan data/fakta yang cukup efektif. Observasi merupakan pengamatan langsung yaitu suatu kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh
informasi
yang
diperlukan
dengan
cara
melakukan
pengamatan dan pencatatan dengan peninjauan langsung ke perusahaan atau instansi. Hal-hal yang diobservasi antara lain cara penjualan barang kepada konsumen, cara pembeliaan/pemesanan barang kepada distributor dan juga cara penyimpanan barang pada minimarket tersebut.
24
3.4
Metode Pengembangan Sistem
3.4.1 Analisa Kebutuhan Langkah ini merupakan analisa terhadap kebutuhan sistem. Di dalam analisa kebutuhan akan dilakukan penentuan kriteria dan subkriteria yang dipakai pada sistem inventory yang kemudian dibuat sistem pendukung keputusannya dan menentukan software yang akan digunakan.
3.4.2 Desain Sistem Pemodelan sistem yang digunakan adalah pembuatan diagram alir data (data flow diagram) dari form-form user interface sistem, dan fungsi form sistem pendukung keputusan. Diagram hubungan entitas (entity relationship diagram) meliputi form-form user interface sistem, dan fungsi form sistem pendukung keputusan.
3.4.3 Penulisan Kode Program Penulisan kode program antara lain untuk pembuatan sistem pendukung keputusan, perancangan tampilan form-form user interface sistem, dan perancangan fungsi form sistem pendukung keputusan dengan sebelumnya melakukan perancangan database sistem inventory.
3.4.4 Pengujian Program Pengujian dilakukan pada sistem inventory yang sudah diaplikasikan di minimarket. User yang akan ikut menguji sistem pendukung keputusan tersebut antara lain pegawai, supervisor dan pemilik minimarket. Hal yang perlu diperhatikan saat pengujian adalah, apakah sistem tersebut sudah sesuai dengan keinginan user. Sistem pendukung keputusan tersebut dipakai saat akan menentukan keputusan perlunya pembelian suatu barang kepada distributor. Selain sebagai sistem pendukung keputusan, sistem juga digunakan sebagai sistem inventory minimarket.
25
3.4.5 Penerapan Program Penerapan sistem pada tempat penelitian dilakukan untuk melakukan adaptasi daripada sistem terhadap lingkungan yang ada. Dilakukan selama beberapa waktu, untuk mengetahui kinerja dari sistem tersebut.
3.4.6 Pemeliharaan Program Pada saat melakukan pemeliharaan, hal yang dilakukan antara lain prioritas pembelian, berapa jumlah dibeli dan kapan waktu yang tepat untuk pembelian barang. Maintenance sistem dilakukan dua bulan sekali setelah pertama kali sistem diterapkan di minimarket sehingga apabila ditemukan kelemahan dapat segera diperbaiki.
26
DAFTAR PUSTAKA
Turban, E. Decision Support Systems and Intelligent Systems, edisi Bahasa Indonesia jilid 1, Penerbit ANDI, Yogyakarta, 2005 Frederick, H. Wu. 1984. Accounting Information System Theory and Practice. McGraw-Hill Book Company Japan, International Student Edition. Tokyo. Jogiyanto, H.M. 2008. Metodologi Penelitian Sistem Informasi. Andi. Yogyakarta. Kadir, A. 2003, Pengenalan Sistem Informasi, Andi, Yogyakarta. Keen, P.G.W., and Morton, M.S. Scott. (1978). Decision Support Systems: An Organizational Perspective. Reading, MA: AddisonWesley. McLeod, Jr. R. 1995. Sistem Informasi Jilid I. Edisi Bahasa Indonesia. Salemba Empat. Jakarta. Mitra, B. 2004. Manajemen Persediaan. Ekonisia. Yogyakarta. Moore, J.H. (1980). Design of Decision Support Vol.l2. Nos. I and2.
Systems. Database.
Nugroho, B. 2005. Database Relasional dengan MySQL. Informatika. Bandung. Suryadi, K. dan Ramdhani, MA. 1998. Sistem Pendukung Remaja Rosdakarya, Bandung.
Keputusan.
PT
Saaty, T.L. The Hierarchon: A Dictionary of Hierarchies. Forman, Vol. V, AHP Series, 496 pp., RWS Publ., 1993. Yamit, Z. 1993. Manajemen Kuantitatif Untuk Bisnis (Operations Research). BPFE : Yogyakarta.