DESAIN PIT PENAMBANGAN ENDAPAN NIKEL BIJIH LATERIT PADA PT TANJUNG PUTIAH, KEC BAHODOPI, KAB MOROWALI, PROV SULAWESI TENGAH
PROPOSAL TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Meraih Gelar Sarjana (S1) Pada Jurusan Teknik Pertambangan Fakultas Teknik Universitas Pejuang Republik Indonesia
OLEH : MAHMUD AMIN 012 31 003
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN UNIVERSITAS PEJUANG REPUBLIK INDONESIA MAKASSAR 2017
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara yang kaya akan sumber daya alam misalnya
mineral dan batubara. Kekayaan alam yang berupa mineral dan batubara ini, sebagian telah selesai dilakukan eksplorasi dan sebagaian masih dalam proses perijinan maupun masih dalam tahap eksploitasi. Masalah perencanaan tambang merupakan masalah yang kompleks karena merupakan problem geometrik tiga dimensi yang selalu berubah dengan waktu. Pengkajian tahapan penambangan merupakan salah satu bagian penting dalam perencanaan suatu pekerjaan tambang, karena menyangkut aspek teknis suatu proyek penambangan. Aspek teknis meliputi rancangan teknis metode penambangan, kebutuhan alat utama dan pendukung, PT. Tanjung Putiah, adalah perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan nikel dan salah satu kontraktor yang di miliki oleh PT. Bintang Delapan Mineral yang berlokasi di Desa Bahomakmur Kecamatan Bahodopi Kabupaten Morowali Provinsi Sulawesi Tengah. Untuk melakukan proses penambangan itu sendiri, terlebih dahulu harus dilakukan perencanaan tambang agar dapat dipertimbangkan dengan kapasitas yang ada dan menghindari kerugian sampai pada proses berlangsungnya penambangan itu sendiri, karena sifat dari
2
penyebaran kadar ore yang relatif tidak merata. Salah satunya adalah membuat design pit perencanaan
penambangan sebagai acuan dan pegangan sebelum
terjadinya proses penambangan. Sesuai dengan pemaparan di atas, penulis bermaksud mengambil judul tugas akhir tentang : “Design Pit Penambangan Endapan Bijih Nikel Pada PT. TANJUNG PUTIAH, Desa Bahomakmur Kecamatan Bahodopi Kabupaten Morowali Provinsi Sulawesi Tengah.”.
1.2
Identifikasi dan Batasan Masalah 1.2.1. Identifikasi Masalah Adapun Masalahan yang menjadi konsentrasi penulis sebagai berikut:
Nilai stripping ratio daerah penelitian yang belum diketahui.
Bentuk pit penambangan yang sesuai dengan endapan bijih di daerah penelitian.
Jumlah volume overburden yang akan dibongkar berdsarkan hasil pembuatan design pit. 1.2.2. Batasan Masalah Penelitian ini di batasi pada perhitungan nilai stripping ratio, mendesain pit
penambangan serta menentukan jumlah overburden pada daerah penelitian.
1.3
Rumusan Masalah
Adapun masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Berapa nilai stripping ratio daerah penelitian? 2. Bagaimana mendesain pit penambangan yang sesuai dengan bentuk endapan? 3. Berapa jumlah volume overburden yang akan dibongkar?
3
1.4
Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari pelaksanaan Penelitian Tugas akhir ini adalah untuk
mengetahui : 1. Mengetahui Layak tidaknya ore pada daerah
penelitian untuk ditambang
berdasarkan nilai Stripping Ratio. 2. Membuat desain pit penambangan yang sesuai dengan bentuk dan arah penyebaran endapan ore nikel. 3. Mengetahui jumlah volume overburden darihasil pit yang di design.
1.5 Metode Penelitian Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dilakukannya penelitian langsung diPerusahan kemudian dilanjutkan dengan studi pustaka dan menganalisis keduanya untuk mendapatkan penyelesaian masalah sesuai dengan yang diharapkan. Adapun urutan penilaian : 1.5.1
Studi Pustaka Pada tahapan ini dilakukan kajian terhadap literatur yang ada baik dari
Kampus dan laporan-laporan sebelumnya mengenai Desain pit yang mendukung penelitian tugas akhir ini, termasuk informasi yang diperoleh dari media Internet. Kegiatan ini dilakukan selama penelitian berlangsung.
4
1.5.2
Teknik pengambilan data
a. Data Primer Merupakan data - data pokok yang didapatkan dengan cara melakukan penelitian langsung di lapangan dan tanya jawab atau diskusi dengan berbagai pihak yang mengetahui pokok permasalahan mengenai rencana desain penambangan. b. Data Sekunder Pengambilan data sekunder yaitu berupa pengambilan data yang dilakukan tanpa perlu langsung ke lapangan yang berupa data literatur atau buku – buku dari perusahaan diantaranya : data curah hujan, data geologi, morfologi daerah telitian, serta cadangan dan kualitas batubara. c. Tahap Analisa dan Evaluasi Data Data yang didapatkan di lapangan kemudian dianalisa serta dievaluasi untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
5
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Perencanaan Perencanaan adalah penentuan persyaratan dalan mencapai sasaran kegiatan serta urutan teknik pelaksanaan berbagai macam kegiatan untuk mencapai suatu tujuan dan sasaran yang diinginkan. Pada dasarnya perencanaan dibagi atas 2 bagian utama, yaitu:
Perencanaan strategis yang mengacu kepada sasaran secara menyeluruh, strategi pencapaiannya serta penentuan cara, waktu, dan biaya.
Perencanaan operasional, menyangkut teknik pengerjaan dan penggunaan sumber daya untuk mencapai sasaran. Dari dasar perencanaan tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa suatu
perencanaan akan berjalan dengan menggunakan dua pertimbangan yaitu pertimbangan ekonomis dan pertimbangan teknis. Untuk merealisasikan perencanaan tersebut dibutuhkan suatu program-program kegiatan yang sistematis berupa rancangan kegiatan yang dalam perencanaan penambangan disebut rancangan teknis penambangan Rancangan teknis ini sangat dibutuhkan karena merupakan landasan dasar atau konsep dasar dalam pembukaan suatu tambang khususnya tambang bijih nikel.
6
2.2 Cadangan Bijih. Penentuan jumlah cadangan atau jumlah sumberdaya mineral yang memiliki nilai ekonomis atau akan ditambang adalah suatu hal yang pertama harus dikaji, dihitung secara benar sesuai standar perhitungan cadangan yang lazim/berlaku, karena akan berpengaruh terhadap optimalisasi rencana usaha tambang, umur tambang dan hasil yang akan di peroleh. Dalam hal penentuan cadangan bijih Data utama yang diperlukan untuk menentukan taksiran cadangan bijih dapat berupa data geologi, data kadar, data lokasi, peta topografi. Untuk menghitung tonase ore (ton) diperoleh dari hasil kali volume ore (m3) dengan density batuan (ton/m3). Tonase Ore =
Volume x Density .............................................................. (3.1)
Untuk menghitung tonase mineral yang terdapat di dalam ore diperoleh dari hasil kali Tonase ore (ton) dengan Kadar rata – rata. Tonase mineral = Tonase Ore x Krata-rata ................................................... (3.2) 2.3 Pertimbangan Dasar Perencanaan Tambang Dalam suatu perencanaan tambang, khususnya tambang bijih terdapat dua pertimbangan dasar yang perlu diperhatikan, yaitu: 2.3.1
Pertimbangan Ekonomis
Pertimbangan ekonomis ini menyangkut ongkos. Data untuk pertimbangan ekonomis dalam melakukan perencanaan tambang,yaitu:
Nilai (value) dari endapan per ton nikel
7
Ongkos produksi, yaitu ongkos yang diperlukan sampai mendapatkan produk berupa bijih tembaga diluar ongkos stripping.
Ongkos ”stripping of overburden” dengan terlebih dahulu mengetahui “stripping ratio”nya.
Keuntungan yang diharapkan dengan mengetahui “Economic Stripping Ratio”.
Kondisi pasar 2.3.2
Pertimbangan Teknis
Yang termasuk dalam data untuk pertimbangan teknis adalah:
Menentukan “Ultimate Pit Slope (UPS)”
Ukuran dan batas maksimum dari kedalaman tambang pada akhir operasi
Dimensi jenjang/bench
Pemilihan sistem penirisan yang tergantung kondisi air tanah dan curah hujan daerah penambangan.
Kondisi geometrik jalan
Pemilihan peralatan mekanis
Kondisi geografi dan geologi
2.4 Dasar Pemilihan Sistem Penambangan Dengan perkembangan teknologi, sistem penambangan dibagi dalam tiga sistem penambangan yaitu:
Tambang terbuka yaitu sistem penambangan yang seluruh kegiatan penambangannya berhubungan langsung dengan udara luar.
Tambang dalam yaitu sistem penambangan yang aktivitas penambangannya dibawah permukaan atau di dalam tanah.
Tambang bawah air (Under water Mining) 8
2.4.1 Jumlah Tanah Penutup Tanah penutup atau overburden yaitu tanah yang berada di atas lapisan bijih. Sebelum pengambilan bijih, terlebih dahulu tanah penutupnya harus dikupas. Jumlah dari tanah penutup harus diketahui dengan jelas untuk menentukan nilai “Stripping Ratio”. 2.4.2 Jumlah Cadangan Bijih Dari data hasil pemboran dan eksplorasi, dapat diketahui jumlah cadangan bijih yang dapat ditambang (mineable). Dari jumlah bijih tembaga hasil perhitungan cadangan tersebut terdapat standar pengurangan yang digunakan oleh perusahaan sehinggga diperoleh mining recovery.
2.4.3 Batas Penambangan (Pit Limit) dan Stripping ratio Nisbah pengupasan didefinisikan sebagai nisbah dari jumlah material penutup ( waste ) terhadap jumlah material bijih (ore). Pada tambang bijih, nisbah ini biasanya dinyatakan dalam ton waste/ton ore. Di tambang batubara sering dipakai m3 waste/ton batubara. …...............................................(3.3)
2.5 Perancangan Pit Penambangan (Pit Limit Design) 2.5.1
Sudut Lereng
Geometri Jenjang
9
Geometri jenjang terdiri dari tinggi jenjang, sudut lereng jenjang tunggal, dan lebar dari jenjang penangkap (catch bench).
Tinggi jenjang : Biasanya alat muat yang digunakan harus mampu pula mencapai pucuk atau bagian atas jenjang.
Sudut lereng jenjang : penggalian oleh alat gali mekanis seperti loader atau shovel di permukaan jenjang pada umumnya akan menghasilkan sudut lereng antara 60-65 derajat.
Lebar jenjang penangkap : ditentukan oleh pertimbangan keamanan.
Di beberapa tambang terkadang digunakan konfigurasi multi-jenjang (double/triple bench), pada umumnya untuk jenjang yang tingginya 5-8 meter. Dalam hal ini jenjang perangkap dibuat setiap dua atau tiga jenjang. Dalam operasi di pit, pengontrolan sudut lereng biasa dilakukan dengan menandai lokasi pucuk jenjang (cresf) yang diinginkan menggunakan bendera kecil. Operator shovel diperintahkan untuk menggali sampai mangkuknya mencapai lokasi bendera tersebut. Lokasi lubang-lubang tembak dapat pula menjadi pedoman.
2.5.2
Jalan Angkut (Ramp)
2.5.2.1 Letak Jalan Keluar Tambang
Untuk suatu tambang yang baru, penting diperhitungkan dimana letak jalanjalan keluar dari tambang. Biasanya kita ingin akses yang baik ke lokasi pembuangan tanah penutup dan peremuk bijih.
10
Topografi merupakan faktor yang penting. Akan sulit sekali bagi truk untuk keluar dari pit ke medan yang curam. Jalan angkut (ramp) dapat dilihat pada gambar 3.1.
Ramp
Sumber : Solid Modelling In Surpac Vision, 2006 hal 71 Gambar 3.1 Jalan Angkut (Ramp)
2.5.2.2 Lebar Jalan
Tergantung pada lebar alat angkut, biasanya 4 kali lebar truk.
Lebar jalan seperti di atas memungkinkan lalulintas dua arah, ruangan untuk truk yang menyusul, juga cukup untuk selokan dan tanggul pengaman. a). Lebar Jalan Lurus L =n.Wt + (n+1).(0.5.Wt) ……………………………………………… (3.1) L : lebar jalan angkut minimum, (meter) n : jumlah jalur Wt : lebar alat angkut, (meter)
11
Nilai 0,5 pada rumus diatas menunjukan bahwa ukuran aman kedua kendaraan berpapasan adalah sebesar 0,5 wt, yaitu setengah lebar terbesar dari alat angkut yang bersimpangan. Ukuran 0,5 wt juga digunakan untuk jarak dari tepi kanan atau kiri jalan ke alat angkut yang melintasi secara berlawanan. b). Lebar Jalan pada Tikungan Lt = n(U + Fa + Fb + Z) + C ……………………………………………….. (3.2) Z = C= (U + Fa + Fb ) Keterangan : Lt : Lebar jalan angkut pada tikungan, (meter). U : Jarak jejak roda, (meter). Fa : Lebar juntai depan, (meter). Fb: Lebar juntai belakang, (meter). C : Jarak antara alat angkut saat bersimpangan,(meter).
( Ir.Awang Suwandi, 2004 ) Gambar 3.3 Lebar Jalan Angkut Pada Tikungan
Radius Putar Truck Jari-jari tikungan (belokan) berhubungan langsung dengan bentuk dan
kontruksi alat angkut yang digunakan. Penentuan besarnya jari-jari tikungan, rumus yang digunakan adalah :
12
Kemiringan Jalan Super elevasi merupakan kemiringan jalan pada tikungan yang terbentuk
oleh batas antara tepi jalan terluar dengan tepi jalan terdalam karena perbedaan kemiringan.
( Ir.Awang Suwandi, 2004 ) Gambar 3.5 Superelevasi Tikungan Jalan Angkut Berdasarkan teori ankintos D.I.C. pada kondisi jalan kering, nilai super elevasi merupakan harga maksimum yaitu 60 mm/m sedangkan pada kondisi jalan penuh lumpur atau licin, nilai super elevasi terbesar adalah 90 mm/m. kemiringan tikungan tersebut tergantung tajamnya tikungan dan kecepatan maksimal kendaraan yang diijinkan pada waktu melintasi tikungan. Persamaan yang digunakan untuk menghitung superelevasi yaitu: tan α = V2/R.G ………………………………………………………………(3.3) dengan :
13
V : Kecepatan kendaraan saat melewati tikungan R : Radius tikungan G : Gravitasi bumi = 9,8 m/s2
Kemiringan jalan angkut biasanya dinyatakan dalam persen (%) yang dapat dihitung dengan mempergunakan rumus sebagai berikut: Grade (α) = …….. …………………………………………………………....(3.4) Dengan: Δh : Beda tinggi antara dua titik yang diukur Δx : Jarak antara dua titik yang diukur Secara umum kemiringan jalan maksimum yang dapat dilalui dengan baik dan aman oleh alat angkut saat menaiki atau turun dari ketinggian maksimum 8 % - 10%. 3.6.
Ukuran Jenjang (bench dimension) Geometri jenjang mencakup seluruh aspek yang berhubungan dengan
kenampakan visual lereng, yaitu : orientasi lereng, kemiringan lereng, tinggi lereng dan lebar bench. Orientasi lereng menentukan tipe longsoran yang mungkin terjadi. untuk menghitung tinggi kritis jenjang dengan pertimbangan keamanan, maka salah satu ahli mekanika yaitu Taylor merumuskan sebagai berikut: …........................………....…………..…….. (3.4) dimana : Hc = Ketinggian kritis c
= kohesive Shearing Strength (ton/m2)
= Sudut geser dalam
γ
= Berat Jenis Material (ton/m3)
14
Sedangkan untuk perhitungan lebar jenjang, menurut L. Sheyyakov (mining of mineral deposits), lebar jenjang tergantung pada metoda penggalian dan kekerasan material yang ditambang.
Persamaannya untuk material keras adalah: B = N + L + L1 + l2
.....…………………………………………… (3.5)
keterangan : B
= lebar jenjang, m
N = lebar yang dibutuhkan untuk broken material, m L
= jarak antara sisi jenjang dengan rel, 3 – 4 meter
L1 = lebar lori biasanya 1,75-3,00 meter / lebar alat angkut L2 = jarak untuk menjaga agar tidak longsor, biasanya selebar dump truck, m Disini tidak disediakan lebar untuk alat muat / gali karena dianggap alat muat bekerja disamping broken material. Menurut Young ( Elements of Mining ), geometri jenjang untuk pit penambangan, yaitu: a.
Tinggi Jenjang. - Untuk tambang bijih besi antara 20 – 40 ft. - Untuk tambang bijih tembaga 30 – 70 ft - Untuk limestone dapat sampai 200 ft.
15
b.
Lebar jenjang: antara 50 – 250 ft
c.
Kemiringan jenjang: antara 450 – 650.
Permukaan jenjang yang tersingkap paling bawah disebut jenjang dasar (Bench Floor). Lebar jenjang ini adalah jarak antara crest dan toe yang diukur sepanjang permukaan jenjang bagian atas. Lebar bank adalah proyeksi horizontal dari muka jenjan. Terdapat beberapa tipe jenjang.
Sumber : Perencanaan Tambang, Irwandy Arif dan Gatut S. Adisoma, 2002 hal IV11 Gambar 3.7 Penampang Jenjang Kerja
Jenjang kerja adalah suatu jenjang dimana dilakukan proses penambangan lebar yang digali di jenjang kerja ini disebut cut. Lebar jenjang kerja ( WB ) didefinisikan sebagai jarak dari crest pada jenjang dasar ke posisi toe yang baru setelah cut digali (lihat Gambar 3.7).
16
Setelah cut dipindahkan maka akan terlihat sisanya adalah sebagai jenjang pengaman atau jenjang penangkap ( cath bench ) dengan lebar SB. Tujuan pembuatan jenjang penangkap ini adalah : a. Untuk mengumpulkan material yang meluncur dari jenjang yang ada di atasnya. b. Untuk memberhentikan pergerakan boulder yang bergerak ke bawah. Kedua fungsi tersebut dapat di gambarkan pada Gambar 3.8.
Sumber : Perencanaan Tambang, Irwandy Arif dan Gatut S. Adisoma, 2002 hal IV11 Gambar 3.8 Fungsi Jenjang Penangkap
Gambar 3.10
Gambar 3.11
Geometri Jenjang Penangkap ( Call, 1986 )
Sudut Lereng Keseluruhan Dengan Adanya Ramp
Gambar di atas adalah suatu lereng yang terdiri dari 5 jenjang dan 1 ramp (Gambar 3.11) dimana sudut lerengnya dibuat dari garis yang menghubungkan kaki
17
lereng yang paling rendah sampai ke puncak lereng yang paling tinggi sehingga kemiringan lereng keseluruhannya ( overall pit slope ) dapat dihitung sebagai berikut: ....
.............(3.6)
Dimana: n
= jumlah jenjang
BAB III WAKTU DAN TEMPAT PELAKSANAAN
Penelitian akan dilaksanakan pada PT. TANJUNG PUTIAH. Kabupaten Morowali, Kecamatan Bahodopi, Provinsi Sulawesi Tengah, Sedangkan waktu dan rencana kegiatan penelitian akan dilaksanakan selama 1 bulan dimulai Pertengahan SEPTEMBER 2017. Dapat juga disesuaikan dengan jadwal yang diberikan oleh pihak perusahaan.
No
JENIS KEGIATAN
1
Persiapan
2
Pengambilan Data
3
Pengolahan Data
4
Presentasi
SEPTEMBER 2017 1 2 3 4
18
WAKTU KEGIATAN OKTOBER NOVEMBER 2017 2017 1 2 3 4 1 2 3 4
BAB IV PERMOHONAN FASILITAS Untuk dapat mendukung terlaksananya kegiatan penelitian kerja praktek ini, saya sangat harapkan sekiranya dari pihak PT. TANJUNG PUTIAH. dapat menyediakan fasilitas, berupa : 1.
Penginapan / mess selama berada dilokasi
2.
Peralatan, perlengkapan dan akomodasi penunjang dalam kegiatan termasuk didalamnya biaya transportasi selama kegiatan belangsung
3.
Konsumsi
4.
dan lain-lain yang dianggap perlu
BAB V PENUTUP Demikian proposal Tugas Akhir (TA) saya ini, sebagai bahan pertimbangan bagi bapak/ibu agar dapat menerima saya untuk melaksanakan kerja praktek (KP) di PT. TANJUNG PUTIAH. Dan untuk selanjutnya, mohon bimbingan dan arahan dari bapak/ibu dalam pelaksanaan nanti.
19