TUGAS RADIOLOGI
Oleh : Azmi Hanima Azhar, S.Ked 1218011027
Perceptor : dr. Karyanto, Sp.Rad.
KEPANITERAAN KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN RADIOLOGI RSUD DR.H.ABDOEL MOELOEK BANDAR LAMPUNG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2017
PERTANYAAN
:
1. Bagaimana cara pengukuran: a. Foto thorax simetris b. Elongasio aorta c. Hilus d. CTR 2. Jelaskan klasifikasi TB 3. Bagaimana patofisiologi dan gambaran radiologi TB pada anak 4. Sebutkan DD dan gambaran radiologi bayangan opaq/semiopaq pada lapan g paru (min 15) 5. Sebutkan DD dan gambaran radiologi bayangan lucen pada lapangan paru (min 10) 6. Sebutkan organ-organ intraperitoneal dan retroperitoneal 7. Sebutkan indikasi, kontraindikasi, persiapan dan pemeriksaan: a. IVP b. Colon in loop 8. Sebutkan macam-macam lesi metastase pada foto thorax meliputi a. Paru b. Tulang JAWABAN
:
1. Bagaimana cara pengukuran
a. foto simetris Simetris Radiografi toraks dikatakan simetris jika terdapat jarak yang sama antara prosesus spinosus dan sisi medial os clavikula kanan - kiri. Posisi asimetris dapat mengakibatkan gambaran jantung mengalami rotasi dan densitas paru sisi kanan kiri berbeda sehingga penilaian menjadi kurang valid.
b. elongasi aorta lihat ARCUS AORTA bandingkan dengan bagian bawah clavicula N jarak 1-2 cm, <1 cm dikatakan elongation arcus aorta. Untuk Untuk orang tua > 50 tahun, ukur dari garis garis tengah ke lengkung aorta yang paling jauh . Ambil garis tengah, jika > 4 cm arcus aorta
c. hilus Merupakan tempat keluar A & V pulmonalis Cara ukur:
elongatio
Tarik 2 garis sejajar hilus, kemudian tarik garis tegak lurus dengan garis sejajar tadi Dewasa : tidak lebih 16mm.
d. CTR
Normal <50% Rumus : A+B C Keterangan : A : jarak MSP dengan dinding kanan terjauh jantung. B : jarak MSP dengan dinding kiri terjauh jantung. C : jarak titik terluar bayangan paru kanan dan kiri.
ika CTR >0.5 >0.5 maka dikategorikan sebagai Cardiomegaly
2. Sebutkan Klasifikasi TB
A. Indonesia Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA)
1. Tuberkulosis paru BTA(+) adalah:
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif.
Hasil pemeriksaan satu specimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberkolosis aktif.
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positif.
2. Tuberkulosis paru BTA (-) adalah:
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis dan kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif.
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M. tuberculosis.
Berdasarkan tipe pasien
a. Kasus baru Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan. b. Kasus kambuh (relaps) c. Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahah BTA positif atau biakan
positif.Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologi dicurigai lesi aktif / perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan :
Lesi nontuberkulosis (pneumonia, bronkiektasis, jamur, keganasan dll)
TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis yang berkompeten menangani kasus tuberkulosis
d. Kasus drop out Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan > 1 bulan dan tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai. e. Kasus gagal Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau akhir pengobatan. f. Kasus kronik Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang baik g. Kasus bekas Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada ) dan gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat akan lebih mendukung. Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan gambaran radiologi
Pembagian Tuberkulosis menurut WHO didasarkan pada terapi yang terbagi menjadi 4 katergori: a. Kategori I, ditujukan terhadap:
Kasus baru dengan dahak positif
Kasus baru dengan bentuk TB berat
b. Kategori II, ditujukan terhadap:
Kasus kambuh
Kasus gagal dengan dahak BTA positif
c. Kategori II, ditujukan terhadap:
Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas
Kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori I
d. Kategori IV, ditujukan terhadap: TB kronik
Berdasarkan Depkes: klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena a. Tuberkulosis paru Tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru. Tidak termasuk pleura dan kelenjar hilus. b. Tuberculosis ekstra paru Tuberculosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, sperikardium, kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kemih, dan lain-lain
B. Internasional Tuberkulosis paru dibagi menjadi Tuberkulosis anak (infeksi primer) dan tuberkulosis orang dewasa (re-infeksi). A. Tuberkulosis primer : dapat berlokasi dimana saja dalam paru, namun sarang dalam parenkim paru sering disertai oleh pembesaran kelenjar limfe regional (kompleks primer) B. Tuberkulosis sekunder : sarang biasanya di lapangana atas dan segmen apikal lobus bawah, walaupun kadang dapat terjadi juga di lapangan bawah, biasanya disertai pleuritis. Klasifikasi tuberkulosis sekunder menurut American Tuberculosis Association : 1. Tuberkulosis minimal : yaitu luas sarang-sarang yang terlihat tidak melebihi daerah yang dibatasi oleh garis median, apeks, dan iga 2 depan; sarang soliter dapat berada di mana saja tidak harus berada di kavitas atas. Tidak ditemukan adanya lubang. 2. Tuberkulosis lanjut sedang : luas sarang-sarang yang bersifat bercak-bercak tidak melebihi luas satu paru, sedangkan bila ada lubang, diameternya tidak melebihi 4 cm. Jika sifat bayangan sarang-sarang berupa awan yang menjelma menjadi daerah konsolidasi yang homogen, luasnya tidak boleh melebihi luas satu lobus.
3. Tuberkulosis sangat lanjut : luas daerah yang dihinggapi oleh sarang-sarang lebih daripada klasifikasi kedua diatas, atau bila ada lubang-lubang, maka diameter keseluruhan semua lubang melebihi 4 cm.
Ada beberapa cara pembagian kelainan yang dapat dilihat pada foto Roentgen. Salah satu pembagian adalah menurut bentuk kelainan, yaitu : 1. Sarang eksudatif, berbentuk awan-awan atau bercak, yang batasnya tidak tegas dengan densitas rendah 2. Sarang produktif, berbentuk butir-butir bulat kecil yang batasnya tegas dan densitasnya sedang 3. Sarang induratif atau fibrotik, yaitu yang berbentuk garis-garis, atau pita tebal, berbatas tegas dengan densitas tinggi. 4. Kavitas (lubang) 5. Sarang kapur ( kalsifikasi)
Ada beberapa cara pembagian kelainan yang dapat dilihat pada foto Roentgen. Salah satu pembagian adalah menurut bentuk kelainan, yaitu : 6. Sarang eksudatif, berbentuk awan-awan atau bercak, yang batasn ya tidak tegas dengan densitas rendah 7. Sarang produktif, berbentuk butir-butir bulat kecil yang batasnya tegas dan densitasnya sedang 8. Sarang induratif atau fibrotik, yaitu yang berbentuk garis-garis, atau pita tebal, berbatas tegas dengan densitas tinggi. 9. Kavitas (lubang) 10. Sarang kapur ( kalsifikasi)
Yang mulai digunakan di Indonesia adalah : 1. Sarang-sarang berbentuk awan atau bercak-bercak dengan densitas rendah atau sedang dengan batas tidak tegas. Sarang-sarang seperti ini biasanya menunjukkan bahwa proses aktif. 2. Lubang (kavitas); ini selalu berarti proses aktif kecuali bila lubang sudah sangat kecil, yang dinamakan lubang sisa (resicual cavity) 3. Sarang seperti garis-garis (fibrotik) atau bintik-bintik kapur (kalsifikasi) yang biasanya menunjukkan bahwa proses telah tenang.
Kemungkinan penyembuhan : A. Penyembuhan tanpa bekas B. Penyembuhan dengan meninggalkan cacat Sarang baru dapat dinilai sembuh bila setelah jangka waktu sekurang-kurangnya 3 bulan bentuknya sama. Sifat bayangan tidak boleh bercak-bercak, awan atau lubang, melainkan garis-garis atau bintik-bintik kapur. Kemungkinan perburukan : A. Pleuritis B. Penyebaran milier, tampak sarang sekecil 1-2mm atau sebesar kepala jarum, tersebar merata di kedua paru; snow storm appearance. C. Stenosis bronkus D. Timbulnya kavitas
3. Bagaimana Patofisiologi dan gambaran radiologi TB pada anak
Patofisiologi tuberkulosis :
Selain oleh M. tuberculosis dari orang dewasa atau anak lain, anak dapat terinfeksi Mycobacterium bovis dari susu sapi yang tidak dipasteurisasi. Infeksi M. bovis ini umumnya bermanifestasi sebagai TB kelenjar getah bening atau TB usus.
Sebagian besar anak yang terinfeksi M. tuberculosis tidak menjadi sakit selama masa anak ‐anak.Satu‐satunya bukti infeksi mungkin hanyalah tes tuberkulin kulit yang positif.Kemungkinan paling besar anak menjadi sakit dari infeksi M. tuberculosis adalah segera setelah infeksi dan menurun seiring waktu. Jika anak yang terinfeksi menjadi sakit, sebagian besar akan menunjukkan gejala dalam jangka waktu satu tahun setelah infeksi. Namun untuk bayi, jangka waktu tersebut mungkin hanya 6 ‐8 minggu.
Masa inkubasi tuberkulosis yaitu 2-10 minggu sesudah exposure (IDAI, 2008). Proses terbentuknya tuberkulosis primer; Di paru basil yang berkembang biak menimbulkan suatu
daerah radang yang disebut afek/fokus primer dari ghon. Kemudian, basil akan menjalar melalui saluran limfe dan terjadi limfangitis dan akan terjadi limfadenitis regional. Pada lobus atas paru akan terjadi pada kelenjar limfe pada trakheal, sedangkan pada lobus bawah akan terjadi pada kelenjar limfe hiler.
Pada proses tuberkulosis primer pada anak biasa melalui inhalasi. Komplikasi yang sangat mungkin terjadi adalah pleuritis, karena perluasan infiltrat primer ke pleura melalui penyebaran hematogen. Komplikasi lain adalah atelektasis akibat stenosis bronkus karena perforasi kelenjar ke dalam bronkus.
Radiografi dada berguna dalam diagnosis TB pada anak. Gambaran umum radiologi pada TB anak adalah gambaran opaque dalam paru-paru bersama-sama dengan hilus membesar atau kelenjar getah bening subcarinal. Pola milier gambaran opaque pada HIV - anak yang tidak terinfeksi sangat sugestif TB. Pasien dengan gambaran opaque persisten yang tidak membaik setelah antibiotik harus diselidiki untuk TB. Remaja pasien dengan TB memiliki chest x ray berubah mirip dengan pasien dewasa dengan efusi pleura besar dan infiltrat apikal dengan pembentukan rongga menjadi bentuk yang paling umum dari presentasi. Remaja juga dapat mengembangkan penyakit primer dengan adenopati hilar dan runtuhnya lesi terlihat pada chest x ray.
Secara umum gambaran radiologi sugestif Tuberkulosis paru adalah sebagai berikut: a. Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat (visualisasinya selain dengan foto toraks AP, harus disertai foto toraks lateral) b. Konsolidasi segmental/lobar c. Efusi pleura d. Milier e. Atelektasis f. Kavitas g. Kalsifikasi dengan infiltrat h. Tuberkuloma
Pada TB paru anak, ciri radiografi adalah berukuran relatif lebih besar dan pentingnya limfadenopati dibandingkan dengan ukuran yang kurang signifikan pada fokus parenkim. Adenopati selalu hadir dengan tuberkulosis pada anak, tetapi tidak dapat dilihat oleh radiograf polos ketika temuan paru lainnya muncul. Kebanyakan kasus TB paru pada anak, infiltrat ringan parenkim dan limfadenopati resolusi secara spontan, radiografi dada tetap normal, dan anak tanpa gejala. Pada beberapa anak, kelenjar getah bening hilus dan mediastinum terus membesar dan dapat segera terlihat pada rontgen dada. Sumbatan sebagian bronkus yang disebabkan oleh kompresi eksternal dari node membesar dapat menyebabkan terperangkapnya udara, hiperinflasi, dan bahkan emfisema. Nodus yang menempel dan menyusup ke dinding bronkus, caseum mengisi lumen menyebabkan obstruksi lengkap. Hal ini menyebabkan atelektasis yang biasanya melibatkan distal segmen lobar ke lumen terhambat. Yang dihasilkan bayangan radiografi biasanya disebut runtuhnya-konsolidasi atau lesi segmental. Temuan ini mirip dengan yang disebabkan oleh aspirasi benda asing; pada dasarnya, kelenjar getah bening bertindak sebagai benda asing. Beberapa lesi segmental di lobus yang berbeda dapat terlihat pada 25% anak-anak.
Gambar Chest x-ray pada anak denganTB paru primer
Temuan radiografi lainnya terjadi pada beberapa pasien. Kadang-kadang, anak-anak memiliki gambaran lobar pneumonia tanpa muncul gambaran limfadenopati. Jika infeksi semakin destruktif, pencairan parenkim paru menyebabkan pembentukan rongga tuberkulosis berdinding tipis primer. Jarang lesi bulosa terjadi di paru-paru yang mengarah ke pneumothorax. Pembesaran kelenjar getah bening subcarinal menyebabkan kompresi esofagus, dan jarang fistula bronchoesophageal. Sebuah tanda tuberkulosis subcarinal adalah splaying horizontal bronkus mainstem.
Perbedaan TB paru anak dengan dewasa:
a. TB pada anak lokasinya pada setiap bagian paru, sedangkan pada dewasa didaerah apeks dan infraclavicular b. Terjadi pembesaran kelenjar limfe regional sedangkan pada dewasa tanpa pembesaran kelenjar limfe regional c. Penyembuhan dengan perkapuran sedangkan pada dewasa dengan fibrosis d. Lebih banyak terjadi penyebaran hematogen, pada dewasa jarang Perbedaan tuberkulosis primer (TB anak) dengan tuberkulosis sekunder (TB dewasa/reinfeksi) antara lain, dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
TB primer
TB sekunder
(TB anak)
(TB dewasa)
Lokasi
Dapat di semua bagian paru Apeks dan infra klavikuler
Kelenjar limfe regional
Membesar
Tidak
Penyembuhan
Perkapuran
Fibrosis
Penyebaran Hematogen
Sering
Jarang
4. Apa diagnosis banding bayangan opaque-semiopaque pada lapangan paru dan bagaimanakah gambaran radiologis-nya?
NO.
DIAGNOSA BANDING
GAMBARAN RADIOLOGIS
1.
Atelektasis
Bayangan lebih suram (densitas tinggi) pada bagian paru, baik lobaris, segmental, atau seluruh paru, dengan penarikan mediastinum kearah atelektasis, sedangkan diafragma tertarik keatas dan sela iga menyempit.
2.
Pneumonia alveolar
Bayangan perselubungan homogeny berdensitas tinggi pada non segmental atau segmental, lobus paru, atau pada sekumpulan segmen lobus yang berdekatan, berbatas tegas. Air bronchogram biasanya ditemukan diantara daerah konsolidasi.
3.
Pneumonia interstitial
Gambaran bronchial cuffing, yaitu penebalan dan edema pada dinding bronkiolus. Corakan bronkovaskular meningkat, hiperaerasi, bercak-bercak infiltrat dan efusi pleura juga dapat ditemukan.
4.
Schwarte
Garis-garis densitas tinggi yang tidak teratur (fibrosis) atau kalsifikasi, selain itu sinus kostofrenikus menjadi tumpul, biasanya terjadi di lapangan paru bagian bawah, tetapi juga dapat terjadi dipuncak paru, tidak segmental.
5.
Abses paru
Satuatau multi kavitas berdinding tebal, dapat pula ditemukan permukaan udara dan cairan di dalamnya.Bayangan dengan batas tidak tegas (irreguler), dinding granulomatous/radang/jaringan atelektasis, bila berhubungan dengan bronkus air fluid level (+), sering dekat dengan permukaan pleura (fistula bronchopleura).
6.
Sindrom Loffler
Bayangan kurang opak, dapat satu atau ganda, unilateral atau bilateral. Tipe bayangan tersebut menempel ( patchy in type) biasanya kurang berbatas tegas. Densitas homogen biasanya perifer dan cepat berubah.
7.
Pneumonia rheumatik
Densitas berkabut, biasanya di daerah parahiler dan di lapangan tengah paru. Bayangan ini dapat menyatu atau bercak yang tidak rata dan acap kali berhubungan dengan perubahan basal menunjukkan kongesti paru.
8.
Bronkitis kronik
Bronkitis kronis golongan ringan: corakan peribronkial yang ramai/bertambah di bagian basal paru oleh penebalan dinding bronkus dan peribronkus. Bronkitis kronis golongan sedang juga disertai emfisema, sedangkan bronkitis kronis golongan berat ditemukan hal-hal tersebut diatas dan disertai cor pulmonale (komplikasi bronkitis kronis).
9.
Efusi pleura
Perselubungan homogen menutupi struktur paru bawah yang biasanya relative radioopak dengan permukaan atas cekung ,berjalan dari lateral atas kearah medial bawah. Jaringan paru akan terdorong kearah sentral/hilus dan kadang mendorong mediastinum kearah kontralateral.
10.
Mesotelioma (tumor Bayangan padat pada lapangan paru, dengan permukaan yang pleura) bergelombang ( globulated) dan pembesaran kelenjar hilus.
11.
Mediastinitis
Pelebaran mediastinum dengan densitas bertambah.
12.
Tuberkulosis aktif
paru
Bercak berawan disertai kavitas pada kedua lapangan paru.
13.
Tuberkulosis lama aktif
paru
Bercak berawan pada kedua lapangan paru atas yang disertai kavitas, bintik-bintik kalsifikasi, garis fibrosis yang menyebabkan retraksi hilus ke atas.
14.
Tuberkulosis lama tenang
paru
Bintik-bintik kalsifikasi serta garis fibrosis pada kedua lapangan paru atas.
15.
Tuberkulosis miliar
16.
Hamartoma
Nodul berbentuk bulat atau bergelombang ( globulated ) dengan batas yang tegas. Biasanya <4 cm dan sering mengandung kalsifikasi berbentuk bercak-bercak garis atau gambaran pop corn.
17.
Tumor paru
Perselubungan homogen yang berbatas tegas pada daerah paru.
Bercak-bercak granuler pada seluruh lapangan kedua paru
18.
Metastasis paru
Gambaran bayangan bulat berukuran beberapa milimeter sampai beberapa centimeter, tunggal (soliter) atau ganda (multiple), batas tegas yang sering disebut coin lesion pada kedua lapangan paru. Bayangan tersebut dapat mengandung bercak kalsifikasi. Dapat juga terdapat pembesaran kelenjar mediastinum, penekanan trakea, bronkovaskular kasar unilateral atau bilateral atau gambaran garis-garis berdensitas tinggi halus seperti rambut.
19.
Bronkopneumonia
20.
Edema paru
Perselubungan atau perbercakan di 2/3 medial (perihilar) kedua paru (bilateral) yang memberikan gambaran “bat wings appearance”.
21.
Hidropneumotoraks
Perselubungan homogen pada bagian basal paru yang menutupi sinus, diafragma, serta batas jantung disertai hiperlusen avaskuler pada bagian atasnya yang meberikan gambaran air fluid level (+). Jantung sulit dinilai.
Bercak infiltrat pada lapangan bawah/tengah paru.
22.
Asbestosis plak
23.
Hyalin membran Lesi granuler yang merata di seluruh paru, ukuran paru disease (HMD) mengecil, batas pembuluh darah tidak jelas, dan toraks berbentuk bel. Pada kasus lebih berat didapatkan bayangan paru lebih radioopak, adanya air bronkogram, dan batas jantung dan mediastinum yang tidak jelas, kadang-kadang diperoleh gambaran ground glass appearance. Pada keadaan paling berat ditemukan gambaran white lung.
24.
Sindrom mekonium
aspirasi
Bayangan berdensitas tinggi bentuk dapat berupa garis-garis tipis, bercak noduler dengan ukuran beberapa milimeter (12mm), sampai beberapa centimeter atau perselubungan paru menyerupai radang paru, kadang disertai pembesaran hilus. Biasanya terjadi di lapangan paru bawah, terutama paru kiri sekitar parakardial yang menutupi jantung kiri.
Bercak-bercak tersebar di kedua paru, kadang disertai atelektasis.
25.
Empiema
Tampak pemisahan pelura parietal dan viseral (pleura split) dan kompresi paru.
5. Apa diagnosis banding bayangan lusen pada lapangan paru dan bagaimanakah gambaran radiologis-nya?
NO. DIAGNOSA BANDING Emfisema 1.
GAMBARAN RADIOLOGIS Toraks berbentuk silindrik. Bayangan paru lebih radiolusen pada seluruh paru atau lobaris ataupun segmental, corakan jaringan paru tampak lebih jelas, vascular paru yang relative jarang. Diafragma letak rendah dengan bentuk yang datar dan peranjakan yang berkurang. Jantung ramping, sela iga melebar.
2.
Bronkiektasis
Bronkovaskular yang kasar yang umumnya terdapat di lapangan bawah paru, atau gambaran garis-garis translusen yang panjang menuju ke hilus dengan bayangan konsolidasi sekitarnya akibat peradangan sekunder, kadang-kadang juga bisa berupa bulatan-bulat antranslusen yang sering dikenal sebagai gambaran sarang tawon (honey comb appearance). Bulatan-bulatan ini dapat berukuran besar (diameter 110cm) yang berupa kista-kista translusen dan kadangkadang berisi cairan (air fluid level) akibat peradangan sekunder.
3.
Pneumotoraks
Bayangan radiolusen yang tanpa struktur jaringan paru (avascular pattern) dengan batas paru berupa garis radioopak tipis berasal dari pleura viseral. Jika pneumotoraks luas, akan menekan jaringan paru kearah hilus atau paru menjadi kuncup/kolaps di daerah hilus dan mendorong mediastinum kearah kontralateral. Sela iga menjadi lebih lebar.
4.
Flail chest
Bayangan udara yang terlihat akibat kontusio paru. Gambaran fraktur kosta yang multipel.
5.
Kista Paru
6.
Emboli Pulmo
Tampak hilus normal, corakan paru bertambah, rongaluscen/opak berdinding tipis reguler, soliter/multipel di kedua lapang paru
Adanya Westermark’s sign dari perfusi yang berkurang pada daerah paru 7.
COPD
Thoraks berbentuk silindrik, diafragma letak rendah dengan bentuk datar, bayangan lebih radiolusen, sela iga melebar, gambaran fibrosis dan vaskular paru relatif jarang; corakan jaringan paru tampak lebih jelas.
8.
Bula emfisematus
CXR – terdapat area fokal dengan gambaran radioluscent yang dapat dilihat dengan jelas karena dilapisi oleh sebuah dinding tipis. Fluid level memungkinkan adanya infeksi di dalam bula. Karakteristik dalam foto thoraks lain ialah paru yang hiperekspansi dengan pendataran kedua hemidiafragma.
9.
Idiopatik hiperluscent
Emfisema dengan hipoplasi arteri pulmonalis dan gambaran bronkiektasis; tanpa penambahan ukuran paru.
10.
Stenosis pulmonary
Bayangan radiolusen pada bagian aorta karena terjadinya ppengecilan aorta serta arteri pulmonalis menonjol. Pembuluh darah paru-paru berkurang dan tampak kecilkecil.
6. Sebutkan organ-organ retroperitoneal dan intraperitoneal?
Istilah intraperitoneal dan retroperitoneal dipergunakan utuk melukiskan hubungan berbagai organ dengan peritoneum yang meliputinya. Sebuah organ dikatakan intraperitoneal kalau hampir seluruh organ tersebut diliputi oleh peritoneum visceral. Gaster, jejunum, ileum, dan lien merupakan contoh organ-organ intraperitoneal. Organ-organ retroperitoneal terletak dibelakang peritoneum dan
hanya sebagian
diliputi oleh peritoneum visceral. Prankreas , colon asendens, dan colon desendent merupakan contoh organ retroperitoneal 1) Organ-organ intraperitoneal: SALTD SPRSS
S: Stomach (Gaster)
A: Apendiks
L: Liver/Hepar
T: Tranverse Colon
D: Duodenum
S: Small Intestine
P: Pankreas (tail)
R: Rektum (only the upper 3 rd)
S: Sigmoid Colon
S: Spleen (Lien)
2) Organ-organ intraperitoneal: SAD PUCKER
S: Suprarenal glands (Kelenjar adrenal)
A: Aorta dan Vena Cava Inferior
D: Duodenum (all but the 1 st part)
P: Pankreas (all but tail)
U: Ureter dan Vesika Urinaria
C: Colon (Ascenden dan descenden)
K: Kidneys (Ginjal)
E: Esofagus
R: Rektum (Lower tow-third)
7. Bagaimanakan
persiapan,
indikasi,
kontraindikasi
dan
pelaksanaan
pemeriksaan: a. IVP
Intra Venous Pyelography No
Indikasi
Kontraindikasi
1
Batu Saluran Kencing
Alergi cat kontras
2
Infeksi ginjal kronis
Gangguan fungsi ginjal - ureum > 60 mg % - kreatinin > 2 mg %
3
Kelainan kongenital
Infeksi akut saluran kencing
4
Trauma abdomen
Pasien memiliki kelainan atau penyakit jantung
5
Hematuri
Pasien dengan riwayat atau dalam serangan
6
BPH
jantung
7
Disuria
Retensi cairan berlebihan
8
Tumor ginjal
DM parah/tidak terkontrol
9
Check up, o.k sakit pinggang yang lama
Penyakit hepar lanjut
Persiapan :
Pemeriksaan ureum kreatinin
ureum maksimum 60 mg %
kreatinin maksimum 2 mg %
Malam sebelum pemeriksaan pasien diberi laxantia (pencahar) untuk membersihkan kolon dari feses yang menutupi daerah ginjal.
Persiapan Pasien Pasien makan bubur kecap saja sejak 2 hari (48 jam) sebelum pemeriksaan
BNO-IVP dilakukan. Pasien tidak boleh minum susu, makan telur serta sayur-sa yuran yang berserat. Jam 20.00 pasien minum garam inggris (magnesium sulfat), dicampur 1 gelas
air matang untuk urus-urus, disertai minum air putih 1-2 gelas, terus puasa. Selama puasa pasien dianjurkan untuk tidak merokok dan banyak bicara guna
meminimalisir udara dalam usus. Jam 08.00 pasien datang ke unit radiologi untuk dilakukan pemeriksaan, dan
sebelum pemeriksaan dimulai pasien diminta buang air kecil untuk mengosongkan blass. Yang terakhir adalah penjelasan kepada keluarga pasien mengenai prosedur
yang akan dilakukan dan penandatanganan informed consent.
Persiapan Media Kontras
Media kontras yang digunakan adalah yang berbahan iodium, dimana jumlahnya disesuaikan dengan berat badan pasien, yakni 1-2 cc/kg berat badan.
Persiapan Alat dan Bahan
Wings needle No. 21 G (1 buah)
Spuit 20 cc (2 buah)
Kapas alcohol atau wipes
Plester
Marker R/L dan marker waktu
Media kontras Iopamiro (± 40 – 50 cc)
Obat-obatan emergency (antisipasi alergi media kontras)
Baju pasien
Tourniquet
Pelaksanaan :
Pasien diminta untuk mengosongkan kandung kemih
Dilakukan foto BNO
Injeksi kontras intravena (setelah cek tensi dan cek alergi)
Beberapa saat setelah injeksi dapat terjadi flushing, rasa asin di lidah, sakit kepala ringan, gatal, mual/muntah
Jenis kontras yang digunakan :
tonik
: contohnya urografin
non tonik
: lapanero, ultravist, omnipaque
Pengambilan foto serial Sebaiknya segera setelah pasien disuntikkan kontras, kedua ureter di bendung, baru dibuat foto serial.
menit ke-5 : menilai nefrogram dan pelviocalices system (pcs)
menit ke-15
: menilai pcs sampai dengan kedua ureter
menit ke-30
: menilai uretrerovesico juntion
menit ke-45
: menilai vesika urinaria dan funf=gsi voiding (fungsi
pengosongan kandung kencing), yaitu melihat kontraksi otot-otot vesika urinaria. Prosedur Pemeriksaan BNO-IVP Lakukan pemeriksaan BNO posisi AP, untuk melihat persiapan pasien Jika persiapan pasien baik/bersih, suntikkan media kontras melalui intravena 1 cc saja,
diamkan sesaat untuk melihat reaksi alergis. Jika tidak ada reaksi alergis penyuntikan dapat dilanjutkan dengan memasang alat
compressive ureter terlebih dahulu di sekitar SIAS kanan dan kiri Setelah itu lakukan foto nephogram dengan posisi AP supine 1 menit setelah injeksi
media kontras untuk melihat masuknya media kontras ke collecting sistem, terutama pada pasien hypertensi dan anak-anak. Lakukan foto 5 menit post injeksi dengan posisi AP supine menggunakan ukuran film
24 x 30 untuk melihat pelviocaliseal dan ureter proximal terisi media kontras. Foto 15 menit post injeksi dengan posisi AP supine menggunakan film 24 x 30
mencakup gambaran pelviocalyseal, ureter dan bladder mulai terisi media kontras Foto 30 menit post injeksi dengan posisi AP supine melihat gambaran bladder terisi
penuh media kontras. Film yang digunakan ukuran 30 x 40.
Setelah semua foto sudah dikonsulkan kepada dokter spesialis radiologi, biasanya
dibuat foto blast oblique untuk melihat prostate (umumnya pada pasien yang lanjut usia). Yang terakhir lakukan foto post void dengan posisi AP supine atau erect untuk
melihat kelainan kecil yang mungkin terjadi di daerah bladder. Dengan posisi erect dapat menunjukan adanya ren mobile (pergerakan ginjal yang tidak normal) pada kasus pos hematuri.
b. Colon in Loop
Colon in loop: No Indikasi
Kontraindikasi Ileus paralitik
Untuk melihat adanya kelainan pada colon : Perforasi usus Colitis : Peradangan / Imflamasi Peritonitis pada mucosa colon. Ileus obstruktif lama (>8 jam) Polyp,lesi,tumor,carcinoma. Diverticulitis. Megacolon. Invaginasi yaitu masuknya lumen Infeksi akut saluran cerna usus bagian proximal ke dalam Kolitis berat, dimana dinding abdomen lumen usus bagian lebih distal yang diameternya lebih besar, menjadi sangat tipis dan ditakutkan terjadi pemeriksaan ini dilakukan pada perforasi pasien anak-anak, sifatnya sebagai KU pasien yang jelek tindakan terapi. General Check up
Kesimpulan: Kontra-indikasi, tidak boleh dilakukan saat perdarahan intestinal aktif, adanya perforasi (usus bocor), diarrhea profuse/berlebihan, atau panas tinggi.
Teknik pemeriksaan Colon in Loop adalah teknik pemeriksaan secara radiologis dari usus besar dengan menggunakan media kontras. Tujuan pemeriksaan Colon in Loop adalah untuk mendapatkan gambaran anatomis dari colon sehingga dapat membantu menegakkan diagnosa suatu penyakit atau kelainan-kelainan pada colon.
Persiapan dalam prosedur Colon in Loop: a. Persiapan Pasien
1) Tujuan persiapan pasien sebelum dilakukan pemeriksaan Colon in Loop adalah untuk membersihkan colon dari feases, karena bayangan dari feases dapat mengganggu gambaran dan menghilangkan anatomi normal sehingga dapat memberikan kesalahan informasi dengan adanya filling defect. 2) Prinsip dasar pemeriksaan Colon in Loop memerlukan beberapa persiapan pasien, yaitu : o
Mengubah pola makanan pasien
o
Makanan hendaknya mempunyai konsistensi lunak, rendah serat dan rendah lemak untuk menghindari terbentuknya bongkahan-bongkahan tinja yang keras (48 jam sebelum pemeriksaan)
o
Minum sebanyak-banyaknya
o
Absorbi air terbanyak terjadi pada kolon, denganpemberian air minum yang banyak dapat menjaga tinja selalu dalam keadaan lembek
o
Pemberian obat pencahar
o
Apabila kedua hal diatas dijalankan dengan benar, maka pemberian obat pencahar hanya sebagai pelengkap saja. Pencahar mutlak diberikan pada pasien dengan keadaan : rawat baring yang lama, sambelit kronis, orang tua (18 jam sebelum pemeriksaan dan 4 jam sebelum pemeriksaan)
o
Seterusnya puasa sampai pemeriksaan agar kolon kosong sehingga gambaran anatomi dari kolon terlihat dengan jelas
o
30 menit sebelum pemeriksaan pasien diberi sulfas atrofin 0,25 – 1mg/oral untuk mengurangi pembentukan lendir
o
15 menit sebelum pemeriksaan pasien diberi injeki obat yang menunkan peristaltic usus sehingga saat mamasukan barium tidak dikeluarkan kembali.
b.
Persiapan Alat dan Bahan
1) Persiapan alat pada pemeriksaan Colon in Loop, meliputi : o
Pesawat x – ray siap pakai
o
Kaset dan film sesuai dengan kebutuhan
o
Marker
o
Standar irigator dan irigator set lengkap dengan kanula rectal .
o
Vaselin atau jelly
o
Sarung tangan
o
Penjepit atau klem
o
Kassa
o
Bengkok
o
Apron
o
Plester
o
Tempat mengaduk media kontras
2) Persiapan bahan o
Media kontras, yang sering dipakai adalah larutan barium dengan konsentrasi antara 12-25% W/V untuk kontras tunggal dan 70 – 80 % W/V (Weight /Volume) untuk kontras ganda. Banyaknya larutan (ml) tergantung pada panjang pendeknya colon, kurang lebih 600 – 800 ml
o
Air hangat untuk membuat larutan barium
o
Vaselin atau jelly, digunakan untuk menghilangi rasa sakit saat kanula dimasukkan kedalam anus.
Dua hari sebelum dilakukan pemeriksaan colon inloop, pasien diberitahu untuk melakukan persiapan yang nantinya akan membantu kelancaran pelaksanaan pemeriksaan. Hari Pertama: Pagi : Makan bubur kecap + telur rebus 2 biji + minum air banyak. Siang : Makan bubur kecap + telur rebus 1 biji + minum air banyak. Malam : Makan bubur kecap + telur rebus 1 biji + minum air banyak.
Pukul 24.00 WITA masukkan dulcolax melalui lubang dubur 1 biji. Hari Kedua: Pagi
o
-
:
Makan bubur kecap + telur rebus 1 biji + minum air banyak.
Siang :
-
Makan bubur kecap + telur rebus 1 biji + minum air banyak.
Pukul 20.00 WITA minum 1 botol fleet phosphosoda dibagi dalam 3 dosis. (15 ml fleet
phosphosoda + 1 gelas air 240 ml). -
3 gelas ini diminum habis dalam waktu 20 menit.
-
Selanjutnya pasien puasa sampai selesai di foto.
-
Pukul 05.00 WITA masukkan dulcolax melalui lubang dubur 1 biji.
-
Pukul 06.00 WITA pasien di klisma tinggi (untuk pasien di opname).
-
Pukul 07.00 WITA pasien datang ke bagian radiologi untuk di foto ( dalam keadaan
puasa).
Pelaksanaan :
Satu hari sebelum peneriksaan pasien makan bubur kecap
Jam 20.00 makan malam terakhir
Jam 22.00 pasien makan garam inggris (MgSO4) dan mulai puasa
Boleh minum, maksimal 100 cc sampai jam 12 malam
Mengurangi bicara dan merokok untuk menghindari penumpukan udara dalam seluruh traktus gastrointestinal
Pasien rawat inap boleh diberikan lavement
8. Sebutkan macam-macam lesi metastase pada thoraks (paru dan tulang)
a. Cysric pulmonary metastases : morfologi atipik dari metastasis pulmo, yang mana lesi bermanifestasi sebagai lesi kistik yang berjauhan. Cystic pulmonary metastases merupkana tumor primer dari colorectal cancer, endometrial stromal carcinoma dan epiteloif cell carcinoma b. Cannonball metastases : metastasis pulmo yang ditandai dengan gambaran lesi besar, berbatas tegas dan bulat, yang tampak seperti gambaran cannon ball atau envolee de ballons yang artinya balon. Cannon ball metastases merupakan tumor primer dari : renal cell carcinoma, choriocarcinoma dan prostat cancer, synovial carcinoma dan endometrial carcinoma. c. Cavitating pulmonary metastases : metastases yang menggambarkan kavitasi, mirip dengan tipe metastase kistik, tetapi strukturnya lebih tebal. Tumor primer nya meliputi cervical transitional cell carcininoma
Cavitating Pulmonary Metastasis
cancer pancreatic
adenocarcinoma dan
Cannon ball pulmonary metastases
d. Coin lesion : lesi pulmoner soliter berbentuk bundar, oval berbatas tegas dengan ukuran 1-5 cm.
B. Metastases tulang Lytic bone metastases Sclerotic bone metastases Mixed lytic and sclerotic bone lesion Expansile bony lesion Solitary sclerotic bone lesion