21 " Integrasi Nasional
Integrasi Nasional
Makalah
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mandiri
Mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
Dosen: Dr.H. Elon Suklani, M.Pd
Disusun Oleh :
Wulan Marlina (1608105076)
Kelas/Semester : B/II
JURUSAN TADRIS MATEMATIKA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH & KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SYEKH NURJATI CIREBON
KEMENTRIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
2017
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb
Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Illahi Rabbi, sholawat serta salam semoga dicurahkan kepada nabi besar kita Nabi Muhammad saw, keluarganya, sahabatnya, dan para pengikutnya yang selalu taat dan patuh terhadap ajaran yang dibawa oleh Rasullullah saw hingga akhir zaman.
Alhamdulillah, berkat izin dan pertolongan dari Allah SWT, saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Penulisan laporan ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu tugas mandiri mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
Pada kesempatan kali ini, saya ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan laporan ini dan semoga mendapat balasan pahala yang berlipat ganda dari Allah swt. Amin.
Saya menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, mengingat keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang saya miliki. Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan adanya kritik dan saran yang sifatnya membangun terhadap penulisan makalah ini.
Akhirnya saya berharap, mudah-mudahan makalah ini bermanfaat dan bisa dimanfaatkan, khususnya bagi saya dan umumnya bagi semua pihak yang berkepentingan. Semoga Allah swt meridhoi atas segala usaha hamba-Nya. Amin.
Cirebon, 18 Mei 2017
Penyusun Wulan Marlina
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 1
BAB I PENDAHULUAN 3
1.1 Latar Belakang 3
1.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Tujuan Pembahasan 4
BAB II LANDASAN TEORI 5
BAB III PEMBAHASAN 9
3.1 Pengertian Integrasi Nasional dan Pluralitas Masyarakat Indonesia 9
3.2 Pentingnya Integrasi Nasional 11
3.3 Faktor yang mempengaruhi integrasi nasional dan potensi konflik 12
3.4 Strategi Integrasi 15
3.5 Syarat Integrasi 16
3.6 Peran Pemerintah dan Masyarakat dalam Mewujudkan Integrasi Nasional 17
BAB IV KESIMPULAN 18
4.1 Simpulan 18
DAFTAR PUSTAKA 21
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masalah integrasi nasional merupakan persoalan yang dialami hampir semua negara, terutama negara-negara yang usianya masih relatif muda dalam membangun negara bangsa (nation state), ikatan antara kelompok-kelompok yang berbeda dalam negara masih rentan dan mudah tersulut untuk terjadinya pertentangan antarkelompok. Disamping itu, masyarakat di negara berkembang umumnya memiliki ikatan primordial yang masih kuat. Kuatnya ikatan primordial menjadikan masyarakat lebih terpancang pada ikatan-ikatan primer yang lebih sempit seperti ikatan keluarga, ikatan kesukuan, ikatan sesama pemeluk agama, dan sebagainya. Dengan demikian, upaya mewujudkan integrasi nasional yang notabene mendasarkan pada ikatan yang lebih luas dan melewati batas-batas kekeluargaan, kesukuan, dan keagamaan menjadi lebih sulit diwujudkan. Hal ini disebabkan karena mendirikan negara berarti menyatukan orang-orang dengan segala perbedaan yang ada menjadi satu entitas kebangsaan yang baru menyertai berdirinya negara tersebut. Begitu juga negara Indonesia yang usianya masih relatif muda, sejak proklamasi kemerdekaan sampai sekarang, negara Indonesia masih menghadapi persoalan bagaimana menyatukan penduduk Indonesia yang didalamnya terdiri atas berbagai macam suku, pemeluk agama yang berbeda-beda, bahasa daerah yang beranekaragam, serta memiliki kebudayaan daerah yang berbeda satu sama lain, untuk menjadi satu entitas baru yang dinamakan bangsa Indonesia.
Pengalaman menunjukkan bahwa dalam perjalanan membangun kehidupan bernegara ini, kita masih sering dihadapkan pada kenyataan adanya konflik antar kelompok dalam masyarakat, baik konflik yang berlatar belakang kesukuan, konflik antarpemeluk agama, konflik karena kesalahpahaman budaya, dan semacamnya. Hal itu menunjukkan bahwa persoalan integrasi nasional Indonesia sejauh ini masih belum tuntas, perlu terus dilakukan pembinaan, walaupun harus juga disadari bahwa integrasi nasional dalam arti sepenuhya tidak mungkin terwujudkan, dan konflik diantara sesama warga bangsa tidak dapat dihilangkan sama sekali.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat di kemukakan rumusan masalah sebagai berikut:
Jelaskan apa yang dimaksud integrasi nasional dan pluralitas masyarakat Indonesia?
Apa pentingnya integrasi nasional
Jelaskan faktor yang mempengaruhi integrasi nasional dan potensi konflik dalam masyarakat Indonesia?
Bagaimana strategi integrasi nasional?
Apa syarat integrasi nasional?
Apa peran pemerintah dan masyarakat dalam mewujudkan integrasi nasional?
1.3 Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini antara lain :
Mengetahui pengertian Integrasi Nasional dan pluralitas masyarakat Indonesia
Mengetahui pentingnya Integrasi Nasional
Mengetahui faktor yang mempengaruhi integrasi nasional dan potensi konflik dalam masyarakat Indonesia
Mengetahui strategi Integrasi Nasional
Mengetahui syarat Integrasi Nasional
Mengetahui peran pemerintah dan masyarakat dalam mewujudkan Integrasi Nasional
BAB II
LANDASAN TEORI
Integrasi nasional adalah upaya menyatukan seluruh unsur suatu bangsa dengan pemerintah dan wilayahnya (Saafroedin Bahar, 1998). Mengintegrasikan berarti membuat untuk atau menyempurnakan dengan jalan menyatukan unsur-unsur yang semula terpisah-pisah. Menurut Howard Wrigins (1996), integrasi berarti penyatuan bangsa-bangsa yang berbeda dari suatu masyarakat menjadi suatu keseluruhan yang lebih utuh atau memadukan masyarakat-masyarakat kecil yang banyak menjadi satu bangsa. Jadi, menurutnya, integrasi bangsa dilihatnya sebagai peralihan dari banyak masyarakat kecil menjadi satu masyarakat besar.
Menurut beberapa ahli bahwa integrasi memiliki pengertian yaitu sebagai berikut:
Howard Wriggins
Howard Wriggins (1996) menyebut ada lima pendekatan atau cara bagaimana para pemimpin politik mengembangkan integrasi bangsa. Kelima pendekatan yang selanjutnya disebut sebagai faktor yang menentukan tungkat integrasi suatu negara adalah:
Adanya ancaman dari luar.
Gaya politik kepemimpinan.
Kekuatan lembaga-lembaga politik.
Ideologi nasional.
Kesempatan pembangunan ekonomi.
Myron Weiner
Myron Weiner 1971 memberikan lima definisi mengenai integrasi seperti berikut ini:
Integrasi menunjuk pada proses penyatuan berbagai kelompok budaya dan sosial dalam satu wilayah dan prosen pembentukan identitas nasional, membangun rasa kebangsaan dengan cara menghapus kesetiaan pada ikatan-ikatan yang lebih sempit.
Integrasi menunjuk pada masalah pembentukan wewenang kekuasaan nasional pusat diatas unit-unit sosial yang lebih kecil yang beranggotakan kelompok-kelompok sosial budaya masyarakat tertentu.
Integrasi menunjuk pada masalah menghubungkan antara pemerintah dengan yang diperintah. Mendekatkan perbedaan-perbedaan mengenai aspirasi dan nilai pada kelompok elit dan massa.
Integrasi menunjuk pada adanya konsensus terhadap nilai yang minimum yang diperlukan dalam memelihara tata tertib sosial.
Integrasi menunjuk pada penciptaan tingkah laku yang terintegrasi dan yang diterima demi mencapai tujuan bersama.
Sejalan dengan definisi tersebut, Myron Weiner membedakan lima tipe integrasi, yaitu integrasi nasional, integrasi wilayah, integrasi nilai, integrasi elit-massa, dan integrasi tingkah laku (tindakan integratif). Integrasi merupakan upaya menyatukan bangsa-bangsa yang berbeda dari suatu masyarakat menjadi satu keseluruhan yang lebih utuh, atau memadukan masyarakat kecil yang banyak jumlahnya menjadi satu bangsa.
Dr. Nazaruddin Sjamsuddin
Menurutnya, integrasi nasional ini sebagai proses penyatuan suatu bangsa yang mencakup semua aspek kehidupannya, yaitu aspek sosial, politik, ekonomi, dan budaya. Integrasi juga meliputi aspek vertikal dan horizontal.
J. Soedjati Djiwandono
Menurutnya, integrasi nasional sebagai cara bagaimana kelestarian persatuan nasional dalam arti luas dapat didamaikan dengan hak menentukan nasib sendiri. Hak tersebut perlu dibatasi pada suatu taraf tertentu. Bila tidak, persatuan nasional akan dibahayakan. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa integrasi nasional bangsa indonesia berarti hasrat dan kesadaran untuk bersatu sebagai suatu bangsa, menjadi satu kesatuan bangsa secara resmi, dan direalisasikan dalam satu kesepakatan atau konsensus nasional melalui Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928.
Jones J. Clemens dan Carl G. Roberg
Teorinya banyak dipakai oleh para peminat teori modernisasi yang digunakan untuk memahami permasalahan integrasi nasional di negara–negara berkambang pada masa itu.
Menurut Clemens & Roberg proses pemerintahan bagian suatu negara tak ada 2 dimensi :
Integarasi vertical ( elite-massa )
Integrasi ini mencakup masalah–masalah yang ada pada bidang vertikal. menjembatani celah perbedaan yang menyakini ada antara kaum elite dan massa dalam rangka pengembangan suatu proses politik terpadu dan masyarakat politik yang berpartisipasi, mereka menamakan dengan dimensi vertikal ini sebagai integrasi politik.
Integrasi horizontal ( teritorial )
Integrasi ini mencakup masalah–masalah yang ada pada bidang horizontal. bertujuan untuk mengurangi diskonitalitas dan ketegangan kultur kedaerahan dalam rangka proses penciptaan suatu masyarakat politik yang homogen.
Claude Alce
Dia dengan tegas menolak terminologi integrasi nasional dan lebih menyukai istilah integrasi politik. Menurut sarjana kelahiran Nigeria ini, istilah bangsa (nation) yang menjadi akar kata nasional itu, secara normatik sudah mengandung makna kelompok manusia yang sudah sangat terpadu. Dengan demikian, istilah "bangsa" sudah dengan sendirinya merujuk pada integrasi karena komponen-komponennya memang sudah terintegrasi.
Konsep integrasi politik (elite-massa) dan integrasi territorial seperti yang dikemukakan Rosberg, Clemens, dan pakar-pakar yang lain terlalu memuratkan diri pada arah dan tujuan integrasi. Kajiannya lebih terfokus pada faktor apa yang diintegrasikan dalam proses perpaduan itu.
Mahfud MD
Menurut Mahfud MD integrasi nasional adalah pernyataan bagian-bagian yang berbeda dari suatu masayarakat menjadi suatu keseluruhan yang lebih untuh, secara sederhana memadukan masyarakat-masyarakat kecil yang banyak jumlahnya menjadi suatu bangsa. Untuk mewujudkan integrasi nasional diperlukan keadilan, kebijaksanaan yang diterapkan oleh pemerintah dengan tidak membersakan SAR. Ini perlu dikembangkan karena pada hakekatnya integrasi nasional menunjukkan tingkat kuatnya kesatuan dan persatuan bangsa.Kesimpulan Identitas Nasional Indonesia adalah sifat-sifat khas bangsa Indonesia yang membedakannya dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Indonesia terdiri dari berbagai macam suku bangsa, agama dan pulau-pulau yang dipisahkan oleh lautan. Oleh karena itu, nilai-nilai yang dianut masyarakatnya pun berbeda-beda. Nilai-nilai tersebut kemudian disatupadukan dan diselaraskan dalam Pancasila. Nilai-nilai ini penting karena merekalah yang mempengaruhi identitas bangsa. Oleh sebab itu, nasionalisme dan integrasi nasional sangat penting untuk ditekankan pada diri setiap warga Indonesia agar bangsa Indonesia tidak kehilangan identitas.
Sunyoto Usman
Hampir senada dengan pendapat diatas, Sunyoto Usman (1998) menyatakan bahwa suatu kelompok masyarakat dapat terintegrasi apabila:
Masyarakat dapat menemukan dan menyepakati nilai-nilai fundamental yang dapat dijadikan rujukan bersama.
Masyarakat terhimpun dalam unit sosial sekaligus memiliki "croos cutting affiliation" sehingga menghasilkan "croos cutting loyality" .
Masyarakat berada diatas saling ketergantungan diantara unit-unit sosial yang bterhimpun didalamnya dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pengertian Integrasi Nasional dan Pluralitas Masyarakat Indonesia
Integrasi nasional berasal dari dua kata, yaitu "Integrasi" dan "Nasional". Integrasi berasal dari bahas inggris, Integrate artinya menyatupadukan, menggabungkan, mempersatukan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Integrasi artinya pembauran hingga menjadi satu kesatuan yang bulat dan utuh. Kata Nasional berasal dari bahasa Inggris, nation yang artinya bangsa.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, integrasi nasional mempunyai arti politis dan antropologis.
Secara Politis
Integrasi secara politis berarti penyatuan berbagai kelompok budaya dan sosial dalam kesatuan wilayah nasional yang membentuk suatu identitas nasional.
Secara Antropologis
Integrasi secara antropologis berarti proses penyesuaian di antara unsur-unsur kebudayaan yang berbeda sehingga mencapai suatu keserasian fungsi dalam kehidupan masyarakat.
Integrasi masyarakat dalam negara dapat tercapai apabila :
Terciptanya kesepakatan dari sebagian besar anggotanya terhadap nilai-nilai social tertentu yang bersifat fundamental dan krusial.
Sebagian besar anggotanya terhimpun dalam berbagai unit social yang saling mengawasi dalam aspek-aspek sosia yang potensial.
Terjadinya saling ketergantungan diantara kelompok-kelompok social yang terhimpun didalam pemenuhan kebutuhan ekonomi secara menyeluruh.
Pluralitas Masyarakat Indonesia
Kenyataan bahwa masyarakat Indonesia merupakan masyarakat pluralis atau masyarakat majemuk merupakan suatu hal yang sudah sama-sama dimengerti. Dengan meminjam istilah yang digunakan oleh Clifford Geertz, masyarakat majemuk adalah masyarakat yang terbagi-bagi ke dalam sub-sub sistem yang kurang lebih berdiri sendiri-sendiri, dalam masing-masing sub sistem terikat kedalam ikatan-ikatan yang bersifat primordial (Geertz, 1963 : 105 dst.). apa yang dikatakan sebagai ikatan primordial disini adalah ikatan yang muncul dari perasaan yang lahir dari apa yang ada dalam kehidupan sosial, yang sebagian besar berasal dari hubungan keluarga, ikatan kesukuan tertentu, keanggotaan dalam keagamaan tertentu, budaya, bahasa atau dialek tertentu, serta kebiasaan-kebiasaan tertentu, yang membawakan ikatan yang sangat kuat dalam kehidupan masyarakat.
Menurut Pierre L. Van Den Berghe, masyarakat majemuk memiliki kakarteristik (Nasikun, 1993:33) berikut:
Terjadinya segmentasi kedalam bentuk kelompok-kelompok yang sering kali memiliki sub kebudayaan yang berbeda satu sama lain.
Memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi ke dalam lembaga-lembaga yang bersifat non komplementer.
Kurang mengembangkan konsensus diantara para anggotanya terhadap nilai-nilai yang bersifat dasar.
Secara relatif, sering kali mengalami konflik diantara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain.
Secara relatif, integrasi sosial tumbuh diatas paksaan (coercion) dan saling ketergantungan dalam bidang ekonomi.
Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok atas kelompok-kelompok yang lain.
Walaupun karakteristik masyarakat majemuk sebagaimana dikemukakan oleh Pierre L. Van Den Berghe tidak sepenuhnya mewakili kenyataan yang ada dalam masyarakat Indonesia, tetapi pendapat tersebut setidak-tidaknya dapat digunakan sebagai acuan berpikir dalam menganalisis keadaan masyarakat Indonesia. Struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh dua ciri yang unik. Secara horizontal, masyarakat Indonesia ditandai oleh kenyataan adanya kesatuan-kesatuan sosial berdasarkan perbedaan-perbedaan suku bangsa, perbedaan agama, adat, serta perbedaan-perbedaan kedaerahan. Secara vertikal, struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh adanya perbedaan-perbedaan vertikal antara lapisan atas dan lapisan bawah yang cukup tajam (Nasikun, 1993:28).
Dalam dimensi horizontal, kemajemukan masyarakat Indonesia dapat dilihat dari adanya berbagai macam suku bangsa, seperti suku bangsa Jawa, Sunda, Batak, Minangkabau, Dayak, dan masih banyak yang lain. Tentang berapa jumlah suku bangsa yang ada di Indonesia, ternyata terdapat perbedaan yang cukup signifikan diantara para ahli tentang Indonesia. Hildred Greetz misalnya menyebutkan adanya lebih dari 300 suku bangsa di Indonesia dengan bahasa dan identitas kulturalnya masing-masing, sedangkan Skinner menyebutkan lebih dari 35 suku bangsa di Indonesia dengan bahsa dan adat istiadat yang berbeda satu sama lain. Perbedaan yang mencolok dari jumlah suku bangsa yang disebutkan diatas bisa terjadi karena perbedaan dalam melihat unsur-unsur keragaman dari masing-masing suku bangsa tersebut. Namun, beberapa jumlah suku bangsa yang disebutkan oleh masing-masing, cukup rasanya untuk mengatakan bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk.
Kemajemukan lainnya dalam masyarakat Indonesia ditampilkan dalam wujud keberagaman agama. Di Indonesia hidup bermacam-macam agama yang secara resmi diakui sah oleh pemerintah, yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Kong Hu Chu. Disamping itu, masih dijumpai adanya berbagai aliran kepercayaan yang dianut oleh masyarakat. Keragaman agama di Indonesia terutama merupakan hasil pengaruh letak Indonesia di antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia yang menempatkan Indonesia di tengah-tengah lalu lintas perdagangan laut melalui kedua samudra tersebut. Dengan posisi yang demikian, Indonesia sejak lama mendapatkan pengaruh dari bangsa lain melalui kegiatan para pedagang, diantaranya adalah pengaruh agama. Pengaruh yang datang pertama kali adalah pengaruh agama Hindu dan Budha yang dibawa oleh para pedagang dari India sejak kira-kira tahun 400 Masehi.
Pengaruh yang datang berikutnya adalah pengaruh agama Islam datang sejak kira-kira tahun 1300 masehi, dan benar-benar mengalami proses penyebaran yang meluas sepanjang abad ke-15. Pengaruh yang datang belakangan adalah pengaruh agama Kristen dan Katholik yang dibawa oleh bangsa-bangsa Barat sejak kira-kira tahun 1500 masehi.
3.2 Pentingnya Integrasi Nasional
Masyarakat yang terintegrasi dengan baik merupakan harapan bagi setiap negara, sebab integrasi masyarakat merupakan kondisi yang diperlukan bagi negara untuk membangun kejayaan nasional demi mencapai tujuan yang diharapkan. Ketika masyarakat suatu negara senantiasa diwarnai oleh pertentangan atau konflik, maka akan banyak kerugian yang diderita, baik kerugian berupa fisik materiil, seperti kerusakan sarana dan prasarana yang sangat dibituhkan oleh masyarakat, maupun kerugian mental spiritual seperti perasaan kekhawatiran, cemas, ketakutan bahkan juga tekanan mental yang berkepanjangan. Disisi lain, banyak pula potensi sumber daya yang dimiliki oleh negara, yang mestinya dapat digunakan untuk melaksanakan pembangunan bagi kesejahteraan masyarakat, harus dikorbankan untuk menyelesaikan konflik tersebut. Dengan demikian, negara yang senantiasa diwarnai konflik didalamnya akan sulit untuk mewujudkan kemajuan.
Integrasi masyarakat yang sepenuhnya memang suatu yang tidak mungkin diwujudkan, karena setiap masyarakat disamping membawakan potensi integrasi juga menyimpan potensi konflik atau pertentangan. Persamaan kepentingan, kebutuhan untuk bekerjasama, serta konsensus tentang nilai-nilai tertentu dalam masyarakat, merupakan potensi yang mengintegrasikan. Sebaliknya, perbedaan-perbadaan yang ada dalam masyarakat, seperti perbedaan suku, perbedaan agama, perbedaan budaya, dan perbedaan kepentingan adalah menyimpan potensi konflik, terlebih apabila perbedaan-perbedaan itu tidak dikelola dan disikapi dengan cara dan sikap yang tepat. Namun, apapun kondisinya, integrasi masyarakat merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan untuk membangun kejayaan bangsa dan negara, dan oleh karena itu, perlu senantiasa diupayakan.
Kegagalan dalam mewujudkan integrasi masyarakat berarti kegagalan untuk membangun kejayaan nasional, bahkan dapat mengancam kelangsungan hidup bangsa dan negara yang bersangkutan. Sejarah Indonesia adalah sejarah yang merupakan proses dari bersatunya suku-suku bangsa menjadi sebuah bangsa. Ada semacam poses konvergensi, baik yang disengaja atau tak disengaja, ke arah menyatunya suku-suku tersebut menjadi satu kesatuan negara dan bangsa (Sumartana, dkk., 2001:100).
3.3 Faktor yang mempengaruhi integrasi nasional dan potensi konflik dalam masyarakat Indonesia
Faktor pendorong tercapainya integrasi nasional
Adanya rasa senasib dan seperjuangan yang diakibatkan oleh faktor sejarah.
Adanya ideologi nasional yang tercermin dalam simbol negara yaitu Garuda Pancasila dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
Adanya tekad serta keinginan untuk bersatu di kalangan bangsa indonesia seperti yang dinyatakan dalam Sumpah Pemuda.
Adanya ancaman dari luar yang menyebabkan munculnya semangat nasionalisme di kalangan bangsa Indonesia.
Faktor pendukung integrasi nasional
Penggunaan bahasa Indonesia.
Adanya semangat persatuan dan kesatuan dalam bangsa, bahasa, dan tanah air Indonesia.
Adanya kepribadian dan pandangan hidup kebangsaan yang sama, yaitu Pancasila.
Adanya jiwa dan semangat gotong royong, solidaritas, dan toleransi keagamaan yang kuat.
Adanya rasa senasib sepenanggungan akibat penderitaan penjajahan.
Faktor penghambat integrasi nasional
Kurangnya penghargaan terhadap kemajemukan yang bersifat heterogen.
Kurangnya toleransi antargolongan.
Kurangnya kesadaran dari masyarakat Indonesia terhadap ancaman dan gangguan dari luar.
Adanya ketidakpuasan terhadap ketimpangan dan ketidakmerataan hasil-hasil pembangunan.
Potensi Konflik dalam Masyarakat Indonesia
Dengan kondisi masyarakat Indonesia yang diwarnai oleh berbagai keanekaragaman, harus disadari bahwa masyarakat Indonesia menyimpan potensi konflik yang cukup besar, baik konflik yang bersifat vertikal maupun bersifat horizontal. Konflik vertikal disini dimaksudkan sebagai konflik antara pemerintah dengan rakyat, termasuk didalamnya adalah konflik antara pemerintah dengan rakyat, termasuk didalamnya adalah konflik antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat, sedangkan konflik horizontal adalah konflik antarwarga masyarakat atau antarkelompok yang terdapat dalam masyarakat.
Dalam dimensi vertikal, sepanjang sejarah sejak proklamasi Indonesia, hampir tidak pernah lepas dari gejolak kedaerahan berupa tuntutan untuk memisahkan diri. Kasus Aceh, Papua, dan Ambon merupakan konflik yang bersifat vertikal yang bertujuan untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kasus-kasus tersebut merupakan perwujudan konflik antara masyarakat daerah dengan otoritas kekuasaan yang ada di pusat. Konflik tersebut merupakan ekspresi ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah pusat yang diberlakukan di daerah. Disamping itu juga adanya kepentingan-kepentingan tertentu dari masyarakat yang ada di daerah.
Disamping konflik vertikal tersebut, konflik horizontal juga sering muncul, berkenaan dengan konflik horizontal, khususnya konflik etnis, terdapat pandangan konstruktivis yang menyatakan bahwa konflik etnik merupakan konstruksi sosial, yaitu hasil dari pengalaman historis serta diskursus etnisitas dengan identitas. Pandangan ini merupakan sintesa dari pandangan primordialis dan pandangan instrumentalis. Pandangan primordialis mengatakan bahwa konflik etnik dapat dilacak akarnya pada sifat naluri alamiah saling memiliki, dan sifat kesukuan (tribalism) berdasar pada perbedaan ras, bahasa, kekerabatan, tempramen, dan tradisi suku-suku yang berkonflik. Sedangkan pandangan instrumentalis menolak pendapat ini dengan menekankan sifat dari identitas etnik yang biasa digunakan, dimobilisasi, dan dimanipulasi oleh kelompok-kelompok elite dan negara untuk tujuan politik tertentu.
Konflik horizontal lainnya yang juga sering terjadi adalah konflik yang berlatar belakang keagamaan. Konflik keagamaan sering terjadi dalam intensitas yang sangat tinggi oleh karena agama merupakan suatu hal yang sifatnya sangat sensitif. Ketersinggungan yang bernuansa keagamaan sering memunculkan pertentangan yang meruncing yang disertai dengan tindak kekerasan diantara kelompok penganut suatu agama dan kelompok penganut agama lainnya. Konflik dengan intensitas yang sangat tinggi disebabkan karena masalah yang bernuansa keagamaan sangat mudah membangkitkan solidaritas dikalangan sesama pemeluk agama untuk melibatkan diri kedalam konflik yang sedang berlangsung, dengan suatu keyakinan bahwa perang ataupun konflik membela agama adalah perjuangan yang suci.
Konflik horizontal juga banyak terjadi dengan latar belakang perbedaan kepentingan, baik kepentingan politik, ekonomi, maupun sosial. Kepentingan suatu kelompok berbeda, atau bahkan bertentangan satu sama lain, sehingga upaya suatu kelompok untuk mencapai tujuan dirasakan mengganggu pencapaian tujuan kelompok lainnya. Konflik yang demikian biasanya tidak bersifat laten. Akan tetapi, hanya merupakan kejadian sesaat, dan ketika kepentingan itu bergeser, konflik pun akan selesai dan bahkan berubah menjadi kerja sama. Konflik antarpendukung partai, calon presiden, atau kepala desa misalnya, merupakan beberapa contoh diantaranya.
Berbagai keragaman masyarakat dan kondisi negara kepulauan juga membentuk pola pemilahan sosial (social cleavage) yang akan ikut berpengaruh pada upaya mewujudkan integrasi nasional. Masalah pemilahan sosial menggambarkan pola pengelompokan masyarakat terkait dengan berbagai aspek perbedaan yang ada didalamnya. Pola pemilahan sosial dapat dibedakan atas pemilahan sosial yang bersifat consolidated dan pola pemilahan sosial yang bercorak intersected. Pemilahan sosial yang bercorak consolidated merupakan pola pemilahan sosial dimana dua atau lebih kelompok masyarakat sekaligus membawakan beberapa aspek perbedaan diantara mereka. Sedangkan pemilahan sosial yang bercorak intersected merupakan pemilahan sosial dimana beberapa aspek perbedaan jatuh pada pengelompokan masyarakat secara tidak bersamaan, melainkan saling berpotongan atau interseksi.
Pemilahan sosial yang lebih mendukung upaya mewujudkan integrasi nasional adalah pemilahan yang bercorak intersected. Sedangkan dalam beberapa hal, pemilahan masyarakat Indonesia menampakkan pada consolidated, suatu pola pemilahan yang sesungguhnya kurang mendukung upaya pembinaan integrasi nasional.
3.4 Strategi Integrasi
Dalam rangka mengupayakan terwujudnya integrasi nasional yang mantap ada beberapa strategi yang mungkin ditempuh, yaitu sebagai berikut :
Strategi Asimilasi.
Strategi Akulturasi.
Strategi Pluralis.
Ketiga strategi tersebut terkait dengan seberapa jauh penghargaan yang diberikan atas unsur-unsur perbedaan yang ada dalam masyarakat. Strategi asimilasi, akulturasi, dan pluralisme masing-masing menunjukkan penghargaan yang secara gradual berbeda dari yang paling kurang, yang lebih, dan yang paling besar penghargaannya terhadap unsur-unsur perbedaan dalam masyarakat, didalam upaya mewujudkan integrasi nasional tersebut.
Strategi Asimilasi
Asimilasi adalah proses percampuran dua macam kebudayaan atau lebih menjadi satu kebudayaan yang baru, dimana dengan percampuran tersebut maka masing-masing unsur budaya melebur menjadi satu sehingga dalam kebudayaan yang baru itu tidak tampak lagi identitas masing-masing budaya pembentuknya. Ketika asimilasi ini menjadi sebuah strategi integrasi nasional, berarti bahwa negara mengintegrasikan masyarakatnya dengan mengupayakan agar unsur-unsur budaya yang ada didalam negara itu benar-benar melebur menjadi satu dan tidak lagi menampakkan identitas budaya kelompok atau budaya lokal.
Strategi Akulturasi
Akulturasi adalah proses percampuran dua macam kebudayaan atau lebih sehingga memunculkan kebudayaan yang baru, dimana ciri-ciri budaya asli pembentuknya masih tampak dalam kebudayaan baru tersebut. Dengan demikian, berarti bahwa kebudayaan bary yang terbentuk tidak "melumat" semua unsur budaya pembentuknya. Apabila akulturasi ini menjadi strategi integrasi yang diterapkan oleh pemerintah suatu negara, berarti bahwa negara mengintegrasikan masyarakatnya dengan mengupayakan adanya identitas budaya bersama, namun tidak menghilangkan seluruh unsur budaya kelompok atau budaya lokal.
Strategi Pluralis
Paham pluralis merupakan paham yang menghargai terdapatnya perbedaan dalam masyarakat. Paham pluralis pada prinsipnya mewujudkan integrasi nasional dengan memberi kesempatan pada segala unsur perbedaan yang ada dalam masyarakat untuk hidup dan berkembang. Ini berarti bahwa dengan strategi pluralis, dalam mewujudkan integrasi nasional negara memberi kesempatan kepada semua unsur keragaman dalam negara, baik suku, agama, budaya daerah, dan perbedaan-perbedaan lainnya untuk tumbuh dan berkembang, serta hidup berdampingan secara damai. Jadi, integrasi nasional diwujudkan dengan tetap menghargai terdapatnya perbedaan-perbedaan dalam masyarakat.
3.5 Syarat Integrasi
Adapun syarat keberhasilan suatu integrasi di suatu negara adalah sebagai berikut:
Anggota-anggota masyarakat merasa bahwa mereka berhasil saling mengisi kebutuhankebutuhan satu dengan lainnya.
Terciptanya kesepakatan (konsensus) bersama mengenai norma-norma dan nilai-nilai sosial yang dilestarikan dan dijadikan pedoman.
Norma-norma dan nilai-nilai sosial dijadikan aturan baku dalam melangsungkan proses integrasi sosial.
Di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disebutkan bahwa setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban yang harus dilakukan dengan sebaik-baiknya. Apakah kalian bisa membedakan mana yang hak dan kewajiban sebagai warga negara yang baik (good citizenship). Jangan sampai menyalahgunakan hak karena banyak sekali orang yang bisa seenaknya melakukan sesuatu hal yang bisa merugikan orang lain. Begitu pula dengan orang yang selalu berusaha menghindar dari kewajibannya sebagai warga negara. Perilaku ini bisa dijadikan salah satu contoh perilaku yang bisa merugikan masyarakat lain, khususnya bagi pemerintah. Pelanggaran akan hak orang akan menyebabkan terjadinya disintegrasi sehingga orang tersebut tidak menjalankan kewajibannya.
Peran Pemerintah dan Masyarakat dalam Mewujudkan Integrasi Nasional
Dalam upaya untuk mencapai integrasi nasional dengan cara menjaga keselarasan antarbudaya. Hal itu dapat terwujud jika ada peran serta pemerintah dan partisipasi masyarakat dalam proses integrasi nasional.
Peran pemerintah dalam mewujudkan integerasi nasional adalah:
Pemerintah harus mampu melaksanakan sebuah sistem politik nasional yang dapat mengakomodasikan aspirasi masyarakat yang memiliki kebudayaan yang berbeda-beda.
Kemampuan desentralisasi pemerintah yang diwujudkan dalam agenda otonomi daerah
Keterbukaan dan demokratisasi yang bertumpu pada kesamaan hak dan kewajiban warga negara.
Peran Masyarakat dalam mewujudkan integeritas nasional adalah:
Meminimalkan perbedaan dan berpijak pada kesamaan-kesamaan yang dimiliki oleh setiap budaya daerah.
Meminimalkan setiap potensi konflik yang ada.
BAB IV
KESIMPULAN
4.1 Simpulan
Integrasi nasional berasal dari dua kata, yaitu "Integrasi" dan "Nasional". Integrasi berasal dari bahas inggris, Integrate artinya menyatupadukan, menggabungkan, mempersatukan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Integrasi artinya pembauran hingga menjadi satu kesatuan yang bulat dan utuh. Kata Nasional berasal dari bahasa Inggris, nation yang artinya bangsa.
Integrasi nasional adalah upaya menyatukan seluruh unsur suatu bangsa dengan pemerintah dan wilayahnya (Saafroedin Bahar, 1998). Mengintegrasikan berarti membuat untuk atau menyempurnakan dengan jalan menyatukan unsur-unsur yang semula terpisah-pisah. Menurut Howard Wrigins (1996), integrasi berarti penyatuan bangsa-bangsa yang berbeda dari suatu masyarakat menjadi suatu keseluruhan yang lebih utuh atau memadukan masyarakat-masyarakat kecil yang banyak menjadi satu bangsa. Jadi, menurutnya, integrasi bangsa dilihatnya sebagai peralihan dari banyak masyarakat kecil menjadi satu masyarakat besar.
Faktor pendorong tercapainya integrasi nasional
Adanya rasa senasib dan seperjuangan yang diakibatkan oleh faktor sejarah.
Adanya ideologi nasional yang tercermin dalam simbol negara yaitu Garuda Pancasila dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
Adanya tekad serta keinginan untuk bersatu di kalangan bangsa indonesia seperti yang dinyatakan dalam Sumpah Pemuda.
Adanya ancaman dari luar yang menyebabkan munculnya semangat nasionalisme di kalangan bangsa Indonesia.
Faktor pendukung integrasi nasional
Penggunaan bahasa Indonesia.
Adanya semangat persatuan dan kesatuan dalam bangsa, bahasa, dan tanah air Indonesia.
Adanya kepribadian dan pandangan hidup kebangsaan yang sama, yaitu Pancasila.
Adanya jiwa dan semangat gotong royong, solidaritas, dan toleransi keagamaan yang kuat.
Adanya rasa senasib sepenanggungan akibat penderitaan penjajahan.
Faktor penghambat integrasi nasional
Kurangnya penghargaan terhadap kemajemukan yang bersifat heterogen.
Kurangnya toleransi antargolongan.
Kurangnya kesadaran dari masyarakat Indonesia terhadap ancaman dan gangguan dari luar.
Adanya ketidakpuasan terhadap ketimpangan dan ketidakmerataan hasil-hasil pembangunan.
Strategi Integrasi
Dalam rangka mengupayakan terwujudnya integrasi nasional yang mantap ada beberapa strategi yang mungkin ditempuh, yaitu sebagai berikut :
Strategi Asimilasi.
Strategi Akulturasi.
Strategi Pluralis.
Syarat Integrasi
Adapun syarat keberhasilan suatu integrasi di suatu negara adalah sebagai berikut:
Anggota-anggota masyarakat merasa bahwa mereka berhasil saling mengisi kebutuhan satu dengan lainnya.
Terciptanya kesepakatan (konsensus) bersama mengenai norma-norma dan nilai-nilai sosial yang dilestarikan dan dijadikan pedoman.
Norma-norma dan nilai-nilai sosial dijadikan aturan baku dalam melangsungkan proses integrasi sosial.
Peran pemerintah dalam mewujudkan integerasi nasional adalah:
Pemerintah harus mampu melaksanakan sebuah sistem politik nasional yang dapat mengakomodasikan aspirasi masyarakat yang memiliki kebudayaan yang berbeda-beda.
Kemampuan desentralisasi pemerintah yang diwujudkan dalam agenda otonomi daerah
Keterbukaan dan demokratisasi yang bertumpu pada kesamaan hak dan kewajiban warga negara.
Peran Masyarakat dalam mewujudkan integeritas nasional adalah:
Meminimalkan perbedaan dan berpijak pada kesamaan-kesamaan yang dimiliki oleh setiap budaya daerah.
Meminimalkan setiap potensi konflik yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
Syarbaini, Syahrial. 2014. Pendidikan Kewarganegaraan. Bogor: Ghalia Indonesia.