[KONVEKSI ALAMI] ALAMI]
Perpindahan Kalor
KATA PENGANTAR Puji dan syukur Penulis panjatkan Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya, Penulis penyusunan makalah Pepindahan Kalor yang Penulis dapat menyelesaikan penyusunan berjudul “ Konveksi Alami”. Alami”. Di dalam makalah ini, secara garis besar Penulis Penulis membahas mengenai hubungan konveksi dengan gas rumah kaca dan perpindahan kalor konveksi alami. Penulis mengucapkan kepada terima kasih kepada: 1. Tania Surya Utami S.T., M.T, M.T , selaku dosen Kimia analitik Departemen Teknik Kimia semester ganjil tahun ajaran 2011. 2. Orang tua penulis yang memberikan dukungan moril dan materil dalam pembuatan makalah ini. 3. Teman-teman Penulis Teman-teman Penulis yang yang ikut memberikan kontribusi dalam pembuatan makalah ini, baik berupa saran maupun dukungan. dukungan. 4. Semua pihak yang telah membantu mulai dari proses pembuatan makalah hingga makalah ini selesai dibuat. Penulis Penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran pembaca untuk perbaikan pada pembuatan makalahmakalah selanjutnya. Adapun harapan Penulis Penulis selaku pembuat makalah ini adalah semoga makalah yang Penulis yang Penulis buat buat ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Depok, 24 April 2012
Penulis
Kelompok 2
1
[KONVEKSI ALAMI] ALAMI]
Perpindahan Kalor
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Gas
rumah
kaca
adalah
gas-gas
yang
menyerap
radiasi
matahari
dan
memantulkannya kembali ke bumi sehingga terjadi peningkatan panas bumi. Gas-gas rumah kaca antara lain CO2, CH4, NOx, dll. Ketika radiasi matahari dipancarkan kebumi, sebagaian besar energinya (45%) diradiasikan kembali ke angkasa. Namun gas rumah kaca yang berada di atmosfer akan menyerap pantulan radiasi matahari tersebut. Fenomena ini sering disebut sebagai efek gas rumah kaca. Akibat adannya efek gas rumah kaca tersebut, telah memicu peningkatan suhu udara bumi secara global dari tahun ke tahun secara signifikan. Pemanasan global merupakan fenomena pemanasan permukaan bumi, yang dipicu oleh keberadaan gas rumah kaca di atmosfer. Efek gas rumah kaca berkorelasi dengan adanya perubahan suhu global. Jika tidak ada gas rumah kaca di atmosfer maka suhu bumi akan mencapai -18oC. perubahan suhu yang terjadi akan mempengaruhi perubahan curah hujan, karena perubahan suhu akan mempengaruhi panas permukaan dan perubahan takanan yang dapat menyebabkan peningkatan ataupun penurunan aktivitas konveksi di atmosfer. Untuk mengetahui mekanisme perpindahan kalor yang terjadi akibat efek gas rumah kaca maka perlu dipelajari bagaimana proses perpindahan kalor yang terjadi melalui media yang ikut berpindah, dalam hal ini fluida. 1.2. Rumusan Masalah Ada beberapa masalah yang kami bahas pada makalah ini, yaitu : a. Proses konveksi gas rumah kaca b. Perpindahan kalor konveksi alami c. Pendekatan empiris pada konveksi alami d. Konveksi alami pada plat, silinder, dan bola 1.3. Tujuan Penulisan Makalah Penulisan makalah ini selain untuk memenuhi tugas mata kuliah perpindahan kalor yaitu untuk mempelajari proses konveksi pada gas rumah kaca, hubungan empiris pada konveksi alami, dan perpindahan kalor konveksi pada bola, plat , dan silinder. 1.4.
Metode Penulisan Penulisan makalah ini menggunakan metode PBL. Selain itu, penulis mendapatkan informasi dan data-data dari internet dan buku perpindahan kalor
Kelompok 2
2
[KONVEKSI ALAMI] ALAMI]
Perpindahan Kalor
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Gas
rumah
kaca
adalah
gas-gas
yang
menyerap
radiasi
matahari
dan
memantulkannya kembali ke bumi sehingga terjadi peningkatan panas bumi. Gas-gas rumah kaca antara lain CO2, CH4, NOx, dll. Ketika radiasi matahari dipancarkan kebumi, sebagaian besar energinya (45%) diradiasikan kembali ke angkasa. Namun gas rumah kaca yang berada di atmosfer akan menyerap pantulan radiasi matahari tersebut. Fenomena ini sering disebut sebagai efek gas rumah kaca. Akibat adannya efek gas rumah kaca tersebut, telah memicu peningkatan suhu udara bumi secara global dari tahun ke tahun secara signifikan. Pemanasan global merupakan fenomena pemanasan permukaan bumi, yang dipicu oleh keberadaan gas rumah kaca di atmosfer. Efek gas rumah kaca berkorelasi dengan adanya perubahan suhu global. Jika tidak ada gas rumah kaca di atmosfer maka suhu bumi akan mencapai -18oC. perubahan suhu yang terjadi akan mempengaruhi perubahan curah hujan, karena perubahan suhu akan mempengaruhi panas permukaan dan perubahan takanan yang dapat menyebabkan peningkatan ataupun penurunan aktivitas konveksi di atmosfer. Untuk mengetahui mekanisme perpindahan kalor yang terjadi akibat efek gas rumah kaca maka perlu dipelajari bagaimana proses perpindahan kalor yang terjadi melalui media yang ikut berpindah, dalam hal ini fluida. 1.2. Rumusan Masalah Ada beberapa masalah yang kami bahas pada makalah ini, yaitu : a. Proses konveksi gas rumah kaca b. Perpindahan kalor konveksi alami c. Pendekatan empiris pada konveksi alami d. Konveksi alami pada plat, silinder, dan bola 1.3. Tujuan Penulisan Makalah Penulisan makalah ini selain untuk memenuhi tugas mata kuliah perpindahan kalor yaitu untuk mempelajari proses konveksi pada gas rumah kaca, hubungan empiris pada konveksi alami, dan perpindahan kalor konveksi pada bola, plat , dan silinder. 1.4.
Metode Penulisan Penulisan makalah ini menggunakan metode PBL. Selain itu, penulis mendapatkan informasi dan data-data dari internet dan buku perpindahan kalor
Kelompok 2
2
[KONVEKSI ALAMI] ALAMI]
Perpindahan Kalor
JAWABAN PEMICU Topik 1: Gas Rumah Kaca 1. D apatkah anda an da menj menj el as askan kan pr pros ose es konveksi konveksi sepe seperr ti apakah yang terj adi sebaga sebagaii aki bat adanya gas r umah k aca aca!! Jawab:
Gas rumah kaca adalah gas-gas yang ada di atmosfer yang menyebabkan efek rumah kaca. kaca. Gas-gas tersebut sebenarnya muncul secara alami di lingkungan. Tanpa Tanpa efek rumah kaca suhu bumi rata-rata diperkirakan sekitar – 18 18oC, namun karena jumlahnya yang terus meningkat akibat aktivitas manusia sehingga menyebabkan panas yang berlebihan. Proses terjadinya efek rumah kaca adalah : Panas matahari masuk ke bumi melalui radiasi. Radiasi matahari yang masuk yaitu 343 watt/ m2. Lalu radiasi matahari sebagian diserap sebagian lagi dipantulkan kembali ke atmosfer. Sebagian panas matahari yang dipantulkan tersebut akan diserap oleh gas rumah kaca yang berada di atmosfer. Panas matahari tersebut kemudian terperangkap di permukaan bumi, tidak bisa melalui atmosfer. Sehingga suhu bumi bumi menjadi lebih panas.
Gambar 1. Proses Terjadinya Efek Rmah kaca Sumber : http://cirenggoreng.wordpress.com
Konveksi pada efek rumah kaca terjadi pada saat permukaan bumi menyerap tanah. Suhu udara yang berdekatan dengan permukaan bumi akan meningkat suhunya. Hal tersebut menyebabkan menurunnya densitas. Sebagai akibatnya, udara yang lebih panas akan naik. Gerakan naiknya tersebut disebut aliran panas konveksi. Pada saat tersebut, udara sekitar membawa dan mengalirkan panas dari permukaan bumi sehingga panas tersebut menyebar. .
Gambar 2. Proses konveksi udara Sumber : www.sfu.ca : www.sfu.ca
Kelompok 2
3
[KONVEKSI ALAMI]
Perpindahan Kalor
Hal utama yang menyebabkan konveksi tersebut meningkat adalah akibat dari pembangunan yang menggunakan bahan-bahan yang menyerap panas tinggi ( kapasitas panas tinggi) sehingga laju konvrksi pun meningkat. Hal tersebut dapat menyebabkan terbentuknya Heat Island , yaitu suatu daerah metropolitan dimana darerahnya lebih panas daripada daerah sekitarnya akibat terbentuknya darah seperti kubah di atas kota. Kubah tersebut dapat menahan panas dari kota untuk keluar dari kubah tersebut. hal tersebut menyebabkan kenaikan suhu di kota.
Gambar 3. Heat Island pada daerah perkotaan Sumber : www.dir antara-la an.or.id
Meluasnya Heat Island akan menyebabkan peningkatan ketidaknyamanan kehidupan manusia, sehingga manusia membutuhkan pendingin seperti AC, kipas angin yang berdampak pemborosan energi listrik dan polusi, dan menyebabkan Green house effect . Pemakaian energi listrik akan meningkatka emisi sulfur dioxide, carbon monoxide, nitrous oxides, carbon dioxide, yang dikenal sebagai gas rumah kaca yang akan berkontribusi pada pemansan global dan perubahan iklim. 2. Apa yang anda ketahu i tentan g per pin dahan kal or k onveksi? Batasan-batasan apa yang har us dipenuh i agar suatu proses perpin dahan kal or bisa dik atakan ter jadi secara konveksi al ami. Jawab:
Konveksi adalah perpindahan panas melalui pergerakan makroskopik dari fluida, contohnya liquid atau gas, ketika fluida yang dipanaskan bergerak meninggalkan sumber panas dengan membawa energi bersamanya. Selain perpindahan energi disebabkan oleh gerakan molekular acak (difusi), perpindahan energi juga dipengaruhi oleh gerakan bulk atau makroskopik fluida. Pergerakan fluida ini berasosiasi dengan fakta bahwa sejumlah molekul bergerak secara kolektif atau sebagai agregat. Beberapa pergerakan, dengan adanya gradient temperatur berpengaruh pada perpindahan kalor.
Kelompok 2
4
[KONVEKSI ALAMI]
Perpindahan Kalor
Sama dengan konduksi, konveksi membutuhkan medium. Namun, jika pada konduksi panas ditransfer dari satu molekul ke molekul lainnya maka pada konveksi fluida yang telah dipanaskan itulah yang bergerak dan menggantikan tempat dari fluida yang dingin. Aliran dari fluida pada kondisi ini disebut arus konveksi. Konveksi yang terjadi pada atmosfer dapat disebabkan karena efek dari pemanasan lokal seperti radiasi sinar matahari (pemanasan dan kemudian naik) atau kontak dengan permukaan yang dingin (pendinginan dan kemudian tenggelam). Arus konveksi ini umumnya terjadi secara vertikal dan memegang peranan pada fenomena alam seperti angin.
Gambar 4. Perpindahan panas konveksi pada pemanas ruangan Sumber : tekim.undip.ac.id
Berdasarkan kealamian alirannya, konveksi dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu: Konveksi Bebas Konveksi alamiah atau konveksi bebas terjadi karena adanya proses pemanasan sehingga terjadi perbedaan densitas dalam suatu fluida (densitas laminer > densitas turbulen), karena fluida tersebut cenderung memuai jika dipanaskan, yang menyebabkan fluida mengalami gerakan naik, dan terjadi bila fluida pembawa kalor mengalir secara alami disebabkan perbedaan suhu. Arus yang terjadi pada pemanasan air di dalam panci ataupun udara pada ruangan yang dipanaskan adalah contoh dari konveksi bebas. Konveksi Paksa Konveksi paksa melibatkan perpindahan fluida denga metode yang lain daripada hasil dari perbedaan densitas dan temperatur, disamping
mendingin dan saling mendekat
kembali dengan beberapa cara. Pergerakan air akibat kerja pompa ataupun pergerakan udara akibat kipas angin adalah conoth dari konveksi paksa. Konveksi paksa tidak selamanya membutuhkan tenaga mesin buatan manusia, jantung manusia merupakan pompa, dan darah membawa panas berlebih yang dihasilkan tubuh ke permukaan kulit. Panas yang melalui kulit merupakan proses konduksi sementara pada permukaan kulit panas tersebut dipindahkan dengan beberapa cara, pada umumnya dengan evaporasi-pendinginan.
Kelompok 2
5
[KONVEKSI ALAMI]
Perpindahan Kalor
Suatu per pindahan panas dikatakan k onveksi alami jik a memenuh i
Batasan agar proses perpindahan kalor dikatakan konveksi bebas, antara lain: a. Fluida berubah densitasnya karena proses pemanasan. b. Fluida bergerak naik karena mengalami gaya apung (bouyancy force) apabila densitas fluida di dekat permukaan perpindahan kalor berkurang akibat proses pemanasan. c. Fluida mengalami sesuatu gaya dari luar seperti gravitasi. H al-h al yang mempengaru hi konveksi alami pada suatu sistem adalah:
Bentuk benda
Ukuran Benda
Gravitasi
Suhu permukaan
Letak benda
Viskositas
Densitas
Suhu fluida
Ukuran benda (P, L, r)
Koefisien muai volum
Kapasitas kalor jenis
Konduktivitas termal
3. Jelaskan apa yang anda ketahui tentang Bouyance & Body for ce ? Bagaimana kedua gaya ter sebut dapat memepengar uh i pergerakan f lui da pada per pin dahan kal or k onveksi alami ? Jawab:
Dalam sebuah medan gravitasi, ada sebuah gaya yang mendorong sebuah cairan berdensitas rendah yang ditempatkan di cairan berdensitas lebih tinggi untuk naik ke atas. Gaya yang menyebabkan hal tersebut disebut gaya apung ( Buoyance Force). Gerakan fluida dalam konveksi bebas, baik fluida itu gas maupaun zat cair, terjadi karena gaya apung yang dialaminya apabila densitas fluida di dekat permukaan perpindahan-kalor berkurang sebagai akibat proses pemanasan. Gaya apung itu tidak akan terjadi apabila fluida itu tidak mengalami sesuatu gaya dari luar seperti gravitasi (gaya berat), walaupun gravitasi bukanlah satu-satunya medan gaya luar yang dapat menghasilkan arus konveksi bebas; fluida yang terkurung dalam mesin rotasi mengalami medan gaya sentrifugal, dan karena itu mengalami arus konveksi-bebas bila salah satu atau beberapa permukaannya yang dalam kontak dengan fluida itu dipanaskan. Gaya apung yang menyebabkan arus konveksi-bebas disebut gaya badan ( body force). Contoh dari gaya apung pada fluida adalah pada saat kita memanaskan air. Pada saat tersebut, air yang berada dibawah akan mengalami pemanasan dahulu dibandingkan dengaan bagian atas air sehingga lebih panas dari bagian atas. Pemanasan tersebut Kelompok 2
6
[KONVEKSI ALAMI]
Perpindahan Kalor
menyebabkan densitas fluida berkurang yang menyebabkan air tersebut naik ke atas. Lalu air yang diatas karena memiliki densitas yang lebih tinggi maka pindah ke bagian bawah
Gambar 5. Proses Pemanasan air Sumber ; physics.arizona.edu
Gaya badan (body force) sebanding massa fluida, untuk bahan yang homogen sebanding dengan volume fluida. Hal ini timbul terutama akibat pengaruh gravitasi dan juga gaya yang dialami fluida dalam bejana yang bergerak dengan akselerasi, atau fluida yang mengalir dengan akselerasi dalam saluran yang stasioner. Topik 2: Perpindahan Kalor Konveksi Alami 1. Apa yang membuat perm asalahan pada perpindahan kal or konveksi al ami lebih ser in g didekati dengan pendekatan empir is ? Apa saja k eku rangan dar i penggun aan per samaan empiris
dalam
penyelesaian
konveksi
dan
bagaimana
antisipasi
anda
untuk
mengantisipasinya ? Jawab:
Pendekatan analitis tidak selalu bisa menjawab seluruh permasalahan perpindahan. Dalam permasalahan perpindahan kalor, ada banyak situasi dimana belum ada model matematis yang berhasil digunakan atau dengan kata lain terbatasnya persamaan matematika yang dapat digunakan pada pendekatan analitis. Bahkan dalam kasus-kasus yang memungkinkan adanya solusi analitis, kita tetap perlu membuktikan hasilnya dengan eksperimen.Oleh karena itu permasalahan perpindahan kalor seperti pada konveksi alami lebih sering didekati dengan pendekatan empiris karena bisa digunakan untuk menghadapi permasalahan yang lebih kompleks dan mampu menghasilkan solusi yang bersifat lebih nyata. Ada kalanya persoalan kompleks yang menyangkut kasus-kasus aliran laminar yang belum berkembang penuh, sistem aliran dimana sifat-sifat fluida yang sangat berubah dengan suhu, dan sistem aliran turbulen yang rumit sering dapat terselesaikan dengan pendekatan analitis namun penyelesaian tersebut sangan merepotkan.Disinilah pendekatan
Kelompok 2
7
[KONVEKSI ALAMI]
Perpindahan Kalor
empiris menunjukkan kelebihannya dimana dengan menggunakan pendekatan empiris, persoalan-persoalan tersebut dapat terselesaikan dengan lebih praktis. Pendekatan empiris dapat menyelesaikan persoalan-persoalan dengan cara-cara eksperimental sehingga diperoleh data perencanaan, serta untuk memperoleh data-data sulit yang justru diperlukan untuk menambah pengertian kita tentang proses fisis perpindahan kalor. Dengan data-data yang telah diperoleh tersebut, berbagai persoalan yang bersifat lebih rumit menjadi dapat terselesaikan. Telah diketahui bahwa koefisien perpindahan kalor konveksi bebas rata-rata untuk berbagai situasi dapat dinyatakan dalam bentuk fungsi sebagai berikut :
̅ () Dimana subskrip f
(1)
menunjukkan bahwa sifat-sifat gugus tak berdimensi harus
dievaluasi pada suhu film
(2)
Produk perkalian antara angka Grashof dan angka Prandtl disebut angka Rayleigh :
(3)
dari metode pendekatan empiris adalah diperlukannya data-data pendukung Kelemahan yang diperoleh dari suatu eksperimen untuk digunakan dalam menyelesaikan persoalan persoalan yang ada.Tanpa adanya data-data tersebut maka metode pendekatan ini tak dapat digunakan.Selain itu penggunaan persamaan empiris dalam penyelesaian permasalahan konveksi adalah dimensi karakteristik yang digunakan dalam angka Nusselt dan angka Grashof bergantung pada geometri soal tersebut. Untuk plat vertikal hal itu ditentukan oleh tinggi plat L, untuk silinder horizontal oleh diameter d, dan demikian seterusnya, sehingga data eksperimen untuk soal-soal konveksi bebas terdapat dalam berbagai rujukan, dengan beberapa hasil yang saling bertentangan. digunakan persamaan Un tuk m engantisipasin ya
̅ ()
, dengan nilai-nilai
konstanta C dan m tertentu untuk setiap kasus seperti pada tabel 1 Konstanta Persamaan untuk Permukaan Isotermal. 2. Bilangan tak berdimensi apa saja yang terlibat dalam hubungan empiris pada perpin dahan kal or konveksi ? A pa yang di maksud dengan di mensi kar akter istik dan bagaimana pengaru hn ya pada koefi sien per pindahan kalor konveksi ? Jawab:
Kelompok 2
8
[KONVEKSI ALAMI]
Perpindahan Kalor
Bi langan tak berdimensi yang ter li bat dalam hubun gan empir is pada perpin dahan kalor konveksi:
a. Bilangan Nusselt (Nu)
(4)
Dengan, hx = koefisien kalor konveks; k=konduktivitas termal; dan L = dimensi karakteristik Plat :
L = L = panjang plat
Bola : L = Ro = jari-jari luar bola
Silinder : L = Do = diameter luas silinder
Balok : L = L’; dengan 1/L’ = (1/Lv) + (1/Lh)
Bilangan Nusselt merupakan nilai perbandingan antara perpindahan kalor konduksi dan konveksi. Pada konveksi bebas, gaya apung yang mempengaruhi aliran terkadang mendominasi aliran inersia, oleh karena itu bilangan Nusselt merupakan fungsi dari bilangan dan bilangan Prandtl saja, sehingga Nu = f (Gr, Pr). Semakin besar nilai Nu, maka konveksilebih aktif dan alirannya turbulen. b. Bilangan Prandtl (Pr)
Cp = kapasitaskalor jenis zat alir μ
= viskositas zat alir
k
= konduktivitas termal
(5)
Bilangan Prandtl didefinisikan sebagai rasio (perbandingan) antara difusivitas momentum dengan difusivitas termal. Bilangan Prandtl menunjukkan nilai perpindahan kalor pipa ke fuida, dan mengontrol ketebalan relatif lapisan batas termal dan momentum. Semakin kecil Pr, maka difusi panas makin cepat. c. Bilangan Grashof
(6)
L = dimensi panjang benda (sama seperti pada Bilangan Nusselt) g = gravitasi bumi
μ =
viskositas fluida
β = koefisien muai volume zat cair
ΔT = beda temperatur
ρ = densitas fluida Bilangan Grashof merupakan perbandingan antara gaya apung dan gaya viskos di dalam sistem perpindahan kalor konveksi bebas. Bilangan ini digunakan untuk menghubungkan
Kelompok 2
9
[KONVEKSI ALAMI]
Perpindahan Kalor
data konveksi natural. Bilangan Reynold digantikan bilangan ini untuk persamaan konveksi karena memiliki peran yang sama sebagai variabel utama yang digunakan sebagai kriteria transisi dari aliran lapisan batas laminar menjadi turbulen. Gr yang besar berarti lapisan batasnya turbulen, hal yang sama terjadi sebaliknya. d. Bilangan Reynolds (ReD)
(7)
Bilangan Reynolds merupakan suatu bilangan yang menunjukan apakah aliran yang diamati tersebut merupakan suatu aliran turbulen ataukah merupakan suatu aliran laminar. Hal ini bergantung dari besarnya nilai bilangan Reynolds yang dihasilkan. e. Bilangan Rayleigh (Ra)
(8)
Merupakan suatu bilangan yang berasal dari hasil perkalian antara bilangan Reynold dan bilangan Grashof, yang mana dari bilangan ini kita dapat menentukan nilai dari bilangan tak berdimensi lainnya, yaitu bilangan Nusselt. Dimensi karakteristik yang digunakan dalam penghitungan bilangan Nusselt dan Grashof bergantung pada geometri permasalahan. Untuk memudahkan perhitungan, dapat digunakan persamaaan:
dengan nilai dan
̅
(9)
berbeda-beda untuk setiap kasus.
Dimensi Karakterisitik
Dimensi karakteristik memengaruhi nilai bilangan Nusselt dan bilangan Nusselt nantinya akan memengaruhi nilai koefisien perpindahan panas konveksi. Nilai koefisien perpindahan panas konveksi tersebut berbeda untuk setiap geometri permukaan, yakni vertikal atau horizontal. Dimensi karakteristik merupakan parameter atau hasil pengukuran yang diperlukan untukmendefinisikan karakteristik dari suatu objek, seperti panjang, lebar, dan tinggiatau ukuran dan bentuk. Dimensi karakteristik ( L)
didefinisikan sebagai perbandingan luas
permukaan dengan parameter terbasahi, atau: L
A P
(10) Kelompok 2
10
[KONVEKSI ALAMI]
Perpindahan Kalor
Dimana A = luas P = parameter basah (wetter perimeter ) Di mensi karakter istik memil ik i peran dalam penentuan koefisien perpindahan kalor
konveksi dimana dimensi karakteristik ini merupakan salah satu komponen yang dibutuhkan pada persamaan penentuan koefisien kalor konveksi. Persamaan tersebut adalah:
h
Nu . k L
(11)
3. Bagaimana jenis aliran dan ketebalan lapisian batas fluida dapat mempengaruhi proses per pindahan k alor konveksi yang terjadi?
Jawab: Jenis Aliran 1. Al ir an Viskos (Kental)
Pada gambar 10 (lampiran) terlihat bahwa mulai dari tepi depan pelat terbentuk suatu daerah dimana pengaruh gaya viskositas makin meningkat. Gaya-gaya viskositas ini biasa dijelaskan dengan tegangan geser (shear stress) τ antara lapisan fluida. Persamaan viskositas adalah:
(12)
konstanta proposionalitas μ merupakan viskositas dinamik (N.s/m2) sedangkan du/dy merupakan gradient keceptan fluida. Daerah aliran yang terbentuk dari tepi depan plat, dimana pengaruh viskositas terlihat disebut lapisan batas. Pada permulaan, pembetukan lapisan batas itu laminar, namun pada jarak kritis tertentu (bergantung pada medan aliran dan sifat fluida), gangguan-gangguan kecil pada pada fluida mulai membesar dan mulailah terjadi proses transisi hingga aliran turbulen. Aliran turbulen dapat digambarkan sebagai arus acak dengan fluida bergerak tidak hanya dalam satu lapisan. Pengelompokkan aliran fluida seperti ini sesuai dengan angka Reynolds yang merupakan angka tak berdimensi:
(13)
Pada praktisnya, nilai kritis daerah transisi dipengaruhi oleh kekasaran permukaan dan tingkat turbulensi arus bebas. Profil laminar hampir mendekati parabola, sedangkan profil turbulen mempunyai bagian dekat dengan dinding yang hampir mendekati garis lurus. Bagian linier ini disebabkan oleh adanya sub-lapisan laminar yang ada di dekat permukaan. Kelompok 2
11
[KONVEKSI ALAMI]
Perpindahan Kalor
Di luar sub lapisan ini, profil kecepatan relatif agak rata dibandingkan dengan profil laminar. Angka Reynolds digunakan sebagai kriteria untuk menunjukkan apakah aliran dalam tabung atau pipa laminar atau turbulen, untuk biasanya turbulen 2000
Red < 4000
daerah transisi yang biasa digunakan
2. Ali ran Invisid
Pada aliran invisid, aliran pada jarak yang cukup jauh dari plat mempunyai suatu sistem aliran nonviskos atau invisid. Aliran ini merupakan idealisme bahwa fluida tidak memiliki viskositas (sangat encer) sehingga shear stressnya bisa diabaikan. Pada neraca gaya incompressible fluid , gaya ini dibuat sama dengan perubahan momentum dalam fluida itu, maka persamaan Bernoulli pada aliran sepanjang aliran adalah:
(14)
dengan ρ adalah densitas fluida, P adalah tekanan pada titik tertentu dalam aliran, dan V adalah kecepatan aliran pada titik itu. Pengaruh Jenis Aliran
Jenis aliran terdiri dari aliran laminar, turbulen dan transisi pada aliran viskos. Aliran laminar cenderung menghantarkan panas dengan konduksi. Sedangkan pada daerah turbulen, perpindahan kalor terjadi dengan cepat dari satu titik ke titik lain hal ini dikarenakan adanya aktivitas eddy (karena adanya konveksi) dan konduktivitas termal pusaran. Mekanisme untuk perpindahan kalor yang cepat ini menghasilkan perbedaan suhu di daerah aliran turbulen kecil. Pada daerah dekat dengan dinding sepeti pada gambar 6 , aktivitas eddy dapat diabaikan, dan biasanya pada daerah laminar kalor berpindah hanya melalui mekanisme konduksi, proses yang lama dibandingkan dengan perpindahan eddy. Sehingga akan terdapat perubahan suhu yang besar antara daerah viskos yang tipis. Pada daerah transisi (buffer zone), perpindahan kalor dipengaruhi oleh konduksi dan aktivitas e ddy.
Kelompok 2
12
[KONVEKSI ALAMI]
Perpindahan Kalor
Gambar 6. Profil Temperatur pada Aliran Turbulen Sumber : Bird, Transport Phenomena
Konveksi pada aliran laminar, suhu merupakan fungsi jarak. Pada perbedaan jarak yang sedikit, terjadi perbedaan suhu yang cukup besar. Sedangkan pada aliran turbulen, suhunya lebih merata, karena perpindahan kalor didalamnya lebih cepat. Sehingga pada perbedaan jarak tertentu, perbedaan suhunya tidak terlalu besar. Ketebalan Lapisan Batas Fluida
Lapisan batas merupakan lapisan dimana masih terdapat gradient kecepatan pada suatu fluida atau fluida masih dipengaruhi oleh permukaan yang kontak dengannya. Gradien suhu akibat proses pertukaran kalor antar fluida dan dinding. Pada gambar 11 (lampiran) suhu dinding adalah T w dan suhu fluida di luar lapisan batas termal adalah T ∞, sedang tebal lapisan termal adalah δt . PAda dinding, kecepatan adalah 0 dan perpindahan kalor ke fluida berlangsung secara konduksi. Dengan menggabungkan persamaan untuk konveksi dan konduksi didapatkan:
(15)
Sehingga hanya perlu ditentukan gradient suhu pada dinding untuk menentukan nilai h. Pendekatan distribusi suhu dapat diperoleh dengan persamaan:
(16)
dengan δt merupakan tebal lapisan batas termal.
Angka Prandtl merupakan parameter yang menghubungkan ketebalan relatif antara lapisan batas hidrodinamik dan lapisan-lapisan batas termal. Viskositas kinematik fluida memberikan informasi tentang laju difusi momentum dalam fluida karena gerakan molekul. Difusivitas termal memberikan petunjuk yerntang hal yangs erupa mengenai difusi kalor dalam fluida. Kelompok 2
13
[KONVEKSI ALAMI]
Perpindahan Kalor
Bagi perpindahan kalor, tebal lapisan batas yang laminar merupakan hambatan terhadap perpindahan kalor. Sehingga semakin besar lapisan batas, semakin besar hambatan perpindahan kalornya. Pengaruh Ketebalan Lapisan Batas Fluida terhadap Perpindahan Kalor
Gambar 7. Profil Lapisan Batas Sumber : Navers, Fluid Mechanic for Chemical Engineer
Pada lapisan laminar, lapisan batas laminar yang terbentuk cukup tebal. Sehingga pada aliran laminar, dengan lapisan batas yang tebal, perpindahan kalornya akan lama karena adanya hambatan yang besar. Pada lapisan batas laminar berl aku persamaan:
√
(17)
dengan v adalah viskositas kinematik, x adalah jarak, u∞ kecepatan fluida – tak berhingga, dan δ adalah tebal lapisan batas. Sedangkan pada aliran turbulen, terbentuk lapisan batas turbulen, namun juga terdapat lapisan batas laminar yang sangat tipis di dekat permukaan dinding. Dengan tipisnya lapisan batas laminar pada aliran turbulen, hambatan perpindahan kalornya hanya sedikit dan perpindahan kalor yang terjadi lebih cepat dibandingkan pada aliran laminar. Pada lapisan batas turbulen berlaku: L apisan-batas sepernu hn ya tur bul en dari tepi depan plat.
Pada kondisi ini δ=0, pada x = 0, didapatkan:
(18) 5
Pada lapisan batas mengik uti pola pertumbuhan lami nar sampai Re = 5 x 10 dan k rit menj adi tur bulen sesudah i tu.
Pada kondisi
pada
diperoleh persamaan: (19) Kelompok 2
14
[KONVEKSI ALAMI]
Perpindahan Kalor
Persamaan ini hanya berlaku pada daerah 5 x 10 5 < Rex < 10 7. 4. Bagaimana mekani sme dan hubungan empir is untu k perpindahan kal or k onveksi alami pada plat dan sil in der vertikal serta pada plat sil in der hor izontal? Jawab:
Rumus Empiris untuk Konveksi Bebas
Selama bertahun-tahun telah diketahui bahwa koefisien perpindahan kalor konveksi bebas rata-rata untuk berbagai situasi dapat dinyatakan dalam bentuk fungsi sebagai berikut :
̅ ()
(20)
dimana subskrip f menunjukkan bahwa sifat-sifat gugus tak berdimensi harus dievaluasi pada suhu film
(21)
Produk perkalian antara angka Grashof dan angka Prandtl disebut angka Rayleigh :
(22)
Angka Grashof (Gr) dan angka Nusselt (Nu) digunakan pada sistem dengan bentuk tertentu.Pada plat vertikal, maka tinjauannya adalah panjang plat L, sedangkan untuk silinder horisontal, maka tinjauannya adalah padadiameter d, dan seterusnya. 1. Konveksi B ebas dari Plat Rata Vertikal
Apabila plat dipanaskan, akan terbentuk suatu lapisan batas. Pada dinding, kecepatan fluida sama dengan nol karena terdapat kondisi tanpa gelincir (no slip), kecepatan itu bertambah terus sampai mencapai nilai maksimum dan kemudian menurun lagi hingga nol pada tepi lapisan batas, karena kondisi “arus bebas” (“ free stream”) tidak ada pada sistem konveksi-bebas. Perkembangan awal lapisan-batas adalah laminar tapi pada jarak tertentu dari tepi depan terbentuk pusaran-pusaran dan transisi ke lapisan batas turbulen mulai terjadi. Pada jarak yang lebih jauh dari plat, lapisa n batas mungkin turbulen seluruhnya. Pada plat-rata vertikal ini juga diperhitungkan distribusi suhunya. Adapun persamaan yang tebentuk setelah mengalami beberapa kondisi batas yaitu:
(23)
Pada plat-rata vertikal juga terdapat distribusi suhu. Persamaan akhir yang didapat untuk profil suhu ini yaitu:
(24)
Kelompok 2
15
[KONVEKSI ALAMI]
Perpindahan Kalor
Pada plat-rata vertikal, terdapat yang disebut dengan lapisan batas. Adapun persamaan untuk lapisan batas yaitu:
⁄⁄ ⁄
di mana Pr adalah angka Prandtl dan Gr adalah angka Grashof
(25) .
Dengan menggunakan distribusi suhu, kita dapatkan persamaan:
⁄⁄⁄
(26)
sehingga persamaaan tak-berdimensi untuk koefisien perpindahan kalor menjadi:
(27)
2. Konveksi Bebas dari Bi dang dan Sil in der Vertikal
Dalam sistem bidang datar vertikal, kalor dipindahkan dari bidang vertikal ke sebuah fluida yang bergerak paralel dengan konveksi alamiahnya. Peristiwa ini hanya terjadi ketika fluida yang bergerak sedikit terkena efek gaya konveksi. Anggap fluida mengalir akibat pemanasan,korelasi berikut dapat digunakan ditambah dengan mengasumsikan fluida adalah sebuahdiatomik ideal yang berbatasan dengan bidang vertikal bertemperatur konstan dan aliran fluida laminar. Untuk permukaan vertikal, angka Nusselt dan angka Grashof dibentuk dengan L, yaitu tinggi permukaan, sebagai dimensi karakteristik. Untuk permukaanyang isotermal, rumus perpindahan kalor sama antara plat vertikal dengan silinder vertical (bila tebal lapisan batas tidak besar dibandingkan diameter silinder), dengan kriteria umum :
(28)
dimana D adalah diameter silinder. Nilai untuk konstanta diberikan pada Tabel 1 (llampiran) dimana diberikan pula catatan tentang rujukan yang dapat diperiksa lebih lanjut. Dan rujukan angka Nusselt dari perhitungan fluks kalor menunjukkan bahwa rumus di bawah ini merupakan rumus yangdievaluasi dari suhu film :
̅ ()
(29)
Rumus-rumus yang lebih rumit diberikan oleh Churchill dan Chu dan berlaku untuk rentang angka Rayleigh. Yang lebih luas :
̅ [] ̅ []
Kelompok 2
(30)
(31) 16
[KONVEKSI ALAMI]
Perpindahan Kalor
Percobaan-percobaan ekstensif mengenai konveksi bebas dari permukaan vertikal padakondisi fluks kalor tetap memberikan hasil Grashof termodifikasi, Gr* :
yang dinyatakan dalam angka
(32)
dimana qw adalah fluks kalor dinding. Koefisien perpindahan kalor lokal untuk aliran laminar dikorelasikan oleh rumus
Nilai
tidak sama dengan Gr x, transisi lapisan batas akan bermula pada
(33)
Pr =
3x1012dan 4x10 13 dan berakhir antara 2x1013 dan 1014. Aliran turbulen yang berkembang
penuh terdapat pada
Pr = 1014 dan percobaan itu dilanjutkan sampai
Pr = 1016. Untuk
daerah turbulen, koefisienperpindahan kalor lokal dinyatakan dengan hubungan :
(34)
Koefisien konveksi bebas rata-rata untuk kasus fluks kalor tetap di air sama berlaku jugauntuk di udara. Untuk daerah laminar, dengan menggunakan persamaan (33) untuk mengevaluasi h x:
̅ ∫ ̅
(35)
Bila menyisipkan
(36)
pada persamaan (1), diperoleh persamaan :
(37)
Dan, untuk perpindahan kalor lokal pada laminar dengan m = ¼, diperoleh :
(38)
Untuk daerah turbulen, m = 1/3, diperoleh :
(39)
Korelasi perpindahan kalor konveksi bebas untuk perpindahan kalor dari plat vertikal panas disajikan dalam grafik 1 (lampiran). 3. Konveksi Bebas dari Sili nder H ori zontal Kelompok 2
17
[KONVEKSI ALAMI]
Perpindahan Kalor
Nilai-nilai konstanta C dan m untuk silinder diberikan pada tabel 1 (lampiran). Ramalan dari Morgan merupakan yang paling andal untuk Gr Pr di sekitar 10 -5. Persamaan yang lebih rumit, yang dapat digunakan untuk rentang Gr Pr yang lebih luas, diberikan oleh Churchill dan Chu :
̅ {[]}
(40)
Persamaan yang lebih sederhana juga berlaku namun hanya untuk aliran laminar dari 10 -6< Gr d Pr < 109:
[]
(41)
Sedangkan untuk perpindahan kalor dari silinder horizontal ke logam cair dapat dihitung dengan persamaan :
(42)
4. Konveksi Bebas dari Plat H ori zontal
Permukaan Isotermal Koefisien perpindahan-kalor rata-rata horizontal dihitung dengan persamaan (1) dengan memakai konstanta yang diberikan pada Tabel 1. Dimensi karakteristik yang digunakan dalam persamaan ini secara tradisional adalah panjang sisi bujur sangkar, rata-rata kedua dimensi untuk siku empat, dan 0,9d untuk piring bundar. Kesesuaian dengan data percobaan bisa dicapai bila dimensi karakteristik dihitung dari:
(43)
dimana A adalah luas, dan P merupakan perimeter basah (wetter perimeter) permukaan itu. Dimensi karakteristik ini juga berlaku untuk bidang berbentuk tak simetris. Fluks kalor tetap Eksperimen menghasilkan korelasi-korelasi berikut ini untuk fluks kalor tetap pada plathorizontal. Untuk muka yang dipanaskan menghadap keatas, maka:
̅ ̅ ̅
Dan
(44)
(45)
Untuk muka yang dipanaskan menghadap ke bawah adalah:
Kelompok 2
(46)
18
[KONVEKSI ALAMI]
Perpindahan Kalor
Dalam persamaan diatas, semua sifat, kecuali β, dievaluasi pada suhu T e yang didefinisikan dengan:
(47)
Dan Tw adalah suhu dinding rata-rata yang, seperti terdahulu dihubungkan oleh fluks
̅ ̅ ̅
kalor oleh:
(48)
Angka Nusselt seperti terdahulu, dibentuk oleh:
(49)
5. Bagaimana pul a mekani sme dan hubungan empir is un tuk sistem benda dengan bentuk tak teratur , bola, perm ukaan yang mi r in g dan dalam r uang tertutup? Jawab: a. Benda Bentuk Takteratur
Tidak ada sesuatu korelasi umum yang berlaku untuk benda padat yang bentuknya tak teratur. Persamaan (20) dapat digunakan dengan C=0,775 dan m=0,208 untuk silinder vertikal yang tingginya samadengan diameternya. Angka Nusselt dan Angka Grasshoff dievaluasi dengan menggunakan diameter sebagai panjang karakteristik. Lienhard menyarankan suaturesep yang menggunakan jarak yang ditempuh partikel fluida di dalam lapisan batas itu sebagai panjang karakteristik, dan menggunakan nilai C=0,52 dan m=1/4 dalam persamaan dalam daerah laminar. Cara ini dapat digunakan sebagai taksiran dalam menghitung koefisien perpindahan-kalor bila tak ada informasi yang khas untuk bentuk geometri tertentu. b. M ekanisme dan H ubungan Empir is untuk Bol a
Rumus empiris untuk perpindahan kalor konveksi bebas dari bola ke udara (Yuge) dirumuskan sebagai:
̅
(50)
Persamaan ini dapat diubah dengan memasukkan angka Prandtl, sehingga didapatkan:
(51)
Persamaan-persamaan ini digunakan dengan suhu film udara disekitar permukaan bola. Namun dapat digunakan juga dalam zat cair bila tidak ada informasi khusus untuk itu. Kelompok 2
19
[KONVEKSI ALAMI]
Perpindahan Kalor
Angka Rayleigh yang rendah akan mengakibatkan angka Nusselt mendekati 2,0. Nilai inilah yang didapatkan pada konduksi murni melalui fluida stagnan tak berhingga yang mengelilingi bola itu. Untuk rentang angka Rayleigh yang lebih tinggi, dapat digunakan hasil eksperimen dari Amato dan Tiem dengan air memperoleh persamaan korelasi berikut:
dimana nilai angka Rayleigh harus lebih tinggi dalam rentang
(52)
hingga
.
c. M ekanisme Konveksi Al ami dan H ubungan Empir isnya untuk Permu kaan M ir in g
Berbagai percobaan dilakukan oleh Fuju dan Imura untuk plat yang dipanaskan di dalam air dengan berbagai sudut kemiringan. Sudut plat terhadap bidang vertikal ditandai dengan θ, dengan tanda positif untuk menunjukkan bahwa permukaan pemanas menghadap ke bawah. Untuk plat miring yang menghadap ke bawah dengan fluks kalor yang hampir tetap, didapatkan korelasi untuk angka Nusselt rata-rata se bagai berikut:
̅
(53)
Pada persamaan 53 terlihat bahwa semua sifat, kecuali β dievaluasi pada suhu referensi T e yang didefinisikan oleh:
(54)
dengan T w ialah dinding rata-rata (mean wall temperature) dan T∞ suhu aliran bebas, β ditentukan pada suhu T
0,50(Tw T )
.
Untuk plat hampir horizontal yang menghadap ke bawah, artinya 88 o < θ < 90 o, maka didapatkan lagi suatu rumus tambahan:
̅
(55)
Untuk plat miring dengan dengan permukaan panas yang menghadap ke atas , korelasi empirisnya menjadi lebih rumit. Untuk sudut antara -15 o dan -75 o, korelasinya pada jangkauan
̅
untuk rentang
adalah sebagai berikut:
(56)
.
Pada Gr e< Gr c suku pertama Persamaan 51 tidak digunakan. Persamaan-persamaan di atas berlaku pula untuk permukaan bersuhu tetap (isotermal). Pengukuran eksperimen dengan suhu udara pada permukaan yang mempunyai fluks kalor tetap menunjukkan bahwa Kelompok 2
20
[KONVEKSI ALAMI]
Perpindahan Kalor
persamaan (33) dapat digunakan untuk daerah laminar apabila Gr x* disubstitusi dengan Gr x*cos θ, baik untuk permukaan panas yang menghadap ke atas, maupun ke bawah. Di daerah turbulen dengan udara, didapat korelasi empiris sebagai berikut:
(57)
Untuk silinder miring, perpindahan kalor laminar pada kondisi fluks kalor tetap dapat dihitung dengan persamaan berikut:
(58)
θ adalah sudut antara silinder dengan garis vertikal, dimana 0o menunjukkan silinder vertikal. Sifat-sifat dievaluasi pada suhu film, kecuali β yang ditentukan pada kondisi sekitar. d. M ekanisme dan H ubungan E mpir is untuk Ruang Tertu tup 1. Plat Ver tikal
Sistem dengan fluida diantara dua plat vertikal yang terpisah dengan jarak satu sama lain digambarkan pada Gambar 8. Jika fluida itu diberi beda suhu
, maka
terjadilah perpindahan kalor dengan daerah aliran kira – kira seperti pada Gambar 12 Lampiran. Dalam gambar tersebut, angka Grashof rendah dihitung dengan persamaan:
(59)
Gambar 8 . Nomenklatur untuk konveksiebas dalam ruang vertikal tertutup. Sumber : J.P.Homan Heat Transfer (2010)
Pada angka Grashof yang sangat rendah, terdapat sedikit arus konveksi bebas, dan perpindahan kalor berlangsung melalui konduksi. Pada angka Grashof tinggi, terdapat beragam aliran, sehingga perpindahan kalor meningkat dengan teratur , seperti dinyatakan dalam angka Nusselt
2. Plat Hor izontal
(60)
Kelompok 2
21
[KONVEKSI ALAMI]
Perpindahan Kalor
Perpindahan kalor pada ruang tertutup horizontal menyangkut dua kondisi yang berbeda.
Yang pertama adalah jika plat atas berada pada suhu yang lebih tinggi
dibandingkan yang bawah, maka fluida dengan ρ lebih rendah akan berada di atas fluida dengan ρ lebih tinggi sehingga tidak akan terjadi konveksi. Saat kondisi ini perpindahan kalor hanya dengan konduksi. Sedangkann kondisi kedua adalah saat plat bawah memiliki suhu lebih tinggi daripada plat atas. saat Gr < 1700 masih akan terlihat konduksi murni, dan Nu = 1. Setelah konveksi mulai terjadi akan terbentuk pola sel – sel heksagonal seperti pada Gambar 9, yang disebut juga pola sel Benard. Turbulensi dimulai pada Gr = 50.000 dan hal ini menghapuskan pola sel itu.
Gambar9. Pola sel B enard pada lapi san f lu ida tertutu p yang dipanaskan dari bawah. Sumber :. J.P. Holman.Heat Transfer (2010)
3. Sil in der Verti kal dan H ori zontal
Pemanasan/pendinginan konveksi alami transien dalam ruang tertutup berbentuk silinder vertikal atau horizontal dapat dihitung dengan:
(61)
dimana untuk angka Grashof digunakan panjang silinder L. 4. Dua B ola Konsentri k
Konduktivitas termal efektif untuk dua bola konsentrik dinyatakan dengan rumus:
dengan syarat: 0,25 ≤ δ/r i ≤ 1,5; merupakan
1,2×102 < Gr Pr < 109;
(62) dan 0,7 < Pr < 4150.
jarak celah ( = r o - r i). Konduktivitas termal efektif pada persamaan diatas
hanya dapat digunakan dengan rumus konvensional untuk konduksi tunak dalam cangkang berbentuk bola, dimana
(63)
5. Ruang Annul us Kelompok 2
22
[KONVEKSI ALAMI]
Perpindahan Kalor
Perpindahan kalor pada ruang annulus dinyatakan dengan; (64)
Dimana L adalah panjang anulus, dan jarak celah ialah = r o - r i.
Sebenarnya, pada setiap dimensi dan kondisi yang berbeda konveksi bebas ruang tertutup memiliki persamaan yang berbeda. Namun, secara garis besar bentuk umum konveksi-bebas pada ruang tertutup adalah
(65)
dengan konstanta C , n, dan m ada pada Tabel 2 Lampiran. Soal Perhitungan o
1. Sebuah bola berdiameter 2,5 cm berada pada suhu 38 C, akan dibenamkan ke dalam suatu o
wadah yang ber isi air dengan suhun ya 15 C. Bagaiman anda menjelaskan pengaruh dimensi dan uk ur an wadah tersebut terhadap mekani sme perpin dahan kalor yang terjadi pada sistem di atas? Ji ka wadah yang digunakan adalah suatu bejana ber ukur an 8x7x6 3
cm , bagaimana anda menentukan laju perpindahan kalornya? Apa yang menjadi pertimbangan anda dalam m enentukan persamaan empir is yang akan di gunakan u ntuk menyelesaik an pr oblem di atas? Diketahui: bola D = 2,5 cm
T w
380 C
r 0 T
1,25 x10 15
0
2
m
C
Ditanya : a. Pengaruh dimensi dan ukuran wadah terhadap mekanisme perpindahan kalor b. Laju perpindahan kalor yang terjadi pada bola bila wadah bejana 8x7x6 cm3 c. Alasan penggunaan rumus empiris
Jawab: a. Pengaru h di mensi dan uk ur an wadah terhadap mekani sme per pindahan k alor
Sebenarnya pengaruh dimensi dan ukuran wadah berpengaruh terhadap mekanisme perpindahan kalor dalam sistem. Sistem dapat dipandang sebagai konveksi bebas dalam ruang tertutup. Diamana dalam sistem ini, terdapat perbedaan antara suhu permukaan bola dan wadahnya juga fluida. Hal ini dpaat mempengaruhi konveksi alami yang terjadi. Kelompok 2
23
[KONVEKSI ALAMI]
Perpindahan Kalor
Pengaruh wadah adalah mempengaruhi jenis aliran yang terbentuk. Semakin dekat jarak wadah dengan bola, mengakibatkan pengaruh lapisan batas semakin besar, dan hal ini dapat mempengaruhi perpindahan kalor selama konveksi. Dimensi wadah juga berpengaruh, karena dimensi wadah juga mempengaruhi jenis aliran yang akan terbentuk ketika bola dimasukkan. Di Holman disebutkan bahwa korelasi ekstensif mengenai konveksi bebas antara benda-benda berbentuk bola dengan berbagai bentuk geometri ruang kurung diberikan oleh Warrington dan Powe. Namun, karena tidak dijelaskan lebih lanjut, dan dari penulusuran literature tidak ditemukan korelasinya maka dilakukan pendekatan yang berbeda untuk menyelesaiakan persoalan ini. Ukuran dan dimensi wadah dianggap tidak mempengaruhi karena suhu yang ditinjau adalah suhu lapisan film di sekitar bola dimana bukan merupakan daerah lapisan batas dari permukaan wadah, atau permukaan wadah cukup jauh, sehingga pengaruh permukaannya terhadap aliran tidak ada. Sehingga, perpindahana kalor hanya dipengaruhi oleh dimensi bola dan fluida disekitarnya. 3
b. L aju per pin dahan k alor yang ter jadi pada bola bil a wadah bejan a 8x7x6 cm
Karena diasumsikan tidak ada pengaruh dari wadahnya atau diameter bola cukp kecil sehingga aliran tidak dipengaruhi oleh bola, maka ukuran wadah tidak berpengaruh terhadap perhitungan perpindahan kalor. Langkah pertama yang dilakukan untuk menyelesaikan persoalan ini adalah menentukan suhu film. Suhu film diperoleh dengan menggunakan persamaan:
T f
T w
T
2
38 15 2
26,5 0 C =299,5 K
Selanjutnya dengan menggunakan Daftar A.9 (Holman halaman593) diperoleh sifat-sifat air pada suhu 15oC. Dari interpolasi data di tabel diperoleh:
Karena fluida yang ada dalam sistem adalah air, maka untuk memecahkan persoalan ini digunakan persamaan yang dibentuk oleh Amato dan Tien yang telah dibahas sebelumnya Kelompok 2
24
[KONVEKSI ALAMI]
Perpindahan Kalor
pada konveksi bebas pada bola. Namun, terdapat persyaratan untuk menggunakan persamaan ini. Maka, dicek terlebih dahulu apakah sistem memenuhi persyaratan untuk menggunakan persamaan dari Amato dan Tien, dimana nilai dan
berada di antara
.
Nilai
Karena nilai Gr.Pr sistem memenuhi persyaratan menggunakan persamaan di atas , maka kita dapat menggunakan persamaan Amato dan Tien (persamaan 47):
Bilangan Nusselt ini memiliki keterkaitan dengan koefisien perpindahan kalor konveksi. Hal ini ditunjukkan dalam persamaan :
Dengan diketahuinya koefisien perpindahan kalor konveksi, maka besar perpindahan kalor pun dapat diketahui dengan menggunakan persamaan :
Jadi, l aju perpin dahan kal orn ya adalah 30,564 W.
c. Al asan penggunaan r umus empir is
Alasan penggunaan rumus empiris,
karena:
Dimensi dan ukuran wadah diabaikan dengan asumsi, pengaruh permukaannya tidak ada terhadap daerah aliran di sekitar bola atau bukan merupakan sistem tuang tertutup.
Dimensi benda padatan yang dimasukkan dalam air adalah bola
Kelompok 2
25
[KONVEKSI ALAMI]
Perpindahan Kalor
Persamaan ini merupakan persamaan konveksi bebas pada bola yang dimasukkan dalam fluida air. Sehingga saat tepat untuk diaplikasikan pada sistem dengan fluida air.
Nilai Nilai
yang diperoleh berada pada rentang nilai untuk penggunaan persamaan
Amato dan Tien 3×105 < Gr Pr < 8×10 8. o
2. Sebuah sil inder verti kal dengan ti nggi 1,8 m, diameter 7,5 cm, dan suh u 93 C, ber ada o
dalam li ngku ngan dengan suhu 30 C. Hi tungl ah kalor yang dil epas melal ui konveksi alami dari sil in der in i. Dapatkah sil in der tersebut diperlakukan sebagai sebuah plat r ata ver tikal? Ji ka sili nder tidak dapat dianal ogikan dengan plat r ata ver tikal, bagaimanakah cara anda menyelesaik an permasalah an di atas?
Diketahui :
Ditanya: q
= ... ?
D M i n
= ... ?
Dapatkah
dianalogik an
sebagai
plat
rata vertikal? Ji ka tidak, bagaimana cara
penyelesaiannya? Jawab:
a. Kalor yang lepas melalui konveksi alami silinder vetikal
Untuk menghitung kalor yang lepas melalui konveksi alami, digunakan persamaan:
̅
Diasumsikan, silinder berdiri di atas tanah, atau digambarkan dengan:
Aliran Udara
Sehingga luas permukaan yang kotak langsung dengan fluida adal ah:
Kelompok 2
26
[KONVEKSI ALAMI]
Perpindahan Kalor
Nilai Tw dan T∞ diketahui. Sedangkan yang tidak diketahui dalah nilai koefisien perpindahan kalornya. Pada konveksi alami, salah satu faktor yang mempengaruhi adalah dimensi benda padat yang dilewati oleh fluida. Oleh karena itu, untuk menentukan nilai diperlukan pendekatan empiris.
̅
Pendekatan empiris yang dilakukan adalah dengan melakukan pendekatan dengan konveksi bebas dari bidang dan silinder vertikal. Pada umunya, silinder vertikal dapat diperlakukan sebagai plat rata vertikal ketika:
D L
35
Gr L
1/ 4
Sehingga, dicek terlebih dahulu apakah silinder dalam sistem dapat dianggap plat vertikal. Bilangan Gr berlaku pada suhu film. Suhu film: T f
T w
T
2
93 30 2
61,50 C = 334,5 K
Dengan menggunakan Daftar A.5 (Holman ,589) diperoleh sifat-sifat udara. Dari interpolasi diperoleh data:
Dari data yang didapatkan dapat diperoleh Nilai Grashof sistem:
Sehingga,
Sedangkan:
Dalam sistem ini, silinder tidak dapat dianggap sebagai plat vertikal karena:
Kelompok 2
27
[KONVEKSI ALAMI]
Karena tidak memenuhi syarat, perhitungan
̅
Perpindahan Kalor
didekati dari perhitungan bilangan Nusselt
terlebih dahulu. Diasumsikan bahwa permukaan silinder isotermal, sehingga berlaku persamaan:
̅ [] ̅ []
Untuk menggunakan persamaan ini dilakukan dulu pengecekan bilangan Rayleighnya.
Sehingga, digunakan persamaan yang kedua.
] ̅ [ ] ̅ [ ̅ ̅ ̅ ̅ ̅ ̅ ̅ ̅ ̅ ̅ ̅ ̅ Dengan diketahui nilai
dapat diketahui nilai :
Sehingga, dapat dihitung kalor yang lepas:
Jadi kal or yang dil epas melal ui konveksi alami sili nder in i adalah 135,48 W
Kelompok 2
28
[KONVEKSI ALAMI]
Perpindahan Kalor
b. Dapatkah dianal ogikan sebagai pl at r ata ver tik al? Seperti yang telah di hitung pada jawaban a, bahwa syarat agar dapat dianalogikan sebagai plat rata vertikal adalah:
D L
35
Gr L
1/ 4
Sedangkan dari perhitungan, sistem memiliki nilai:
Sehingga, sistem silinder ini tidak dapat dianalogikan sebagai plat rata vertikal. Diameter minimum yang harus dimiliki silinder agar dapat diasumsikan s ebagai plat rata vertikal adalah: Karena minimum, maka nilainya harus:
Sehi ngga, min imal diameter sisli nder har us dua kal i diameter awal , agar bisa diasumsik an sebagai pl at rata ver ti kal .
c. Ji ka sil in der tidak dapat dianalogik an dengan plat rata ver tikal, bagaim anakah car a anda menyelesaik an per masalah an di atas?
Seperti yang telah dijelaskan pada nomor a, permasalahan ini disel esaikan dengan menentukan nilai koefisien perpindahan kalornya dengan asumsi bahwa permukaannya isotermal. Dari sini dapat dihitung angka Nusselt dengan persamaan
̅ [] ̅ [] Kemudian angka Nusselt digunakan untuk mencari nilai:
Kelompok 2
29
[KONVEKSI ALAMI]
Perpindahan Kalor
̅ ̅ ̅
Dan kalor yang dilepas dengan konveksi dapat dihitung:
Kelompok 2
30
[KONVEKSI ALAMI]
Perpindahan Kalor
DAFTAR PUSTAKA
Kelompok 2
31
[KONVEKSI ALAMI]
Perpindahan Kalor
LAMPIRAN Gambar 10
Gambar 10. Bagan menunjukkan berbagai daerah alira n lapisan batas di atas plat rata Sumber: Holman, J.P 2010
Gambar 11
Gambar 11. Profil suhu pada lapisan batas termal Sumber: Holman, J.P 2010
Gambar 12 Kelompok 2
32
[KONVEKSI ALAMI]
Perpindahan Kalor
Gambar 12. Diagram Sketsa dan Ragam Aliran Lapisan Konveksi Vertikal Sumber: J.P.Holman, Heat Trasfer (2010)
Grafik 1
Grafik 1 Korelasi Perpindahan Kalor K onveksi bebas untuk perpindahan kalor dari plat vertukan panas. Sumber : Holman, J.P.Heat Transfer. 2010
Kelompok 2
33