KATA PENGANTAR
Di era global seperti sekarang ini, kesadaran anggota masyarakat terhadap keberadaan organisasi dan manajemen semakin meningkat. Ketatnya persaingan, meningkatnya kadar ketidakpatian, dan semakin dirasakannya keterbatasan, mendorong orang-orang untuk semakin hatihati dalam berpikir dan bertindak, terutama dalam urusan bisnis yang menuntut kecermatan dalam perencanaan, kesungguhan dalam pelaksanaan, dan kejelian dalam evaluasi, agar tujuan tercapai dengan baik. Oleh karena itu, memahami manajemen dan keterampilan dalam menerapkan fungsi-fungsinya menjadi penting. Dalam manajemen, tahap perencanaan memegang peranan penting, karena perencanaan merupakan langkah awal untuk memiliki sebuah pedoman kerja yang terarah dan jelas, sehingga aktifitas organisasi dapat diarahkan untuk mencapai tujuan. Perencanaan yang baik memberikan kontribusi besar terhadap keberhasilan mencapai tujuan, tetapi sebuah rencana tidak berarti apa-apa tanpa adanya pelaksanaan atau implementasi. Oleh karena itu, dalam buku ini perencanaan dan implementasi menjadi bahasan utama, kemudian dilengkapi dengan evaluasi. Hal lain yang perlu juga dikemukakan, bahwa rencana yang baik dapat dijadikan pedoman pelaksanaan sekaligus dapat digunakan sebagai pedoman evaluasi, karena dalam prakteknya evaluasi adalah membandingkan antara target yang ditetapkan dalam rencana dan realisasi sebagai hasil implementasi. Hal lain yang perlu digarisbawahi adalah tentang perubahan cara pandang seseorang dalam menyikapi proses perencanaan dan munculnya sebuah rencana. Dalam v
kehidupan nyata sulit dipungkiri adanya perencanaan semu, artinya tidak mencerminkan sebuah rencana murni yang utuh, karena sering terjadi penyusunan rencana berdasarkan dana yang tersedia, sehingga sulit mewujudkan sesuatu yang berkualitas. Idealnya, rencana disusun sedemikian rupa guna mewujudkan suatu produk sesuai dengan harapan. Dana, merupakan konsekuensi dari sebuah rencana, berapa pun dana yang diperlukan harus dipenuhi kalau memang sudah diperhitungkan dengan matang dan akurat. Buku ini diberi judul "Perencanaan, Implementasi, dan Evaluasi Kebijakan (Fungsi-Fungsi Manajemen)”, yang diharapkan dapat menjadi bahan renungan bagi pembaca, khususnya mahasiswa dalam memahami tentang fungsifungsi manajemen yang tidak dapat dipisahkan dengan manajemen secara keseluruhan. Bagi mahasiswa atau orang yang memiliki minat untuk mempelajari seluk beluk manajemen, buku ini akan sangat membantu dalam memahami keterkaitan antara perencanaan, implementasi, dan evaluasi, sehingga dapat menambah wawasan untuk dijadikan bekal dalam mengemban tugas sebagai manajer. Diakui bahwa dalam penyusunan buku ini penulis banyak menghadapi kendala yang disebabkan oleh keterbatasan, terutama keterbatasan waktu dan tenaga. Tetapi berkat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, kendala-kendala tersebut dapat diatasi sehingga buku ini selesai disusun dan akhirnya sampai ke tangan pembaca. Oleh karena itu, dalam kesempatan yang baik ini penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam berbagai bentuk. Akhirul kata, penulis berharap semoga buku ini bermanfaat bagi siapa saja yang ingin mengembangkan diri melalui belajar dan berpikir, sehingga hari ini akan lebih baik dari kemarin, dan hari esok akan lebih baik dari hari ini vi
melalui membaca dan belajar . Hanya kepada Allah-lah, kita semua memohon petunjuk dan perlindungan, semoga niat baik kita semua mendapat izin dan ridhoa-Nya. Amiin.
Majalengka, April 2014
Penulis
vii
PENGANTAR PENERBIT Dewasa ini perkembangan Iptek semakin pesat, seiring dengan tuntutan zaman yang semakin kompleks, sehingga diperlukan pemikiran yang arif dan bijak guna menghadapi perubahan yang terus berlangsung. Demikian juga di bidang sosial, perubahan terus terjadi sehingga memerlukan perubahan cara pandang ke arah yang lebih baik agar apa yang dilakukan lebih efektif dan efisien. Pada tataran praktis, harus diakui bahwa orang semakin sadar akan perlunya berpikir dan bertindak cermat dalam segala hal, karena tingginya persaingan dan dinamika hidup yang semakin kompleks, di mana semua pekerjaan harus direncanakan terlebih dahulu. Perencaan, implementasi, dan evaluasi merupakan fungsi-fungsi manajemen yang paling krusial dalam kehidupan. Oleh karena itu, kami berusaha menerbitkan buku yang berjudul “Perencanaan, Implementasi, dan Evaluasi Kebijakan Fungsi-Fungsi Manajemen” ini, sebagai salah satu bentuk apresiasi dan dukungan untuk mewujudkan cita-cita beliau yang ingin menyumbangkan buah pikirannya kepada masyarakat dan bangsa agar mampu menghadapi hidup dan kehidupan dengan berbagai persoalannya demi kemajuan di masa yang akan datang. Buku ini ditulis oleh Prof. Dr. H.A. Yunus, Drs., SH., MBA, M.Si. dibantu oleh Dr. E.Kosmajadi, M.M.Pd. Di sela-sela kesibukannya sebagai Rektor Universitas Majalengka, beliau masih sempat menulis demi pengabdiannya kepada dunia pendidikan yang telah ditekuninya sejak 1967. Beliau meniti karir sebagai pendidik sejak usia muda sampai saat ini. Dalam perjalanan karirnya beliau sempat memasuki dunia birokrasi, tetapi naluri kependidikan tetap kuat dan akhirnya kembali ke dunia viii
pendidikan. Saat ini beliau telah melampaui usia 60 tahun, tetapi semangatnya dalam berkarya tak pernah surut, bahkan masih produktif dan memiliki mimpi besar untuk terus mengembangkan Universitas Majalengka yang semakin besar dan berkualitas. Selain itu, beliaupun aktif sebagai pengajar pada Program Pascasarjana Universitas Majalengka dan pada beberapa perguruan tinggi di Jawa Barat. Pada diri beliau melekat beberapa sifat yang layak diteladani dan sangat bermanfaat bagi yang lain, yakni pandai memotivasi orang lain, selalu siap menjadi pengayom, dan cepat tanggap terhadap ide dan gagasan yang inovatif. Kami berharap, dengan terbitnya buku ini semoga menjadi pendorong bagi semua orang untuk mengikuti jejaknya, menjadi pendidik yang produktif termasuk dalam menghasilkan karya tulis sebagai salah satu bentuk pengabdian kepada masyarakat.
Majalengka, April 2014
Penerbit
ix
x
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................... v KATA PENGANTAR PENERBIT................................. viii DAFTAR ISI ................................................................... x BAB I PENDAHULUAN ............................................. 1.1 Latar Belakang ........................................... 1.2 Organisasi ................................................... 1.3 Fungsi Manajemen dalam Organisasi .........
1 1 7 12
BAB II PERENCANAAN ............................................. 2.1 Pendahuluan ................................................ 2.2 Azas-azas Perencanaan................................ 2.3 Unsur, Sifat, dan Fungsi Perencanaan......... 2.4 Proses Perencanaan ..................................... 2.5 Perencanaan Strategis.................................. 2.6 Teknik-teknik Perencanaan .........................
15 27 29 35 45 58 74
BAB III PENGORGANISASIAN .................................. 3.1 Arti dan Definisi Organisasi........................ 3.2 Prinsip Organisasi........................................ 3.3 Pengorganisasian .........................................
79 79 87 91
BAB IV PELAKSANAAN KEBIJAKAN...................... 4.1 Pengertian Pelaksanaan (Implementasi)...... 4.2 Beberapa Pandangan tentang Pelaksanaan Kebijakan..................................................... 4.3 Kejelasan Makna Pelaksanaan .................... 4.4 Perbedaan Rencana dengan Pelaksanaan .... 4.5 Hubungan Rencana dengan Pelaksanaan .... 4.6 Kebijakan dalam Pelaksanaan ..................... 4.7 Skenario Pelaksanaan ..................................
109 112
x
115 120 125 127 130 133
4.8 4.9 4.10 4.11 4.12 4.13
Model-model Pelaksanaan ....................... Memilih Model Pelaksanaan .................... Beberapa Masalah dalam Pelaksanaan..... Menanggulangi Masalah Pelaksanaan...... Sistem Pelaksanaan ................................. Birokrasi dan Pelaksanaan........................
153 160 166 169 172 175
BAB V PENGAWASAN & EVALUASI KEBIJAKAN ..... 5.1 Pengawasan ................................................ 5.2 Teori dan Praktek Evaluasi Kebijakan Publik.......................................................... 5.3 Teori Sebab-Akibat dan Analisis Kebijakan ................................................................ 5.4 Teori Normatif dan Analisis Kebijakan ... 5.5 Fungsi Evaluasi Kebijakan......................... 5.6 Evaluasi Kebijakan.....................................
179 179 210 216 216 218 219
BAB VI PENUTUP......................................................... 234 DAFTAR PUSTAKA...................................................... 236
xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kebijakan publik (public policy), erat kaitannya dengan kehidupan bersama di dalam suatu Negara dengan berbagai aspek. Apabila membahas tentang negara, tentu saja akan meluas kepada hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan bersama yang berkenaan dengan : a. Siapa dan apa saja yang tinggal di negara, b. Siapa dan apa saja yang menjadi bagian dari negara tersebut, baik ketika berada di dalam negara maupun di luarnya, c. Siapa dan apa saja yang berhubungan dengan negara dan warga negara dari negara yang bersangkutan. Dari ketiga hal di atas dapat dilihat bahwa kehidupan bersama yang kita namakan negara, secara mutlak mengatur siapa dan apa yang ada di dalam negara. Kehidupan bersama di dalam suatu negara perlu diatur, tujuannya adalah agar satu sama lain tidak saling merugikan. Namun bukan sekedar diatur, melainkan perlu juga ada peraturan yang berlaku secara mengikat untuk semuanya. Bagi masyarakat yang melanggar akan diberi sanksi sesuai dengan bobot pelanggarannya, dijatuhkan oleh lembaga yang mempunyai tugas menjatuhkan sanksi. Aturan tersebut secara sederhana kita pahami sebagai kebayakan publik. Dengan demikian, kebijakan publik dapat juga dikatakan sebagai hukum. Namun secara lebih jelas, perlu dikemukakan definisi kebijakan publik yang telah dirumuskan oleh para pakar, antara lain pendapat Thomas R.Dye dalam Nugroho (2004;3), yang menyatakan bahwa : “Kebijakan publik sebagai 1
segala sesuatu yang dikerjakan pemerintah, mengapa mereka melakukan, dan hasil yang membuat sebuah kehidupan bersama tampil berbeda”. Sedangkan menurut Harord Laswell kebijakan publik melupakan suatu program yang diproyeksikan dengan tujuantujuan tertentu, nilai-nilai tertentu, dan praktek-praktek tertentu. Definisi ini menggambarkan bahwa dalam kebijakan publik akan mengandung rumusan tujuan yang ingin dicapai, nilai-nilai yang ingin dilestarikan, dan praktek-praktek yang akan dilakukan sebagai implementasi dari kebijakan yang bersangkutan. Masih banyak pendapat para ahli yang lain, namun perlu dicari rumusan yang lebih sederhana tanpa mengurangi makna yang ada di dalamnya. Menurut Riant Nugroho (2004: 4), kebijakan publik adalah “segala sesuatu yang tidak dikerjakan oleh pemerintah” Untuk memahami, siapa pemerintah itu yang sebenarnya, memang agak sulit untuk dijawab dengan tegas, karena tergantung kepada ungkapan-ungkapan yang mendahuluinya. Contoh : “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kehidupan bersama, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial…” (Pembukaan UUD 1945 alinea keempat). Dalam ungkapan tersebut yang dimaksud dengan pemerintah adalah mencakup seluruh organisasi negara, baik itu MPR, DPR, BPK, MA, dan Pemerintah Daerah. Kemudian 2
dalam kehidupan sehari-hari media massa sering menggunakan istilah pemerintah dalam pemberitaannya, seperti : “Pemerintah akan mengeluarkan Letter of Releaser and Dischange, pembebasan dari tuntutan bagi 4 orang obligator BPPN yang telah menyelesaikan utang-utangnya…” Dalam ungkapan ini yang dimaksud dengan pemerintah adalah BPPN yang merupakan bagian dari suatu kabinet. Sedangkan dalam ungkapan lain, pemerintah memiliki pengertian yang berbeda. Misalnya dalam ungkapan : “Pemerintahan Megawati merupakan kelanjutan dari pemerintahan Abdurachman Wahid....” Dalam ungkapan ini pemerintahan berarti Presiden beserta seluruh kabinet dan jaringan pemerintahan daerahnya. Walaupun yang disebut adalah nama Megawati atau Abdurachman Wahid, namun yang dimaksud bukan individu melainkan seperangkat orang dalam kebersamaan. Dari beberapa contoh di atas tampak bahwa belum ada rumusan yang jelas, siapa pemerintah sebagai aktor sentral dari kebijakan publik? Tetapi sudah mulai terlihat bahwa yang dimaksud dengan pemerintah tidak merujuk kepada seseorang atau individu, melainkan badan-badan publik yang bertujuan untuk melaksanakan tujuan negara. Maka untuk memahaminya perlu mengenal terlebih dahulu bahwa di dalam kehidupan bersama terdapat tiga jenis organisasi, yaitu: a. Organisasi publik b. Organisasi pencari laba c. Organisasi bukan pencari laba. Berdasarkan tiga jenis organisasi tersebut, kebijakan publik merupakan kebijakan yang dibuat oleh organisasi publik. Dengan demikian, dalam beberapa hal organisasi publik identik dengan pemerintah. 3
Dalam memahami suatu negara yang di dalamnya terdapat kebersamaan, begitu banyak pihak-pihak yang terlibat. Maka untuk menjaga kebersamaan tersebut perlu suatu aturan yang mampu mengatur semuanya. Sebelumnya, yang berfungsi sebagai perekat kebersamaan masyarakat adalah nilai-nilai kepercayaan, agama, dan tradisi yang dikenal dengan istilah modal sosial. Namun dalam lingkup yang lebih besar dan kompleks ketiga hal tersebut tidak cukup, sehingga berkembang menjadi administrasi. Karena berkaitan dengan publik, maka disebut administrasi publik. Istilah administrasi publik (public administration) yang berasal dari bahasa Inggris diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan beberapa istilah, ada yang menggunakan : administrasi publik, administrasi negara, administrasi pemerintahan, bahkan ada yang lebih sempit merujuk kepada birokrasi maupun sebuah sistem politik. Di dalam kamus Inggris-Indonesia (John M Echols) yang diterjemahkan oleh Hassan Shadily, public administration diterjemahkan sebagai ilmu ketata-prajaan, ilmu usaha negara, administrasi pemerintahan, atau negara”. Urusan negara dari masa ke masa terus berkembang dengan berbagai perubahan pandangan sesuai dengan tuntutan keadaan, bahkan negara membentuk bermacam-macam organisasi yang justru tidak diurus dengan cara negara, misalnya dengan adanya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) baik yang diurus oleh negara maupun bukan oleh negara. Dengan demikian, administrasi negara yang semula hanya berkaitan dengan pemerintahan, birokrasi, politik, dan sebagainya sekarang dituntut untuk melebarkan pandangan ke luar dari khasanah “administrasi negara”. Implikasinya makna administrasi tidak hanya sebagai administrasi saja melainkan dipahami sebagai manajemen. Hal ini berdasarkan alasan bahwa arti administrasi secara etimologis terlalu sempit karena 4
hanya merujuk kepada pelayanan, bahkan dalam kamus John M Echols diterjemahkan sebagai “tata-usaha”. Padahal administrasi negara dituntut untuk mampu mengkreasikan nilai bagi masyarakat atau bangsa di mana ia berada. Apalagi sekarang, peranan negara semakin penting dalam membangun daya saing global dari setiap negara. Dewasa ini, administrasi negara dihadapkan kepada perkembangan yang semakin kompleks, dengan meluas dan rumitnya misi sejalan dengan munculnya konsep good governance. Istilah ini disebut sebagai kepemerintahan yang baik (LAN, 2000). Oleh karena itu, implementasi administrasi dengan pola lama tidak akan mampu merespon kepentingan masyarakat secara keseluruhan. Apalagi apabila merujuk kepada ciri-ciri good governance rumusan UNDP, yang harus dipenuhi yaitu: partisipasi, kekuasaan hukum, transfaransi, ketanggapan, orientasi konsensus, kesetaraan, hasil guna dan dayaguna, ketanggunggugatan, dan visi strategis. Khusus mengenai perubahan pokok yang berkaitan dengan makna administrasi publik, tidak lagi sekedar pemerintah (eksekutif), melainkan berkembang kepada makna negara (state), sehingga menjadi aktor-aktor yang berkenaan dengan penyelenggaraan negara, yang menyangkut sektor masyarakat. Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa di sebuah negara dalam arti luas yang sering juga disebut sebagai sistem politik, terdapat dua kelompok organisasi besar, yakni negara (state) dan masyarakat (society). Pada masa-masa yang telah lalu, pembagian kelompok organisasi dalam pembelajaran administrasi negara meliputi tiga hal, yakni negara (state), masyarakat (society), dan swasta (private). Menurut Dwidjowiyoto dalam Nugroho (2004:15), sekarang muncul pemikiran baru tentang pemilahan yang disusun secara konsisten sesuai dengan konsep di atas, sebagai berikut: 5
Tabel: 1.1 Aktor Versus Kegiatan
Pelaku Negara
Masyarakat
Kegiatan Nirlaba/Non Bisnis Pelaba/Bisnis Badan Usaha Eksekutif Milik Negara (pemerintah) Legislatif (MPR/DPR) Yudikatif (MA) Akuntatif (BPK) Konsultatif (DPA) Politik & Hukum Formal (Parpol, Kelompok(Perseroan, kelompok penekan, Firma, CV, Kelompok-kelompok UD, UB, kepentingan, dsb) Koperasi, dsb) Sosial & Informal Kebudayaan (Perorangan, (Pendidikan, Agama, kelompok, Kesehatan, Kesenian, Rumah Tangga, Kepemeliharaan, dsb) Kekeluargaan, dsb)
Pemikiran di atas berdasarkan konsep kegiatan pokok manusia yang bersifat sosial dan tidak semata-mata mengumpulkan keuntungan ekonomi. Selain itu, dimaksudkan untuk mendorong manusia untuk membangun kerja sama dan persaingan. Dari uraian di atas semakin tampak bahwa tatanan suatu negara dibentuk oleh berbagai kelompok, kelompok-kelompok tersebut masing-masing memiliki tujuan yang ingin dicapai dan di dalamnya terdapat aktivitas kebersamaan dengan berbagai pendukungnya. Sampai di sini, kelompok-kelompok 6
itu kita sebut sebagai organisasi, baik organisasi di lingkungan pemerintahan maupun organisasi masyarakat. 1.2 Organisasi Untuk memahami istilah organisasi, terlebih dahulu perlu dikemukakan beberapa definisi dasar yang berkaitan dengan organisasi, meliputi : a) pengertian organisasi; b) struktur organisasi c) desain organisasi, dan d) teori organisasi. a.
Pengertian Organisasi
Menurut Stephen P. Robbins (1994:4), “Organisasi adalah kesatuan (entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasi, yang bekerja atas dasar yang relatif terus-menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama atau sekelompok tujuan”. Dari definisi di atas dapat diambil pokok-pokok pemikiran yang merupakan ciri dari organisasi, dengan penjelasan sebagai berikut: 1) Dikoordinasikan dengan sadar Di dalam sebuah organisasi diperlukan adanya koordinasi, karena di dalam organisasi terdapai bermacam-nracam sumber daya, baik sumber daya manusia maupun bukan manusia. Inti dari organisasi adalah manusia yang merupakan kesatuan sosial, yang berarti bahwa unit itu terdiri atas orang atau kelompok orang. Adapun yang dinamakan kelompok tentu terdiri atas dua orang atau lebih yang satu sama lain terlibat interaksi. Pola interaksi dalam suatu organisasi tidak timbul begitu saja, melainkan telah dipikirkan terlebih dahulu. Maka di dalamnya ada kebersamaan dalam mencapai tujuan. Koordinasi mengandung makna manajemen, merupakan kebutuhan
7
mutlak untuk mengkoordinasikan pola interaksi manusia yang tergabung di dalamnya. 2) Batasan yang relatif dapat diidentifikasi Sebuah organisasi mempunyai batasan relatif dapat diidentifikasi. Batasan dapat berubah dalam kurun waktu tertentu dan tidak selalu jelas. Tetapi suatu batasan yang jelas harus ada, agar dapat dibedakan antara anggota dan bukan anggota. Batasan cenderung dicapai melalui perjanjian yang eksplisit maupun implisit antara anggota dengan organisasinya. Dalam hubungannya dengan kepegawaian, terdapat suatu perjanjian implisit, di mana pekerjaan itu ditukar dengan pembayaran upah. Dalam organisasi sosial atau sukarela, para anggota memberikan kontribusi dengan imbalan prestise, interaksi sosial, atau kepuasan dalam membantu orang lain. 3) Keterikatan yang terus menerus Orang-orang yang bergabung di dalam organisasi tetap eksis karena ada keterikatan yang terus-menerus, namun tentu saja tidak harus terikat dalam keanggotaan seumur hidup. Keterikatan tersebut bervariasi, sesuai dengan jenis organisasinya. Misalnya seorang salesman meminta bekerja delapan jam sehari, dan lima hari dalam seminggu. Dalam ekstern yang lain, seseorang yang terus-menerus sebagai anggota organisasi hanya menghadiri pertemuan setahun sekali, atau mungkin hanya berpartisipasi dengan membayar kontribusi tahunan (iuran) saja. Suatu organisasi pada saat-saat tertentu akan menghadapi perubahan yang konstan, walaupun pada saat mereka menjadi anggota semuanya berpartisipasi secara teratur. Apalagi sekarang, di mana orang memiliki kebebasan untuk berserikat dan mengemukakan pendapat, organisasi baru bisa tumbuh dan hilang setiap saat. 8
4) Mencapai Sesuatu Mencapai sesuatu dalam definisi di atas adalah tujuan, pada umumnya tujuan tersebut tidak dapat dicapai hanya dengan usaha individu secara terpisah. Hal tersebut akan lebih mungkin untuk dicapai secara efisien melalui usaha kelompok. Dalam prakteknya, seorang anggota organisasi tidak sepenuhnya mendukung pencapain tujuan tersebut, tetapi ada kesepakatan umum mengenai misi organisasi. Dalam prakteknya, usaha mencapai tujuan dilakukan melalui pembagian pola-pola kerja, kemudian semua orang yang berada pada masing-masing bagian diminta untuk saling berhubungan, termasuk tugas khusus yang dilakukan serta sebuah hirarki dari manajer dan pekerja (pimpinan dan yang dipimpin). Sebagai imbalan atas usaha, mereka mendapat kompensasi. Akhirnya, sebuah organisasi akan hidup (aktif) berdasarkan aktivitas para anggotanya. b.
Struktur Organisasi
Dalam praktek berorganisasi, struktur organisasi dibutuhkan untuk mengkoordinasikan pola interaksi para anggota organisasi secara formal. Dengan adanya struktur organisasi dapat ditetapkan bagaimana tugas akan dibagi, siapa melapor kepada siapa, mekanisme koordinasi yang formal, serta pola interaksi yang akan diikuti. Pembahasan inti yang akan dikemukakan dalam kajian struktur organisasi ini meliputi kompleksitas, formalitas, dan sentralisasi. 1) Kompleksitas Kompleksitas mempertimbangkan tingkat diferensiasi yang ada dalam organisasi. Termasuk di dalamnya tingkat spesialisasi dan pembagian kerja, jumlah tingkatan dalam 9
hierarki organisasi, serta tingkat sejauh mana unit-unit organisasi tersebar secara geografis. 2) Formalitas Formalitas berkaitan dengan tingkat organisasi dalam menyadarkan dirinya kepada peraturan dan prosedur untuk mengatur prilaku dari para anggotanya. Beberapa organisasi beroperasi dengan berpedoman pada sesuatu yang telah distandarkan secara minimum. Hal lainnya, organisasi yang berskala kecil pun telah mempunyai segala macam peraturan yang memerintahkan kepada anggotanya mengenai apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan. 3 ) Sentralisasi Sentralisasi mempertimbangkan tentang di mana letak pengambilan keputusan. Pada beberapa organisasi, pengambilan keputusan sangat disentralisasikan. Masalahmasalah yang dihadapi disalurkan ke atas, kemudian para eksekutif senior memilih tindakan yang tepat. Pada kasus tertentu, pengambilan keputusan didesentralisasikan, artinya pengambilan keputusan tersebar ke bawah di dalam hierarki organisasi. Namun perlu dipahami bahwa organisasi dalam pembahasan ini bukan terletak pada disentralisasikan atau didesentralisasikan, karena kedua istilah tersebut merupakan dua ujung dari sebuah rangkaian kesatuan. Dengan demikian, organisasi cenderung untuk disentralisasikan atau didesentralisasikan, namun meletakkan organisasi di dalam rangkaian tersebut merupakan salah satu faktor utama di dalam menentukan jenis struktur yang mana yang akan digunakan dan dibentuk. 10
c.
Desain Organisasi
Desain organisasi menekankan kepada sisi manajemen dari teori organisasi. Desain organisasi ini mempertimbangkan konstruksi dan mengubah struktur organisasi untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi. Dalam mengkonstruksi atau mengubah sebuah organisasi dimulai dengan merumuskan tujuan akhir, kemudian si perancang menentukan cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut. Rancangan sebuah organisasi biasanya dalam bentuk bagan organisasi. Dalam memahami teori organisasi, dipelajari dari perspektif kebutuhan manajer dan manajer masa depan, maka orientasinya akan tertuju kepada desain organisasi. a.
Teori Orgonisasi
Teori organisasi adalah disiplin ilmu yang mempelajari struktur dan desain organisasi, merujuk kepada aspek-aspek deskriptif dari disiplin ilmu tersebut. Di dalam teori dijelaskan bagaimana organisasi itu sebenarnya distruktur dan menawarkan tentang bagaimana organisasi dapat dikonstruksi guna meningkatkan efektivitasnya. Untuk mempertajam pemahaman tentang teori organisasi, perlu juga dikemukakan perbedaan antara prilaku organisasi (PO) dengan teori organisasi (TO). Kedua hal tersebut berbeda, tetapi ada juga bidang-bidang yang berkaitan atau overlap. Salah satu ciri yang membedakannya, prilaku organisasi berpandangan mikro, yang memberi tekanan kepada individuindividu atau kelompok-kelompok kecil. Kajiannya memfokuskan diri kepada prilaku di dalam organisasi dan kepada seperangkat prestasi serta variabel-variabel mengenai sikap yang sempit dari para anggota atau pegawai, meliputi produktivitas pegawai, absensi, perputaran pegawai, dan 11
kepuasan kerja. Sedangkan topik-topik prilaku individu yang secara khusus dipelajari dalam PO adalah persepsi, nilai-nilai, pengetahuan, motivasi, serta kepribadian. Termasuk di dalamnya topik mengenai kelompok yang meliputi peran, status kepemimpinan, kekuasaan, komunikasi, dan konflik. Sedangkan dalam teori organisasi, pandangannya bersifat makro. Unit-unit analisisnya adalah organisasi itu sendiri atau sub-sub utamanya. TO memfokuskan diri kepada prilaku dari organisasi dan menggunakan definisi yang lebih luas tentang keefektifan organisasi. TO tidak hanya memperhatikan prestasi dan sikap para pegwai, melainkan memperhatikan juga kemampuan organisasi secara keseluruhan untuk menyesuaikan diri dalam mencapai tujuantujuannya. 1.3 Fungsi-fungsi Manajemen dalam Organisasi Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa di dalam organisasi terdapat kesatuan sosial yakni mempunyai tujuan bersama. Dalam kesatuan sosial dengan kebersamaannya, diperlukan koordinasi yang mengandung pengertian manajemen. Dengan demikian, suatu organisasi dikatakan telah berfungsi dengan baik apabila terjadi interaksi di antara para anggotanya dalam mencapai tujuan. Fungsi-fungsi utama dari aktifitas organisasi adalah perencanaan, implementasi, evaluasi dan pengawasan program. Semua itu merupakan serangkaian proses yang utuh dalam suatu sistem manajemen, satu sama lain saling melengkapi dan berkaitan erat. Fungsi-fungsi tersebut identik dengan proses manajemen, yakni planning, organizing,
12
actuating, Evaluasion, dan Controling dengan penjelasan sebagai berikut: 1) Planning (Perencanaan) Perencanaan (planning) adalah suatu pemilihan yang berhubungan dengan kenyataan-kenyataan, membuat dan menggunakan asumsi-asumsi yang berhubungan dengan waktu yang akan datang (future) dalam menggambarkan dan merumuskan kegiatan-kegiatan yang diusulkan dengan penuh keyakinan untuk tercapainya hasil yang dikehendaki. 2) Organizing (Pengorganisasian) Menentukan, mengelompokkan, dan pengaturan berbagai kegiatan yang dianggap perlu untuk pencapaian tujuan; penugasan orang-orang dalam kegiatan dengan menetapkan faktor lingkungan fisik yang sesuai, dan menunjukkan hubungan kewenangan yang dilimpahkan terhadap setiap individu yang ditugaskan untuk melaksanakan kegiatan. 3) Actuating (Implementasi) Implementasi identik dengan penggerakan/pelaksanaan (actuating), yaitu usaha agar semua anggota kelompok suka melaksanakan tercapainya tujuan dengan kesadarannya serta berpedoman kepada perencanaan dan usaha pengorganisasiannya. 4) Evaluation (Evaluasi) Biasanya evaluasi ditujukan untuk menilai sejauhmana keefektifan kebijakan publik guna dipertanggungjawabkan kepada konstituennya. Selain itu, evaluasi diperlukan untuk mengetahui kesenjangan antara harapan dengan kenyataan. Apabila terjadi penyimpangan yang jauh dalam arti kenyataan berbeda dengan harapan perlu segera ditindaklanjuti dengan usaha perbaikan, apabila kenyataan 13
sesuai dengan harapan akan dilakukan pengembangan atau setidak-tidaknya mempertahankan prestasi yang telah dicapai. 5) Controlling (Pengawasan/ Pengendalian) Pengawasan berguna untuk mengetahui apakah pelaksanaan kerja sesuai dengan rencana yang telah ditentukan atau tidak, apabila diperlukan dapat dilakukan perubahan-perubahan atau pembetulan secukupnya. Secara lebih spesifik, dapat dikatakan bahwa pengawasan bertujuan untuk memastikan bahwa kegiatan atau aktifitas organisasi berjalan sesuai dengan rencana dan untuk menghindari adanya penyimpangan.
14
BAB II PERENCANAAN 2.1 Pendahuluan Sebagai manajer atau pucuk pimpinan dari suatu organisasi, kadang-kadang seseorang akan berada dalam situasi yang sarat dengan pertanyaan. Siapakah kita? Di manakah kita berada? Ke manakah tujuan kita?”. Kata-kata bijak tersebut intinya dikutip dari Al Qur’an, merupakan pertanyaan mendasar bagi setiap orang yang berpikir dan ingin mencapai kesempurnaan hidup melalui usaha yang baik, Demikian juga halnya dengan seorang manajer, pertanyaan bijak tersebut perlu diajukan secara berkala, tujuannya tiada lain agar yakin bahwa upaya manajer dan organisasi senantiasa terfokus kepada tujuan yang ingin dicapai. Istilah fokus, merupakan kata kunci yang sangat penting dalam konsep perencanaan. Salah satu alasan mengapa menomorsatukan rencana dalam kegiatan organisasi, baik di lingkungan pemerintahan maupun swasta, yaitu agar semua aktivitas bisa menyumbangkan sesuatu yang bermakna bagi semua pihak. Perencanaan ini secara umum telah dipahami oleh berbagai kalangan, namun salah satu kritik yang perlu dikemukakan bahwa proses perencanaan lebih cenderung bersifat analitik daripada intuitif. Kedua-duanya memang diperlukan, namun harus diseimbangkan dengan jenis perencanaan yang sedang dihadapi. Secara teoretis, perencanaan adalah proses menetapkan tindakan atau aktifitas organisasi yang akan dilaksanakan di masa yang akan datang. Proses yang ditempuh diawali dengan memikirkan jawaban atas sejumlah pertanyaan logis, yakni apa, siapa, kapan, di mana, mengapa, dan bagaimana? Dalam 15
proses berpikir, tentu tidak sederhana dan bukan sekedar menjawab pertanyaan secara spontan, melainkan terdapat satu tahapan pemikiran yang lebih jauh dan mendalam agar jawabannya benar-benar tepat. Itulah sebabnya, di kalangan akademisi ada yang menyatakan bahwa perencanaan merupakan proses intelektual, karena harus mampu memikirkan sesuatu yang mungkin terjadi di masa yang akan datang dengan segala aspeknya. Dalam proses pemikiran, terdapat tiga tahapan penting dalam perencanaan yang lengkap. Menurut George L Morrisey (2002:1), “Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa porsi pemikiran strategis dari proses ini amat bersandar pada intuisi, sedangkan porsi analisis hanya sedikit; Porsi perencanaan jangka panjang memerlukan keseimbangan di antara keduanya; dan Porsi perencanaan taktis amat bersandar pada analisis, sedangkan intuisi terutama berfungsi sebagai pengecek dan penyeimbang”. Untuk mengamati ketiga porsi perencanaan tersebut, George L Morrisey menjelaskan lebih lanjut bahwa ada tiga ungkapan yang dapat dihubungkan dengan ketiganya, yakni perspektif, posisi, dan performa. Penekanan dari masing-masing komponen diuraikan sebagai berikut. Pemikiran strategis mengarah pada perspektif, Perencanaan jangka panjang mengarah pada posisi, dan Perencanaan taktis mengarah pada performa. Ketiga porsi proses perencanaan tersebut saling berhubungan, dari tahap paling awal sampai kepada tahap akhir dan implementasi. Keterkaitan antara ketiganya dapat digambarkan sebagai berikut.
16
I. Pemikiran Strategis
- Nilai-nilai - Visi - Misi - Strategi
II. Perencanaan JP
- Area strategi kunci - Analisis isu kritis - Strategi jangka panjang - Rencana tindakan strategi
III. Perencanaan Taktis
- Area hasil kunci - Analisis isu kritis - Indikator kinerja kunci - Sasaran - Rencana tindakan - Peninjauan rencana Implementasi Rencana & Hasil
Gambar 2.1 Proses Perencanaan Sumber: George L Morrisey, (2002:3)
17
Semua tahapan perencanaan (Gambar 2.1) memegang peranan penting dalam perencanaan secara keseluruhan, dengan pertimbangan sebagai berikut. Pentingnya Pemikiran Strategis : Pemikiran strategis organisasional adalah koordinasi pikiran-pikiran kreatif menjadi suatu perspektif bersama yang memungkinkan organisasi melangkah ke masa depan dengan suatu sikap untuk memenuhi kebutuhan semua pihak yang berkepentingan. Tujuan pemikiran strategis adalah membantu perencana mengeksploitasi tantangan-tantangan baik yang dapat diramalkan maupun yang tidak untuk di masa depan, bukan hanya mempersiapkan diri untuk suatu kemungkinan di hari esok saja, melainkan perlu menjangkau jauh ke masa depan. Pemikiran strategis penting, karena: Pertimbangan yang sehat, walaupun kerap berdasarkan informasi yang tidak memadai, adalah satu-satunya hal terpenting yang dapat diharapkan oleh organisasi dari manajernya. Agar efektif, pertimbangan kolektif bergantung pada pembuat keputusan kunci di organisasi yang mempunyai visi yang jelas dan konsisten mengenai arah organisasi di masa depan. Visi organisasi lebih didasarkan pada bagaimana pembuat keputusan kunci ini melihat dan merasa, bukan pada hasil dari analisis sistematik mana pun. Pemikiran strategis memasukan nilai-nilai, visi, misi, dan strategi yang cenderung menjadi unsur yang intuitif (berdasarkan perasaan) daripada analitis (berdasarkan data). 18
Pencapaian kesepakatan atas unsur-unsur ini di antara anggota tim manajemen merupakan prasarat yang penting bagi perencanaan yang efektif. Pemikiran strategis ini, membentuk dasar bagi pengambilan keputusan strategis. Tanpa dasar ini, keputusan dan tindakan setelahnya kemungkinan akan terpecah-pecah dan tidak sejalan dengan kesehatan organisasi dalam jangka panjang. Pentingnya Perencanaan Jangka Panjang: Perencanaan jangka panjang mencakup penerapan intuisi dan analisis untuk menentukan posisi yang perlu dicapai organisasi di masa depan. Secara tradisional, perencanaan jangka panjang kerap merupakan ekstrapolasi sejarah, memproyeksikan hasil di masa depan berdasarkan pengalaman saat ini dan masa lampau. Tujuan dari perencanaan jangka panjang untuk memetakan perjalanan organisasi untuk keberhasilan di masa depan. Perencanaan jangka panjang penting, karena: Membuat organisasi tetap terfokus pada masa depan, selain masa kini. Memperkuat prinsip-prinsip yang termuat di dalam visi, misi, dan strategi organisasi. Mendorong perencanaan dan komunikasi lintas fungsional. Menjembatani proses perencanaan taktis jangka pendek sebagai tempat untuk mengimplementasikan rencana jangka panjang organisasi. Mendorong manajer untuk melihat perencanaan dari perspektif makro. Menghemat waktu, mengurangi konflik, dan meningkatkan daya juang. 19
Dengan demikian, perencanaan jangka panjang adalah proses mempersatukan tim manajemen untuk menterjemahkan visi, misi, dan strategi menjadi hasil yang nyata di masa depan. Pentingnya perencanaan Taktis : Perencanaan taktis adalah keterlibatan terus-menerus para manajer dan pegawai inti untuk menghasilkan rencana bagi keseluruhan organisasi maupun unit-unit individual. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa performa organisasional untuk membuahkan hasil jangka pendek konsisten dengan arah strategis organisasi, serta memanfaatkan sumber-sunrber yang tersedia seefekif mungkin. Perencanaan taktis penting karena : Menerjemahkan pemikiran strategis dan perencanaan jangka panjang menjadi hasil-hasil khusus yang dapat diukur. Menekankan perencanaan tim sehingga anggota peserta ikut merasa memiliki karena rencana itu dan hasil-hasil yang diproyeksikannya. Merupakan sarana untuk melaksanakan rencana jangka pendek dan memastikan pemahaman dan komitmen terhadap rencana itu. Bersifat amat analitis, dengan penekanan pada pengambilan keputusan berdasarkan data. Lebih terfokus pada intern organisasi di samping lebih spesifik dan lebih rinci dibandingkan dengan pemikiran strategis dan perencanaan jangka panjang. Biasanya mempunyai rentang waktu satu tahun walaupun mendukung arah ke masa depan.
20
Dapat digunakan sebagai proses terus-menerus dalam menangani masalah atau kesempatan selain untuk menetapkan rencana tahunan. Merupakan sumber informasi yang vital sebelum persiapan anggaran. Dapat digunakan secara efektif oleh kontributor perseorangan maupun oleh unit kerja, departemen, divisi, dan keseluruhan organisasi. Perencanaan taktis ini adalah proses yang membantu manajer organisasi untuk memburu kesempatan berharga, memperbaiki hasil karya organisasi, menghindari atau meminimalkan kerugian, dan memberikan masukan berkelanjutan sehingga manajer organisasi bisa mengambil tindakan perbaikan apabila diperlukan. Di dalam kegiatan suatu organisasi selalu dihadapkan kepada berbagai keterbatasan, baik berkaitan dengan tenaga, biaya, waktu, peralatan, kemampuan, dan sebagainya. Oleh karena itu, usaha pencapaian tujuan harus dimulai dari perencanaan agar tidak terjadi kesimpangsiuran dan menghindari pemborosan yang akan berakibat terhadap lemahnya efisiensi dan efektivitas kegiatan. Alasan lain mengapa perencanaan kegiatan organisasi tidak akan terarah. Pembahasan lebih lanjut pada bab ini akan dikemukakan tentang pengertian dan pentingnya perencanaan, karakteristik perencanan, dan pendekatan perencanaan. a.
Pengertian dan Pentingnya Perencanaan
Kegiatan perencanaan kaitannya dengan proses manajemen memiliki nuansa yang amat luas. Walaupun makna dasarnya sama, tetapi dalam merumuskan definisi pandangan para ahli berbeda-beda. Oleh karena itu, untuk memperluas wawasan tentang perencanaan, berikut ini penulis kemukakan beberapa pendapat tentang pengertian perencanaan. 21
Menurut William Newman dalam Handayaningrat (1990:21), “Perencanaan meliputi serangkaian keputusankeputusan termasuk penentuan-penentuan tujuan, kebijakan, membuat program-program, menentukan metode dan prosedur serta menerapkan jadwal waktu pelaksanaan”. Sedangkan menurut Mc.Farland, “Perencanaan berarti memutuskan tujuan berdasarkan ramalan apa yang akan terjadi dalam waktu yang akan datang (forecasting = melihat ke depan). Di dalam forecasting dipertirnbangkan tentang apa yang akan terjadi (kecenderungan/trend) perubahan (change), dan masalahmasalah pada waktu yang akan datang itu’. Menurut Terry (1975:192), “Planning is the selecting and relating of facts and the making and using of assumptions regarding the future in the visualization and formulation of proposed activities believed necessary to achieve desired result”. (Perencanaan adalah pemilihan dan menghubungkan fakta-fakta, membuat serta menggunakan asumsi-asumsi yang berkaitan dengan masa datang dengan menggambarkan dan merumuskan kegiatan-kegiatan tertentu yang diyakini diperlukan untuk mencapai satu hasil tertentu). Menurut Siagian (1994:108), perencanaan adalah “keseluruhan proses pemikiran dan penentuan secara matang daripada hal-hal yang akan dikerjakan di masa yang akan datang dalam rangka pencapaian tuujuan yang telah ditentukan”. Abdulrachman dalam Rachmat Kurniadi (1995:2), mengemukakan bahwa “Perencanaan adalah pemikiran rasional berdasarkan fakta-fakta dan atau perkiraan yang mendekati sebagai persiapan untuk melaksanakan tindakantindakan kemudian”. Unsur-unsurnya adalah : pemikiran rasional, dasar fakta-fakta serta perkiraan-perkiraan yang mendekat (estimasi), sebagai dasar persiapan (preparasi), untuk keperluan tindakan-tindakan selanjutnya. 22
Sedangkan menurut Rachmat Kurniadi (1995:3), “Perencanaan dapat didefinisikan sebagai suatu proses atau sebagai salah satu fungsi dari fungsi-fungsi manajemen, serta perencanaan dapat dilihat juga sebagai suatu keputusan manajemen untuk memperkirakan (mengasumsikan, memprediksikan tindakan-tindakan) kebutuhan organisasi di masa yang akan datang”. Dipandang dari prosesnya, perencanaan adalah pemilihan dan pengembangan tindakan yang paling menguntungkan dalam mempersiapkan tindakan-tindakan untuk mencapai tujuan. Sebagai salah satu fungsi manajemen, perencanaan merupakan peranan yang dilakukan oleh pimpinan dengan segenap kewenangannya dapat merubah kegiatan dan tujuan yang harus dicapai organisasi. Sedangkan sebagai suatu keputusan, perencanaan ialah apa, siapa, dan bagaimana yang akan atau harus dilakukan untuk waktu yang akan datang. Untuk memudahkan dalam proses perencanaan, ada enam pertanyaan yang dapat digunakan sebagai pedoman. Biasanya dikenal dengan rumus 5W + 1 H, yakni sebagai berikut: The What’s (tentang tujuan), The Why’s (tentang alasan), The When’s (tentang waktu), The Where’s (tentang tempat), The W'ho’s (tentang siapa), dan The How’s (cara melaksanakan). Setelah proses perencanaan ditempuh sampai tuntas, hasilnya adalah rencana. Rencana dapat diartikan suatu 23
susunan dan perincian kegiatan-kegiatan yang sistematis, tepat, dan akurat untuk mencapai tujuan organisasi. Dalam manajemen, rencana memiliki peranan yang sangat penting, karena dapat berfungsi sebagai : a. b. c. d.
Acuan atau pedoman bagi pelaksanaan kerja, Alat efisiensi, strategi, policy, dan koordinasi, Pengawasan, Evaluasi.
Proses perencanaan dan hubungannya dengan kegiatan manajemen lainnya, digambarkan sebagai berikut: Pengawasan
Perencanaan
Rencana
Pelaksanaan
Hasil yang Efektif dan Efisien
Gambar : 2.2 Perencanaan dalam Organisasi Sumber: Rachmat Kusniadi, (1995:5) b. Karakteristik Perencanaan Dalam proses perencanaan ada beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian, menyangkut karakteristik perencanaan yang meliputi: 1) Perencanaan termasuk mengidentifikasi personal dan organisasi
24
Rencana merupakan cetak biru dari suatu kegiatan yang harus menjelaskan secara pasti, oleh siapa kegiatan itu dilaksanakan, dan unit mana yang harus mempertanggungjawabkannya. Oleh karena itu, dalam suatu perencanaan harus selalu memperhatikan situasi dan kondisi serta kemampuan organisasi. Perencanaan bukan daftar keinginan atau harapan, melainkan merupakan sesuatu yang berpijak kepada realita yang ada dalam organisasi dan mungkin untuk dapat dilaksanakan. 2) Perencanaan berkaitan dengan kondisi relatif dari adanya kepastian dan ketidakpastian Pada dasarnya, perencanaan merupakan kegiatan untuk masa yang akan datang, oleh karena itu harus memperhitungkan berbagai kemungkinan berkaitan dengan situasi, kondisi, dan peristiwa yang akan terjadi di masa datang. Situasi dan kondisi di masa datang ada yang bersifat pasti dan dapat diperhitungkan, ada juga yang sebaliknya bahkan sulit untuk diperkirakan. Sesuatu yang dapat diperkirakan misalnya perubahan harga sebagai akibat dari naik-turunnya nilai kurs mata uang yang akan berpengaruh terhadap rencana anggaran. Kemungkinan terjadinya perubahan tersebut dapat diantisipasi dengan perencanaan yang fleksibel, atau dengan cara rnenyediakan anggaran cadangan. Sedangkan perubahan situasi dan kondisi yang sulit diprediksi misalnya karena pengaruh bencana alam, atau kerusuhan sebagai akibat gejolak politik dan faktor lainnya.
25
3) Perencanaan secara alamiah adalah mencerminkan tingkat intelektual Perencanaan dapat juga dikatakan sebagai kegiatan mental berupa pemikiran, imajinasi, melihat dan memperkirakan jauh ke depan. Untuk dapat melakukan hal-hal tersebut diperlukan kemampuan intelektual, pengalaman serta ketajaman dalam menganalisis fakta-fakta dan kecenderungan yang akan terjadi. Untuk dapat menganalisis kecenderungan apa yang akan terjadi dalam setahun, lima tahun, sepuluh tahun, bahkan sampai dua puluh lima tahun yang akan datang, diperlukan berbagai data dan informasi di masa lalu. Hal tersebut amat berguna untuk dianalisa dengan metode analisis tertentu. Untuk dapat melakukan analisis seperti itu, diperlukan kemampuan intelektual yang tinggi, dan pada umumnya menggunakan pendekatan statistik. Semakin banyak data dan variabel yang diteliti, proses analisis akan semakin rumit dan dibutuhkan kemampuan yang tinggi pula. Berdasarkan alasan tersebut, perencanaan dalam suatu organisasi yang besar perlu melibatkan orang-orang yang memiliki kemampuan intelektual di berbagai disiplin ilmu, seperti bidang-bidang sosial, politik, ekonomi, teknologi, hukum, hubungan internasional dan sebagainya. 4) Perencanaan melibatkan kondisi masa yang akan datang Dalam suatu perencanaan sudah barang tentu menyangkut masa depan, tetapi dalam perumusannya tidak terlepas dari fakta-fakta yang ada sekarang. Oleh karena itu, masuk akal apabila perencanaan baik langsung maupun tidak langsung akan melibatkan situasi dan kondisi di 26
masa yang akan datang, meliputi perencanaan jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Implikasinya, suatu perencanaan harus memperhitungkan dimensi waktu, karena semakin panjang rentang waktu yang direncanakan, akan semakin sulit memprediksi kondisi dari situasi yang akan terjadi di masa depan. Dengan demikian, perencanaan jangka pendek biasanya bersifat kuantitatif, sedangkan perencanaan jangka panjang bersifat kualitatif. 5) Perencanaan adalah melengkapi dan berkesinambungan Perencanaan merupakan salah satu proses manajemen yang sangat penting serta merupakan bagian dan tugas manajer yang harus dilakukan secara terus-menerus dan berkesinambungan. Dikatakan demikian karena akan selalu lahir perencanaan baru setelah selesai dari suatu kegiatan. Bahkan pada saat suatu kegiatan dijalankan, seorang manajer harus sudah mulai memikirkan perencanaan berikutnya, yang merupakan kelanjutan dari perencanaan sebelumnya. Dengan demikian perencanaan akan menjadi serangkaian kegiatan yang terus beruntun, saling melengkapi, dan berkesinambungan. c.
Pendekatan Perencanaan
Dalam membuat perencanaan, ada beberapa pendekatan yang dapat dilakukan, yaitu: 1) Pendekatan dari atas ke bawah (top down planning) Perencanaan ini dilakukan oleh pimpinan puncak organisasi, sedangkan unit-unit organisasi yang berada di bawahnya tinggal melaksanakan apa yang diperintahkan atau direncanakan manajemen puncak. Apabila organisasi yang bersangkutan menganut sistem desentralisasi (penyebaran kewenangan), maka pimpinan 27
puncak akan memberikan pengarahan dan petunjuk kepada pimpinan yang menjadi bawahannya untuk menyusun rencana unit organisasi yang dipimpinnya. Rencana unit tersebut kemudian ditinjau dan dimodifikasi oleh pimpinan puncak disesuaikan dengan kebijaksanaan yang telah digariskan sebelumnya. 2) Pendekatan dari bawah ke atas (bottom up planning) Pendekatan ini, pimpinan puncak tidak mengarahkan keinginannya atau memberi petunjuk kepada bawahannya, ia hanya memberikan gambaran situasi dan kondisi yang dihadapi organisasi, umpamanya tentang visi, misi, tujuan dan sasaran, serta kemampuan sumber daya yang ada. Mengenai perencanaannya, sepenuhnya diserahkan kepada manajemen tingkat bawah. 3) Pendekatan campuran dari bawah ke atas dan dari atas ke bawah (bottom up top down planning) Pendekatan campuran ini paling banyak digunakan di kalangan organisasi bisnis maupun pemerintah yang berskala besar. Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dewasa ini menggunakan pendekatan ini. Dalam prakteknya pimpinan hanya memberikan petunjuk secara garis besar, sedangkan perencanaan secara rinci diserahkan kepada kreativitas unit organisasi di bawahnya. 4) Pendekatan kelompok (group of planning) Yang dimaksud dengan pendekatan kelompok yaitu perencanaan yang dilakukan oleh sekelompok tenaga profesional yang memiliki tugas dan keahlian dalam membuat perencanaan. Untuk keperluan tersebut, di dalam organisasi dibentuk unit khusus (biro atau bagian) perencanaan. 28
2.2 Azas-azas Perencanaan Perencanaan yang baik dan efektif sangat didambakan oleh suatu organisasi, karena akan menjadi pedoman bagi aktivitas manajemen secara keseluruhan. Untuk memperoleh perencanaan yang efektif, diperlukan beberapa azas dan prinsip yang dapat dipedomani oleh para perencana dalam menyusun perencanaan tersebut. Sebagai bahan perbandingan, berikut penulis kemukakan beberapa azas atau prinsip perencanaan yang dikemukakan oleh para ahli. Koontz & O’Donnell (1972) mengemukakan 10 prinsip, yaitu: Azas kontribusi kepada tujuan; Azas efisiensi rencana; Azas keutamaan dalam perencanan; Azas premis; Azas kerangka strategi dan kebijaksanaan; Azas ketetapan dan ketepatan waktu; Azas faktor keterbatasan; Azas keterikatan; Azas fleksibel; dan Azas mengarahkan perubahan. Mc. Farland (1970), mengemukakan beberapa azas perencanaan yang efektif, yaitu: azas tujuan yang diidentifikasikan secara jelas; kesederhanaan, memasukan pedoman dan standar untuk menilai prilaku manajer yang berkaitan dengan rencana; fleksibel, dan kelayakan. Azas-azas yang dikemukakan oleh kedua pakar tersebut ternyata ada perbedaan, namun apabila digabungkan akan saling melengkapi. Menurut Rachmat Kusniadi (1995:11-16), azas-azas atau prinsip-prinsip yang dapat digunakan dalam menyusun sebuah rencana adalah sebagai berikut: a.
Azas untuk pencapaian tujuan Penyusunan suatu rencana bertujuan untuk membantu organisasi dalam mencapai tujuannya. Oleh karena itu setiap proses perencanaan harus diawali dengan pemahaman tentang misi organisasi, kemudian misi
29
tersebut diproyeksikan ke dalam tugas pokok serta fungsifungsi organisasi yang ada. Setiap rencana yang disusun oleh satuan organisasi harus sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing, sehingga apabila hal itu digabungkan rnenjadi satu akan memberikan gambaran yang menyeluruh dari misi organisasinya. Dengan demikian, apa yang direncanakan akan terkait dengan tujuan dari organisasi. Apabila dilihat dan dimensi waktu yang ditentukan, perencanaan itu akan mencerminkan tujuan organisasi yang harus dicapai pada kurun waktu tertentu. b.
Azas realistis dan wajar Perencanaan yang efektif harus berpegang teguh kepada realita yang ada dan wajar, sehingga penyampaian tujuan yang telah ditetapkan dalam rencana akan dapat dicapai. Hal ini penting sekali untuk diperhatikan, karena kadangkadang suatu rencana itu hanya disusun seperti daftar keinginan yang sulit untuk dicapai karena tidak disusun berdasarkan pertimbangan fakta realita yang ada.
c.
Azas efisiensi Efisiensi dapat diukur dengan seberapa besar perencanaan mampu membantu pencapaian tujuan dilihat dari segi biaya dari yang lainnya, yang dirumuskan dalam perencanaan tersebut. Oleh karena itu, dalam penyusunan suatu rencana efisiensi harus diperhitungkan secara cermat, yakni dengan mempertimbangkan berapa besar biaya yang akan digunakan dan hasil yang akan diperoleh. Apabila hasil yang diperoleh lebih besar dari biaya yang dikeluarkan, 30
maka hal tersebut dapat dikatakan efisien. Untuk memperhitungkan hal tersebut biasanya menggunakan analisis biaya dan manfaat (cost benefit analysis) dan perangkat lainnya untuk mendukung perencanaan ke arah efisiensi. d.
Azas keutamaan dalam perencanaan Perencanaan secara logis akan memberikan petunjuk ke arah pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen lainnya. Fungsi-fungsi manajemen tersebut adalah pengorganisasian, penggerakkan orang, koordinasi, penganggaran, pengawasan, dan evaluasi, dengan suatu pelaksanaan yang baik dan efektif dapat dilihat bagaimana mendayagunakan unit-unit organisasi secara efisien, dan rencana yang baik dapat digunakan sebagai alat untuk pelaksanaan koordinasi. Demikian juga halnya dengan pengawasan dan evaluasi, hanya akan berjalan dengan baik apabila didukung oleh rencana yang betul-betul matang dan tepat, karena suatu rencana dapat dipakai sebagai acuan dalam pengawasan.
e.
Azas premis Yang dimaksud dengan azas premis yaitu adanya asumsi: semakin banyak anggota organisasi yang beranggapan dan memahami bahwa perencanaan itu penting maka akan semakin baik perencanaan itu dan akan semakin memberi manfaat bagi kelancaran jalannya organisasi. Oleh karena itu, perencanaan harus dikomunikasikan kepada segenap unit organisasi agar dipahami dan disepakati oleh mereka, atau semua unsur yang ada dalam organisasi, sehingga dalam pelaksanaannya tidak akan terjadi hambatan-hambatan yang bersifat intern sebagai akibat dari kesalahpahaman atau ketidaksepakatan dari salah satu unsur atau bagian dalam organisasi. 31
f.
Azas kerangka strategi dan kebijaksanaan Semakin jelas dipahami dan dimengertinya suatu strategi dan kebijakan, akan semakin konsisten dan efektif kerangka rencana suatu organisasi. Oleh karena itu, perencanaan yang baik harus mencerminkan strategi dan kebijakan yang telah digariskan oleh pimpinan tertinggi dari organisasi yang bersangkutan. Contoh : Presiden RI telah membuat garis kebijakan dalam pembangunan lima tahun tahap keenam, strategi utama ialah mengentaskan rakyat dari kemiskinan. Maka, setiap sektor dan bidang/program pembangunan perencanaannya harus mencerminkan adanya upaya strategi dalam pengentasan rakyat dari kemiskinan.
g.
Azas ketetapatan dan ketepatan waktu Semakin baik penetapan waktu yang tepat dalam struktur perencanaan, akan semakin besar kemungkinan tercapainya efektivitas dan efisiensi dalam pencapaian tujuan organisasi. Oleh karena itu, dalam perencanaan yang efektif dimensi waktu perlu diperhatikan sebaik-baiknya (penjadwalan). Biasanya, dalam perencanaan yang baik dicantumkan jadwal waktu tertentu. Untuk membantu penyusunan jadwal yang tepat, dapat menggunakan bagan Gantt atau dengan Network Planning (perencanaan jaring kerja) yang dapat membantu dalam mengoptimalkan waktu kegiatan.
h.
Azas faktor keterbatasan Dalam proses penyusunan rencana, pemilihan berbagai alternatif semakin tinggi kemampuan seseorang dalam mengenal dan mengatasi berbagai faktor keterbatasan, atau hal-hal kritis dalam mencapai tujuan, akan semakin jelas dan akurat dalam pemilihan alternatif yang terbaik. 32
Dengan adanya keterbatasan, perencanaan harus memperhatikan skala prioritas dan pentahapan dalam pencapaian tujuan. Demikian juga halnya dengan adanya keterbatasan, diperlukan adanya pemilihan alternatif yang terbaik dalam arti yang sesuai dengan kemampuan. Namun tidak mengurangi arti dalam pencapaian tujuan. i.
Azas keterikatan Perencanaan yang logis meliputi satu periode waktu di masa datang yang harus ditempuh melalui sederetan kegiatan. Untuk pelaksanaannya memerlukan satu kepastian berupa suatu kepuasan yang akan mengikat semua orang yang terlibat dalam pelaksanaan. Biasanya rencana yang telah disusun dikukuhkan atau ditetapkan dalam bentuk keputusan yang mengikat semua unsur dalam organisasi. Misalnya : APBN yang telah disetujui oleh DPR dikukuhkan sebagai Undang-Undang APBN. Dalam organisasi bisnis, rencana tersebut dikukuhkan dalam rapat direksi dan pembahasannya dilakukan pada rapat pemegang saham. Sedangkan dalam koperasi, perencanaan dikukuhkan pada rapat anggota tahunan (RAT).
j.
Azas kelenturan (fleksibel) Semakin lentur suatu rencana, maka akan semakin kecil tingkat bahaya yang tidak diharapkan oleh organisasi. Tetapi kelenturan dapat juga mengurangi keuntungan yang diharapkan. Perencanaan yang efektif jangan terlalu kaku dan harus fleksibel, sehingga dapat dengan cepat menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi di lingkungannya. Misalnya dengan adanya perubahan moneter atau politik
33
perdagangan internasional, perencanaan yang fleksibel akan dengan cepat dan mudah untuk disesuaikan. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan agar perencanaan fleksibel. 1) Menyusun rencana tidak terlalu rinci, misalnya dalam pembelian barang hanya disebutkan jenisnya saja, tidak dirinci sampai kepada merk, tipe, harga, dan lain-lain. 2) Dapat juga dengan cara mencantumkan beberapa alternatif, sehingga kalau terjadi hambatan dalam pelaksanan suatu rencana, dapat mengganti dengan alternatif lain yang sesuai. k.
Azas mengarahkan perubahan Semakin besar keterikatan keputusan perencanaan terhadap masa depan, maka semakin penting bagi manajer untuk selalu memeriksa secara periodik dan mengoreksi rencananya, agar tetap terarah kepada pencapaian tujuan organisasi. Situasi dan kondisi di sekitar lingkungan organisasi tidak selalu statis, dan akan terjadi prerubahan-pcrubahan sehingga organisasi pun harus segera menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi di lingkungannya. Perubahan itu dapat berupa perubahan politik, kebijakan pemerintah, ekonomi hukum serta ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan adanya perubahan tersebut, penyesuaian suatu perencanaan tidak dapat dilakukan secara mendadak, karena harus diperhitungkan dengan matang. Misalnya, pada tahun 1980-an terjadi perkembangan komputer yang begitu cepat. Maka dengan adanya perubahan tersebut, banyak perubahan yang terjadi hampir di semua organisasi besar dengan membentuk unit penanganan 34
informasi yang menggunakan komputer. Untuk hal itu, perubahan-perubahan tersebut harus direncanakan dan diarahkan, sebab kalau tidak akan terjadi adanya penambahan beban bagi organisasi. Selain itu, bisa saja terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Misalnya, lengan adanya komputerisasi yang semula untuk membantu dalam mempercepat proses pengolahan informasi hasilnya malah sebaliknya, karena pembentukan unit komputer akan menjadi beban baru bagi organisasi sebagai akibat dari perencanaan yang kurang baik. 2.3 Unsur, Sifaf, dan Fungsi Perencanaan Sesuai dengan fungsinya, suatu perencanaan yang baik akan sangat berarti dan bermanfaat bagi organisasi. Dalam pencapaian tujuannya dapat lebih efektif dan efisien. Untuk mengetahui sejauh mana kualitas perencanaan, dapat dilihat dari unsur-unsur, sifat-sifat, dan fungsinya. Berikut ini dikemukakan uraian tentang ketiga hal tersebut. a.
Unsur-unsur Perencanaan Suatu perencanaan yang baik akan besar manfaatnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi yang lebih efektif dan efisien. OIeh karena itu dalam menyusun suatu rencana perlu memperhatrkan unsur-unsur sebagai berikut: 1) Meramalkan (forecasting) Perencanaan merupakan satu keputusan yang akan dilaksanakan oleh organisasi di waktu yang akan datang. Oleh karena itu, perencanaan merupakan perkiraan dari kecenderungan-kecenderungan yang mungkin akan terjadi di masa datang, baik berupa peluang yang dapat diraih maupun tantangantantangan atau hambatan yang harus dihadapi sesuai 35
dengan perkembangan yang terjadi di sekitarnya dalam segala aspek. Oleh karena itu, sebelum membuat suatu rencana yang konkrit, terlebih dahulu perlu dilakukan berbagai analisis lingkungan, untuk mengetahui kekuatan yang dimiliki, kelemahan yang ada, kesempatan atau peluang yang dapat dimanfaatkan serta ancaman yang akan dihadapi. Untuk menganalisa lingkungan tersebut dapat rnenggunakan berbagai metode, salah satunya dengan metode SWOT (Strengths, Weakness, Oportunities, dan Threats), yang banyak digunakan oleh organisasiorganisasi bisnis maupun pemerintahan. Analisis ini penting sebagai alat pengumpul data yang menyeluruh, terutama bagi perencanaan strategis. 2) Menetapkan tujuan (established of goals/objective) Di dalam perencanaan harus mengandung unsur penetapan tujuan yang ingin dicapai pada masa yang akan datang, baik yang berjangka pendek, menengah, maupun panjang. Dalam menentukan tujuan jangka pendek pada umumnya sasaran-sasarannya berupa indikator-indikator yang bersifat kuantitatif (dapat terukur), sedangkan untuk jangka panjang lebih bersifat kualitatif. Kemudian dalam menentukan masing-masing tujuan diusahakan agar tujuan sesuai dengan jangka waktu serta mempunyai hubungan (keterkaitan). Dengan demikian, tujuan jangka pendek merupakan bagian integral dari tujuan jangka menengah, dan tujuan jangka menengah merupakan bagian integral dari tujuan jangka panjang. 36
3) Menyusun program (programming) Di dalam perencanaan harus mengandung unsur susunan acara, urutan kegiatan berdasarkan skala prioritas, serta siapa dan bagaimana cara melaksanakannya, sarana dan peralatan apa yang dapat dipakai untuk melaksanakannya. Program merupakan bagian dari rencana yang harus disusun secara lebih rinci dan kongkrit. Hal tersebut bertujuan agar pelaksanaan rencana menjadi mudah. 4) Menyusun jadwal waktu (schedulling) Perencanaan yang baik harus memuat penetapan waktu dengan tepat, kapan perencanaan itu akan dimulai, berapa lama waktu yang dibutuhkan, dan kapan harus diakhiri. Dengan adanya penjadwalan yang baik, maka akan sangat membantu bagi pimpinan dalam melaksanakan pengawasan serta mengukur prestasi bawahannya. Untuk membuat jadwal yang baik, dapat menggunakan berbagai teknik, seperti Gantt Chart, PERT, dan Network Planning. 5) Menyusun Anggaran (budgeting) Unsur lainnya yang harus ada dalam perencanaan adalah unsur penetapan anggaran yang berwujud alokasi sumber daya yang tersedia, baik yang berkaitan dengan uang, alat, dan manusia dengan memperhitungkan efisiensi dan efektivitas. Dalam suatu organisasi, sumber daya yang dimiliki umumnya terbatas, maka pendayagunaannya harus disusun secermat mungkin agar hasil guna yang diperoleh dapat optimal. 37
Untuk itu diperlukan keseimbangan dalam pengalokasian tersedia, agar tujuan yang dicapai oleh unit-unit organisasi dapat seimbang juga. 6) Menafsirkan dan menetapkan kebijakan (interpreting and established policy) Dalam perencanaan perlu juga adanya unsur yang dapat menafsirkan kebijakan organisasi yang telah ditetapkan oleh pimpinan sebelumnya, kemudian dapat menetapkan kebijakan operasional. Biasanya, suatu kebijakan masih berupa pola yang bersifat umum dan garis besar dari arah yang harus ditempuh oleh organisasi. Untuk implementasi kebijakan tersebut perlu diterjemahkan ke dalam suatu rencana yang lebih bersifat operasional (riil). Sebagai contoh: GBHN merupakan garis kebijakan negara yang ditetapkan oleh MPR. Untuk dapat diimplementasikan harus diterjemahkan oleh eksekutif ke dalam rencana pembangunan yang bersifat operasional, pada masa orde baru terkenal dengan istilah Repelita dan Pelita. Dalam perusahaan, kebijakan ditetapkan oleh Dewan Komisaris pada waktu rapat umun pemegang saham. 7) Mengembangkan prosedur perencanaan dengan menentukan tata-cara pelaksanaan yang paling tepat Unsur lainnya yang harus terkandung dalam perencanaan yang baik adalah menentukan tata-cara pelaksanaan yang paling tepat. Suatu perencanaan dapat dikatakan baik, apabila pelaksanaannya dapat dilakukan dengan mutlak serta langkah-langkahnya jelas.
38
Oleh karena itu, di dalam perencanaan harus dibuat Prosedur Operasionalnya (PO), agar aparat pelaksana dapat melaksanakannya dengan baik sesuai tujuan dari rencana tersebut. Dalam prosedur operasional akan lebih baik apabila dilengkapi juga dengan metode atau tata-cara pelaksanaan secara rinci, bahkan disertai juga dengan petunjuk praktis yang sederhana tentang bagaimana cara-cara mengatasi masalah apabila terjadi penyimpangan (trouble shotter). b.
Sifat-sifat Perencanaan Perencanaan merupakan fungsi utama manajemen yang bersifat organik dan berfungsi pada setiap kegiatan manajemen lainnya, seperti dalam pengorganisasian, pengembangan pegawai, pengawasan, dan lain-tain. Oleh karena itu suatu perencanaan yang baik harus bersifat: 1) Melihat jauh ke depan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tekologi Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini melaju dengan cepat. Dari perkembangan tersebut menghasilkan berbagai barang, peralatan, dan mesin-mesin yang semakin canggih, serta harganya relatif semakin murah. Misalnya dalam dunia komputer, perkembangannya melaju dengan sangat cepat. Apabila tidak hati-hati dalam perencanaan, pada waktu pelaksanaan akan memperoleh komputer yang telah ketinggalan zaman, tidak efisien dan harganya terlalu mahal. Maka agar tidak terjadi hal seperti itu, para manajer dituntut untuk mampu mengikuti perkembangan tersebut, agar pengetahuannya tidak kedaluarsa. 39
Selain itu, dalam menyusun rencana dapat mengakomodasikan setiap kemungkinan dari perubahan yang ada, sehingga dalam pelaksanaannya tidak ketinggalan zaman. 2) Sederhana, jelas/lugas, dan rasional (sesuai kemampuan)
realistis,
sekaligus
Perencanaan adalah seperangkat pedoman kegiatan yang akan dilaksanakan di masa depan, merupakan perkiraan yang mungkin dapat dilakukan karena didukung fakta dan data yang realistis. Di lapangan sering terjadi adanya usulan yang sulit untuk dilaksanakan, selain tidak tersedianya dana dan sarana pendukung juga tidak sesuai dengan kebijakan yang ada. Oleh karena itu, perencanaan yang baik dan mudah dalam pelaksanaannya harus sederhana dan jelas/lugas, sehingga antara perencana dan pelaksana dapat dengan cepat untuk saling memahaminya serta mempunyai persepsi yang sama. Selain itu, agar sasaran-sasaran yang telah ditetapkan mudah dicapai, maka sasaran tersebut harus realistis. Misalnya, dalam menetapkan jadwal waktu benarbenar disesuaikan dengan keperluan, tidak terlalu singkat dan tidak terlalu lama. Demikian juga dalam perhitungan biaya (anggaran), biaya yang diperlukan harus memperhatikan perkembangan ekonomi secara keseluruhan, kemungkinan terjadinya harga inflasi, dan lain-lain. Hal lain yang tak kalah pentingnya untuk diperhitungkan adalah keterbatasan yang dimiliki organisasi, sehingga perencanaan perlu juga disesuaikan dengan kemampuan yang ada. 40
3) Fleksibel, mudah disesuaikan Pada dasarnya, perencanaan akan dilaksanakan pada masa yang akan datang, sedangkan keadaan di masa depan tidak selamanya stabil melainkan rentan terhadap perubahan di berbagai aspek kehidupan. Bahkan perubahan tersebut datang dari dua arah, yaitu datang dari luar atau dari dalam organisasi sendiri, semuanya terdapat kemungkinan yang sama. Agar perubahan-perubahan tersebut dapat diantisipasi dengan cepat, maka perencanaan yang dibuat harus bersifat fleksibel atau tidak kaku sehingga mudah untuk disesuaikan dengan perubahan yang terjadi. 4) Stabil perkembangannya Pada umumnya. tujuan atau sasaran organisasi yang telah direncanakan tidak dapat dicapai seluruhnya sekaligus dalam satu jungka waktu tertentu. Maka dalam perencanaan perlu dilakukan pentahapan. Biasanya, dalam pentahapan ini sasaran yang akan dicapai semakin lama semakin berkembang, sesuai dengan perkembangan organisasi. Misalnya, setiap tahun diproyeksikan terjadi perkembangan antara 10-15%. Dalam perencanaan yang baik, perkembangan harus diatur secara logis dan stabil, tidak terlalu drastis dan mencolok sehingga terkesan tanpa perhitungan yang matang. Contoh yang lebih konkrit dalam hal perkembangan produksi bagi suatu perusahaan industri. Pada tahun sebelumnya menghasilkan produk sepuluh unit, tahun berikutnya diproyeksikan mampu menghasilkan dua puluh unit (perkembangan 100%).
41
Walaupun biaya tersedia, perencanaan tersebut tidak memperlihatkan sifat yang stabil, karena terlalu drastis. Di samping itu, dalam pelaksanaannya akan terjadi kesulitan, karena faktor pendukung tidak cukup hanya mengandalkan biaya, ketersediaan tenaga yang trampil dan berpengalaman pun perlu diperhitungkan. 5) Ada dalam keseimbangan Pelaksanaan dari suatu rencana akan melibatkan banyak pihak, yaitu orang dan unit-unit kerja yang ada di dalam organisasi. Antara unit yang satu dengan unit yang lainnya akan terjadi hubungan kerjasama yang kait-mengkait. Maka agar kegiatan kerja selaras dan terpadu di dalam perencanaan, perlu diperhatikan adanya keseimbangan antara unit kerja yang satu dengan yang lainnya. Jangan sampai terjadi adanya kegiatan yang menumpuk di satu unit dan tidak sesuai dengan potensi yang dimilikinya, sementara unit lain sangat ringan. Keadaan yang tidak seimbang ini akan mengakibatkan adanya irama kerja yang tidak selaras, sehingga akan terjadi kepincangan dan kesenjangan. c.
Fungsi Perencanaan Perencanaan harus dilaksanakan oleh seorang manajer. Hasil dari proses perencanaan adalah rencana, bagi seorang manajer perencanaan dan rencana mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut: 1) Penerjemah dari suatu Kebijakan Umum Kebijakan umum dalam suatu organisasi ditetapkan oleh pimpinan puncak merupakan satu tujuan yang bersifat umum. Agar kebijakan tersebut dapat dilaksanakan harus diterjemahkan secara 42
komprehensif dan bertahap ke dalam perencanaan. Dengan demikian, melalui perencanaan itulah suatu kebijakan dapat diterjemahkan ke dalam kegiatankegiatan yang konkrit. 2) Perkiraan yang bersifat ramalan Perencanaan akan selalu berhubungan dengan kegiatan yang harus dilaksanakan di masa yang akan datang. Oleh karena itu, perencanaan berfungsi sebagai alat untuk perkiraan-perkiraan di masa depan. Apa yang akan terjadi harus dapat diramalkan berdasarkan berbagai fakta dan kecenderungan yang terjadi, baik pada masa lalu ataupun masa sekarang. 3) Berfungsi Ekonomi Kemampuan sumber daya yang dimiliki organisasi tidak selamanya memadai, adakalanya dihadapkan kepada keterbatasan-keterbatasan, baik sumber daya manusia maupun sumber daya lainnya. Oleh karena itu, pengerahan sumber daya dalam rangka pencapaian tujuan harus direncanakan dengan baik seefisien dan seefektif mungkin. Untuk itu perlu dilakukan perhitungan-perhitungan dan analisis ekonomi yang akurat, yaitu memperhitungkan keuntungan dan kerugian dari satu kegiatan yang akan dilaksanakan. Metode yang dapat digunakan untuk perhitungan tersebut antara lain cost benefit analysis, net present value analysis, internal rate of return atau yang lainnya. 4) Adanya suatu kepastian kegiatan Suatu rencana mengharapkan adanya pelaksanaan yang baik dan mudah, maka agar rencana tersebut dapat dilaksanakan oleh setiap orang atau unit kerja 43
dalam organisasi, maka perlu disusun rencana yang mengatur dan membagi tugas dan tanggung jawab. Dengan adanya rencana, setiap unit dalam organisasi memiliki kepastian tentang apa yang harus dilaksanakan dan sejauh mana wewenang dan tanggung jawabnya masing-masing. 5) Alat koordinasi Dalam kegiatan manajemen, koordinasi memegang peralatan penting. Sering terjadi adanya kegagalan dalam mengendalikan suatu organisasi, kebanyakan sebagai akibat dari kurang berfungsinya koordinasi dan komunikasi. Maka, agar dapat melaksanakan koordinasi yang baik, salah satu alat yang dapat digunakan ialah perencanaan. Dengan kata lain bahwa selain berfungsi sebagai petunjuk arah dari tujuan yang ingin dicapai, perencanaan pun berfungsi sebagai alat koordinasi. Dengan berpedoman kepada perencanaan, aktivitas semua unit yang berbeda fungsi dapat dikoordinasikan dengan baik. Karena, dengan satu rencana semua unit dalam organisasi akan mengetahui tugas dan tanggung jawab masing-masing, kapan dan di mana serta bagaimana kegiatan harus dilaksanakan. Juga, semua unit akan saling mengetahui keterkaitan seseorang atau unit yang satu dengan yang lainnya, sehingga pelaksanaan kegiatan dalam mencapai tujuan organisasi akan berjalan dengan baik, serta ada keterpaduan dan keselarasan irama kerja satu sama lain. 6) Alat/sarana untuk pengawasan Fungsi manajemen lainnya, yang sama pentingnya adalah pengawasan. Untuk mengetahui sejauh mana 44
pencapaian tujuan organisasi telah dilaksanakan, diperlukan adanya pengawasan. Kemudian untuk mengetahui apakah pelaksanaan telah sesuai dengan standar yang telah ditetapkan atau ketentuan yang telah digariskan organisasi, maka perencanaan dapat digunakan sebagai alat ukur dalam pengawasan dan pengendalian. 2.4 Proses Perencanaan Untuk memahami proses perencanaan di dalam organisasi perlu diuraikan beberapa hal yang berkaitan dengan proses perencanaan, meliputi type perencanaan, jenis perencanaan, proses perencanaan, dan hambatan dalam perencanaan. a.
Tipe Perencanaan Dalam perencanaan ada tiga tipe rencana yang akan dihasilkan, yaitu : 1) Rencana berdasarkan tactical plan)
sasaran
(objectives/goals
Pada type ini, setiap pimpinan harus mempunyai sasaran yang jelas mengenai apa yang harus dicapai melalui suatu kegiatan dalam kurun waktu tertentu. Berapa biaya yang dibutuhkan, dan peralatan apa yang diperlukan untuk implementasi rencana yang bersangkutan. Selain itu, siapa saja yang akan dilibatkan dalam pencapaian sasaran tersebut, karena personil yang ada di bawahnya harus mengetahui secara jelas. Sasaran ini akan memberikan arah kegiatan bagi personil dan unit-unit kerja dalam organisasi. 45
Rencana seperti ini sering disebut juga dengan Action Plan atau Tactical Plan. Satu action plan terdiri atas: a) Uraian tujuan yang akan dicapai, b) Anggaran, peralatan, dan batas waktu, c) Pembagian tugas bagi para pelaksananya (bagian, tim, regu, serta anggota), d) Sasaran kegiatan (operating goals) yang harus dilaksanakan dan dicapai oleh satuan pelaksana, e) Petunjuk teknis operasionalnya, terdiri atas metode prosedur pelaporan, dan lain-lain. 2) Rencana Tunggal (Single Use Plan) Rencana tunggal ini dibuat untuk menentukan langkah-langkah dalam suatu kegiatan tertentu dalam pencapaian suatu tujuan yang sudah ditentukan. Apabila tujuan sudah dicapai, maka selesailah rencana tersebut. Ada empat macam yang termasuk kategori rencana tunggal, yaitu: a) Program utama, merupakan penjabaran lebih lanjut dan terinci dari tugas pokok dan fungsi organisasi, terdiri atas beberapa kegiatan yang akan dilaksanakan oleh organisasi selama kurun waktu tertentu. Rencana ini secara berkala perlu ditinjau kembali, dirubah sesuai dengan sasaran baru dan tujuan organisasi. Pada umumnya rencana ini dibuat oleh pimpinan berdasarkan masukanmasukan atau usulan-usulan dari unit-unit kerja yang berada di bawahnya. Dalam organisasi besar, rencana ini disusun oleh unit khusus yang bertugas untuk menangani perencanaan. 46
b) Proyek, merupakan satu kegiatan khusus, bagian dari suatu program utama (umum) yang disusun dan dilaksanakan secara otonom (berdiri sendiri). Suatu proyek mempunyai jangka waktu tertentu, dengan demikian sudah ditentukan awal dan akhir dari suatu kegiatannya. Pelaksanaan proyek biasanya terdiri atas personil yang direkrut sementara dari beberapa unit dalam organisasi dan bersifat temporer. Setelah proyek selesai, akan dikembalikan kepada unit semula. Demikian pula sarana dan peralatan yang digunakan, umumnya merupakan pinjaman dari unit organik yang harus segera dikembalikan apabila proyek telah selesai. c) Porogram Khusus, yaitu rencana yang mendapat perhatian khusus, karena sifatnya yang khusus pula. Program ini biasanya diadakan apabila organisasi menghadapi masalah yang luar biasa dan mempunyai dampak serius kepada organisasi. Kebijakan untuk mengadakan program khusus biasanya ditetapkan oleh pimpinan puncak organisasi. d) Rencana terinci, merupakan penjabaran secara lebih rinci dari suatu program. Tujuannya agar lebih jelas dan terarah tentang langkah-langkah yang harus dilakukan oleh para pelaksana di lapangan. Rencana ini biasanya disebut petunjuk pelaksanaan (juklak). 3) Rencana Induk (Standing Plan/Master Plan) Rencana induk adalah suatu rencana yang bersifat luas dan menyeluruh, serta dipergunakan secara terusmenerus. Rencana-rencana yang lain harus sinkron 47
dengan rencana induk. Ada tiga macam yang termasuk ke dalam rencana induk, yaitu : a) Kebijaksanaan dasar, merupakan suatu pedoman organisasi dalam menjalankan tugas. Kebijakan ini bertungsi juga sebagai Pedoman dasar bagi organisasi yang menjadi kerangka acuan pokok dalam menyelenggarakan berbagai kegiatan organisasi. Kegiatan itu dapat berupa kegiatan fisik pengembangan organisasi, pengembangan perluasan pembangunan kantor, pengembangan pegawai, dan yang lainnya. b) Prosedur, rencana ini merupakan prosedur yang harus diikuti dalam melaksanakan kegiatan agar efisien dan efektif. Prosedur merupakan jalur kegiatan yang harus ditempuh dalam menyelesaikan suatu tugas atau urusan, juga dapat mencerminkan hirarki jabatan, pertanggugjawaban, pelaporan, dan lain-lain. Prosedur ini akan berkembang menjadi satu budaya organisasi yang akan dipatuhi dan dihormati oleh setiap aparat yang terlibat dalam organisasi. c) Metode, disebut juga tatata-cara atau aturan, yaitu cara yang terbaik untuk melakukan suatu pekerjaan. Metode ini lebih bersifat petunjuk praktis dalam melakukan berbagai kegiatan, perbedaan yang disusun untuk memudahkan para pelaksana. Metode atau aturan ini dapat dituangkan ke dalam, suatu aturan tertulis, dapat juga berupa suatu konvensi.
48
b.
Jenis Perencanaan Jenis-jenis perencanaan yang dilakukan dalam organisasi dapat dibedakan dari beberapa segi, antara lain berdasarkan: 1) Menurut ruang lingkup kegiatan. Berdasarkan ruang lingkupnya, perencanaan yang dibuat dapat berupa: a) Rencana Kebijakan, yang ditetapkan oleh pucuk pimpinan organisasi dan bersifat garis besar. Rencana Kebijakan ini akan menjadi pedoman atau acuan utama dalam penyusunan rencana kegiatan yang akan dilakukan oleh bagian atau unit-unit dalam organisasi. Dalam organisasi pemerintahan, rencana kebijakan ini biasanya ditetapkan oleh Menteri untuk tingkat Departemen, oleh Gubernur untuk tingkat Propinsi, dan seterusnya. Dalam rencana kebijakan ini tujuan, sasaran, dan indikator-indikatornya masih bersifat kualitatif. Sehingga belum dapat dilaksanakan, karena harus diterjemahkan terlebih dahulu ke dalam programprogram kegiatan yang lebih konkrit. b) Rencana Program, merupakan penerjemahan dari suatu kebijakan yang telah ditetapkan oleh pucuk pimpinan organisasi. Rencana program masih bersifat umum, akan tetapi sudah mulai menampakan adanya sasaran dan tujuan yang ingin dicapai, sekali pun jangka waktunya kadang-kadang terlalu panjang. Sedangkan tujuan, sasaran, dan indikatornya sudah mulai menampakkan adanya ukuran kuantitatif.
49
Misalnya dalam perusahaan yang sudah menetapkan patok-duga (benchmarking), kemudian harus diterjemahkan perusahaan mana yang akan dijadikan patok-duga, selanjutnya disusun bagaimana cara pelaksanaannya, dan berapa lama kontraknya. c) Rencana Proyek, merupakan kegiatan khusus dan tertentu (terukur), dalam pengerahan waktu, biaya, dan tenaganya. Rencana proyek ini bersifat operasional dan teknis, serta sudah tercermin secara jelas dan terukur (kuantitatif). Baik mengenai sasaran yang harus dicapai, jadwal kegiatan, tenaga pelaksana, organisasi pelaksana, penanggungjawabnya maupun anggarannya. Satu proyek dalam perusahaan atau organisasi kegiatannya bersifat otonom, dan akan berakhir apabila seluruh sasaran telah tercapai. d) Rencana Pelaksanaan, merupakan rincian langkah-langkah kegiatan yang harus dilaksanakan. Rencana pelaksanaan ini bisa berupa kegiatan rutin, bisa juga berupa kagiatan proyek dan umumnya sudah sangat rinci baik sasarannya maupun ukuran-ukuran indikatornya. 2) Menurut Jangka Waktu Perencanaan, pada umumnya tujuan suatu organisasi tidak dapat dicapai sekaligus dalam kurun waktu tertentu, hal ini karena keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki. Bahkan bisa saja terjadi tujuan tersebut tidak tercapai sebagai akibat dari adanva tuntutan baru dan hambatan lainnya. Sehubungan dengan hal tersebut, perencanaan akan memperhatikan tentang waktu yang umumnya terdiri atas: 50
a) Perencanaan jangka lama, yang menghasilkan rencana jangka lama (long run). Rencana ini tanpa batas waktu tertentu, biasanya tertuang dalam peraturan perundangan pendirian organisasi. Misalnya dalam organisasi bisnis tertuang dalam akta pendiriannya. b) Perencanan jangka panjang, menghasilkan rencana jangka panjang (purpose). Rencana ini telah mulai dibatasi jangka waktunya, yakni antara 20 sampai 30 tahun, ditetapkan oleh pimpinan puncak dan bersifat normatif. Rencana ini belum dapat diimplementasikan, karena masih memerlukan penjabaran kepada rencana yang lebih operasional. c) Perencanaan jangka menengah, yang menghasilkan rencana jangka menengah (aim). Jangka yang ditetapkan antara 3 sampai 6 tahun, sudah mulai bersifat konkrit dan memiliki sasaran yang jelas. Sasaran-sasaran yang ingin dicapai dituangkan ke dalam rencana ini bersifat kuantitatif. d) Perencanaan jangka pendek, yang manghasilkan rencana jangka pendek (goals). Rencana ini memiliki jangka waktu yang cukup singkat, yakni bulanan, triwulanan, sampai satu tahunan. Rencana jangka pendek sifatnya sudah konkrit, sehingga sasaran dan tujuan yang ingin dicapai telah dirinci secara nyata, baik mengenai alokasi biaya, tenaga kerja, peralatan metode pelaksanaan, serta batas waktu pelaksanaan kapan harus mulai dan kapan harus berakhir. 51
3) Menurut Materi yang direncanakan, rencana biasanya berupa: a) Rencana personal (personal plan), mengenai kebutuhan pegawai, pengadaan, penempatan, pembinaan dan pengembangan karier, penggajian dan kesejahteraan, pemberhentian, dan lain-lain. b) Rencana Financial (financial plan), berkaitan dengan penerimaan dan penggunaan keuangan dalam, suatu organisasi. c) Rencana Pendidikan (educational plan), dibuat untuk kependidikan berkaitan dengan jenis program kurikulum, jadwal waktu, dan tempat pelaksanaan, pengajar, syarat peserta, biaya, dan lain-lain. d) Rencana Logistik (logistical plan), berhubungan dengan rencana logistik untuk pelaksanaan kegiatan jenis dan jumlah kebutuhan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, inventarisasi, dan lain-lain. 4) Menurut Daerah yang menjadi objek perencanaan, rencana ini dapat juga dilihat dan segi luas dan lingkup wilayah pelaksanaannya, antara lain berupa: a) Rencana pedesaan (rural plan), yaitu rencana yang menyangkut pembangunan penataan wilayah pedesaan, biasanya diputuskan secara musyawarah pada forum rembuk desa yang dihadiri oleh tokoh masyarakat desa setempat. b) Rencana perkotaan (urban plan), rencana yang menyangkut penataan dan pembangunan wilayah perkotaan, biasanya disebut juga sebagai Rencana. 52
Umum Tata Ruang Kota. Rencana ini pelaksanaannya perlu disetujui terlebih dahulu oleh Dewan Kota. Di Indonesia disahkan melalui permusyawaratan di DPRD, kemudian diundangkan dalam bentuk hukum atau disebut Peraturan Daerah. c) Rencana Daerah (regional plan), rencana ini menyangkut penataan dan pembangunan satu daerah, baik yang bersifat umum maupun khusus. Di Indonesia dikenal adanya provinsi, kota dan kabupaten. Proses perencanaan hampir sama dengan rencana perkotaan, hanya cakupannya lebih luas tidak sekedar menyangkut wilayah kota. d) Rencana Nasional (national plan), rencana ini menyangkut perencanan negara dan pembangunan dalam lingkup nasional. Rencana nasional umumnya bersifat garis besar, dan sebelum disyahkan perlu disetujui oleh lembaga Perwakilan Rakyat. Misalnya GBHN, harus disetujui dan ditetapkan oleh MPR, sedangkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terlebih dahulu harus disetujui oleh DPR. 5) Menurut kekhususan dari perencanaan, antara lain sebagai berikut: a) Rencana umum (general plan), rencana yang bersifat garis besar yang akan dilaksanakan di masa depan. Biasanya dijadikan pedoman yang bersifat menyeluruh dan masih perlu diikuti oleh jenis-jenis rencana lainnya.
53
b) Rencana Khusus (special plan), rencana yang bersifat khusus baik karena keadaan yang perlu dilaksanakan secara khusus, maupun karena keistimewaannya. c) Program Darurat (crash program), program ini sifatnya temporer dan terutama untuk mengatasi keadaan darurat atau mendesak. d) Rencana penanggulangan (interim/contingency plan), rencana yang bertujuan untuk menanggulangi satu peristiwa tertentu misalnya rehabilitasi setelah terjadinya bencana alam agar dampaknya tidak meluas. c.
Proses Perencanaan Dalam proses perencanaan ada empat hal pokok yang harus diketahui dan dipahami dengan jelas, yakni : 1) Tujuan yang hendak dicapai, 2) Sumber-sumber data/informasi, 3) Sistem/Metoda untuk mencapai tujuan, 4) Jangka waktu yang diperlukan. Pada umumnya, proses perencanaan terdiri atas lima tahapan, yaitu : 1) Penyusunan Rencana a) Tinjauan keadaan (situasi dan kondisi intern organisasi). - Identifikasi masalah-masalah pokok yang dihadapi organisasi. - Prestasi dan kemajuan apa yang telah dicapai sebelumnya. - Berapa besar sumber daya yang dimiliki organisasi. 54
- Potensi sumber daya yang dimiliki dan dapat dikembangkan. - Identifikasi situasi dan kondisi lingkungan sekitar organisasi (ekonomi, sosial, teknologi, dll). b) Tetapkan tujuan dan sasaran-sasaran yang akan dicapai, penetapannya agar diusahakan secara konkrit, realistis, dan terukur. c) Perkiraan keadaan waktu yang akan dilalui, yaitu membuat perkiraan-perkiraan tentang masalahmasalah yang mungkin terjadi pada waktu pelaksanaan rencana serta merumuskan tindakan untuk mengantisipasinya baik yang bersifat pencegahan maupun berupa penanggulangan. d) Identifikasi kebijakan dan usaha-usaha yang perlu dikerjakan untuk mendukung rencana (peraturan perundang-undangan, perizinan, dll). e) Susunan Pengesahan Rencana: Perumusan final suatu rencana yang memerlukan pengesahan dari pejabat yang mempunyai wewenang untuk itu. Misalnya dalam perencanaan suatu perusahaan, setelah ditandatangani oleh Kepala Bagian Perencanaan, kemudian untuk menyediakan kebutuhan anggaran perlu pengesahan oleh Direktur Keuangan, untuk pengesahan akhir perlu ditandatangani oleh Direktur Utama. Dalam dokumen suatu rencana biasanya dilampirkan struktur organisasi pelaksana, penjadwalan dengan gantt chart, prosedur kerja dengan flow chart, dll.
55
2) Penyusunan Program Rencana Dalam tahapan ini kegiatan berupa penjabaran secara rinci mengenai program yang akan dilaksanakan, jumlah biaya yang diperlukan, penentuan unit mana yang menjadi pelaksananya, siapa saja yang harus melaksanakan dan siapa yang bertanggungjawab, dll. Berkaitan dengan waktu perlu ditetapkan mengenai kapan waktunya untuk memulai kegiatan, berapa waktu yang diperlukan, kapan kegiatan harus berakhir. Kemudian, sarana, prasarana, atau peralatan apa yang diperlukan untuk pelaksanaanya. Penyusunan rencana ini biasanya disusun berdasarkan kronologis atau urutan kegiatan kerja. 3) Pelaksanaan Rencana, dalam rencana yang baik biasanya dibuat suatu pedoman pelaksanaan yang akan dipakai sebagai petunjuk bagi para pelaksana agar apa yang dilakukan sesuai dengan yang diharapkan, serta tidak melanggar ketentuan yang berlaku. Dalam pelaksanaan kegiatan mungkin juga terjadi adanya penyesuaian-penyesuaian dengan keadaan dan perubahan yang terjadi selama pelaksanaan. 4) Pengawasan terhadap Pelaksanaan Rencana Agar sasaran dapat dicapai sebaik-baiknya, pada waktu pelaksanaan rencana diperlukan pengawasan dan pengendalian. Hal ini diperlukan agar tidak terjadi adanya penyimpangan yang dapat mengakibatkan tidak tercapainya tujuan. Apabila ternyata ada penyimpangan, tentunya akan dapat diatasi secepat mungkin serta dilakukan 56
tindakan-tindakan baik pencegahan maupun penanggulangan (korektif).
(preventif)
5) Evaluasi terhadap Rencana dan Proses Perencanaan Setelah suatu kegiatan yang direncanakan selesai dilaksanakan, maka diperlukan adanya evaluasi terhadap rencana tersebut, apakah masih dapat dilanjutkan atau perlu adanya penyesuaian. Sering terjadi juga bahwa pada waktu rencana sedang dijalankan, kegiatan perencanaan untuk tahun berikutnya sudah dimulai. Maka untuk keperluan ini. hasil evalusi dari pelaksanaan kegiatan yang sedang berjalan akan memberikan tambahan informasi bagi perencanaan tahun berikutnya, sehingga rencana yang dilakukan akan lebih baik. d.
Hambatan dalam Perencanaan Proses perencanaan bukan sesuatu yang bebas dan gangguan atau hambatan, apalagi menyangkut berbagai sumber daya, baik manusia maupun bukan manusia. Maka pembuatan suatu rencana bukan pekerjaan yang mudah, melainkan memerlukan suatu keahlian khusus disertai dengan semangat kerja yang tinggi, ulet, tekun, dan bertanggugjawab. Sering terjadi adanya hambatan atau gangguan dalam proses perencanaan, hambatan-hambatan tersebut antara lain berupa: 1) Perubahan-perubahan informasi, personal, kebijaksanaan, keuangan, dan lain-lain. Apa yang sudah direncanakan sebaik-baiknya, dengan adanya perubahan tersebut akan mengacaukan pelaksanaannya. Oleh karena itu, untuk menghindari risiko yang besar perencanaan terus dibuat fleksibel 57
atau tidak kaku agar mampu menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi. 2) Tidak adanya dukungan dari pihak lain (atasan, unit kerja yang terkait). Sehingga walaupun perencanaan telah disusun dengan baik apabila tidak mendapat dukungan dari atasan atau unit kerja yang berkaitan maka akan menghambat terhadap pelaksanaan rencana tersebut. 3) Wewenang yang didelegasikan kepada pelaksana kurang tegas/jelas, sehingga akan menyebabkan keragu-raguan bagi para pelaksana yang bersangkutan. Untuk mengatasi hal itu, penempatan jenjang jabatan perencana tidak terlalu jauh dengan jabatan pimpinan dari suatu lembaga/organisasi. 4) Perencanaan yang tidak sempurna, sebagai akibat dari kualifikasi perencana (orang yang merencanakan) yang kurang memiliki keahlian di bidangnya. Oleh karena itu, sebagai seorang perencana yang baik, diperlukan keterampilan teknik secara substansial dan kemampuan teknik perencanaan yang didukung oleh pengalaman dan wawasan yang luas. 2.5 Perencanaan Strategis Dalam dunia usaha (bisnis), mengutamakan pelayanan terhadap pelanggan mutlak diperlukan, apalagi dalam situasi dan kondisi yang mengarah kepada globalisasi ekonomi yang penuh dengan persaingan. Kecenderungan orientasi bisnis akan berubah, jika sebelumnya produsen dapat memaksakan kehendaknya kepada para konsumen dengan menawarkan produksi yang dihasilkannya, sekarang justru sebaliknya. Konsumenlah yang mendesak produsen agar memproduksi 58
barang-barang yang sesuai dengan kehendaknya. Apabila tidak dipenuhi, konsumen akan lari ke pihak lain yang lebih menguntungkan. Dengan demikian, reorientasi konsep perencanaan strategis sangat dibutuhkan. Proses perencanaan dengan memperhatikan kehendak (kebutuhan) konsumen, ditambah dengan senjata kualitas yang ampuh, diharapkan mampu bertahan dan menembus persaingan global yang ketat. Perencanaan Strategts sangat bermanfaat untuk menghadapi situasi dan kondisi di abad 21. Untuk memahami konsep perencanaan strategis, berikut akan dikemukakan pengertian perencanaan strategis, dan proses perencanaan strategis. a.
Pengertian Perencanaan Strategis Perencanaan strategis ini mulai populer digunakan dalam dunia bisnis (usaha), namun akhirnya berkembang dan konsep-konsepnya dapat juga digunakan di lingkungan organisasi pemerintahan. Menurut Fredy Rangkuti (2000: 2), Perencanaan Strategis adalah suatu perencanaan yang dikembangkan oleh organisasi (perusahaan) untuk mengatasi ancaman eksternal dan merebut peluang yang ada. Langkahlangkah pengembangan tersebut dimulai dari proses analisis, perumusan, dan evaluasi strategi-strategi. Perencanaan strategi bertujuan agar perusahaan/organisasi dapat melihat secara obyektif kondisi-kondisi internal dan ekstental, sehingga perusahaan/organisasi dapat mengantisipasi perubahan yang terjadi di lingkungan eksternal. Dalam hal ini dapat dibedakan secara jelas, mengenai fungsi manajemen, konsumen, distributor, dan pesaing. 59
Perencanaan strategis memiliki kedudukan penting, karena sangat bermanfaat untuk memperoleh keunggulan dalam bersaing dan memiliki produk yang sesuai dengan keinginan konsumen yang didukung oleh sumber daya yang ada. Sebagai dasar untuk memahami perencanaan strategis, perlu memahami juga tentang pemikiran strategis dan konsep strategis tersebut. b.
Pemikiran Strategis Menurut George L Morrisey yang disunting oleh Kosasih Iskandarsyah (2002:6), pemikiran strategis merupakan arena untuk memikirkan masa depan. Pada awalnya, pemikiran strategis ini lebih berorientasi kepada intuisi (perasaan), sehingga bebas memproyeksikan organisasi ke masa depan tanpa terhambat oleh hal-hal teknis. Dalam perencanaan strategis sikap seperti ini sangat diperlukan, namun perlu didukung dengan pemahaman tentang nilainilai, misi, visi, dan strategi. 1) Nilai-nilai, mewakili pendirian filosofis manajer yang bertanggungjawab untuk menuntun organisasi dalam menempuh perjalanan menuju keberhasilan. Sebahagian dari nilai tersebut ada yang bersifat tetap, seperti sikap manajer terhadap etika, kualitas, dan keselamatan. Ada juga yang fleksibel tergantung kepada suasana dan sifat organisasi, seperti respon terhadap pelanggan, keberagaman produk/jasa yang dihasilkan, dan profitabilitas yang bisa berubah pada suatu saat. Nilai-nilai yang dianut akan menjadi landasan pemikiran manajer pada saat mengolah visi, misi, dan strategi. 2) Visi, adalah representasi dari apa yang diyakini manajer sebagai bentuk organisasi di masa depan, dalam pandangan pelanggan, karyawan, pemilik, dan 60
stakeholder penting lainnya. Pernyataan visi bisa tersendiri atau menjadi bagian dari misi organisasi. 3) Misi, adalah pernyataan yang menjelaskan konsep organisasi, sifat bisnis, alasan keberadaan organisasi, pihak yang dilayani, prinsip dan nilai yang dijadikan landasan untuk berbisnis. 4) Strategi, menunjukkan arah yang harus dituju oleh organisasi, sebagai daya dorong dan fakror utama lainnya yang akan membantu manajer dalam menentukan produksi jasa dan pasar di masa depan. Dalam menyusun pernyataan keempat unsur tersebut maksimal terdapat tiga pernyataan terpisah, yakni pernyataan visi, pernyataan misi, dan pernyataan strategi. Tetapi ketiga pernyataan tersebut dapat juga digabungkan menjadi dua pernyataan, bahkan jadi satu pernyataan. Dengan demikian mengkombinasikan tiga pernyataan menjadi satu pernyataan jauh lebih menguntungkan, daripada terdiri atas beberapa pernyataan yang membingungkan. Yang terpenting memahami terlebih dahulu peranan nilai-nilai, misi, visi, dan stategi secara terpisah untuk mengetahui wawasan apa yang dapat diambil dari hal tersebut. c.
Konsep Strategis Secara umum, strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan. Tetapi sesuai dengan perkembangan zaman, konsep strategi mengalami perkembangan yang cukup pesat. Hal ini ditandai dengan munculnya berbagai konsep strategi selama 30 tahun terakhir. Berikut ini dikemukakan beberapa konsep hasil pemikiran para ahli, antara lain:
61
Menurut Chandler, dalam Freddy Rangkuti (2000:3), “Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan perusahaan dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut, serta prioritas alokasi sumber daya”. Menurut Learned, dkk : “Strategi merupakan alat untuk menciptakan keunggulan bersaing. Dengan demikian salah satu fokus strategi adalah memutuskan apakah bisnis tersebut harus ada atau tidak ada”. Menurut Porter “Strategi alat yang sangat penting untuk mencapai keunggulan bersaing”. Selain itu, masih banyak konsep lain dari pemikiran yang berbeda. Dari konsep yang pertama (pendapat Chandler), terdapat dua kata kunci yang perlu diterjemahkan lebih lanjut, yaitu tujuan jangka panjang, dan olokasi pendayagunaan sumber daya yang ada. Bagi perencana pemahaman keterkaitan terhadap kedua konsep tersebut sangat menentukan untuk suksesnya strategi yang disusun. Dari pemahaman tersebut muncul konsep yang lebih operasional, yakni: 1) Distinctive Competence, yaitu tindakan yang dilakukan oleh perusahaan/manajer agar dapat melakukan kegiatan yang lebih baik dibandingkan dengan pesaingnya. Perusahaan atau organisasi yang memilikj distinctive competence, adalah perusahaan/organisasi yang memiliki kekuatan yang tidak mudah ditiru oleh pesaing, yaitu keahlian tenaga kerja dan kemampuan sumber daya. 2) Competitive Advantage, kegiatan yang spesifik yang dikembangkan oleh perusahaan/organisasi agar lebih unggul dibandingkan dengan pesaingnya. Keunggulan perusahaan/organisasi disebabkan oleh 62
strategi yang dilakukan perusahaan untuk merebut peluang pasar. Terdapat tiga strategi yang dapat dikembangkan, yaitu: (a) Harga jual yang murah (cost leadership); (b) Menciptakan persepsi terhadap nilai tertentu, misalnya keunggulan kinerja (diferensiasi); dan (c) Menciptakan keunggulan bersaing sesuai dengan segment pasar (fokus). d.
Tipe-tipe Strategi Strategi dapat dikelompokkan ke dalam tiga tipe strategi, yaitu strategi manajemen, strategi investasi, dan strategi bisnis. 1) Strategi Manajemen, meliputi strategi yang dapat dilakukan oleh manajer dengan orientasi pengembangan strategi secara makro. Misalnya, strategi pengembangan produk, strategi penerapan harga, strategi pengembangan pasar, strategi mengenai keuangan, dan sebagainya. 2) Strategi Investasi, merupakan kegiatan yang berorientasi pada investasi. Misalnya, apakah perusahaan ingin melakukan strategi pertumbuhan yang agresif atau berusaha mengadakan penetrasi pasar, strategi bertahan, strategi pembangunan kembali suatu divisi baru atau strategi divestasi, dan sebagainya. 3) Strategi Bisnis, sering juga disebut strategi bisnis secara fungsional, karena ini berorientasi kepada fungsi-fungsi kegiatan manajemen. Misalnya pemasaran, strategi produksi atau operasional, strategi distribusi, strategi organisasi, dan strategi yang berhubungan dengan keuangan.
63
e.
Kerangka Analisa Strategi Perencanaan strategis merupakan bagian dari penyusunan perencanaan jangka panjang sehingga prosesnya lebih banyak menggunakan proses yang bersifat analitis. Oleh karena itu, analisis-analisis yang dilakukan baik di tingkat korporet maupun di tingkat bisnis sangat dibutuhkan. Analisis tersebut bertujuan untuk menyusun strategi yang sesuai dengan visi, misi, sasaran, dan kebijaksanaan organisasi. Dalam menyusun analisis strategi, terdapat pertanyaan yang harus dijawab terlebih dahulu, yaitu : 1) Bagaimana organisasi menentukan alternatif-alternatif strategi? 2) Alat apa dan metode apa yang akan digunakan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi alternatif strategis di lingkungan organisasi? 3) Faktor-faktor apa yang diperkirakan berpengaruh terhadap pilihan strategis tersebut ? Kerangka analisa strategi mencakup : Proses pengambilan keputusan strategis; Strategi fungsional; Proses analisis; Kerangka analisis kasus; Analisis SWOT alat untuk Perencanaan Strategis; dan Analisis SWOT. 1) Proses pengambilan keputusan strategis Proses analisis strategi dan pilihan strategis terdiri atas lima tahapan, baik di tingkat korporet maupun di tingkat unit bisnis. Dalam organisasi, lima tahapan dalam proses analisis strategi adalah sebagai berikut.
64
LIMA TAHAPAN ANALISIS STRATEGI Tingkat Korporet Analisis portofolio perusahaan keseluruhan dalam kaitannya dengan kekuatan dan daya tarik industri Identifikasi kinerja perusahaan, apabila portofolio dikelola secara tepat Bandingkan kinerja yang diproyeksikan dengan yang ada saat ini, sehingga dapat dikenali kesenjangannya Identifikasi alternatif portofolio dengan berbagai kombinasi strategi pada tingkat unit bisnis Evaluasi berbagai alternatif dan pilihan strategis
Tingkat Unit Bisnis Analisis kebutuhan antara posisi strategi bisnis saat ini, dengan kemungkinan strategis berikut ancaman, sesuai dengan periode waktu perencanaan Menguji kemungkinan hasilnya Bandingkan hasilnya dengan alternatif tujuan untuk mengetahui kesenjangan yang ada Identifikasi alternatif strategi, sehingga kesenjangan dapat diatasi Evaluasi berbagai alternative dan pilihan strategis
Freddy Rangkuti (2000:10)
Dengan dilakukannya analisis di tingkatan-tingkatan tersebut, sedikitnya ada tiga pertanyaan yang dapat terjawab, yakni : (a) Bagaimana tingkat efektivitas strategi yang telah ada selama ini?, (b) Bagaimana efektivitas strategi pada masa yang akan datang?; dan, (c) Bagaimana kemungkinan efektivitas strategi alternatif pada masa yang akan datang? Tetapi ada satu hal yang tidak boleh dilupakan, sebelum alternatif strategi ditetapkan sebagai pilihan yang layak, pihak perencanaan perlu melakukan evaluasi dan peninjauan ulang terhadap misi dan tujuan organisasi yang telah ada. Setelah itu pelaksanaan dapat dimulai dengan tahapan evaluasi dan pemilihan strategi yang terbaik. Dalam 65
prakteknya, perencanaan seperti ini memerlukan keterlibatan manajemen puncak secara mutlak, agar dapat menentukan strategi yang sesuai dengan peluang yang ada di lingkungan luar (eksternal) dan kekuatan yang dimiliki di lingkungan dalam (internal). Tujuan akhirnya tiada lain agar dapat menciptakan kemampuan dan kekuatan organisasi yang tidak mudah ditiru oleh pihak luar atau pesaing. Dalam proses pengambilan keputusan strategis, terdapat perbedaan antara tingkat korporet dengan tingkat unit bisnis. (a) Strategi korporet yaitu, strategi yang disusun dalam suatu bisnis. Dalam hal ini, perusahaan akan bersaing dengan cara mengubah distinctive competence menjadi competitive advantage. Pada tingkat ini, strategi yang dihasilkannya adalah : (1) Kegiatan usaha apa yang akan diunggulkan agar mampu bersaing di pasaran? Dalam hal ini, perusahaan harus dapat menetapkan keputusan secara tepat, usaha apa yang akan dikembangkan, usaha apa yang akan diunggulkan, dan usaha apa yang akan dilepas. (2) Bagaimana menata setiap kegiatan usaha agar dapat dilakukan secara terintegrasi? Dalam hal ini, penyusunan strategi korporet perlu mengetahui terlebih dahulu keunggulan bersaing yang dimiliki serta pembentukan dan penempatan keunggulan pada masingmasing unit usaha. Penciptaan keunggulan bersaing tersebut mengacu kepada kompetitor baru yang masuk ke dalam usaha ini, kekuatan daya beli konsumen, kekuatan 66
pemasok, dan produk sejenis yang dianggap sebagai pesaing. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa strategi pada tingkat korporet merupakan landasan dan acuan bagi penyusunan strategi di tingkat unit bisnis dan strategi fungsional. (b) Strategi unit bisnis, memiliki pengertian yang berbeda untuk setiap perusahaan, karena berkaitan dengan sedikit-banyaknya divisi usaha yang dimiliki, lini produk, jenis produk, dan merek. Pada prinsipnya, strategi unit usaha mempunyai karakteristik sebagai berikut. (1) Mempunyai misi dan strategi. (2) Menghasilkan barang atau jasa sesuai dengan misi dan strategi. (3) Barang dan jasa yang dihasilkan lebih spesifik. (4) Dalam pemasaran, bersaing dengan pesaingpesaing yang nyata. Semula, strategi merupakan alat dalam usaha mencapai tujuan, kemudian berkembang menjadi alat untuk menciptakan keunggulan dalam persaingan. Perkembangan terakhir, strategi berkaitan erat dengan pemahaman terhadap keinginan konsumen di masa yang akan datang dalam rangka memenangkan persaingan pasar. Muatan inti yang diandalkan dalam memenangkan persaingan tersebut adalah keunggulan, baik dalam mutu produk maupun pelayanan terhadap konsumen. Keunggulan dengan mengandalkan kompetensi atau mutu, adalah strategi yang ditetapkan untuk 67
memperoleh posisi dan pengaruh dalam pasar. Agar mempunyai kompetensi tersebut, perusahaan harus memiliki tiga kriteria sebagai belikut: (1) Nilai bagi pelanggan, yaitu manfaat yang diberikan oleh perusahaan bagi para pelanggan melalui produk yang dihasilkannya. Nilai tersebut dapat diketahui dengan cara menjawab pertanyaan sederhana, “Mengapa konsumen mau menggunakan produk dari perusahaan yang bersangkutan?” padahal ada barang sejenis hasil produksi perusahaan lain. (2) Diferensiasi bersaing, yakni kemampuan unik dalam bersaing. Yang dimaksud adalah suatu kompetensi atau mutu yang dapat membedakan produk yang bersangkutan dengan produk perusahaan lain, dan mutu tersebut tidak mudah ditiru oleh perusahaan lain. (3) Dapat diperluas, yakni kemungkinan untuk membuka pasar di tempat lain yang lebih luas. Karena, kompetensi atau mutu yang dimiliki merupakan pembuka pintu gerbang pemasaran dengan kriteria mampu memenuhi keinginan pelanggan. Selain itu, kompetensi yang dimiliki dapat diperluas sesuai dengan keinginan pelanggan di masa yang akan datang. 2) Strategi fungsional Tahap paling bawah dan tingkatan-tingkatan strategi adalah strategi fungsional. Apabila pada tingkat korporet telah ditetapkan suatu strategi untuk 68
membuat unit usaha tertentu, misalnya unit pembelian. Maka strategi fungsional ini semua kegiatannya akan mengacu kepada pembelian dan bersifat operasional, karena akan langsung diimplementasikan oleh fungsi-fungsi manajemen yang ada di bawah tanggungjawabnya. Fungsi-fungsi manajemen tersebut antara lain manajemen produksi, manajemen pemasaran, manajemen keuangan, dan manajemen SDM. 3) Proses analisis Tahapan lainnya dalam kerangka analisis strategi adalah proses analisis terhadap informasi yang paling penting dalam perencanaan strategis, karena tindakan lain sangat bergantung kepada hasil analisis ini. Yang dimaksud dengan proses analisis adalah memahami seluruh informasi yang diperoleh pada suatu kasus tertentu, tujuannya adalah untuk mengetahui isu apa yang sedang terjadi dan memutuskan apa yang harus dilakukan dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Suatu kasus harus dijelaskan agar permasalahan yang sedang terjadi dapat diketahui. Untuk dapat menjelaskan kasus yang terjadi diperlukan metode yang tepat dan efektif caranya dengan memahami secara keseluruhan tentang informasi, yakni memahami semua informasi secara detail dan melakukan analisis secara numerik. Proses analisis suatu kasus dapat ditempuh dengan dua jenis, yakni analisis situasi dan analisis perusahaan, yang dapat dideskripsikan sebagai berikut:
69
a) Jelaskan situasi, untuk mengetahui strategi perusahaan. b) Evaluasi situasi, untuk menentukan: (1) Evaluasi lingkungan eksternal mengenai peluang dan ancaman (2) Evaluasi lingkungan internal mengenai kekuatan dan kelemahan perusahaan (3) Berdasarkan (1) dan (2) Menganalisis masalah yang perlu mendapat perhatian. c) Cari pemecahan masalah, untuk menentukan alternatif dan pilihan strategi. 4) Kerangka analisis kasus Terdapat beberapa tahapan dalam melakukan analisis suatu kasus, salah satunya dikemukakan oleh Alfred (1978), dengan mengemukakan sejumlah pertanyaan sesuai dengan tujuan yang diinginkan. a) Mengetahui tujuan analisis; (1) Perusahaan ini akan dibawa ke arah mana? (2) Faktor-faktor kunci mana yang perlu mendapat perhatian? (3) Kapan tujuan harus dicapai? b) Deskripsi bisnis; (1) Bagaimana posisi produk yang dihasilkan? (2) Bagaimana posisi harga? (3) Bagaimana keahlian manajemen yang dimiliki? (4) Bagaimana kondisi persaingan saat ini? (5) Siapa pemain yang paling kuat di industri ini? c) Deskripsi organisasi; (1) Bagaimana keadaan dimiliki? 70
organisasi
yang
(2) Bagaimana perencanaan, pengendalian, dan sistem yang dimiliki saat ini? (3) Bagaimana keahlian sumber daya manusianya? (4 ) Bagaimana gaya manajemennya? d) Evaluasi keseluruhan; (1) Bagaimana peluang yang ada saat ini? (2) Bagaimana kekuatan yang dimiliki saat ini? (3) Bagaimana masalah yang dihadapi saat ini? (4) Bagaimana kelemahan organisasi saat ini? e) Alternatif kunci; 1) Bagaimana caranya menggunakan semua kekuatan untuk merebut peluang dan mengatasi ancaman? 2) Bagaimana mengatasi kelemahan untuk memanfaatkan peluang dan menghindari ancaman? 3) Bagaimana prioritas ditentukan? f)
Memilih alternatif; 1) Alternatif apa yang dianggap terbaik? 2) Alternatif apa saja yang dapat memperbaiki situasi? 3) Alternatif apa saja yang dapat meningkatkan kegiatan operasional? 4) Perubahan apa yang bersifat kritis? 5) Sumber daya apa yang bersifat kritis? 6) Penjadwalan bagaimana yang bersifat kritis?
Dalam proses analisis, pertanyaan-pertanyaan tersebut perlu dijawab secara akurat. Dengan terjawabnya pertanyaan tersebut akan diketahui kondisi perusahaan secara menyeluruh, bahkan lingkungan eksternal pun dapat diketahui secara rinci. 71
Setelah diketahui segala sesuatu yang ada di perusahaan, akan dengan mudah menentukan alternatif strategi yang dibutuhkan untuk mengatasi kelemahan, sekaligus memilih alternatif yang dianggap paling baik. 5) Analisis SWOT alat untuk Perencanaan Strategis Dalam melakukan analisis lingkungan untuk perencanaan strategis dapat menggunakan beberapa metode, salah satunya adalah menggunakan metode analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, dan Threats). Metode tersebut berguna untuk mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan kekuatan dan kelemahan yang ada pada organisasi, dan menganalisis peluang dan ancaman di lingkungan organisasi. Selanjutnya data-data yang diperoleh dianalisis berdasarkan atas logika untuk memaksimalkan kekuatan dan peluang, dan secara bersamaan dilakukan juga upaya meminimalkan kelemahan dan ancaman. Proses pengambilan keputusan strategis senantiasa berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian perusahaan harus melakukan analisis terhadap faktorfaktor strategis yang terdiri atas kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman sesuai dengan kondisi saat ini. Analisis seperti ini disebut juga sebagai analisis situasi. 6) Analisis SWOT Kinerja perusahaan dapat ditentukan oleh kombinasi faktor internal dan eksternal. Kedua faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam analisis SWOT, yakni 72
Strengths (kekuatan), Weaknesses (kelemahan), Opportunities (peluang), dan Threats (ancaman). Analisis SWOT dapat dibuat dalam beberapa bentuk, salah satunya bentuk diagram sebagai berikut: PELUANG
3.Mendukung Strategi Turn Around
1.Mendukung Strategi Agresif
KELEMAHAN INTERNAL
KEKUATAN INTERNAL
4.Mendukung Strategi Defensif
2.Mendukung Strategi Diversifikasi ANCAMAN
Keterangan: Kuadran 1, merupakan situasi yang sangat menguntungkan bagi organisasi atau perusahaan. Peluang dan kekuatan yang dimiliki dapat dimanfaatkan. Strategi yang dapat diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif. Kuadran 2, walaupun menghadapi ancaman, perusahaan atau organisasi masih memiliki kekuatan internal. Strategi yang dapat diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang 73
jangka panjang dengan cara strategis diversifikasi (produk/pasar). Kuadran 3, perusahaan menghadapi pasar yang sangat besar, tetapi di pihak lain ada hambatan dari dalam berupa kelemahan. Strategi yang dapat digunakan dalam kondisi ini adalah strategi turn around, yaitu meminimalkan masalah-masalah internal sehingga dapat merebut peluang pasar yang lebih baik. Kuadran 4, merupakan situasi yang tidak menguntungkan, dalam hal ini perusahaan atau organisasi menghadapi berbagai ancaman eksternal dan kelemahan internal, sehingga strategi yang digunakan adalah strategi defensif. 2.6 Teknik-teknik Perencanaan Dalam membuat perencanaan yang baik dan tepat diperlukan teknik tertentu. Terdapat beberapa teknik yang dapat dipilih sesuai dengan karakteristik perencanaan yang dilakukan. Penggunaan teknik perencanaan berguna juga dalam upaya mengoptimalkan sumber daya organisasi yang akan dikerahkan. Teknik-teknik perencanaan tersebut antara lain dengan bentuk bagan, bentuk diagram, dan bentuk lainnya. Masing-masing teknik memiliki kelebihan dan kekurangan, maka tidak ada yang terbaik, yang harus diusahakan adalah memilih teknik yang sesuai dengan jenis pekerjaan atau program yang akan disusun. Berikut dikemukakan beberapa contoh teknik perencanaan yang sering digunakan.
74
a.
Pembuatan jadwal dengan bagan Gantt Chart dan Gant Milestone Chart, dengan contoh: 1) Gantt Chart KEGIATAN 1. Penyusunan program 2. Pembentukan Panitia 3. Pembuatan edaran 4. Pengurusan izin 5. Penyebaran edaran 6. dst ..............
Waktu (Minggu) 1
Jadwal Waktu 2
1
=
1
=
3
1
=
2
= =
4
4
5
6
7
8
9 10
= = = =
dst.......
2) Gantt Milestone Chart KEGIATAN 1. Penyusunan program 2. Pembentukan Panitia 3. Pembuatan edaran 4. Pengurusan izin 5. Penyebaran edaran 6. dst ..............
Waktu (hari)
Jadwal Waktu 1
2
3
4
5
6
7
8
♦ ♥ ●
1
♦ Awal ♥ Antara ● Akhir
♦ ♥ ●
1
♦ ♥ ●
1
♦ ♥ ●
2
♦
4 dst.......
75
Ket
♥
●
b.
Program Evaluation and Review Technique (PERT) diagram, contoh : A
: Kegiatan A tidak didahului kegiatan lain
1
2
A
B : Kegiatan B didahului kegiatan A 3
1
2 4
c.
Perencanaan Peningkatan Kerja (PPK), suatu teknik perencanaan strategis yang dapat digunakan dalam rangka meningkatkan kinerja (performance) suatu organisasi. Langkah-langkah PPK adalah sebagai berikut: 1) merumuskan tugas pokok dan fungsi organisasi 2) merumuskan tujuan jangka panjang 3) merumuskan tujuan jangka pendek 4) Merumuskan tingkat kinerja sekarang dan tingkat kinerja yang diinginkan 5) Mengidentifikasi kekuatan dan penghambat utama usaha kinerja 6) Menentukan dampak relatif dan memecahkan kekuatan dan penghambat
mudahnya
7) Mendaftar kekuatan-kekuatan pendorong 8) Menentukan dampak relatif dan tingkat kendali kekuatan pendorong yang berada di bawah perencana 76
9) Memperkirakan tingkat kekuatan relatif pendorong dan penghambat l0) Menggambarkan diagram medan kekuatan 11) Meneliti keterkaitan antar kekuatan 12) Memilih kekuatan kunci 13) Menciptakan ide-ide sumbang saran
strategis
melalui
kegiatan
14) Mengembangkan rencana kegiatan yang terkoordinasi 15) Membentuk tim kerja dan merumuskan peranan masing-masing anggota tim l6) Memikirkan/memperkirakan kesulitan pelaksanaan dan memilih strategi menanggulanginya.
dalam untuk
17) Memusyawarahkan hal-hal utama dengan pihak-pihak yang terkait 18) Menata program-program kegiatan 19) Menyusun perbaikan
jadwal
peninjauan
kembali
untuk
20) Munyusun bagan jadwal kegiatan d.
Analisis Persoalan Potensial (APP), teknik yang dapat membantu perencanaan terutama dalam rangka mengamankan satu program agar dapat mengantisipasi setiap persoalan yang muncul pada waktu pelaksanaan. Langkah-langkah berikut:
perencanaan
APP
adalah
sebagai
1) Merumuskan situasi program/rencana yang akan dilaksanakan 77
2) Menyusun program menjadi langkah-langkah secara kronologis, atau pembagiannya menjadi bagianbagian kegiatan 3) Menentukan daerah (kegiatan) kritis 4) Menentukan daerah (kegiatan) kritis prioritas 5) Memperkirakan persoalan-persoalan potensi yang mungkin timbul dalam daerah (kegiatan) kritis prioritas 6) Menentukan persoalan potensi prioritas 7) Memperkirakan sebab-sebab yang memungkinkan timbulnya persoalan potensi 8) Merencanakan tindakan-tindakan 9) Menyusun sistem informasi penanggulangan Hasil akhir dari APP adalah serangkaian perkiraan mengenai persoalan-persoalan potensi, kemungkinan penyebab berbagai tindakan pencegahan, dan penanggulangan yang dipersiapkan untuk seluruh kegiatan kritis.
78
BAB III PENGORGANISASIAN 3.1 Arti dan Definisi Organisasi Organisasi tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, sehingga keberadaannya sama tuanya dengan sejarah manusia. Semula manusia merupakan individu-individu yang bebas dan merdeka secara mutlak, dalam arti tidak ada saling ketergantungan satu sama lain. Tetapi secara alami manusia menyadari bahwa ia tidak dapat memuhi seluruh kebutuhannva sendiri, karena keterbatasan-keterbatasan dari setiap individu. Sadar akan keterbatasan yang dimilikinya, manusia yang memang ditakdirkan sebagai mahluk sosial hidup berkelompok. Dengan cara demikian, tujuan-tujuan yang tidak dapat dilakukan sendiri, dapat diusahakan melalui bekerjasama dalam kelompok, dua orang atau lebih. Dengan demikian secara sederhana dapat diketahui bahwa unsur utama dari sebuah organisasi adalah beberapa orang yang bergabung dalam kelompok (wadah, atau wahana), kemudian secara bersama-sama berusaha (beraktivitas) untuk mencapai tujuan. Namun demikian, apabila berbicara tentang arti atau pengertian dari organisasi, secara teoritis akan ditemukan berbagai rumusan hasil pemikiran para ahli sehingga tampak seperti berbeda-beda. Tetapi apabila dilihat dengan jeli akan ditemukan unsur-unsur atau ciri-ciri yang sama seperti yang telah dikemukakan. Untuk menambah wawasan dan pemahaman tentang organisasi, perlu dikaji terlebih dahulu tentang arti organisasi agar diketahui makna yang terkandung di dalamnya. berikut ini dikemukakan beberapa pendapat para ahli berkenaan dengan arti dan definsi organisasi. 79
Arti Organisasi: Organisasi merupakan suatu wadah atau wahana dari kegiatan orang-orang yang bekerjasama dalam usaha mencapai tujuan. Dalam pengertian ini, kegiatan orang-orang yang terlibat di dalamnya harus jelas, terutama menyangkut tugas, wewenang, hubungan tata kerja, dan tanggungjawab. Organisasi demikian bersifat statis karena hanya sekedar melihat strukturnya saja. Di samping itu ada yang disebut organisasi yang bersifat dinamis dilihat dari dinamikanya. Aktivitas atau tindakan dari tata hubungan yang terjadi dalam organisasi bersifat dinamis, baik antara atasan dengan bawahan, maupun antara atasan dengan sesama atasan, dan antara bawahan dengan sesama bawahan. Namun dari kedua jenis organisasi tersebut, berhasil tidakya dalam mencapai tujuan sangat bergantung kepada faktor manusianya. Berdasarkan uraian tersebut, arti organisasi secara sederhana adalah wadah a tau wahana. Tetapi tentu saja tidak semua wadah dapat dikatakan sebagai organisasi, apabila di dalamnya tidak terdapat kegiatan bersama dan tidak memiliki tujuan yang jelas. Kemudian, dalam merumuskan definisi organisasi, walaupun inti dasarnya sama, akan berbeda-beda sesuai dengan pandangan para perumusnya. Selain itu, organisasi terus berkembang secara dinamis sejalan dengan perkembangan hidup manusia. Berikut ini, sebagai bahan perbandingan dikemukakan pendapat para ahli berkenaan dengan definisi organisasi. Bukan saja karena subyektifitas dari perumusnya, melainkan dilihat juga dari substansi yang menjadi titik berat pembahasannya.
80
Definisi Organisasi Menurut Mc. Farland dalam Soewarno Handayaningrat (1996: 42) “An organization is an identifiable group of people contributing their effort to ward the ettainment of goals” (Organisasi adalah suatu kelompok manusia yang dapat dikenal dan menyumbangkan usahanya terhadap tercapainva suatu tujuan). Sedangkan menurut Dimock, “Organization is the sistematic bringing together of interdependent part to form a unified whole through which authority, coordination an control may be exercised to achive a given purpose” (Organisasi adalah perpaduan secara sistematis daripada bagian-bagian yang saling bergantungan/berkaitan untuk membentuk suatu kesatuan yang bulat melalui kewenangan, koordinasi, dan pengawasan dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditentukan”. Menurut Stephen P. Robbins (1994). Rumusan definisi organisasi dapat berbeda-beda karena terdapat sudut pandang yang berlainan, titik beratnya bergantung kepada essensi yang ingin dikemukakan oleh perumusnya. Cara yang berbeda-beda untuk melihat organisasi dan cara merumuskan definisi tersebut dapat dilihat dari contoh di bawah ini. 1.
Kesatuan rasional dalam mencapai tujuan: Di dalam organisasi ada sesuatu untuk mencapai tujuan, dan prilaku para anggota organisasi dapat dijelaskan sebagai pengejaran rasional terhadap tujuan tersebut.
2.
Koalisi dari pendukung yang kuat: Organisasi terdiri atas kelompok-kelompok yang masingmasing mencoba untuk memuaskan kepentingan sendiri. Kelompok-kelompok tersebut menggunakan kekuasaan 81
mereka untuk mempengaruhi distribusi sumber daya dalam organisasi. 3.
Sistem terbuka: Organisasi adalah sistem transformasi masukan dan keluaran yang bergantung kepada lingkungan untuk kelangsungan hidupnya.
4.
Sistem yang memproduksi arti: Organisasi adalah kesatuan yang diciptakan secara artifisial. Tujuannya dan maksudnya diciptakan secara simbolis dan dipertahankan oleh manajemen.
5.
Sistem yang digabungkan secara longgar: Organisasi terdiri atas uni-unit yang relatif berdiri sendiri dapat mengejar tujuan yang tidak sama atau bahkan saling bertentangan.
6.
Sistem politik: Organisasi terdiri atas pendukung internal yang mencoba memperoleh kontrol dalam proses pengambilan keputusan agar dapat memperbaiki posisi mereka.
7.
Alat dominasi: Organisasi menempatkan anggota-anggotanya ke dalam kotak-kotak pekerjaan yang sekiranya dapat menghambat apa yang dapat mereka lakukan dan dengan individuindividu tersebut mereka dapat berinteraksi. Di samping itu, mereka diberi atasan yang mempunyai kekuasaan terhadap mereka.
8.
Unit pemprosesan informasi: Organisasi menafsirkan lingkungan, mengkoordinasikan aktivitas, dan memudahkan perbuatan keputusan dengan 82
memproses informasi secara horizontal dan vertikal melalui sebuah struktur hierarki. 9.
Penjara psikis: Organisasi menghambat para anggota dengan membuat uraian pekerjaan, departemen, divisi, dan prilaku standar yang dapat diterima dan tidak dapat diterima. Pada saat diterima oleh anggota, semua itu menjadi penghalang artifisial yang membatasi pilihan.
10. Kontrak sosial: Organisasi terdiri dari sejumlah persetujuan yang tidak tertulis di mana para anggota melakukan prilaku tertentu dan untuk itu mereka menerima imbalan. Ada sebagian para ahli yang menganalogikan organisasi dengan organisme hidup, artinya sebuah organisasi akan lahir, tumbuh, dan berkembang. Dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya, organisasi memerlukan makanan atau energi agar tidak mengalami kematian. Tetapi bagi organisasi dalam arti yang sebenarya tentu saja tidak diciptakan untuk mati sebagaimana halnya makhluk biologis. Dengan demikian analogi tersebut tidak selamanya cocok untuk diterapkan dalam organisasi, namun setidaknya ada gambaran untuk perbandingan konsep, bahwa organisasi memang lahir, tumbuh, dan berkembang menuju kelangsungan hidupnya melalui tahapan-tahapan perkembangan yang telah diperkirakan sebelumnya. Jadi, untuk menggambarkan kelangsungan hidup organisasi lebih cocok menggunakan istilah sistem. Dengan demikian, organisasi merupakan suatu sistem yang berjalan melalui daur hidup yang berkesinambungan berupa siklus yang terus berputar. Pandangan organisasi dalam perspektif sebuah sistem dapat memberi gambaran tentang cara kerja sebuah organisasi. 83
Dengan demikian, memahami suatu organisasi dapat juga dipandang dari sudut sistem, sehingga dapat diketahui apa yang dimaksud dengan organisasi dengan sistem terbuka dan sistem tertutup. Sebelum memahami hal itu perlu juga diketahui definisi dari sistem itu sendiri. Definisi sistem Sistem adalah sekumpulan dari bagian-bagian yang saling berhubungan dan saling ketergatungan, diatur sedemikian rupa sehingga dapat menghasilkan suatu kesatuan yang utuh dan terintegrasi. Bagian-bagian atau unsur-unsur dari organisasi dapat menggambarkan suatu sistem, apabila bagian-bagian tersebut saling berhubungan saling menopang, dan saling mempengaruhi, walaupun berbeda fungsi semua aktivitasnya mengarah kepada tujuan yang sama. Di samping itu perlu juga dipahami bahwa organisasi yang dipandang sebagai suatu sistem, ia sendiri merupakan bagian dari sistem yang lebih besar. Sistem tertutup dan Sistem terbuka Dilihat dari jenisnya, sistem tersebut biasanya diklarifikasi menjadi dua jenis sistem, yaitu sistem tertutup dan sistem terbuka. Pemikiran tentang sistem tertutup terutama berasal dari pandangan ilmu fisika, bahwa sistem merupakan sesuatu yang dapat berdiri sendiri. Karakteristik dominan dari sistem tertutup ini bahwa pada dasarnya sistem tersebut mengabaikan efek dari lingkungan terhadap dirinya. Sistem tertutup yang sempurna tidak akan menerima energi dari sumber luar dan tidak ada energi yang dikeluarkan untuk lingkungannya. Pemahaman tentang sistem terbuka dalam organisasi, hanya memberikan sedikit kegunaan bagi
84
studi organisasi, namun demikian akan memperkaya wawasan dan informasi, atau dapat dijadikan sebagai pembanding. Dalam mempelajari organisasi, disadari atau tidak akan mengarah kepada pemahaman tentang organisasi dengan sistem terbuka. Dengan alasan bahwa organisasi memperoleh lahan baku dari lingkungan (masyarakat), kemudian kelangsungan hidup dari organisasi akan bergantung kepada interaksinya dengan lingkungan, baik berhubungan dengan masukan atau keluaran organisasi. Misalnya, dalam organisasi perbankan, ia menverap energi dari orang-orang yang berada di lingkungan organisasi berupa deposito, kemudian dirubah menjadi bentuk pinjaman dan investasi yang disediakan lingkungan. Dengan demikian, suatu organisasi yang dinamis akan lebih terbuka dan erat kaitannya dengan lingkungan, apalagi organisasi perbankan akan berhubungan juga dengan dunia usaha, sosial, ekonomi, perdagangan, hukum, pemerintahan, dan sebagainya. Karakteristik Organisasi dengan Sistem Terbuka Pada dasarya semua sistem memiliki masukan (input), proses transformasi, dan keluaran (output). Sistem akan mengambil bahan baku berupa energi, informasi, sumber daya manusia, dan sumber daya lainnya. Masukan-masukan tersebut dirubah dalam proses transformasi dan menghasilkan barang, jasa, dan sebagainya (output). Tetapi bagi sistem terbuka, selain karakteristik tersebut, masih ada karakteristik lain yang perlu diketahui dan bermanfaat dalam mempelajari organisasi. Karakteristik tambahan tersebut adalah sebagai berikut: a.
Kepekaan terhadap lingkungan, mengakui adanya saling ketergantungan antara organisasi dengan lingkungan. Bahkan terdapat salah satu ciri lingkungan yang mempengaruhi organisasi yang bersangkutan.
85
b.
Umpan balik, secara terbuka dan terus-menerus menerima masukan berupa infornrasi dari lingkungan. Hal ini berguna untuk proses adaptasi organisasi dengan lingkungan, sekaligus sebagai koreksi atas penyimpangan yang terjadi.
c.
Cyclical character, sistem terbuka merupakan kejadian yang berputar. Keluaran dan sistem dapat menjadi bahan baku bagi masukan sistem berikutnya.
d.
Negative entrofy, istilah entropy berkaitan dengan kemungkinan hancurnya sebuah sistem, terutama bagi sistem tertutup, sedangkan bagi sistem terbuka kemungkinan untuk hancur itu kecil, bahkan cenderung mampu untuk memperbaiki diri yang disesuaikan dengan keadaan lingkungan, mengingat bahwa sistem terbuka banyak menerima energi dari keluaran yang dihasilkannya.
e.
Steadi state, adanya masukan energi dari lingkungan yang dapat menahan kemungkinan kehancuran (hilang), akan terjadi adanya pertukaran energi yang seimbang dan membuat organisasi relatif stabil.
f.
Gerakan ke arah pertumbuhan dan ekspansi, sebagai lanjutan dari steadi state, sistem ini akan lebih kompleks dan bergerak melawan entropy serta bergerak ke arah pertumbuhan sistem ekspansi.
g.
Keseimbangan antara mempertahankan dan menyesuaikan aktivitas, berusaha untuk menyelaraskan dua macam aktivitas yang seringkali bertentangan. Kedua aktivitas tersebut adalah usaha-usaha pemeliharaan dan penyesuaian.
h.
Equifinality, berargumentasi bahwa terdapat beberapa cara untuk mencapai suatu tujuan (banyak jalan menuju 86
Roma), dalam arti bahwa organisasi dapat mencapai tujuan yang sama dari kondisi awal yang berbeda. Dengan demikian diketahui bahwa pemahaman tentang organisasi dalam sistem terbuka memberikan informasiinformasi yang penting dalam mempelajari organisasi sebagai wadah dalam pencapaian tujuan bersama. 3.2 Frinsip Organisasi Setelah memahami arti, definisi, dan kaitannya dengan suatu sistem dari organisasi, perlu juga dikemukakan tentang prinsip-prinsip dasar dari organisasi. Berikut ini dikemukakan beberapa prinsip yang disarikan dari pendapat Handayaningrat (1996: 43-46). a. Prinsip mempunyai tujuan yang jelas, prinsip utama dari suatu organisasi adalah dibentuk dan disusun berdasarkan tujuan yang jelas. Sangat tidak mungkin apabila suatu organisasi tidak memiliki tujuan, karena tujuan merupakan dasar utama dari perwujudan suatu organisasi. Dalam hal ini, tujuan mengarahkan aktivitas suatu organisasi, misalnya : 1) Organisasi berskala besar seperti negara, dibentuk dengan bertujuan untuk mencapai tujuan negara. Inti dari tujuan negara lndonesia tercantum pada Pembukaan UUD I945, kemudian dijabarkan dengan lebih rinci ke dalam pasal demi pasal pada batang tubuh UUD 1945. 2) Suatu organisasi yang bergerak di bidang olahraga seperti KONI, dibentuk dengan bertujuan untuk mencapai prestasi yang setinggi-tingginya di bidang olahraga.
87
3) Organisai bisnis (niaga), dibentuk dengan bertujuan untuk mencari keuntungan sebanyak-banyaknya. Demikian juga halnya dengan organisasi lain, baik yang berskala besar maupun kecil, terbentuknya organisasi pasti didorong dengan adanya suatu tujuan yang disepakati bersama oleh para anggotanya. b. Prinsip Skala Hirarki, prinsip kedua yang harus ada di dalam organisasi adalah adanya tingkatan kewenangan secara lini, arahnva jelas dari atas ke bawah, yang akan berpengaruh terhadap lancarnya pertanggungjawaban yang dilakukan oleh tingkat yang paling bawah. Dengan adanya garis kewenangan yang teratur dan jelas, akan menjamin adanya garis pelimpahan wewenang dan garis pertanggungjawaban secara lebih efektif. Manfaat lain dari adanya skala hierarki yang jelas akan memperlancar proses pengambilan keputusan, menjalin sistem komunikasi, dan membangun koordinasi di dalam organisasi. c.
Prinsip Kesatuan Perintah, artinya seseorang hanya menerima perintah dan bertanggungjawab terhadap seorang atasan saja. Prinsip ini akan menjamin lancarnya pelaksanaan pekerjaan dan mencegah terjadinya perintah yang tumpang tindih dan saling lempar tanggungjawab.
d
Prinsip Pelimpahan Wewenang, dalam organisasi pelimpahan wewenang sangat dibutuhkan, terutama dalam organisasi yang kompleks, mengingat bahwa adanya keterbatasan-keterbatasan kemampuan atasan dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Dengan adanya pelimpahan wewenang, pekerjaan terasa lebih ringan dibandingkan dengan dikerjakan sendiri, sehingga memperbesar kemungkinan lancarnya pencapaian tujuan organisasi. 88
Yang dimaksud dengan pelimpahan wewenang di sini yaitu wewenang para pejabat untuk mengambil suatu keputusan, melakukan interaksi dan hubungan dengan pihak-pihak lain, serta melakukan tindakan tanpa harus meminta persetujuan terlebih dahulu dari atasannya. e.
Prinsip Pertanggungjawaban, dalam melaksanakan tugas, bawahan harus bertanggjawab penuh terhadap atasannya. Namun demikian ada sesuatu yang harus dipahami betul, bahwa walaupun ada pelimpahan wewenang bukan berarti seorang pejabat dapat menghindarkan diri dari pertanggungjawaban atas segala yang dilakukan pegawai yang berada di bawah tanggungjawabnya.
f.
Prinsip Pembagian Pekerjaan, pembagian pekerjaan merupakan salah satu prinsip dalam organisasi. Hal ini diperlukan, karena keterbatasan kemampuan seseorang dalam melaksanakan tugas yang bermacam-macam, maka akan menguntungkan apabila dilakukan pembagian tugas, dan diserahkan kepada orang-orang yang memang memiliki kemampuan untuk melakukan tugas tersebut. Oleh karena itu, pembagian tugas pekerjaan harus dilakukan dengan sempurna dan spesifik. Tugas-tugas tersebut ditentukan secara jelas agar lebih efektif dan efisien dalam mencapai tujuan organisasi.
g.
Prinsip Rentang Pengendalian, yang dimaksud dengan rentang pengendalian di sini adalah berkaitan dengan ketentuan jumlah bawahan yang dikendalikan oleh seseorang (pejabat) harus dibatasi secara rasional. Memang tidak ada ketentuan jumlah khusus, tetapi berdasarkan hasil penelitian para ahli, bagi organisasi kecil dapat ditetapkan antara 4 sampai 8 orang. Sedangkan bagi organisasi yang relatif cukup besar dapat ditetapkan antara 8 sampai dengan 15 orang. Manfaat dari prinsip ini 89
adalah dapat menekan biaya menjadi seminimal mungkin sesuai dengan bentuk dan tipe organisasi. h.
Prinsip Fungsional, secara fungsional, tugas, wewenang, kegiatan, dan hubungan tata kerja seseorang harus jelas. Dalam hal ini akan berkaitan dengan wewenang dan tanggungjawab masing-masing, baik tanggungjawab sebagai pejabat/atasan maupun sebagai pelaksana di level yang paling bawah. Kegunaannya tiada lain adalah memperlancar proses pencapaian tujuan organisasi.
i.
Prinsip Pemisahan, yang dimaksud dengan prinsip pemisahan di sini adalah berkenaan dengan beban tugas seseorang. Dengan prinsip ini, pertanggungjawaban seseorang tidak bisa dibebankan kepada orang lain.
j.
Prinsip Keseimbangan, prinsip ini diperlukan dalam organisasi. Karena dengan adanya keseimbangan antara struktur yang efektif dengan fungsi-fungsi manajer. Dalam prakteknya, pelaksanaan keseimbangan ini mungkin terjadi pada bidang-bidang tertentu seperti dalam struktur organisasi yang tidak efisien, karena komunikasi yang terlalu luas sehingga menjadi kurang efektif dan efisien.
k.
Prinsip Fleksibilitas, prinsip ini berkenaan dengan pertumbuhan dan perkembangan organisasi yang perlu disesuaikan dengan dinamika organisasi, apabila tidak maka organisasi tidak dapat mencapai tujuannya. Yang pertama kali harus diwaspadai adalah dinamika perubahan lingkungan, sehingga berpengaruh terhadap tuntutan dan kebutuhan sekitarnya. Diperlukan reorganisasi, misalnya perubahan pimpinan, penggunaan metode dan prosedur yang dilakukan. Berkenaan dengan peralatan mungkin jugu memerlukan penggantian mesin yang sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan. 90
i)
Prinsip Kepemimpinan, merupakan prinsip kunci dalam mencapai keberhasilan mencapai tujuan. Tidak sedikit adanya kegagalan organisasi yang disebabkan oleh lemahnya kepemimpinan. Oleh karena itu, dalam organisasi diperlukan adanya kemampuan kepemimpinan yang dapat menciptakan situasi, di mana manajer dapat memimpin dan membawa organisasi ke arah yang lebih efektif.
Memang begitu banyak faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuannya. Tetapi dengan terpenuhinya prinsip-prinsip tersebut, kemungkinan keberhasilan mencapai tujuan akan lebih besar. Oleh karena itu, penting untuk memperhatikan prinsip-prinsip dimaksud. 3.3 Pengorganisasian (Organizing) Pengorganisasian (organizing), merupakan suatu proses yang akan menghasilkan produk berupa organisasi, salah satu fungsi organisasi/manajemen yang akan memperlancar pelaksanaan rencana melalui pemberdayaan sumber daya yang dimiliki. Setiap organisasi akan memiliki sejumlah sumber daya, baik sumber daya manusia atau bukan manusia, seperti uang, waktu, metode, barang, dan sebagainya. Sumber daya tersebut merupakan pendukung dalam pelaksanaan (implementasi) sebuah rencana. Tetapi semua itu tidak dapat digunakan apabila tidak melalui proses pengorganisasian terlebih dahulu. Pada umumnya sumber daya dalam pengertian manajemen hanya menyangkut sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM). Tetapi menurut Ndraha (2003: 183), terdapat tiga macam sumber daya yang dapat dijadikan 91
sebagai pendukung dari pelaksanaan sebuah rencana. Yang dimaksud dengan sumber daya menurut Ndraha adalah sebagai berikut: a. Sumber Daya Alam (SDA), yang terdiri atas ruang, waktu, kesempatan, dan bumi beserta isinya. b. Sumber Daya Manusia (SDM). c. Sumber Daya Buatan (SDB), terdiri atas ilmu, seni, teknologi, uang, dan sebagainya. lstilah sumber daya berasal dari kata dalam bahasa Inggris, yaitu resource yang berarti “a source of supply, support, or aid, esp, one held in reserve” atau “the collective wearth of a country or its means of producing wealth”. Berdasarkan arti tersebut dapat disusun definisi sumber daya dari kata-kata kunci suatu bangsa, kekayaan sebagai modal (sediaan) untuk bangkit, kekayaan sebagai kejayaan. Dengan demikian, menurut Ndraha “Sumber daya adalah sebagai kekayaan suatu bangsa yang menjadi modal bagi kejayaan masa depan”'. Sumber daya dimaksud, menjadi modal yang cukup penting dalam mencapai tujuan organisasi setelah melalui proses perencanaan menjelang pelaksanaan. Dengan demikian, proses pengorganisasian ini merupakan jembatan yang menghubungkan antara rencana dengan pelaksanaan. Berikut ini dikemukakan suatu gambaran berkenaan dengan hubungan fungsi-fungsi manajemen meliputi rencana, pengorganisasian, pelaksanaan, dan evaluasi. 3.3.1 Hubungan Perencanaan, Pengorganisasian, Implementasi, dan Evaluasi dalam Manajemen Hubungan antara perencanaan, pengorganisasian, implementasi, dan evaluasi di dalam manajemen berkaitan erat dengan fungsi-fungsi manajemen. Manajemen sendiri menunjukkan adanya fungsi-fungsi yang harus dijalankan 92
(dioperasikan) secara terus-menerus dan berturut-turut, untuk mencapai suatu sistem nilai yang disebut efektivitas dan efisiensi. Untuk manajemen pemerintahan, fungsi-fungsi tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut : a. Perencanaan Pemerintahan, b. Pengorganisasian sumber-sumber pemerintahan, e. Penggunaan sumber-sumber pemerintahan, dan d. Kontrol Pemerintahan. Apabila semua fungsi berjalan berarti terjadi proses. Setiap proses dari fungsi-fungsi tersebut akan meliputi input (IP), throghput (TP), dan output (OP). Penggunaan ouput akan menimbulkan outcome (OC). IP, TP, dan OC inilah yang akan menjadi sasaran evaluasi yang dilakukan oleh konsumer. Kaitan antara fungsi-fungsi tersebut digambarkan pada tabel berikut ini : Tabel: 3.1 Hubungan Fungsi-fungsi Manajemen
Perencanaan Pengorganisasian Implementasi Fungsi Kontrol/Evaluasi
INPUT Informasi Aspirasi Rencana Target Organisasi sumber daya Hasil/Produk
93
OUTPUT Rencana Target (T) Organisasi Sumber Daya Hasil/Produk (H) H=T HT Info ...... >
Keterangan : H=T HT Info ...... > selanjutnya.
: Hasil sama dengan target : Hasil lebih sedikit dari target : Hasil lebih besar dari target : Dapat dijadikan bahan untuk perencanaan
Penjelasan Tabel 1) Perencanaan (planning) Perencanaan dilakukan untuk mengklarifikasi tujuan dan menyusun langkah-langkah guna mencapai tujuan organisasi, baik tujuan target maupun tujuan terukur. 2) Pengorganisasian (organizing) Langkah lanjutan dari perencanaan. yang bertujuan untuk mengorganisir sumber daya yang diperlukan untuk implementasi rencana, agar siap pakai. 3) Implementasi (actuating) Disebut juga pelaksanaan, realisasi, atau penggerakkan yang terdiri atas serangkaian aktivitas atau langkah-langkah tindakan dalam melaksanakan rencana, didukung oleh sumber daya yang dimiliki. Actuating dijalankan dengan melaksanakan sub-fungsi manajemen meliputi: komunikasi, koordinasi, dan kepemimpinan. 4) Kontrol/Evaluasi (controlling) Kontrol adalah fungsi manajemen keempat, bertujuan untuk menjamin kesesuaian antara target dengan hasil. Sub fungsi dari controlling adalah :
94
Pengendalian (directing), pengawasan, supervisi, auditing, koreksi, improving, bimbingan, monitoring, evaluasi, dan feed back. Dalam proses manajemen dikenal juga istilah siklus manajemen, yaitu menunjukkan proses yang menghubungkan keempat fungsi manajemen dimulai dari perencanaan dan kembali lagi ke perencanaan. Rencana yang telah disahkan ditindaklanjuti dengan proses pengorganisasian untuk mempersiapkan sumber daya guna mendukung upaya merealisasikan rencana. Apabila sumber daya telah tersedia dilanjutkan dengan pelaksanaan disertai dengan pengendalian atau pengawasan. Salah satu bentuk pengendalian adalah dilakukannya evaluasi, yaitu membandingkan antara rencana dengan target yang akan dicapai. Hasil dari evaluasi berupa data tentang gembaran ketercapaian target tersebut, yang sangat berguna untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam membuat perencanaan berikutnya. Proses tersebut terjadi berturut-turut dan terus-menerus. Siklus manajemen disebut juga siklus produk, karena setiap produk mempunyai masa layak teknikal tertentu dan juga memiliki rasa layak ekonomikal yang terbatas. 3.3.2 Pengorganisasian Sumber Daya Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa agar sumber daya yang tersedia dapat digunakan untuk mendukung pelaksanaan, maka sumber daya yang dibutuhkan perlu diorganisir agar dapat dipakai sesuai dengan tujuannya. Secara teknis, pengorganisasian bisa dikatakan sebagai proses pengkombinasian sumber daya secara terpadu dan sinergis. Pengorganisasian dilakukan dengan berpedoman kepada rencana yang telah ada, juga mengacu kepada tujuan yang ingin dicapai. Kaitan antara sumber daya dengan organisasi sumber daya dikemukakan sebagai berikut. 95
Tabel: 3.2 Pengorganisasian Sumber Daya
SUMBER DAYA
ORGANISASI SUMBER DAYA
WAKTU
JADWAL, KALENDER
RUANG
GEDUNG, LAPANG
UANG
ANGGARAN
MANUSIA
FORMASI
MESIN
PABRIK
BAHAN BAKU
LOGISTIK
WEWENANG & TANGGUNGJAWAB
STRUKTUR
METODE & SISTEM
TATA KERJA
PERMINTAAN & PENAWARAN
PASAR
Dalam konsep sebuah negara yang erat kaitannya dengan pemerintahan, pengorganisasiannya lebih kompleks dan rumit karena setiap dekade akan mengalami perubahan sebagai akibat dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun demikian tidak semua jenis kelompok sumber daya mengalami hal yang sama, karena masing-masing memiliki karakteristik tersendiri. Misalnya SDM dapat dikelompokkan berdasarkan pekerjaan, pendidikan, usia, dan sebagainya. Hal-hal yang berkaitan dengan sumber daya manusia biasanya dipelajari dalam MSDM. Pengelompokkan sumber daya buatan (SDB) jauh lebih rumit, misalnya berkenaan dengan teknologi dikelompokkan berdasarkan 96
kecanggihan, bentuk dan penggunaannva. Bagi bangsa Indonesia yang berposisi sebagai pemerhati, pengguna, dan pembelajar penggunaan teknologi hanya tinggal memilih sesuai kebutuhan. Teknologi mana yang tepat berdasarkan tuntutan yang ada, itu pun apabila dipandang perlu dan selama biaya yang dibutuhkan memungkinkan. Untuk berupaya agar mampu memenuhi teknologi dengan rekayasa sendiri masih ketinggalan oleh bangsa-bangsa lain yang lebih maju. Berkenaan dengan sumber daya alam, pengelompokkannya memiliki keunikan tersendiri karena ini merupakan anugerah Sang Maha Pencipta. Kaitannya dengan pemerintahan, sumber daya alam dikelompokkan menurut tolak ukur yang digunakan. Tolak ukur yang biasa digunakan antara lain menurut sifatnya, distribusinya, dan menurut nilainya. Oleh karena itu, setiap daerah akan memiliki sumber daya alam yang berbeda, baik jenisnya, sifatnya, distribusi, dan nilainya. Sebagai contoh, di setiap daerah terdapat sumber daya alam seperti flora dan fauna, air, batu, tanah, dan sebagainya. Tetapi ada juga sumber daya alam yang hanya dimiliki oleh daerah tertentu, misalnya bahan-bahan mineral, dan fauna yang harus dilindungi karena langka. Maka akan berpengaruh kepada kebijakan pemerintah bagaimana memberdayakan sumber daya alam yang ada di sana dan bagaimana melindungi satwa yang harus dilestarikan. Dalam konsep yang lebih luas, keberadaan sumber daya ini akan mengalami perbedaan dalam dinamikanya. Karena dengan cepatnya arus perubahan khususnya perkembangan ilmu dan teknologi, sebagian dari sumber daya alam yang diyakini sebagai anugrah Tuhan bisa saja rusak, hancur, punah, atau nilai kegunaanya menurun sebagai akibat dari ulah manusia. Misalnya sumber daya hutan, yang semula melimpah dapat musnah dalam beberapa tahun karena penebangan 97
dengan menggunakan teknologi canggih. Sedangkan untuk mengembangkannya kepada kondisi semula diperlukan waktu puluhan tahun, itu pun apabila reboisasi dilakukan dengan benar dan bertanggungjawab. Contoh lain, berkenaan dengan sumber daya buatan (SDB) dengan ditemukannnya teknologi mesin yang canggih, dapat mempercepat produksi berlipat ganda. Tetapi kecanggihan mesin tersebut sering diabaikan kapasitas dan efektivitasnya oleh SDM yang memiliki budaya kerja jam karet. Sama halnya dengan kerusakan hutan sebagai akibat dari SDM yang serakah dan memiliki aji mumpung tanpa melihat jauh ke depan, serta melupakan hak generasi mendatang. Karena rusaknya hutan akan menyengsarakan mereka. Dengan demikian, betapa pentingnya proses pengorganisasian sumber daya dalam pelaksanaan kebijakan. Karena kekeliruan dalam mengorganisasikannya, dapat mendatangkan bahaya bagi kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara, bahkan bagi kehidupan manusia secara keseluruhan. Dengan kata lain, mengelola sumber daya alam dalam perspektif ini diperlukan manajemen yang baik didukung oleh SDM yang bertanggungjawab. Atas dasar pemikiran demikian, kondisi sumber daya alam di setiap negara akan mengalami perbedaan. Dalam hal ini dapat dibedakan dengan melihat tingkat kemajuan suatu negara, sehingga dapat dikelompokkan menjadi negara maju negara berkembang, dan negara terbelakang. Keterkaitan antara SDA, SDM, dan SDB dalam lingkup negara, dapat dilihat pada diagram sebagai berikut:
98
Di Negara terbelakang:
SDA
SDM
SDB
Deposisi semakin terbatas, ambang batas semakin dekat, daya dukung semakin merosot (mendekatti nol), pencemaran dan pengrusakan semakin meningkat, manusia semakin serakah & brutal.
Terancam punah
Teknologi berarti pemborosan
Transformasi Budaya
Di Negara Maju: SDA
DM
SDB
Rehabilitasi dan konservasi alam ditingkatkan, kemerosotan daya dukung alam diperlambat, terdapat politik lingkungan.
Manusia bergantung kepada ilmu dan teknologi
Budaya mendukung Teknologi
Gambar 3.1 Hubungan Antar Sumber Daya Berdasarkan diagram di atas, tampak bahwa betapa eratnya keterkaitan antara sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan. Sedangkan kondisi saat ini, ketiga sumber daya tersebut seakan berjalan masing-masing dan saling mengancam. Cepatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi hasil ciptaan manusia, mengakibatkan 99
pemborosan bagi sumber daya alam. Misalnya, menebang kayu di hutan menggunakan teknologi jauh lebih cepat dibandingkan dengan alat tradisional. Meratakan tanah menggunakan teknologi jauh lebih cepat dibanding dengan menggunakan cangkul. Dengan demikian, teknologi canggih akan mengancam keberadaan sumber daya alam, misalnya rusaknya lingkungan. Kerusakan sumber daya alam akan mengancam keberadaan manusia, dan demikian seterusya. Untuk menghindari kondisi yang saling mengancam, SDM-lah yang paling bertanggugjawab dalam hal ini. Seperti yang sering dijumpai dalam teori, bahwa keberhasilan dalam mencapai tujuan organisasi sangat bergantung kepada faktor manusianya, karena manusialah yang mampu berpikir dan bertindak sebagai subyek. Dengan demikian, dalam memanfaatkan sumber daya bagi pendukung pelaksanaan rencana, proses pengorganisasian menjadi sangat penting. Hanya manusialah yang mampu melakukan proses organizing dengan baik. Untuk mengelola sumber daya alam berdasarkan pemahaman seperti yang digambarkan di atas, perlu menjawab beberapa pertanyaan mendasar, sebagai berikut: a. Apa yang harus dilakukan sebelum daya dukung SDA merosot mendekati titik nol, kualitas SDM negara terbelakang mendekati kualitas SDM negara maju? b. Apa yang harus dilakukan agar laju peningkatan kualitas SDM lebih cepat dari laju kemerosotan daya dukung SDA? c. Apa yang harus dilakukan agar peningkatan kualitas SDM dapat dilakukan secepat mungkin, sedangkan kemerosotan daya dukung SDA selambat mungkin? d. Apa yang harus dilakukan agar transformasi budaya mampu menjembatani model negara terbelakang dengan negara maju? 100
Untuk menjawab pertanyaan di atas, selain memahami secara menyeluruh tentang manajemen sumber daya, juga memperhatikan sepenuhnya terhadap nilai-nilai sentral dari budaya yang dianut oleh negara yang bersangkutan. Bagi bangsa Indonesia, nilai-nilai agama, nilai-nilai Pancasila, dan nilai-nilai budaya lainnya begitu banyak dan telah diakui kualitasnya oleh bangsa lain. Permasalahannya sekarang adalah bagaimana mentransformasikan nilai-nilai tersebut dalam upaya membentuk SDM yang berkualitas. Hal ini dibahas oleh disiplin ilmu yang lain, misalnya dalam bidang pendidikan, khususnya pendidikan karakter. 3.2.2 Dasar Penyusunan Organisasi Dalam melakukan proses pengorganisasian, selain harus memperhatikan ciri-ciri organisasi dan prinsip dasar organisasi yang baik, perlu juga mempertimbangkan dasar penyusunan organisasi. Hal ini diperlukan karena organisasi memiliki keragaman dasar yang disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai. Organisasi dibentuk atas dasar fungsi, proses, langganan, produk, dan daerah. a. Atas dasar Fungsi Penyusunan organisasi atas dasar fungsi ini berkaitan dengan pengelompokkan pekerjaan atau tugas disesuaikan dengan fungsinya. Di lingkungan pemerintahan tampak lebih jelas, misalnya untuk instansi yang bergerak di bidang pekerjaan umum (PU), penyusunan organisasinya seperti berikut ini: 1) Yang bertugas membuat jalan, jembatan, penyeberangan ferry, penyediaan tanah untuk trasmigrasi, dibentuk organisasi Direktorat Jendral Bina Marga. 101
2) Yang bertugas memberdayakan sumber daya air, membuat irigasi, waduk, penyiapan lahan pertanian, pengerukan sungai, dan sebagainya dibentuk organisasi Direktorat Jendral Pengairan. 3) Yang bertugas untuk tata bangunan, teknik dan penyehatan air bersih dan sebagainya, dibentuk organisasi Direktorat Jendral Cipta Karya. b. Atas dasar Proses Dalam penyusunan organisasi ini, pekerjaan dikelompokkan atas dasar proses kerja, sehingga disusun sedemikian rupa agar merupakan satu kesatuan kerja tertentu untuk mencapai tujuan. Misalnya, di lingkungan perusahaan pertambangan minyak, organisasi disusun sebagai berikut: 1) Yang bertugas melakukan proses pekerjaan dalam mencari sumber-sumber minyak baru, baik di darat maupun lepas pantai, kegiatan ini dinamakan organisasi eksplorasi. 2) Yang bertugas untuk menggali sumber-sumber minyak mentah, proses pekerjaannya diorganisasikan dengan nama kegiatan eksploitasi. 3) Yang bertugas untuk mengolah minyak mentah melalui pembersihan dinamakan kegiatan pengolahan (refinaration). 4) Yang bertugas untuk menimbun atau menyimpan di depot penjualan, proses kegiatan ini dinamakan pengangkutan (transformation). 5) Yang bertugas untuk menjual atau memasarkan minyak dinamakan kegiatan pemasaran (marketing).
102
Dengan demikian dapat diketahui bahwa di dalam organisasi pertambangan minyak akan disusun organisasiorganisasi unit kerja yang terdiri atas Direktur Utama sebagai penanggungjawab semua kegiatan, membawahi Direktur Eksplorasi dan Produksi, Direktur Pengolahan, Direktur Perkapalan dan Telekomunikasi, Direktur Perbekalan Dalam Negeri, dan Direktur Umum yang menangani pemasaran ke luar negeri. c. Atas dasar Langganan Organisasi yang dibentuk atau disusun atas dasar langganan, dilakukan untuk organisasi yang telah menggambarkan adanya pelanggan tetap. Di lingkungan pemerintahan, yang termasuk kategori ini misalnya Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Dalam hal ini, istilah tenaga kerja dan trasmigrasi mengacu kepada manusia, dengan penjelasan sebagai berikut: 1) Orang yang mencari pekerjaan (penganggur). Di antara mereka ada yang dapat disalurkan langsung sebagai pekerja ada juga yang harus dididik terlebih dahulu. Bagi tenaga kerja yang telah dibina, akan disalurkan kepada pihak yang membutuhkan sesuai dengan keahlian atau keterampilan yang dimilikinya. 2) Orang yang sudah bekerja harus dilindungi, terutama berkenaan dengan keselamatan, kesehatan, dan kesejahteraannya. 3) Transmigrasi adalah upaya memindahkan orang/penduduk dari pulau Jawa atau Bali ke tempattempat lain di luar pulau tersebut dengan tujuan untuk pemerataan penduduk dan peningkatan kesejahteraannya.
103
Maka berdasarkan konsep di atas, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi akan menyusun organisasi atas dasar langganannya, yakni : 1) Direktorat Jendral Pembinaan dan Penggunaan Tenaga Kerja. 2) Direktorat Jendral Pembinaan Hubungan Perburuan dan perlindungan Tenaga Kerja. 3) Direktorat Jendral Transmigrasi. d. Atas dasar Produk Dasar yang cocok bagi penyusun organisasi atas dasar produk adalah bidang-bidang industri yang menghasilkan barang. Misalnya di lingkungan Departemen Perindustrian, hasil industrinya antara lain: 1) Kimia dasar yang menghasilkan, semen, pupuk, dan sebagainya. 2) Industri kecil, menghasilkan tekstil, makanan, minuman, alat-alat rumah tangga dan sebagainya. 3) Industri Logam Dasar yang menghasilkan besi, baja, dan logam-logam lainnya yang akan berhubungan dengan alat pengangkutan seperti mesin-mesin kendaraan (bus, truk, KA, dan sebagainya). 4) Industri yang termasuk ke dalam aneka industri dan berhubungan dengan kegiatan masyarakat, antara lain menghasilkan emas, perak, keramik, ukiran kayu, ukiran batu, anyaman, dan sebagainya. Berdasarkan produk yang dihasilkannya itu, Departemen Perindustrian akan membentuk organisasi-organisasi atas dasar produk yang dihasilkannya. Kegiatan pekerjaan tersebut diorganisasikan dengan nama Ditjen Industri 104
Kimia Dasar, Ditjen Industri Kecil, Ditjen Industri Logam Dasar, dan Ditjen Aneka Industri. Pengorganisasian atas dasar produk ini berlaku juga di lingkungan Departemen Pertanian, sehingga di dalamnya ada organisasi-organisasi sebagai berikut: 1) 2) 3) 4) 5)
Direktorat Jendral Tanaman Pangan, Direklorat Jendral Perkebunan, Direktorat Jendral Kehutanan, Direktorat Jendral Perikanan, Direktorat Jendral Peternakan.
e. Atas dasar Daerah (Area) Suatu organisasi dapat juga disusun atas dasar daerah (wilayah), seperti halnya yang diterapkan di Departemen Pertahanan dan Keamanan. Di Departemen ini, organisasi disusun berdasarkan wilayah teritorial, sehingga dikenal adanya Komando Wilayah Pertahanan dan Keamanan (Kowilhan), organisasi tersebut dinamakan: l) Kowilhan I, daerah kekuasaannya meliputi Sumatra dan Kalimantan Barat. 2) Kowilhan Il, daerah kekuasaannya meliputi Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. 3) Kowilhan III, daerah kekuasaannya meliputi Sulawesi dan Kalimantan kecuali Kalimantan Barat. 4) Kowilhan IV, daerah kekuasaannya meliputi Kepulauan Maluku dan Irian Jaya. Dengan disusunnya organisasi atas dasar pekerjaan dan fungsi akan memperlihatkan kejelasan tujuan dari masingmasing satuan kerja. Pada contoh-contoh di atas lebih banyak mengemukakan apa yang telah berlaku di lingkungan pemerintahan, bukan berarti sebatas lingkungan itu, namun dapat juga diterapkan di lingkungan lainnya. 105
3.3.3 Bentuk Organisasi Pembahasan selanjutnya tentang organisasi adalah bentuk organisasi yang tak kalah pentingnya untuk diketahui, karena erat kaitannya dengan upaya mencapai tujuan. Dalam masyarakat, terdapat berbagai bentuk organisasi, baik organisasi pemerintahan, bisnis, maupun organisasi soasal. Dari organisasi-organisasi tersebut secara umum bentuk-bentuk organisasi yang ada antara lain sebagai berikut: 1) 2) 3) 4)
Organisasi Lini/garis, Organisasi Lini/garis dan Staf, Organisasi Fungsi, dan Organisasi Panitia.
Sebagai tambahan, berikut penulis kemukakan contohcontoh bentuk organisasi dalam bagan: 1) Organisasi Lini/Garis : DAN YON
DAN KIE
DAN TON
Gambar: 3.2 Struktur Organisasi Lini 106
2) Organisasi Lini/Garis dan Staf: 1
2
3
4
4
4
4
4
Keterangan : 1 = Menteri; 2 = Inspektur Jendral; 3 = Sekretaris Jendral; 4 = Direktur Jendral Gambar: 3.3 Struktur Organisasi Lini/Garis Staf 3) Organisasi Fungsi Dirut
Dir. Teknik
Manager Produksi
Dir. Adm.
Manager Personalia
Manager Keuangan
Gambar: 3.4 Strukur Organisasi Fungsi 107
Manager Pemasaran
4) Organisasi Panitia Panitia adalah orang-orang yang ditunjuk untuk melaksanakan tugas khusus yang tidak dapat diselesaikan sendiri oleh seseorang atau oleh Dewan. Istilah lain bagi panitia adalah gugus tugas (task force). Apabila tugas telah selesai, maka panitia ini akan dibubarkan. Organisasi panitia ini sifatnya sementara, dibentuk untuk keperluan tertentu. Orang-orangnya dipilih yang memiliki keahlian atau keterampilan khusus. Organisasi panitia ini memiliki beberapa kebaikan, antara lain adanya kerjasama kelompok yang kompak dengan dorongan sukarela, koordinasi sederhana, dapat membuat rekomendasi secara kolektif, dan menitikberatkan kepada fungsi keahlian.
108
BAB IV PELAKSANAAN KEBIJAKAN Pelaksanaan merupakan salah satu dari fungsi-fungsi manajemen yang erat kaitannya dengan aktivitas organisasi. Pengertian dari pelaksanaan sepadan dengan actuating, implementasi, atau penggerakkan. Di antara fungsi-fungsi manajemen yang terdiri atas perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan evaluasi, proses pelaksanaanlah yang paling rumit dan kompleks. Setiap rencana yang merupakan produk dari proses perencanaan perlu ditindaklanjuti dengan pelaksanaan, karena rencana yang baik tidak akan berarti apa-apa tanpa disertai dengan pelaksanaan yang baik. Tetapi disadari atau tidak, proses pelaksanaan ini seringkali tidak sejalan dengan apa yang diharapkan, bahkan sering terjadi adanya kesenjangan yang sangat jauh. Menurut Riant Nugroho (2004), permasalahan kesenjangan antara kebijakan dan implementasi kebijakan bukan monopoli bangsa Indonesia, dalam arti bahwa bangsabangsa lain yang dianggap lebih maju dalam manajemen masih tetap terdapat kesenjangan. Misalnya pemerintahan Belanda tempo dulu, yang semula memiliki kebijakan tentang konsep pemberdayaan ekonomi rakyat dan ekonomi penjajah dengan nama Cultuur Stelsel yakni sistem yang memberikan arah kepada para petani agar menanam komoditi yang sedang laku keras di pasaran dunia waktu itu (gula tebu). Dalam kebijakan tersebut telah diatur sedemikian lupa, berkenaan dengan pembagian keuntungan yang fair antara pemerintah Hindia Belanda dengan petani. Sepintas lalu dapat dilihat bahwa kebijakan tersebut cukup adil, karena tidak ada pihak
109
yang dirugikan, dalam arti keuntungan petani mendapat perhatian yang semestinya. Tetapi manakala telah tiba kepada tahapan pelaksanaan, kebijakan yang cukup bijak tersebut tidak dapat dirasakan oleh petani. Karena di tangan Gubernur Jendral Johhanes van den Boch, Cultuur Stelsel berubah menjadi sistem pemerasan petani yang menyeluruh, bahkan paling dahsyat di Indonesia. Para petani yang terdiri atas rakyat miskin yang bodoh dan terbelakang, menjadi korban dari perubahan sistem ke arah yang mengerikan, yakni Tanam Paksa. Dalam hal ini hak petani diabaikan, bahkan cenderung menjadi sapi perah yang menyakitkan. Sebagai akibat dari jeleknva implementasi kebijakan tersebut, bukan hanya menyimpang dari rencana semula, melainkan telah menjadi penyebab datangnya bencana yang sangat parah bagi rakyat Indonesia saat itu. Tanam Paksa yang berlangsung sejak tahun 1830-1870 tersebut, tidak hanya menyebabkan terjadinya pemerataan kemiskinan di Pulau Jawa, bahkan telah merusak kultur sosial secara sistematik, menghancurkan jati diri dan kehormatan rakyat. Sikap rakyat Jawa yang semula masih progresif, berubah menjadi fatalis, bahkan cenderung menciptakan kultur oportunistik sebagai akibat dari rendahnya kesejahteraan. Dalam kondisi demikian, ketahanan rakyat pelan-pelan menjadi luntur dan selanjutnya menjadi lahan subur bagi berkembangnya paham komunisme, khususnya di pulau Jawa bagian tengah, Karena di sanalah terdapat tingkat kemiskinan rakyat paling memprihatinkan. Pada tahun 1945 bangsa Indonesia menyatakan diri kemerdekaannya, segenap rakyat bergembira karena segunung harapan membentang di hadapan mata, praktek kedoliman kaum penjajah yang menyengsarakan rakyat telah lama 110
dibenci, seiring dengan munculnya pemikiran ingin bebas, ingin merdeka, agar lebih leluasa mengatur diri sendiri secara mandiri dan berdaulat. Pada masa awal berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia, para pakar telah berhasil menciptakan konsepkonsep besar yang dikagumi bangsa lain di dunia. Nilai-nilai yang terkandung di dalam Palsalah Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945 mencerminkan kehebatan bangsa Indonesia dalam menciptakan konsep kebijakan. Tetapi ternyata kembali kepada lemahnya segi pelaksanaan, sehingga bangsa lain yang tidak menganut Pancasila mampu memperlihatkan prilaku seperti yang dikehendaki Pancasila. Sedangkan bangsa Indonesia sendiri masih harus banyak belajar tentang ideologinya. Conloh lain yang menggambarkan lemahnya pelaksanaan (implementasi), terjadi setelah puluhan tahun Indonesia merdeka. Kebijakan pemerintah tentang swasembada pangan melalui introduksi Revolusi Hijau berupa intensifikasi pertanian dengan teknologi bibit unggul, pupuk kimia, dan pestisida mampu membawa bangsa Indonesia dalam mencapai swasembada pangan pada tahun 1984. Tetapi ketahanan perkembangan selanjutnya justru memprihatinkan, karena Indonesia malah menjadi negara importir beras terbesar di dunia sekitar tahun 1990, bahkan kondisi seperli itu masih terjadi sampai sekarang. Hal ini terjadi karena lemahnya pelaksanaan kebijakan yang diarahkan kepada dua hal, yakni mengupayakan ketahanan pangan (swasembada beras) dan peningkatan kesejahteraan petani. Tetapi dalam pelaksanaannya kedua hal ini tidak berjalan dengan seimbang. Swasembada beras memang tercapai, tetapi kesejahteraan petani terus menurun, sedangkan yang menikmati keuntungan dari melimpahnya beras adalah pihak-pihak yang bukan petani. 111
Dengan demikian, dapat dipahami betapa rumitnya pelaksanaan dari suatu kebijakan. Karena memang banyak faktor yang akan mempengaruhinya, salah satu di antaranva adalah faktor manusianya (pelaksananya). Selain itu, pada prinsipnya pelaksanaan merupakan bagian terpenting yang paling rumit dalam proses manajemen. Untuk memahami pentingnya pelaksanaan, ada beberapa hal yang akan dibahas berikut ini, yakni berkenaan dengan pengertian pelaksanaan, beberapa pandangan tentang pelaksanaan implementasi kebijakan, kejelasan makna pelaksanaan, perbedaan rencana dan pelaksanaan kebijakan, hubungan rencana dengan pelaksanaan kebijakan, kebijakan dalam pelaksanaan, skenario pelaksanaan, model-model pelaksanaan, memilih model pelaksanaan, masalah-masalah dalam pelaksanaan, dan cara mengatasi masalah pelaksanaan. 4.1 Pengertian Pelaksanaan (Implementasi) Pada dasarnya semua orang akan mengerti apabila mendengar istilah pelaksanaan, selain bahasanya sederhana juga bukan hal yang terlalu rumit untuk dipikirkan. Tetapi setiap orang akan berbeda dalam memberikan batasan atau rumusan definisinya. Oleh karena itu, untuk menambah wawasan berikut ini dikemukakan beberapa pendapat para ahli berkenaaan dengan pengertian pelaksanaan. Menurut J. Salusu (1996: 409) pelaksanaan adalah “Seperangkat kegiatan yang dilakukan menyusul satu keputusan. Dapat juga dikatakan sebagai operasionalisasi dari berbagai aktivitas guna mencapai suatu sasaran tertentu”. Dalam upaya mencapai suatu sasaran, diperlukan serangkaian aktivitas dalam organisasi. Oleh karena itu, implementasi atau pelaksanaan dapat juga dikatakan sebagai operasionalisasi dari bermacam-macam aktivitas. 112
Rumusan pengertian tersebut senada dengan apa yang dikemukakan oleh Higgins, dalam J. Salusu (1996:409) yang mengemukakan bahwa “Implementasi adalah rangkuman dari berbagai kegiatan yang di dalamnya sumber daya manusia menggunakan sumber daya lain untuk mencapai sasaran dari strategi”. Berbagai kegiatan yang dimaksudkan dalam pengertian ini menyentuh semua jajaran manajemen, dari manajemen puncak (top management), manajemen tengah (middle management), sampai kepada manajemen tingkat bawah (low management) dan karyawan paling bawah. Pelaksaan itu mencakup semua kegiatan dan tindakan. Namun ada juga yang tidak memperlihatan kegiatan fisik, seseorang hanya duduk dengan berbagai peralatan sedemikian rupa sehingga sasaran dapat tercapai. Secara lebih singkat dapat dikatakan bahwa pelaksanaan (implementasi) adalah salah satu proses yang terarah dan terkoordinasi dengan melibatkan banyak sumber daya. Dilihat dari sifatnya, pelaksanaan tidak akan berjalan tanpa adanya faktor-faktor internal dan faktorfaktor eksternal yang selalu mempengaruhinya. Semua faktor tersebut harus dikendalikan dengan sebaik-baiknya. Dalam prakteknya, tahapan dari pelaksanaan sebuah rencana adalah peralihan tanggung jawab dari CEO kepada para manajer di tingkat menengah, atau dari eksekutif kepada biro atau kepala bagian, bergantung kepada struktur yang berlaku di organisasi yang bersangkutan. Pelimpahan tanggung jawab tersebut tidak sebatas itu, namun terus sampai ke tingkat bawah, bahkan setiap orang yang ada dalam organisasi akan terlibat. Dalam hal ini CEO masih terlibat, namun keterlibatannya tidak sebesar ketika sedang melakukan proses perencanaan. Pelaksanaan dari suatu rencana merupakan sesuatu yang peka, oleh karena itu memerlukan kehati-hatian dan kewaspadaan. Salah satu dari bentuk kewaspadaan, pada saat 113
rencana itu dirumuskan, harus sudah dipertanyakan bagaimana melaksanakan setiap alternatif yang diajukan? Proses ini biasanya berlangsung pada saat CEO membicarakan tentang konsekuensi-konsekuensi yang diperkirakan akan timbul, apabila rencana itu dilaksanakan. Dengan asumsi bahwa apabila masalah tersebut bukan tergolong kepada keputusan yang inkrimental, pelaksanaannya mungkin tidak akan banyak menimbulkan masalah. Tetapi sebaliknya, apabila keputusan tersebut relatif baru, pelaksanaanya tidak begitu mudah. Untuk keputusan yang baru sama sekali, pada pelaksana hanya akan dapat melaksanakan apabila benar-benar telah mengerti, memahami, atau mengetahui bagaimana cara melaksanakannya, sehingga tidak meleset dari keinginan para pembuat keputusan. Dalam proses pelaksanaan kebijakan, akan ditemukan adanya kepentingan yang berkeping-keping pada karyawan, semua itu harus dipertemukan pada saat terjadinya peralihan, sehingga pada akhirnya semua aktivitas mengarah kepada kepentingan organisasi. Pendapat lain tentang pengertian pelaksanaan dikemukakan oleh Riant Nugroho (2004:158) yang mengemukakan bahwa “Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya”. Pengertian yang sangat sederhana, karena memang pada intinya pelaksanaan itu untuk mencapai tujuannya. Riant Nugroho mengemukakan lebih lanjut bahwa dalam prakteknya pelaksanaan kebijakan terdiri atas dua macam, yakni ada yang langsung dapat dilaksanakan melalui program-program, ada juga yang harus menunggu terbitnya peraturan pelaksanaan. Sedangkan Taliziduhu Ndraha (2003:161) mengemukakan pendapatnya bahwa “Actuating dijalankan meliputi berbagai subfungsi, seperti komunikasi, koordinasi, dan kepemimpinan”. Dari kutipan tersebut diketahui adanya 114
kata-kata kunci yang merupakan penggerak dari pelaksanaan kebijakan, yakni komunikasi, koordinasi, dan kepemimpinan. Dengan komunikasi semua informasi dapat disalurkaan dengan baik, dan hasil dari komunikasi yang baik akan menciptakan koordinasi yang dinamis, sedangkan kepemimpinan memungkinkan terjadinya proses mempengaruhi melalui pendekatan personal/kemanusiaan. Apabila subfungsi tersebut berjalan secara seimbang dan terusmenerus, maka berjalanlah proses pelaksanaan dari suatu kebijakan. Soewarno Handayaningrat (1996:26) mengemukakan bahwa “Pelaksanaan adalah usaha agar semua anggota kelompok suka melaksanakan tercapainya tujuan dengan kesadaran dan berpedoman kepada perencanaan dan pengorganisasian”. Dengan memperhatikan beberapa pendapat para ahli tentang pengertian pelaksanaan (implementasi), dapat diambil kesimpulan bahwa pelaksanaan adalah serangkaian kegiatan dan tindakan yang dilakukan oleh semua pihak yang terlibat dalam organisasi, dalam upaya mencapai tujuan organisasi. 4.2 Beberapa pandangan tentang Pelaksanaan Kebijakan Pembahasan hal ini dirasakan perlu untuk lebih memahami tentang pelaksanaan kebijakan. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa kebijakan akan bertalian erat dengan orang banyak (publik) sehingga lebih terkenal dengan istilah kebijakan publik. Oleh karena menghadapi orang banyak, maka nuansanya akan sangat bervariasi dan tidak sesederhana yang diperkirakan. Menurut Koswara (2003), permasalahan yang menyangkut implementasi atau kebijakan publik sering 115
menjadi pembahasan yang kompleks, bukan hanya di Indonesia yang merupakan negara berkembang, bahkan di negara-negara industri pun seringkali mengundang perdebatan yang menarik. Pelaksanaan (implementasi) kebijakan tidak hanya sekedar merupakan mekanisme bagaimana menterjemahkan tujuan-tujuan kebijaksanaan kepada prosedur rutin dan teknik, melainkan, menyangkut berbagai faktor, dari sumber daya, hubungan antar-unit organisasi, tingkat organisasi, sampai kepada golongan politik tertentu yang mungkin tidak menyetujui kebijakan yang ada. Pelaksanaan kebijakan tidak semata-mata dipandang sebagai tindakan teknik dan bersifat administratif, tetapi juga berkaitan erat dengan tindakan politis. Antara tahun 1960-an sampai awal tahun 1970, pada level dunia - khususnya di Amerika Serikat sering bermunculan artikel-artikel dan bukubuku yang secara khusus membahas tentang implementasi kebijakan. Hal ini menunjukkan bahwa betapa banyak permasalahan yang muncul berkenaan dengan implementasi, namun belum ada jawaban yang memuaskan. Pendorong utamanya adalah suatu kenyataan bahwa saat itu kebijakan berupa progam-program yang disebut The Great Society pada masa pemerintahan Presiden Johnson tidak berhasil mencapai tujuannya. Berdasarkan latar belakang di atas, muncul gagasan tentang pentingnya suatu langkah untuk menganalisis keberhasilan pelaksanaan (implementasi) kebijakan. Dengan demikian, pembahasan berkenaan dengan pelaksanaan kebijakan akan terkait juga dengan evaluasi kebijakan. Karena berawal dari pemikiran untuk mencari jawaban mengapa suatu kebijakan tidak mencapai tujuan yang diharapkan, selain akan menemukan pengertian pelaksanaan itu sendiri juga secara tidak langsung telah melakukan analisis yang merupakan 116
bagian dari kegiatan evaluasi kebijakan. Manfaat selanjutnya akan terjawab juga pertanyaan lain, yakni bagaimana cara mengukur keberhasilan dari implementasi kebijakan. Pembahasan tentang keberhasilan pelaksanaan kebijakan, akan dibahas lebih rinci pada bab berikutnya. Dalam konsep desentralisasi dan otonomi daerah, Rondinelli dalam Koswara (2003:109), mengemukakan teori pelaksanaan kebijakan yang lebih berorientasi kepada hubungan pengaruh faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan desentralisasi kepada lembaga daerah bidang perencanaan dan administrasi pembangunan. Menurut Rondinelli, terdapat dua pendekatan dalam pelaksanaan kebijakan yang sering dicampuradukan. Kedua pendekatan tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, pendekatan the compliance approach yang menganggap bahwa pelaksanaan kebijakan tidak lebih dari soal teknik yang bersifat rutin. Dalam prakteknya, pelaksanaan kebijakan dengan pendekatan ini sama sekali tidak mengandung muatan politis. Perencanaannya sudah ditetapkan sebelumnya oleh para pimpinan politik (political leaders). Para administrator atau implementator biasanya terdiri atas para pegawai yang senantiasa tunduk dan patuh kepada petunjuk dari para pemimpin politik tersebut, apalagi bagi PNS, kepatuhan, ketaatan, kesetiaan, dan disiplin diatur oleh Peraturan Pemerintah tentang Disiplin Pegawai Negeri. Kedua, pendekatan the political approach sering disebut sebagai pendekatan politik yang memandang bahwa “administrasi merupakan bagian integral dan tidak dapat dipisahkan dengan proses penetapan kebijakan, di mana kebijakan dirubah, dirumuskan kembali, bahkan akan menjadi beban berat dalam proses implementasi”. Dengan demikian, pelaksanaan kebijakan akan menjadi kompleks dan sukar diprediksi karena berkaitan erat dengan berbagai faktor. Dalam 117
proses perubahan dan perumusan kembali sebuah kebijakan, jelas akan melibatkan pihak-pihak perumus kebijakan dari kalangan politisi dan melalui jalur-jalur politis yang ada. Terdapat perbedaan yang jelas di antara dua pendekatan di atas. Apabila pelaksanaan kebijakan dengan menggunakan pendekatan administrasi yang terdiri atas pegawai yang senantiasa patuh, sudah dapat diduga bahwa kebijakan itu akan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, terlepas dari masalah setuju atau tidak setuju, mau atau tidak mau. Tetapi menggunakan pendekatan politik maknanya lain lagi, karena proses pelaksanaan kebijakan akan berhadapan dengan kelompok-kelompok yang tidak menyetujuinya bahkan menentang. Di negara-negara berkembang, tak terkecuali di Indonesia, pelaksanaan kebijakan lebih banyak menggunakan pendekatan the compliance approuch, dengan alasan bahwa apabila suatu kebijakan telah ditetapkan dan diumumkan (diundangkan) sebagai suatu kebijakan publik serta-merta akan dilaksanakan oleh pegawai secara teknik, tanpa ada kendala unsur-unsur politik dan hasil yang diharapkan akan segera tercapai. Tetapi dalam kenyataaanya tidak sesederhana itu, terutama di negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Pelaksanaan suatu kebijakan akan menyangkut program-program lainnya, yang menunjukkan bahwa pelaksanaan kebijakan tidak sekedar menyangkut teknik dan administrasi pelaksanaan rencana yang telah ditetapkan. Melainkan akan berhubungan dengan proses interaksi politik yang dinamik dan sulit untuk diperhitungkan. Dengan demikian, pelaksanaan kebijakan akan berhadapan dengan bermacam-macam faktor yang akan mempengaruhinya, antara lain politik, sosial, budaya, 118
kepercayaan, ekonomi, prilaku organisasi, dan sebagainya. Kesemuanya itu akan mempengaruhi seberapa jauh suatu kebijakan yang dilaksanakan dapat mencapai tujuannya. Pandangan lain tentang pelaksanaan kebijakan dikemukakan oleh Riant Nugroho (2004), bahwa pelaksanaan kebijakan (implementasi) merupakan salah satu fungsi manajemen yang paling rumit untuk dijalankan, terutama berkaitan dengan organisasi berskala besar, seperti negara. Ada yang berpendapat bahwa bangsa Indonesia termasuk hebat dalam menyusun konsep, seperti konsep Pancasila, UUD 1945, Nasakom, GBHN, dan sebagainya. Tetapi sangat lemah dalam implementasinya, sehingga agak ketinggalan oleh bangsa lain dalam berbagai hal. Tetapi bukan berarti bangsa lain tidak pernah keliru dalam pelaksanaan kebijakan, karena kesenjangan antara kebijakan dengan pelaksanaan ini sering juga dialami mereka, yang menunjukkan bahwa pelaksanaan kebijakan bukan sesuatu yang mudah. Setiap keputusan stratejik menuntut adanya pelaksanaan, karena perencanaan stratejik tidak akan berarti apa-apa tanpa pelaksanaan. Ada wacana yang menyatakan bahwa kebijakan atau perencanaan yang baik 60% dari kemungkinan keberhasilan sudah di tangan. Tetapi apabila kemungkinan 40% kontribusi dari pelaksanaan tidak konsisten, maka kemungkinan 60% keberhasilan akan hangus. Sementara itu berdasarkan hasil penelitian para ahli, yang dilakukan terhadap para pelaksana kebijakan bahwa ratarata pelaksanaan dari suatu rencana hanya berkisar antara 1020% saja. Dengan kata lain bahwa pelaksanaan kebijakan tetap memegang peranan penting dalam mencapai suatu tujuan.
119
4.3 Kejelasan Makna Pelaksanaan (Implementasi) Pada prinsipnya, pelaksanaan adalah cara untuk mencapai tujuan, tidak kurang dan tidak lebih. Untuk melaksanakan suatu kebijakan publik terdapat dua pilihan, yang dapat dipilih sesuai dengan karakteristik kebijakan yang bersangkutan. Kedua hal tersebut adalah sebagai berikut: a. Untuk kebijakan publik dalam bentuk Undang-Undang atau Peraturan Daerah, tidak dapat langsung dituangkan ke dalam program-program, tetapi memerlukan waktu untuk menunggu dibuatnya kebijakan penjelas (peraturan pelaksanaan). b. Untuk kebijakan publik yang dikemas dalam bentuk Keputusan Presiden, Intruksi Presiden, Keputusan Menteri, Keputusan Kepala Daerah, Keputusan Kepala Dinas, dan bentuk-bentuk lain yang sejenis dapat langsung dilaksanakan atau dioperasionalkan ke dalam bentuk program atau melalui formulasi kebijakan turunan. Di samping itu, dalam pelaksanaan kebijakan publik perlu disesuaikan dengan sumber daya yang dimiliki. Pada bab sebelumnya telah diuraikan, bahwa sebuah kebijakan akan dapat dilaksanakan apabila didukung oleh seperangkat sumber daya yang relevan. Agar sumber daya tersebut dapat dipakai, harus dikelola terlebih dahulu melalui proses pengorganisasian (organizing). Agar pelaksanaan kebijakan mendapat dukungan sumber daya yang relevan, diperlukan langkah-langkah sebagaimana tergambar pada bagan berikut:
120
Kebijakan Publik A
B
Kebijakan Publik Penjelas
Program Intervensi Proyek Intervensi Kegiatan Intervensi Publik/ Masyarakat
Gambar: 4.1 Rangkaian Pelaksanaan Kebijakan Pada gambar di atas terlihat dengan jelas bahwa pelaksanaan suatu kebijakan publik dimulai dari program, kemudian kepada proyek, selanjutnya kepada kegiatan, dan akhirnya sampai kepada masyarakat (publik). Untuk kebijakan publik (dalam gambar diberi simbol A) sebelum melangkah kepada program harus dibuat kebijakan publik penjelas terlebih dahulu. Sedangkan untuk kebijakan publik (dalam gambar diberi simbol B) bisa langsung kepada program, dan selanjutnya. Mekanisme tersebut mengacu kepada model pelaksanaan yang biasa dilakukan dalam manajemen, khususnya manajemen publik. Dalam hal ini, pelaksanaan kebijakan publik perlu mengikuti kaidah-kaidah yang telah menjadi alur 121
lazim dalam proses manajemen dan seakan-akan tidak dapat ditolak atau dipungkiri. Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas dan rinci tentang kaidah-kaidah manajemen dimaksud, berikut penulis kemukakan tahapan-tahapan pelaksanaan dalam bentuk gambar. Visi
Misi Rencana
Strategi Program Proyek Kegiatan
Umpan Balik
Gambar: 4.2 Mekanisme Pelaksanaan Kebijakan dalam Manajemen
122
Pelaksanaan kebijakan publik dalam konteks manajernen tidak terlepas dari kerangka planning, organizing, actuating, dan controlling. Arti dari masing-masing fungsi organisasi atau manajemen ini telah dikemukakan pada pembahasan sebelumnya. Yang akan diperjelas adalah rangkaian aktivitas dalam rangka pelaksanaan kebijakan, dalam arti setelah proses perencanaan ditempuh akan ditindaklanjuti dengan pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian. Rangkaian pelaksanaan tersebut, penulis kemukakan dalam tabel berikut ini : Tabel: 4.1 Matrik Pelaksanaan Kebijakan dalam Konteks Manajemen No 1.
Tahap Pelaksanaan Strategi (Pra Pelaksanaan)
2.
Pengorganisasian (Organizing)
3.
Penggerakkan dan Kepemimpinan
4.
Pengendalian
Isi Penting Menyesuaikan struktur dengan strategi Melembagakan strategi Mengoperasionalkan strategi Menggunakan prosedur untuk memudahkan pelaksanaan (implementasi) Desain organisasi dan strategi organisasi Pembagian pekerjaan dan desain pekerjaan Integrasi dan koordinasi Perekrutan dan penempatan sumber daya manusia (recruiting & staffing) Hak, wewenang, dan kewajiban Pendelegasian (sentralisasi & desentralisasi) Pengembangan kapasitas organisasi dan kapasitas sumber daya manusia Budaya organisasi Efektifitas kepemimpinan Motivasi Etika Mutu Kerjasama tim Komunikasi organisasi Negosiasi Desain pengendalian Sistem informasi manajemen Pengendalian anggaran/keuangan Audit
123
Apabila melihat matrik di atas, memang agak sulit untuk dapat memahami dengan cepat karena begitu banyak isu penting yang dikemukakannya. Walaupun telah jelas rincian pekerjaan yang harus dilakukan dalam pelaksanaan kebijakan, namun untuk menyederhanakan pemahaman dapat dibantu dengan menggunakan panduan-panduan melalui berbagai model. Salah satu panduan yang dapat digunakan adalah model diagram berikut ini. Apakah kebijakan bisa langsung dilaksanakan?
Tidak
Ya
Buat Kebijakan Pelaksanaan
Buat Prosedur Pelaksanaan
Alokasikan Sumber Daya Pelaksanaan Good Governance: 1. Transfaransi 2. Akuntabilitas 3. Fairness 4. Responsibilitas
Sesuaikan prosedur pelaksanaan dengan sumber daya yang digunakan Kendalikan Pelaksanaan
Evaluasi Pelaksanaan
Gambar: 4.3 Diagram Panduan Pelaksanaan Kebijakan 124
Dari diagram di atas dapat dilihat inti permasalahan dalam pelaksanaan kebijakan, yakni bagaimana cara menyesuaikan dengan sumber daya yang dimiliki. Terdapat keharusan untuk pelaksanaan good governance pada unsur penyesuaian prosedur pelaksanaan dengan sumber daya yang digunakan. Selain itu perlu dipertimbangkan juga ruang gerak individu, berkaitan dengan kebebasan untuk memilih tindakan sendiri secara otonom dalam batas kewenangannya, terutama dalam situasi khusus yang mendesak. Tujuannya tiada lain agar pelaksanaan tidak terhambat oleh hal-hal yang kurang prinsip. 4.4 Perbedaan Rencana dan Pelaksanaan Kebijakan Terdapat perbedaan yang prinsif antara rencana dengan pelaksanaan kebijakan. Pada saat terjadinya proses perumusan rencana (perencanaan) perhatiannya lebih banyak ditujukan kepada kegiatan entrepreneur, sedangkan dalam pelaksanaan lebih menekankan pada aktivitas-aktivitas yang bersifat administratif. Pelaksanaan rencana merupakan proses tersendiri dalam manajemen strategi, yang semula sering dianggap sebagai kegiatan yang tidak ada kaitan dengan proses manajemen lainnya. Perencanaan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses pengambilan keputusan, keterkaitannya akan terus berlanjut hingga sampai kepada tahapan pengendalian, karena memang dalam manajemen akan terjadi siklus yang terus menerus dan berkesinambungan. Dalam kasus-kasus tertentu, pelaksanaan kebijakan ada seketika, tetapi ada juga yang harus menunggu terlebih dahulu karena memerlukan persiapan yang matang. Berkaitan dengan 125
hal itu, diperlukan pemahaman tentang perbedaan rencana dan pelaksanaan kebijakan. Berikut ini matrik perbedaan di antara keduanya yang disarikan dari pandangan David dalam Salusu (2003: 408409); Tabel: 4.2 Matrik Perbedaan Rencana dengan Pelaksanaan Kebijakan Rencana
Pelaksanaan
Persiapan dan pengarahan sumber daya sebelum bertindak
Mengelola sumber daya dan kekuatan yang berkaitan dengan kegiatan
Pemusatan perhatian kepada efektivitas
Pemusatan perhatian kepada efisiensi
Merupakan proses intelektual
Merupakan proses operasional
Membutuhkan intuisi (perasaan) dan kemampuan analisis
Membutuhkan motivasi dan keterampilan memimpin
Memerlukan koordinasi antar individu
Memerlukan koordinasi antara banyak orang
Dengan memperhatikan perbedaan antara rencana dan pelaksanaan di atas, dapat diketahui bahwa dalam pelaksanaan memerlukan keterampilan khusus bagi para pelaksana yang terlibat di dalamnya, baik yang berkaitan dengan keterampilan memimpin, berkomunikasi, mengelola, maupun mengkoordinasikan. Selain itu, diperlukan juga persiapan panjang guna memahami segala sesuatunya. 126
4.5 Hubungan rencana dengan peraksanaan kebijakan Kegembiraan dan rasa puas akan menyelimuti hati para perumus kebijakan, manakala sebuah proses pengambilan keputusan telah dilalui dengan lancar dan menghasilkan sebuah rencana. Tetapi kesuksesan dalam perumusan rencana atau kebijakan tidak memberi jaminan bagi suksesnya pelaksanaan. Oleh karena itu, orang-orang yang terlibat dalam perumusan kabijakan (eksekutif), perlu memberikan perhatian yang serius terhadap hubungan antara rencana dengan pelaksanaan kebijakan. Hubungan di antara keduanya akan tampak pada baik buruknva rumusan kebijakan dengan sempurna tidaknya pelaksanaan kebijakan yang bersangkutan. Sebelum dirinci lebih lanjut, berikut penulis kemukakan matrik hubungan tersebut. Tabel 4.3 Matrik Hubungan antara Rencana dengan Pelaksanaan Pelaksanaan Kebijakan
Ekselen
Buruk
Rencana Kebijakan TEPAT TIDAK TEPAT Sukses Selamat atau hancur Sasaran dinikmati semua pihak, keuntungan yang diharapkan tercapai
Kesulitan
Pelaksanaan yang baik dapat menyelamatkan rencana yang kurang baik rumusannya, atau dapat mencegah kegagalan. Kegagalan total
Pelaksanaan yang buruk merintangi rencana yang baik. Bisa terjadi salah tafsir, menganggap rencananya kurang tepat.
Sebab kegagalan sulit dikenali. Rencana yang buruk ditandai dengan ketidakmampuan dalam pelaksanaan
127
Berdasarkan matrik di atas, hubungan antara rencana dan pelaksanaan kebijakan dapat dideskripsikan sebagai berikut: 1) Pertemuan antara rumusan rencana yang tepat dengan pelaksanaan yang ekselen dan prima, membawa sukses. Sukses dalam arti sasaran organisasi dapat tercapai dan sekaligus memberikan keuntungan dan kepuasan organisasi. Keberhasilan ini pun akan meningkatkan kepuasan pelanggan, yang pada gilirannya akan mampu membawa organisasi kepada posisi yang kompetitif. 2) Pertemuan antara yang kurang tepat dengan pelaksanaan yang prima, membawa dua kemungkinan, yakni kemungkinan untuk selamat dan kemungkinan untuk hancur runtuh. Kemungkinan untuk selamat dalam arti tidak sampai membahayakan organisasi dari ancaman keruntuhan atau hilang. Walaupun rencana yang disusun ternyata kurang tepat, tetapi tertolong oleh pelaksanaan yang baik. Kemungkinan kedua adalah hancur atau runtuh, apabila terjadi salah tafsir dari rumusan rencana yang kurang tepat dan membawa kepada percepatan kegagalan, walaupun pelaksanaannya baik, karena akan terjadi salah arah dan tujuan tidak akan tercapai. 3) Pertemuan antara rencana yang sangat tepat dengan pelaksanaan yang buruk, membawa pada kesulitan. Artinya, dengan pelaksanaan yang buruk akan menghambat terhadap pencapaian sasaran. Ada kemungkinan munculnya anggapan dari para pimpinan unit kerja, bahwa kegagalan bukan diakibatkan oleh pelaksanaan yang buruk melainkan karena rumusan rencana yang kurang tepat. Akibat lain yang akan terjadi, waktu yang panjang dengan membuang energi yang cukup dalam proses perumusan rencana akan sia-sia. 128
4) Pertemuan antara rumusan rencana yang kurang tepat dengan pelaksanaan yang buruk, yang sudah pasti akan membawa pada kegagalan total. Apa yang menjadi citacira para eksekutif, dan apa-apa yang diharapkan oleh semua orang yang berada pada jajaran unit kerja dalam organisasi tidak akan terwujud. Dengan melihat korelasi atau hubungan-hubungan di antara rencana dan pelaksanaan, akan tergambar bagaimana cara merumuskan kebijakan dengan memperhitungkan konsekuensi yang akan terjadi. Hubungan antara rencana dengan pelaksanaan dapat digambarkan sebagai berikut: Tabel 4.4 Hubungan Antara Rencana dengan Pelaksanaan Pelaksanaan Kebijakan
Ekselen/Prima
Buruk
Rencana TEPAT Sukses
TIDAK TEPAT Selamat atau hancur
Sasaran dinikmati semua pihak, keuntungan yang diharapkan tercapai
Kesulitan
Implementasi yang baik dapat menyelamatkan rencana yang kurang baik rumusannya, atau dapat mencegah kegagalan. Kegagalan total
Impelementasi yang buruk merintangi rencana yang baik. Bisa terjadi salah tafsir, menganggap rencananya kurang tepat.
Sebab kegagalan sulit dikenali. Rencana yang buruk ditandai dengan ketidakmampuan dalam pelaksanaan
Dengan demikian, setelah memahami hubungan antara rencana dan pelaksanaan kebijakan ada peringatan buat para eksekutif, bahwa : 129
1) Perumusan rencana kebijakan tidak dapat dilakukan begitu saja tanpa memikirkan berbagai konsep konsekuensinya; 2) Pelaksanaan (implementasi) tidak dapat dipandang sebagai pekerjaan yang mudah, oleh karena itu dalam prakteknya tidak cukup hanya diserahkan kepada eselon bawah tanpa desain perencanaan yang jelas. Sebagai contoh, pelaksanaan dari Undang-Undang Pemilu yang baru, setelah diundangkan memerlukan waktu yang cukup panjang untuk dapat direalisasikan. Terdapat sejumlah kegiatan yang berkesinambungan dan melibatkan banyak pihak sebagai pendukung pelaksanaan kebijakan tersebut. Tahapan-tahapan yang ditempuh antara lain mendesain pelaksanaan, mengadakan pelatihan dan demontrasi melalui layar TV, ditambah lagi dengan penyebaran informasi secara berkala melalui berbagai media masa. Tujuannya antara lain, agar nanti pada hari “H”, baik masyarakat, petugas, maupun pihak lain yang terlibat telah mengetahui dan memahami apa yang harus mereka lakukan. Warga negara dapat melaksanakan kewajibannya dengan sebaik-baiknya, para petugas pun dapat melayani warga tanpa hambatan. Tetapi kenyataan membuktikan, bahwa walaupun tahapan-talrapan pra pelaksanaan telah dilakukan, ternyata masih terdapat hambatan yang sangat berarti. Apalagi apabila tidak didesain sama sekali. Dengan demikian semakin jelas, bahwa pelaksanaan dari suatu kebijakan bukan pekerjaan yang mudah dan sederhana. 4.6 Kebijakan dalam Implementasi Suatu rencana baru yang akan dilaksanakan perlu didukung oleh kondisi yang memungkinkan. Maka sebagai upaya agar kebijakan baru dapat direalisasikan dengan baik 130
dan berhasil mencapai tujuannya, diperlukan kebijakan organisasi. Kebijakan ini dimaksudkan untuk menyiapkan semua fasilitas yang dibutuhkan guna menyelesaikan masalahmasalah yang mungkin timbul selama pelaksanaan berlangsung. a. Pentingnya Kebijakan Kebijakan yang ditetapkan oleh organisasi diperlukan untuk mencegah timbulnya tindakan independen yang berarti memelihara ketergantungan satu sama lain, memperkecil keputusan-keputusan zig-zag, dan praktek-praktek yang kontradiktif. b. Kebijakan organisasi yang dimaksud meliputi hal-hal sebagai berikut: 1) Pedoman pelaksanaan yang akan menjadi acuan bagi para pelaksana dalam menjalankan tugasnya masingmasing, menyangkut jenis pekerjaan, jadwal waktu, fasilitas yang dibutuhkan target yang harus dicapai, dan sebagainya. 2) Metode kerja, merupakan cara-cara yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan sesuai dengan spesifikasinya. 3) Prosedur, memberikan arah yang jelas agar tidak terjadi tumpang tindih dan mengatur arus aktivitas organisasi. 4) Peraturan-peraturan, diperlukan untuk memberikan pedoman kepada semua pihak tentang tata-tertib yang berlaku demi lancarnya pelaksanaan kebijakan. 5) Formulir-formulir, diperlukan sebagai pendukung administrasi dalam penyajian data, informasi, dan alat komunikasi.
131
6) Segala sesuatu yang dapat mendorong karyawan/ pegawai dalam mensukseskan pencapaian sasaran melalui pelaksanaan kebijakan. c. Peranan kebijakan, mencakup: Penetapan kebijakan organisasi akan bermanfaat bagi semua pihak, karena akan berperan dalam mengatur batasbatas apa yang dapat dan yang tidak dapat dikerjakan oleh pegawai. Di samping itu akan memberikan arah yang jelas tentang tindakan-tindakan administratif mana yang boleh dan tidak boleh dijalankan. d. Seleksi Kebijaksanaan Dalam organisasi tertentu, ada kalanya tidak semua kebijakan dapat diketahui oleh semua karyawan/pegawai, maka diperlukan seleksi untuk menentukan kebijakan mana yang perlu disebarluaskan kepada karyawan, dan mana yang tidak perlu. Penyebarluasan kebijakan untuk kebijakan yang perlu disiarkan dapat dilakukan melalui berbagai media, baik cetak maupun elektronik, atau sekedar dalam bentuk pengumuman melalui brosur, selebaran, dan sebagainya. Hal lain yang harus dipertimbangkan dalam menetapkan kebijakan organisasi adalah berkaitan dengan rekrutmen tenaga ahli yang dibutuhkan sesuai dengan rencana baru. Untuk organisasi yang tidak menggunakan pendekatan manajemen stratejik, rekrutmen tenaga ahli dan alokasi sumber daya sering dianggap sebagai bagian dari kebijakan tersendiri, apalagi apabila dikaitkan dengan aktivitas-aktivitas politik. Tetapi dalam konsep ini, rekrutmen dan alokasi sumber daya yang diperlukan harus mendapat perhatian serius dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan kegiatan lainnya. Namun demikian, bagaimana pun cara yang dilakukan 132
dalam sistem perekrutan dan alokasi sumber daya belum dapat dijadikan jaminan tentang suksesnya pelaksanaan kebijakan. 4.7 Skenario Pelaksanaan Pelaksanaan (implementasi) kebijakan merupakan tahapan paling rumit dalam suatu organisasi, oleh karena itu diperlukan skenario, agar memiliki arah dan pedoman yang jelas, dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Pengangkatan Direktur Program Langkah pertama yang harus dilakukan setelah kebijakan disahkan adalah mengangkat seorang Direktur Program. Hal ini penting, karena harus ada pihak yang bertanggungjawab sebagai pucuk pimpinan dalam pelaksanaan kebijakan. Pentingnya pengangkatan Direktur program, dilatarbelakangi oleh hal-hal sebagai berikut. Menurut Harvey (1982), dalam J. Salusu (2003:413), sesudah rencana ditetapkan dan disahkan oleh pihak yang berwenang, CEO perlu Menerbitkan Surat Keputusan (SK) tentang siapa yang diangkat untuk diberi tanggungjawab dalam menyusun skenario pelaksanakan rencana. Skenario pelaksanaan (implementasi) diperlukan untuk menjamin lancarnya pelaksanaan suatu rencana atau kebijakan. Untuk memudahkan analisis, seseorang yang dimaksud dalam Surat Keputusan itu akan disebut Direktur Program. Walaupun bisa juga disebut dengan istilah lain sesuai dengan sifat dan karateristik kebijakan yang akan dilaksanakannya. Apa pun nama dari Surat Keputusan (SK) tersebut, perlu diterbitkan secara tertulis, guna memperlihatkan pemberian kewenangan kepada Direktur Program. Dengan kata lain bahwa penugasan secara lisan sedapat mungkin harus 133
dihindari, agar tidak terjadi kekaburan tanggungjawab, apalagi bagi organisasi yang berskala besar. b. Calon Direktur Program Dalam prakteknya, mengangkat Direktur Program tidaklah mudah, karena apabila ternyata salah pilih akan membawa dampak negatif terhadap lancarnya pelaksanaan kebijakan. Oleh karena itu, orang-orang yang akan dicalonkan sebagai Direktur Program perlu memiliki karakteristik sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Hal ini perlu dipertimbangkan, karena seorang Direktur Program adalah merupakan personal kunci dari keberhasilan pelaksanaan suatu kebijakan. Menurut Salusu, ada beberapa hal yang dapat dipertimbangkan untuk dijadikan sebagai acuan dalam menetapkan calon Direktur Program, antara lain dipilih salah seorang dari eselon atas yang ikut berperan daram proses perencanaan, dengan pertimbangan: 1) Mereka yang termasuk ke dalam eselon atas, telah mengikuti diskusi panjang tentang latar belakang pengambilan keputusan. Sehingga memahami betul hakikat dari kabijakan yang telah ditetapkan. 2) Telah mengetahui alternatif-alternatif yang disiapkan sebelumnya, lengkap dengan konsekuensi yang akan timbul apabila kebijakan itu dilaksanakan. 3) Telah mengetahui tentang situasi sumber daya organisasi yang dimiliki, sehingga dapat memperkirakan desain program yang akan ia buat. 4) Telah mengetahui unsur-unsur kompetitif dalam rencana yang ditetapkan, sehingga mampu memprediksi unsurunsur mana yang diperkirakan akan mendukung terhadap lancarnya pelaksanaan dalam mencapai tujuan organisasi. 134
Selain itu, mampu juga memperhitungkan hambatanhambatan yang mungkin terjadi, karena telah mengetahui unsur-unsur organisasi yang dikategorikan lemah atau terbatas. Sehingga akan memiliki kewaspadaan dan kehatihatian dalam menyusun desain pelaksanaan kebijakan. 5) Telah mengetahui keuntungan yang akan diperoleh apabila kebijakan itu dijalankan. Sebenanya calon Direktur Program dapat saja diangkat dari sumber lain, tetapi apabila menunjuk seseorang yang tidak mengetahui latar belakang pengambilan keputusan, akan keliru dalam melakukan interpretasi (penafsiran) terhadap hakikat suatu kebijakan. Pada akhirnya akan berpengaruh terhadap keberhasilan dari pelaksanaan kebijakan. Oleh karena itu, pilihan utama dalam menetapkan sumber calon Direktur Program disarankan dari esselon atas tadi. c. Analogi dengan Arsitek Seorang Direktur Program akan mengemban tugas yang cukup berat dalam melaksanakan kebijakan, karena dialah yang paling bertanggungjawab atas aktivitas orang-orang yang berada di bawah kendalinya. Oleh karena itu, dia harus memahami benar akan tugas dan tanggungjawabnya. Untuk memahami tugas pokok dan wewenang Direktur Program, pembahasannya dianalogikan dengan seorang Arsitek, sebagai berikut: 1) Tugas Arsitek Apabila tugas seorang Direktur Program sebagai penanggung jawab program adalah membuat desain mengenai pelaksanaan kebijakan yang telah ditetapkan. Maka tugas utama dari seorang arsitek erat kaitannya dengan pekerjaan membangun, baik bangunan rumah atau sejenisnya. Tetapi tujuan akhir dari tugas seorang Arsitek 135
bukan hanya membangun rumah semata, melainkan harus memenuhi selera pemilik bangunan tersebut. Namun demikian, walaupun ada perbedaan dari jenis pekerjaannya, tetapi tanggungjawabnya sama. a) Seorang Arsitek berkewajiban mendesain detail dari pembuatan sebuah rumah/bangunan, agar mudah dipahami oleh para pelaksana dari pembangunannya. Untuk dapat menyusun desain yang baik, ia harus mengetahui semua detail dari proses pembangunan rumah, bukan hanya sekedar mengetahui material dan ukuran-ukurannya, melainkan segi-segi lain yang tidak mungkin dipahami oleh orang lain, seperti risiko yang akan timbul apabila suatu alternatif digunakan atau dampak yang akan ditimbulkan dari penggunaan material tertentu. b) Arsitek harus selalu dekat dengan pemilik rumah/bangunan, agar dapat memahami dan memenuhi selerannya. Apabila terdapat beberapa alternatif yang harus dipilih demi kebaikan rumah tersebut, ia harus sering berkomunikasi dengan pemilik rumah, agar tidak menjadi permasalahan di kemudian hari. c) Untuk dapat memenuhi keinginan pemilik rumah, seorang Arsitek perlu memperhatikan hal berikut: Menetapkan target waktu untuk menentukan berapa lama proses pembangunan akan dilakukan, dan kapan target menyelesaikan pekerjaan. Merencanakan dan menentukan besarnya biaya yang dibutuhkan, dengan perhitungan yang riil dan logis tanpa rekayasa. Menentukan kualifikasi tenaga ahli yang diperlukan, sesuai dengan spesifikasi pekerjaan. Misalnya ahli 136
bangunan kayu, ahli pemasangan batu/beton, ahli listrik, ahli air bersih, interior, dan pertamanan. Menetapkan bahan-bahan dengan kualitas yang diinginkan oleh pemilik. Melakukan pengendalian/pengawasan dalam pelaksanaannya, mulai dari proses perencanaan sampai tahapan finishing. Selain itu, seorang Arsitek perlu memahami dan menguasai betul tentang target waktu dan perkiraan lain yang diperlukan pemilik rumah. Misalnya, bagaimana cara melakukan efisiensi dalam pelaksanaanya, bagaimana pemeliharaannya, berapa tahun bangunan itu akan mampu bertahan, sejauh mana kekuatannya terhadap bahaya gempa, bagaimana perlindungan dari kemungkinan terjadinya kebakaran, mengurangi bahaya, pencurian, bahkan kemungkinan terjadinya pelapukan material kayu dan bahan lainnva. Hanya dengan desain yang baiklah sebuah rumah atau bangunan dapat dikerjakan sesuai dengan kehendak pemiliknya. Dengan desain yang baik tersebut, sekaligus dapat mendukung lancarnva pelaksanaan dalam mencapai tujuan atau sasaran yang dikehendaki pemilik rumah. Ada satu hal yang penting untuk dipahami bahwa seorang Arsitek tidak bekerja sendirian, ia akan melibatkan banyak orang di setiap tingkatan. Ia dibantu oleh para ahli dari berbagai profesi dan juru gambar. Demikian juga halnya dengan seorang Direktur Program, ia tidak akan bekerja sendiri, melainkan merupakan suatu tim yang terpadu. Demikian juga halnya bagi seorang Direktur Program, seyogyanya telah memiliki gambaran tentang apa yang menjadi kewajiban dan tanggung jawabnya. Tujuannya 137
tiada lain agar memperoleh kemudahan dalam proses pelaksanaan. 2) Tugas Direktur Program Dengan dianalogikan kepada Arsitek, maka seorang Direktur Program harus memahami dan memiliki gambaran dari tugas dan tanggungjawabnya untuk melancarkan semua pelaksanaan rencana. Sedikitnya memahami hal-hal berikut: a) Direktur Program tidak bekerja sendirian, melainkan dibantu oleh seperangkat personal/pegawai dari berbagai profesi dan keahlian. b) Kerangka pelaksanaan dari sebuah rencana kebijakan menjadi tanggungjawab utama baginya.
atau
c) Penyusunan program kerja dan anggaran biaya yang dibutuhkan. d) Memperkirakan keahlian yang mungkin dibutuhkan oleh organisasi berkaitan dengan jenis pekerjaan, serta merencanakan cara memperoleh tenaga ahli yang bersangkutan. Apakah merekrut dari sumber interen, atau mengambil dari luar organisasi. e) Butir-butir penting yarg dituangkan ke dalam desain program kerja tersebut, harus diangkat dari hasil diskusi selama proses perencanaan berlangsung. Hal tersebut akan bermanfaat bagi pendukung pelaksanaan kebijakan, karena telah diketahui latar belakang dan konsekuensinya. Inilah kaitannya, mengapa calon seorang Direktur Program harus dipilih dari seseorang yang ikut terlibat secara aktif dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan. 138
d. Penyempurnaan Struktur Organisasi Dalam konsep manajemen stratejik, sebuah rencana atau kebijakan baru terbentuk atas dasar tuntutan perbaikan dengan memperhatikan kondisi sekarang yang dikombinasikan dengan jangkauan ke masa depan. Salah satu unsur penting dalam proses perencanaan stratejik adalah meningkatkan ekefitivitas, dan efisiensi, hal-hal yang kurang berguna akan segera disingkirkan, penggelembungan personal, dana, dan hal lain yang dirasakan samar-samar peranannya akan segera dipangkas. Sebagai akibat dari pemikiran tersebut, akan terjadi perampingan dalam struktur organisasi, agar penggunaan SDM benar-benar efisien. Di lingkungan pemerintahan pernah terjadi penyempurnaan struktur sejalan dengan diberlakukannya UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang telah disempurnakan dengan UU No. 32 Tahun 2004. Begitu SOTK baru diberlakukan, terjadi perubahan drastis dalam tatanan struktur organisasi pemerintahan daerah. Beberapa orang yang kebetulan terpilih untuk menduduki posisi baru yang lebih menguntungkan menganggap bahwa penyempurnaan struktur adalah anugerah. Tetapi sebaliknya, bagi mereka yang masih menganggap bahwa penyempurnaan struktur membawa masalah besar bagi dirinya. Sebenarnya penyempurnaan struktur organisasi itu bukan hal baru, dan akan selalu dialami di setiap organisasi yang dinamis. Apalagi dalam konsep manajemen stratejik, pelaksanaan kebijakan baru menurut adanya penyempurnaan struktur disesuaikan dengan kebutuhan. Mempertahankan struktur lama untuk melaksanakan kebijakan baru, akan membawa risiko terhadap kemungkinan gagalnya pencapaian tujuan yang diharapkan. Degan kata lain, dalam proses pelaksanaan kebijakan baru, penyempurnaan struktur organisasi mutlak diperlukan, karena : 139
1) Untuk menjelaskan uraian tindakan-tindakan spesifik secara jelas yang harus dilaksanakan oleh seluruh jajaran yang tergabung dalam organisasi. 2) Struktur organisasi memperlihatkan tingkat otonomi dari setiap orang dalam melakukan berbagai kegiatan dalam pelaksanaan kebijakan. 3) Antara organisasi dan pelaksanaan terdapat hubungan dan saling ketergantungan yang kuat satu sama lainnya. Selain itu, di antara keduanya merupakan proses keterkaitan yang tidak dapat dipisahkan. 4) Kurang tepat, apabila memaksakan struktur lama untuk melaksanakan kebijakan baru, kecuali struktur yang ada sesuai dengan kebijakan baru tersebut. 5) Jadi, apabila rencana baru memerlukan penyempurnaan struktur, yang berkewajiban melakukannya adalah Direktur Program yang bersangkutan. Struktur organisasi didesain sedemikian rupa disesuaikan dengan apa yang dikehendaki oleh esselon atas terutama CEO. 6) Terdapat beberapa pola dalam menyempurnakan struktur organisasi. CEO dapat memilih tiga bentuk, antara lain bentuk matris, piramida, dan tim. Salah satu pola yang dapat dijadikan acuan adalah dengan memperhatikan faktor-faktor kunci sebagai berikut. a) Besarnya organisasi, b) Teknologi dan kompleksitas yang digunakan oleh organisasi, c) Lingkungan, yaitu tempat organisasi yang menggunakan sistem desentralisasi lebih mudah memberikan reaksi terhadap perubahan struktur, dibanding dengan lingkungan yang menggunakan sistem sentralisasi. 140
d) Falsafah manajemen puncak yang dianut, sengaja dipilih bentuk tertentu sesuai dengan falsafah organisasi. e) Pertimbangan geografis, yakni semakin luas daerah pelayanan organisasi, semakin diperlukan desentralisasi organisasi secara geografis, walaupun tidak secara otomatis diikuti oleh desentralisasi dalam pengambilan keputusan. f) Organisasi informasi, yaitu tempat sekelompok para ahli atau profesional tertentu yang tidak menghendaki diberlakukannya mekanisme kerja yang terlalu formalistik. g) Strategi, yang tergambar di dalamnya struktur mana yang sesuai dengan strategi itu. Menurut Galbraith dan Kasanjian dalam J. Salusu (2003: 416), dalam memilih suatu struktur organisasi tidak ada satu pilihan pun yang dapat dianggap paling tepat. Demikian juga menurut teori Contingency, dalam kepustakaan organisasi tidak ada satu jalan yang terbaik untuk mengorganisasikan, dan di antara semua cara yang digunakan tidak ada yang mempunyai efektivitas yang sama. Untuk menentukan pilihan, cara mana yang akan digunakan, sepenuhnya diserahkan kepada eksekutif atau esselon atas dari masing-masing organisasi. Namun demikian, esselon atas pun tidak serta merta memiliki kewenangan mutlak dalam menentukan pilihan, tetapi bergantung kepada perkembangan strategi yang digunakan. Apabila ternyata strategi yang digunakan hanya bersifat inkrimental, proses penyempurnaan struktur organisasi pun sifatnya sangat sederhana. Certo, dalam J. Salusu (2003: 417), mengemukakan pendapatnya tentang pentingnya penyempurnaan struktur organisasi dalam mendukung pelaksanaan kebijakan baru. Maksud dari penyempurnaan 141
struktur organisasi itu untuk meningkatkan efektivitas, sejauh mana organisasi dapat mencapai sasaran dan tujuannya. Certo menyarankan agar modifikasi struktur tersebut sebaiknya dilakukan secara reguler untuk menyesuaikan perkembangannya dengan lingkungan eksternal, dan tidak sekedar karena adanya kebijakan baru. Modifikasi struktur ini mencakup apa saja, tetapi ada yang harus mendapat perhatian khusus, yaitu garis kewenangan dalam tubuh organisasi, tingkat pertanggungjawaban, dan menciptakan arus komunikasi yang jelas. Risiko yang akan timbul apabila tidak terdapat garis kewenangan dikhawatirkan adanya situasi yang memungkinkan setiap orang memberitahukan kepada setiap orang, apa yang harus dilakukannya. Dalam arti akan tercipta situasi yang membingungkan, dan akhirnya akan mengacaukan situasi dan iklim organisasi. Apabila terjadi hal seperti itu, pencapaian tujuan kemungkinan besar akan gagal. Sebaliknya apabila ada garis kewenangan, akan bermanfaat dalam memberikan petunjuk tentang pendelegasian wewenang untuk membuat keputusan bagi setiap unit organisasi. Kewenangan ini akan menciptakan kewajiban untuk melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. Sebuah tanggung jawab yang dibebankan kepada seseorang, di dalamnya mengandung komitment untuk mencapai sasaran organisasi, menggunakan sumber daya dengan sebaik-baiknya, dan mau mengikuti kebijakan yang berlaku di dalam organisasi. e. Sentralisasi dan Desentralisasi Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, bahwa lingkungan organisasi yang menganut sistem desentralisasi lebih mendukung terhadap penyempurnaan struktur 142
organisasi dibandingkan dengan lingkungan yang menganut sistem sentralisasi. Oleh karena itu, berkaitan dengan penyempurnaan struktur organisasi, perlu dipahami tentang perbedaan antara sentralisasi dengan desentralisasi dalam organisasi. Hal ini disebabkan karena bagi kebanyakan orang, konsep sentralisasi dan desentralisasi ini masih memerlukan klarifikasi. Hudson (1972), menganggap bahwa sangat penting memahami apa yang dimaksud dengan sentralisasi dan desentralisasi berikut perbedaannya. Oleh karena itu, dalam pembahasan ini akan mengutamakan perbedaan antara sentralisasi struktural dengan desentralisasi struktural, juga perbedaan antara sentralisasi administrati dengan desentralisasi administratif. 1) Sentralisasi struktural dan desentralisasi struktural a) Sentralisasi struktural, apabila dua atau lebih sistem dikorporasikan di bawah komando satu mekanisme tunggal. b) Desentralisasi struktural, apabila satu sistem dibagi dalam dua atau lebih sub-sistem yang independen, masing-masing dengan kendali sendiri. 2) Sentralisasi Administratif.
administratif
dan
Desentralisasi
a) Sentralisasi administratif adalah pendelegasian wewenang pengambilan keputusan pada tingkat yang lebih tinggi dari hierarki organisasi. b) Desentralisasi administratif adalah pendelegasian wewenang pengambilan keputusan oleh pejabat tingkat yang lebih tinggi dari hierarki organisasi pejabat tinggi yang lebih rendah.
143
Dengan demikian, setelah memahami pengertian dan perbedaan sentralisasi dan desentralisasi akan terlihat peluang yang lebih besar untuk melakukan penyempurnaan struktur organisasi. f. Karakteristik Sentralisasi Struktural dan Desentralisasi Struktural Istilah sentralisasi dan desentralisasi dalam organisasi akan memperlihatkan kompleksitasnya aktivitas orang-orang dalam berorganisasi. Untuk menambah pemahaman terhadap kedua istilah tersebut perlu mengetahui karakteristik keduanya, yakni sebagai berikut: a) Karakteristik Sentralisasi Struktural Ada satu mekanisme pengawasan terpusat secara nasional yang merupakan struktur kekuasaan yang melaksanakan kekuasaan melalui proses pengambilan keputusan. Wewenang dan tanggungjawab terakhir atas pengambilan keputusan, berada pada puncak hierarki dari sistem itu. Daerah tidak memiliki yurisdiksi keputusan secara (otonomi).
pengambilan
Para pejabat di daerah wajib menjalankan keputusankeputusan dari pimpinan departemen yang berada pada puncak struktur organisasi. Keputusan yang dibuat pejabat di daerah atau pada jajaran esselon yang lebih rendah, akan bergantung pada persetujuan dari para pejabat di tingkat pusat. b) Karakteristik Desentralisasi Struktural: Tidak ada mekanisme pengawasan yang terpusat. 144
Setiap daerah memiliki yurisdiksi pengambilan keputusan (otonomi). Tidak ada garis kewenangan yang menggabungkan suatu sistem tertentu (misalnya sistem pendidikan) di daerah. Dengan dikemukakannya karakteristik sentralisasi dan desentralisasi struktural dapat diketahui dengan jelas tentang kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi dalam menyempurnakan struktur organisasi. Selain itu orang-orang yang terlibat di dalam organisasi akan mengetahui posisi masing-masing sekaligus memahami batas kewenangannya. g. Posisi dan kewenangan pengambilan keputusan Untuk mengetahi sejauh mana seseorang yang menduduki posisi tertentu memiliki kewenangan dalam mengambil keputusan, penulis kemukakan pandangan Max Weber yang menyatakan bahwa: 1) Bagi orang-orang yang berada pada posisi puncak, cenderung membuat keputusan-keputusan tentang kebijakan. 2) Sedangkan bagi orang-orang yang berada pada posisi menengah, cenderung membuat keputusan-keputusan yang bersifat prosedural. 3) Bagi orang-orang yang berada pada posisi tingkat bawah cenderung membuat keputusan-keputusan pendukung pelaksanaan. Proses pengambilan keputusan seperti yang dikemukakan di atas, dianggap merupakan proses yang paling ideal. Tetapi dapat saja terjadi, proses pengambilan keputusan yang bersifat kebijakan, prosedural, dan pelaksanaan 145
(implementasi) semuanya berada pada hierarki puncak dalam organisasi yang bersangkutan. Hal itu mengandung pengertian bahwa organisasi mempertahankan kewenangan dalam membuat keputusan-keputusan secara terkonsentrasi. Organisasi yang menganut sistem demikian dapat diklasifikasikan sebagai administratively centralized (organisasi yang terpusat secara admistratif). Bagi organisasi yang menganut sistem sentralisasi administratif, pada pejabat yang berada di daerah hanya mengawasi, apakah keputusan-keputusan yang telah ditetapkan di tingkat pusat dapat terlaksana dengan baik atau tidak. Dalam situasi yang sebaliknya, desentralisasi administratif mengarah kepada pendelegasian wewenang untuk tipe-tipe keputusan tertentu dari hierarki tingkat atas kepada hierarki tingkat bawah. Namun wewenang akhir tidak akan didelegasikan kepada hierarki bawah, karena para pejabat yang menduduki posisi puncak dituntut harus mempertanggungjawabkan semua keputusan yang telah diambil di lingkungan organisasinya. Oleh karenanya, para pejabat di tingkat atas tetap memegang kewenangan untuk rnenyetujui atau menolak keputusan-keputusan yang diambil oleh pejabat di bawahnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sebuah organisasi dapat diklasifikasikan, menggunakan sistem desentralisasi administratif apabila wewenang pengambilan keputusan didelegasikan ke tingkat hierarki terendah, selama masih ada kemungkinan untuk dilakukan koordinasi dan pengawasan terhadap keputusan-keputusan yang diambil Di antara dua sistem seperti yang dikemukakan di atas, terdapat variabel lain yang mungkin dapat diterapkan pada organisasi tertentu, terutama di lingkungan organisasi pemerintahan. Variabel yang dimaksud adalah 146
dekonsentrasi. Menurut Hudson, dalam J. Salusu (2003), dekonsentrasi adalah pemindahan fungsi-fungsi berupa aktivitas dan pekerjaan kepada sub-unit di dalam organisasi yang bersangkutan. Namun demikian, kewenangan dalam mengambil keputusan tetap dipertahankan di tingkat yang paling atas (puncak). Dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dikemukakan bahwa dekonsentrasi adalah “Pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepala instansi vertikal di wilayah tertentu”. Pendelegasian wewenang untuk mengambil keputusan yang diberikan esselon atas kepada esselon bawah akan banyak berpengaruh dalam menjalankan prinsip sentralisasidesentralisasi. Karena semakin banyak keputusan penting yang dibuat oleh eselon bawah, semakin tinggi tingkat desentralisasi dan semakin rendah tingkat sentralisasi. Muncul masalah dalam pelaksanaan dekonsentrasi ini, yakni kewenangan apa yang akan dilimpahkan kepada eselon bawah? Pertanyaan lain, maukah eselon atas menyerahkan sebagian kewenangannya kepada eselon bawah? Dalam lingkup yang lebih luas, eselon bawah berarti daerah. Dan masih banyak lagi permasalahan yang perlu dijawab dengan bijak, agar tidak menimbulkan kerugian. Karena sistem sentralisasi, desentralisasi, dan dekonsentrasi, masing-masing memiliki kelebihan dan keterbatasan. Misalnya dalam penggunaan sistem desentralisasi, para pejabat di tingkat pusat tidak lagi disibukkan dengan proses pengambilan keputusan yang bersifat rutin, tetapi lebih diarahkan kepada pemikiran-pemikiran yang berkaitan dengan manajemen stratejik. Di pihak lain, eselon bawah 147
merasa lebih dihargai dengan diberikannya tanggung jawab dan wewenang yang lebih besar, sehingga dapat menambah semangat dan ada kesempatan untuk mengembangkan kreatifitas masing-masing. Tetapi di balik keuntungan desentralisasi tersebut, terselip juga kelemahan-kelemahannya. Antara lain, pengawasan dan pengendalian akan semakin sulit untuk dilakukan, selain itu keputusan-keputusan akan bervariasi sehingga dapat mengurangi uniformitas. h. Spesifikasi Pekerjaan Spesifikasi pekerjaan merupakan salah satu langkah penting dalam skenario pelaksanaan kebijakan. Dalam hal ini, Direktur Program perlu mendesain spesifikasi pekerjaan dan membagi penugasan pekerjaan itu kepada setiap kepala unit kerja yang akan terlibat di dalam pelaksanaan (implementasi). Setelah tahap spesifikasi pekerjaan ini selesai, para kepala unit hendaknya memahami dengan sungguh-sungguh tentang tugas yang harus dikerjakannya, serta wajib meminta klarifikasi kepada Direktur Program apabila ada butir-butir penugasan yang kurang jelas atau tidak dapat dipahami. Dengan demikian, komunikasi harus tercipta dengan baik. Dalam hal ini kemampuan berkomunikasi yang dimiliki seorang Direktur Program sangat diperlukan, karena merupakan bagian dari kepemimpinan, Manfaat lain dari iklim komunikasi yang efektif adalah terciptanya koordinasi yang baik. i. Rencana Program, dan Anggaran Tahapan selanjutnya dalam kerangka skenario pelaksaaan (implementasi) adalah penyusunan rencana, program dan anggaran. Kegiatan ini dilakukan setelah Direktur Program 148
menyelesaikan spesifikasi pekerjaan dan membagikannya kepada unit-unit kerja yang bersangkutan. Pada tahapan ini, yang berkewajiban menyusun rencana, program, dan anggaran ini adalah Kepala Unit Kerja masing-masing. 1) Rencana dan Program Yang dimaksud dengan rencana dan program di sini adalah setiap tindakan yang akan dilakukan oleh kepala unit kerja, meliputi: jenis pekerjaan, jadwal waktu, orang yang bertanggungjawab, dan untuk apa tugas itu dikerjakan. Sebelum rencana dan program ini dilaksanakan, perlu dikonsultasikan terlebih dahulu, agar sejalan dengan desain program yang ditetapkan oleh Direktur Program. Mungkin saja Kepala Unit Kerja memerlukan tenaga ahli tertentu, fasilitas tertentu, biaya yang diperlukan, dan sebagainya untuk mendukung lancarnya pelaksanaan tugas. Pada dasarnya semua rencana yang sesuai dengan desain yang telah disiapkan oleh Direktur Program akan dipenuhi, karena sebelumnya memang telah diperkirakan. 2) Anggaran Idealnya, anggaran yang diajukan oleh kepala unit dapat dipenuhi karena telah diperhitungkan sejak awal. Tetapi apabila terjadi sebaliknya, mungkin ada sesuatu yang keliru sehingga pihak manajemen perlu meninjau kembali perencanaan yang telah ada. Bisa saja terjadi, program kerja yang akan dilaksanakan ini belum matang pada saat semua pihak telah siap untuk terjun ke lapangan. Hanya saja, apabila hal ini benar-benar terjadi, berarti konsep manajemen strategi yang dijalankan belum memenuhi standar yang semestinya, karena manajemen stratejik justru untuk menghindari ini. 149
j. Uraian Tugus Yang dimaksud dengan uraian tugas di sini adalah kegiatan yang dilakukan oleh Kepala Unit Kerja, setelah segala keperluan yang dibutuhkan terpenuhi (rencana, program, dan anggaran), paling tidak sebagian besar dari kebutuhan telah tersedia. Dalam membuat uraian tugas perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut. l) Uraian tugas dilakukan oleh Kepala Unit Kerja yang bersangkutan. 2) Pihak-pihak terkait perlu dilibatkan dalam membuat uraian tugas tersebut, hal ini diperlukan agar membatu kelancaran pelaksanaan tugas. Setidak-tidaknya yang bersangkutan akan merasa dihargai keberadaannya dan dapat diketahui kesanggupannya. 3) Uraian tugas yang baik akan membantu pihak manajemen dalam pelaksanaan suatu rercana, juga akan memudahkan dalam seleksi dan pengawasan pekerjaan yang sedang berlangsung. 4) Secara umum, dalam proses manajemen sedikitnya ada dua jenis uraian tugas, yaitu: a) Uraian tugas generik (general), ditulis dan dinyatakan secara umum, tanpa rincian tugas dan tanggungjawab. Pernyataan ini memuat tentang suatu kategori pekerjaan dengan memakai atribut yang sama dari semua pekerjaan yang termasuk dalam kategori tersebut. Misalnya uraian tugas Kepala Biro Keuangan, secara umum memuat uraian tentang semua pekerjaan di lingkungan biro keuangan tersebut. 150
b) Uraian tugas spesifik, dinyatakan secara rinci dan tepat tentang tugas dan tanggungjawab dari suatu pekerjaan. Uraian tugas ini memperlihatkan juga hubungan yang jelas dengan unit kerja lain dalam kategori pekerjaan tersebut. c) Setelah uraian tugas dibuat, langkah terakhir yang harus dilakukan adalah pelatihan untuk memperlancar pelaksanaan tugas. Paling tidak, ada penjelasan tentang langkah-langkah yang harus dilakukan oleh pegawai yang bersangkutan. Hal ini penting sebagai pembekalan bagi yang akan bertugas, agar mengenal betul lapangan atau bidang kerja yang akan dimasukinya. Selain itu harus dijelaskan secara rinci, sasaran dan tujuan apa yang ingin dicapai oleh organisasi, agar semua pihak mendukung pelaksanaan secara utuh. k. Rutinitas Pekerjaan Tahap akhir dari skenario pelaksanaan (implementasi) kebijakan adalah melakukan rutinitas (merutinkan) pekerjaan. Dalam arti bahwa pekerjaan yang sudah dipahami oleh semua pihak, harus menjadi kebiasaan dan berjalan seperti pekerjaan sehari-hari. Untuk lebih jelasnya, perlu memenuhi hal-hal sebagai berikut: 1) Tugas-tugas yang dilakukan oleh semua pihak harus menjadi kebiasaan sehari-hari. 2) Proses pelaksanaan (implementasi) kebijakan ini mungkin memerlukan waktu yang cukup lama, namun akan mencegah pekerjaan ulang karena setiap orang telah mengetahui tanggungjawab masing-masing sebelum memulai pekerjaan itu.
151
3) Dengan diusahakannya rutinitas pekerjaan, diharapkan kesalahan besar dalam pelaksanaan dapat dicegah sedini mungkin. 4) Setiap pekerjaan yang dihasilkan oleh karyawan dapat menampilkan kualitas produk/jasa yang disukai dan memuaskan konsumen. Namun, harus diwaspadai bahwa kepuasan seseorang belum tentu dapat dinikmati oleh orang lain, karena setiap individu memiliki keunikan tersendiri. Kepuasan seseorang tidak akan sama dengan orang lain, dan tidak pernah akan sama dalam berbagai hal. Yang dimaksud dengan kepuasan di sini adalah kepuasan rata-rata. 5) Model pelaksanaan di dalam organisasi tidak akan persis sama, disesuaikan dengan sifat dan ruang lingkup yang berbeda. Oleh karena itu, sebelum setiap unit kerja atau setiap orang, akan memulai pekerjaannya, mereka harus bertanya kepada diri sendiri. Apa yang harus saya lakukan, untuk mengimplementasikan bagian tugas saya dari program kerja yang dihadapi? Bagaimana cara terbaik untuk menyelesaikannya? Alasan diperlukannya hal seperti itu, karena setiap unit kerja atau setiap orang memiliki cara masing-masing dalam melaksanakan tugasnya. Pengalaman kerja dari masing-masing orang ikut mempengaruhi terhadap gaya kerja dan metode yang digunakannya. Implikasinya, proses pelaksanaan kerja tidak akan persis sama satu sama lain, walaupun tujuan akhirnya tidak akan jauh berbeda. l. Reaksi terhadap Penyempurnaan Struktur Perubahan struktur yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan (implementasi) rencana atau kebijakan baru, adakalanya mendatangkan reaksi dari pihak-pihak tertentu, 152
yang kerapkali mendatangkan masalah khusus. Masalahmasalah yang biasa timbul antara lain berupa : 1) Penolakan tersembunyi dari pejabat-pejabat tertentu. 2) Ada sementara pejabat yang enggan menyerahkan kekuasaan tertentu kepada pihak lain dengan berbagai alasan. 3) Ada juga unit kerja yang tidak bersedia menyerahkan sumber daya yang dimilikinya, terutama sumber daya yang relatif lebih baik dibanding unit kerja lainnya. Bagi yang mendapatkan promosi dalam proses perubahan struktur itu biasanya sudah lama menantikan dan menghendaki adanya perubahan, mungkin juga ada pihak yang berseberangan paham sehingga gasasangagasan dia sulit dikembangkan. 4) Kepentingan bersifat politis terkadang sulit untuk dihindari dan secara signifikan dapat mempengaruhi perubahan struktur tersebut. Kebiasaan itu tumbuh subur di lingkungan organisasi publik, dan menjadi ciri dari karakter birokrasi publik yang kemudian menjalar ke lingkungan organisasi non-profit. Maka, berdasarkan kenyataan di atas, dalam melakukan penyempurnaan struktur organisasi diperlukan keluwesan atau fleksibilitas yang tinggi untuk menghindari kesulitan-kesulitan yang mungkin terjadi di kemudian hari. 4.8 Model-model Pelaksanan (Implementasi) Terdapat beberapa model dalam proses pelaksanaan atau implementasi kebijakan. Tetapi model-model dimaksud diawali dengan dua pemilahan model yang menghasilkan empat kutub. Pemilahan model atau teknik pelaksanaan pertama adalah menggunakan pola dari atas ke bawah (top153
bottomer) yang akan berlawanan dengan pola dari bawah ke atas (bottom-topper). Pemilahan kedua, pelaksanaan dengan pola mekanisme paksa (command-and-control) dan mekanisme pasar (economic incentive). Pemilahan tersebut dapat dilihat pada gambar berikut: Dari atas ke bawah
Mekanisme Paksa
Mekanisme Pasar
Dari atas ke bawah
Gambar: 4.4 Empat Kutub Pemilahan Model Pelaksanaan Pada gambar di atas tampak bahwa terdapat empat kutub yang akan menjadi pedoman dalam menentukan pola pelaksaaan (implementasi) kebijakan, sebagai berikut: a. Kutub pertama menunjukkan adanya pola dan atas ke bawah, b. Kutub kedua menunjukkan adanya pola dari bawah ke atas, c. Kutub ketiga menunjukkan adanya pola mekanisme paksa, 154
d. Kutub keempat menunjukkan adanya pola mekanisme pasar. Beranjak dari empat kutub yang dikemukakan pada gambar di atas, dikenal adanya beberapa model implementasi yang sering dijumpai di masyarakat. Model-model tersebut. Pertama, Model mekanisme paksa, yaitu model yang mengedepankan arti penting lembaga publik sebagai lembaga tunggal yang memiliki monopoli atas mekanisme paksa di suatu negara yang tidak memiliki mekanisme insentif bagi yang menjalankan, tetapi anehnya ada sanksi bagi yang menolak atau melanggar. Kedua, Model mekanisme pasar adalah model yang mengedepankan mekanisme insentif bagi yang menjalankan, dan bagi yang tidak menjalankan tidak mendapat sanksi dan insentif. Sedangkan bagi yang menolak ada sanksi. Ketiga, model lainnya adalah dari atas ke bawah, yang biasa dilakukan oleh pemerintah terhadap rakyatnya, karena rakyat dikondisikan dan dimobilisasi untuk terus berpatisipasi. Keempat, Model dari bawah ke atas. Dalam model ini yang membuat kebijakan memang pemerintah, tetapi pelaksanaannya oleh rakyat. Di antara kedua kutub ini terdapat interaksi antara masyarakat dengan pemerintah. Berdasarkan pemilahan tersebut, terdapat lima Model yang dapat dipilih sesuai dengan sifat dan karakteristik dari kebijakan yang akan dilaksanakan. Model-model implementasi tersebut adalah sebagai benkut: 1) Model paling klasik, yaitu model Donald Van Meter (Dalam gambar diberi tanda “MH”), terletak pada kuadran dari atas ke bawah dan lebih berada pada mekanisme paksa. Model ini mengandalkan implementasi kebijakan secara liner, implementor, dan kinerja publik. 155
Terdapat beberapa variabel yang akan berpengaruh terhadap kebijakan publik, yaitu: a) Aktivitas implementasi dan komunikasi antar-organisasi, b) Karakteristik dan agen pelaksana, c) Kondisi ekonomi, sosial, dan politik. d) Kecenderungan dari pelaksana. 2) Model Paul Sabatier, (Dalam gambar diberi tanda “MS”), terletak pada kuadran dari atas ke bawah dan lebih berada pada mekanisme paksa. Model ini proses pelaksaan melibatkan tiga variabel, yaitu: a) Independen, yaitu variabel untuk mengetahui mudah tidaknya masalah dikendalikan yang berkenaan dengan indikator masalah teori dan teknis pelaksanaan, keragaman obyek, dan perubahan seperti apa yang dikehendaki. b) Intervening, yaitu variabel kemampuan kebijakan untuk menstrukturkan proses implementasi dengan indikator kejelasan dan konsistensi tujuan, dipergunakannya teori kausal, ketepatan alokasi sumber dana, keterpaduan hierarkis di antara lembaga pelaksana, aturan pelaksana dari lembaga pelaksana, dan perekrutan pejabat pelaksana serta keterbukaan kepada pihak luar, dan variabel di luar kebijakan yang akan mempengaruhi terhadap proses pelaksanaan kebijakan. c) Dependen, yaitu variabel tahapan dalam proses implementasi dengan lima tahapan. Yaitu pemahaman dari lembaga atau badan pelaksana dalam bentuk disusunnya kebijakan pelaksanaan, kepatuhan objek, hasil nyata, penerimaan atas hasil yang nyata tersebut dan akhirnya akan bergerak ke arah perbaikan atas 156
kebijakan yang telah dibuat dan dilaksanakan, atau perubahan keseluruhan kebijakan secara mendasar. 3) Model Brian dan Lewis (Dalam gambar diberi tanda “MS”), terletak pada kuadran atas ke bawah dan lebih berada di mekanisme paksa daripada mekanisme pasar. Model ini memerlukan beberapa sarat, yakni: a) Ada jaminan, bahwa kondisi eksternal yang dihadapi lembaga/badan pelaksana tidak akan menimbulkan masalah besar. b) Tersedianya sumber daya yang memadai, termasuk sumber daya manusia, dana, dan waktu. Kewaspadaan ini diperlukan mengingat bahwa fasilitas sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan kebijakan. Misalnya, dalam amandemen keempat UUD 1945 dikemukakan satu pasal yang berbunyi “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat”. Kebijakan ini sesuai betul dengan Pancasila, dan semua orang memahami bahwa itu penting dan layak dijadikan kebijakan. Tetapi pada saat pelaksanaan terbentuk kepada masalah fasilitas yang dibutuhkan, karena untuk memberikan jaminan sosial bagi seluruh rakyat diperlukan negara yang sejahtera, dengan memiliki sumber daya yang memadai disertai pendanaan yang cukup. c) Ada keterpaduan dari sumber daya yang ada. Hal ini beralasan karena pelaksanaan kebijakan akan melibatkan berbagai pihak, baik sumber daya alam, sumber daya buatan, atau sumber daya manusianya. Sebagai contoh dalam pelaksanaan kebijakan yang berkaitan dengan penanggulangan kemiskinan. Upaya yang dilakukan oleh departemen tidak akan efektif, apabila tidak diimbangi dengan pembangunan daerah yang memadai. 157
d) Seberapa besar hubungan kausalitas yang terjadi. Dengan asumsi bahwa, semakin sedikit hubungan sebab akibat akan semakin tinggi hasil yang dikehendaki oleh kebijakan. e) Hubungan saling ketergantungan kecil, dengan asumsi bahwa apabila hubungan saling ketergantungan tinggi, pelaksanaan tidak akan dapat berjalan dengan efektif. Apalagi organisasi pelaksana tersebut selalu bergantung pada pihak lain seperti yang terjadi pada Kantor Menteri Pemberdayaan Wanita secara intensitas bergantung kepada seluruh departemen. f) Terdapat pemahaman yang mendalam terhadap tujuan. Tidak terlalu sulit untuk dipahami, karena idealnya sekelompok orang bersatu dalam suatu wadah akan mengetahui tujuan bersama dan bergerak ke arah tujuan yang sama pula. Tetapi dalam kenyataan selalu ada perbedaan pandangan yang didukung oleh ego yang tinggi, sehingga kerap kali menimbulkan pertentangan yang mengarah kepada adu fisik. g) Tugas telah dirinci dan ditempatkan sesuai dengan urutan yang benar. Dengan adanya susunan tugas yang jelas, merupakan kunci keberhasilan dalam pelaksanaan kebijakan. Selain itu, terdapat koordinasi dan komunikasi yang sempurna. 4) Model Merilee, (Dalam gambar diberi tanda “GR”), terletak pada kuadran dari atas ke bawah dan lebih berada di antara mekanisme paksa dan mekanisme pasar. Model ini tingkat keberhasilannya ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks implementasi. a) Isi kebijakan mencakup; Kepentingan yang terpengaruh kebijakan Jenis manfaat yang akan dihasilkan 158
Derajat perubahan yang diinginkan Kedudukan pembuat kebijakan Siapa, pelaksana program b) Konteks implementasi mencakup; Kekuasaan, kepentingan, dan strategi aktor yang terlibat. Karakteristik lembaga dan penguasa Kepatuhan dan daya tanggap. Model yang dikemukakan ini tidak jauh berbeda dengan model lainnya, melainkan lebih disederhanakan. 5) Model Richard, (Dalam gambar diberi tanda “RE”), terletak pada kuadran dari bawah ke atas dan berada di mekanisme pasar. Proses model ini adalah: a) Dimulai dari identifikasi jaringan aktor yang terlibat dalam proses pelayanan. b) Menanyakan kepada mereka, tentang tujuan, strategi, aktivitas, dan kontak yang mereka miliki. Model ini didasarkan atas kebijakan yang mendorong masyarakat untuk mengerjakan sendiri. Namun demikian tidak seluruhnya diserahkan kepada masyarakat, di tataran bawah masih melibatkan peranan pemerintah. Agar kebijakan ini dapat dilaksanakan dengan baik, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, antara lain : a) Kebijakan yang dibuat harus sesuai dengan harapan, keinginan dari masyarakat atau publik yang menjadi targetnya.
159
b) Kebijakan yang dibuat disesuaikan dengan kemampuan pejabat eselon rendah yang akan bertindak sebagai pelaksananya. c) Kebijakan yang dibuat sedapat mungkin mampu menampung prakarsa masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung. Dari beberapa model yang telah dikemukakan, dapat dipilih salah satu untuk dijadikan model dalam pelaksanaan kebijakan. Pembahasan selanjutnya, akan dikemukakan cara-cara memilih model sesuai dengan karakteristik kebijakan yang akan dilaksanakan. 4.9 Memilih Model Pelaksana (Implementasi) Setelah mengetahui pemilahan cara menentukan pola pelaksanaan kebijakan dan model-model pelaksanaan yang mengacu kepada empat kutub, yang diperlukan sekarang adalah cara memilih model yang cocok sesuai dengan sifat kebijakan yang akan dilaksanakan. Dengan diketahuinya model-model implementasi kebijakan, muncul pertanyaan: (1) “Model mana yang terbaik?”, dan (2) “Bagaimana cara menetapkan pilihan?” Sebagai jawaban atas pertanyaan yang pertama, menurut para ahli tidak ada model yang terbaik. Dengan alasan bahwa setiap model memiliki kelebihan dan kekurangan yang tidak ada satu pun yang sempurna. Di samping itu, setiap kebijakan memerlukan model implementasi yang berlainan sesuai dengan karakteristik dan sifatnya. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa model yang terbaik adalah penggunaan model yang sesuai dengan karakteristik kebijakannya. Oleh karena itu, perlu dikemukakan tentang jenis-jenis kebijakan dan model-model yang dianggap paling cocok untuk 160
digunakan dalam melaksanakan kebijakan yang bersangkutan. Jenis-jenis kebijakan tersebut adalah sebagai berikut; a. Ada suatu kebijakan yang harus dilaksanakan dengan menggunakan pola dari atas ke bawah (top-down). Kebijakan yang termasuk ke dalam jenis ini, adalah kebijakan yang sangat strategis dan berhubungan dengan keselamatan bangsa atau negara. Misalnya kebanyakan anti teroris, yang harus segera dilaksanakan secara lini karena sifatnya yang urgent. b. Ada juga kebijakan yang lebih cocok untuk dilaksanakan (diimplementasikan) secara bottom-upper atau menggunakan pola dari bawah ke atas. Kebijakan ini sifatnya tidak berkenaan langsung dengan hal-hal yang menyangkut keamanan negara, melainkan lebih berorientasi kepada masyarakat banyak berkenaan dengan kesejahteraan keluarga. Misalnya tentang penggunaan alat kontrasepsi KB, yang harus lebih memperhatikan penggunanya daripada pihak lain. Selain itu, penggunaan varietas bibit padi unggul bagi petani. c. Ada juga kebijakan yang cocok dilaksanakan (diimplemenetasikan) secara kombinasi, yakni dengan menggunakan gabungan antara top-down dan bottomupper. Misalnya kebijakan yang berkaitan dengan national security (Hankam). Indonesia memiliki sistem pertahanan dan keamanan yang bersifat ganda, dalam arti secara tersendiri memiliki Angkatan Bersenjata di bawah Departemen Pertahanan dan Keamanan ditambah dengan POLRl. Untuk kebijakan jenis ini memang memerlukan pola dari atas ke bawah, tetapi selain ada TNI dan POLRI Indonesia memiliki Sistem Perlahanan dan Keamanan Rakyat Semesta yang sudah jelas lebih banyak melibatkan peranan 161
masyarakat, misalnya melalui kegiatan sistem keamanan lingkungan (Siskamling). Kebijakannya sendiri ditetapkan oleh pemerintah, namun pelaksanaannya menggunakan pola dan bawah ke atas, inilah yang dimaksud dengan pola gabungan. Karena kedua-duanya berlaian berdampingan dan saling berhubungan, tapi memang tidak berhubungan secara hierarkis, tetapi hanya bersifat kooperatif murni. d. Ada kebijakan yang harus dilaksanakan (diimplementasikan) dengan mekanisme paksa, yang berkenaan dengan kepentingan masyarakat dan bangsa, sifatnya strategis untuk mencegah generasi penerus dari kemerosotan moral. Misalnya kebijakan tentang miras, narkoba, prostitusi, dan sebagainya. e. Ada kebijakan yang cocok untuk dilaksanakan (diimplementasikan) dengan mekanisme pasar. Kebijakan ini tidak mendesak, dan sifatnya lebih mementingkan pencegahan dan yang dapat dilakukan sepanjang masa selama kebijakan itu dianggap perlu. Keberhasilan dari pelaksanaan kebijakan ini sangat bergantung pada partisipasi aktif dan masyarakat, maka diperlukan pola mekanisme pasar. Misalnya kebanyakan yang berkaitan dengan Keluarga Berencana. Pertanyaan kedua adalah “Bagaimana cara menetapkan pilihan?” agar memperoleh model yang cocok. Jawaban atas pertanyaan kedua ini, dapat dipandu dengan memperhatikan kata kunci berupa empat kata tepat, sebagai pedoman untuk memilih model pelaksanaan (implementasi) kebijakan, yakni : a) Apakah kebijakan itu sendiri, sudah tepat? Ketepatan kebijakan dinilai dari sejauh mana kebijakan dapat memecahkan masalah yang dihadapi. Sisi kedua yang dapat dijadikan ukuran, sejauh mana kebijakan itu dirumuskan sesuai dengan karakteristik masalah yang ingin 162
dipecahkannya. Selain itu, dapat juga diukur dengan melihat apakah kebijakan yang telah ada dibuat oleh lembaga yang memiliki kewenangan yang sesuai dengan karakteristik kebijakan b) Apakah pelaksana-nya sudah tepat? Berkenaan dengan pelaksana kebijakan, atau Aktor pelaksana kebijakan tidak terbatas kepada pemerintah saja. Tetapi ada tiga lembaga yang dapat bertindak sebagai pelaksana dari kebijakan, yaitu: (1) Pemerintah; (2) Kerjasama antara pemerintah dan masyarakat; (3) Pelaksanaan (implementasi) kebijakan yang diswastakan. Contoh : 1) Untuk kebijakan-kebijakan yang bersifat monopoli, misalnya berkenaan dengan pembuatan kartu identitas seperti SIM, KTP, Paspor, dan sebagainya. Sebaiknya pelaksana dari kebijakan tersebut adalah pemerintah, apalagi kebijakan yang berkaitan dengan derajat keamanan negara tingkat tinggi, seperti pertahanan dan keamanan nasional. 2) Untuk kebijakan-kebijakan yang bertujuan untuk memberdayakan masyarakat, seperti tentang penanggulangan kemiskinan, pemberantasan tiga buta, dan sebagainya pelaksananya adalah pemerintah bekerjasama dengan masyarakat. 3) Untuk kebijakan yang bertujuan untuk memberi pengarahan kepada masyarakat, misalnya tentang bagaimana perusahaan harus dikelola, maka pelaksananya adalah swasta/masyarakat. c) Apakah target yang ditetapkan sudah tepat?
163
Target adalah tujuan yang telah ditetapkan sejak proses perencanaan, tujuan tersebut bisa juga dikatakan target. Untuk memilih model yang tepat bagi pelaksanan kebijakan, perlu juga mempertanyakan apakah target sudah tepat? Untuk mengetahuinya, tingkat ketepatan target dapat dilihat dari tiga hal: 1) Apakah target yang akan diintervensi telah sesuai dengan rencana? Juga harus dilihat, apakah tidak terjadi tumpang tindih dengan intervensi lain? Hal ini perlu diidentifikasi dengan jeli, jangan sampai terjadi tumpang tindih apalagi bertentangan. Misalnya, satu kebijakan menghendaki penataan trotoar jalan, kebijakan lain melaksanakan pemasangan pipa yang harus menggali trotoar yang baru saja selesai ditata. Contoh lain, di Indonesia terdapat kabijakan untuk income generating yang diwarnai oleh banyaknya kebijakan pemberi kredit bersubsidi dari berbagai departemen, semua dijalankan dan akibatnya terjadi over lapping dan saling mematikan. 2) Apakah target dalam kondisi siap untuk diintervensi? Kesiapan target untuk diintervensi penting untuk diperhitungkan, karena yang dimaksud kesiapan di sini bukan hanya sekedar siap secara alami, tetapi juga apakah target berada pada posisi konflik atau harmonis? Apakah kondisi target, mendukung atau menolak? Misalnya kebijakan untuk melakukan sosialisasi teknologi pertanian di daerah konflik, hal ini tidak tepat dan tak mungkin berhasil. Karena penduduk di daerah tersebut lebih mementingkan upaya menyelamatkan nyawa daripada memikirkan hal-hal lain. Dengan demikian, ketepatan target penting untuk dipikirkan.
164
3) Apakah implementasi bersifat baru, atau pembaharuan. Ini pun tak kalah pentingnya dengan pertanyaan lain, karena akan mengakibatkan kegagalan karena melaksanakan kebijakan yang tampak seperti baru, padahal sudah pernah dilakukan dan terjadi pengulangan. Pada prinsipnya, melakukan pelaksanaan kebijakan yang sama dengan hasil yang sama tidaklah efektif, mungkin lebih tepat jika disebut pemborosan, kecuali pelaksanaan program lanjutan karena memang ada pekerjaan yang belum selesai. d) Apakah lingkungan-nya sudah tepat? Kata kunci keempat yaitu tepat lingkungan, untuk mengetahui tepat tidaknya dapat dilihat dari kesesuaian antara kebijakan dengan kedua jenis lingkungan (1) Lingkungan perumus kebijakan, dan (2) Lingkungan pelaksana kebijakan. Lingkungan perumus kebijakan yaitu interaksi di antara lembaga perumus kebijakan, pelaksana kebijakan, dan lembaga lain yang terkait. Dalam hal ini ada beberapa hal yang dapat dipertimbangkan, yakni kekuatan sumber otoritas dan kebijakan, baik dari pemerintah maupun masyarakat. Juga berkenaan dengan tawar-menawar antara otoritas yang mengeluarkan kebijakan dengan jejaring yang berkenaan dengan pelaksanaan kebijakan. Lingkungan kedua yang tak kalah pentingnya untuk diperhitungkan adalah lingkungan eksternal kebijakan yang disebut variabel eksogen yang terdiri atas persepsi publik akan kebijakan dan pelaksanaan kebijakan. Juga berkenaan dengan interpretasi (penafsiran) dan lembaga-lembaga strategis dalam masyarakat, seperti media massa, kelompok penekan, dan kelompok kepentingan dalam menginterpretasikan kebijakan, pelaksanaan kebijakan, dan 165
individual, yakni individu-individu yang memainkan peranan penting dalam menginterpretasikan kebijakan dan pelaksanaan kebijakan. Dengan demikian, melalui proses identifikasi terhadap empat kata tepat sebagai kata kunci untuk memilih model implementasi yang sesuai sedikitnya telah ada acuan atau pedoman. Tetapi untuk menetapkan pilihan masih perlu mempertimbangkan hal lain, yakni dukungan dari faktor politik, dukungan stratejik, dan dukungan teknis. Sebagai contoh, pernah terjadi dan dialami oleh Presiden Soeharto menjelang ke-lengseran-nya. Saat itu kebijakan-kebijakannya sulit untuk dilaksanakan karena tidak mendapat dukungan politis yang memadai, baik dari lingkungan administratif maupun dari parlemen yang menghendaki beliau mundur. 4.10 Beberapa Masalah dalam Pelaksanaan Kebijakan Menurut Alexander dalam J. Salusu (2003:431), hasil dari suatu penelitian yang dilakukan terhadap hampir seratus presiden dan manajer divisi perusahaan, terungkap bahwa terdapat beberapa masalah yang berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan. Hal ini menunjukkan bahwa pandangan yang menganggap tahapan pelaksanaan dari suatu proses manajemen, termasuk kegiatan yang rumit dan banyak menghadapi tantangan. Dari hasil penelitian tersebut, teridentifikasi/ditemukan masalah-masalah dalam pelaksanaan (implementasi) kebijakan. Dan sekian banyak masalah, yang sering dijumpai adalah sebagai berikut. a. Jangka waktu pelaksanaan, sering terjadi lebih lama dari yang direncanakan, sebagai akibat dari banyaknya masalah
166
baru yang tidak sebelumnya.
diantisipasi
dan
sulit
diprediksi
b. Bersamaan dengan melencengnya jangka waktu pelaksanaan, koordinasi pun tidak berjalan dengan efektif. Salah satu penyebabnya adalah karena banyak karyawan tidak memiliki keterampilan yang memadai untuk menjalankan kewajibannya. c. Pada saat melakukan analisis lingkungan dengan metode SWOT, banyak faktor-faktor eksternal yang membicarakan. Tetapi dalam pelaksanaan kebijakan banyak melupakan faktor-faktor eksternal tersebut, bahkan sama sekali tidak terkontrol. Akibatnya, aktivitas organisasi kadang-kadang terpengarugi oleh faktor eksternal yang tak terkendali itu, sehingga hasil yang diperoleh tidak sepadan dengan apa yang diharapkan. d. Kualitas kepemimpinan yang rendah, sehingga pengarahan yang diberikan kepada bawahannya kurang tepat dan menjadi penyebab adanya rintangan dalam pelaksanaan kebijakan. Keadaan demikian diperparah dengan kurangnya pembinaan dan pengarahan kepada eselon bawah, ditambah lagi dengan pelatihan pegawai yang terabaikan. Padahal, dalam konsep manajemen stratejik pelatihan merupakan sarat mutlak pendukung lancarnya pelaksanaan kebijakan. Tidak terlaksananya program pelatihan karyawan menjadi penyebab lemahnya posisi karyawan, karena interpretasi terhadap tugas yang diembannya sangat rendah. e. Ketersediaan sumber daya yang tidak memadai, merupakan masalah tersendiri dan ikut andil dalam menghambat lancarnya pelaksanaan kebijakan. Sumber daya tersebut mencakup manusia, uang, dan material sering tidak tersedia pada saat dibutuhkan. Bisa jadi, material yang diterima oleh unit kerja tidak sesuai dengan kebutuhan baik dari segi 167
jumlah maupun spesifikasinya, atau mungkin terlambat datang, bahkan memang tidak memadai. Penyebab lain, dapat juga terjadi karena ada unit kerja lain yang lebih diprioritaskan, sehingga mengurangi jatah unit kerja yang kurang mendapat perhatian. f. Masalah lain yang sering dijumpai adalah penyesuaian prilaku karyawan dengan situasi dan struktur baru yang sangat lambat. Lambannya penyesuaian karyawan dengan situasi baru tersebut, dipengaruhi banyak fahtor. Hal itu bukan hanya disebabkan oleh hal-hal yang bersifat teknis, melainkan ada faktor-faktor internal individu yang kurang siap menghadapi perubahan struktur dan situasi baru, mungkin juga karena tidak senang menerima tugas baru. Kondisi demikian, akan banyak membuang waktu dan merugikan organisasi, apalagi jika tidak segera diantisipasi. g. Kurangnya informasi, terutama berkenaan dengan faktorfaktor yang berkaitan dengan situasi baru. Dalam hal ini, karyawan akan menghadapi situasi yang membingungkan karena belum terbiasa melaksanakan tugas yang baru. Dengan kata lain, tugas yang telah dibebankan kepadanya belum menjadi tugas rutin sehari-hari. h. Sebagai akibat lanjutan dari kurangnya informasi berkaitan dengan strategi baru yang diterapkan organisasi, Produk yang dihasilkan tidak sesuai dengan spesifikasi yang dikehendaki oleh konsumen. Ini yang disebut tidak terpenuhinya validitas teknikal. g. Hal lain yang menjadi masalah dalam pelaksanaan kebijakan baru adalah sering dijumpai adanya tujuan yang bertentangan, di antara unit kerja. Menghadapi masalah seperti ini, manajer perlu waktu lama untuk menyelesaikannya.
168
4.11 Menanggulangi Masalah Pelaksanaan Masalah yang akan dijumpai dalam implementasi bermacam-macam, untuk mengatasinya diperlukan kiat tersendiri. Permasalahan seperti yang diuraikan di atas tidak hanya terjadi di lingkungan organisasi publik dan non-profit, melainkan dalam organisasi profit pun sering terjadi. Namun demikian, semua itu dapat diatasi apabila seorang CEO mau mempertaruhkan reputasinya dengan kepemimpinannya yang handal. Dengan demikian, kunci utama dalam menanggulangi permasalahan tersebut terletak pada kepemimpinan, dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Komitment seorang pimpinan terhadap apa yang telah ditetapkannya pada saat menyusun rencana. Keputusan yang telah diambil dengan susah payah, perlu ditindaklanjuti dengan aktivitas kepemimpinan yang utuh dan terus-menerus. Komitment tersebut berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut : 1) Penyusunan struktur sesuai dengan sasaran yang dikehendaki, sehingga dapat memberi arah kepada pihak-pihak yang akan menerima tugas dan wewenang dalam rangka pelaksanaan kabijakan. 2) Pendelegasian wewenang, diterapkan sesuai dengan prosedur yang berlaku dengan tidak melampaui batas kewenangan yang dimilikinya. Komitmen terhadap pendelegasian wewenang ini, akan memberikan kesempatan kepada eselon bawah dalam mengatasi masalah yang mungkin timbul selama pelaksanaan kebijakan berlangsung. 3) Pengambilan keputusan bagi kepala unit kerja, juga merupakan cara yang baik untuk dikondisikan agar 169
mampu mengatasi masalah-masalah yang timbul di unit kerjanya. 4) Perhatian pada kultur organisasi, akan memberikan sumbangan berharga terutama berkaitan dengan iklim yang berlaku di lingkungan organisasi. Dengan memperhatikan hal ini, masalah-masalah kecil yang berkaitan dengan prilaku karyawan, prilaku organisasi, keseimbangan antara kebutuhan individu dengan kebutuhan organisasi akan terdeteksi. Sehingga apabila ada hal-hal yang memerlukan penanganan dapat segara dilakukan. b. Menurut Alexander, ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah pelaksanaan kebijakan, yaitu : 1) Menciptakan iklim komunikasi yang memadai, yaitu berkomunikasi dengan baik melalui berbagai jalur, baik vertikal, horizontal, maupun diagonal. Tetapi yang paling diutamakan adalah komunikasi dua arah yang harmonis. Hal penting yang perlu diperhatikan di dalam berkomunikasi adalah kejelasan dari setiap informasi yang disampaikan kepada pihak penerima, bawahan, dan atasan sesuai dengan jalur komunikasi yang digunakan. Pesan yang sangat penting dalam berkomunikasi antara lain berkaitan dengan pertanyaan: “Apa yang harus dilakukan?” dan “Bagaimana melakukannya?” 2) Cara kedua saran ditujukan kepada para pejabat di eselon atas. Dalam bekerja, mulailah dengan ide dan konsep yang baik. Biasanya kebijakan baru belum dapat dipahami sepenuhnva oleh semua jajaran dalam organisasi. Oleh karena itu, manajemen puncak diharapkan dapat menjelaskan ide atau gagasan yang terkandung di dalam kebijakan tersebut sedemikian rupa.
170
Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya salah tafsir yang diberikan oleh esselon bawah. 3) Meminta komitmen dan peran serta secara aktif dari seluruh karyawan, hal ini penting untuk membangun kerja sama. Selain itu, manfaat dari tindakan ini akan tercipta kerja tim yang kompak. Di samping para karyawan telah memahami tugas dan kewajibannya, mereka pun merasa bahwa tidak bekerja sendirian. Manfaat lain dari cara ini, para karyawan akan antusias dalam bekerja serta memperkuat kepercayaan terhadap dirinya. 4) Sebagai imbalan terhadap komitment yang diberikan karyawan, CEO perlu menyediakan dan mengalokasikan sumber daya yang memadai. Baik yang berkaitan dengan dana fasilitas, maupun hal-hal lain yang mendukung terhadap pelaksanaan pekerjaan. 5) Cara lain untuk mengatasi permasalahan dalam pelaksanaan kebijakan adalah membuat rencana pelaksanaan, yang meliputi: siapa melaksanakan apa, bagaimana, dan kapan pekerjaan itu diselesaikan. c. Menurut McManis dalam J. Salusu (2003:434), cara yang dapat dilakukan untuk menanggulangi permasalahan pelaksanaan kebijakan, antara lain dengan melakukan analisa terhadap: 1) Struktur organisasi, 2) Sistem manajemen, 3) Sumber daya manusia, dan 4) Kultur organisasi. Setelah analisis tersebut dilakukan, langkah selanjutnya adalah menyingkirkan semua penghalang atau rintangan, kemudian melakukan restrukturisasi untuk melicinkan jalan ke arah strategi organisasi. Kelemahan dari pendapat 171
McManis ini memerlukan waktu yang cukup lama, jadi dalam waktu dekat hasilnya tidak akan tampak. d. Carnall (1991), mengemukakan pandangannya tentang cara-cara untuk menanggulangi berbagai permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan kebijakan. Yang pertama, Carnall menyarankan agar orang-orang dalam organisasi dimotivasi untuk belajar menerima perubahan. Selain itu, perlu juga belajar menerima dan menghargai inovasi di dalam organisasi. Memang diakui, bahwa untuk menerima perubahan tidak selamanya perlu belajar terlebih dahulu. Tetapi biasaya akan melewati perjuangan berat, terutama apabila di dalam organisasi terdapat kelompok oposisi yang cukup kuat. Kedua, Carnall memberikan saran, yaitu dengan mengendalikan masa transisi secara efektif, hatihati, penuh perhitungan, penuh kesabaran, dan selalu kerja keras. Dengan cara ini, baik langsung maupun tidak langsung akan mengajak orang-orang untuk belajar menerima perubahan yang akan tercipta dengan sendirinya. Dengan demikian, apabila perubahan dapat dikelola dengan baik dan efektif, akan terhindar dan kekhawatiran dan keragu-raguan. Ketiga, sebagai manfaat dari pengendalian masa transisi yang baik dan efektif, ditambah dengan memanfaatkan kultur organisasi secara profesional dan memanfaatkan kekuasaan secara konstruktif, akan mampu menciptakan lingkungan dan suasana yang memungkinkan munculnya kreativitas, kepercayaan pada diri masingmasing, dan muncul keberanian untuk mengambil risiko, bahkan mampu menampilkan kinerja yang terbaik. 4.12 Sistem Pelaksanaan (Implementasi) Berbagai masalah akan selalu ditemui dalam proses pelaksanaan (implementasi), hal itu wajar karena memang yang dilaksanakan adalah kebijakan baru. Di samping itu, pelaksanaan kebijakan melibatkan banyak pihak dengan 172
karakteristik yang berbeda. Higgins dalam J. Salusu (2003: 434), menawarkan sistem implementasi untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi. Sistem pelaksanaan yang ditawarkan oleh Higgins berupa proses integral dari tiga komponen kegiatan utama, yaitu perencanaan integral dan sistem pengendalian; kepemimpinan, motivasi, dan sistem komunikasi, serta manajemen sumber daya manusia dan kultur organisasi. a) Perencanaan Integral dan Sistem pengendalian Yang dimaksud dengan perencanaan integral dan sistem pengendalian ini meliputi hal-hal sebagai berikut: 1) Pemahaman terhadap strategi induk, 2) Merumuskan rencana yang diangkat dari rencana induk, 3) Sasaran-sasaran yang ingin dicapai dijabarkan secara rinci, dan 4) Dibuat perencanaan operasional
antara
dan
perencanaan
Adapun yang dikmaksud dengan perencanaan antara adalah rencana yang menghubungkan sasaran strategi dengan perencanaan operasional. Perencanaan jenis ini, disebut juga program yang meliputi ruang lingkup yang luas, waktu yang memadai, bersifat komprehensif, serta memiliki rincian secara detail. Jadi tugas program tersebut adalah menjabarkan kebijakan ke dalam tugas operasional. Sedangkan perencanaan operasional biasanya berlaku untuk jangka waktu setahun. Namun demikian, dapat juga dalam kurun waktu tertentu, karena kondisi organisasi berbeda-beda. Di dalam perencanaan operasional terdapat penjabaran dari perencanaan antara, 173
menjadi suatu perencanaan yang lebih pasti, yaitu kegiatan-kegiatan dan sasaran-sasaran yang hendak dicapai. Perencanaan ini biasa disebut juga prosedur, peranan, ada juga yang menyebut uraian tugas. Dalam perencanaan inilah substansi sebuah kebijakan. Sedangkan anggaran, yang dianggap sebagai kunci keberhasilan pelaksanaan kebijakan, biasa disebut rencana operasional keuangan atau rencana pembiayaan. Kunci keberhasilan perencanaan operasional adalah anggaran, atau rencana pembiayaan. 5) Melalui anggaran dapat diprediksi, apakah rencana operasional mampu mencapai sasaran yang dikehendaki oleh strategi atau tidak. Karena di dalam anggaran terdapat penjabaran rencana operasional ke dalam komitment rupiah, yang seringkali mendapat sorotan utama dari berbagai pihak. b) Kepemimpinan Motivasi, dan Sistem Komunikasi Seperti yang sering diungkapkan bahwa kepemimpinan kunci utama dari keberhasilan pelaksanaan kebijakan dalam organisasi. Bahkan semua unsur dari organisasi yang terbaik pun, tanpa kehadiran manusia dengan kepemimpinannya tidak akan berarti apa-apa. Berkenaan dengan saran dari Higgins, untuk mengatasi berbagai masalah dalam pelaksanaan kebijakan, ada hal-hal yang perlu diperhatikan, antara lain: 1) Para pemimpin dari eselon tingkat atas, perlu terusmenerus mendorong para pegawai agar termotivasi apabila ingin sukses. 2) Gaya kepemimpinan yang digunakan menjadi pendorong sentral dalam menggerakkan karyawan menuju kesuksesan, dan pada akhirnya akan berpengaruh positif terhadap lancarnya pelaksanaan suatu kebijakan. 174
3) Sistem komunikasi memegang peranan penting dalam koordinasi. Dengan komunikasi yang baik, semua tugas dapat dijelaskan secara akurat dan dapat menghindari salah tafsir. c) Manajemen Sumber Daya Manusia dan Kultur Organisasi Dalam suatu organisasi, menangani masalah-masalah sumber daya manusia ini secara khusus ditangani oleh manajer personalia. Fungsi utama dari manajemen personalia (SDM) adalah sebagai berikut : 1) Menempatkan karyawan yang sekaligus sebagai perencanaan personil, perekrutan karyawan yang sekaligus sebagai perencana personil, perekrutan, penyaringan, pelatihan, dan organisasi. 2) Mengelola karyawan yang sudah bekerja, dalam arti sudah menjadi bagian dari organisasi. Pengelolaan tersebut meliputi pelatihan dan pengembangan, kompensasi dan motivasi, jaminan kesehatan dan keselamatan kerja, evaluasi dan pengendalian, perbaikan produktivitas, dan perbaikan komunikasi organisasi. Sistem pelaksanaan (implementasi) hasil pemikiran Higgins ini diakui oleh para ahli dan banyak digunakan oleh para praktisi organisasi, tetapi penerapannya setelah dilakukan penyesuaian-penyesuaian. Dalam hal ini, kepentingan dan keinginan politik dari para CEO memegang peranan penting. 4.13 Birokrasi dan Pelaksanaan (Implementasi) Menurut Marrin Albrow (1996:33), Max Weber adalah salah seorang ahli ilmu sosial yang senantiasa menghindari penggunaan kata-kata birokrasi dalam pembahasan argumentasinya. Tetapi ia sangat ahli dalam merumuskan 175
konsep-konsep berbau birokrasi, misalnya dalam mengemukakan ciri-ciri organisasi yang di dalamnya terdapat birokrasi. Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut; a. Para anggota staf secara pribadi bebas, hanya menjalankan tugas-tugas interpersonal jabatan mereka. b. Ada hierarki jabatan yang jelas. c. Fungsi-fungsi jabatan ditentukan secara tegas. d. Para pejabat diangkat berdasarkan suatu kontrak. e. Mereka dipilih berdasarkan kualifikasi profesional, idealnya didasarkan suatu diploma (ijazah) yang diperoleh melalui ujian. f. Mereka memiliki gaji dan biasanya ada juga hak-hak pensiun. Gaji berjenjang menurut kedudukan dalam hierarki. Pejabat dapat selalu menempati posnya, dan dalam keadaan-keadaan tertentu ia juga dapat diberhentikan. g. Pos jabatan adalah lapangan kerjanya sendiri atau lapangan kerja pokoknya. h. Terdapat suatu struktur karir, dan promosi dimungkinkan berdasarkan senioritas maupun keahlian (merit) dan rnenurut pertimbangan keunggulan (superior). i. Pejabat mungkin tidak sesuai baik posnya maupun dengan sumber-sumber yang tersedia di pos tersebut. j. Ia tunduk pada sistem disipliner dan kontrol yang seragam. Berdasarkan kutipan di atas, seseorang yang menjadi bagian dari organisasi akan dihadapkan kepada situasi dan kondisi seperti itu, dalam arti tidak bisa lepas dari birokrasi. Apalagi dalam organisasi yang berskala besar, birokrasi sulit untuk dihindari, sehingga pelaksanaan kebijakan pun akan terkait erat dengan birokrasi ini. Berikut ini penulis 176
kemukakan beberapa hal berkenaan dengan pelaksanaan kebijakan dan birokrasi. a. Beberapa Pandangan tentang Birokrasi 1) Pelaksanaan sebuah kebijakan publik akan bertumpu pada birokrasi. 2) Seseorang akan sulit untuk menghindari birokrasi, karena birokrasi menjalar di seluruh negeri, mulai dari tingkat pusat sampai ke desa-desa. 3) Urusan apa pun yang berkaitan dengan organisasi akan melibatkan birokrasi. b. Skup dan Rangkaian Birokrasi 1) Jumlah aktor dalam implementasi kebijakan bergantung kepada ruang lingkup organisasi. Untuk organisasi tingkat nasional memiliki aktor sampai ribuan orang, tetapi untuk organisasi kecil seperti di pemerintahan kabupaten tidak akan begitu banyak. Contoh birokrasi dan implementasi dalam skup nasional, untuk merealisasikan pemilu, sedikitnya terdapat lima kelompok aktor besar yang akan terlibat, yaitu: (a) Pejabat eksekutif dan seruruh stafnya, masingmasing pada tingkat pusat, provinsi, dan daerah kabupaten/kota. (b) Lembaga-lembaga tinggi negara, seluruh pejabat dan karyawannya, badan-badan legislatif seluruh pelabat dan karyawannya, masing-masing pada tingkat pusat, dan daerah provinsi, kabupaten/kota. (c) Para birokrat di berbagai departemen dan lembagalembaga negara lainnya beserta seluruh pegawai negeri, daerah, dan honorer, masing-masing di tingkat pusat, daerah provinsi dan kabupaten/kota. 177
(d) Organisasi bisnis non profit, organisasi masyarakat, organisasi politik, LSM dan sebagainya. (e) Organisasi dan badan-badan kehakiman, baik di tingkat pusat maupun daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota. 2) Di antara semua aktor, kelompok birokratlah yang paling dominan perananya dalam implementasi sebuah kebijakan.
178
BAB V PENGAWASAN & EVALUASI KEBIJAKAN 5.1 Pengawasan Pengawasan (controlling) merupakan salah satu fungsi organisasi setelah perencanaan, pengorganisasian, dan pelaksanaan. Menurut Mc Farland “Control is the process by which an executive gets the performance of his subordinates to correspond as closely as posible to chosen plans, orders. objektives, or policies” (Pengawasan ialah suatu proses di mana pimpinan ingin mengetahui apakah hasil pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh bawahannya sesuai dengan rencana, perintah, tujuan, atau kebijakan yang telah ditentukan). Berdasarkan pengertian di atas, pengawasan harus berpedoman kepada rencana (planning) yang telah ditetapkan; perintah (order) terhadap pelaksanaan pekerjaan (performance), tujuan, dan kebijakan yang telah ditentukan sebelumnya. Berdasarkan fungsi-fungsi manajernen yang dikemukakan oleh George Terry pengawasan (controlling), ialah proses penentuan apa yang harus diselesaikan, yaitu: pelaksanaan, penilaian pelaksanaan, apabila perlu melakukan tindakan korektif agar pelaksanaannya tetap sesuai dengan rencana. Sedangkan yang dimaksud dengan pengawasan (controlling) berdasarkan pendapat John. F. Mee ialah proses pemikiran yang matang untuk dilakukan di masa yang akan datang dengan menentukan kegiatan-kegiatannya. Nana Syaodih (2003:47), mengemukakan pendapatnya bahwa yang dimaksud dengan controlling adalah pengendalian. Pengendalian merupakan kegiatan menilai dan memberikan perbaikan-perbaikan terhadap kinerja bawahan untuk menjamin bahwa kegiatan tersebut terlaksana sesuai 179
dengan rencana. Selanjutnya Nana Syaodih mengutip pendapat beberapa ahli, tentang pengertian controlling (pengendalian), antara lain : Schermerhon (1996), merumuskan pengendalian atau controlling “as a prosess of monitoring performance and taking action to ensure desired result”. Pada intinya menyatakan bahwa sasaran pengendalian adalah agar tercapai hasil yang diharapkan, dan pencapaian hasil ini dilakukan melalui monitoring dan kegiatan-kegialan perbaikan. Pandangan Kocntz tentang controlling intinya sama dengan ahli yang lain, tetapi ada beberapa yang mendapat penegasan, bahwa ada dua macam pengendalian, yakni penilaian/pengukuran dan perbaikan. Yang dinilai dan diperbaiki bukan hanya sasarannya saja, melainkan termasuk rencana dan pelaksanaannya. Pengendalian merupakan konsep yang luas, sehingga berlaku bagi manusia, situasi, benda, dan organisasi. Dalam organisasi, pengendalian meliputi berbagai proses manajemen untuk mengarahkan orang, benda atau barang, waktu, biaya, dan sumber daya lainnya guna mencapai sasaran dari organisasi. Masih menurut Nana Syaodih, terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk melakukan pengendalian, yaitu : Pertama, pengendalian umpan maju (feedforword controls), yang dilakukan sebelum pekerjaan dimulai, untuk mengantisipasi kemungkinan masalah yang akan muncul serta melakukan tindakan-tindakan pencegahan. Kepada para pelaksana sudah diberitahukan pedoman, petunjuk, dan arahan tentang bagaimana melaksanakan sesuatu kegiatan serta antisipasi kemungkinan adanya hambatan, kesulitan, dan caracara penanggulangannya. Kadua, pengendalian konkuren (concurrent controls) yaitu memusatkan proses pengendalian pada kegiatan yang 180
sedang berjalan atau proses pelaksanaan suatu pekerjaan. Cara ini disebut juga steering controls, yaitu memonitor pekerjaan atau kegiatan yang sedang berjalan untuk meyakinkan bahwa semua kegiatan, proses dan prosedur telah berjalan dengan baik, sesuai dengan ketentuan yang direncanakan. Ketiga, pengendalian umpan balik (feedback controls), yang disebut juga postaction controls, yaitu pengukuran dan perbaikan yang dilakukan setelah satu atau semua pekerjaan dilakukan perbaikan menyeluruh seringkali dilakukan melalui pengendalian umpan balik. Controlling yang efektif memiliki ciri-ciri tersendiri, sebagaimana dikemukakan Stonner yang dikutip Ungson dan Mowday (1985). Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut: 1. Teliti (accurate), dalam arti bahwa informasi yang dihasilkan suatu sistem pengendalian harus benar. 2. Berkala (tomely), informasi harus dapat diperoleh secara berkala, sehingga usaha perbaikan dapat diberikan secara berkala pula. 3. Obyektif dan komprehensif (objektive and comprehensible), sistem pengendalian harus dapat dipahami oleh semua orang yang terlibat di dalam sistem ini. 4. Terfokus pada titik pengendalian yang strategis (focused on strategic control point), sistem pengendalian harus difokuskan kepada titik-titik di mana penyimpangan dari standar dapat segera diketahui. 5. Realistik (economically and aoranizationally realistic), dalam arti bahwa sistem pengendalian mudah dilakukan dengan biaya yang rendah.
181
6. Fleksibel (fleksible), sistem pengendalian harus lentur bila menghadapi hal-hal yang tidak biasa atau menghadapi peristiwa yang tidak diharapkan. 7. Deskriptif dan operasional (Descriptive and operational), apabila standar performansi tidak ditemukan maka sistem pengendalian akan menunjukkan tindakan apa yang harus dilakukan. 8. Diterirna oleh semua anggota (accountable on organizational members), sistem pengendalian harus dapat diterima oleh seluruh staf dalam organisasi. Selain itu, berikut ini penulis kemukakan pendapat lain dalam hal memahami controling sebagai salah satu fungsi manajemen. Menurut Mary Parker dalam Taliziduhu Ndraha (2003: 197), control berarti “to exercise restraint or direction over, dominate, of economics”. Kontrol merupakan suatu proses yang berlangsung di bawah empat prinsip kontrol yang juga sebagai prinsip organisasi. Keempat prinsip tersebut adalah (1) koordinasi sebagai hubungan timbal balik semua faktor di dalam suatu situasi, (2) Koordinasi dengan kontak langsung antar manusia yang berkepentingan, (3) koordinasi pada tahap awal setiap kegiatan, dan (4) koordinasi sebagai sebuah proses yang berjalan terus-menerus. Dengan demikian antara pengawasan dengan koordinasi terdapat kaitan yang sangat erat. Berbeda dengan Harold Koonz yang menyatakan bahwa pengawasan merupakan sistem sibernetik (cybernetics control) dan sistem masukan-balik (feed back). Dengan pengertian bahwa setiap sistem mempunyai naluri untuk hidup dan mengontrol dirinya sendiri melalui sistem komunikasi yang mentransfer informasi masukan-balik agar bahaya dapat diketahui dan langkah perlindungan atau perbaikan dapat 182
segera diambil. Inilah yang dimaksud dengan cybernetics control. Kemudian, Taliziduhu Ndraha (2003: 197-209) menjelaskan lebih lanjut bahwa kontrol dapat dilakukan sebelum, sepanjang, dan sesudah suatu kegiatan dilaksanakan. Untuk ketiga jenis kontrol tersebut, para ahli menggunakan istilah yang berbeda. James H. Donnelly dkk, menggunakan istilah preliminary control, concurent, dan feed back control. James F.A. Stoner dan Charles Wankel menggunakan istilah pre-action control, steering control, dan past-action control. Ada perbedaann pendapat di antara para ahli, bahwa istilah controlling dalam manajemen pengertiannya disamakan dengan pengawasan (Handayaningrat, 1996). Sedangkan yang lain memberikan penjelasan bahwa kontrol (controlling) dapat dilakukan dalam beberapa macam metode, salah satu di antaranya adalah pengawasan. (Ndraha, 2003). Riant Nugroho pendapatnya senada dengan Handayaningrat, bahwa controlling berarti pengawasan, dan salah satu mekanisme pengawasan adalah evaluasi. Pembahasan lebih rinci tentang evaluasi sebagaimana yang dimaksudkan akan dikemukakan pada pembahasan selanjutnya. Lain halnya dengan pendapat Karhi Nisjar (1997: 154), ia tidak membedakan penggunaan istilah pengawasan, evaluasi, tes, pengujian, dan monitoring, mungkin karena ruang lingkupnya hanya berkaitan dengan manajemen stratejik di bidang usaha. Dia hanya menjelaskan bahwa sebuah strategi yang dilaksanakan perlu dimonitor untuk mengetahui sampai di mana sasaran-sasaran dapat dicapai. Tes pertama yang dilakukan bersifat substansi dari suatu strategi hanya dilakukan setelah strategi itu dilaksanakan. Para manager perlu menerapkan metode-metode monitoring dan pengawasan untuk memperoleh kepastian 183
bahwa rencana dijalankan oleh para pegawai. Pengujian terakhir suatu strategi adalah kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah digariskan, yakni sasaran tahunan, sasaran jangka panjang, dan misi yang ditetapkan. Dalam Ilmu Pemerintahan Baru (Ndraha, 2003), kontrol dilakukan dalam berbagai bentuk atau teknik. Terdapat beberapa macam metode atau teknik kontrol yang dapat digunakan, yaitu pengendalian, pengawasan, pemantauan, evaluasi, supervisi, audit, appraisal, dan perhitungan (accounting). Dengan demikian istilah pengawasan dan evaluasi menurut Ndraha, bukan padanan kata dari controlling melainkan merupakan salah satu dari metode kontrol. Penggunaan metode-metode kontrol dalam ilmu pemerintahan terkait erat dengan banyaknya sasaran, yakni sasaran yang berkaitan dengan uang, kinerja SDM organisasional (performance appraisal), dan program (networking). Dalam pelaksanaannya kontrol memerlukan berbagai standar (tolak ukur), bandingan, dan instrumen yang berfungsi sebagai alat untuk meneliti, mencatat, menganalisis, dan mentransfer data. Dalam konteks ini, ada beberapa istilah teknik kontrol yang perlu dikemukakan agar terlihat perbedaannya, karena dalam prakteknya kelihatan seperti sama. Teknik-teknik kontrol tersebut adalah pengawasan, pengendalian, pemantauan, dan evaluasi. Pengawasan: selalu bersifat preventif, artinya sebelum segala sesuatu terjadi, bukan setelah segara sesuatu terjadi. Pengawasan dapat diartikan sebagai budaya prometheanistik lawan budaya epimetheanistik. Khusus di Indonesia, pengawasan diartikan sebagai pengawasan yang dilakukan sebelum, sepanjang, dan setelah sesuatu terjadi. Oleh karena itu, dikenal adanya pengawasan preventif dan pengawasan 184
represif atau korektif, sehingga konsep kontrol sering disalingtukarkan dengan konsep pengawasan, (Ndraha, 2003). Ada juga istilah yang pernah populer di Indonesia, bahkan ditetapkan dengan Inpres Nomor 15 tahun 1983 tentang Pengawasan Melekat dalam rangka peningkatan efisiensi nasional dan disiplin nasional. Pengawasan melekat menurut Inpres Nomor 15 tahun 1983, dilakukan bertujuan untuk mendukung kelancaran dan ketepatan pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan, terdiri atas pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan/atasan langsung, baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah dan pengawasan yang dilakukan secara fungsional oleh aparat pengawasan. Dengan ruang ringkup pengawasan yang meliputi kegiatan umum pemerintahan, pelaksanaan rencana pembangunan; penyelenggaraan pengurusan dan pengelolaan keuangan dan kekayaan negara, Kegiatan badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah. Kegiatan aparatur pemerintahan di bidang yang mencakup kelembagaan, kepegawaian, dan ketatalaksanaan. Dengan adanya dua jenis pengawasan, yakni pengawasan yang dilakukan oleh atasan langsung terhadap bawahannya dan pengawasan fungsional (wasnal) yang dilakukan oleh aparat pengawasan. Dalam inpres tersebut terdapat kesan bahwa yang dimaksud dengan wasnal adalah pengawasan yang dilakukan oleh atasan langsung kepada bawahannya. Menurut proposal penataran (waktu itu) bahwa waskat identik dengan pengendalian, pengendalian identik dengan pengawasan plus tindak lanjut. Dalam pelaksanaannya, pengawasan yang dilakukan oleh atasan dapat menjangkau jauh melebihi kewenangannya. Misalnya, seorang pejabat eselon satu dapat mengawasi sampai ke eselon tiga dan empat. Dengan demikian tidak lagi merupakan pengawasan atasan langsung, melainkan pengawasan langsung atasan. 185
Penomena tersebut merupakan salah satu penyebab gagalnya pengawasan melekat di Indonesia, karena seorang pejabat dituntut untuk mengisi setumpuk formulir dan melakukan waskat terhadap berbagai bidang sampai kepada eselon tiga dan empat ke bawah serta dikerjakan sendirian. Di samping itu, pejabat tersebut harus melaksanakan tugas manajerial ke atas ke bawah dan ke samping. Apabila pejabat yang bersangkutan mendelegasikan kewajiban itu kepada staf, berarti akan terjadi span of control, karena wajib juga mengawasi staf yang melakukan pengawasan tersebut, jadi tugasnya akan semakin berat. Keadaan semakin bertambah rumit dan tidak karuan, apalagi bila pejabat yang bersangkutan tidak memiliki pengelahuan tentang bidang pekerjaan yang diawasinya, ditambah dengan kemungkinan terjadinya benturan dengan proses pengawasan yang tidak bersih garagara hambatan moral. Dalam hal ini, pejabat yang lemah menjadi lahan subur bagi pengawasan yang demikian. Oleh karena itu, pengawasan melekat yang pernah populer di Indonesia hasilnya tidak dapat dirasakan secara nyata. Pengendalian, merupakan salah satu dari tujuh fungsi eksekutif, ketujuh fungsi tersebut adalah planning, organizing, staffing, directing, coordinating, reporting, dan budgeting (Luther Gulick, dalam Ndraha, 2003). Pengendalian (directing), adalah “the continuous task of making decisions and embodying them in specific and general order and intructions and serving as the leader of the enterprise”. Jadi, setiap keputusan yang telah ditetapkan di dalamnya berisi kendali sebagai alat untuk mengarahkan organisasi pada tujuan dalam kecepatan dan cara tertentu. Juga berisi prediksi tentang sesuatu yang dapat terjadi di masa yang akan datang. Agar sesuatu yang dikehendaki dapat terjadi di masa yang akan datang, dibutuhkan prasarat berupa kondisi tertentu yang diciptakan atau direkayasa. Karena apabila kondisi 186
tersebut tidak dibuat, prediksi yang terkandung di dalam kebijakan tidak akan terjadi. Setiap rencana yang telah ditetapkan menjadi kebijakan mengandung prediksi-prediksi untuk masa yang akan datang (tujuan dan manfaat). Perubahan sosial yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan tersebut harus segera dikondisikan dan dikendalikan secara terus-menerus sehingga ramalan dapat tercapai dan bermanfaat. Pemantauan, disebut juga monitoring merupakan proses perekaman dari pelaporan fakta, untuk diolah dengan teknikteknik analisis data menjadi informasi yang berguna bagi pelaksanaan kontrol terhadap suatu kebijakan. Pelaksanaan pemantauan ini erat kaitannva dengan metodologi penelitian ilmiah. Untuk memperoleh informasi yang akurat, diperlukan instrumen penelitian yang valid dan reliable, sehingga data yang terekam memperlihatkan ketepatan dan dapat dipercaya. Model dari suatu pemantauan diilustrasikan sebagai berikut: INFORMASI
diolah
DATA
ditafsirkan
direkam
FAKTA
diterapkan
OPINI
(Ndraha, 2003: 201)
Evaluasi: adalah suatu perbandingan antara standar yang ditetapkan dengan fakta dan analisis hasilnya yang ada di lapangan. Terdapat tiga model evaluasi yang dapat dipilih, yakni: 187
a. Model Before-After, yaitu membandingkan antara sebelum dan sesudah sesuatu tindakan, yang menjadi tolak ukurnya adalah kondisi before (sebelum). b. Model das Solen – das Sein, yaitu membandingkan antara yang seharusnya dicapai dengan keadaan yang nyata dicapai, yang menjadi tolak ukurnya adalah das Solen (yang seharusnya). c. Model Kelompok kontrol – Kelompok Tes, yaitu membandingkan antara kelompok kontrol (tanpa perlakuan) dan kelompok tes (yang diberi perlakuan), yang menjadi tolok ukurnva adalah hasil kelompok kontrol. Dengan demikian, menurut Ndraha (2003) antara pengawasan, pengendalian, pemantauan, dan evaluasi memiliki karakteristik masing-masing dan merupakan metode dari kontrol. Berikut ini penulis kemukakan pandangan lain tentang pengawasan yang disarikan dari Handayaningrat (1996), yang berpendapat bahwa controlling adalah pengawasan. Proses pengawasannya itu sendiri digambarkan sebagai berikut: Standar pedoman hasil
PELAKSANAAN PEKERJAAN (PERFORMANCE)
RENCANA (PLANNING)
PENGAWASAN (CONTROL) koreksi
monitoring
Umpan Balik (feedback)
Gambar: 5.2 Proses Pengawasan 188
Pelaksanaan dari pengawasan dimaksudkan untuk mencegah atau untuk memperbaiki kesalahan, penyimpangan, ketidakseriusan, penyelewengan, atau bentuk-bentuk lain yang tidak sejalan dengan tugas dan wewenang yang telah ditentukan sehingga mengarah kepada gagalnya pencapaian tujuan organisasi. Dengan demikian. proses pengawasan sama sekali bukan untuk mencari kesalahan, apalagi kesalahan seseorang, melainkan untuk mencari kebenaran terhadap hasil pekerjaan para pegawai. Berdasarkan maksud dari pengawasan tersebut, maka tujuannya adalah agar hasil pelaksanaan pekerjaan diperoleh secara berdaya guna (efisien) dan berhasilguna (efektif) sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Fungsi-fungsi dari pengawasan adalah sebagai berikut: a. Untuk mempertebal rasa tanggungjawab terhadap pejabat yang diserahi tugas dan wewenang dalam pelaksanaan tugas pekerjaan. b. Mendidik para pejabat agar dapat melaksanakan pekerjaan sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan. c. Untuk mencegah terjadinya penyimpangan kelalaian dan kelemahan agar tidak terjadi kerugian yang tidak diinginkan. d. Untuk memperbaiki kesalahan dan penyelewengan agar pelaksanaan pekerjaan tidak mengalami hambatan dan pemborosan. Dilihat dari jenisnya, pengawasan terdiri atas empat macam, yakni pengawasan dari dalam, pengawasan dari luar, pengawasan preventif, dan pengawasan represif. Berikut penjelasan singkat dari masing-masing jenis tersebut. 189
a. Pengawasan dari Dalam Pengawasan dilakukan oleh aparat pengawasan yang dibentuk oleh organisasi yang bertindak atas nama pimpinan. Aparat ini bertugas untuk mengumpulkan data dan informasi yang berkaitan dengan bidang yang diawasinya untuk dipergunakan oleh pimpinan dalam menilai kemajuan dan kemunduran pelaksanaan pekerjaan. Hasil dari pengawasan dapat juga dipergunakan sebagai bahan penilaian bagi pimpinan dalam menjalankan kebijakan. Implikasinya, dalam hal-hal tertentu pimpinan perlu meninjau kembali kebijakan yang telah ditetapkannya. Di samping itu, berdasarkan hasil pengawasan pimpinan perlu juga melakukan tindakan korektif terhadap bawahannya dalam pelaksanaan pekerjaan. b. Pengawasan dari Luar Pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawasan dari luar organisasi. Adapun yang dimaksud dengan aparat dari luar adalah aparat pengawasan yang bertindak atas nama atasan dari pimpinan organisasi yang bersangkutan. Hal tersebut dapat juga dilakukan apabila atasan meminta pihak lain untuk mengawasi kinerja organisasinya. Misalnya meminta bantuan konsultan, yang ahli di bidangnya, seperti akuntansi swasta, dan sebagainya. c. Pengawasan Preventif Pengawasan yang dilakukan sebelum rencana dilaksanakan. Pengawasan ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kekeliruan atau kesalahan dalam pelaksanaan. Khusus dalam bidang anggaran, pengawasan jenis ini disebut juga pre-audit, pengawasan preventif ini dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: 190
1) Menentukan peraturan-peraturan yang berhubungan dengan sistem prosedur, hubungan, dan tata keria. 2) Membuat pedoman sesuai dengan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan. 3) Menentukan kedudukan, tanggungjawabnya.
tugas,
wewenang,
dan
4) Mengorganisasikan segala macam kegiatan, penempatan pegawai dan pembagian pekerjaannya. 5) Menentukan pemeriksaan.
sistem
koordinasi,
pelaporan,
dan
6) Menetapkan sanksi-sanksi terhadap pejabat yang menyimpang dari peraturan yang telah ditetapkan. d. Pengawasan Represif Pengawasan yang dilakukan setelah adanya pelaksanaan pekerjaan. Pengawasan ini dimaksudkan untuk menjamin kelangsungan pelaksanaan pekerjaan agar hasilnya sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Dalam sistem anggaran, pengawasan seperti ini dinamakan post-audit. Dalam pelaksanaannya dapat menggunakan sistem sebagai berikut: 1) Sistem Komparatif Pengawasan Represif dengan sistem ini menempuh beberapa cara, antara lain (a) Mempelajari laporanlaporan kemajuan dari pelaksanaan pekerjaan, kemudian dibandingkan dengan jadwal rencana pelaksanan pekerjaan; (b) Membandingkan laporan-laporan hasil pekerjaan dengan rencana yang telah diputuskan sebelumnya; (c) Mengananalisa perbedaan-perbedaan tersebut, termasuk faktor lingkungan yang mempengaruhinya; (d) Menilai hasil pelaksanaan 191
pekerjaan, termasuk para penanggungjawabnya; (e) Mengambil keputusan atas usaha perbaikan atau penyempurnaan. 2) Sistem Verifikatif Dalam sistem ini pengawasan represif menempuh caracara sebagai berikut: (a) Menentukan ketentuanketentuan yang berhubungan dengan prosedur pemeriksaan: (b) Pemeriksaan harus dilaporkan secara periodik atau khusus; (c) Mempelajari laporan untuk mengetahui perkembangan dan hasil pelaksanaannya; (d) Menilai hasil pelaksanaan, dan (e) Memutuskan tindakan-tindakan perbaikan atau penyempurnaan. 3) Sistem Insfektif Pengawasan dengan sistem ini dimaksudkan untuk mengecek kebenaran dari suatu laporan yang dibuat oleh para petugas pelaksana. Apabila pengawasan dilakukan di tempat, instruksi-instruksi diberikan dalam rangka perbaikan dan penyempurnaan pekerjaan. Selain itu, inspeksi dilakukan untuk memberikan penjelasanpenjelasan terhadap kebijakan pimpinan yang merupakan kontak pribadi antara pimpinan atau wakil pimpinan dengan para petugas pelaksana di tempat yang bersangkutan, yang diharapkan dapat menimbulkan kesetiakawanan, solidaritas, dan ketinggian moral. Untuk memperoleh hasil yang obyektif, kadang-kadang dalam inspeksi ini diperlukan penggantian jabatan (tour of duty) untuk periode tertentu. Penggantian jabatan ini bertujuan untuk lebih menyegarkan tugas-tugas inspeksi, karena tugas-tugas tersebut selain membosankan juga menjemukan.
192
4) Sistem Investigatif Sistem ini menitikberatkan kepada penyelidikan yang lebih mendalam terhadap sesuatu masalah yang bersifat negatif. Penyelidikan ini berdasarkan suatu laporan yang bersifat hipotesa (anggapan). Laporan tersebut mungkin benar dan mungkin juga salah. Oleh karena itu diperlukan penelitian yang lebih mendalam agar dapat mengungkapkan hipotesa tersebut. Maka untuk memperoleh jawaban yang mendekati kebenaran, diperlukan proses pengumpulan data, kemudian data yang berhasil dikumpulkan diolah atau dianalisa, dan selanjutnya melakukan penilaian terhadap data-data tersebut (interpretasi data). Berdasarkan hasil penelitian tersebut kemudian diambil keputusan-keputusan untuk dijadikan acuan dalam menindaklanjuti permasalahan yang dihadapi. Pengawasan dalam manajemen dapat menggunakan metode-metode tertentu sesuai dengan kebutuhan, disesuaikan dengan sifat dan lingkup bidang-bidang yang diawasi. Metodemetode tersebut antara lain pengawasan langsung, pengawasan tidak langsung, pengawasan formal, pengawasan informal, pengawasan administratif, dan pengawasan teknis. a) Pengawasan langsung Metode pengawasan langsung digunakan apabila aparat pengawasan organisasi melakukan pemeriksaan langsung pada tempat pelaksanaan pekerjaan, baik dengan sistem inspektif, verifikatif, maupun dengan sistem investigatif. Penggunaan metode ini dimaksudkan agar dapat segera mengambil tindakan perbaikan dan penyempurnaan terhadap pelaksanaan pekerjaan. Metode pengawasan langsung yang dilakukan oleh seorang atasannya disebut juga built in control. 193
b) Pengawasan tidak langsung Metode pengawasan tidak langsung digunakan apabila aparat pengawasan organisasi melakukan pemeriksaan pelaksanaan pekerjaan hanya melalui laporan-laporan yang diterima (laporan tertulis). Bentuk laporan tersebut bermacam-macam, misalnya dalam bentuk deskripsi, angka-angka statistik, tabel-tabel, grafik-grafik, dan bentukbentuk lain yang lazim digunakan. Yang terpenting dalam laporan tersebut tergambar situasi dan kondisi pekerjaan berkaitan dengan pelaksanaannya, sesuai dengan anggaran biaya yang telah direncanakan sebelumnya. Penggunaan metode pengawasan tidak langsung memiliki kelemahan, yakni tidak dapat mengetahui kesalahan-kesalahan pelaksanaan pekerjaan dengan segera, karena data yang disajikan dalam laporan harus dianalisa dan ditafsirkan terlebih dahulu. Sehingga akan menimbulkan kerugian tersendiri sebagai akibat dari lambatnya pengambilan keputusan. c. Pengawasan formal Metode formal adalah metode pengawasan yang dilakukan secara formal oleh unit atau aparat pengawasan yang bertindak atas nama pimpinan organisasi, atau atasan daripada pimpinan organisasi itu. Biasanya, pengawasan dengan metode ini telah ditentukan terlebih dahulu prosedur, hubungan, dan tata kerjanya. Misalnya berkaitan dengan periode waktu pemeriksaan, periode waktu pertanggungjawaban, dan periode waktu pelaporan. Dalam hal ini, aparat pengawasan harus memberikan laporan secara periodik tentang perkembangan dari hasil pekerjaannya kepada pimpinan. Selain itu, laporan-laporan yang disampaikan disertai dengan saran-saran perbaikan atau penyempurnaan. Laporan tersebut bertujuan agar 194
pimpinan dapat mengikuti perkembangan segala sesuatu yang terjadi di dalam organisasi yang dipimpinnya. d. Pengawasan informal Metode ini digunakan apabila pengawasan tidak dilakukan secara formal, atau tidak melalui prosedur yang telah ditentukan. Pengawasan dengan metode ini biasanya dilakukan oleh pejabat pimpinan melalui kunjungan yang tidak resmi atau secara pribadi. Keuntungan dari penggunaan metode ini, pelaksanaan pengawasan tidak terkesan kaku dalam menjalin hubungan antara atasan dengan bawahan, sehingga akan tercipta komunikasi yang lancar. Dengan lancarnya komunikasi, maka tujuan dari pengawasan akan tercapai sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya. Dengan kata lain, bahwa seorang pimpinan akan memperoleh informasi dari bawahan sekaligus dapat menampung saran, kritik, harapannya demi perbaikan dan penyempurnaan pekerjaan. Pada umumnya, masalah-masalah yang dihadapi oleh bawahan tidak seluruhnya dapat diatasi sendiri oleh yang bersangkutan, sehingga memerlukan saran dari pimpinan untuk memberikan jalan pemecahannya. Sebaliknya, bawahan akan merasa bangga apabila diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya secara langsung kepada pimpinan. Jadi, kebaikan dari metode ini akan melekatkan atasan dengan bawahan berdasarkan kemanusiaan (pribadi) yang bersifat informal. Dengan menggunakan metode ini, diharapkan dapat meningkatkan pelaksanaan pekerjaan dengan sebaik-baiknya. e. Pengawasan administratif Pengawasan administratif ini ruang lingkupnya tertentu, yakni berkaitan dengan bidang keuangan, kepegawaian, dan material. 195
1) Bidang keuangan Pengawasan bidang keuangan akan diarahkan kepada pos-pos anggaran atau rencana anggaran, serta pelaksanaan anggaran yang meliputi pengurusan administratif dan pengurusan bendaharawan. Pada intinya, pengawasan ini diarahkan kepada prosedur penerimaan dan pengeluaran uang. Dalam proses penerimaan, berkaitan dengan surat keputusan organisasi sesuai dengan pos-pos anggaran. Sedangkan proses pengeluaran akan berhubungan dengan syarat-syarat yang diperlukan dalam pembayaran disertai dengan bukti-bukti pengeluaran dan hasil pembayarannya. 2) Bidang Kepegawaian Pengawasan terhadap bidang kepegawaian berkenaan dengan administrasi kepegawaian, yaitu (a) Perihal kebenaran prosedur penerimaan, misalnya mengenai umur, pendidikan, keahlian, pengalaman, bakat, dan yang lainnya; (b) Syarat-syarat pengangkatan dan penempatan pegawai, (c) Uraian pekerjaan, kerajinan, ketekunan, kedisiplinan, pengembangan karir, penilaian prestasi kerja, kesejahteraan, dan jaminan hari tua seperti asuransi, pensiun, perumahan, dan sebagainya. Pengawasan kepegawaian ini di samping diarahkan kepada kewajiban-kewaliban yang harus dilaksanakan oleh pegawai, juga diarahkan kepada hak-hak pegawai yang harus dipenuhi, seperti gaji, kenaikan pangkat, dan fasilitas-fasilitas lainnya. 3) Bidang Material Pengawasan material digunakan untuk mengetahui apakah barang-barang yang disediakan atau dibeli, 196
pengadaannya telah sesuai dengan rencana atau tidak. Dengan demikian, pengawasan lebih dititikberatkan kepada proses pengadaan, misalnya menyangkut prosedur pengadaan, harga, kuantitas dan kualitas, penyimpanan, pengangkutan, dan pemeliharaannya. Berkaitan dengan hal tersebut, pengawasan akan melihat juga tentang bukti pembayaran dan penerimaan barang, jenis-jenis barang, merek pabrik, tipe barang, tahun pembuatan, dan perusahaan yang menjual. Sebagai penunjang dari pengawasan material ini, diperlukan juga adanya standar barang yang telah ditentukan. f. Pengawasan teknis Yang dimaksud dengan pengawasan teknis adalah pengawasan terhadap hal-hal yang bersifat fisik, seperti pemeriksaan terhadap pelaksaaan pembangunan gedung, pembuatan dan pemeliharaan jalan dan jembatan, pembuatan kapal, penanaman padi, kesehatan rakyat di pedesaan, dan sebagainya. Sasaran dari pengawasan ini meliputi dua jenis, yakni kualitatif (mutu) dan kuantitatif (jumlah atau volume), dan biaya yang diperlukan bagi setiap pekerjaan. Dalam pelaksanaannya, pengawasan teknis ini dilakukan dengan ukuran-ukuran atau standar yang berlaku di organisasi yang bersangkutan, seperti standar harga, standar kualitas, standar kuantitas, dan sebagainva. Pengawasan ini biasanya disertai oleh seorang ahli di bidang tersebut, agar dapat melakukan penilaian secara akurat dan obyektif. Pelaksanaanya pengawasan dilakukan dengan pemeriksaan di tempat (on the spot), dengan maksud agar secara jelas dapat diketahui, apakah hasil pelaksanaannya sesuai dengan standar yang telah ditentukan atau tidak.
197
Dilihat dari prinsipnya, terdapat beberapa prinsip pengawasan yang perlu dikemukakan di sini. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut: 1. Pengawasan yang dilakukan kepada tujuan organisasi.
harus
berorientasi
2. Pengawasan harus obyektif, jujur, serta mendahulukan kepentingan umum daripada kepentingan golongan atau pribadi. 3. Pengawasan harus berorientasi kepada kebenaran menurut peraturan atau undang-undang yang berlaku, juga berorientasi kepada kebenaran prosedur yang telah ditetapkan, dan berorientasi kepada tujuan atau manfaat dalam pelaksanaan pekerjaan. 4. Pengawasan yang dilakukan harus menjamin daya guna dan hasil guna pekerjaan. 5. Pengawasan harus dilakukan berdasarkan standar yang obyektif, akurat, dan tepat. 6. Pengawasan harus bersifat terus menerus atau berkesinambungan. 7. Hasil dari pengawasan harus mampu memberikan umpan balik terhadap upaya perbaikan atau penyempurnaan dalam pelaksanaan, perencanaan, dan kebijakan selanjutnya (yang akan datang). Dengan dipenuhinya prinsip-prinsip pengawasan tersebut, proses pengawasan yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat sesuai dengan fungsinya. Terutama dapat memberikan dampak positif terhadap peningkatan kualitas pelaksanaan pekerjaan secara keseluruhan dan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap pencapaian tujuan organisasi secara umum. Kemudian, untuk memperoleh pengawasan 198
yang bermanfaat, perlu juga memperhatikan syarat-syarat pengawasan secara umum dan cara-cara yang baik untuk dilakukan. Syarat-syarat umum dari pengawasan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Menentukan standar pengawasan yang baik dan realistis sehingga dapat dilaksanakan. 2. Menghindarkan tekanan, paksaan, atau cara-cara lain yang dapat menyebabkan adanya penyimpangan dari tujuan pengawasan itu sendiri. 3. Melakukan koreksi terhadap rencana yang dapat digunakan untuk mengadakan perbaikan dan penyempurnaan bagi rencana yang akan datang. Berdasarkan syarat-syarat umum di atas, maka pelaksanaan pengawasan perlu memperhatikan cara yang digunakarn, agar pelaksanaan pengawasan berjalan lancar dan memberikan manfaat bagi organisasi. Cara-cara yang dapat ditempuh antara lain sebagai herikut: 1. Memberikan kesempatan kepada pihak-pihak yang diawasi untuk memberikan keterangan-keterangan yang jelas, dan ikut serta memecahkan hal-hal yang mempengaruhinya. 2. Memberikan pengakuan atas hasil-hasil karya para pegawai, artinya memberikan penghargaan atas prestasi kerjanya. 3. Melakukan kerja sama yang baik dengan pihak-pihak yang diawasi agar diperoleh saling pengertian dan saling percaya yang bersifat mendidik. Dengan memperhatikan syarat-syarat di atas, proses pengawasan akan berjalan sebagaimana mestinya tanpa ada 199
pihak yang merasa dirugikan. Tetapi untuk menunjang kelancaran dan keberhasilan pengawasan tersebut, selain syarat-syarat umum masih ada persyaratan lain yang harus dipertimbangkan agar berjalan efektif. Syarat-syarat tersebut antara lain sebagai berikut; 1. Pengawasan harus dihubungkan dengan rencana dan kedudukan seseorang. 2. Pengawasan harus dihubungkan dengan individu pimpinan dan pribadinya. 3. Pengawasan harus mampu menunjukkan di mana letak penyimpangan-penyimpangan pada hal-hal yang penting. 4. Pengawasan harus obyektif. 5. Pengawasan harus luwes. 6. Pengawasan harus hemat. 7. Pengawasan harus membawa tindakan perbaikan. Untuk lebih jelasnya, berikut penulis kemukakan penjelasan dari syarat-syarat tersebut, agar pengawasan yang dilakukan lebih efektif. 1. Pengawasan harus dihubungkan dengan rencana dan kedudukan seseorang Semua sistem dan teknik pengawasan harus menjadikan rencana sebagai pedoman, karena pengawasan itu sendiri bertujuan untuk meyakinkan bahwa apa yang telah diselesaikan itu benar-benar sesuai dengan rencana. Selain itu, pengawasan harus dikaitkan dengan kedudukan atau jabatan seseorang yang menjadi tanggungjawabnya. Pengawasan harus pula dibeda-bedakan, sesuai dengan kedudukan seseorang serta disesuaikan dengan pola 200
organisasi dan susunan organisasi yang merupakan azas untuk menjelaskan peranan seseorang dalam organisasi. Di sanalah mereka bertanggungjawab, dan kepada hal itu pula pengawasan diarahkan, mungkin di sana ada penyimpangan yang harus segera diatasi. 2. Pengawasan harus dihubungkan dengan individu pimpinan dan pribadinya Pada hakekatnya pengawasan dan informasi yang dikumpulkan untuk membantu individu manajer dalam melaksanakan fungsi pengawasannya. Selain itu, pengawasan harus dikaitkan dengan individu untuk memperoleh informasi dengan berbagai cara sesuai dengan pribadi orang yang bersangkutan, apakah ia sebagai kepala bagian, sebagai bendahara, atau sebagai kepala proyek, dan sebagainya. Satu hal yang tak kalah pentingnya untuk diperhatikan, adalah bagaimana cara mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Hal ini berkaitan erat dengan teknis pengawasan. 3. Pengawasan harus mampu menunjukkan di mana letak penyimpangan-penyimpangan pada hal-hal yang penting Hal penting yang perlu diperhatikan adalah mengaitkan pengawasan dengan keperluan efisiensi dan efektivitas, untuk meyakinkan bahwa mereka bermaksud untuk menunjukkan adanya penyimpangan. Yang dimaksud dengan penyimpangan di sini adalah ketidaksesuaian antara pelaksanaan pekerjaan dengan rencana yang telah ditetapkan. Namun demikian, ada hal lain yang harus diperhatikan, yakni faktor-faktor yang menjadi penyebab dari penyimpangan tersebut. Implikasinya, penyimpanganpenyimpangan yang terjadi harus diselidiki dalam praktek berdasarkan atas prinsip-prinsip pengawasan terhadap halhal penting. 201
4. Pengawasan harus obyektif Dalam manajemen, banyak terdapat unsur-unsur subjektif. Tetapi apabila ada seorang karyawan yang mampu menunjukkan hasil pekerjaan dengan baik bukan berarti ditentukan oleh hal-hal yang bersifat subjektif, tentu saja bersifat obyektif karena ia melakukan pekerjaan tersebut bagi kepentingan organisasi. Suatu pengawasan dapat dikatakan subjektif apabila pengawas atau pemeriksa dalam melakukan tugasnya tidak berdasarkan atas ukuran-ukuran atau standar-standar yang telah ditentukan, melainkan atas dasar pertimbangan-pertimbangan pribadi dan pengawas yang bersangkutan. Sedangkan pengawasan yang obyektif, ialah pengawasan yang dilakukan berdasarkan ukuran-ukuran atau standarstandar dan telah ditentukan sebelumnya. Standar obyektif dapat bersifat kuantitatif, misalnya berkaitan dengan biaya satuan, ukuran, dan volume pekerjaan, lamanya waktu penyelesaian pekerjaan, dan sebagainya. Standar obyektif dapat juga bersifat kualitatif, misalnya program pendidikan dan latihan pegawai, program penelitian dan pengembangan administrasi negara, program peningkatan mutu pengawasan, dan sebagainya. Semua itu bermuara kepada nilai-nilai kualitatif dalam bentuk tinggi rendahnya mutu (kualitas). 5. Pengawasan harus luwes Pengawasan yang dilakukan tentu menginginkan sesuatu yang efektif, di samping menghindarkan kegagalankegagalan dalam pelaksanaan rencana, juga rencana itu sendiri perlu fleksibel (luwes) agar memungkinkan untuk dilakukan perubahan rencana terhadap hal-hal yang tidak diduga sebelumnya. 202
Fleksibel dalam pengawasan dapat dilakukan dengan bermacam-macam alternatif pelaksanaan sesuai dengan berbagai situasi. Praktek pengawasan yang fleksibel hanya dapat diterapkan terhadap pelaksanaan rencana yang bersifat fleksibel pula. 6. Pengawasan harus hemat Agar pengawasan berjalan efektif, ia harus dinilai dengan biaya. Artinya, pengawasan dapat dikatakan hemat apabila manfaat yang dihasilkan sesuai dengan kegiatan, besarnya kegiatan, besarnya pengeluaran biaya pengawasan dibandingkan dengan resiko yang dilakukan. Sistem pengawasan relatif' hemat, apabila dikaitkan dengan besarnya hasil pekerjaan, besarnya usaha organisasi, dibandingkan dengan biaya pengawasan yang relatif kecil. Oleh karena itu, kiranya dapat disimpulkan bahwa teknik pengawasan dan pendekatan akan efisien apabila mereka dapat menemukan penyimpangan-penyimpangan terhadap pelaksanaan rencana yang sebenarnya, dan sesuai dengan hal-hal yang dapat menimbulkan kerugian yang tidak dapat diduga sebelumnya. 7. Pengawasan harus membawa tindakan perbaikan Sistem pengawasan yang digunakan tidak akan berarti apaapa apabila tidak menghasilkan tindakan yang membawa kepada perbaikan dan penyempurnaan. Pengawasan dikatakan efektif, apabila pengawasan yang dilakukan mampu menemukan adanya kegagalan-kegagalan. Maka dengan adanya pengawasan yang efektif, dapat ditunjukkan kepada siapa ia harus bertanggugjawab, dan siapa yang dapat menjamin terlaksananya usaha perbaikan dan penyempurnaan.
203
Dengan memperhatikan syarat-syarat di atas, pengawasan yang dilakukan mendekati kepada kesempurnaan atau dapat memenuhi harapan semua pihak. Tetapi, memenuhi syarat itu saja belum cukup, karena masih ada pihak lain yang ikut mempengaruhi terhadap keberhasilan dari pengawasan, yakni peranan seorang pimpinan. Dalam suatu organisasi, kehadiran seorang pemimpin sangat diperlukan, karena dialah yang akan mengendalikan semua aktivitas organisasi berdasarkan kemampuan manajerial yang dimilikinya. Demikan juga halnya dalam pengawasan yang merupakan bagian tak terpisahkan dari proses manajemen, maka peranan pemimpin sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pengawasan. Dalam hal ini, terkait erat dengan fungsi pimpinan karena pengawasan itu sendiri merupakan salah satu fungsi pimpinan yang mendasar. Oleh karena itu, seorang pimpinan harus memiliki alat-alat pengawasan sesuai dengan keperluannya. Hanya dalam menggunakannya diperlukan pertimbangan yang matang, karena pengawasan merupakan fungsi pimpinan dan bukan alat dominasi kekuasaan dalam rangka menguasai bawahan. Dalam pengertian fungsi pimpinan, pengawasan yang dilakukan dapat diartikan sebagai usaha dalam memberikan bimbingan dan arahan-arahan terhadap usaha-usaha bawahan untuk mcncapai hasil yang diinginkan dalam melaksanakan pekerjaannya. Perlunya diadakan pengawasan dalam suatu organisasi, dilatarbelakangi oleh kompleksitas struktur organisasi itu sendiri. Semakin besar organisasi, maka akan semakin tinggi tingkat kompleksitas kegiatannya dan akan semakin sukar untuk melakukan pengawasan. Namun demikian, semua kesulitan tersebut akan dapat diatasi apabila jalur komunikasi 204
dua arah tercipta dengan baik, karena hanya dengan komunikasilah kerumitan kompleksitas dapat dikurangi. Selain hal-hal yang telah dikemukakan di atas, ada dua hal penting lainnya yang berhubungan dengan pengawasan, yakni tipe-tipe standar dan prosedur pengawasan. Tipe-tipe daripada standar yang penting meliputi standar fisik, standar biaya, standar modal, standar pendapatan, standar program, standar yang tak dapat diraba, dan standar sasaran. Standar fisik, berhubungan dengan ukuran dan biasanya terdapat pada tingkat operasional yang terdapat material, mesin-mesin, dan bahan lainnya yang dipergunakan manusia untuk melaksanakan suatu pekerjaan dalam menghasilkan barang atau jasa. Stadar fisik ini terdiri atas dua jenis, yakni bersifat kuantitatif dan kualitatif. Standar kuantitatif menyangkut hasil jam kerja untuk setiap unit, hasil bahan bakar untuk membangkitkan tenaga mesin, hasil muatan berapa ton, dan sebagainya. Sedangkan standar kualitatif misalnya berkenaan dengan jumlah jam terbang bagi pesawat terbang, lama kekuatan berjalannya pabrik, dan sebagainya. Apabila jam terbang suatu pesawat atau lamanya pabrik beroperasi menunjukkan kualitas barang tersebut, karena barang yang berkualitas tinggi akan tahan lama. Standar biaya, berhubungan dengan ukuran uang, seperti halnya standar fisik biasanya dipergunakan pada tingkat operasional. Standar ini berkaitan dengan nilai uang terhadap biaya dari kegiatan, baik biaya langsung maupun biaya tidak langsung pada setiap unit yang dihasilkan. Misalnya biaya tenaga kerja per unit, biaya material setiap unit atau biaya mesin setiap jam, dan sebagainya. Standar modal, timbul dari penerapan ukuran biaya terhadap keadaan fisiknya, berhubungan dengan investasi 205
modal dalam suatu perusahaan. Terdapat perbedaan antara standar biaya dengan standar modal. Karena standar modal ini berkenaan dengan neraca pembukuan yang dapat menunjukkan kemunduran dan kemajuan perusahaan. Penggunaan standar modal ini bermanfaat untuk kelancaran pengawasan dalam memantau apakah perusahaan dapat mengembalikan modal atau tidak. Standar pendapatan, timbul sebagai akibat dari penggunaan standar nilai uang dengan penjualan. Dengan standar ini dapat diketahui besarnya pendapatan yang harus atau akan diperoleh, misalnya dengan menentukan tarif bagi setiap penumpang bis setiap kilometer, atau angkutan barang setiap ton pada mobil angkutan barang, dan sebagainya. Standar program, berkenaan dengan penggunaan program anggaran, yakni suatu program yang secara formal mengikuti perkembangan hasil produksi, atau suatu program untuk memperbaiki mutu suatu barang. Standar yang tak dapat diraba, standar yang sulit untuk dinyatakan dengan ukuran fisik atau uang. Misalnya berkenaan dengan kelayakan seseorang untuk diangkat pada posisi jabatan tertentu. Misalnya standar yang berhubungan dengan ukuran baik, efektif, efisien, dan sebagainya. Hal-hal yang sulit diraba seperti ini, biasanya diukur dengan pendekatan antar personal dengan pendekatan kemanusiaan. Standar sasaran, yaitu standar yang menggunakan sasaran sebagai pedoman untuk menentukan berhasil tidaknya pelaksanaan pekerjaan, baik sasaran kuantitatif maupun sasaran kualitatif. Prosedur pengawasan dalam manajemen meliputi hal-hal sebagai berikut:
206
Observasi, pemeriksaan, dan pemeriksaan kembali, merupakan prosedur pengawasan yang mutlak diperlukan. Observasi dilakukan oleh atasan yang bertujuan untuk mengadakan penilaian atau evaluasi, baik terhadap dirinya maupun terhadap bawahannya. Dengan dilakukannya observasi akan tercipta hubungan antar pribadi yang baik, tetapi tidak mungkin dapat dilakukan untuk semua jenis pekerjaan. Implikasinya, jika ada organisasi yang menghendaki adanya observasi yang berulang-ulang, akan sulit untuk dilakukan karena membutuhkan waktu dan tenaga yang tidak sedikit, terutama bagi organisasi yang berskala besar. Tetapi maksud dari observasi yang berulang-ulang dapat ditafsirkan dengan pengertian lain, artinya dilakukan sistem pemeriksaan (audit) dan peninjauan kembali (review) terhadap hasil observasi yang telah dilakukan. Penggunaan sistem ini biasanya banyak dilakukan oleh organisasi terhadap masalahmasalah anggaran/keuangan. Pemberian contoh, prosedur pengawasan yang tak kalah pentingnya adalah pemberian contoh terhadap bawahannya. Seorang pimpinan yang melakukan hal tersebut amat bijaksana, karena hal itu sangat membantu bawahan dalam menjalankan tugasnya. Biasanya contoh dari atasan akan menjadi norma sebagai acuan dan akan diikuti oleh bawahannya. Dengan kata lain bahwa apa yang dilakukan atasan akan dilakukan oleh bawahan, sebaliknya jika atasan tidak mampu memberikan contoh yang baik, akan segan dalam melakukan tindakan karena ia sendiri tidak mampu melakukannya. Catatan dan laporan, prosedur ini memiliki nilai pengawasan, walaupun penggunaannya memerlukan waktu dan tenaga yang banyak. Pencatatan merupakan hal penting bagi organisasi sebagai alat pembuktian dari suatu masalah 207
yang dihadapi tidak sedikit organisasi yang mengabaikan pentingnya catatan ini karena kurangnya pemahaman terhadap arti dari sebuah catatan sebagai perekam data. Suatu organisasi yang baik akan memperhatikan hal ini, sekalipun untuk melakukan pencatatan harus mengeluarkan biaya tersendiri, karena disadari bahwa data-data yang tercatat amat bermanfaat bagi tindakan suatu pengawasan. Pembatasan wewenang, diperlukan untuk mengatasi bawahan yang memiliki wewenang melebihi kapasitasnya. Maka diperlukan pembatasan-pembatasan supaya tidak terjadi penyimpangan. Misalnya, seorang bendaharawan di suatu organisasi hanya boleh menyimpan uang tunai di dalam kas sebesar Rp 2.000.000,00. Apabila melebihi dari batas tersebut berarti telah terjadi penyimpangan, karena rentan terhadap kebocoran uang organisasi, atau uang negara bagi lingkungan pemerintahan. Menentukan peraturan-peraturan, perintah-perintah dan prosedur, berkenaan dengan peranan pemimpin. Peraturan ini akan beroperasi penting dalam mengendalikan dan mengawasi tugas rutin dari para pegawai serta dapat mengembangkan kebiasaan-kebiasaan baik dari pelaksanaan tugas yang dilakukan oleh orang-orang dalam organisasi. Pada umumnya, peraturan melarang bentuk tingkah laku yang khusus, seperti PNS dilarang berjudi. Perintah adalah memberikan informasi kepada individuindividu tentang apa yang harus dikerjakan sesuai dengan situasi yang mungkin terjadi pada suatu waktu. Perintah ini sifatnya terus menerus dan dapat berulang-ulang. Sedangkan prosedur adalah mengatur kegiatan yang harus dilakukan dan merupakan suatu rangkaian kegiatan melalui anggota-anggota agar organisasi dapat melayani dan menerima dalam situasi tertentu. Misalnya, prosedur pengeluaran uang negara, mulai 208
dari diterbitkannya SKO, sampai kepada SPMU, SPJ, dan sebagainya. Anggaran, sebuah rencana yang merupakan alat daripada pimpinan untuk dilaksanakan dan merupakan petunjuk untuk mengembangkan dan memajukan organisasi. Walaupun anggaran ini merupakan suatu pembatasan yang tetap dan tegas, tetapi diperlukan pengawasan yang dimaksudkan untuk membimbing secara terus-menerus. Karena dari anggaran tersebut akan diketahui kekurangan-kekurangan dari rencana yang ada, sebagai dasar untuk meninjau kembali dana-dana anggaran selanjutnya. Sensor, adalah tindakan preventif untuk mencegah halhal yang tidak diinginkan. Sensor ini termasuk salah satu prosedur pengawasan yang bersifat negatif, sehingga kurang disukai. Penggunaan prosedur ini dilatarbelakangi oleh suatu pertanyaan, apakah suatu yang telah dilakukan itu sesuai dengan kebijakan yang telah ditentukan? Maka, sensor digunakan sebagai tindak pengamanan agar kesalahankesalahan yang akan diperbuat dapat dicegah sedini mungkin atau diperbaiki kembali. Dengan demikian, penggunaan prosedur sensor akan mencegah terjadinya tindakan-tindakan yang tidak dikehendaki. Tindakan disiplin, merupakan prosedur pengawasan yang mengandung nilai sanksi berupa tindakan disiplin. Pengawasan dalam bentuk tindakan disiplin ini akan berpengaruh sampai di manakah tindakan yang bersifat korektif dan represif dijalankan. Sebetulnya hal demikian tidak diinginkan oleh semua pihak, namun apabila tidak dijalankan dikhawatirkan akan menimbulkan masalah yang lebih besar dan prinsip. Bentuk pengawasan yang sepadan dengan ini adalah sensor, yang akan membantu dalam memperbaiki atau mencegah kasus-kasus tertentu. Namun apabila dengan sensor tidak mampu merubah ke arah yang lebih baik, maka tindakan 209
disiplin menjadi alternatif terakhir yang harus dijalankan. Misalnya, pencabutan izin terbit bagi surat kabar atau majalah. 5.2 Teori dan Praktek Evaluasi Kebijakan Publik Evaluasi erat kaitannya dengan proses analisis, oleh karena itu sebelum membahas secara rinci tentang evaluasi, terlebih dahulu akan dikemukakan beberapa hal yang berkaitan dengan analisis kebijakan, meliputi teori dan praktek evaluasi kebijakan publik, teori sebab-akibat dan analisis kebijakan, teori normatif dan analisis kebijakan, dan evaluasi kebijakan. a. Definisi Analisis Kebijakan: Menurut Tangkilisan (2003:1), analisis kebijakan publik dapat didefinisikan sebagai penentuan alternatif terbaik dari kebijakan publik yang mampu memberikan jalan keluar dari bermacam-macam alternatif kebijakan publik dan kepemerintahan, serta paling banyak mencapai seperangkat tujuan, dalam hal hubungan antara kebijakan dan tujuan. Dari definisi tersebut dapat ditentukan unsur-unsur pokok evaluasi kebijakan. b. Unsur Pokok Evaluasi Kebijakan: Berdasarkan definisi analisis di atas, diketahui adanya lima unsur pokok evaluasi kebijakan, yaitu: 1) Tujuan, termasuk di dalamnya kendala normatif dan pertimbangan relatif untuk mencapai tujuan (goals). 2) Kebijakan, program, proyek, keputusan, pilihan, sarana, atau alternatif lain yang tersedia untuk mencapai tujuan. 3) Hubungan antara kebijakan dan tujuan, termasuk hubungan yang terbentuk oleh intuisi, kewenangan, statistik, pengamatan deduksi, perkiraan, dan sarana lain. 210
4) Penarikan kesimpulan sementara sebagai kebijakan atau kombinasi kebijakan-kebijakan mana yang paling baik untuk diadopsi dalam tujuan, kebijakan, dan hubungan. 5) Menentukan apa yang akan dilakukan untuk memetakan alternatif kebijakan. c. Konsep-konsep yang sering digunakan dalam Analisis Kebijakan Publik : 1) Evaluasi kebijakan, penting untuk dilakukan sama pentingnya dengan menjelaskan mengapa kebijakan ini ada. 2) Studi kebijakan, berkenaan dengan deskripsi eksistensi, dan cara-cara mengevaluasinya. 3) Evaluasi program, menekankan kepada evaluasi suatu program khusus. 4) Ilmu manajemen publik, berkenaan dengan pembuatan keputusan yang akan terlibat di dalam pelaksanaan kebijakan yang lebih besar. Pada umumnya keputusan ini dibuat oleh badan publik pembuat undang-undang dan dinas-dinas yang memiliki kewenangan legislatif. 5) Analisis kebijakan, yang menekankan pada metode analitis dan sistematis yang dapat menjadi kuantitatif atau kualitatif. 6) Ilmu kebijakan, menekankan kepada metode-metode kuantitatif. d. Metode Analisis Kebijakan mengacu kepada : Penggunaan metode analisis kebijakan publik mengacu kepada hal-hal sebagai berikut;
211
1) Cara menarik kesimpulan untuk menentukan kebijakan mana yang diadopsi, berdasarkan informasi dalam tujuan, kebijakan, dan hubungan. 2) Cara membentuk hubungan antara kebijakan dan tujuan. 3) Cara menentukan kebijakan yang tersedia, dan tujuan apa yang tepat diadopsi dan dipertimbangkan. e. Mendefinisikan Analisis Kebijakan yang Baik Karakteristik pokok dari analisis kebijakan yang baik berhubungan dengan validitas, makna, kegunaan, keaslian, dan kelayakan dari : l)
Tujuan tertulis, meliputi semua tujuan pokok dari para pembuat kebijakan.
2) Kebijakan yang dipertimbangkan, meliputi alternatif yang layak serta mampu diadopsi dan dilaksanakan oleh para pembuat keputusan. 3) Konsistensi dalam menjelaskan hubungan antara kebijakan alteratif dengan tujuan. 4) Konsistensi internal meliputi penarikan kesimpulan secara logis, sinkron dengan tujuan, kebijakan, dan hubungan. Validitas suatu penelitian atau analisis kebijakan dapat saja terjadi di setiap tingkatan. Suatu analisis kebijakan dapat dikatakan valid, apabila memenuhi persyaratan seperti yang dikemukakan di atas. Apabila salah satu dari keempat karakteristik pokok di atas tidak terpenuhi, suatu analisis dapat dikatakan tidak valid. Bahkan suatu analisis dikatakan invalid apabila keempat karakteristik tersebut tidak ada yang terpenuhi. Dengan demikian, evaluasi kebijakan memerlukan equitas yang dapat memberikan keuntungan minimal dan 212
relevan untuk semua orang, kelompok, atau tempat. Oleh karena itu, jika tingkat minimum tercapai. analisis dinyatakan memiliki equitas walaupun ada juga equitas yang bergatung kepada ukuran simpangan individual dari tingkat minimum dan jumlah orang yang terlibat. f. Arti Penting dalam Analisis Kebijakan Seperti yang telah dikemukakan bahwa analisis kebijakan sangat diperlukan untuk mengetahui sejauh mana kebijakan dapat mencapai tujuannya. Hasil dari analisis ini akan berguna juga terhadap pelaksanaan evaluasi terhadap kebijakan. Suatu analisis kebijakan akan memiliki arti penting, apabila: 1) Penelitian atau analisis yang dilakukan berhubungan dengan berbagai isu, dan hasilnya akan menguntungkan bagi masyarakat. Atau, menyangkut biaya yang harus ditanggung masyarakat. Misalnya, penelitian tentang menjauhi perang nuklir akan lebih bermanfaat dibandingkan dengan penelitian tentang perlunya memikirkan bentuk pemerintahan kota. 2) Penelitian atau analisis yang dilakukan berhubungan dengan persoalan subyek, atau sebab-akibat yang memiliki kekuatan penjelasan yang luas. Berdasarkan kedua hal di atas, tingkat keuntungan dari suatu penelitian dapat saja bergatung pada produk keuntungan dari seluruh total biaya yang dikeluarkan oleh organisasi atau perusahaan. Kriteria keuntungan berhubungan dengan upaya mengambil keputusan yang berkaitan dengan arti pentingnva dua proyek yang berbeda.
213
g. Kegunaan Analisis Kebijakan 1) Kegunaan dari sebuah penelitian, dapat menentukan konsep mana yang harus dipertimbangkan. Bukan menentukan ya atau tidak, melainkan memilih konsep yang berkesinambungan. 2) Menelusuri, mencari, atau menguatkan keputusan yang bias. h. Kriteria Analisis Kebijakan yang Baik 1) Suatu analisis atau penelitian terhadap pelaksanaan kebijakan publik, dikatakan baik apabila memiliki keaslian (originality), dalam arti tidak sama dengan hasil penelitian sebelumnya. 2) Kelayakan (feasibility), dalam suatu analisis kebijakan publik berkaitan erat dengan ukuran mudah tidaknya pelaksanaan riset berhubungan dengan waktu, keahlian, kepentingan, dana, dan sumber daya. 3) Suatu analisis dikatakan baik, diukur dari sejauh mana rekomendasi hasil penelitian dapat diambil oleh pembuat kebijakan. 4) Kejelasan arah rekomendasi riset, apakah mengarah kepada liberal atau konservatif, lebih baik atau tidak. 5) Rekomendasi konservatif lebih menguntungkan banyak orang dalam teori menetes ke bawah (trickle-down). Teori lain menyatakan bahwa massa adalah lebih baik apabila investor potensial baik untuk melakukan pengembangan teknologi dan bisnis baru. i. Sumber Unsur-unsur Analisis Kebijakan Seorang peneliti perlu mengetahui berbagai hal tentang apa-apa yang berkaitan dengan masalah yang ditelitinya. 214
Terutama berkenaan dengan tujuan, kebijakan, dan hubungan keduanva. Untuk mengetahui ketiga hal tersebut, ada empat kemungkinan pokok yang dapat dijadikan sebagai sumber informasi, yaitu : 1) Kewenangan; Satu atau lebih banyak orang, buku dan sumber informasi lain yang berkenaan dengan barang, kebijakan, dan hubungan keduanya. 2) Analisis statistik atau hasil observasi; Menganalisis contoh kasus guna menentukan mana yang lebih baik berkenaan dengan tujuan, kebijakan, atau hubungan keduanya. 3) Deduksi; Penarikan kesimpulan dari dasar pemikiran yang sudah terbentuk dari kewenangan dan pengamatan. 4) Analisis sensitivitas; Perkiraan tujuan, kebijakan, hubungan, dan ketentuan, efek apa, dan keputusan akhir berkenaan dengan kebijakan apa yang terbaik. Keempat sumber dasar tersebut dapat diuraikan kembali dalam berbagai cara. Artinya, kewenangan dapat berupa kewenangan seorang ahli atau kewenangan pendapat umum. Kewenangan tersebut bisa juga berupa kewenangan kotemporer atau kewenangan secara historis sifatnya. Pendekatan deduktif dilandasi dengan dasar pemikiran yang dapat diterima secara intuitif atau yang divalidasikan secara empiris. Sedangkan analisis sensitivitas adalah analisis ambang di mana terdapat pilihan, kapan harus mengambil suatu jalan, dan kapan harus mencari jalan yang lain. 215
5.3 Teori Sebab-Akibat dan Analisis Kebijakan Dalam melakukan evaluasi terhadap suatu kebijakan, terdapat dua teori yang sering digunakan, yakni teori mengambil vs menolak kebijakan dan kegagalan dalam mengambil kebijkan. a. Mengambil vs Menolak Kebijakan 1) Perbedaan dasar dari analisis kebijakan adalah antara sebab dan akibat dari kebijakan. 2) Lawan kata dari kegagalan keberhasilan kebijakan.
kebijakan
adalah
3) Kegagalan pengambilan kebijakan adalah tidak diambilnya suatu kebijakan, atau diambil tetapi tidak memiliki efek yang memuaskan. 4) Kegagalan pengambilan kebijakan disebabkan karena kurang dukungan dari kelompok kepentingan b. Kegagalan dalam kebijakan yang Diambil Suatu kebijakan yang telah diambil, akan dikatakan gagal apabila: 1) Subyektivitas para pembuat keputusan tidak sesuai dengan realita obyektif. 2) Lebih banyak memproduksi hasil dihehendaki, daripada yang dikehendaki.
yang
tidak
5.4 Teori Normatif dan Analisi Kebijakan a. Etika Profesional Riset yang dilakukan untuk menganalisa kebijakan publik, sering melibatkan dilematis yang berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut:
216
1) Tujuan seseorang harus meliputi instruksi atau evaluasi sebagaimana prediksi atau penjelasan. 2) Kepentingan politik, apakah harus bekerja atau tidak bekerja untuk memaksimalkan kepentingan partai politik, kelompok kepentingan khusus, atau hanya kepentingan masyarakat saja. 3) Memfokuskan pada konsekuensi yang mungkin timbul. 4) Efisiensi yang berseberangan dengan equitas sebagai tujuan kebijakan. 5) Evaluasi yang berseberangan dengan evaluasi plus reflikasi sebagai suatu kewajiban. 6) Kontrak biaya yang berseberangan dengan penghematan biaya. 7) Validitas riset yang akan berseberangan dengan penemuan yang dinyatakan tidak cukup dipertanyakan. Salah satu cara untuk menyelesaikan masalah-rnasalah yang dilematis ini adalah keterbukaan. Seorang evaluator kebijakan mungkin saja mematuhi kewajiban etis, dan ia pun harus mampu memecahkan dilema etika dengan tindakan yang lebih tegas. b. Nilai-nilai Kemasyarakatan Dalam analisis kebijakan publik, seorang peneliti akan membicarakan etika individu yang berkenaan dengan standar prilaku profesional. Sedangkan nilai-nilai kemasyarakatan akan berkaitan dengan tingkat kebahagiaan masyarakat; mengentaskan mereka yang tidak makmur; dan melakukan segala hal yang membuat setiap orang meningkat ke arah yang lebih baik. Tujuan dari nilai kemasyarakatan mengacu kepada berbagai aspek, antara lain sebagai berikut: 217
1) Meningkatkan efektivitas pengangguran dan polusi,
dengan
menurunkan
2) Meningkatkan efisiensi dengan menurunkan biaya pajak bantuan publik dan pembelanjaan pertahanan, 3) Meningkatkan distribusi yang adil pada pencegahan kriminal dan perawatan kesehatan. 4) Meningkatkan partisipasi publik dalam kebebasan komunikasi dan reformasi struktur pemerintah. 5) Meningkatkan prediktabilitas dan stabilitas dalam pencegahan kriminal dan siklus bisnis. 6) Meningkatkan keadilan prosedural dalam administrasi program pemerintah dan pengadilan kriminal. 5.5 Fungsi Evaluasi Kebijakan Beberapa fungsi dari evaluasi kebijakan dikemukakan oleh Samodra Wibawa (1993), yang dikutip oleh Riant Nugroho (2003), sebagai berikut: a. Eksplanasi, melalui evaluasi dapat digambarkan realitas pelaksanaan program serta dapat dibuat suatu generalisasi tentang pola-pola hubungan antar berbagai dimensi realitas yang diamati. Penjelasan tentang realitas pelaksanaan program ini dapat diidentifikasi oleh evaluator tentang kondisi dan aktor yang mendukung keberhasilan atau kegagalan kebijakan. b. Kepatuhan, untuk mengetahui apakah tindakan pelaksana sesuai dengan standar dan prosedur yang ditetapkan kebijakan.
218
c. Audit, melalui evaluasi dapat diketahui apakah output sampai kepada yang berhak, yakni kelompok sasaran kebijakan, atau justru ada kebocoran atau penyimpangan. d. Akunting, dengan adanya evaluasi dapat diketahui tentang akibat sosial dari kebijakan yang diterapkan. 5.6 Evaluasi Kebijakan Sebuah kebijakan publik yang telah disahkan dan dilaksanakan tidak dapat dibiarkan begitu saja, melainkan perlu ditindaklanjuti dengan tahapan manajemen lainnya. Kebijakan harus dikendalikan dan diawasi terus-menerus sejak dari proses perencanaan sampai kepada tahap akhir. Salah satu bagian dari pengawasan adalah kebijakan. Berkenaan dengan evaluasi kebijakan, berikut ini akan dikemukakan mengenai tujuan evaluasi kebijakan, ruang lingkup evaluasi kebijakan, kriteria evaluasi kebijakan, fungsi evaluasi kebijakan, dan petunjuk pelaksanaan evaluasi kebijakan. 5.6.1 Tujuan Evaluasi Kebijakan Menurut Riant Nugroho (2003: 182), evaluasi kebijakan yang merupakan bagian dari pengawasan biasanya ditujukan untuk menilai sejauhmana keefektifan kebijakan publik guna dipertanggungjawabkan kepada konstituennya dan sejauh mana tujuan dapat dicapai. Selain itu, bertujuan pula untuk melihat kesenjangan antara harapan dengan kenyataan. Tujuan pokok dari evaluasi bukan untuk mencari kesalahan atau menyalah-nyalahkan, melainkan untuk melihat seberapa besar kesenjangan antara pencapaian dari pelaksanaan kebijakan dengan harapan yang diinginkan oleh kebijakan publik. Setelah diketahui, tugas selanjutnya dari 219
evaluasi adalah memikirkan cara untuk menjawab kondisi yang ada, bagaimana mengurangi bahkan menutupi kesenjangan tersebut. Dengan demikian, evaluasi kebijakan publik harus dipahami betul oleh semua pihak sebagai tindakan yang bersifat positif, dan orang yang menjalankan evaluasi (evaluator) bukan sesuatu yang menakutkan. Karena evaluasi bertujuan untuk mencari kekurangan dan menutup kekurangan, sebagai upaya agar tujuan kebijakan yang telah ditentukan sejak awal dapat tercapai. Oleh karena itu, alangkah bijaksananya bagi seorang evaluator apabila selalu berpedoman kepada pertanyaan sederhana yakni “Apa yang salah?” atau “Di mana letak kesalahannya?” bukan bertanya “Siapa yang salah?”. Apabila evaluasi berpedoman kepada pertanyaan siapa yang salah, obyeknya akan selalu berhubungan dengan orang yang melaksanakan kebijakan. Dalam hal ini, orang yang bersangkutan akan merasa dipojokkan, dan apabila tidak merasa bersalah akan mendatangkan permasalahan yang tidak sederhana. Satu hal yang perlu dipahami bersama, bahwa masih ada yang beranggapan bahwa evaluasi hanya ditujukan kepada pelaksanaan (implementasi) kebijakan saja. Anggapan seperti itu perlu diluruskan, karena sesungguhnya evaluasi ditujukan kepada seluruh rangkaian proses manajemen, sejak perencanaan sampai kepada evaluasi itu sendiri. Karena tahapan-tahapan evaluasi sendiri perlu dievaluasi, untuk mengetahui kesenjangan dalam pelaksanaan evaluasi. Sering terjadi, kelemahan dari suatu kebijakan tidak dapat segera terdeteksi karena kelemahan dari sistem evaluasi. Padahal temuan-temuan pada saat dilakukan evaluasi, akan menjadi informasi berharga bagi perencanaan selanjutnya. 220
Dengan demikian fungsi-fungsi manajemen akan bergerak dalam suatu lingkaran aktivitas yang terus menerus dalam siklus yang tetap. Siklus aktivitas ini akan memberikan energi kepada organisasi demi kelangsungan hidupnya. Apabila salah satu dari fungsi organisasi ada yang tidak berjalan sebagaimana mestinya, maka organisasi akan sakit. 5.6.2 Lingkup Evaluasi Kebijakan Ruang lingkup evaluasi kebijakan publik memiliki tiga lingkup makna, meliputi: Evaluasi perumusan kebijakan, Evaluasi pelaksanaan kebijakan, dan evaluasi lingkungan kebijakan. Ketiga lingkup itulah yang menentukan apakah suatu kebijakan berhasil guna atau tidak. Dengan kata lain perumusan kebijakan, pelaksanaan kebijakan, dan lingkungan kebijakan, sangat berpengaruh terhadap keberhasilan kebijakan dalam mencapai tujuannya. Untuk memberi gambaran yang lebih jelas tentang ruang lingkup evaluasi kebijakan, dapat dilihat pada gambar berikut: Kinerja Kebijakan Publik
Kebijakan Publik
Pelaksanaan Kebijakan Publik
Lingkungan Kebijakan Publik
Evaluasi Kebijakan Publik
Gambar: 5.3 Lingkup Evaluasi Kebijakan 221
Oleh karena itu, evaluasi kebijakan publik tidak sekedar berkenaan dengan pelaksanaan kebijakan saja, melainkan kepada seluruh aspek dari manajemen. Istilah evaluasi dapat disamakan dengan penaksiran (appraisal), pemberian angka (rating), dan penilaian (assessment). Evaluasi yang baik akan memberikan masukan-masukan yang amat berharga, berupa : 1) Informasi yang valid dan dapat dipercaya berkenaan dengan kinerja kebijakan. 2) Seberapa jauh kebutuhan, nilai, dan kesempatan yang telah dicapai melalui tindakan publik. 3) Sumbangan klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan target. 4) Sumbangan pada aplikasi metode-metode analisis kebijakan lainnya termasuk perumusan masalah dan rekomendasi. Dengan demikian, meskipun ruang lingkup evaluasi kebijakan menitikberatkan keseluruhan proses dari kebijakan, namun dilihat dari segi produknya lebih banyak mengarahkan perhatiannya kepada kinerja kebijakan. Pada tahap evaluasi perumusan dilakukan terhadap sisi post-tindakan, yang lebih banyak menyoroti proses perumusannya daripada muatan kebijakannya. Biasanya, yang dinilai hanya sebatas apakah prosesnya sudah sesuai dengan prosedur yang disepakati? Jika sudah, evaluasi selesai tanpa melihat hal-hal lain. Oleh karena itu, agar proses evaluasi mendekati kesempurnaan, diperlukan kriteria evaluasi kebijakan yang jelas, agar dapat dipedomani oleh evaluator. 5.6.3 Kriteria Evaluasi Kebijakan Menurut Dunn, kriteria umum dari evaluasi kebijakan publik antara lain berkenaan dengan: efektivitas, efisiensi, kecukupan, perataan, responsivitas, dan ketepatan. Untuk memudahkan dalam pelaksanaan evaluasi, kriteria-kriteria tersebut perlu dilengkapi dengan pertanyaan yang cocok dan 222
ilustrasi yang menjadi obyeknya. digambarkan pada matrik berikut:
Kaitan
semua
itu
Tabel: 5.1 Kriteria Evaluasi Kebijakan Tipe Kriteria Efektifitas Efisiensi
Kecukupan
Perataan
Responsivitas
Ketepatan
Pertanyaan Apakah hasil yang diinginkan telah tercapai Seberapa banyak usaha diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Seberapa jauh pencapaian hasil yang diinginkan memecahkan masalah. Apakah biaya manfaat didistribusikan dengan merata kepada kelompokkelompok yang berbeda. Apakah hasil kebijakan memuaskan kebutuhan, preferensi, atau nilai kelompok-kelompok tertentu. Apakah hasil (tujuan) yang diinginkan benar-benar berguna atau bernilai.
Ilustrasi Unit pelayanan Unit biaya, manfaat, bersih, rasio, cost-benefit Biaya tetap Efektivitas tetap Kriteria Pareto, Kriteria KaldirHicks, Kriteria Rawls Konsistensi dengan survei warga negara Program publik harus merata dan efisien
Setelah dikemukakan beberapa kriteria evaluasi menurut Dunn, berikut akan dikemukakan hal-hal yang berkaitan dengan evaluasi formulasi kebijakan publik, evaluasi pelaksanaan kebijakan publik, dan evaluasi lingkungan kebijakan publik. 1) Evaluasi Formulasi Kebijakan Publik Pada umumnya evaluasi terhadap formulasi kebijakan publik akan mempertanyakan, apakah formulasi kebijakan 223
publik telah dilaksanakan? Menyangkut hal-hal sebagai berikut: a) Menggunakan pendekatan yang sesuai dengan permasalahan yang akan diselesaikan, karena setiap masalah publik memerlukan model formulasi kebijakan yang berlainan. b) Mengarah kepada permasalahan inti, karena setiap pemecahan masalah harus benar-benar mengarah kepada inti permasalahannya. c) Mengikuti prosedur yang diterima secara bersama, baik dalam rangka keabsahan maupun dalam rangka kesamaan dan keterpaduan langkah perumusan. d) Mendayagunakan sumber daya yang ada secara optimal, baik dalam bentuk sumber daya waktu, dana, manusia, dan kondisi lingkungan strategis. Di samping hal-hal di atas, dalam evaluasi formulasi kebijakan ada dua hal yang perlu diperhatikan oleh evaluator. Pertama, berkaitan dengan model yang digunakan pada saat merumuskan formulasi kebijakan. Model mana yang digunakan, apakah telah sesuai dengan permasarahan yang dihadapinya? Misalnya, apabila konsep model formulasinya adalah kelompok, tetapi praktek formulasinya model elit, maka dapat dikatakan bahwa kebijakan publik itu tidak dapat dipertanggungjawabkan secara proses. Kedua, berkenaan dengan muatan. Apakah kebijakan publik tersebut bermuatan hal-hal yang relevan dengan pemasalahan yang hendak dipecahkan? Dapat dilihat, apakah masalah yang dimuat dalam kebijakan itu merupakan masalah strategis, atau teknis? Lebih mencemaskan lagi apabila masalahnya adalah ketahanan pangan, tetapi pemecahannya meralui reklamasi 224
pantai. Jadi harus ada kesesuaian berjenjang, yaitu: (a) Kesesuaian muatan dengan masalah; (b) Kesesuaian masalah dengan masalah strategis, dan (c) Kesesuaian muatan dengan tujuan yang hendak dicapai. Ketiga, berkenaan dengan bentuk kebijakan. Bentuk kebijakan terdiri atas tiga bentuk, yakni bentuk makro, bentuk mikro, dan bentuk kata per kata. Bentuk makro menilai apakah benar kebijakan tersebut diwadahi dalam bentuk Perda? Apakah tidak lebih baik dalam bentuk Keputusan Bupati? contoh, BUMN dibentuk berdasarkan PP yang dibuat oleh Presiden sebagai Kepala Pemerintahan. Maka apabila kabupaten akan membuat BUMN, bentuk yang paling tepat adalah Keputusan Bupati, bukan Perda. Bentuk mikro adalah susunan kebijakan, untuk membedakan Perda, Keputusan Bupati, dan Surat Edaran. Sedangkan bentuk kata per kata, memiliki dua ukuran pokok, yaitu “Apakah kata per kata sudah mewakili gagasan yang hendak dikemukakan?” dan “Apakah kata per kata sudah benar secara tata bahasa yang digunakan dan tata bahasa hukum?”. Evaluasi ke arah itu diperlukan mengingat bahwa kebijakan publik itu akan dibaca, digunakan, dan dijadikan dasar hukum oleh semua pihak, maka : Tidak boleh mengandung pengertian/interpretasi ganda; Tidak boleh ada yang kontradiksi di antara pasal dengan pasal lainnya; tidak ada pasal yang saling menjatuhkan; Tidak ada pasal yang menjadi perusak dari keefektifan kinerja kebijakan; Tidak ada satu pasal yang mengandung lebih dari satu muatan; dan Tidak ada penggunaan yang tidak benar baik menurut tata bahasa maupun menurut hukum.
225
2) Evaluasi, Pelaksanaan Kebijakan Publik Sebagian besar dari kegiatan evaluasi kebijakan berada pada wilayah ini. Hal ini dapat dimengerti, karena pelaksanaan (implementasi) kebijakan merupakan bagian yang paling rumit dan mendasar, oleh karena itu harus dilihat, diperhatikan, dan dievaluasi dengan sungguhsungguh. Menurut Sofyan Effendi, evaluasi implementasi kebijakan bertujuan untuk mengetahui variasi dalam indikatorindikator kinerja yang digunakan untuk menjawab tiga pertanyaan, yaitu : a) Bagaimana kinerja pelaksanaan kebijakan publik? Jawabannya berkenaan dengan kinerja pelaksanaan publik, yaitu variasi dari outcome terhadap variabel independent tertentu. b) Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan variasi itu? Jawabannya berkenaan dengan faktor kebijakan itu sendiri, organisasi pelaksanaan kebijakan, dan lingkungan kebijakan yang mempengaruhi outcome dari pelaksanaan kebijakan. c) Bagaimana strategi meningkatkan kinerja pelaksanaan (implementasi) kebijakan publik? Pertanyaan ini berkenaan dengan tugas dari evaluasi. Evaluasi kebijakan terdiri atas tiga jenis menurut timing evaluasi berkaitan dengan (a) sebelum dilaksanakan; (b) pada waktu dilaksanakan, dan (c) setelah dilaksanakan. Dalam pelaksanaannya, evaluasi pelaksanaan kebijakan ini memiliki model dan pendekatan yang bervariasi, sehingga dapat memilih sesuai dengan kondisi yang dihadapi. Salah satu pendekatan evaluasi dikemukakan oleh Dunn, sebagai berikut: 226
Tabel: 5.2 Pendekatan Evaluasi Pelaksaaan Kebijakan Tujuan
Evaluasi semu
Menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi valid tentang hasil kebijakan
Ukuran manfaat atau nilai terbukti dengan sendirinya atau tidak kontroversial
Evaluasi formal
Menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang terpercaya dan valid mengenai hasil kebijakan secara formal diumumkan sebagai tujuan program kebijakan. Menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang terpercaya & valid mengenai hasil kebijakan yang secara ekspilisit diinginkan oleh berbagai pelaku kebijakan.
Tujuan dan sasaran dari pengambilan kebijakan dan administrator yang resmi diumumkan merupakan ukuran yang tepat dari manfaat nilai.
Evaluasi perkembangan, Evaluasi Eksperimantel, Evaluasi proses retrospektif (ex post), Evaluasi hasil retrospektif.
Tujuan dan sasaran dari berbagai pelaku yang diumumkan secara formal atau pun diam-diam merupakan ukuran yang tepat dari manfaat atau nilai.
Penilaian tentang dapat tidaknya dievaluasi Analisis utilitas multi- atribut
Evaluasi Keputusan Teoristis
Asumsi
Bentukbentuk Utama Eksperimen sosial, Akuntansi Sistem Sosial, Pemeriksaan sosial, Sintesis riset dan praktek
Pendekatan
227
Teknik Sajian grafik, tampilan tabel angka indeks, analisis seri waktu terinterupsi, Analisis seri terkontrol, Analisis diskontinyu regresi. Pemetaan sasaran Klarifikasi nilai Kritik nilai Pemetaan hambatan Analisis dampak silang Discounting
Brainstroming Analisis argumentasi Delphi kebijakan Analisis Surveipemakai
Sebagai pembanding penulis kemukakan juga pendapat James P.Lester, yang mengelompokkan evaluasi pelaksanaan kebijakan menjadi evaluasi proses yang menyangkut hal-hal sebagai berikut: a) Evaluasi proses pelaksanaan (implementasi) kebijakan. b) Evaluasi impak, berkenaan dengan hasil atau pengaruh dari implementasi kebijakan. c) Evaluasi kebijakan berkenaan dengan hasil yang dicapai apakah benar mencerminkan apa yang dikehendakinya? d) Evaluasi meta-evaluasi yang berkenaan dengan evaluasi dari berbagai implementasi kebijakan yang ada untuk menemukan kesamaan tertentu. Pandangan lain tentang evaluasi implementasi kebijakan ada yang mengemukakan bahwa perlu pemilahan terhadap obyek evaluasi, sesuai dengan teknik yang digunakan. Pemilahan tersebut antara lain: a) Evaluasi komparatif, yaitu membandingkan pelaksanaan kebijakan dengan pelaksanaan kebijakan yang sama atau yang berlainan, di satu tempat yang sama atau tempat yang berbeda. b) Evaluasi historikal, yaitu membuat evaluasi kebijakan berdasarkan rentang sejarah munculnya kebijakankebijakan tersebut. c) Evaluasi laboratorium atau eksperimental, yaitu evaluasi yang menggunakan eksperimen yang diletakkan dalam sejenis laboratorium. d) Evaluasi ad hock yaitu evaluasi yang dilakukan secara mendadak dalam waktu singkat dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran pada saat itu (snap shot).
228
James Andeson membagi evaluasi pelaksanaan kebijakan kepada tiga tipe, yaitu : Pertama, evaluasi kebijakan yang dipahami sebagai kegiatan fungsional; Kedua: evaluasi kebijakan yang memfokuskan kepada bekerjanya kebijakan; dan Ketiga, evaluasi kebijakan sistematis yang melihat secara obyektif program-program kebijakan yang ditujukan untuk mengukur dampaknya bagi masyarakat, selain itu sejauh mana tujuan-tujuan yang ada telah dinyatakan tercapai. Sedangkan Edward A. Suchman, dalam Riant Nugroho (2003) menawarkan pandangan praktis, yang hanya mengemukakan enam langkah evaluasi, yakni : a) Mengidentifikasi tujuan program yang akan dievaluasi, b) Analisis terhadap masalah, c) Deskripsi dan standarisasi kegiatan, d) Pengukuran terhadap tingkatan perubahan yang terjadi, e) Menentukan apakah perubahan yang diamati merupakan akibat dari kegiatan tersebut, atau karena penyebab lain? f) Beberapa indikator untuk menentukan keberadaan suatu dampak. Di samping itu, masih ada pendapat lain tentang teknik dan metode evaluasi kebijakan, tetapi penggunaannya tentu tergatung kepada evaluator sendiri sesuai dengan kebutuhannya. 3) Evaluasi Lingkungan Kebijakan Publik Evaluasi terhadap lingkungan kebijakan ini sedikit sekali dibahas dan diperhatikan, baik oleh para ahli maupun para akademisi evaluasi kebijakan. Namun sesuai dengan kenyataan yang ada bahwa faktor lingkungan sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan suatu kebijakan. Satu 229
hal yang perlu diwaspadai, bahwa lingkungan merupakan faktor yang berada di luar kendali evaluasi kebijakan publik, dengan demikian pengaruh lingkungan pun akan sulit untuk dikendalikan. Karena sulitnya, justru dikeluarkan dari kerangka evaluasi kebijakan. Tetapi perkembangan terakhir menunjukkan bahwa keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan suatu kebijakan tidak lagi ditentukan oleh kebijakan itu semata, melainkan perlu dukungan lingkungan yang kondusif. Konteks lingkungan perlu dimunculkan, karena sebenarnya keadaan hari ini merupakan produk dari keadaan masa silam. Perubahan di masa depan, sebagian besar ditentukan oleh keadaan hari ini (sekarang). Evaluasi lingkungan kebijakan berkenaan dengan faktorfaktor yang membuat kebijakan gagal atau berhasil diimplementasikan. Karena terbukti faktor tersebut besar pengaruhnya terhadap pelaksanaan kebijakan. sebagai contoh, pada masa pemerintahan Abdurahman Wahid, beberapa Menteri sulit melaksanakan kebijakan Presiden karena lingkungan negara seperti pelangi, sehingga kebijakan tersebut gagal. Bahkan lebih parah, ada pihakpihak yang menghendaki agar Presiden mundur. Demikian juga halnya dengan lingkungan luar yang lebih luas, ketika Indonesia sedang giat-giatnya membenahi negara agar pulih dari keterpurukan, bahkan ada yang menghendaki agar Indonesia tetap demikian supaya mudah dikuasai. Pada prinsipnya, evaluasi lingkungan kebijakan memberikan deskripsi yang lebih jelas tentang bagaimana konteks kebijakan dirumuskan dan dilaksanakan. Sebagian besar dari upaya ini memang diarahkan kepada deskripsi yang bertujuan untuk membangun sebuah pemahaman
230
bersama, dan membangun general wisdom untuk dapat memahami kinerja kebijakan publik. 5.6.1 Petunjuk Evaluasi Pelaksanaan Kebijakan Publik Dalam melaksanakan evaluasi kebijakan, para evaluator akan dihadapkan kepada banyaknya pilihan tentang teknik dan metode evaluasi kebijakan publik. Selain dari pandanganpandangan yang telah dipaparkan, masih banyak pandangan lain dari ahli yang berbeda. Tetapi, dari beberapa metode dan teknik yang ditawarkan, segala sesuatunya tergantung kepada evaluator yang akan menggunakannya. Di samping itu perlu dijawab pertanyaan mendasar, yakni ”mana yang hedak digunakan?” jawabannya pun akan berbeda, tergantung kepada kebutuhan dari evaluator. Namun demikian, walaupun seorang evaluator bebas memilih model dan teknik yang dikehendakinya, kiranya perlu dikemukakan panduan sederhana tentang apa-apa yang dapat dilakukan oleh evaluator sebelum melakukan tugasnya. Riant Nugroho (2003), mengemukakan beberapa hal yang harus dipertimbangkan sebelum menentukan pilihan teknik dan metode evaluasi, yaitu sebagai berikut: a) Antara evaluasi kebijakan dengan analisa kebijakan terdapat perbedaan yang sangat tipis. Analisis kebijakan diperuntukkan bagi lingkungan para pengambil kebijakan, sedangkan evaluasi kebijakan diperuntukkan bagi lingkungan internal dan eksternal. b) Evaluasi kebijakan harus memenuhi syarat-syarat: menemukan hal-hal stratejik untuk meningkatkan kinerja; mampu mengambil jarak dari para pembuat kebijakan, pelaksana kebijakan, dan target kebijakan; serta harus mampu mempertanggungjawabkan prosedur evaluasi secara metodologi. 231
c) Evaluator harus idividu atau lembaga yang memiliki karakrer profesional. Dalam arti menguasai kecakapan, keilmuan, metodologi, dan memiliki etika. d) Evaluasi dilakukan tidak dalam suasana permusuhan atau diwarnai kebencian, namun harus ikhlas atas dasar tanggungjawab profesional demi kejayaan suatu bangsa. Setelah memahami hal-hal di atas, berikut ini merupakan petunjuk praktis yang lebih fokus kepada tindakan evaluator. a) Evaluator harus menyesuaikan alat ukur dengan model metode implementasi kebijakan yang akan digunakan. b) Evaluator perlu menyesuaikan evaluasinya dengan tujuan evaluasi yang dibebankan kepadanya. c) Evaluator harus menyesuaikan evaluasinya dengan kompetensi keilmuan dan metodologi yang dimilikinya. Seorang evaluator yang mengandalkan kompetensi ekonomi disarankan untuk tidak melakukan evaluasi politik. d) Evaluator harus menyesuaikan diri dengan sumber daya yang dimiliki, mulai dari sumber daya waktu, manusia, alat, teknologi, dana, sistem, manajemen, bahkan sumber dalam kepemimpinan yang ada. e) Evaluator harus menyesuaikan diri dengan lingkungan evaluasi, agar bisa diterima dengan baik di lingkungan yang akan dievaluasinya. Secara spesifik, petunjuk praktis bagi para evaluator yang akan melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan publik dapat diamati dari gambar berikut ini.
232
Kesesuaian dengan metode Pelaksanaan
Kesesuaian dengan tujuan Evaluasi
EVALUATOR
Kesesuaian dengan Kompetensi
Pelaksanaan (Implementasi) Kebijakan
Kesesuaian dengan sumber daya yang ada
Kesesuaian dengan Lingkungan Evaluasi
Gambar: 5.4 Petunjuk Praktis Evaluasi Pelaksanaan Kebijakan Publik
233
BAB VI PENUTUP Pada era reformasi, khususnya bagi pemerintah daerah kabupaten dan kota setelah beberapa tahun berselang diberi kepercayaan untuk mengelola potensi daerahnya secara otonom, maka menata ulang manajemen pemerintahan merupakan tuntutan yang sangat mendesak. Hal ini diperlukan karena persaingan diyakini akan semakin ketat, bukan hanya sebatas masalah-masalah pemerintahan, melainkan telah merambah ke dunia usaha menjelang pasar global yang sulit dihindari. Pada saat terjadi globalisasi ekonomi dengan pasar bebasnya yang akan membuka akses-akses informasi di segala bidang, memungkinkan masuknya berbagai pengaruh luar baik yang bermuatan positif maupun negatif. Bangsa Indonesia yang sedang menata diri perlu mewaspadai semua itu, agar tidak tersisihkan oleh pendatang hanya karena kalah bersaing dalam manajemen, baik manajemen bisnis maupun pemerintahan. Oleh karena itu, dengan mempelajari dan memahami mata kuliah Perencanaan, Implementasi, dan Evaluasi Kebijakan Fungsi-fungsi Manajemen ini, mahasiswa peserta program Pascasarjana Magister Ilmu Administrasi, mampu menjawab tantangan pada era global ini sekaligus memanfaatkan peluang yang ada. Daya saing kebijakan publik di Indonesia saat ini masih jauh daripada memuaskan, dalam beberapa hal masih perlu penyempurnaan. Ungkapan ini didasarkan atas pakta yang dikemukakan oleh laporan hasil penelitian tentang Global Competitivennes Report tahun 2002 tingkat ASEAN, Indonesia menduduki ranking ke-67, berada di bawah Vietnam. 234
Masyarakat menunggu kehadiran putra bangsa terbaiknya, untuk menjadi pelopor pembaharuan yang handal, jujur, bertanggungjawab dan berkepribadian. Dalam era globalisasi, faktor yang menentukan untuk dapat bersaing dengan mengandalkan keunggulan bukan terletak pada negara dan pemerintah semata, melainkan ditentukan pula oleh keunggulan organisasi bisnisnya. Tetapi perlu dipahami juga, bahwa apa-apa yang dapat dilakukan oleh organisasi bisnis bergantung kepada kebijakan publik yang berlaku di negara tersebut. Dengan demikian, terdapat hubungan timbal balik antara organisasi bisnis dengan kebijakan publik. Sudah saatnya bagi bangsa Indonesia untuk menyadari akan semua itu dan bangkit untuk menata diri menyongsong persaingan global yang semakin ketat. Di dalam era global terdapat sejumlah tantangan, tetapi di dalam tantangan itu ada juga peluang yang bisa diambil untuk memperkuat diri dalam memasuki persaingan tersebut. Semoga buku studi yang sederhana ini mampu menumbuhkan semangat yang membara bagi siapa saja yang membacanya.
235
236
DAFTAR PUSTAKA
Albrow, Martin 1996. Birokrasi, alih bahasa Rusli Karim, Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya. Freddy Rangkuti, Business Plan: 2003. Teknik Membuat Perencanaan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Freddy Rangkuti, 2003. Analisis SWOT Teknik Membedah KS Bisnis, PT. Gramedia Pustaka Utama. Gryna, 2001. Quality Planning & Analysis: From Produck Development Trought Use, Fourt Edition, McGrawHill. Handayaningrat, Soewarno. 1996. Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen, Jakarta: PT. Toko Gunung Agung. Kusmiadi, Rachmat. 1995. Teori dan Teknik Perencanaan, Bandung: Ilham Jaya. Koswara, E. 2002. Otonomi Daerah, Jakarta: Candi Cipta Paramuda. Morrisey, George, L. 2002. Pemikiran Strategis, Jakarta: Prehanlindo. Ndraha, Taliziduhu. 2003. Kybernology (Ilmu Pemerintahan Baru), Jakarta: Rineka Cipta. Nugroho, Riant. 2003. Kebijakan Publik, Formula, Implementasi, dan Evaluasi, Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Nisyar, Karchi. 1997. Manajemen Strategik, Bandung: Mandar Madju. 236
Robbins, P. Stephen. 1994. Teori Organisasi; Struktur, Desain, dan Aplikasi, Jakarta: Arcan. Salusu, J. 2003. Pengambilan Keputusan Stratejik; Untuk Organisasi Publik dan Organisasi Nonprofit, Jakarta: Grasindo. Sayodih, Nana. 2003. Pengendalian Mutu Pendidikan; Konsep, Prinsip, dan Instrumen, Bandung: Kusuma Karya. Suryadi, Kadarsah. 1998. Sistem Pendukung Keputusan. Bandung: Rosda Karya. Tangkilisan, Hessel Nogi. 2003. Evaluasi Kebijakan Publik, Yogyakarta: Penerbit Balairung. Tangkilisan, Hessel Nogi. 2003. Kebijakan Publik untuk Pemimpin Berwawasan Internasional Membuat Perbedaan Besar, Yogyakarta: Penerbit Balairung. Usmara.A. 2008. Implementasi Manajemen Stratejik; Kebijakan dan Proses, Yogyakarta: Asmara Books. Undang-Undang Nomor 32, Pemerintahan Daerah.
Tahun
2004,
Inpres N. 2/1988, tentang Pengawasan Melekat.
237
tentang