BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum
Bandar
Udara
sebagai
sarana
pokok
sektor
transportasi
udara
dalam
penyelenggaraan penerbangan merupakan tempat untuk pelayanan jasa angkutan udara. Dalam melaksanakan fungsi dan tujuannya maka Bandar udara harus ditata secara terpadu guna mewujudkan penyediaan jasa kebandarudaraan. Sistem transportasi udara di Indonesia semakin berperan dalam pengembangan perekonomian dan merupakan kewenangan transportasi udara untuk dapat melayani seluruh wilayah nusantara terutama dalam kaitannya dengan percepatan arus informasi, barang, penumpang dan lain sebagainya. Bandar Udara yang selanjutnya disingkat Bandara merupakan prasarana pendukung transportasi udara yang sangat penting karena daerah-daerah yang sebelumnya sulit di jangkau melalui jalur transportasi darat kini dapat diatasi melalui jalur transportasi udara untuk berhubungan dalam bidang Ekonomi, Pemerintahan, Pariwisata dan lainlain. udara merupakan salah satu infrastruktur penting yang diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi masyarakat. Bandar udara berfungsi sebagai simpul pergerakan penumpang atau barang dari transportasi udara ketransportasi darat atau sebaliknya dan untuk meningkatkan pelayanan transportasi udara maka perlu dibangun bandar udara baru atau perencanaan pengembangan bandara maupun peningkatan yang diperlukan sehubungan dengan penambahan kapasitas penerbangan. Tentu akan memerlukan metode efektif dalam perencanaan agar
diperoleh hasil yang terbaik dan ekonomis, memenuhi unsur keselamatan pengguna dan tidak mengganggu ekosistem.
1.2 Latar Belakang Masalah
Meningkatnya kebutuhan akan transportasi diiringi dengan berkembangnya aktivitas
perekonomian
suatu
daerah,
daerah
yang
sedang
mengalami
perkembangan membutuhkan membutuhkan sarana transportasi yang memadai dalam melakukan me lakukan aktivitas sehari-hari. Pulau Nias adalah salah satu daerah yang yang sekarang sedang berkembang, baik dari segi Ekonomi, Pemerintahan, dan Pariwisata. Pulau Nias merupakan pulau kecil
yang
terkenal
dengan
keindahan
pantainya
sehingga
banyak
dikunjungi turis domestik maupun non domestik. Dahulu, pulau Nias hanya sebuah kabupaten kecil di Sumatera Utara, tapi kini telah berkembang menjadi kota
yang terdiri dari beberapa kabupaten bahkan akan dideklarisasikan
sebagai sebuah propinsi sehingga
membutuhkan
sarana
dan prasarana
transportasi yang memadai baik transportasi darat, udara, dan air. Pesawat udara adalah salah satu transportasi udara yang sekarang sering digunakan di Pulau Nias, hal ini disebabkan karena menggunakan pesawat tidak memerlukan waktu lama untuk pergi ke kota yang lain, contohnya ke kota Medan hanya membutuhkan waktu 45 menit dengan pesawat jika dibandingkan dengan transportasi laut akan membutuhkan waktu lebih lama. Karena alasan tersebut sebagian besar warga lebih memilih menggunakan pesawat bila bepergian keluar
diperoleh hasil yang terbaik dan ekonomis, memenuhi unsur keselamatan pengguna dan tidak mengganggu ekosistem.
1.2 Latar Belakang Masalah
Meningkatnya kebutuhan akan transportasi diiringi dengan berkembangnya aktivitas
perekonomian
suatu
daerah,
daerah
yang
sedang
mengalami
perkembangan membutuhkan membutuhkan sarana transportasi yang memadai dalam melakukan me lakukan aktivitas sehari-hari. Pulau Nias adalah salah satu daerah yang yang sekarang sedang berkembang, baik dari segi Ekonomi, Pemerintahan, dan Pariwisata. Pulau Nias merupakan pulau kecil
yang
terkenal
dengan
keindahan
pantainya
sehingga
banyak
dikunjungi turis domestik maupun non domestik. Dahulu, pulau Nias hanya sebuah kabupaten kecil di Sumatera Utara, tapi kini telah berkembang menjadi kota
yang terdiri dari beberapa kabupaten bahkan akan dideklarisasikan
sebagai sebuah propinsi sehingga
membutuhkan
sarana
dan prasarana
transportasi yang memadai baik transportasi darat, udara, dan air. Pesawat udara adalah salah satu transportasi udara yang sekarang sering digunakan di Pulau Nias, hal ini disebabkan karena menggunakan pesawat tidak memerlukan waktu lama untuk pergi ke kota yang lain, contohnya ke kota Medan hanya membutuhkan waktu 45 menit dengan pesawat jika dibandingkan dengan transportasi laut akan membutuhkan waktu lebih lama. Karena alasan tersebut sebagian besar warga lebih memilih menggunakan pesawat bila bepergian keluar
kota sehingga mengakibatkan penumpukan penumpang di bandara karena kurangnya maskapai yang beroperasi di bandara Binaka Nias apalagi pada hari libur. Berdasarkan kondisi tersebut pulau Nias memerlukan perencanaan sistem transportasi
yang
baik
untuk
memenuhi
kebutuhan
aktivitas
ekonomi,
pemerintahan, dan pariwisata. Saat ini di Bandara Binaka Nias beroperasi dua maskapai penerbangan tipe Cassa dengan kapasitas penumpang 60. Meningkatnya masyarakat yang mengunakan transportasi ini menyebabkan beberapa masalah, salah satunya penumpukan penumpang karena kurangnya maskapai yang beroperasi apalagi di musim liburan khususnya dihari besar atau hari raya. Menurut Gunungsitoli, NBC, menjelang Hari Raya Idul Fitri dan dihari Natal, arus penumpang di Bandara Binaka mengalami peningkatan. Pengamatan NBC pada hari Kamis tanggal 18 Agustus 2013 dan 18 Desember Desem ber 2013, para penumpang memadati ruang kedatangan Bandara Binaka. Dan sisi lain juga adanya niat Pemerintah Daerah Nias untuk mengembangkan bandara Binaka. Bandara Binaka hanya layak didarati pesawat-pesawat kecil seperti Casa, Cessna, Fokker, dan pesawat yang tidak membutuhkan landasan panjang untuk lepas landas maupun mendarat. Salah satu solusi untuk menyelesaikan masalah diatas seperti penumpukan penumpang dan adanya adanya rencana Pemerintah Pusat untuk mengembangkan bandara Binaka Nias adalah dengan sebuah Perencanaan dan Pengembangan Geometrik dan Perkerasan Runway bandara agar dapat mengoperasikan pesawat dengan kapasitas
penumpang
yang
lebih
banyak,
penumpukan penumpang yang terjadi di bandara.
sehingga
dapat
memfasilitasi
1.3 Permasalahan
Tugas akhir ini membahas tentang Perencanaan Dan Pengembangan Geometrik Dan Perkerasan Runway Bandara Binaka Nias Dengan Jenis Pesawat Airbus 380A dimana titik masalahnya terletak pada : 1. Kondisi lahan yang sempit dan perlu pengembangan lahan bandara. 2. Perbedaan kondisi lapangan yang dapat berupa kondisi keadaan tanah. 3. Menghitung komponen-komponen geometrik landasan pacu yang akan dirancang untuk melayani pesawat terbang yang akan beroperasi pada Bandar Binaka Nias. 4. Menentukan arah landasan pacu yang akan dirancang untuk melayani pesawat yang akan beroperasi pada Bandar Udara Binaka Nias 5. Mengkaji dampak pembangunan Bandar Udara Binaka Nias sebagai prasarana umum terhadap pertumbuhan ekonomi Kota Madya Gunung Sitoli pada khususnya dan Kepuluan Nias secara umum
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penulisan Tugas Akhir ini adalah untuk memahami geometrik dan perkerasan Runway (landasan pacu) bandar udara. Sehingga dapat dilakukan suatu evaluasi metode Perencanaan Pengembangan Geometrik dan Perkerasan runway dengan jenis pesawat Airbus 380A yang akan beroperasi di Bandara Binaka Nias.
1.5 Ruang Lingkup Lingkup Pembahasan Pembahasan
Ruang lingkup penelitian adalah sebagai berikut: 1. Studi dilakukan di Bandara Binaka Nias. 2. Desain runway untuk pesawat tipe Airbus 380A 3. Desain runway direncanakan tipe paralel 4. Desain Geometrik dan Struktur Perkerasan runway 5. Data diperoleh di lapangan dan yang didesain adalah lebar, panjang, dan tebal perkerasan runway.
1.6 Metodologi Metodologi Pembahasan Pembahasan
Dalam penulisan Tugas Akhir ini, metodologi yang digunakan adalah studi Kasus dengan cara menggunakan cara-cara yang sistematis dan melakukan pengamatan, pengumpulan data, analisis informasi dan pelaporan hasilnya dan mencari bahan referensi dari buku ajar (text book), jurnal yang memiliki hubungan dan relevansi maupun buku – buku – buku buku teknis yang sesuai dengan pembahasan. Penulisan kemudian menganalisa, memaparkan, membandingkan dan menulis kembali kedalam bentuk yang lebih terperinci.
BAB I I TINJAUAN LITERATUR 2.1 Pengertian Bandar Udara
Pelabuhan udara, bandar udara atau bandara adalah kawasan di daratan atau perairan dengan batas-batas tertentu yang digunakan sebagai tempat pesawat udara mendarat dan lepas landas, naik turun penumpang, bongkar muat barang, dan tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi, yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan penerbangan, serta fasilitas pokok dan fasilitas penunjang lainnya. Pada masa awal penerbangan, bandara hanyalah sebuah tanah lapang berumput yang bisa didarati pesawat dari arah mana saja tergantung arah angin. Di masa Perang Dunia I, bandara mulai dibangun permanen
seiring
meningkatnya
penggunaan pesawat
terbang dan landas
pacu mulai terlihat seperti sekarang. Setelah perang, bandara mulai ditambahkan fasilitas komersial untuk melayani penumpang. Sekarang, bandara bukan hanya tempat untuk naik dan turun pesawat. Dalam perkembangannya, berbagai fasilitas ditambahkan seperti toko-toko, restoran, pusat kebugaran, dan butik-butik merek ternama apalagi di bandara-bandara baru. Bandara yang paling sederhana minimal memiliki sebuah landas pacu namun bandara-bandara besar biasanya dilengkapi berbagai fasilitas lain, baik untuk operator layanan penerbangan maupun bagi penggunanya. Menurut Annex 14 dari ICAO (International Civil Aviation Organization): "Bandar udara adalah area tertentu di daratan atau perairan (termasuk bangunan, instalasi dan peralatan) yang diperuntukkan baik secara keseluruhan atau sebagian
untuk kedatangan, keberangkatan dan pergerakan pesawat". Sedangkan definisi bandar udara menurut PT (persero) Angkasa Pura adalah "lapangan udara, termasuk segala bangunan dan peralatan yang merupakan kelengkapan minimal untuk menjamin tersedianya fasilitas bagi angkutan udara untuk masyarakat". Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 1996 Tentang Kebandarudaraan pasal 1 mengatakan bahwa: “Bandar Udara adalah lapangan terbang yang dipergunakan untuk mendarat dan lepas landas pesawat udara, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat kargo dan/atau pos, serta dilengkapi dengan fasilitas keselamatan penerbangan dan sebagai tempat perpindahan antar moda transportasi”. Menurut Rahmat Tandi, Bandar Udara adalah Bandar Udara (Aerodrome) : ialah daerah tertentu di daratan atau di perairan, termasuk semua Bangunan, Instalasi, dan Peralatan yang semuanya atau sebagian digunakan untuk melayani kedatangan dan keberangkatan pesawat udara. Dengan defenisi tersebut diatas maka dapat dijabarkan Bandar Udara secara terperinci diuraikan sebagai berikut : 1. Harus jelas lokasi yang akan dipergunakan (di daratan atau di perairan) . 2. Kemudian harus ada sarana dan prasarana yang meliputi (Bangunan; Instalasi; dan Peralatan). 3. Kegunaan dan manfaat dari Bandar Udara itu sendiri (Melayani kedatangan dan keberangkatan pesawat udara).
Bandar udara memiliki peran sebagai: 1. Simpul dalam jaringan transportasi udara yang digambarkan sebagai titik lokasi bandar udara yang menjadi pertemuan beberapa jaringan dan rute penerbangan. 2. Pintu gerbang kegiatan perekonomian dalam upaya pemerataan pembangunan pertumbuhan dan stabilitas ekonomi sertakeselarasan pembangunan nasional dan pembangunan daerah yang digambarkan sebagai lokasi dan wilayah di sekitar bandar udara yang menjadi pintu masuk dan keluar kegiatan perekonomian. 3. Tempat kegiatan alih moda transportasi, dalam bentuk interkoneksi antar moda pada simpul transportasi guna memenuhi tuntutan peningkatan kualitas pelayanan yang terpadu dan berkesinambungan yang digambarkan sebagai tempat perpindahan moda transportasi udara ke moda transportasi lain atau sebaliknya. 4. Pendorong dan penunjang kegiatan industri, perdagangan dan
pariwisata
dalam menggerakkan dinamika pembangunan nasional, serta keterpaduan dengan sektor pembangunan lainnya, digambarkan sebagai lokasi bandar udara yang memudahkan transportasi udara pada wilayah di sekitamya. 5. Pembuka isolasi daerah, digambarkan dengan lokasi bandar udara yang dapat membuka daerah terisolir karena kondisi geografis dan/atau karena sulitnya moda transportasi lain.
6. Pengembangan daerah perbatasan, digambarkan dengan lokasi bandar udara yang memperhatikan tingkat prioritas pengembangan daerah perbatasan Negara Kesatuan Republik Indonesia di kepulauan dan/atau di daratan. 7. Penanganan bencana, digambarkan dengan lokasi bandar udara yang memperhatikan kemudahan transportasi udara untuk penanganan bencana alam pada wilayah sekitarnya. 8. Prasarana
memperkokoh
Wawasan
Nusantara
dan
kedaulatan
negara,
digambarkan dengan titik-titik lokasi bandar udara yang dihubungkan dengan jaringan dan rute penerbangan yang mempersatukan wilayah dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bandar udara terdiri atas: 1. Bandar udara umum yaitu bandar udara yang dipergunakan untuk melayani kepentingan umum. 2. Bandar udara khusus bandar udara yang hanya digunakan untuk melayani kepentingan sendiri untuk menunjang kegiatan usaha pokoknya. Berdasarkan rute penerbangan yang dilayani maka bandar udara dibagi menjadi 2 yaitu: 1. Bandar Udara Domestik adalah bandar udara yang ditetapkan sebagai bandar udara yang melayani rute penerbangan dalam negeri. 2. Bandar Udara Internasional adalah bandar udara yang ditetapkan sebagai bandar udara yang melayani rute penerbangnan dalam negeri dan rute penerbangan dari dalam dan ke luar negeri.
2.2 Karakteristik Pesawat Terbang
Sebelum merancang pengembangan sebuah lapangan terbang, dibutuhkan pengetahuan karakteristik pesawat terbang secara umum untuk merencanakan prasarananya. Karakteristik pesawat terbang antara lain : 1. Berat (Weight ) Berat pesawat diperlukan untuk merencanakan
tebal perkerasan
dan
kekuatan landasan pacu. 2. Ukuran (Size) Lebar
dan
panjang
pesawat
( Fuselag )
mempengaruhi
dimensi
landasan pacu. 3. Kapasitas Penumpang Kapasitas
penumpang
berpengaruh
terhadap
perhitungan
perencanaan
kapasitas landasan pacu. 4. Panjang Landasan Pacu Berpengaruh terhadap luas tanah yang dibutuhkan suatu bandar udara. Anggapan bahwa makin besar pesawat terbang, makin panjang landasan tidak selalu benar. Bagi pesawat besar, yang sangat menentukan kebutuhan panjang landasan adalah jarak yang akan ditempuh sehingga menentukan berat lepas landas (Take Off Wei ght ). Karakteristik dari beberapa pesawat terbang dapat dilihat pada Tabel 2.1 dibawah ini :
Tabel 2.1 Karakteristik Beberapa Pesawat Terbang Aircraft
Manufactur
A-380-800 A-330-200 A-300-600 A-310-300
Airbus Industri Airbus Industri Airbus Industri Airbus Industri
A-300-B2 A-320-200 A-340-200 B-727-200 B-737-200 B-737-300 B-737-400 B-737-500 B-747-100 B-747-200B B-747-300 B-747-400 B-747SP B-757-200 B-767-200 B-767-300 B-777-200 DC-8-73 DC-9-32 DC-9-51 MD-81 MD-87 MD-90-30 DC-10-10 DC-10-30 DC-10-40 MD-11 L-1011-550 BAe111-500 F-100 F-28-1000 F-28-4000 Sngl Whel-30
Airbus Industri Airbus Industri Airbus Industri Boeing Boeing Boeing Boeing Boeing Boeing Boeing Boeing Boeing Boeing Boeing Boeing Boeing Boeing McDonnell-Douglas McDonnell-Douglas McDonnell-Douglas McDonnell-Douglas McDonnell-Douglas McDonnell-Douglas McDonnell-Douglas McDonnell-Douglas McDonnell-Douglas McDonnell-Douglas Lockheed British Aerospace Fokker Fokker Fokker Single Wheel
Wingspan Length Wheel base 261'08'' 239'03'' 197'10'' 193'7" 147'01" 175'06" 144'00" 153'01"
99'08'' 55'2'' 61'01" 49'11"
144'31' 111'03" 197'10 108'00" 93'00" 94'09" 94'09" 94'09" 195'08" 195'08" 195'08" 213'00" 195'08" 124'10" 156'01" 156'01" 199'11" 148'05" 95'04" 93'04" 107'10" 107'10" 107'10" 155'04" 165'04" 165'04" 170'06" 164'04" 93'06" 92'03" 77'4" 82'0'' 70'2"
48'15'' 41'05" 62'11" 63'03" 37'04" 40'10" 46'10" 36'04" 84'00" 84'00" 84'00" 84'00" 67'04" 60'00" 67'04" 74'08" 84'11" 77'06" 53'02" 60'11" 72'05" 62'11" 77'02" 72'05" 72'05" 72'05" 80'09" 61'08" 41'05" 45’93" 58'9'' 33'11" 30'5"
173' 3'' 123'03" 195'00" 153'02" 100'02" 109'07" 109'07" 101'09" 231'10" 231'10" 231'10" 231'10" 184'09" 155'03" 159'02" 180'03" 209'01" 187'05" 119'04" 133'07" 147'10" 130'05" 152'07" 182'03" 182'03" 182'03" 201'04" 164'03" 107'00" 116'52" 89'11" 97'02" 84'8"
MSTOW Runway Length MLW(lb) (lb) (ft) 1,235,000 850000 10000 509047 396900 7280 363765 304240 7600 330690 271170 7575 315041 158730 558900 184800 100000 140000 138500 115500 710000 775000 710000 877000 630000 220000 315000 345000 535000 355000 121000 121000 140000 149500 156000 458000 572000 555000 602500 510000 119048 101000 66500 73000 30000
335,000 134480 399000 150000 95000 114000 121000 110000 564000 564000 564000 574000 450000 198000 272000 300000 445000 258000 110000 110000 128000 130000 142000 363500 403000 403000 430000 368000 109127 88000 44434 69500 30000
(Sumber : Plannin g & Design of A ir port, Robert H oronjeft, Fr ancis X M c Kelvey ) *MSTOW = M aximum Structural Take Off Weight ; MLW = M aximum L anding Weigh t
7400 5630 7600 8600 5600 6300 7300 5100 9500 12200 7700 5800 6000 8000 8700 10000 5530 7100 7250 7600 6800 9000 9290 14500 9800 9200 6900 5200 11300 5561 5350 10830 3475
2.2.1 Berat Pesawat
Beberapa komponen dari berat pesawat terbang yang paling menentukan dalam menghitung panjang landas pacu dan kekuatan perkerasannya, yaitu : 1. Operating Weight Empty Adalah berat dasar pesawat terbang, termasuk di dalamnya crew dan peralatan pesawat terbang, tetapi tidak termasuk bahan bakar dan penumpang atau barang yang membayar. 2. Pay Load Adalah produksi muatan (barang atau penumpang) yang membayar, diperhitungkan menghasilkan pendapatan bagi perusahaan. Pertanyaan yang sering muncul, berapa jauh pesawat bisa terbang, jarak yang bisa ditempuh pesawat disebut jarak tempuh (range). Banyak faktor yang mempengaruhi jarak tempuh pesawat, yang paling penting adalah pay load . Pada dasarnya pay load bertambah, jarak tempuhnya berkurang atau sebaliknya pay load berkurang, jarak tempuh bertambah. 3. Zero Fuel Weight Adalah batasan berat, spesifik pada tiap jenis pesawat, di atas batasan berat itu tambahan berat harus berupa bahan bakar, sehingga ketika pesawat sedang terbang, tidak terjadi momen lentur yang berlebihan pada sambungan. 4. Maximum Structural Landing Weight Adalah kemampuan struktural dari pesawat terbang pada waktu melakukan pendaratan.
5. Maximum Structural Take Off Weight Adalah berat maximum pesawat terbang termasuk didalamnya crew, berat pesawat kosong, bahan bakar, pay load yang diizinkan pabrik, sehingga momen tekuk yang terjadi pada badan pesawat terbang, rata- rata masih dalam batas kemampuan yang dimiliki oleh material pembentuk pesawat terbang. 6. Berat Statik Main Gear dan Nose Gear Pembagian beban statik antara roda pendaratan utama (main gear ) dan nose gear , tergantung pada jenis/tipe pesawat dan tempat pusat gravitasi pesawat terbang. Batas-batas
dan pembagian
beban disebutkan
dalam
buku petunjuk tiap-tiap jenis pesawat terbang, yang mempunyai perhitungan lain dan ditentukan oleh pabrik.
2.2.2 Dimensi Pesawat
Dalam perencanaan suatu landasan pacu Bandar udara, perlu untuk mengetahui dimensi pesawat terbang dengan ukuran terbesar, agar nantinya pesawat tersebut dapat dilayani. Adapun dimensi dari pesawat terbang yang perlu untuk diketahui meliputi : a) Wing Span Merupakan
jarak
atau
bentang
sayap
yang
digunakan
untuk
menentukan lebar taxiway, jarak antar taxiway, besar apron, besar hanggar.
b) Length Merupakan panjang badan pesawat yang digunakan untuk menentukan pelebaran taxiway (tikungan), lebar exit R/W, T/W, besar apron, besar hanggar. c) Height Merupakan
tinggi
pesawat
yang
digunakan
untuk
menentukan
tinggi pintu hanggar, serta instalasi dalam hanggar. d) Wheel/Gear Tread Merupakan jarak antar roda utama terhitung dari as ke as yang digunakan untuk menentukan radius putar pesawat. e) Wheel Base Merupakan jarak antar roda utama (main gear) dengan roda depan pesawat (nose gear) yang digunakan untuk menentukan radius exit T/W. f) Outer main gear wheel span (OMGWS) Merupakan jarak antar roda utama terluar, dimana nilai ini menentukan Reference Code Letter
.
g) Tail Width Merupakan lebar sayap belakang yang digunakan untuk menentukan luas apron. Untuk lebih jelas mengenai dimensi pesawat terbang, dapat melihat Gambar 2.1 berikut :
t h g i e H m u m i x a M
Tail width
Wheel tread
Gambar 2.1 Komponen karakteristik pesawat terbang Sumber : Manual of Standards (MOS) - Part 139 Aerodromes 2002
2.2.3 Konfigurasi Roda Pesawat Terbang
Selain berat pesawat, konfigurasi roda pendaratan utama sangat berpengaruh terhadap perancangan tebal lapis keras. Pada umumnya konfigurasi roda pendaratan utama dirancang untuk menyerap gaya-gaya yang ditimbulkan selama melakukan pendaratan (semakin besar gaya yang ditimbulkan semakin kuat roda
yang digunakan), dan untuk menahan beban yang lebih kecil dari beban pesawat lepas landas maksimum. Dan selama pendaratan berat pesawat akan berkurang akibat terpakainya bahan bakar yang cukup besar. Pada umumnya konfigurasi roda pendaratan utama untuk beberapa jenis pesawat seperti yang terlihat pada Gambar 2.2 berikut :
Gambar 2.2 Konfigurasi roda pesawat terbang Sumber : Zainuddin A, BE.Selintas Pelabuhan Udara,1983
2.3 Lingkungan Bandar Udara
Lingkungan bandar udara yang berpengaruh dalam merencanakan sebuah runway bandara yaitu : 1. Temperatur Pada temperatur
yang lebih tinggi,
dibutuhkan
landasan
yang lebih
panjang, sebab pada temperatur yang tinggi tingkat density udara akan rendah, dengan menghasilkan output daya dorong pesawat terbang yang rendah. Sebagai standar temperatur dipilih temperatur di atas muka laut sebesar 59˚ F = 15˚ C, dengan perhitungan sebagai berikut : Ft = 1 + [0,01* (T − (15 − (0,0065 * h )))]
(2.1)
Dimana, Ft = Faktor koreksi temperatur T=
Aerodrome reference temperatur (°C)
h = Ketinggian (m)
2. Ketinggian Altitud e Rekomendasi dari ICAO, menyatakan bahwa harga ARFL bertambah sebesar 7 % setiap kenaikan 300 m (1.000 ft ) dihitung dari ketinggian muka air laut, dengan perhitungan :
Fe = 1 +
h 0.07 * 300
Dimana, Fe = Faktor koreksi elevasi
h = Ketinggian (m)
(2.2)
3. Kemiringan landasan ( Runway Gradient ) Kemiringan keatas memerlukan landasan yang lebih panjang jika dibanding terhadap landasan yang datar atau yang menurun. Kriteria perencanaan lapangan terbang membatasi kemiringan landasan sebesar 1,5 %. Faktor koreksi kemiringan (Fs) sebesar 10 % setiap kemiringan 1 %, berlaku untuk kondisi lepas landas. Fs = 1 + (0,1* S )
(2.3)
Dimana, Fs = Faktor koreksi elevasi S = Kemiringan landasan (%) 4. Kondisi Permukaan Landas Pacu Di permukaan landas pacu terdapat genangan tipis air ( standing water ) sangat dihindari karena membahayakan operasi pesawat. Standing water menghasilkan permukaan yang sangat licin bagi roda pesawat
membuat
daya pengereman sangat jelek. Itulah sebabnya drainase lapangan terbang harus baik untuk membuang air permukaan landasan. Bila landas pacu permukaan yang basah atau licin, panjang landasan harus ditambah dengan 4,5 % sampai 9,5 %, sebagaimana tercantum dalam FAA AC 150/5325-4. 5. Menghitung ARFL ARFL ( Aeroplane Reference Field Length) menurut ICAO adalah landas pacu minimum yang dibutuhkan untuk lepas landas, pada maximum sertifikated take off weight , elevasi muka air laut, kondisi standart atmosfir, keadaan tanpa ada angin bertiup, dan landas pacu tanpa kemiringan. Setiap pesawat mempunyai ARFL berlainan yang dikeluarkan pabrik pembuatnya.
Untuk mengetahui panjang landas pacu bila pesawat take off di ARFL, dipergunakan rumus :
panjanglandaspacurencana ARFL =
(2.4)
Fe. Ft . Fs
Dimana, Fe = Ketinggian Altitude (m) Ft = Faktor Koreksi Temperatur Fs = Faktor Koreksi kemiringan 6. Aerodrome Reference Code Reference code dipakai oleh ICAO, untuk mempermudah membaca antar beberapa spesifikasi pesawat, dengan berbagai karakteristik fisik lapangan terbang. Code bisa dibaca untuk elemen yang berhubungan dengan karakteristik kemampuan pesawat terbang dan ukuran-ukuran pesawat terbang. Klasifikasi landasan pacu didasarkan pada amandemen ke-36 ICAO hasil konferensi
ke IX yang mulai
efektif
berlaku
( ICAO, 1990), maka dibuat tabel Aerodrome
sejak 23 Maret 1983
Reference
Code. Untuk
menentukan kelas landasan pacu seperti pada tabel 2.2 dan 2.3 berikut : Tabel 2.2 Aerodrome Reference Code (kode angka) Kode An ka 1 2 3 4
Aerodrome Reference Field Len th ARFL < 800 m 800 - 1200 m 1200 - 1800 m > 1800 m
Sumber : perencanaan dan perancangan bandar udara (Horonjeff dan ICAO, 1998)
Tabel 2.3 Aerodrome Reference Code (kode huruf)
Kode Huruf
A B C D E
Lebar Sayap
Jarak Terluar Roda Pendaratan ( Outer Main Gear Wheel Span )
4.5 - 15 m 15 - 24 m 24 - 36 m 36 - 52 m 52 - 60 m
< 4.5 m 4.5 - 6 m 6-9m 9 - 14 m 9 - 14 m
Sumber : perencanaan dan perancangan bandar udara (Horonjeff dan ICAO, 1998)
Kode tersebut berupa kode huruf dan kode angka yang didapat dari ARFL, wing span, dan outer main gear wheel span masing-masing pesawat rencana.
2.4 Pengaruh Angin
Saat merencanakan sebuah bandara salah satu yang harus diperhatikan adalah pengaruh angin. Dalam penerbangan ada tiga tahapan yang perlu diperhatikan yaitu lepas landas, menjelajah, dan mendarat. Lepas landas dan mendarat adalah dua faktor yang sering mengalami kecelakaan disebuah bandara Karena sangat dipengaruhi meterologi, salah satunya angin permukaan. Bandara Binaka Nias terletak dipinggir laut sehingga arah angin dominan dipengaruhi oleh angin lokal seperti angin darat dan angin laut. Pesawat menggunakan aliran angin pada pesawat pada sayap untuk menghasilkan gaya angkat untuk bisa terbang. Unsur angin diperlukan untuk menentukan dari mana dan kemana pesawat lepas landas maupun mendarat dengan memperhitungkan kecepatan angin yang sedang terjadi, sedangkan selama perjalanan dimanfaatkan untuk mempertahankan posisi pesawat diudara.
Perubahan arah dan kecepatan angin permukaan yang signifikan dilaporkan seketika itu juga untuk keselamatan penerbangan saat lepas landas maupun mendarat. Pesawat terbang akan melakukan pendaratan searah datangnya angin dan melawan arah angin jika lepas landas. Contohnya landasan memanjang dari Utara hingga Selatan, jika angin berasal dari selatan pesawat akan lepas landas menuju selatan dan akan melakukan pendaratan menuju utara. Sebuah analisa angin adalah dasar bagi perencanaan lapangan terbang, sebagai pedoman pokok, landasan pada sebuah lapangan terbang yang arahnya harus sedemikian hingga searah dengan “Prevailig Wind” (arah angin dominan). Arah runway dapat ditentukan secara grafis, data angin untuk segala kondisi penglihatan adalah sebagaimana data yang diberikan, kemudian data tersebut diplot ke dalam diagram wind rose (mawar angin). Ketika mengadakan pendaratan dan lepas landas, pesawat dapat mengadakan manuver sejauh komponen angin samping (Cross wind ) tidak berlebihan Persyaratan ICAO, pesawat dapat mendarat atau lepas landas, pada sebuah lapangan terbang pada 95% dari waktu dengan komponen Cross Wind tidak melebihi : a. 37 km/jam (20 knot) dengan Aeroplane Reference Field Length (ARFL) lebih dari 1500 m b. 24 km/jam (13 knot) dengan Aeroplane Reference Field Length (ARFL) antara 1200 – 1499 m c. 19 km/jam (10 knot) dengan Aeroplane Reference Field Length (ARFL) kurang dari 1200 m
Menurut ICAO dan FAA adalah Jumlah dan orientasi runway sedemikan sehingga crosss wind coveragenya paling sedikit 95% dari waktu, artinya presentase waktu dimana penggunaan Runway dibatasi karena adanya crosswind harus lebih kecil dari 5%. Hubungan antara crosswind ,sudut arah bertiupnya angin dan kecepatan angin dapat dilihat pada gambar 2.3 :
Cross wind
V angin α
Centre Line Runways
Gambar 2.3 Hubungan antara Crosswind , sudut arah angin dan kecepatan angin Besarnya sudut arah angin terhadap center line runway dapat dihitung dengan rumus : Sin sudut arah angin terhadap center line runway = Cross wind x kecepatan angin Persentase angin yang bersesuaian dengan arah dan rentang kecepatan yang diberikan ditandai dalam sektor yang sesuai dengan mawar angin dengan menggunakan skala koordinat kutub untuk arah dan besar angin. Angka – angka dalam sel windrose menggambarkan presentase waktu dimana angin yang diobservasi berada didalam batas orientasi dan kecepatan tertentu.
Gambar 2.4 Wind Rose Sumber : Heru Basuki.1986
Dengan table atau mawar angin maka karakteristik angin dapat dibaca dengan cepat. Tabel dan gambar tersebut menunjukkan persentasi kejadian angin dengan kecepatan tertentu dari berbagai arah dalam periode waktu pencatatan. Dalam gambar tersebut garis-garis radial adalah arah angina dan tiap lingkaran menunjukkan persentasi kejadian angin dalam periode waktu pengukuran. Arah landasan pacu optimum dapat ditentukan dari mawar angin dengan menggunakan suatu lembar bahan yang tembus pandang yang padanya telah dilukiskan 3 garis sejajar dan berjarak sama. Garis tengah menyatakan garis tengah landasan pacu dan jarak antara kedua garis yang di tepi, dengan skala adalah 2 kali komponen angin sisi yang diizinkan.
Lembaran tembus pandang itu diletakkan di atas mawar angin sedemikian rupa, sehingga garis tengah pada lembaran melalui pusat mawar angin. Dengan pusat mawar angin sebagai titik pusat, lembaran itu diputar di atas mawar angin sampai jumlah dari persentase yang tercakup di antara gar is tepi maksimum, apabila salah satu garis tepi pada lembaran itu membagi suatu segmen arah angin, bagian yang terbagi itu dihitung secara visual dengan pembulatan 0,1%. Langkah berikutnya adalah membaca arah landasan pacu skala sebelah luar mawar angin, dimana garis tengah pada lembaran itu memotong skala arah. Sebagai langkah pertama dalam hal ini adalah memplot data kecepatan dan arah angin ke dalam mawar angin yaitu lingkaran yang terdiri dai berbagai sektor arah angin dan kecepatan angin. Kemudian masing-masng arah yang ditinjau dijumlahkan, maka jumlah yang terbesar dijadikan standar untuk menghitung dan menentukan arah landasan pacu
(runway). Dengan demikian maka diperoleh wind rose untuk masing-masing arah. Peninjauan arah angin dilakukan pada 8(delapan) arah yaitu: - Arah N – S. - Arah N E – SW. - Arah W – E. - Arah NW – SE.
2.5 Tingkat Kebisingan
Tingkat kebisingan dalam perencanaan perlu diperhatikan karena kebisingan disekitar bandara yang dihasilkan dari pengoperasian pesawat udara memiliki dampak buruk pada kualitas hidup masyarakat. Kebisingan pesawat dihasilkan dari sisitem propulsi mesin berputar, proses pembakaran, aliran jet dan aliran udara diatas sayap flaps dan disekitar landing gear , kebisingan diukur sebagai tingkat tekanan suara dalam desibel (dB).
Kebisingan yang dapat diterima oleh manusia tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari yaitu 85 dB dan tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu, sedangkan tingkat kebisingan yang dihasilkan oleh pesawat terbang lepas landas (130-150 dB). Karena tingkat kebisingan inilah sebaiknya perencanaan bandar udara sebaiknya dibangun ditempat yang juh dari permukiman penduduk. Tingkat maksimum kebisingan yang direkomendasikan yang dapat diterima oleh telinga manusia tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dapat dilihat pada tabel 2.4
Tabel 2.4 Tingkat Kebisingan Maksimum Yang Direkomondasikan.
Tingkat kebisingan (dBA)
Eksposur Maksimum sisa per 24 jam
85
8 jam
88
4 jam
81
2 jam
94
1 jam
97
30 menit
100
15 menit
103
7.5 menit
106
3.7 menit
109
112 detik
112
56 detik
115
28 detik
118
14 detik
121
7 detik
124
3 detik
127
1 detik
130-140
Kurang dari 1 detik
2.6 Pertimbangan Kontur Tanah
Tanah dimana bandara akan dibangun harus memiliki strata yang stabil dan lurus agar pondasi bangunan dapat berlabuh. tanah harus mampu mendukung beban yang berat tanpa pergeseran atau tengggelam. jika landasan pacu bandara digunakan untuk pesawat besar maka tanah yang menjadi dasar landas pacu harus mampu mendukung landasan ditambah berat pesawat. landasan pacu bandara baiknya beberapa meter didesain dengan beton bertulang untuk mendukung landasan pacu agar tidak retak.
2.7 Penetapan Lokasi Bandar Udara
Penetapan lokasi suatu bandar udara didasarkan atas beberapa aspek antara lain aspek ekonomi, aspek sosial budaya, aspek lingkungan, aspek ketersedian akses dan aspek status lahan. Aspek-aspek tersebut sangat mempengaruhi penetapan lahan suatu bandar udara, mengingat keberadaan bandar udara akan menimbulkan dampak sosial ekonomi bagi masyarakat sekitarnya. Beberapa pertimbangan dalam penetapan luas lahan dan lokasi dalam merencanakan lokasi bandar udara yaitu : 1. Pertumbuhan Traffic Pesawat. 2. Pertumbuhan Penumpang. 3. Pertumbuhan surat-surat lewat udara. 4. Pertumbuhan Ekonomi Daerah. 5. Pertumbuhan Ekonomi Nasional. 6. Kondisi Keamanan Wilayah dan Negara.
7. Stabilitas Politik dan Keamanan. 8. Ketersedian lahan untuk pengembangan. Adapun dampak perekonomian terhadap keberadaan bandar udara adalah pertumbuhan ekonomi wilayah sekitar bandar udara, pertumbuhan wilayah kota dan propinsi, pertumbuhan ekonomi terhadap negara (Harry Irawan, 2010)
2.8 Fasilitas Bandar Udara
Beberapa istilah kebandar-udaraan yang perlu diketahui adalah sebagai berikut, (Basuki,1986; Sandhyavitri dan Taufik, 2005) : 1. Airport , yaitu area daratan atau air yang secara regular dipergunakan untuk kegiatan take-off and landing pesawat udara. Diperlengkapi dengan fasilitas untuk pendaratan, parkir pesawat, perbaikan pesawat, bongkar muat penumpang dan barang, dilengkapi dengan fasiltas keamanan dan terminal building mengakomodasi
keperluan
penumpang
dan
barang
sebagai
tempat perpindahan antar moda transportasi. 2. Airfield, yaitu area daratan atau air yang dapat dipergunakan untuk kegiatan take-off and landing pesawat udara, fasilitas untuk pendaratan, parkir pesawat, perbaikan pesawat dan terminal building untuk mengakomodasi keperluan penumpang pesawat. 3. Aerodrom, yaitu area tertentu baik di darat maupun di air (meliputi bangunan sarana dan prasarana, instalasi infrastruktur, dan peralatan penunjang) yang dipergunakan baik sebagian maupun keseluruhannya untuk kedatangan, keberangkatan penumpang dan barang, pergerakan
pesawat terbang. Namun aerodrom belum tentu dipergunakan untuk penerbangan yang terjadwal. 4. Landing area, yaitu bagian dari lapangan terbang yang dipergunakan untuk take off dan landing , tidak termasuk terminal area. 5. Landing strip, yaitu bagian yang berbentuk panjang dengan lebar tertentu yang terdiri atas shoulders dan runway untuk tempat tinggal landas dan mendarat pesawat terbang. 6.
Taxiway (t/w), yaitu bagian sisi darat dari bandara yang dipergunakan pesawat untuk berpindah (taxi) dari runway ke apron atau sebaliknya.
7. Runway (r/w), yaitu
bagian memanjang dari sisi darat bandara yang
disiapkan untuk lepas landas dan tempat mendarat pesawat terbang. Terdapat banyak konfigurasi runway diantaranya runway tunggal, runway sejajar, runway dua jalur, runway bersilangan, runway V terbuka. Gambar 2.5 adalah contoh dari runway tunggal dan runway sejajar.
Single runway
Paralel runway Gambar 2.5 Contoh Konfigurasi Runway (ICAO,1984)
8.
Terminal Building, yaitu bagian dari bandara yang difungsikan untuk memenuhi berbagai keperluan penumpang dan barang, mulai dari tempat pelaporan
tiket,
imigrasi,
penjualan
ticket,
ruang tunggu, cafetaria,
penjualan souvenir, informasi, komunikasi, dan sebagainya.
Gambar 2.6 contoh terminal building (ICAO, 1984)
9. Apron, yaitu bagian bandara yang dipergunakan oleh pesawat terbang untuk parkir, menunggu, mengisi bahan bakar, mengangkut dan membongkar muat barang dan penumpang. Perkerasannya dibangun berdampingan dengan terminal building. 10. Holding apron, yaitu bagian dari bandara yang berada didekat ujung landasan yang dipergunakan oleh pilot untuk pengecekan terakhir dari semua instrumen dan mesin pesawat sebelum take off . Dipergunakan juga untuk tempat menunggu sebelum take off. 11. Turning area, yaitu bagian dari area di ujung landasan pacu yang dipergunakan oleh pesawat untuk berputar sebelum lepas landas. 12. Holding bay, yaitu area diperuntukkan bagi pesawat untuk melewati pesawat lainnya atau berhenti. 13. Over run (o/r), yaitu bagian dari ujung landasan yang dipergunakan untuk mengakomodasi keperluan pesawat gagal lepas landas. Over run biasanya terbagi 2 (dua) : (i) Stop way : bagian over run yang lebarnya sama dengan runway dengan diberi perkerasan tertentu, dan (ii) Clear way: bagian over run yang diperlebar dari stop way, dan biasanya ditanami rumput. 14. Fillet, yaitu bagian tambahan dari perkerasan yang disediakan pada persimpangan runway atau taxiway untuk menfasilitasi beloknya pesawat terbang agar tidak tergelincir keluar jalur perkerasan yang ada. 15. Shoulders, yaitu bagian tepi perkerasan baik sisi kiri kanan maupun muka dan belakang runway, taxiway dan apron.
2.9 Runway Bandar Udara
Landasan pacu atau runway adalah jalur perkerasan yang dipergunakan oleh pesawat terbang untuk mendarat (landing ) atau lepas landas (take off ). Menurut Horonjeff (1994) sistem runway di suatu bandara terdiri dari perkerasan struktur, bahu landasan ( shoulder ), bantal hembusan (blast pad ), dan daerah aman runway (runway and safety area). Panjang memenuhi
persyaratan
operasional
runway
harus
cukup
untuk
dari pesawat terbang yang akan
menggunakannya. Sedangkan untuk lebar suatu runway tidak boleh kurang dari yang telah ditentukan dengan menggunakan tabel dibawah ini :
Tabel 2.5 Lebar runway minimum
Code Number
Code Letter A
B
C
D
E
F
1*
18 m
18 m
23 m
-
-
-
2
23 m
23 m
30 m
-
-
-
3
30 m
30 m
45 m
-
-
4
-
45 m
45 m
45 m
60 m
-
Catatan : Jika code number precision approach runway adalah 1 atau 2, maka lebar runway harus tidak kurang dari 30 m. * Lebar runway dapat dikurangi menjadi 15 m atau 10 m tergantung pada larangan/restriksi yang diberlakukan pada operasional pesawat terbang kecil. sumber : ICAO – Annex 14 Vol.1 Aerodrome Design and Operations, 2009
Adapun uraian dari sistem runway secara umum adalah sebagai berikut:
Gambar 2.7 Unsur-unsur runway 1. Pavement. 2. Shoulder. 3. Blaspad. 4. Runway Safety Area. 5. Runway Object Free Area Pavement.
1. Perkerasan struktur ( structural pavement ) berfungsi untuk mendukung beban yang bekerja pada landasan pacu yaitu kendali, stabilitas, dan kriteria dimensi operasi lainnya sehingga mampu melayani lalulintas pesawat. 2. Bahu
landasan
( shoulder ),
yang
terletak
berdekatan
dengan
tepi
perkerasan yang berfungsi untuk menahan erosi akibat hembusan mesin jet dan menampung peralatan untuk pemeliharaan saat kondisi darurat.
3. Bantalan hembusan (blast pad ) adalah suatu area yang dirancang khusus untuk mencegah erosi permukaan pada ujung-ujung landasan pacu akibat hembusan mesin jet
yang
tserus-menerus atau
berulang-ulang.
Biasanya area ini ditanami dengan rumput. FAA menetapkan panjang bantal
hembusan
harus
100
kaki
untuk penggunaan pesawat kelas I,
150 kaki untuk penggunaan pesawat kelas II, 200 kaki untuk penggunaan pesawat kelas III dan IV dan 400 kaki untuk kelompok rancangan V dan VI. (Horonjeff, 1994). 4. Daerah aman untuk landasan pacu (runwa y safety area) adalah daerah yang bersih tanpa benda-benda yang mengganggu, dimana terdapat saluran drainase, memiliki permukaan yang rata, dan mencakup bagian perkerasan, bahu landasan,
bantalan
hembusan, dan daerah
perhentian,
apabila
diperlukan. Daerah ini selain harus mampu untuk mendukung peralatan pemeliharaan saat keadaan darurat juga harus mampu menjadi tempat aman bagi pesawat seandainya pesawat keluar dari jalur landasan pacu. FAA menetapkan bahwa daerah aman landsan pacu harus memiliki panjang 240 kaki dari ujung landasan pacu untuk pesawat kecil dan 1000 kaki untuk seluruh rancangan kelas pesawat rencana. (Horonjeff, 1994). 5.
Perluasan area aman ( safety area extended ), dibuat apabila dianggap perlu, yang bertujuan untuk mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan terjadinya kecelakaan. Panjang area ini normalnya adalah 800 kaki, tetapi itu bukan suatu ukuran baku karena bergantung pada kebutuhan lokal dan luas area yang tersedia.
a. Non Instrument Runway Operasi runway ini dimaksudkan untuk pesawat yang menggunakan prosedur pendaratan secara visual (pilot memperhitungkan pendaratan berdasarkan penglihatannya). b. Instrument Runway Operasi runway ini dimaksudkan untuk pesawat yang menggunakan prosedur
pendaratan
secara
instrument
(pilot
memperhitungkan
pendaratan menggunakan alat bantu, tidak berdasarkan penglihatan). Secara garis besar, mesin pesawat terbagi menjadi dua, yaitu bermesin piston dan bermesin turbo/turbin. Untuk pesawat terbang bermesin turbin dalam menentukan panjang runway harus mempertimbangkan tiga keadaan umum agar pengoperasian pesawat aman. Ketiga keadaan tersebut adalah: 1. Lepas landas normal Suatu keadaan dimana seluruh mesin dapat dipakai dan runway yang cukup dibutuhkan untuk menampung variasi-variasi dalam teknik pengangkatan dan karakteristik khusus dari pesawat terbang tersebut. Keadaan normal (Gambar 2.6c) memberikan definisi jarak lepas landas (take off distance = TOD) untuk bobot pesawat terbang harus 115 persen
dan
jarak sebenarnya yang ditempuh pesawat terbang untuk
mencapai ketinggian 35 ft. Tidak seluruh jarak ini harus dengan perkerasan kekuatan penuh.
2. Pendaratan Merupakan suatu keadaan dimana runway yang cukup dibutuhkan untuk memungkinkan variasi normal dari teknik pendaratan, pendaratan yang melebihi jarak yang ditentukan. Keadaan pendaratan (Gambar 2.6a), peraturan menyebutkan bahwa jarak pendaratan yang dibutuhkan oleh setiap pesawat terbang yang menggunakan bandar udara, harus cukup untuk memungkinkan pesawat terbang benar-benar berhenti pada jarak pemberhentian
yaitu
60
persen
dari
jarak pendaratan, dengan
menganggap bahwa penerbang membuat pendekatan pada kepesatan yang semestinya dan melewati ambang runway pada ketinggian 50 ft. 3. Lepas landas dengan suatu kegagalan mesin Merupakan keadaan dimana runway yang cukup dibutuhkan untuk memungkinkan pesawat terbang lepas landas walaupun kehilangan daya atau bahkan direm untuk berhenti (Gambar 2.8b). Keadaan ini memerlukan jarak yang cukup untuk menghentikan pesawat terbang dan bukan untuk melanjutkan gerakan lepas landas. Jarak ini disebut jarak percepatan berhenti. Untuk pesawat terbang yang digerakkan turbin karena jarang mengalami lepas landas yang gagal maka peraturan mengijinkan penggunaan perkerasan dengan kekuatan yang lebih kecil, dikenal dengan daerah henti, untuk bagian jarak percepatan berhenti diluar pacuan lepas landas.
Gambar 2.8 Tiga Keadaan Umum Saat Penerbangan Pesawat Sumber: H oronjeff , Planning and D esign of A i rpor t
2.10 Geometrik Bandar Udara Untuk Pesawat Airbus 380A 2.10.1 Perencanaan Panjang Runway
Untuk merencanakan sebuah landas pacu ada beberapa aspek yang harus dihitung untuk untuk mendapatkan panjang dan lebar landas pacu, lebar taxiway, panjang dan lebar apron, serta jarak paralel dan landas pacu sebelumnya dengan landas pacu yang akan direncanakan. Untuk menghitung panjang landas pacu dapat dihitung dengan :
Ev
L1 L0 X 0.07 X 300
L0
(2.5)
Dengan : L1 = Perhitungan Landas Pacu Berdasarkan Elevasi L0 = ARFL Pesawat Ev = Elevasi L0 dalam perhitungan L1 adalah ARFL pesawat. ARFL pesawat dan wheelbase (nilai wheelbase digunakan untuk perencanaan lebar taxiway). Dapat dilihat pada tabel 2.6. Pada tabel 2.6 dapat dilihat klasifikasi dari beberapa pesawat yang telah direkomendasikan oleh ICAO. Contoh pesawat kawasaki C-1 dari tabel 2.6 dapat dilihat data-data dari pesawat kawasaki C-1
Tabel 2.6 Aeroplane Classification (ICAO, 1984) Aeroplane Classification Air Craft
code
ARFLM
Wiagipan M
Outer Main
Wheel Base
1
2
3
4
5
6
7
8
Beechcraft A 36 Beechcraft 76 Cessna 162 Cessna 180 Cessna Skilane Beechcraft C 90 Beechcraft B 200 Twin Otler DHC-6 DASH 7 DHC-7 CN 235 Lear Jet 24 F Lear Jet 26 Short 330 Ahrens AR404 Brumman E-2C Kawasaki C-1 Transail C-150 Lear Jet 35A IAI KFIR C-2 Lear Jet 25 D Lear Jet 54 Faiccn 200 Fokker F28 Canadair CL600 Fokker 50M Antonov AN26 Dassault ANG Antonov Y8 DC - 940 B727 - 100 Fokker 100 Tupolev H6 Ilyushin 11-62 Airbus A300-600 DC 10 - 30 Airbus 300A Boeing 747 Boeing 747-SP Airbus 380
1A 1A 1A 1A 1A 1A 1B 1B 1B 1C 1C 2A 2A 2B 2B 2C 2C 2D 3A 3A 3A 3A 3B 3B 3B 3C 3C 3D 3D 4C 4C 4C 4C 4D 4D 4D 4E 4E 4F
622 646 406 190 411 689 786 366 686 687 1,005 927 1,160 915 1,128 910 990 1,287 1,750 1,200 1,234 1,420 1,584 1,372 1,525 1,240 1,620 1,230 2,065 2,502 1,990 2,100 3,250 2,384 3,170 1,951 2,880 2,393 -
10,21 11,85 9,97 10,92 10,92 15,32 16,61 19,81 28,35 25,81 10,84 13,35 22,76 20,12 24,56 3,06 40 12,04 822 10,84 13,35 16,32 23,57 18,85 29 2,92 37,36 38 26,47 3,29 29,08 34,19 4,32 44,84 50,41 44,84 59,64 59,64 7,98
2,90 m 3,30 m 2,47 m 2,48 m 2,89 m 430 5,60 4,10 7,80 39 2,51 2,51 4,40 4,57 4,40 5,10 2,50 3,20 28 3,69 5,03 3,18 7,20 7,90 9,00 5,03 69 5,04 6,80 6,68 1,67 9,80 11,00 11,00
2,39 m 1,48 m 11,70 5,49 4,50 8,38 6,92 6,15 10,16 5,26 5,84 89 9,73 18,57 16,23 24,57 18,26 30,58 18,54 25,60 20,52 -
m 6,05 6,65 6,50 11,58 14,63 8,84 16,98 10,45 16,41 13,72 28,60 10,36 11,43 14,63 18,10 21,89 21,95 33,31 38,20 34,59 48,46 46,02 -
994 116 502 746 774 2,621 3,419 3,363 12,247 9,400 3,204 3,750 6,690 4,309 17,504 23,320 28,333 4,342 7,285 3,470 4,965 8,250 16,061 9,208 13,314 15,020 25333 35500 26412 0 2380 35570 66400 86427 121198 77062 169190 146510 252200
OWE ZFW MLW MTOW ARFL
Operating Weight Empty Zero Fuel Weight Maximum Landing Weight Maximum Take Off Weight Aeroplane Reference Field Length
Turaling MTOW OWE Kg ZPW kg LMW Kg Radius Kg 9
13,600
22,197
10
11
1,633 1,769 757 1,270 1,338 4,159 5,670 5,579 19,050 1,420 5,388 6,486 10,115 7,938 27,161 38,700 47,333 6,940 14,700 6,033 7,257 13,400 24,482 14,969 19,730 23,333 36,333 56,333 49,895 62,369 38,780 55,333 105,333 138,333 18,798 127,500 229,065 204,117
1,633 1,769 575 1,270 1,338 4,377 5,870 5,670 19,958 14,400 6,123 6,804 10,250 7,938 27,161 45,333 51,333 77,111 14,700 6,804 8,391 14,515 28,539 16,329 21,545 23,333 43,900 61,333 548,885 72,575 43,090 45,800 16,333 165,333 259,450 137,333 322,050 28,765 590,333
L 2 L1 x T 1 To x 0.01 L1
(2.6)
Dengan : L2 = Perhitungan Landas Pacu Berdasarkan Temperatur T0 = Temperatur To dalam perhitungan L2 adalah temperatur dan T1 adalah temperatur dan T1 adalah temperatur bandara. Grafik pada gambar 2.9 menunjukkan nilai temperatur yang didapatkan berdasarkan pertemuan garis temperatur bandara dan ISA (International Standard Atmosphere). Grafik perencanaan dimulai dengan menarik garis lurus dari sumbu Y (Nilai T1) hingga dengan garis ISA, kemudian diteruskan vertikal ke sumbu X (Nilai T 0)
Nilai T1
Gambar 2.9
L3 L 2 xSx 0.1 L 2
(2.7)
Dengan : L3 = Perhitungan Landas Pacu Berdasarkan kemiringan S = kemiringan SLOPE
2.10.2 Perencanaan Lebar Runway
Untuk mendesain lebar runway atau landas pacu dapat dilihat tabel 2.7 yang telah direkomendasikan oleh ICAO. Lebar runway dibagi atas 6 kelompok menurut Code Letter Pesawat dan Code Number Pesawat. Lebar runway yang digunakan sesuai dengan pengelompokan Code Letter Pesawat dan Code Number Pesawat pada tabel 2.7. Contoh Pesawat Fokker 50 m, Code Number dan pesawat adalah 3 dan Code Letter adalah C jadi dari tabel dapat dilihat lebar runway dari pesawat Fokker 50 m dan untuk mendesain Runway Shoulder diambil dari area disisi kiri dan kanan runway yang dipersiapkan untuk mengantisipasi kecelakaan pada saat pesawat Take Off dan Landing. Runway Shoulder hanya diisyaratkan untuk bandar udara dengan klasifikasi D atau E dan lebar runway kurang dari 60 m.
Tabel 2.7 width of runway (ICAO, 1984) Aerodrome Reference Code Code Number 1
Code Element 1 Aeroplane Reference field length (Δ B E L) 2
Code Letter 3
Wingspan
4
1
Less than 800 m
A
Up to but not Including 15 m
Up to but not Including 4.5 m
2
800 m up to but Not including 1200 m
B
15 m up to but Not including 24 m
15 m up to but Not including 6 m
3
1200 m up to but Not including 1800 m
C
24 m up to but Not including 36 m
6 m up to but Not including 9 m
4
1800 m and over
D
36 m up to but Not including 52 m
9 m up to but Not including 14 m
E
52 m up to but Not including 65 m
9 m up to but Not including 14 m
F
65 m up to but Not including 80 m
14 m up to but Not including 16 m
Distance between the outside edges of the main gear wheels Whidh ever gives the more demanding code letter
Width Of Runways Code Number A 1 2 3 4
Code Element 2 Outer main gear Wheel span 5
In m CODE LETTER B C 18 18 23 23 23 30 30 30 30 45 The width of a precission approach runway should be not less Than 30 m where the code number is 1 or 2
CODE LETTER Transverse Slope
AVAILABILITY PREPARATION Width including In way Transcerse slope STRENGTH
A
B
C
D 45 45
E 45
D
F 60
E
F
2% 1.5 % But in any event should not execeed 1.5 % or 2 % as applicable n or be less than 1 % except at runway or taxiway intersection where flatter slopes many be necessary Runway Shoulders Provided of width is less than 60 Should be NA m provided Light paving the bearing strength of the natural ground in the strip is not sufficient prevent ingestion of stones or other objects by turbin engines NA
60 m
75 m
NA 2.5 % A runway shoulder should be prepared or constracted so as to capable, in the event an aeroplane running off the runway, a supporting the aeroplane without including structural damage to the aeroplane and of supporting ground vehicles which mas operate on the shoulder.
2.10.3 Perencanaan Lebar Taxiway
Perencanaan Lebar Taxiway didasarkan dari besar wheelbase dan code letter pesawat. Besar wheelbase dan code letter pesawat dapat dilihat pada tabel 2.7 dan kemudian dari tabel 2.8 yang direkomendasikan ICAO dapat ditentukan lebar Taxiway, contoh pesawat dengan code letter E dari tabel 2.8 dapat dilihat lebar Taxiway yang dibutuhkan yaitu 23 m Tabel 2.8 Taxiway (ICAO, 1984) Minimum distance from the runway centre line To a holding bay or taxi-holding position
TIPE OF RUNWAY OPERATION
AERODROME REFERENCE CODE NUMBER 1
2
3
4
Non - Instrument
30 m
40 m
75 m
75 m
Non – Precision Cat I
40 m
40 m
75 m
75 m
Precision Cat I
60 m
60 m
90 m a) b) 90 m a) b)
90 m a) b) 90 m a) b)
30 m
40 m
75 m
75 m
Precision Cat II and Cat III Take – Off Runway
a. If a holding bay or a taxi-holding position is at a lower elevation compared to the threshould, the distance may be decreased 5 M for every metre the bay or holding position is lower then the thresould, contingent upon not infringing infer transitional surface. b. The distance may need to be inceased to avoid interference with radio aids, particularly the glide path and localizer facilities. c. Where the code letter is F, this distance should be 107,5 M
TAXIWAYS C
Code A B D E F Letters WIDTH in 7,5 10,5 15 a) 18 (c) 23 25 M 18 b) 23 (d) a. For aircrafts with a wheel base 18 M b. For aircrafts with a wheel base 18 M c. For aircrafts with an outer main gear wheel span 9 M d. For aircrafts with an outer main gear wheel span 9 M Longitudinal Slope 3% 1,5 % Transition between slopes 1 % per 25 M 1 % per 30 M Manimum radius of 2500 M 3000 M curvature SIGHT DISTANCE Height of any observation point above 1,5 M 2M 3M surface on taxiway sight distance from any 150 M 200 M 300M observation point Transverse slope 2% 1,5 % TAXIWAY SHOULDER Width in M taxiway NA 25 38 44 60 TAXIWAY STRIP Width from centerline 16,25 21,5 26 M 40,5 M 47,5 M 57,5 M in M M M Graded position off taxiway strips from 11 M 12,5 M 19 M 22 M 30 M centre line off taxiway TRASVERSE SLOPE Upwards slope should not exceed In graded portion of 3% 2,5 % strip The downwards transverse slope should not exceed 5 % measured with reverence to the horizontal
2.10.4 Perencanaan Jarak Paralel
Jarak paralel landas pacu suatu bandara untuk dibutuhkan bila dalam perencanaan landas pacu terdapat konfigurasi landas pacu sejajar atau paralel. Jarak aman antara landas pacu paralel dapat dilihat pada tabel 2.9 terdapat 4 jarak paralel yang direkomendasikan oleh ICAO, dimana jarak paralel yang dipakai tergantung perencanaan dari landas pacu yang akan direncanakan. Table 2.9 minimum distance between centre lines of parallel r/w (ICAO, 1894) AERODROME PHYSICAL CHARECTERISTICS
Reference field length in M Permissible crosswind Code number Usabiling
1 95%
1200 1500
1500
19 km/h (10km)
24 km/h (10 km) 3 95%
37 km/h (20 km) 4 95%
2 95%
Not to axcreed 24 km/h (13 kn) if poor runway braking action owing to an insufficient longitudinal coefficient of friction is experienced
Minimum distance beween centre lines of parallel r/w UMC (visual 150 M metereologikal 120 M 210 M condition Simultaneous approach : 1035 M Dependent parallel approach : 915 M Simultaneous departure : 760 M Dependent parallel aepartures : 760 M For dependent parallel operations the specified minimum distance : 1. Maybe decreased by 30 M for each 150 M that arrival runway is staggered to ward the arriving to a minimum of 300 M and 2. Should be increased by 30 M for ench 150 M that the arrival runway is staggred away from the arriving aircraft. RUNWAY Max effective 2% 1% longitudinal slope
Max effective longitudinal slope in any portion of runway
2% 1,5 % 1,25 % First and last quarter of precision approach runway cat II or cat III, the longitudinal slope should not exceed 0,8 % First and last quarter of the length of runway, the longitudinal slope should not exceed 0,8 %
Max longitudinal 2% 1,5 % slope change The transition from one slope to another should be accompllehed by a curved with a rate of change not exceeding Rate of change 0,4 % per 30 M 0,2 % per 30 M 0,1 % per 30 M Min radius of 7.500 M 15.000 M 30.0 curuature
2.10.5 Perencanaan Apron
Apron adalah bagian bandara yang dipergunakan oleh pesawat terbang untuk parkir, menunggu, mengisi bahan bakar, mengangkut dan membongkar muat barang dan penumpang. Untuk mendesain Apron hal pertama yang dilakukan adalah menghitung dimensi pesawat dan dan menetukan turning centre. Dari gambar 2.10 ditentukan nosewheel angle pesawat kemudian diukur sudut 90 0 kemudian ditarik garis. Dari tabel 2.6 dilihat
Wheelbase dari pesawat
direncanakan. Wheelbase adalah jarak antara nosewheel angle dan outer main gear. Setelah panjang Wheelbase pesawat didapat kemudian ditarik garis hingga bertemu dengan garis yang telah diukur tadi yaitu garis sudut 90 0 . Pertemuan dari kedua garis tersebut disebut Turning Centre. Turning Centre adalah titik barat pesawat saat berbelok. Dari titik turning Centre dapat dihitung jarak yang digunakan pesawat saat berbelok sehingga dapat dihitung besar apron yang dapat dbutuhkan.
Aerodrome Minimum Wheel Code letter clearance A 1.5 M 2.25 M B * ** C 3M 1.5 M 4.5 M D 4.5 M E 4.5 M F * Intercled to be used by aeroplane width wheelbase < 18 **
Intercled to be used by aeroplane width wheelbase > 18
Gambar 2.10 Taxiway Curve, (ICAO 1984)
Setelah turning Centre pesawat ditentukan, dapat dihitung ukuran apron yang dibutuhkan oleh pesawat. Ukuran apron dapat dihitung dengan menentukan jarak aman pesawat saat berputar 3600 gambar 2.11 jarak aman saat pesawat berputar dapat dihitung dengan menentukan panjang wingspan pesawat. Contoh panjang wingspan adalah 48 m dari turning Centre yang telah ditentukan pesawat akan berputar 3600 , maka jarak aman yang perlukan pesawat untuk berputar adalah 2 kali panjang wingspan, karena saat berputar penuh pesawat membutuhkan ruang dengan ukuran 100 m x 100 m.
Gambar 2.11 Terminal Building Parking (ICAO, 1984)
2.10.6 Perencanaan Exi t Taxiway
Fungsi Exit Taxiway adalah untuk mengurangi pemakaian landas pacu oleh pesawat yang mendarat dan menghubungkan landas pacu dengan Apron. Exit Taxiway dapat ditempatkan tegak lurus atau 90 0 terhadap landas pacu seperti pada Gambar 2.12 Exit Taxiway ditempatkan sejajar pada landas pacu. Apabila sudut ini besarnya kira-kira 300 sering digunakan istilah high-speed exit untuk menyatakan bahwa landas pacu dirancang untuk kekesatan yang lebih tinggi dari pada exit taxiway lainnya (Horonjeff, 1993) Lengkungan pada landas pacu yang menghubungkan runway dan exit taxiway didesain dengan ukuran-ukuran yang dianjurkan oleh FAA, ukuran-ukuran tersebut berdasarkan lebar landas hubung (Wt), jejari garis tengah (R), jejari fillet (F). Kelompok pesawat dibagi dalam 5 bagian yaitu kelompok I, II, III, IV, V dan VI sesuai dengan kelompok pesawat yang telah dikelompokkan oleh FAA. Contoh pesawat yang direncanakan adalah pesawat Airbus 380A adalah kelompok pesawat tipe IV maka dari tabel dapat dilihat ukuran lebar landas hubung (Wt) = 25 m, jejari garis tengah (R) = 50 m, jeja ri fillet (F) = 26.7 m
Gambar 2.12 hubungan Runway dan Exi t taxiway, (Horonjeff, 1993)
2.11 Struktur Perkerasan runway untuk pesawat Airbus 380A 2.11.1 Perencanaan Perkerasan
Dalam merencanakan tebal perkerasan landas pacu bandara hal yang utama yang perlu diketahui adalah karakteristik pesawat yang akan mendarat pada landas pacu. Dalam perencanaan tebal perkerasaan yang digunakan adalah metode yang dikembangkan oleh FAA yaitu berdasarkan berat pesawat dan nilai CBR tanah. Perencanaan perkerasan yang dikembangkan oleh FAA adalah perencanaan untuk masa umur rencana, dimana selama masa layanan tersebut harus dilakukan pemeliharaan secara berkala. Grafik pada perencanaan perkerasaan FAA menunjukkan ketebalan perkersan total yang dibutuhkan (tebal pondasi bawah + tebal pondasi atas + tebal lapisan permukaan). Grafik perencanaan pada gambar 2.13 dimulai dengan menarik garis lurus dari sumbu CBR, ditentukan secara vertikal ke kurva berat lepas landas pesawat (Gross Aircraft Weight), kemudian diteruskan kearah horizontal ke kurva keberengkatan tahunan ekivalen (Annual Departures) dan akhirnya diteruskan vertikal ke sumbu tebal perkerasan. Nilai CBR tanah didapat dari lapangan setelah dilakukan tes uji CBR dilapangan. Nilai gross Gross Aircraft Weight adalah berat lepas landas pesawat dan nilai Annual Departures adalah nilai yang dihitung berdasarkan banyaknya pesawat yang berangkat dalam satu tahun. Nilai tersebut dapat dihitung berdasarkan banyaknya penumpang dan kebutuhan pesawat. Contoh dalam satu hari pesawat direncanakan berangkat 3 kali, jika dikali 365 hari maka pesawat berangkat 1095 kali dalam setahun. Jadi nilai Annual Departures yang diambil pada gambar 2.13 adalah 1200, karena nilai yang
mendekati dan terkecil adalah 1200. Beban lalu lintas pesawat pada umumnya akan disebarkan pada permukaan perkerasan selama operasional. Demikian juga pada sebagian landasan pacu, pesawat akan meneruskan beban ke perkerasan. Oleh karena itu FAA memperbolehkan perubahan tebal perkerasan pada permukaan yang berbeda-beda: 1. Tebal penuh T pada seluruh daerah kritis, yang akan digunakan untuk tempat pesawat yang akan berangkat, seperti apron daerah tunggu (Holding Apron), bagian tengah landasan hubung dan landasan pacu. 2. Tebal perkerasan 0.9 T diperlukan untuk jalur pesawat yang akan datang, seperti belokan landasan pacu berkecepatan tinggi. 3. Tebal perkerasan 0.7 T diperlukan untuk tempat yang jarang dilalui pesawat, seperti tepi luar landasan hubung dan tepi luar landasan pacu. Perkerasan total yang diperoleh dari gambar 2.13 terdiri dari tebal pondasi bawah, tebal pondasi atas, tebal lapisan permukaan. Untuk lapisan permukaan digunakan aspal beton tapi pada daerah critical lapisan permukaan terdiri dari 4 in hot mix asphalt, dan pada daerah noncritical lapisan permukaan terdiri dari 3 in hot mix asphalt. Untuk lapisan pondasi digunakan beberapa item yaitu, aggregate base course, crushed aggregate base course, lime rock base course, cement treated base course, canocrete course. Untuk lapisan pondasi bawah digunakan beberapa item yaitu, subbase course, shell base course, sand clay base course, soil cement base course.
Nilai CBR
Gambar 2.13 Kurva Perencanaan Tebal Perkerasan Untuk Pesawat Roda Dual Tandem (FAA,1986)
2.11.2 Stuktur Perkerasan Lentur ( F lexi ble Pavement )
Menurut Basuki, ( 1986 ) dalam buku ”Merancang Merencanakan Lapangan Terbang”, perkerasan flexible adalah suatu perkerasan yang mempunyai sifat elastis, maksudnya adalah perkerasan akan melendut saat diberi pembebanan. Adapun struktur lapisan perkerasan lentur sebagai berikut : 1. Tanah dasar (Sub Grade) Tanah dasar ( sub grade) pada perencanaan tebal perkerasan akan menentukan kualitas konstruksi perkerasan sehingga sifat – sifat tanah dasar menentukan kekuatan dan keawetan konstruksi landasan pacu. Banyak metode yang dipergunakan untuk menentukan daya dukung tanah dasar, dari cara yang sederhana sampai kepada cara yang rumit seperti CBR (California Bearing Ratio), MR ( Resilient Modulus), dan K ( Modulus Reaksi Tanah Dasar). Di Indonesia daya dukung tanah dasar untuk kebutuhan perencanaaan tebal lapisan perkerasan ditentukan dengan menggunakan pemeriksaan CBR. Penentuan daya dukung tanah dasar berdasarkan evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium tidak dapat mencakup secara detail (tempat demi tempat), sifat – sifat daya dukung tanah dasar sepanjang suatu bagian jalan. Koreksi – koreksi perlu dilakukan baik dalam tahap perencanaan detail maupun tahap pelaksanaan, disesuaikan dengan kondisi tempat. Koreksi – koreksi semacam ini akan di berikan pada gambar rencana atau dalam spesifikasi pelaksanaan. Umumnya persoalan yang menyangkut tanah dasar adalah sebagai berikut :
1. Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari macam tanah tertentu akibat beban lalu lintas 2. Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan kadar air. 3. Daya dukung tanah yang tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti pada daerah dengan macam tanah yang sangat berbeda sifat dan kedudukannya, atau akibat pelaksanaan. 4. Lendutan dan lendutan selama dan sesudah pembebanan lalu lintas dari macam tanah tertentu. 5. Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu lintas dan penurunan yang diakibatkanya, yaitu pada tanah berbutir kasar ( Granular Soil ) yang tidak dipadatkan secara baik pada saat pelaksanaan. 2. Lapisan Pondasi Bawah (Sub Base Course) Lapisan pondasi bawah (Sub Base Course) adalah bagian dari konstruksi perkerasan landasan pacu yang terletak di antara tanah dasar ( Sub Grade ) dan lapisan pondasi atas ( Base Course ). Menurut Horonjeff dan McKelvey, ( 1993 )
fungsi lapisan pondasi
bawah adalah sebagai berikut : a. Bagian dari konstruksi perkerasan yang telah mendukung dan menyebarkan beban roda ke tanah dasar. b. Mencapai efisiensi penggunaan material yang murah agar lapisan – lapisan selebihnya dapat dikurangi tebalnya (penghematan biaya konstruksi).
c. Untuk mencegah tanah dasar masuk kedalam lapisan pondasi atas. 3. Lapisan Pondasi Atas ( Base Coarse ) Lapisan pondasi atas ( Base Coarse ) adalah bagian dari perkerasan landasan pacu yang terletak diantara lapisan pondasi bawah dan lapisan permukaan. Fungsi lapisan pondasi atas adalah sebagai berikut : a. Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan menyebarkan beban lapisan dibawahnya. b. Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah. c. Bantalan terhadap lapisan pondasi bawah. 4. Lapisan Permukaan ( Surface Course ) Lapisan permukaan (Surface Course) adalah lapisan yang terletak paling atas. Lapisan ini berfungsi sebagai berikut : a. Lapisan perkerasan penahan beban roda, lapisan yang mempunyai stabilitas yang tinggi untuk menahan beban roda selama masa pelayanan. b. Lapisan kedap air, sehingga air hujan yang jatuh diatasnya tidak meresap ke lapisan dibawahnya. c. Lapisan aus ( wearing Course ), lapisan yang langsung menderita gesekan akibat rem kendaraan sehingga mudah nenjadi aus. d. Lapisan yang menyebarkan beban kelapisan bawah, sehingga lapisan bawah yang memikul daya dukung lebih kecil akan menerima beban yang kecil juga. Penggunaan lapisan aspal diperlukan agar lapisan dapat bersifat kedap air, di samping itu bahan aspal sendiri memberikan tegangan tarik, yang berarti
mempertinggi daya dukung lapisan terhadap beban roda lalu lintas. Pemilihan bahan untuk lapisan permukaan perlu dipertimbangkan kegunaanya, umur rencana serta pentahapan konstruksi agar tercapai manfaat yang sebesar – besarnya dari biaya yang dikeluarkan.
Gambar 2.14 Lapisan-Lapisan Perkerasan Lentur (sumber: htt p: // www.tc.g c.ca /eng /civil aviation / st andards /international technical -pavement -impor t ant -3991.ht m)
2.11.3 Struktur Perkerasan Kaku ( Ri gid Pavement )
Perkerasan kaku adalah suatu perkerasan yang mempunyai sifat dimana saat pembebanan berlangsung perkerasan tidak mengalami perubahan bentuk, artinya perkerasan tetap seperti kondisi semula sebelum pembebanan berlangsung. Sehingga dengan sifat ini, maka dapat dilihat apakah lapisan permukaan yang terdiri dari plat beton tersebut akan pecah atau patah. Perkerasan kaku ini biasanya terdiri dua lapisan yaitu : a. Lapisan permukaan ( surface course) yang dibuat dari plat beton b. Lapisan pondasi (base course) Pada perkerasan kaku biasanya dipilih untuk : Ujung landasan, pertemuan antara landasan pacu dan taxiway, apron dan daerah-daerah lain yang dipakai untuk parkir pesawat atau daerah-daerah yang mendapat pengaruh panas blast jet dan limpahan minyak ( Basuki, 1986 )
2.11.4 Syarat Tebal Minumum Untuk Lapisan Pondasi dan Permukaan
Metode ini dikembangkan berdasarkan teori yang telah diteliti dan pendekatan empiris. Untuk mendapatkan tebal perkerasan total dapat dilihat pada tabel 2.10, 2.11 dan 2.12. Tebal perkerasan dibedakan oleh code letter pesawat dan pembebanan pada lepas landas maksimum. FAA menggolongkan code letter pesawat kedalam 4 tipe yaitu A, B, C, dan D, sedangkan ICAO menggolongkan code letter pesawat kedalam 6 tipe yaitu A, B, C, D, E, dan F (Basuki 1986).