PERENCANAAN WESEL DAN GEOMETRIK JALAN REL TUGAS TERSTRUKTUR diajukkan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Rekayasa Teknik Jalan Rel di Program Studi S-1 Teknik Sipil Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan Universitas Pendidikan Indonesia
Dosen : Dr. Ir. Drs. H. Iskandar Muda Purwaamijaya, MT.
oleh
ALIFIA YUDHA NIRBAYA 1101806
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL S1 DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2016
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahiim… Alhamdulillah, segala puji dan rasa syukur penyusun haturkan kehadirat Allah SWT, karena berkat Ridho dan Rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan Laporan Perhitungan Wesel dan Geometrik Jalan Rel dalam mata kuliah Rekayasa Teknik Jalan Rel di Program Studi Teknik Sipil S1 di Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan Universitas Pendidikan Indonesia. Penyusun menghaturkan terimakasih kepada: 1. Bapak Dr. Drs. Ir. H Iskandar Muda P, MT., selaku dosen mata kuliah Rekayasa Teknik Jalan Rel di Program Studi Teknik Sipil S1 di Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejurian Universitas Pendidikan Indonesia. 2. Keluarga tercinta atas segala dukungannya. 3. Rekan-rekan Program Studi Teknik Sipil S1. 4. Seluruh pihak yang turut membantu dalam penyusunan laporan ini, baik moril maupun materil. Semoga amal baik rekan-rekan dapat dibalas oleh Allah SWT dengan balasan yang lebih baik dan dicatat sebagai amal soleh. Amin. Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan Laporan Rekayasa Teknik Jalan Rel ini masih banyak kekurangan. Penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun dalam perbaikan penyusunan Laporan Rekayasa Teknik Jalan Rel selanjutnya. Bandung, Januari 2016
Alifia Yudha Nirbaya
i
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kereta api merupakan kendaraan transportasi darat yang sangat merakyat keberadaannya, dengan ongkos yang cukup murah kita dapat berpergian ke berbagai tujuan tanpa harus merasakan kemacetan, karena yang digunakan merupakan jalan tunggal. Artinya untuk satu ruas atau petak jalan-antara satu stasiun dengan stasiun lain-hanya boleh dijalankan satu kereta, sehingga (mestinya) tidak akan terjadi tabrakan. Kereta api mengusung misi menyelenggarakan jasa transportasi sesuai keinginan Stake Holder dengan meningkatkan keselamatan dan pelayanan serta penyelenggaraan yang semakin efisien. Kereta api tidak mengenal kemacetan, karena jalan yang digunakan merupakan jalan tunggal. Selain itu kereta api merupakan moda transportasi dengan multi keunggulan komparatif: hemat lahan & energi, rendah polusi, besifat massal, adaptif dengan perubahan teknologi, yang memasuki era kompetisi, potensinya diharapkan dapat dimobilisasi dalam skala nasional, sehingga mampu menciptakan keunggulan kompetitif terhadap produksi dan jasa domestik dipasar global. Dengan tugas pokok dan fungsi memobilisasi arus penumpang dan barang diatas jalan rel, maka ikut berperan menunjang pertumbuhan ekonomi nasional. Rel merupakan sarana atau jalur jalan kereta api. Rel tidak berdiri sendiri akan tetapi mempunyai bagian-bagiannya. Konstruksi rel terbagi menjadi dua yaitu bagian atas dan bagian bawah. Bagian atas terdiri dari
rel, bantalan dan
perlengkapan baja kecil. Bagian atas dari rel terdiri dari sepur yang tidak bisa menyambung dengan sendirinya akan tetapi memerlukan plat penyambung. Sedangkan rel, agar tetap
1
berdiri pada bantalan maka memerlukan alat penambat. Alat penambat ini berguna untuk mengokohkan kedudukan rel. Wesel adalah konstruksi rel kereta api yang bercabang (bersimpangan) tempat memindahkan jurusan jalan kereta api. Wesel terdiri dari sepasang rel yang ujungnya diruncingkan sehingga dapat melancarkan perpindahan kereta api dari jalur yang satu ke jalur yang lain dengan menggeser bagian rel yang runcing. Dulu jaringan KA merambah ke mana-mana, tetapi ribuan kilometer relnya dicabuti karena berbagai pertimbangan. Antara lain karena rel berada di sepanjang sisi jalan raya sehingga kalah ketika jalan raya dilebarkan. Sulit sekali membangun jalur baru, karena selain pulau Jawa padat penduduk sehingga nyaris tak ada tanah kosong yang panjang, juga karena biayanya sangat mahal.
1.2 Maksud dan Tujuan Maksud dan tujuan penulisan tugas makalah ini adalah :
Pengenalan jalan atau rel kereta api dan sejarahnya
Mengetahui komponen rel
Mengetahui pengertian wesel
Mengetahui jenis-jenis wesel
Dapat merencanakan dan menghitung wesel
Dapat mengetahui pengamanan dan pemeliharaan jalan kereta api
Dapat menghitung gaya sentrifugal
Dapat merencanakan geometrik jalan rel
Dapat menghitung cut and fill
Dapat membuat stacking out
2
1.3 Sistematika Penulisan Untuk mempermudah pembahasan materi dibuat uraian permasalahan yang terdiri dari beberapa bab. Hal ini juga dimaksudkan untuk memberikan gambaran dari materi yang dibahas antara lain :
BAB I PENDAHULUAN, membahas tentang latar belakang, tujuan, ruang lingkup, dan sistematika penulisan.
BAB II SEJARAH dan TEKNOLOGI TERKINI JALAN REL, menjelaskan sejarah serta perkembangan perkembangan yang terjadi pada awal perkembangan jalan rel hingga perkembangan nya hingga sekarang.
BAB III KOMPONEN JALAN REL, membahas tentang komponen rel dari mulai komposisi/bahan, bentuk dan dimensi rel serta perhitungan umur rel.
BAB IV GEOMETRI JALAN REL, memuat perhitungan lengkung horizontal, lengkung peralihan, perhitungan geometri jalan rel.
BAB V KONSTRUKSI JALAN REL, memuat definisi jalan rel secara umu, pengertian wesel, jenis-jenis wesel, gambar-gambar wesel, komponen wesel, rel dan geometri wesel, perancangan wesel, persilangan/crossing, Persilangan Dengan Jalan Raya/ Perlintasan Sebidang.
BAB VI PERHITUNGAN WESEL DAN GAYA SENTRIFUGAL, memuat perhitungan wesel biasa, perhitungan wesel simetris , perhitungan wesel inggris perhitungan wesel tergeser beserta perhitungan gaya sentrifugal.
BAB
VII
PERHITUNGAN
ALINYEMEN
HORIZONTAL
DAN
ALINYEMEN VERTIKAL, memuat pengecekan trase dan perhitungan alignment horizontal, vertical dan perencanaan diagram super elevasi.
3
BAB VIII PERHITUNGAN STAKING OUT (PEMATOKAN), memuat perhitungan staking out vertikal, stacking out horizontal dan stationing.
BAB IX PERHITUNGAN GALIAN DAN TIMBUNAN, memuat perrhitungan galian dan timbunan atau biasa disebut cut and fill.
BAB X PERENCANAAN SALURAN DRAINASE, memuat perhitungan perencanaan dimensi saluran drainase dan gorong-gorong.
BAB XI SITASI REKAYASA TEKNIK JALAN REL, berisi tentang kutipan dari artikel.
BAB XII PENUTUP, memuat kesimpulan dari perhitungan yang telah dilakukan, dan saran sebagai pembelajaran.
4
BAB II SEJARAH DAN TEKNOLOGI TERKINI JALAN REL
2.1 Sejarah Jalan Rel Kereta api, sejarah munculnya kereta api yang dibawa bersama teknologi mesin uap, yang dikembangkan pada awal abad ke-18, dan kuda-atau gerobak bertenaga manusia-cara yang digunakan dalam pertambangan sejak abad ke-16. Insinyur Britania Richard Trevithick (1771-1833) adalah orang pertama yang membangun lokomotif uap untuk berjalan di kereta-cara seperti itu (1804); lainlokomotif uap pionir, juga Inggris, adalah John Blenkinsop (1783-1831), William Hedley ( 1779-1843), dan George Stephenson (1781-1848).. Awal lokomotif cacat oleh kelemahan rel kereta api yang tersedia: hal itu tidak sampai kemajuan teknis dibuat dalam konstruksi jalur kereta api yang menjadi benar-benar praktis. Stockton dan Darlington Kereta Api (1825) adalah orang pertama yang membawa kedua barang dan penumpang.. Pada tahun 1830 itu diikuti oleh Liverpool dan Manchester Kereta Api, baris yang menandakan awal era kereta api dengan menggunakan Stephenson's Rocket sebagai lokomotif. Pada 1847, 250.000 navvies yang bekerja dalam pembangunan rel di Inggris, dan di Amerika Serikat, di mana perusahaan kereta api agen utama dari ekspansi ke barat, hampir 34.000 km (21.100 mil) dari rel kereta api dibangun antara tahun 1850 dan 1860. By the end of the century railway networks covered Europe, the USA, Canada, and parts of imperial Russia. Pada akhir abad ke jaringan kereta api menutupi Eropa, Amerika Serikat, Kanada, dan bagian dari kekaisaran Rusia. Di Eropa perjalanan murah dan mudah membantu untuk memecahkan perbedaan provinsi, sementara di Swiss dan Mediterania industri liburan terus dikembangkan. Railways were important for both sides in the American Civil War, for moving troops and supplies. Kereta api itu penting bagi kedua belah pihak dalam Perang Saudara Amerika, untuk memindahkan pasukan dan persediaan.. Lokomotif listrik pertama telah didemonstrasikan di Berlin pada 1879. Salah satu pengguna 5
awal lokomotif listrik pada rute utama adalah Italia, di mana garis dibuka pada tahun 1902. Ternyata kereta api penting secara strategis di semua bidang dalam Perang Dunia I. Setelah perang banyak perusahaan kereta api dikelompokkan bersama sebagai sistem kereta api nasional atau besar masalah geografis.. Pada akhir 1930-an lokomotif uap mencapai puncaknya, tapi lokomotif listrik sudah digunakan secara luas di Eropa dan Skandinavia, dan main-line diesel lokomotif yang masuk ke layanan di Amerika Serikat. Dalam periode ini jalan dan transportasi udara mulai menantang kereta api. Setelah Perang Dunia II ada periode rekonstruksi: lokomotif uap yang baru diperkenalkan di Inggris dan daratan Eropa, dan mesin diesel baru juga yang diuji. Produksi lokomotif uap berakhir di Amerika Serikat pada 1950-an, dan di Eropa pada 1960-an, dan, seperti kompetisi dari jalan meningkat, ada penghematan besar dalam jaringan rel Di Jepang pada tahun 1964, kecepatan tinggi Shinkansen atau 'peluru' kereta mulai beroperasi, berjalan pada jalur khusus dikembangkan pada kecepatan hingga 210 km / h (130 mph). Pada sekitar periode yang sama eksperimen mulai menggunakan sistem bimbingan tanah selain jalur konvensional.
Gambar 2. 1 Kereta Api di Jepang (Shinkansen) Pada kuartal terakhir abad ke-20, pembangunan kereta api di seluruh dunia mulai tumbuh lagi, meskipun di negara maju beberapa jalur baru dibangun. Di Eropa, terutama di Perancis dan Jerman yang lebih baru-baru ini, lain kereta api 6
berkecepatan tinggi telah dikembangkan. Ada juga investasi yang cukup besar di komuter kereta api dan kereta api ringan sistem transit cepat untuk mengurangi kemacetan di jalan dan polusi. Sebuah perkembangan baru di Jakarta, Indonesia, adalah Aeromovel, ringan, powered by engineless kereta udara tekan ditiup melalui saluran di bawah rel. Kereta api bawah tanah baru telah dibangun di beberapa kota-kota besar yang lebih baru (misalnya, Metro di Mexico City), sedangkan di jaringan kereta api Cina tumbuh dengan laju sekitar 1000 km (600 mil) per tahun. Terowongan Channel rel antara Inggris dan Perancis mulai beroperasi pada tahun 1994. Following a model adopted by Sweden in the early 1990s, Mengikuti model yang diadopsi oleh Swedia pada awal 1990-an, Britania diprivatisasi dengan jaringan kereta api pada pertengahan 1990-an. 2.2 Sejarah Jalan Rel di Indonesia Secara de-facto hadirnya kerata api di Indonesia ialah dengan dibangunnya jalan rel sepanjang 26 km pada lintas Kemijen-Tanggung yang dibangun oleh NV. Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NIS). Pembangunan jalan rel tersebut dimulai dengan penyangkulan pertama pembangunan badan jalan rel oleh Gubernur Jenderal Belanda Mr. L.A.J. Baron Sloet Van De Beele pada hari Jum‘at tanggal 17 Juni 1864. Jalur kereta api lintas Kemijen-Tanggung mulai dibuka untuk umum pada hari Sabtu, 10 Agustus 1867. Sedangkan landasan dejure pembangunan jalan rel di jawa ialah disetujuinya undang-undang pembangunan jalan rel oleh pemerintah Hindia Belanda tanggal 6 April 1875. Pembangunan diprakarsai oleh "Naamlooze Venootschap Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij" (NV. NISM) yang dipimpin oleh Ir. J.P de Bordes dari Kemijen menuju desa Tanggung (26 Km) dengan lebar sepur 1435 mm. Ruas jalan ini dibuka untuk angkutan umum pada hari Sabtu, 10 Agustus 1867 seperti yang di sebutkan sebelumnya.
7
Gambar 2. 2 Pembangunan Jalan Rel di Indonesia (Sumber : leosentosa0.wordpress.com)
Dengan telah adanya undang-undang pembangunan jalan rel yang dikeluarkan oleh pemerintah Hindia Belanda dan dengan berhasilnya operasi kereta api lintas Kemijen-Temanggung (yang kemudian pembangunannya diteruskan hingga ke Solo), pembangunan jalan rel dilakukan di beberapa tempat bahkan hingga di luar Jawa, yaitu di Sumatera dan Sulawesi. Kereta listrik pertama beroperasi 1925, menghubungkan Weltevreden dengan Tandjoengpriok. Keberhasilan swasta, NV. NISM membangun jalan KA antara SamarangTanggung, yang kemudian pada tanggal 10 Februari 1870 dapat menghubungkan kota Semarang - Surakarta (110 Km), akhirnya mendorong minat investor untuk membangun jalan KA di daerah lainnya. Tidak mengherankan, kalau pertumbuhan panjang jalan rel antara 1864 - 1900 tumbuh dengan pesat. Kalau tahun 1867 baru 25 km, tahun 1870 menjadi 110 km, tahun 1880 mencapai 405 km, tahun 1890 menjadi 1.427 km dan pada tahun 1900 menjadi 3.338 km Namun sejarah jalan rel di Indonesia mencatat adanya masa yang memprihatinkan yaitu pada masa pendudukan Jepang. Beberapa jalan rel di pulau Sumatera dan pulau Sulawesi serta sebagian lintas cabang di pulau Jawa dibongkar untuk diangkut dan dipasang di Burma (Myanmar). Bahkan pemindahan jalan rel ini juga disertai dengan dialihkannya sejumlah tenaga kereta 8
api Indonesia ke Myanmar. Akibat tindakan Jepang tersebut ialah berkurangnya jaringan jalan rel di Indonesia. Data tahun 1999 memberikan informasi bahwa panjang jalan rel di Indonesia ialah 4615,918 km, terdiri atas Lintas Raya 4292,322 km dan Lintas Cabang 323,596. Jalan rel KA di Indonesia dibedakan de`ngan lebar sepur 1.067 mm; 750 mm (di Aceh) dan 600 mm di beberapa lintas cabang dan tram kota. Jalan rel yang dibongkar semasa pendudukan Jepang (1942 - 1943) sepanjang 473 km, sedangkan jalan KA yang dibangun semasa pendudukan Jepang adalah 83 km antara Bayah - Cikara dan 220 km antara Muaro - Pekanbaru. Ironisnya, dengan teknologi yang seadanya, jalan KA Muaro - Pekanbaru diprogramkan selesai pembangunannya selama 15 bulan yang memperkerjakan 27.500 orang, 25.000 diantaranya adalah Romusha. Jalan yang melintasi rawa-rawa, perbukitan, serta sungai yang deras arusnya ini, banyak menelan korban yang makamnya bertebaran sepanjang Muaro - Pekanbaru. Dalam masa perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia peran kereta api sangatlah besar. Sejarah mencatat peran kereta api dalam distribusi logistik untuk keperluan perjuangan dari Ciroyom (Bandung) ke pedalaman Jawa Tengah, mobilisasi
prajurit
pejuang
di
wilayah
Jogjakarta-Magelang-Ambarawa.
Hijrahnya pemerintahan republik Indonesia dari Jakarta ke Jogjakarta tahun 1946 tidak lepas pula dari peran kereta api. Tanggal 3 Januari 1946 rombongan Presiden Soekarno berhasil meninggalkan Jakarta menggunakan kereta api, tiba di Jogjakarta tanggal 4 Januari 1946 pukul 09.00 disambut oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Sejarah
perjuangan
Bangsa
Indonesia
mencatat
pengambilalihan
kekuasaan perkereta-apian dari pihak Jepang oleh Angkatan Moeda Kereta Api (AMKA) pada peristiwa bersejarah tanggal 28 September 1945. Pengelolaan kereta api di Indonesia telah ditangani oleh institusi yang dalam sejarahnya telah mengalami beberapa kali perubahan. Institusi pengelolaan dimulai dengan nasionalisasi seluruh perkereta-apian oleh Djawatan Kereta Api Indonesia (DKARI), yang kemudian namanya dipersingkat dengan Djawatan Kereta Api (DKA), hingga tahun 1950. Institusi tersebut berubah menjadi Perusahaan Negara 9
Kereta Api (PNKA) pada tahun 1963 dengan PP. No. 22 tahun 1963, kemudian dengan PP. No. 61 tahun 1971 berubah menjadi Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA). Perubahan kembali terjadi pada tahun 1990 dengan PP. No. 57 tahun 1990 status perusahaan jawatan diubah menjadi perusahaan umum sehingga PJKA berubah menjadi Perusahaan Umum Kerata Api (Perumka). Perubahan besar terjadi pada tahun 1998, yaitu perubahan status dari Perusahaan Umum Kereta Api menjadi PT Kereta Api (persero), berdasarkan PP. No. 19 tahun 1998. Perkembangan dalam dunia kereta api di Indonesia terus berlangsung, begitu pula dengan teknologinya. Tanggal 31 Juli 1995 diluncurkan KA Argo Bromo (dikenal juga sebagai KA JS 950) Jakarta-Surabaya dan KA Argo Gede (JB 250) Jakarta-Bandung. Peluncuran kedua kereta api tersebut mendandai apresiasi perkembangan teknologi kereta api di Indonesia dan sekaligus banyak dikenal sebagai embrio teknologi nasional. Saat ini selain kedua KA ―Argo‖ tersebut di atas, telah beroperasi pula KA Argo Lawu, KA Argo Dwipangga, KA Argo Wilis, KA Argo Muria. Kemampuan dalam teknologi perkereta-apian di Indonesia juga terus berkembang baik dalam prasarana jalan rel maupun sarana kereta apinya. Dalam rancang bangun, peningkatan dan perawatan kereta api, perkembangan kemampuan tersebut dapat dilihat di PT. Inka (Industri kereta Api) di Madiun, dan balai Yasa yang terdapat di beberapa daerah. Jaringan rel di Indonesia Pengembangan jaringan rel kereta api 1875 - 1925 dalam 4 tahap, yaitu:
1875 - 1888,
1889 - 1899,
1900 - 1913
1914 - 1925.
Jaringan setelah tahun 1875 hingga tahun 1888 Pembangunan Tahap I terjadi tahun 1876-1888. Awal pembangunan rel adalah 1876, berupa jaringan pertama di Hindia Belanda, antara Tanggung dan Gudang di Semarang pada tahun 1876, sepanjang 26 km. Setelah itu mulai dibangun lintas Semarang - Gudang. Pada tahun 1880 dibangun lintas Batavia 10
(Jakarta) - Buitenzorg (Bogor) sepanjang 59 km, kemudian dilanjutkan ke Cicalengka melalui Cicurug - Sukabumi - Cibeber - Cianjur - Bandung. Jaringan rel terbangun hingga tahun 1899 Pada tahun 1877 dibangun lintas Kediri - Blitar, dan digabungkan dengan lintas Surabaya - Cilacap lewat Kertosono - Madiun - Solo, dan juga lintas Jogya Magelang. Hingga tahun 1888 jaringan rel terbangun adalah:
Batavia - Buittenzorg - Sukabumi - Bandung - Cicalengka
Batavia - Tanjung Priok dan Batavia - Bekasi
Cilacap - Kutoarjo - Yogya - Solo - Madiun - Sidoarjo - Surabaya
Kertosono - Kediri - Blitar
Sidoarjo - Malang dan Bangil - Pasuruan - Probolinggo
Solo - Purwodadi - Semarang dan Semarang - Rembang
Tegal – Balapulang
Jaringan setelah tahun 1889 hingga tahun 1899 Hingga tahun 1899 jaringan rel terbangun adalah:
Djogdja - Tjilatjap
Soerabaja - Pasoeroean - Malang
Madioen - Solo
Sidoardjo - Modjokerto
Modjokerto - Kertosono
Kertosono - Blitar
Kertosono - Madioen - Solo
Buitenzorg (Bogor) - Tjitjilengka
Batavia - Rangkasbitung
Bekasi - Krawang
Cicalengka - Cibatu (Garut) - Tasikmalaya - Maos - Banjarnegara
Cirebon - Semarang dan Semarang - Blora
Yogya - Magelang
Blitar - Malang dan Krian - Surabaya
Sebagian jalur Madura 11
Jaringan setelah tahun 1899 hingga tahun 1913 Hingga tahun 1913 jaringan rel terbangun adalah:
Rangkasbitung - Labuan dan Rangkasbitung - Anyer
Krawang - Cirebon dan Cikampek - Bandung
Pasuruan - Banyuwangi
Seluruh jaringan Madura
Blora - Bojonegoro - Surabaya
Jaringan setelah tahun 1813 hingga tahun 1925 Hingga tahun 1925 jaringan rel terbangun adalah:
Sisa jalur Pulau Jawa
Elektrifikasi Jatinegara - Tanjung Priok
Elektrifikasi Batavia - Bogor:
Sumatera Selatan: Panjang - Palembang dan
Sumatera Barat: sekitar Sawahlunto dan Padang
Sumatera Utara: Tanjung Balai - Medan - Pematangsiantar; dan Medan Belawan - Pangkalansusu.
Sulawesi: Makasar - Takalar dan rencana Makasar - Maros - Sinkang
Sulawesi Utara: rencana Manado - Amurang
Kalimantan: rencana Banjarmasin - Amuntai; dan rencana Pontianak Sambas.
Untuk Kalimantan dan Sulawesi tidak terlaksana karena baru akan dimulai dibangun tahun 1941 dan Perang Dunia II meletus. Masa Pembangunan Stasiun Berikut daftar stasiun besar: 1. Stasiun Karanganyar - 1875 2. Stasiun Jakarta Kota - diresmikan 1929 3. Stasiun Tanjung Priok - 1914 4. Stasiun Gambir (dulu Weltevreden) - 1914 5. Stasiun Jatinegara (dulu Meester Cornelis) 6. Stasiun Manggarai - 1969 7. Stasiun Pasar Senen - 1916 12
8. Stasiun Cikampek - 1894 9. Stasiun Bogor - 1880 10. Stasiun Bandung - 1887 11. Stasiun Yogyakarta - 1887 12. Stasiun Solo Balapan - 1876 13. Stasiun Semarang Tawang - 1873 14. Stasiun Cirebon - 1920 15. Stasiun Madiun - 1897 16. Stasiun Purwokerto - 1922 17. Stasiun Malang - 1941 18. Stasiun Surabaya Kota - 1878 dan renovasi 1911 19. Stasiun Surabaya Gubeng - 1913 20. Stasiun Pasar Turi - 1938 Jaringan kereta listrik Batavia - Buitenzorg 1918 Stasiun Bogor (Buitenzorg) dibangun tahun 1880 pada waktu membuat lintas Buitenzorg - Soekaboemi - Tjiandjoer - Tjitjalengka. Namun jaringan kereta listrik hanya ada di Batavia (Jakarta) ke Buitenzorg (Bogor) yang dibangun tahun 1918, kemudian tahun 1925 jaringan listrik juga dibuat ke Meester Cornelis (Jatinegara) ke Tandjoeng Priok. 2.3 Teknologi Terkini Jalan rel Pada zaman ini disaat teknologi sangat berkembang pesat, hal ini juga mempengaruhi perkembangan teknologi dibidang transportasi khususnya pada bidang kereta api. 2.3.1
Aeromovel Kereta angin yang dinamai aeromovel itu hingga kini masih terhitung
barang langka di dunia. Indonesia merupakan negara asing pertama yang mengoperasikan kereta angin buatan perusahaan Sur Coester S/A, Brasil. Di negeri asalnya, lintasan aeromovel baru ada satu, di Kota Porto Alegre 1.500 km di selatan Rio de Janeiro. 13
Rel aeromovel berupa lekukan besi panjang. Keenam pasang roda besi kereta itu bergerak mengikuti rel cekung itu. Jika lintasan tak berkelok-kelok, kereta ini bisa dioperasikan tanpa dlsertai seorang masinis pun. Aeromovel tak doyan bensin. Dia juga tak memerlukan listrik. Sebagai sumber tenaga kereta ini mengandalkan tiupan angin dari lorong berpenampang 1 m2 yang bersembunyi di bawah rel, terbungkus beton. Kereta ini memiliki dua buah "layar" yang melintang rapat pada dinding lorong angin. Gagang layar itu menancap pada kedua ujung perut kereta. Tiupan angin akan mendorong layar, dan berikutnya bisa menggerakkan tubuh kereta. Kedua gagang layar itu bergeser mengikuti sebuah celah yang mirip bibir terkatup. Dua bibir karet itu cukup elastis, mudah terkuak oleh dorongan gagang layar, tapi tidak memberikan celah sedikit pun untuk meloloskan angin. Tiupan angin itu diperoleh dari sebuah motor yang mengubah tenaga listrik menjadi gerak putar baling-baling. Coester mengklaim, instalasinya mampu menghasilkan aliran udara sebesar 1.350 m3 per menit. Kendati kereta penuh penumpang, dorongan udara sejumlah itu, bisa memberikan kecepatan sampai 75 km per jam. Jumlah instalasi angin yang diperlukan tergantung panjang lintasan dan jumlah kereta yang dioperasikan pada trayek itu. Kereta itu bisa berhenti secara otomatis di setiap halte. Ada sensor magnetik yang bisa mengenali posisi kereta. Ketika kereta itu mendekat ke halte, sensor itu memberikan sinyal ke pusat kendali pada sistem lintasan itu. Sinyal itu diolah oleh mikroprosesor seherhana. Alhasil, komputer akan memberi perintah supaya klep pembuangan terbuka, agar dorongan angin mengendur. Pada saat yang sama, klep lain menutup jalur lain, agar udara mampat dan menahan gerak layar. Jika komputer rusak, masih ada alat cadangan lain yang disebut dengan sensor darurat. Jika kereta meluncur melewati sensor darurat masih dengan kecepatan tinggi, maka sensor itu akan mengontak sistem pengendali yang ada dalam kereta. Rem pun akan bergerak menghentikan gerak roda. 2.3.1.1 Sejarah Aeromovel di Indonesia Usaha-usaha yang dilakukan oleh Pemerintah dalam rangka memecahkan masalah transsportasi kota telah banyak dilakukan baik dengan meningkatkan dan 14
membangun jaringan jalan raya, maupun dengan mengatur lalu lintas (traffic management) serta menambah armada angkutan umum. Namun, sudah merupakan kenyataan bahwa pertumbuhan kebutuhan angkutan kota akibat hasil pembangunan dan urbanisasi, masih menuntut pelayanan angkutan yang lebih besar, lebih aman dan lebih nyaman. Dari hasil studi yang dilakukan oleh beberapa Departemen, terdapat kecenderungan untuk memberikan
pelayanan
angkutan
missal
kepada
masyarakat.
Untuk
melaksanakannya, banyak masalah yang timbul akibat batasan-batasan yang harus dipenuhi, terutama batasan sumberdaya. Di beberapa kawasan yang tingkat perkembangannya sudah sangat padat, batasan fisik sangat menonjol, sehingga usaha membangun prasarana transportasi hanya dimungkinkan jika dibangun tidak sebidang dengan prasarana jalan raya yang ada, apakah secara melayang (elevated) atau dibawah tanah yang tentunya akan melibatkan biaya besar dan teknologi rumit. Dalam usaha untuk mencari teknologi transportasi yang memenuhi batasan-batasan tersebut telah dikaji beberapa teknologi transportasi yang digunakan dibeberapa Negara. Melalui metoda ―Value Engineering‖ yang menekankan pada fungsi sebagai sasaran utama dan mengusahakan biaya yang serendah-rendahnya, maka dapat disarankan penggunaan teknologi transportasi baru yang disebut Aeromovel (di Indonesia disebut Aeromovel SHS-23, diciptakan oleh Dr. Oskar Coester – Brasil. Didalam rangka pengembangan teknologi tersebut di Indonesia telah disepakati kerja sama teknik dengan P.T. Citra Patenindo Nusa Pratama – Indonesia. Dari hasil pengamatan P.T. Citra Patenindo Nusa Pratama mengenai masalah transportasi kota di Indonesia pada umumnya, dan DKI Jakarta pada khususnya, penggunaan Aeromovel tersebut sangat sesuai dengan kebutuhan transportasi
di
kawasan padat
lalu lintas dan
merupakan pemecahan
komplementer, sebagai sub sistem dari sistem transportasi total kota. Didalam uraian singkat ini, akan dicoba untuk mengadakan pengkajian terhadap salah satu
15
koridor dari sistem transportaasi kota Jakarta, dan relevansi penggunaan Aeromovel SHS-23 sebagai sub sistemnya. 2.3.1.2 Spesifikasi teknis Teknologi Aerotrain:
Rangkaian kereta pendek (satu kereta 2 gerbong) dimensi 2 x 15 x 3 meter, mampu mengangkut 300 orang, selang kedatangan antar kereta dapat mencapai 3 menit, kecepatan mencapai 70 km/jam
Guideway merupakan jalur khusus diketinggian (jalur layang) minimal 4.5 meter diatas tanah (tidak terganggu macet, aman terhadap jangkauan orang)
Jarak antar stasiun 500-3000meter, kapasitas angkut 9000 pph kapasitas angkut dapat mencapai 135000 orang per hari pada jarak perjalanan 2 x 10 km
Tikungan dengan radius minimum 25 meter, tanjakan / turunan dapat mencapai 10% tinggi bebas dibawah guideway minimal 4.50m
Tiang penyangga diameter 2m, lebar single track 3m, double track 7.5m, rumah blower 3m x 7m x2,5m, setasiun 20m x 15m
Simulasi pre-feasibility study sistem Aerotrain dengan panjang single track 20 km Asumsi Pre-Feasibility Study •
Satu stasiun dan satu blower untuk setiap 1 km
•
Kereta yang digunakan 20 buah @ 2 gerbong
•
Berjalan searah susul menyusul
•
Kapasitas penumpang 200 orang per kereta
•
Beroperasi 13 jam sehari (4 jam sibuk dan 9 jam normal)
•
Tarif Rp 5000 per trip naik 10% pertahun
•
Penumpang naik bertahap dari 30% pada tahun ke-1 kemudian naik ke 100% pada tahun ke5
16
Gambar 2. 3 Aeromovel di TMII 2.3.1.3 Tinjauan 8 tahun pertama ke-ekonomian Teknologi sistem Aeromovel PENGELUARAN
Investasi (termasuk bunga bank)
Beaya operasi dan Maintenance = Rp 113 Milyard Total cash out untuk 8 tahun
= Rp 660 Milyard
= Rp 773 Milyard
PENDAPATAN Total pendapatan selama 8 tahun = Rp 933 Milyard Catatan Masih ada kemungkinan menaikkan revenue
dengan meningkatkan
kapasitas dua kali lipat jika penumpang.
17
Gambar 2. 4 Teknologi Aeromovel telah “proven” selama 25 tahun di Taman Mini Indonesia Indah 2.3.1.4 Kelebihan Aeromovel Bagi
masyarakat
yang
tinggal
disekitar
lintasan
Aeromovel
mempunyai kelebihan :
Udara yang dihembuskan oleh blower udara, sebagai tenaga bergerak, samasekali tidak akan menimbulkan polusi terhadap lingkungan.
Baik pilar maupun bentangan lintasan Aeromovel dibuat secara pre-fabricated, pre-cast, sehingga pelaksanaan pemasangan lintasan tersebut
tidak
akan
menimbulkan
gangguan
pada
daerah
sekitarnya, dan tidak mengganggu kelancaran lalu lintas.
Kereta wagon Aeromovel samasekali tidak memiliki mesin-mesin penggerak pada konstruksinya, maka tingkat kebisingan yang dihasilkan lebih kecil dari suara mobil ataupun bus kota, menyebabkan Aeromovel dapat dengan tenang meluncur diantara gedung-gedung ataupun perumahan penduduk.
Bagi pemerintah, sistem Aeromovel memberikan keuntungan ditinjau dari segi ekonomi :
Biaya pemasangan yang murah
Pemakaian lahan yang minimum 18
Kebutuhan energy yang kecil karena ringannya kendaraan
Memerlukan tenaga listrik untuk menjalankan sistem blower
Bagi pengelola, sistem Aeromovel memberikan keuntungan sebagai berikut :
Adanya otomatisasi dalam cara operasi Aeromovel, akan mampu menekan biaya operasi.
Keandalan yang tinggi, karena sistem yang sederhana.
Biaya perawatan yang rendah mengingat Aeromoveladalah kendaraan yang ringan dan sederhana. 2.3.1.5 Sistem Percontohan Aeromovel Sistem terletak di pusat kota Porto Alegre, Brasil. Sistem ini terdiri dari antar-jemput rel tunggal dengan satu kendaraan dan dua stasiun. Tujuan utama adalah untuk menguji, menunjukkan, mengembangkan dan sertifikasi komponen dan subsistem. Ini juga menyediakan prototipe untuk menyatakan garis lain. Di Indonesia, sistem terletak dalam kompleks tema rekreasi, Taman Mini Indonesia Indah, di Jakarta, Indonesia. Sistem ini telah membawa lebih dari tiga juta penumpang selama sembilan tahun terakhir. Sistem ini terdiri dari rel tunggal ditinggikan guideway menghubungkan enam stasiun penumpang di sepanjang loop (2mi) 3.2km. Tiga tunggal diartikulasikan kendaraan beroperasi di baris secara simultan. Setiap kendaraan terdiri dari dua kompartemen dengan akses internal penuh. Dua kendaraan yang dirancang untuk membawa 104 penumpang duduk dan yang ketiga dirancang untuk 48 duduk dan 252 penumpang berdiri. 2.3.1.6 Teknologi Aeromovel Aeromovel bekerja mendorong blower udara (tekanan rendah) melalui saluran dibangun ke dalam guideway. Udara bertekanan mendorong piring propulsi melekat pada bagian bawah kendaraan. Ini pelat propulsi bertindak seperti terbalik berlayar, mendorong kendaraan ke depan dan membantu untuk menghentikan itu ketika aliran udara dibalik. 19
Fitur Umum Kendaraan Sistem propulsi Sistem Kontrol mudah Fabrikasi Fitur keselamatan Dampak Lingkungan Fitur Umum
Aeromovel dengan eksklusif kanan jalan dan headways relatif singkat dirancang untuk membawa sampai 10.000 penumpang per jam per arah.
Bobot yang ringan kendaraan AEROMOVEL ® memastikan energi yang tidak terbuang bergerak bobot mati berat (kendaraan kosong); ekstrim kesederhanaan dan kehandalan yang tinggi hasil AEROMOVEL ® dalam persyaratan pemeliharaan berkurang.
Propulsi udara menghilangkan masalah traksi rel berat; keausan pada roda dan trek dikurangi menjadi minimum.
Percepatan dan perlambatan yang halus dan efisien; traksi kebisingan dan getaran diminimalkan, kecepatan kendaraan bisa mencapai 80 km per jam (50 mph) dalam aplikasi perkotaan.
Kombinasi penggerak pneumatik dan non-poros desain roda kendaraan aeromovel izin untuk mendaki curam gradien hingga 12% dan melintasi kurva tajam dengan radius serendah 25 meter (82 kaki).
Penggunaan blower udara stasioner memungkinkan desain yang optimal pembangkit listrik dalam kaitannya dengan persyaratan tertentu untuk setiap segmen rute. Penghematan biaya besar diperoleh dengan ukuran yang tepat dari blower udara untuk setiap bagian rute.
20
Modal dan biaya pemeliharaan rendah, karena kesederhanaan desain dan kehandalan yang tinggi komponen, seperti terbukti blower udara industri.
Motor listrik pada blower udara kokoh, unit benar-benar independen. Karena tujuan dari motor adalah pompa udara, tidak mengemudi kendaraan, persyaratan perawatan yang minimal.
Operasi ini sepenuhnya otomatis. Tidak ada driver yang diperlukan on-board. Sistem keandalan yang tinggi otomatisasi yang digunakan untuk perlindungan, pengendalian dan pengawasan operasi kendaraan.
Kendaraan
Bebas dari berat on-board peralatan traksi dan motor, kendaraan sangat ringan dan sederhana, membawa orang 2 sampai 3 kali lebih per ton bobot mati dari alternatif yang paling.
Pelat propulsi tertutup kaku melekat di bawah penggelinciran mencegah kendaraan.
Baja roda dikombinasikan dengan kendaraan ringan memastikan mengurangi kebisingan dan tingkat getaran.
Para AEROMOVEL ® baru kendaraan berisi state-of-the-art fitur aerodinamis, yang membedakannya dari banyak kendaraan APM saat ini.
Kendaraan ini sepenuhnya sesuai dengan NFPA, ADA dan AS lainnya kode dan standar.
Ketika diminta, AEROMOVEL ® kendaraan akan dilengkapi dengan modern, atap dipasang unit HVAC yang efisien. Unit-unit opsional telah banyak digunakan oleh industri transit dan memberikan kenyamanan maksimal dengan biaya minimal.
Propulsion SISTEM
Kendaraan ini digerakkan oleh sistem propulsi pneumatik yang mengubah tenaga listrik menjadi aliran udara dan mengirimkan
21
dorong langsung ke kendaraan tanpa gigi atau sirkuit listrik intervensi.
Blower listrik stasioner, terletak dekat dengan stasiun penumpang menghasilkan udara bertekanan yang diperlukan, yang dihasilkan sesuai dengan tingkat percepatan kendaraan dan kecepatan yang diinginkan.
Keandalan sistem yang sangat baik dicapai dengan menggunakan ini, komponen kokoh industri terbukti.
Unit tenaga propulsi yang sepenuhnya terkandung dalam suaraterisolasi unit rumah.
Kecepatan
motor
meningkatkan
efisiensi
variabel
dan
meminimalkan kehilangan energi.
Besar, motor kuat menyediakan ® AEROMOVEL dengan berbagai kemampuan pergerakan udara, sekaligus menjaga biaya operasi dan pemeliharaan minimal.
Unit-unit listrik stasioner propulsi mengurangi keausan dan memungkinkan pemeliharaan sederhana dan efisien, karena mereka dipisahkan dari vehicle.A bergerak dan AS lainnya kode dan standar.
Ketika diminta, AEROMOVEL ® kendaraan akan dilengkapi dengan modern, atap dipasang unit HVAC yang efisien. Unit-unit opsional telah banyak digunakan oleh industri transit dan memberikan kenyamanan maksimal dengan biaya minimal.
Sistem Kontrol
AEROMOVEL ® bergabung dengan Divisi Otomasi Industri Allen-Bradley Sistem Rockwell International untuk menghasilkan sebuah "canggih" sistem transit kontrol. Sistem ini sepenuhnya otomatis dan menggunakan Programmable Logic Controller terbukti.
Pendekatan
Otomasi
Industri
sangat
handal,
aman
dan
menghilangkan kesalahan manusia. 22
Filsafat modular memungkinkan pengembangan standar modul dapat digunakan kembali banyak. Pra-diprogram modul dapat diterapkan dari proyek untuk proyek dengan perubahan yang minimal dan keandalan yang maksimum.
Sistem Pengendalian juga merupakan pusat komunikasi, stasiun pengawasan dan penyimpanan dari semua fungsi vital.
KONSTRUKSI RAPID
Para guideway tetap AEROMOVEL ® terdiri dari balok kotak prefabrikasi, yang mendukung jalur dan kendaraan, dan melalui mana udara bersirkulasi.
Untuk konstruksi yang cepat dan gangguan minimum untuk kegiatan sekitarnya, guideway yang didirikan di pra-fabrikasi bagian modular pra menekankan beton atau baja, yang mungkin siap diangkat ke tempatnya dengan siang atau malam.
Para guideway tinggi dapat menampung gradien hingga 12%, dan kurva horisontal erat dengan jari-jari serendah 25 meter.
FITUR KESELAMATAN
Kendaraan perjalanan pada guideway tinggi dan eksklusif, menghilangkan kongesti melintasi kelas dan kecelakaan.
Konsep propulsi memiliki fitur keselamatan intrinsik dari suatu buffer udara antara pelat propulsi yang membantu untuk mencegah tabrakan antara kendaraan.
Kendaraan tidak bisa menggagalkan; propulsi pelat dalam empedu yang kaku terhubung ke truk kendaraan.
Otomasi termasuk sistem keandalan yang berlebihan dan tinggi. Pengoperasian kendaraan diawasi oleh sistem perlindungan kereta otomatis.
Propulsi ganda dan rem gesekan darurat disediakan.
Keluar darurat di kedua ujung kendaraan memungkinkan evakuasi penumpang mudah. 23
Para guideway itu sendiri bertindak sebagai jalan keluar penumpang.
Komunikasi dua arah antara kendaraan dan pos kontrol pusat adalah standar.
Gesekan rem pada kendaraan tidak diperlukan kecuali untuk parkir di stasiun dan pada dasarnya berlebihan karena kendaraan dapat berhenti menggunakan sistem propulsi sendiri.
DAMPAK LINGKUNGAN
Mungkin AEROMOVEL ® 's Manfaat terbesar adalah pengaruh positif terhadap pola-pola penggunaan lahan. AEROMOVEL ® berkonsentrasi
pada
pertumbuhan
dan
pembangunan,
meningkatkan nilai tanah di sekitarnya sementara pada saat yang sama mengurangi kebutuhan untuk membangun infrastruktur mahal. Ada kebisingan emisi minimal dan tidak ada polusi udara. Kemacetan lalu lintas dan insiden penyeberangan kelas dieliminasi, pembebasan lahan dan relokasi utilitas direduksi menjadi minimum.
AEROMOVEL ® dapat diletakkan di mana pun dibutuhkan dengan sedikit dampak pada sistem ekologi. Ekuilibrium lingkungan tidak hanya ditopang namun disempurnakan oleh estetika menyenangkan dari AEROMOVEL ®. Dalam sebuah komunitas, AEROMOVEL ® sesuai dengan tagihan dari tetangga yang baik - tetangga bahwa setiap orang bangga telah.
2.3.2
Maglev MagLev adalah singkatan dari MAGnetically LEVitated trains yang
terjemahan bebasnya adalah kereta api yang mengambang secara magnetis. Sering juga disebut kereta api magnet. Seperti namanya, prinsip dari kereta api ini adalah memanfaatkan gaya angkat magnetik pada relnya sehingga terangkat sedikit ke atas, kemudian gaya dorong dihasilkan oleh motor induksi. Kereta ini mampu melaju dengan 24
kecepatan sampai 650 km/jam (404 mpj) jauh lebih cepat dari kereta biasa. Beberapa negara yang telah menggunakan kereta api jenis ini adalah Jepang, Perancis, Amerika, dan Jerman. Dikarenakan mahalnya pembuatan relnya, di dunia pada 2005 hanya ada dua jalur Maglev yang dibuka umum, di Shanghai dan Kota Toyota. Maglev atau "levitasi magnet" adalah teknik mengangkat objek menggunakan prinsip magnet dalam fisika dasar. Dua kutub magnet yang sama (misalnya, utara-utara atau selatan-selatan) akan tolak-menolak. Sedangkan dua kutub magnet yang berlainan, yaitu utara dan selatan, akan tarik-menarik. Maglev adalah metode menggunakan pasukan yang dihasilkan baik dari listrik magnet atau magnet permanen untuk menangguhkan, dukungan, panduan, terpisah dan / atau mendorong benda. Transportasi sistem menggunakan beberapa bentuk levitasi magnetik dikenal sebagai maglevs dan terdiri dari kendaraan yang bergerak sepanjang guideways berdedikasi. Menggunakan levitasi magnetik sebagai alat penggerak merupakan sebuah revolusi dalam transportasi karena karakteristik inheren tidak diinginkan beberapa transportasi roda dieliminasi atau dikurangi secara dramatis, yaitu gesekan (aus & air mata), getaran dan kebisingan. Teknologi Maglev tidak "melatih" teknologi dan tidak kompatibel dengan setiap desain jalur kereta api konvensional. Memang, tantangan ilmiah dan rekayasa pengembangan ultra-aman dan sistem keandalan tinggi maglev transportasi darat dengan kecepatan puncak sebanding dengan pesawat turboprop dan jet (500-580 kph), saingan salah satu prestasi besar di dunia teknik; termasuk dunia yang paling maju ruang program. Sebagai contoh, algoritma kompleks digunakan untuk mengontrol dan mengoperasikan kendaraan maglev dan hemat biaya teknik konstruksi harus dikembangkan untuk membangun struktur dukungan yang sangat tepat dan sangat stabil, yang dikenal sebagai ‘guideways‘. Secara umum, pengembangan teknologi maglev bisa dikategorikan dalam dua prinsip itu, yakni gaya tarik dan gaya tolak magnet. Eksplorasi teknik tersebut dipelopori dua negara maju, yaitu Jerman dan Jepang. Jerman menggunakan EMS (sistem suspensi elektromagnetik) dan Jepang menggunakan EDS (sistem
25
suspensi elektrodinamis). EMS menggunakan prinsip gaya tarik magnet, sedangkan EDS menggunakan gaya tolak magnet. Tentunya, sangat tidak efisien kereta membawa batang magnet yang berkekuatan besar yang nanti digunakan untuk mengangkat kereta tersebut. Karena itu, kita harus berterima kasih kepada fisikawan berkebangsaan Estonia, Lenz. Fisikawan yang hidup pada 1804-1865 itu berhasil menjelaskan fenomena magnetisme dan merumuskannya dalam sebuah hukum yang terkenal dengan nama hukum Lenz. Hukum tersebut menyatakan, perubahan fluks magnet dalam ruang yang dikelilingi sistem kawat yang membentuk kumparan tertutup akan mengakibatkan terciptanya medan magnet yang melawan perubahan fluks magnet dalam sitem itu. Hal tersebut terjadi karena alam, dalam hal ini kumparan tertutup itu, ingin mempertahankan kondisi awal fluks magnet yang dimiliki ruang dalam lingkaran kawat tertutup tersebut. Hukum itu juga sering disebut kelembaman magnetik. Hukum tersebut kemudian digunakan menciptakan medan magnet yang cukup besar. Medan magnet itu diperhadapkan dengan medan magnet lain yang akan menciptakan gaya tarik, jika kedua kutub magnet yang berhadapan berlawanan arah atau gaya tolak jika kedua kutub magnet tersebut berlawanan. Ada tiga jenis teknologi maglev:
Yang tergantung pada magnet superkonduktivitas (suspensi elektrodinamik)
Yang
tergantung
pada
elektromagnetik
terkontrol
(suspensi
elektromagnetik)
Yang terbaru, mungkin lebih ekonomis, menggunakan magnet permanen (Inductrack) Jepang dan Jerman merupakan dua negara yang aktif dalam pengembangan
teknologi maglev menghasilkan banyak pendekatan dan desain. Dalam suatu desain, kereta dapat diangkat oleh gaya tolak magnet dan dapat melaju dengan motor linear. Pengangkatan magnetik murni menggunakan elektromagnet atau magnet permanen tidak stabil karena teori Earnshaw, diamagnetik dan magnet superkonduktivitas dapat menopang maglev dengan stabil.
26
Berat dari elektromagnet besar juga merupakan isu utama dalam desain. Medan magnet yang sangat kuat dibutuhkan untuk mengangkat kereta yang berat. Efek dari medan magnetik yang kuat tidak diketahui banyak. Oleh karena itu untuk keamanan penumpang, pelindungan dibutuhkan, yang dapat menambah berat kereta. Konsepnya mudah namun teknik dan desainnya kompleks. Sistem yang lebih baru dan tidak terlalu mahal disebut Inductrack. Teknik ini memiliki kemampuan membawa beban yang berhubungan dengan kecepatan kendaraan, karena ia tergantung kepada arus yang diinduksi pada sekumpulan elektromagnetik pasif oleh magnet permanen. Dalam contoh, magnet permanen berada di gerbong; secara horizontal untuk menciptakan daya angkat, dan secara vertikal untuk memberikan kestabilan. Sekumpulan kabel putar berada di rel. Magnet dan gerbong tidak membutuhkan tenaga, kecuali untuk pergerakan gerbong. Inductrack pada awalnya dikembangkan sebagai motor magnetik dan penopang untuk "flywheel" untuk menyimpan tenaga. Dengan sedikit perubahan, penopang ini diluruskan menjadi jalur lurus. Inductrack dikembangkan oleh fisikawan Wiliiam Post di Lawrence Livermore National Laboratory. Inductrack menggunakan array Halbach untuk penstabilan. Array Halbach adalah pengaturan dari magnet permanen yang menstabilisasikan putaran kabel yang
bergerak
tanpa
penstabilan
elektronik.
Array
Halback
mulanya
dikembangkan untuk pembimbing sinar dari percepatan partikel. Mereka juga memiliki medan magnet di pinggir rel, dan mengurangi efek potensial bagi penumpang. Dalam suatu desain, kereta dapat diangkat oleh gaya tolak magnet dan dapat melaju dengan motor linear.Pengangkatan magnetik murni menggunakan elektromagnet atau magnet permanen tidak stabil karena teori Earnshaw; Diamagnetik dan magnet superkonduktivitas dapat menopang maglev dengan stabil.Berat dari elektromagnet besar juga merupakan isu utama dalam desain. Medan magnet yang sangat kuat dibutuhkan untuk mengangkat kereta yang berat.Efek dari medan magnetik yang kuat tidak diketahui banyak. Oleh karena itu untuk keamanan penumpang, pelindungan dibutuhkan, yang dapat menambah berat kereta. Konsepnya mudah namun teknik dan desainnya kompleks. Kereta 27
maglev, merupakan kereta yang menggunakan magnet sebagai alat bantu dalam bergerak. Kereta jenis ini tidak beroda layaknya model kereta konvensional, tetapi akan melayang secara magnetis, kelebihan jenis kereta ini adalah kecepatan nya yang tinggi dan juga tidak perlu melakukan perawatan pada bagian roda roda nya seperti kereta lain nya. Kereta ini banyak dijumpai di Jepang, prancis, amerika dan jerman. Kereta ini mengambang sekitar 110 mm diatas rel,Dorongan ke depan dilakukan melalui interaksi antara rel magnetik dengan mesin induksi yang juga menghasilkan medan magnetik di dalam kereta.Untuk kereta jenis ini terdapat 3 kategori yaitu Yang tergantung pada magnet superkonduktivitas (suspensi elektrodinamik), Yang tergantung pada elektromagnetik terkontrol (suspensi elektromagnetik), Yang terbaru, mungkin lebih ekonomis, menggunakan magnet permanen (Inductrack), Jepang and Jerman merupakan dua negara yang aktif dalam pengembangan teknologi maglev menghasilkan banyak pendekatan dan desain. Dalam suatu desain, kereta dapat diangkat oleh gaya tolak magnet dan dapat melaju dengan motor linear.Pengangkatan magnetik murni menggunakan elektromagnet atau magnet permanen tidak stabil karena teori Earnshaw; Diamagnetik dan magnet superkonduktivitas dapat menopang maglev dengan stabil. Sekarang ini, NASA melakukan riset penggunaan sistem Maglev untuk meluncurkan pesawat ulang alik. Untuk dapat melakukan ini, NASA harus mendapatkan peluncuran pesawat ulang alik maglev mencapai kecepatan pembebasan, suatu tugas yang membutuhkan pewaktuan pulse magnet yang rumit (lihat coilgun) atau arus listrik yang sangat cepat, sangat bertenaga (lihat railgun). Kereta Maglev mengambang kurang lebih 10 mm di atas rel magnetiknya. Dorongan ke depan dilakukan melalui interaksi antara rel magnetik dengan mesin induksi yang juga menghasilkan medan magnetik di dalam kereta (lihat gambar). Berat dari elektromagnet besar juga merupakan isu utama dalam desain. Medan magnet yang sangat kuat dibutuhkan untuk mengangkat kereta yang berat. Efek dari medan magnetik yang kuat tidak diketahui banyak. Oleh karena itu untuk keamanan penumpang, pelindungan dibutuhkan, yang dapat menambah berat kereta. Konsepnya mudah namun teknik dan desainnya kompleks. 28
Maglevs tidak hanya teknologi transportasi eksotis yang dirancang untuk kecepatan tinggi, mereka benar-benar kendaraan bagi perubahan sosial. Misalnya, penyebaran jaringan berkecepatan tinggi yang luas maglev untuk bertenaga listrik transportasi antarkota secara signifikan akan menurunkan ketergantungan Amerika pada suplai dunia yang semakin tidak stabil minyak. Penggunaan yang lebih rendah kecepatan maglevs untuk aplikasi komuter atau untuk transit dalam kota juga akan semakin menurunkan ketergantungan minyak dengan membujuk orang keluar dari mobil mereka bagi mereka lagi point-to-point perjalanan. Ini lebih rendah kecepatan sistem juga memiliki keunggulan yang hampir diam dan getaran-bebas, sementara dapat beroperasi dengan aman pada curam nilai, bahkan selama cuaca buruk. Yang terpenting, sistem ini dirancang untuk menjadi lebih aman daripada moda transportasi lainnya yang pernah ditemukan, karena derailments hampir tidak mungkin karena cara kendaraan sesuai di sekitar atau di dalam guideways mereka. Selain itu, pengereman membutuhkan gesekan tidak ada dan karena itu tidak terpengaruh oleh kondisi permukaan (es, salju, hujan). Meskipun kebijaksanaan konvensional mungkin berlaku untuk kereta api konvensional, kota-kota Amerika tidak terlalu tersebar untuk sistem kecepatan tinggi nasional maglev yang akan kompetitif dengan perjalanan udara. Sebuah kecepatan tinggi kecepatan jelajah atas maglev adalah lebih dari 500 kilometer per jam (310 mph), dan dikombinasikan dengan akselerasi sangat cepat dan perlambatan, membuatnya menjadi teknologi yang sempurna untuk jarak tempuh antara 50 sampai 1.000 kilometer (30 sampai 600 mil), khususnya, ketika perjalanan waktu, operasi yang handal, dampak lingkungan secara keseluruhan, konsumsi energi dan keselamatan digabungkan untuk dipertimbangkan.
29
Gambar 2. 5 Bagian Rel Kereta Maglev
Sejarah Kereta Maglev: Pertama kali maglev didorong oleh motor linear pada 1969 Riset Maglev tahun 1970 studi maglev dimulai dan tahun 1979 pengujian pertama dilakukan Pada tahun 1986 kereta dengan 3 mesin mencapai kecepatan 352.4 km/j Desember 1997 kereta maglev mencapai kecepatan 531 km/j Superkonduktor temperatur tinggi diuji sukses pada 31 Desember 2000 di Chengdu, China. Menggunakan Liquid Nitrogen untuk mendinginkan Superkonduktor Tahun 2000 MLX01-5mesin dengan 552 km/j (345mph) Ada tiga jenis teknologi maglev:
Yang
tergantung
pada
magnet
superkonduktivitas
pada
elektromagnetik
(suspensi
elektrodinamik)
Yang
tergantung
terkontrol
(suspensi
elektromagnetik)
Yang terbaru, mungkin lebih ekonomis, menggunakan magnet permanen (Inductrack)
Jepang dan Jerman merupakan dua negara yang aktif dalam pengembangan teknologi maglev menghasilkan banyak pendekatan dan desain. Dalam suatu desain, kereta dapat diangkat oleh gaya tolak magnet dan dapat melaju dengan motor linear. 30
Pengangkatan magnetik murni menggunakan elektromagnet atau magnet permanen tidak stabil karena teori Earnshaw; Diamagnetik dan magnet superkonduktivitas dapat menopang maglev dengan stabil. Berat dari elektromagnet besar juga merupakan isu utama dalam desain. Medan magnet yang sangat kuat dibutuhkan untuk mengangkat kereta yang berat. Efek dari medan magnetik yang kuat tidak diketahui banyak. Oleh karena itu untuk keamanan penumpang, pelindungan dibutuhkan, yang dapat menambah berat kereta. Konsepnya mudah namun teknik dan desainnya kompleks. Sistem yang lebih baru dan tidak terlalu mahal disebut Inductrack. Teknik ini memiliki kemampuan membawa beban yang berhubungan dengan kecepatan kendaraan, karena ia tergantung kepada arus yang diinduksi pada sekumpulan elektromagnetik pasif oleh magnet permanen. Dalam contoh, magnet permanen berada di gerbong; secara horizontal untuk menciptakan daya angkat, dan secara vertikal untuk memberikan kestabilan. Sekumpulan kabel putar berada di rel. Magnet dan gerbong tidak membutuhkan tenaga, kecuali untuk pergerakan gerbong. Inductrack pada awalnya dikembangkan sebagai motor magnetik dan penopang untuk "flywheel" untuk menyimpan tenaga. Dengan sedikit perubahan, penopang ini diluruskan menjadi jalur lurus. Inductrack dikembangkan oleh fisikawan Wiliiam Post di Lawrence Livermore National Laboratory. Inductrack menggunakan array Halbach untuk penstabilan. Array Halbach adalah pengaturan dari magnet permanen yang menstabilisasikan putaran kabel yang
bergerak
tanpa
penstabilan
elektronik.
Array
Halback
mulanya
dikembangkan untuk pembimbing sinar dari percepatan partikel. Mereka juga memiliki medan magnet di pinggir rel, dan mengurangi efek potensial bagi penumpang. Sekarang ini, NASA melakukan riset penggunaan sistem Maglev untuk meluncurkan pesawat ulang alik. Untuk dapat melakukan ini, NASA harus mendapatkan peluncuran pesawat ulang alik maglev mencapai kecepatan pembebasan, suatu tugas yang membutuhkan pewaktuan pulse magnet yang rumit (lihat coilgun) atau arus listrik yang sangat cepat, sangat bertenaga (lihat railgun).
31
1. Jepang
Gambar 2. 6 Maglev di Jepang JR-Maglev MLX-01 (Experimental) - 361 mph (580.97 kmh) Jepang merupakan negara pelopor pada kereta api berkecepatan tinggi pada tahun 1964 dengan kecepatan 130 mph (209 kmh) Namun untuk kereta maglev mulai dikembangan sejak tahun 1970. Pengembangan kedepan Jalur Tokyo, Nagoya, Osaka. 2. Inggris
Gambar 2. 7 Aeromovel di Inggris EURPSTAR 3313(750 Penumpang) - 208 mph (334 kmh) Menghubungkan London dengan negara Perancis dan Belgia melalui terowongan bawah tanah di Selat Inggris 3. Perancis
32
Gambar 2. 8 Aeromovel di Perancis TGV V150 (Experimental) - 357 mph (574,53 kmh) Kereta seri TGV yang dikomersilkan terbatas pada kecepatan 200 mph (321.86 kmh) Kereta Experimental mampu mencapai kecepatan 357 mph (574.53 kmh) pada uji coba tahun 2007. Digunakan di negara Inggris, Belgia, Belanda, Jerman 4. China
Gambar 2. 9 Aeromovel di China CRH380AL (600 Penumpang) - 302 mph (486 kmh) Dengan rute Beijing – Shanghai sepanjang 819 mil (1318 km) , walaupun kereta dapat melaju dengan kecepatan 486km/j untuk pelayanan komersil hanya 300km/j
33
5. Jerman
Gambar 2. 10 Aeromovel di Jerman Transrapid TR-07(Experimental) - 207.3 mph (333.6 kmh) Meskipun Jerman termasuk negara pengembang Maglev tetapi negara ini tidak pernah menggunakan secara komersil. Tahun 2006 dalam uji coba menewaskan 25 orang 6. Spanyol
Gambar 2. 11 Aeromovel di Spanyol AVE Class 103 (404 Penumpang) - 251 mph (403 kmh) Spanyol memiliki jaringan rel kecepatan tinggi terpanjang di eropa dengan 3433 mil (4800km)
34
7. Italy
Gambar 2. 12 Aeromovel di Italy ETR 500 (590 Penumpang) - 225 mph (362 kmh) 200 orang terluka akibat unjuk rasa menentang pembangunan terowongan rel maglev sepanjang 36 km memotong rute Paris – Milan , pengunjuk rasa mengatakan pembangunan akan merusak daerah konstruksi tersebut 2.3.3
Kereta Gantung
Gambar 15 Kereta Gantung Kereta gantung adalah sebuah kereta yang menggantung yang berjalan menggunakan kabel. Jalur kereta gantung umumnya berupa garis lurus dan hanya dapat berbelok pada sudut yang kecil di stasiun antara. Awalnya kereta gantung digunakan pada tempat-tempat wisata misalnya di daerah bersalju, daerah pegunungan seperti pegunungan Alpen, atau taman hiburan, namun kini telah juga digunakan untuk transportasi umum di daerah perkotaan seperti misalnya di kota Medellin, Colombia.
35
Kapasitas kereta gantung dapat mencapai 3000 penumpang per jam, dengan kecepatan 4-6 meter per detik. Jenis kabin yang umum digunakan adalah gondola dengan kapasitas 4 hingga 12 penumpang. Ada pula jenis kabin yang kapasitasnya lebih besar hingga dapat menampung 150 penumpang. Kabin dengan tipe khusus dapat berputar 360 derajat untuk menikmati pemandangan ke segala arah. Kereta gantung di seluruh dunia Afrika Afrika Selatan
Table Mountain memiliki kereta gantung yang dapat berotasi yang membawa penumpang ke dan dari puncak gunung.
Asia China
Chongqing - Kereta gantung digunakan sebagai transportasi untuk menyebrangi sungai Yangtze. Kereta gantung tersebut memiliki panjang 740 meter dan berkecepatan 8m/s. Setiap kabin dapat membawa maksimum 45 penumpang, dengan total kapasitas 900 penumpang per jam untuk satu arah.
India
Gangtok - Kereta gantung dioperasikan di bagain timur kota dearah Himalaya, Gangtok. Kereta gantung tersebut mengangkut turis dari satu dearah di kota tersebut ke daerah lainnya.
Phelagham - dalam resor ski di Jammu dan Kashmir, kereta gantung mengangkut penumpang ke puncak lereng ski.
Indonesia
Taman Mini Indonesia Indah. Kereta gantung TMII ini memiliki 85 kabin penumpang yang menempuh 3 stasiun A, B dan C. Jalur membentuk huruf "V" dan jarak tempuh keseluruhan yaitu 2.688 m dengan ketinggian mencapai 20 m dari permukaan tanah. Pengunjung dapat menyaksikan indahnya "Nusantara" dalam keberagaman; jajaran pulau-pulau, anjungan daerah, dan seluruh sarana rekreasi di TMII dari angkasa. 36
Taman Impian Jaya Ancol. Kereta gantung gondola digunakan sebagai sarana rekreasi dan transportasi di lingkungan internal Taman Impian Jaya Ancol.
Pulau Kumala di tengah sungai Mahakam kota Tenggarong, kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, menghubungkan tempat wisata pulau Kumala dengan daratan Kalimantan di sisi Tenggarong Seberang sebelah timur sungai.
Jepang
Kereta gantung Katsuragi, Nara. Panjangnya 1421m dengan kemiringan 30.5 derajat. Kapasitas 51 penumpang. Mengakut penumpang ke puncak Gunung Katsuragi sambil menikmati pemandangan 360 derajat kota Nara dan Osaka.
Malaysia
Kereta Gantung Genting Skyway, menghubungkan Gothong Jaya ke resor Genting Highlands di puncak bukit.
Kereta Gantung Awana, menghubungkan resor Awana Country Club, juga ke resor Genting Highlands.
Kereta Gantung Pulau Langkawi
Singapura
Kereta gantung Singapura
[1]
dari Gunung Faber ke Pulau Sentosa;
menariknya, kereta gantung ini mempunyai perhentian di tengah-tengah, dan merupakan yang pertama di dunia yang melintasi pelabuhan. Korea Selatan
Kereta gantung Namsan, Seoul.
Eropa Perancis
Kereta gantung Téléphérique de l'Aiguille du Midi, dibuka pada tahun 1955, dapat mengangkut 75 penumpang pada sesi pertama dan 65 penumpang pada sesi kedua. Dimulai dari Chamonix dengan ketinggian 1030 meter ke dataran de l'Aiguille di ketinggian 2317 meter untuk sesi pertama. Sesi kedua tiba di puncak Aiguille du Midi di stasiun dengan 37
ketinggian 3777 meter. Kereta gantung ini adalah yang tertinggi di dunia.[2]
Kereta gantung Vanoise Express, dibuka pada Desember 2003 dengan biaya 15 juta euro. Kereta gantung ini bertingkat dua sehingga mampu mengangkut 200 penumpang di setiap kabinnya. Melintasi Ponturin pada ketinggian 380 meter di atas permukaan tanah, menghubungkan resor La Plagne dan Les Arcs ke resor ski Paradiski dalam empat menit. Biasanya, dua kabinnya berjalan terpisah pada kabelnya masing-masing. [3]
Jerman
Kereta gantung Eibsee Seilbahn, mengangkut penumpang ke puncak gunung tertinggi di Jerman,Zugspitze.
Kereta gantung Tegelbergbahn, atau Tegelbahn, dekat Schwangau di Bavaria dengan pemandangan indah gunung Alpen.
Kereta gantung Kölner Seilbahn, di Cologne, dirakit pada 1966 dan menyebrangi sungai Rhine dari kebun binatang ke Rheinpark. Ini adalah kereta gantung pertama di Eropa yang melintasi sungai.
Italia
Rittnerbahn di South Tyrol, kereta gantung terpanjang di dunia dengan satu lintasan. (lihat Guinness Book of World Records).
Norwegia
Fjellheisen di Tromsø.[4]
Krossobanen di Tinn adalah kereta gantung tertua di Eropa bagian utara, dibangun pada tahun 1928.
Ulriksbanen di atas gunung Ulriken di Bergen.
Swiss Di Swiss, banyak kereta gantung yang digunakan, antara lain:
Kereta gantung Adliswil ke kereta gantung Felsenegg, bagian dari sistem transportasi publik suburban Zürich.
Melayani gunung Schilthorn di Bernese Oberland. Muncul dalam film James Bond On Her Majesty's Secret Service. Dengan panjang 6931 m (22.739 kaki) dalam 4 lintasan, ini adalah yang terpanjang di Alpen dan 38
sistem kereta gantung yang terpanjang di dunia. Mendaki lebih dari 2103 meter.Daftar kereta gantung di Swiss. Amerika Utara Kanada
Gunung belerang Gondola ke puncak gunung belerang, dekatBanff, Alberta. (gondola)
Gunung Grouse di Vancouver, British Columbia, mempunyai dua kereta gantung yang berjalan paralel.
Kereta gantung Jasper ke puncak The Whistlers, dekat Jasper, Alberta.
Kereta gantung Spanish di atas Whirlpool Rapids (sejenis arung jeram) di Niagara Falls, Ontario.
Amerika Serikat
Resor Ski Alyeska di Alaska
The Cannon Mountain Tram di Franconia, New Hampshire.
Kereta gantung di El Paso, Texas mendaki gunung Franklin sebagai bagian dari sistem Taman Negara Bagian Texas.
Resor Ski Jay Peak di Jay, Vermont. Dibangun pada 1967 oleh Von Roll dari Swiss; kabin-kabinnya diganti pada tahun 2000.
Kereta gantung Palm Springs di Palm Springs, California, yang mengangkut penumpang ke puncak gunung San Jacinto.
Kereta gantung Roosevelt Island, Manhattan, New York, AS, dahulu adalah kereta gantung satu-satunya di Amerika Utara yang digunakan sebagai transportasi komuter.
Kereta gantung Sandia Peak di Albuquerque, New Mexico kereta gantung dengan kabel tunggal terpanjang di dunia.
Kereta gantung di Snowbird, Utah, dan resor ski musim panas dan dingin lainnya di dekat kota Salt Lake.
Di Squaw Valley ski resort, California, AS, menaikan peski dari bawah ke puncak ski.
Kereta gantung Stone Mountain, dekat Atlanta.
39
Kereta gantung di Teton Village, Wyoming mengalami perubahan ketinggian setinggi 4000 kaki.
Amerika Selatan Brasil
Kereta gantung yang sangat terkenal terletak di Rio de Janeiro. Terdiri atas dua sistem kereta gantung yang terpisak, satu pergi dari kota menuju Morro de Urca (dahulu adalah kasino yang terkenal), dan yang kedua pergi dari bukit ke puncak gunung Sugarloaf, Brasil.
Kolombia
Di Bogotá, sebuah kereta gantung dapat digunakan untuk bepergian dari level kota (2962 meter di atas permukaan laut) ke puncak bukit Monserrate (3152 meter di atas permukaan laut). Dinagun pada tahun 1955, dan memiliki dua kabin masing-masing bermuatan 40 orang. Dengan panjang 880 meter, kereta gantung ini dapat menempuh tujuannya dalam 7 menit, dengan pemandangan indah pusat kota. Di atas bukit, ada sebuah kuil di dalam sebuah gereja, restoran dan atraksi turis yang tidak begitu besar.
Di Parque Nacional del Café di Montenegro, departemen Quindío, ada kereta gantung untuk melihat taman.
Venezuela
Kereta gantung Mérida mempunyai perbedaan sebagai yang tertinggi di dunia pada ketinggian 4765 m (15,633 kaki), sekaligus sebagai yang terpanjang (7.77 mil). Terbentang di atas kwasan taman nasional yang disebut Sierra Nevada dan menghubungkan kota Merida dengan daerah disekitarnya yang memiliki ketinggian sama.
Kereta gantung Ávila, di Karakas, dibangun pada tahun dan dibangun kembali pada awal 1990an dan diresmikan pada tahun 2000, adalah salah satu yang paling modern di dunia. Kereta gantung ini mendaki dari ketinggian 1000 meter ke 2100 meter di Ávila Mágica Park dan Hotel Humbolt.
Kereta
gantung
aslinya
memiliki
dua
jalaur
yang
40
menghubungkan ke kota La Guaira di sisi lain Gunung Ávila; pengelola kereta gantung tersebut berencana memperbaiki jalur tersebut. Oceania Australia
Kereta gantung pemandangan alam Katoomba menikmati pemandangan Three Sisters Rock.
41
BAB III KOMPONEN JALAN REL 3.1 Pengertian Umum Rel merupakan struktur balok menerus yang diletakkan di atas tumpuan bantalan yang berfungsi sebagai penuntun/mengarahkan pergerakan roda kereta api. Rel juga disediakan untuk menerima secara langsung dan menyalurkan beban kereta api kepada bantalan tanpa menimbulkan defeksi yang berarti pada bagian balok rel diantara tumpuan bantalan. Oleh itu, harus memiliki nilai kekakuan balok tertentu sehingga perpindahan beban titik roda dapat menyebar secara baik pada tumpuan di bantalan. Rel juga berfungsi sebagai struktur pengikat dalam pembentukan struktur jalan relying kokoh.
Oleh sebab itu, bentuk dan geometrik rel dirancang
sedemikian sehingga dapat berfungsi sebagai penahan gaya akibat pergerakan dan beban kereta api. Pertimbangan yang diperlukan dalam membuat geometrik rel adalah : 1.
Permukaan rel harus dirancang memiliki permukaan yang cukup lebar untuk membuat tegangan kontak diantara rel dan roda sekecil mungkin.
2.
Kepala rel harus cukup tebal untuk memberikan umur manfaat yang panjang.
3.
Badan rel harus cukup tebal untuk menjaga dari pengaruh korosi dan mampu menahan tegangan lentur serta tegangan horisontal.
4.
Dasar rel harus cukup lebar untuk dapat mengecilkan distribusi tegangan ke bantalan baik melalui pelat andas maupun tidak.
5.
Dasar rel juga harus tebal untuk tetap kaku dan menjaga bagian yang hilang akibat korosi.
6.
Momen inersia harus cukup tinggi, sehingga tinggi rel diusahakan tinggi dan mencukupi tanpa bahaya tekuk.
7.
Tegangan horisontal diusahakan dapat direduksi oleh kepala dan dasar rel dengan perencanaan geometriknya yang cukup lebar. 42
8.
Stabilitas horisontal dipengaruhi oleh perbandingan lebar dan tinggi rel yang mencukupi.
9.
Titik Pusat sebaiknya di tengah rel.
10.
Geometrik badan rel harus sesuai dengan pelat sambung.
11.
Jari-jari kepala rel harus cukup besar untuk mereduksi tengangan kontak.
Pertimbangan lainnya adalah perencanaan rel dengan berat yang sama tetapi memiliki geometrik yang berbeda sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Contohnya, ARA (American Railways Association) membagi rel menjadi kelas A dan B. Kepala rel jenis A dibuat tipis dengan tujuan agar momen inersia tinggi sehingga rel ini dipakai untuk kereta api berkecepatan tinggi. Lain halnya dengan kepala rel jenis B yang dibuat sedemikian sehingga memiliki momen inersia cukup untuk menahan bahaya aus karena beban gandar yang tinggi dengan kecepatan kereta api sedang. 3.2 Komposisi Bahan Rel 3.2.1
Komposisi Bahan Rel dipilih dan disusun dari beberapa komposisi bahan kimia sedemikian
sehingga dapat tahan terhadap keausan akibat gesekan akibat roda dan korositas. Dalam klasifikasi UIC dikenal 3 macam rel tahan aus (wear resistance rails – WR), yaitu rel WR-A, WR-B dan WR-C. Komposisi/kadar kimia bahan karbon (C) dan Mn diberikan dalam Tabel 5.1.
Rel yang digunakan di Indonesia
(PJKA) saat ini merupakan rel WR-A, dimana termasuk jenis baja dengan kadar yang tinggi (high steel carbon), sedangkan WR-B dan WR-C merupakan baja dengan kadar C yang sedang dan rendah. Percobaan di laboratorium (Masutomo et al. 1982) menunjukkan bahwa rel dengan kadar karbon yang tinggi lebih tahan aus daripada baja berkadar karbon sedang.
43
Tabel 3. 1 Kadar C dan Mn pada rel WR dan PJKA Jenis Rel
C
Mn
WR-A
0,60 – 0,75
0,80 – 1,30
WR-B
0,50 – 0,65
1,30 – 1,70
WR-C
0,45 – 0,60
1,70 – 2,10
PJKA
0,60 – 0,80
0,90 – 1,10
Ketahanan aus rel WR-A hingga mencapai 2 – 4 kali lebih baik daripada rel biasa. Keausan rel maksimum yang diijinkan oleh PD 10 tahun 1986 diukur dalam 2 arah yaitu pada sumbu vertikal (a) dan pada arah 45° dari sumbu vertikal (e). Gambar 4.1 menunjukkan ukuran-ukuran keausan rel menurut PD 10 tahun 1986. Nilai-nilai maksimum tersebut ditentukan berdasarkan :
emaksimum
= 0,54 h – 4
amaksimum
= dibatasi oleh kedudukan kasut roda dan pelat sambungan.
(3.1)
Nilai maksimum keausan rel vertikal tercapai pada saat yang bersamaan dengan keausan maksimum pada roda dan sayap kasut roda (flens) tidak sampai menumbuk pelat sambung.
Gambar 3. 1 Nilai Maksimum Keausan Rel Menurut PD 10 tahun 1986 3.2.2
Jenis Rel dengan Komposisi Bahan Khusus Pada lintas yang berat (beban lalu lintas tinggi), kerusakan rel sering
terjadi yang disebabkan oleh gesekan dan benturan roda kendaraan pada rel, selain 44
juga dapat diakibatkan oleh pengaruh korositas lingkungan. Kerusakan ini terjadi pada keseluruhan bagian rel yang lemah. Untuk mengatasi permasalahan di atas, maka dipilih rel dengan penambahan komposisi khusus pada bagian-bagian rel tertentu sesuai dengan kerusakan dominan yang terjadi. Pada kerusakan rel yang terjadi pada ujung rel atau sambungan dapat diakibatkan oleh mutu ral rendah, kondisi pemasangan sambungan dan geometrik rel yang sudah buruk, dan kondisi roda kendaraan (kereta). Untuk itu digunakan rel dengan pengerasan di ujung rel atau dikenal sebagai end-hardened rails .
Gambar 3. 2 Perbandingan Komposisi Kimia Rel Pengerasan di Ujung dan el Standar
Gambar 3. 3 Bentuk Struktur Makro Rel dengan Pengerasan di Ujung Besarnya tegangan kontak gesekan roda dengan rel dapat menyebabkan kerusakan kepala rel dengan sangat cepat baik karena keausan maupun kelelahan (fatigue). Kondisi ini sering terjadi terutamanya pada jalan rel dengan radius 45
kecil. Untuk mengatasi tegangan kontak di atas maka dapat digunakan rel dengan pengerasan di kepala (head hardened rails). Keuntungan penggunaan rel ini adalah peningkatan umur manfaat rel hingga mencapai 2 kali lipat dan harga lebih rendah dari nilai peningkatannya. Kepala rel dengan kedalaman hingga mencapai 10 mm mempunyai kekuatan minimal 13.000 kg/cm2 dan bagian badan berkekuatan 9000 kg/cm2.
Penggunaannya di Indonesia dapat dilihat pada
geometrik jalur angkutan batubara Kereta Api Babaranjang di Sumatera Selatan. Gambar 5.4 di bawah ini menunjukkan komposisi dan bentuk rel dengan pengerasan di bagian kepala. 3.2.3
Bentuk Dan Dimensi Rel Di Indonesia
3.2.3.1 Bentuk dan Dimensi Rel Suatu komponen rel terdiri dari 4 bagian utama yaitu : 1. Permukaan Rel untuk pergerakan kereta api atau disebut sebagai running surface (rail thread), 2. Kepala Rel (head), 3. Badan Rel (web), 4. Dasar Rel (base). Ukuran/dimensi bagian-bagian profil rel di atas dijelaskan dalam table untuk dimensi rel yang digunakan di Indonesia sesuai PD 10 tahun 1986. Penamaan tipe rel untuk tujuan klasifikasi rel di Indonesia disesuaikan dengan berat (dalam kilogram, kg) untuk setiap 1 meter panjangnya, misalnya : tipe R 54 berarti rel memliki berat sekitar 54 kg untuk setiap 1 meter panjangnya.
46
Tabel 3. 2 Klasifikasi Tipe Rel di Indonesia Tipe
Berat (kg/m)
Tinggi (mm)
Lebar Kaki (mm)
Lebar Kepala (mm)
Tebal Badan (mm)
Panjang Standar/ normal (m)
R2/ R25
25,74
110
90
53
10
6,80-10,20
R3/ R33
33,40
134
105
58
11
11,90-13,60
R14/ R41
41,52
138
110
68
13,5
11,90-13,60-17,00
R14A/ R42
42,18
138
110
68,5
13,5
13,60-17,00
R50
50,40
153
127
63,8
15
17,00
UIC 54/ R54
54,40
159
140
70
16
18,00/24,00
R60
60,34
172
150
74,3
16,5
Gambar 3. 4 Profil Rel R 60 dan R 54
47
Gambar 3. 5 Profil R 24 dan R 41 Masing-masing profil rel memiliki dimensi momen inersia, jarak terhadap garis netral luas penampang yang berbeda untuk keperluan perencanaan dan pemilihan dimensi yang tepat untuk struktur jalan rel sebagaimana dijelaskan dalam Tabel 4.3 PD 10 tahun 1986. 3.2.3.2 Penentuan Dimensi Rel Tabel 3. 3Dimensi Profil R 42, R 50, R 54 dan R 60
(Sumber : Peraturan Dinas No.10 tahun 1986) 48
Penentuan dimensi rel didasarkan kepada tegangan lentur yang terjadi pada dasar rel akibat beban dinamis roda kendaraan (Sbase). Tegangan ini tidak boleh melebihi tegangan ijin lentur baja (Si). Jika suatu dimensi rel dengan beban roda tertentu menghasilkan Sbase < Si, maka dimensi ini dianggap cukup.
a. Tegangan Ijin Tegangan ijin tergantung pada mutu rel yang digunakan. perencanaan
dimensi
rel
yang
akan
digunakan,
Perumka
Untuk
(Indonesia)
menggunakan dasar kelas jalan untuk menentukan tegangan ijinnya. Tabel 4.4 menjelaskan tegangan ijin setiap kelas jalan dan tegangan dasar rel untuk perhitungan dimensi rel. b. Perhitungan Dimensi Rel Dalam perhitungan perencanaan dimensi rel digunakan konsep "beam on elastic foundation" sebagaimana telah dijelaskan dalam Bab 4. Secara umumnya, alur perhitungan dimensi rel dapat dijelaskan dalam Gambar 4.3 di bawah. Pada dasarnya, pembebanan untuk roda tunggal denganjarak roda yang jauh saat ini hampir tidak ada. Sebagian besar roda digabung dalam satu bogie yang memiliki 2 atau 3 roda. Oleh karena itu, akan terjadi reduksi momen maksimum yang terjadi pada titik di bawah beban roda akibat superposisi dan konfigurasi roda. Tabel 3. 4 Tegangan Ijin Profil Rel Berdasarkan Kelas Jalan di Indonesia
49
Traffic Design, Rail Parameters:
Speed Design
Rail Type, Calculate
Rail Moment of Inertia,
Ps
Rail Modulus of Elasticity,
Calculate
Pd Calculate Ma = 0.85 Mmax
= (Ma × y)/Ix
Sbase = Ma/Wb
Gambar 3. 6 Bagan Alir Perencanaan Dimensi Rel
Untuk reduksi perhitungan momen akibat konfigurasi roda 4 (BB) dan 6 (CC) digunakan persamaan sebagai berikut : a.
Konfigurasi roda 4 (BB) : P λx e cosλo sinλi i 1 4λ P Ma 0,75 4λ 4
Ma
b.
(3.2)
Konfigurasi roda 6 (CC) : 6
Ma
P
i 1 4λ
Ma 0,82
e λx cosλo sinλi
(3.3)
P 4λ
Jika konfigurasi roda tidak diperhitungkan maka digunakan persamaan reduksi momen sebagai berikut : Ma 0,85
P 4λ
(3.4)
50
3.3 Umur Rel Panjang pendeknya umur rel ditentukan oleh mutu rel (berkaitan dengan komposisi bahan kimia penyusun rel), keadaan lingkungan dan beban yang bekerja (daya angkut lintas). Dalam perencanaan struktur jalan rel, perancangan umur rel diperlukan untuk memperkirakan umur aus, pemeliharaan dan tahun penggantian rel. Ini akan berkait dengan perencanaan keselamatan pergerakan kereta api di atas rel.
Dalam proses perencanaan umur rel, dapat dilakukan
dengan pendekatan analisis melalui tiga aspek, yaitu : 1.
Kerusakan pada ujung rel,
2.
Keausan rel, baik pada bagian lurus maupun tikungan,
3.
Lelah.
3.4 Stabilitas Rel Panjang Menurut PD 10 tahun 1986, rel dapat diklasifikasikan sesuai dengan panjangnya, meliputi : 1. Rel Standar, dengan panjang 25 meter (sebelumnya 6 – 10 meter) 2. Rel Pendek, dengan panjang maksimum 100 meter atau 4 x 25 meter 3. Rel Panjang, adalah rel yang mempunyai panjang statis, yaitu daerah yang tidak terpengaruh pergerakan sambungan rel, biasanya dengan panjang minimal 200 meter. Sambungan rel adalah titik-titik perlemahan dan jika terjadi beban kejut yang besar pada sambungan akan dapat merusak struktur jalan rel. Oleh itu, rel dari pabrik akan diproduksi 25 meter dan selanjutnya akan dilas dengan ―flash butt welding‖ untuk mendapatkan rel-rel pendek dan di lapangan dapat disambung lagi dengan las ―thermit welding‖ sehingga akan menjadi rel panjang. Dalam perencanaan, rel panjang perlu diperhatikan panjang minimum dan stabilitasnya terutama akibat pengaruh Bahaya Tekuk (buckling) oleh gaya longitudinal dan perubahan suhu. Oleh karena itu, sebagai penyelesaiannya, rel tidak boleh berkembang bebas dan hanya akan dihambat oleh perkuatan pada bantalan dan balas.
51
1. Penentuan Panjang Minimum Rel Panjang Permasalahan yang ditimbulkan dalam rel panjang adalah penentuan panjang minimal rel panjang yang diakibatkan oleh dilatasi pemuaian sebagaimana dituliskan dalam persamaan berikut : L = L T
(3.10)
dimana : L
= Pertambahan panjang (m)
L
= Panjang rel (m)
= Koefisien muai panjang (˚ C -1)
T
= Kenaikan temperature (˚ C)
Menurut hukum Hooke, gaya yang terjadi pada rel dapat diturunkan menjadi persamaan sebagai berikut : F
ΔL E A L
(3.11)
dimana :
E
= modulus elastisitas Young (kg/cm2)
A
= luas penampang (cm2)
Jika disubstitusi persamaan (4.10) pada (4.11), maka akan menjadi : F = E A T
(3.12)
Diagram gaya normal sesuai persamaan 4.12 dapat digambarkan sebagai :
L
F = E A T
52
Diagram gaya lawan bantalan dapat digambarkan sebagai berikut :
ℓ
O
M
M'
F = E A T = r l
ℓ
O'
Panjang l dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut : E A α ΔT r
ℓ
= OM =
r
= tg = gaya lawan bantalan per satuan panjang
(3.13) (3.14)
Untuk mendapatkan panjang minimum rel panjang digunakan persamaan (3.13) dan (4.14) sebagai berikut :
L
≥ 2 ℓ (3.15)
dimana ℓ dihitung dengan persamaan 4.14. dengan demikian persyaratan L ≤ 2 ℓ digunakan untuk penentuan panjang rel pendek.
53
2. Gaya longitudinal (Longitudinal Creep Resistance)
Gambar 3. 7 Kerusakan Akibat Gaya Longitudinal (Hidayat & Rachmadi, 2001)
Gambar menunjukkan kerusakan pada rel
panjang akibat gaya
longitudinal. Gaya longitudinal (Longitudinal Creep Resistance) pada rel panjang dapat ditentukan melalui pengaruh perubahan suhu, sebagai berikut :
2.1 Gaya akibat suhu P = EA (t-tp)
(3.16)
dimana, P : gaya longitudinal akibat perubahan suhu, E : modulus elastisitas baja tp : suhu pemasangan Dalam penentuan suhu pemasangan, PD. No.10 tahun 1986 memberikan aturan bahwa untuk rel ukuran standar dan rel pendek yang panjangnya 50 m ditentukan sebesar 20˚C yaitu suhu terendah yang pernah diperoleh pada pengukurannya di Semarang sedangkan rel lainnya diambil suhu tertinggi yang menghasilkan besar celah maksimum 16 mm (Penjelasan PD.10 tahun 1986 hal.
54
3-17 s.d. 3-18). Batas suhu maksimum untuk semua jenis rel ditentukan sebagai suhu tertinggi yang menghasilkan celah sebesar 2 mm. 2.2 Pergerakan sambungan (Gap) Jika suhu mulai meningkat, rel merayap yang ditahan oleh bantalan dan balas sampai menutup sambungan. Ada bagian yang bergerak (breathing length) dan ada bagian yang tidak bergerak/tetap (static, unmovable). Oleh karena itu, diperlukan gap (celah) dengan batasan terukur supaya struktur ujung rel tidak cepat rusak.
Untuk rel pendek dan standar digunakan persamaan untuk menghitung celah/gab sebagai berikut : G = L (40 – t) + 2
(3.17)
Sedangkan untuk rel panjang digunakan penurunan persamaan sebagai berikut :
Ditinjau suatu elemen rel di daerah muai sepanjang dx (sebagaimana dijelaskan pada Gambar 4.11), pada jarak x dari ujung rel.
Akibat adanya
perubahan suhu, maka terdapat perpanjangan dG yang besarnya sebagai : dG = dG1 — dG2
(3.18)
B
A
P(x) = Ps = E.A..T
Ps – R(x)
R(x) = r R(x) 0 x
dx
Xb
Ldm
Gambar 3. 8 Strukturisasi Elemen Rel pada Daerah Muai 55
dimana : dG1 = perpanjangan elemen dx jika tidak ada tahanan balas dG2 = perpanjangan yang dihambat oleh tahanan balas untuk : dG1 = .t.dx
(3.19)
R (X) dx
dG2 =
(3.20)
EA
maka persamaan 2.18 menjadi : dG = .t.dx -
R (X) dx
(3.21)
EA
Jika diketahui bahwa : Ps = E.A..t (Gambar 4.11), maka dapat diperoleh : .t =
Ps EA
(3.22)
sehingga : Ps - R (X)
dG =
EA
(3.23)
dx
Dari persamaan 4.17, besar celah pada rel diperoleh : G = dG =
1 Xb ( Ps R( x ) ) dx EA 0
(3.24)
Dari gambar 4.11 terlihat bahwa : Xb
( Ps R( x ) ) dx = luas OAB = ½ Ldm PS
(3.25)
0
Sesuai dengan persamaan 4.13, diperoleh bahwa : Ldm =
E A α ΔT r
(3.26)
Maka : G =
1 E A α ΔT ½ E.A..T EA r
(3.27)
56
G = E A 2 (t-tp)2/ 2r
(3.28)
Dalam Railway Technical Research Institute – JNR, persamaan 3.28 diturunkan untuk nilai r yang tetap (r = K.dG, dimana K = koefisien reaksi balas awah horizontal). Dari hasil analisis JNR, perbedaaan antara r tetap dan tidak tetap adalah 1 – 3 mm. Oleh karena itu besar celah untuk rel panjang dapat juga ditentukan menggunakan persamaan : G =
E A α 2 (50 t)2 2 2r
(3.29)
3. Gaya Tekuk (Buckling Force) Gaya Tekuk (Buckling Force) dapat ditentukan dengan persamaan :
Pb
π2 π 2 C πl Wl 2 EI s 16D Qb Dπ 2 Qb l2
(3.30)
dimana,
Is
= momen inersia (2 Iy) (cm4)
E
= modulus elastisitas rel = 2,1.106 kg/cm2
C
= koefisien torsi penambat (tm/rad, kgm/rad)
D
= jarak bantalan (cm)
W
= tahanan lateral balas (kg/meter)
l
= panjang ketidaklurusan (meter)
Qb = ketidaklurusan, misalignment (meter/cm/mm)
Beberapa koefisien jalan rel diatas ditentukan dari pengujian di laboratorium, seperti : a. Tahanan Torsi Penambat, Nilai koefisien torsi penambat diperolehi dari pengujian terhadap penambat di laboratorium. Satuan koefisien yang diperolehi adalah ton inch/rad0.5.
57
Gambar 3. 9 Pengujian Tahanan Torsi Penambat di Laboratorium
b. Tahanan Momen Lateral Tahanan momen lateral dapat diketahui dengan pengujian tahanan momen lateral dari struktur rel, penambat dan bantalan.
Gambar 3. 10 Pengujian Tahanan Momen Lateral di Laboratorium (Hidayat & Rachmadi, 2001)
c. Tahanan Balas Tahanan balas (ballast resistance) dapat diketahui dengan pengujian tahanan lateral dan longitudinal balas.
Tahanan lateral dapat diperbesar dengan
memperberat bantalan, penggemukan bahu jalan dan memakai safety caps.
58
Gambar 3. 11 Pengujian Tahanan Balas di Laboratorium (Hidayat & Rachmadi, 2001)
4. Distribusi Gaya Longitudinal : Perhitungan distribusi gaya longitudinal pada rel dapat dihitung berdasarkan tahapan berikut ini : Tentukan nilai Gaya Longitudinal Maksimum (P maksimum) menggunakan persamaan 2.16. Tentukan lebar dan suhu dimana celah tertutup maksimum (G maksimum), menggunakan persamaan 2.28. Tentukan nilai-nilai gaya longitudinal lainnya berdasarkan variasi suhunya.
59
BAB IV GEOMETRIK JALAN REL Geometrik jalan rel yang dimaksud ialah bentuk dan ukuran jalan rel, baik pada arah memanjang maupun arah melebar yang meliputi lebar sepur, kelandaian, lengkung horizontal, dan lengkung vertikal, peninggian rel, pelebarang sepur. Geometri jalan rel harus direncanakan dan dirancang sedemikian rupa sehingga dapat mencapai hasil yang efisien, aman, nyaman, ekonomis. Uraian mengenai geometrik jalan rel berikut terutama berdasarkan pada standar yang digunakan di Indonesia oleh PT. Kereta Api (persero), dan ditambah dengan bahan dari acuan yang lain. 4.1 Lebar Sepur Di Indonesia sendiri digunakan lebar sepur (track) 1067 mm (3 feet 6 inches) yang tergolong pada sepur sempit. Pada bab tersebut telah pula dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan lebar sepur ialah jarak terpendek antara kedua kepala rel, diukur dari sisi dalam kepala yang satu sampai sisi dalam kepala rel lainnya (Gambar 2.3). Hubungan antara lebar sepur, ukuran dan posisi roda di atas kepala rel ialah sebagai berikut (lihat Gambar 7.1). S = r + 2.f + 2.c
(7.1)
dengan : S : lebar sepur (mm) r : jarak antara bagian terdalam roda (mm) f : tebal flens (mm) c : celah antara tepi-dalam flens dengan kepala rel (mm)
60
Gambar 4. 1 Lebar sepur Lebar sepur 1067 mm dan hubungan tersebut (4.1) ialah untuk jalur lurus dan besarnya tetap, tidak tergantung pada jenis serta dimensi rel yang digunakan. Sedangkan pada lengkung horizontal, lebar sepur memerlukan pelebaran yang tergantung pada jari-jari lengkung horizontalnya. 4.2 Lengkung Horizontal Apabila dua bagian lintas lurus perpanjangannya bertemu membentuk sudut, maka dua bagian tersebut harus dihubungkan oleh suatu lengkung horizontal (lihat Gambar 7.2). Lengkung horizontal dimaksudkan untuk mendapatkan perubahan serta berangsur-angsur arah alinemen horizontal sepur.
Gambar 4. 2 Lengkung Horizontal Pada saat kereta api berjalan melalui lengkung horizontal, timbul gaya sentrifugal ke arah luar yang akan berakibat : a) Rel luar mendapatkan tekanan yang lebih besar dibandingkan dengan rel dalam, 61
b) Keausan rel luar akan lebih banyak dibandingkan dengan yang terjadi pada rel dalam, dan c) Bahaya tergulingnya kereta api. Untuk mencegah terjadinya akibat-akibat tersebut di atas, maka lengkung horizontal perlu diberi peninggian pada rel luarnya. Oleh karena itu, maka perancangan lengkung horizontal berkaitan dengan peninggian rel. Terdapat tiga jenis lengkung horizontal, yaitu : lengkung lingkaran, lengkung transisi dan lengkung S. Ketiga jenis lengkung horizontal tersebut akan diuraikan berikut : 4.2.1
Lengkung Lingkaran Pada
saat
kereta
api
melalui
lengkung
horizontal,
kedudukan
kereta/gerbong/ lokomotif, gaya berat kereta, gaya sentrifugal yang timbul dan dukungan komponen struktur jalan rel, dapat digambarkan dengan Gambar 4.3.
Gambar 4. 3 Kedudukan kereta pada saat lengkung horizontal Pada kedudukan seperti yang tergambar pada Gambar 7.3 dimaksud, untuk berbagai kecepatan, jari-jari minimum yang digunakan perlu ditinjau dari dua kondisi, yaitu : 1. Gaya sentrifugal yang timbul diimbangi oleh gaya berat saja. 2. Gaya sentrifugal yang timbul diimbangi oleh berat dan kemampuan dukung komponen struktur jalan rel. 62
Kedua kondisi tersebut di atas dapat diuraikan berikut. 1. Gaya sentrifugal yang timbul diimbangi oleh gaya berat saja Untuk uraian ini, lihat Gambar 4.3. Gaya sentrifugal yang timbul :
dengan : C : gaya sentrifugal R : jari-jari lengkung lingkaran V : kecepatan kereta api
g : percepatan gravitasi = 9,81 m/detik2 Gaya sentrifugal yang timbul diimbangi oleh gaya berat, maka : G. sin α = C. Cos α
sehingga :
dengan satuan praktis, yaitu : V : kecepatan perancangan (km/jam) R : jari-jari lengkung horizontal (m) w : jarak antara kedua titik kontak roda dan rel, sebesar 1120 mm h : peninggian rel pada lengkung horizontal (mm) g : percepatan gravitasi, sebesar 9,81 m/det2 , didapat :
63
sehingga : (7.2) Dengan peninggian maksimum, hmaks = 110 mm (lihat uraian pada 7.5 PENINGGIAN REL) maka : R = 0,08 V2
atau
Dengan demikian maka jari-jari minimum lengkung lingkaran pada kondisi ini ialah : Rminimum = 0,08 V2
(7.3)
dengan : Rminimum : jari-jari minimum (meter yang diperlukan pada kondisi gaya sentrifugal yang timbul diimbangi oleh gaya berat saja, dan menggunakan peninggian maksimum). V : kecepatan perancangan (km/jam)
2. Gaya sentrifugal yang timbul diimbangi oleh gaya berat dan kemampuan dukung komponen struktur jalan rel Kemampuan dukung komponen struktur jalan rel yang dimaksud disini ialah kemampuan dukung total yang dapat diberikan oleh komponen struktur jalan rel,yaitu rel, sambungan, penambat rel, bantalan dan balas. Lihat gambar 4.3 , gaya sentrifugal yang timbul diimbangi oleh gaya berat dan kemampuan dukung komponen jalan rel sehingga : C cos α = G sin α + D cos α
Besarnya dukungan komponen struktur jalan rel bergantung pada massa dan percepatan sentrifugal,yaitu : D = m.a 64
Dengan : a : Percepatan sentrifugal m : massa Oleh karena : Tan α = Maka : G=
= a=(
)g Karena V dalam satuan km/jam , maka perlu diubah menjadi dalam satuan
m/detik,sehingga : a = 0,077 atau : a= a+ 13R = Percepatan sentrifugal (a) ialah dalam satuan m/
.Berapakah besarnya
percepatan sentrifugal yang digunakan ? Agar supaya kereta api masih merasa nyaman,besarnya percepatan sentrifugal maksimum (a maks) ialah 0,0478 g . 13R = Dengan w yang merupakan jarak antara kedua titik kontak roda dan rel,yaitu sebesar 1120 mm, maka diperoleh : 13R = 65
Dengan penggunaan peninggian maksimum (h maks) sebesar 110 mm , maka : 13R = R = 0,0537 R ≈ 0,054 Sehingga digunakan : R minimum = 0,054 Dengan : R minimum : Jari-jari minimum (meter) yang diperlukan pada kondisi gaya sentrifugal yang timbul diimbangi oleh gaya berat dan kemampuan dukung komponen struktur jalan rel , dan menggunakan peninggian maksimum, V : kecepatan perancangan (km/jam) 4.2.2
Lengkung Lingkaran Tanpa Lengkung Transisi Pada bentuk lengkung horizontal tanpa adanya lengkung transisi dan tidak
ada peninggian rel yang harus dicapai,berdasarkan pada persamaan peniggian minimum yaitu : h = 8,8 Karena h = 0 ( tidak ada peninggian rel), maka : R = 0,164 Tabel 4.1 memuat daftar jari-jari minimum lengkung horisontal tanpa lengkung transisi dan jari-jari minimum yang diijinkan untuk berbagai kecepatan perancangan yang digunakan oleh PT.Kereta Api (persero).
66
Tabel 4. 1 Persyaratan jari-jari minimum lengkung horisontal Kecepatan perancangan
Jari-jari minimum
Jari-jari minimum
(km/jam)
lengkung lingkaran tanpa
lengkung lingkaran yang
lengkung transisi (m)
diijinkan dengan lengkung transisi (m)
4.2.3
120
2370
780
110
1990
660
100
1650
550
90
1330
440
80
1050
350
70
810
270
60
600
200
Lengkung Transisi Untuk mengurangi pengaruh perubahan gaya sentrifugal sehingga
penumpang kereta api tidak terganggu kenyamanannya , dapat digunakan lengkung transisi (transition curve). Panjang lengkung transisi tergantung pada perubahan gaya sentrifugal tiap satuan waktu,kecepatan,dan jari-jari lengkung lingkaran.Untuk mendapatkan panjang lengkung transisi dapat dijelaskan berikut. Gaya sentrifugal = m.a = Apabila t adalah waktu yang diperlukan untuk berjalan melintasi lengkung transisi, maka : t= Dengan : L : Panjang lengkung transisi, V : Kecepatan kereta api Sehingga :
67
Dengan digunakan a maksimum = 0,0478 g , maka dengan menggunakan satuan prakts diperoleh :
Berdasarkan persamaan 7.10
diperoleh : L = 0,01.h.V Oleh karena itu , maka panjang minimum lengkung transisi yang diperoleh ialah : Lh = 0,01.h.V Dengan : Lh = Panjang minimum lengkung transisi (m) h = Peninggian rel pada lengkung lingkaran (mm) V = Kecepatan perencangan (Km/jam) R = Jari-jari lengkung lingkaran (m)
Salah satu bentuk lengkung transisi ialah Cubic Parabola(parabola pangkat tiga) seperti yang diuraikan berikut. Diagram Kelengkungan pada lengkung transisi ialah seperti Gambar 7.4 dibawah ini
68
Gambar 4. 4 Diagram kelengkungan lengkung transisi Persamaan cubic parabola ialah sebagai berikut : (7.8)
Gambar 4. 5 Lengkung transisi bentuk cubic parabola Pada gambar 4.5 di atas dapat dilihat bahwa : TS : titik pertemuan antara bagian lurus dengan lengkung transisi, SC : titik pertemuan antara lengkung transisi dengan lengkung lingkaran.
Dengan L adalah panjang lengkungnperalihan (Lh). Sedangkan lengkung transisi berbentuk parabola dari TS melalui A hingga titik SC. Mulai SC didapatkan lengkung lingkaran. 69
Dengan lengkung transisi seperti tersebut di atas terjadi pergeseran letak lengkung, yaitu dari letak lengkung semula (original curve) yang tanpa lengkung transisi, ke letak lengkung yang bergeser (shified curve) karena menggunakan lengkung transisi. 4.2.4
Lengkung S Pada dua lengkung dari suatu lintas yang berbeda arah lengkungnya terletak
bersambungan, akan membentuk suatu lengkung membalik (reverse curve) dengan bentuk S, sehingga dikenal sebagai ―lengkung S‖. antara kedua lengkung yang berbeda arah sehingga memebentu huruf S ini harus di beri bagian lurus minimum 20 meter di luar lengkung transisi, seperti yang digambarkan dengan gambar 4.6.
Gambar 4. 6 Bentuk Lengkung S 4.3 Percepatan Sentrifugal Telah disebutkan di depan bahwa pada saat kereta api berjalan melintasi lengkung horizontal terjadi gaya sentrifugal kea rah luar. Gaya sentrifugal adalah fungsi dari mass benda dan percepatan sentrifugal. Percepatan sentrifugal adalah fungsi dari kecepatan dan jari-jari lengkung seperi berikut ini :
Dengan : a : percepatan sentrifugal, V : kecepatan, R : jari-jari lengkung. 70
Percepatan sentrifugal yang timbul akan berpengaruh pada : a) Kenyamanan penumpang kereta api. b) Tergesernya (kea rah luar)barang-barang di dalam kereta/gerbong/lokomotif dan c) Gaya sentrifugal yang berpengaruh pada keausan rel dan bahaya tergulingnya kereta api. Untuk mengatasi pengaruh tersebut di atas, perlu dilakukan langkah-langkah berikut : a) Pemilihan jari-jari lengkung horizontal ® yang cukup besar. b) Pembatasan kecepatan kereta api (V), dan c) Peningian rel sebelah luar. Dengan pertimbangan agar supaya kenyamanan penumpang tetap terjaga dan barang-barang di dalam kereta/gerbong/lokomotif tidak tergeser, percepatan sentrifugal yang terjadi perlu dibatasi sebagai berikut : (7.9) Dengan : g = percepatan gravitasi (m/detik2) 4.4 Peninggian Rel Kegunaan peninggian rel dan kaitannya dengan perancangan lengkung horizontal telah disebutkan di depan. Terdapat tiga peninggian rel, yaitu : a) Peninggian normal, b) Peninggian minimum, c) Peninggian maksimum, dan akan diyraikan sebagai berikut : 1. Peninggian Normal Peninggian normal berdasar pada kondisi komponen jalan rel tidak ikut menahan gaya sentrifugal. Pada kondisi ini gaya sentrifugal sepenuhnya diimbangi oleh gaya berat saja.
Atau : 71
Apabila persamaan tentang hubungan antara h dengan V dan R di atas diwujudkan dalam bentuk :
dan dapatdiperoleh k = 5,95 sehingga :
(7.10) Dengan : V :kecepatan rencana (km/jam) R : jari-jari lengkung horizontal (m). Hnormal : peninggian normal (mm).
2. Peninggian Minimum Peninggian minimum berdasarkan pada kondisi gaya maksimum yang dapat ditahan oleh komponen jalan rel dan kenyamanan penumpang kereta api.
Maka :
Karena : w = 1120 mm,
72
g = 9,81 (m/detik2), a = 0,0478 g (m/detik2) diperoleh :
Sehingga digunakan :
(7.11) Dengan : Hminimum : peninggian minimum (mm) V :kecepatan rencana (km/jam) R : jari-jari lengkung horizontal (m)
3. Peninggian Maksimum. Peninggian maksimum ditentukan berdasarkan pada stabilitas kereta api pada saat berhenti di bagian lengkung horizontal dengan pembatasan kemiringan maksimum sebesar10%. Apabila kemiringan melebihi 10% maka benda-benda yang terletak pada lantai kereta api dapat bergeser kea rah sisi dalam. Dengan digunakan kemiringan maksimum 10% peninggian rel maksimum yang digunakan ialah 110 mm. Mengenai
factor
keamanan
terhadap
bahaya
guling
kereta/gerbong/lokomotif saat berhenti di bagian lengkung horizontal dengan peninggian rel sebesar 110 mm dapat dijelaskan sebagai berikut : Momem terhadap titik O ialah :
Dengan : SF : factor keamanan terhadap bahaya guling. 73
Padahal :
Apabila digunakan h = hmaks = 110 mm, w = 1120 mm dan y untuk kereta /gerbong/lokomotif yang digunakan di Indonesia = 1700 mm, maka : SF = 3,35 Dengan demikian maka factor keamanan terhadap bahaya guling pada saat berhenti di bagian lengkung horizontal dengan hmaks sebesar 110 mm ialah sebesar sekitar 3,3.
4. Penggunaan Peninggian Rel Dari uraian pada 7.5.1 hingga 7.5.3 dapat disimpulkanbahwa peninggian rel pada lengkung horizontal ditentukan berdasarkan hnormal, yaitu : (lihat persamaan 7.10), Dengan batas-batas sebagai berikut :
(lihat persamaan 7.11) Dengan pertimbangan penerapannya di lapangan, maka peninggian rel yang diperoleh melalui perhitungan teoritis di atas, dibulatkan ke 5 mm terdekat keatas. Sebagai contoh apabila dalam perhitungan diperoleh h = 3,5, mm maka peninggian rel yang diguakan ialah 5 mm. Dengan pelaksanaannya peninggian rel dilakukan dengan cara meninggikan rel luar, bukan menurunkan rel dalam. Dengandemikian maka peninggian rel dicapai dengan cara menempatkan rel-dalam tetap pada elevasinya dan rel-luar
74
ditinggikan. Hal ini dipilih karena pekerjaan meninggikan elevasi rel relative lebih mudah dibandingkan dengan menurunkan elevasi rel. (7.12) Dengan : Ph = panjang minimum ―panjang transisi‖ (m), h = peninggian rel pada lengkung lingkaran (mm), v = kecepatan perancangan (km/jam). Diagram peninggian rel dapat dilihat pada gambar 7.7.di bawah ini :
Gambar 4. 7 Diagram peninggian rel Diagram peninggian rel seperti diuraikan di atas sering disebut pula dengan Diagram Superelevasi.
75
Tabel 4. 2 Peninggian rel Lengkung Horizontal berdasarkan peninggian normal
4.5 Pelebaran Sepur Analisis
pelebaran
sepur
didasarkan
pada
kereta/gerbong
yang
menggunakan dua gandar. Dua gandar tersebut yaitu gandar depan dan gandar belakang merupakan satu kesatuan yang teguh, sehingga disebut sebagai Gnadar 76
Teguh (rigid wheel base). Karena merupakan kesatuan yang teguh itu maka gandar belakang akan tetap sejajar dengan gandar depan, sehingga pada waktu kereta dengan gandar teguh melalui suatu lengkung, akan terdapat 4 kemungkinan posisi, yaitu sebagai berikut : a) Posisi 1
: gandar depan mencapai rel luar, gandar belakang pada posisi
bebas diantara rel dalam dan rel luar. Posisi seperti ini disebut sebagai Jalan Bebas, b) Posisi 2
: gandar depan mencapai rel luar, gandar belakang menempel pada
rel dalam tetapi tidak menekan, dan gandar belakang posisina radial terhadap pusat lengkung horizontal, c) Posisi 3
: gandar depan menempel pada rel luar, gandar belakang menempel
dan menekan rel dalam. Baik gandar depan maupun gandar belakang tidak pada posisi radial terhadap pusat lengkung horizontal, dan d) Posisi 4
: gandar depan dan gandar belakang menempel pada rel luar. Posisi
ini dapat terjadi pada kereta/gerbong dengan kecepatan yang tinggi. Posisi 4 ini disebut Jalan Tali Busur. Gaya tekan yang timbul akibat terjepitnya roda kereta/gerbong akan mengakibatkan keausan rel dan roda menjadi lebih cepat. Untuk mengurangi percepatan keausan rel dan roda tersebut, perlu dibuat perlebaran sepur. Ukuran perlebaran sepur dimaksud dipengaruhi oleh: a. jari-jari lengkung horizontal, b. jarak gandar depan dan gandar belakang pada gandar teguh, c. kondisi keausan roda kereta dan rel.
77
Gambar 4. 8 Posisi roda dan gardar teguh pada saat kereta melalui lengkung Karena beragamnya ukuran lebar sepur dan gardar teguh yang digunakan oleh tiap-tiap Negara, maka terdapat perbedaan pendekatan dalam penetapan besarnya pelebaran sepur. PT. Kereta Api (Persero) dalam PD. No. 10 menggunakan ukuran-ukuran sebagai berikut :
Gambar 4. 9 Ukuran gardar teguh yang digunakan di Indonesia Berikut ini disampaikan pendekatan perhitungan pelebaran sepur yang digunakan di Indonesia.Lihat Gambar 7.10. agar posisi 3 tidak sering terjadi, maka perlu dibuat pelebaran sepur (p) yang ukurannya sedemikian sehingga dapat dicapai posisi 1 atau posisi 2. Pada Gambar 7.10. dapat dilihat bahwa gardar 78
belakang mempunyai posisi radial terhadap pusat lengkung horizontal, sehingga pada waktu roda melintasi lengkung horizontal dapat disederhanakan.
Gambar 4. 10 Gardar teguh dan rel pada posisi 2 Keterangan : u
: jarak antar titik sentuh flens roda dengan tengah-tengah gardar,
d
: jarak gardar,
c
: kelonggaran flens terhadap tepi rel pada sepur lurus,
R
: jari-jari lengkung,
p
: pelebaran sepur
Ru
: jari-jari lengkung luar. Dengan penyederhanaan seperti gambar 7.11. dapat diperoleh pendekatan
matematis berikut ini.
79
Gambar 4. 11 Penyederhanaan posisi roda pada waktu melintasi lengkung (d + u)² =Ru² - (Ru - s) ² (d + u) = 2. Ru .s - s²
Karena : a) Nilai s² sangat kecil dibandingkan dengan nilai Ru b) NIlai u sangat kecil dibandingkan dengan nilai d, Maka persamaan 7.13, dapat disederhanakan menjadi: s= atau : 2c +p = Bila Ru= R, maka: p=
– 2. C
pada persamaan 7.14 diaats terlihat bahwa besarnya pelebaran sepur (p) dipengaruhi oleh: a) Jarak gardar depan dan gardar belakang, b) Kelonggaran flens roda kereta terhadap tepi kepala rel pada sepur lurus,
80
c) Jari-jari lengkung horizontal. Untuk lebar sepur 1067mm, PT. Kereta Api (persero) menggunakan c = 4 mm. Dengan digunakan R dalam satuan m, maka apabila jarak gardar depan terhadap gardar belakang (d) = 3 meter (3000 mm), diperoleh : p= dan apabila jarak gardar depan terhadap gardar belakang = 4 meter (4000mm), diperoleh: p= dengn : p
: pelebaran sepur (mm),
R
: jari-jari lengkung tikungan (m) Berdasarkan pada persaman 7.15 dam 7.16. dapat disajikan Tabel 4.3 yang
berisi pelebaran sepur untuk beberapa jari-jari legkung horizontal dan jarak gardar. Mengingat adanya pembatasan pelebaran sepur maksimum, maka tidak semua angka pada Tabel 4.3 dimaksud dapat digunakan. Besarnya pelebaran sepur yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 4.4. Tabel 4. 3 Pelebaran sepur sesuai jari-jari lengkung horizontal
Catatan : tabel dibuat berdasarkan persamaan 4.15 dan 4.16 Pelebaran sepur dibuat dengan cara menggeser rel-dalam kearah dalam (kea rah pusat lengkung) seperti halnnya pada peninggian rel, pelebaran sepur dicapai dan dihilangkan tidak secara mendadak tetapi secara berangsur-angsur sepanjang
81
lengkung transisi (persamaan 7.7) atau ―panjang transisi‖ (persamaan 7.12). Menurut Honing (1975) pada jalan rel yang tidak menggunakan transisi, pelebaran sepur dan peninggian rel dilakukan dengan rata melewati suatu jarak (panjang trasisi) antara 400 sampai 1000 x peninggian rel. Pada
lengkung
horizontal,
untuk
mengurangi
gaya
tekan
roda
kereta/gerbong/lokomotif pada rel luar dan untuk menjaga terhadap bahaya keluarnya roda dari rel (deraillement), pada rel dalam dipasang Rel Penahan (anti deraillement). Subarkah (1981) menyatakan bahwa lebar celah antara rel-dalam dan rel penahan ialah sebagai berikut: a) 65 mm untuk jari-jari lengkung horizontal sebesar 150 meter b) 60 mm untuk jari-jari lengkung horizontal sebesar 200 meter. Konstruksi rel penahan dapat dilihat pada Gambar 7.12. Agar pada roda melewati lengkung horizontal masih terdapat tapak roda yang cukup lebar menapak diatas kepala rel, maka PT. Kereta Api (persero) menggunakan batasan perlebaran sepur maksimum (Pmaks) ialah 20 mm, sehingga perlebaran sepur sesuai dengan jari-jari lengkung horizontal yang digunakan ialah seperti yang tertuang pada Tabel 4.4. 4.6. Kelandaian Dalam geometri jalan rel dikenal dua jenis landau, yaitu : a) Landai penentu, b) Landai curam. Tabel 4. 4 Perlebaran sepur yang digunakan oleh PT. Kereta Api (persero)
82
Gambar 4. 12 Konstruksi rel penahan 4.6.1
Landai Penentu Salah satu masalah teknis yang penting dalam perencanaan dan perancangan
geometri jalan rel ialah tanjakan. Pada tanjakan yang terjal, dengan menggunakan satu lokomotif, berat rangkaian kereta api yang dapat dioperasikan lebih kecil dibandingkan dengan pada tanjakan yang landai. Sehingga untuk menentukan geometri yang ekonomis perlu ditetapkan adanya Landai Penentu (ruling Grande). Landai penentu (Sp) didefinisikan sebagai kelandaian (tanjakan) terbesar yang ada pada satu lintas lurus. Besar landai penentu berpengaruh pada daya lokomotif yang digunakan dan berat rangkaian kereta api yang dioperasikan. Besarnya landai penentu tergantung pada kelas jalan relnya seperti yang tertulis pada Tabel 7.5. 4.6.2
Landai Curam Dalam keadaan tertentu, misalnya pada lintas yang melalui pegunungan,
kelandaian (tanjakan) pada satu lintas lurus kadang terpaksa melebihi landai
83
penentu. Kelandaian yang melebihi landai penentu tersebut disebut dengan Landai Curam (Sc). Tabel 4. 5 Landai penentu jalan rel
Panjang maksimum landai curam dibatasi dengan persamaan berikut ini :
Dengan : lc
: panjang maksimum landai curam yang diijinkan (meter)
Vk
: kecepatan minimum yang diijinkan di kaki landai curam (m/detik)
Vp
: kecepatan minimum yang dapat diterima di puncak landai curam
(m/detik). Dengan ketentuan Vp > 0,5 Vk g
: percepatan gravitasi (m/detik2)
Sp
: landai penentu
Sc
: landai curam
Gambar 4. 13 Landai Curam
84
4.7. Lengkung Vertikal Alinyemen vertikal yang merupakan proyeksi sumbu jalan rel pada bidang vertikal yang melalui sumbu jalan rel dimaksud, terdiri atas (lihat gambar 7.14) : a. Garis lurus, dengan atau tanpa kelandaian. b. Lengkung vertikal.
Gambar 4. 14 Alignment Vertikal Lengkung vertikal dimaksudkan sebagai lengkung transisi dari satu kelandaian ke kelandaian berikutnya, sehingga perubahan kelandaiannya akan berangsur-angsur dan beraturan. Selain itu lengkung vertikal juga dimaksudkan untuk memberikan pandangan yang cukup dan keamanan/keselamatan kereta api. Terdapat dua kelompok lengkung vertikal yaitu : a. Lengkung cembung b. Lengkung cekung 4.7.1. Lengkung Cembung Lengkung cembung ialah lengkung vertikal yang kecembungannya (convexity) ke atas (lihat gambar 4.15). lengkung vertikal seperti ini di beberapa negara dikenal sebagai summit Curve atau syur Curve. Secara umum, pada dasarnya lengkung cembung dibuat pada kondisi tanjakan bertemu dengan turunan, lihat gambar 4.15 (a), atau tanjakan bertemu dengan tanjakan yang lain dengan kelandaian yang lebih kecil, lihat gambar 4.15 (b), atau tanjakan bertemu dengan jalan datar, periksa gambar 4.15 (c).
85
Gambar 4. 15 Lengkung Cembung Pada perubahan dari jalan datar ke satu turunan yang tidak terdapat lengkung transisi, roda kereta akan melayang melalui satu bentuk lengkung. Apabila melayangnya roda kereta lebih besar dibandingkan dengan tinggi flens roda kereta api ke luar dari rel. Subarkah (1981) memberikan contoh, pas aperubahan kelandaian dari jalan datar ke jalan turunan dengan lendaian 1:40, dengan kecepatan kereta api sebesar 100 km/jam, melayangnya roda kereta api di atas rel ialah 3,125 cm, padahal tinggi flens roda kereta api hanya 2,7, sehingga terdapat bahaya besar yaitu roda dapat ke luar terlepas dari rel. Untuk menghindari terjadinya bahaya roda ke luar dari rel, maka diperlukan adanya lengkung transisi. Besarnya jari-jari minimum lengkung vertikal yang berupa lengkung lingkaran pada kecepatan perancangan. Tabel 4.6 menunjukkan besarnya jari-jari minimum lengkung vertikal sesuai dengan kecepatan perancangannya.
86
Tabel 4. 6 Jari-jari minimum lengkung vertikal
Lengkung vertikal yang digunakan ialah berbentuk lengkung lingkaran, sehingga dapat dihitung melalui pendekatan berikut.
Gambar 4. 16 Lengkung vertikal berbentuk lengkung lingkaran Keterangan untuk gambar 4.16 : R
: jari-jari lengkung vertikal
L
: panjang lengkung vertikal
A
: titik pertemuan antara perpanjangan kedua landai/garis lurus
0
: perbedaan landai
OA
: 0,5 L Untuk menentukan letak titik A (Xm, Ym) digunakan persamaan sebagai
berikut :
87
Dengan demikian apabila jari-jari lengkung vertikal (R) sudah ditetapkan dan perbedaan landai (0) dapat dihitung, maka Xm dan Ym dapat dihitung. 4.7.2. Lengkung Cekung Lengkung cekung ialah lengkung vertikal yang kecekungannya (concavity) ke bawah. Lengkung vertikal berbentuk cekung seperti ini di beberapa negara dikenal sebagai valley Curve atau sag Curve. Seperti halnya pada lengkung cembung, pada dasarnya lengkung cekung dibuat pada kondisi turunan bertemu dengan tanjakan, atau turunan bertemu dengan turunan yang lain dengan kelandaian yang lebih kecil, atau turunan bertemu dengan jalan datar. Selain berbentuk lengkung lingkaran, lengkung vertikal dapat juga dibuat dengan bentuk parabola. Panjang lengkung vertikal sebaiknya dalam kelipatan 100 ft (Hay, 1982). Apabila lengkung vertikal menggunakan bentuk lengkung parabola, maka panjang lengkung vertikal dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :
Dengan : G1 dan G2
: dua kemiringan yang bertemu, positif (+), bila naik/tanjakan dan
negatif (-) bila turun/turunan L
: panjang lengkung (dalam kelipatan 100 ft)
r
: tingkat perubahan kemiringan (dalam persen) tiap 100 ft.
88
BAB V KONSTRUKSI JALAN REL 5.1
Pengenalan Jalan Rel Jalan rel adalah suatu jalan diatas, dimana kereta-kereta pengangkut dapat
menggerakkan diri melalui satu jalan yang tertentu. Pada ummnya jalan rel terdiri dari 2 batang baja yang dinamakan batang-batang jalan atau rel yang diletakkan diatas bantalan kayu, beton atau baja. Kuat tarik minimum rel adalah 90 km/ mm2, dengan perpanjangan minimum 10 % dan kekerasan kepala rel tidak boleh kurag daripada 240 Brinell. Rel untuk kereta api berbentuk I, dengan bagian-bagian sebagai berikut :
Gambar 5. 1 Rel Jalan rel dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok, beradasarkan masing – masing pembagian tersebut maka dapat dikelompokkan menjadi : a.
Jalan rel berdasarkan lebarnya :
o 1435 mm untuk luar negeri o 1607 mm lebar sepur normal di Indonesia o 750 mm lebar sepur di Aceh o 600 mm lebar sepur di Jawa pada perkebunan tebu b. Jalan rel berdasarkan kelas : o Jalan rel kelas I dengan kecepatan maksimum 100 km/jam o Jalan rel kelas II dengan kecepatan maksimal 59 km/ jam o Jalan rel kelas III dengan kecepatan maksimal 45 km/jam 89
c. Jalan rel berdasarkan lerengan o Jika lerengan maksimum tidak lebih dari 1 / 100, dikatakan sebagai jalan datar o Jika lerengan maksimum lebih besar dari 1 / 100 dikatakan sebagai jalan gunung d. Jalan rel berdasarkan panjang rel o Rel standar dengan panjangnya 25 m o Rel pendek dengan panjangnya maksimal 100 m o Rel panjang dengan panjangnya lebih dari 100 m e. Jalan rel berdasarkan berat o R – 33 dengan berat 33 kg/m o R – 42 dengan berat 42 kg/m o R – 54 dengan berat 54 kg/m
Gambar 5. 2 Profil Rel R-60, R-54 Pada dasarnya jalan rel dibagi dalam : a. Jalan rel biasa. b. Jalan rel luar biasa.
90
Gambar 5. 3 Track Geotechnology and Substructure Management 5.2
Konstruksi Jalan Rel Konstruksi Jalan rel adalah jalan yang terdiri dari dua batang rel baja yang
dipasang sejajar satu sama lainnya. Pada jarak tertentu dan dimana batang pengantar untuk jalannya kendaraan yang bekerja diatasnya, dan batang – batang rel itu dibuat dari baja lumur dan diberi profil (bentuk penampang melintang) yang diproduksi oleh pabrik baja.
Gambar 5. 4 Konstruksi jalan rel Sumber : PD 10 – Perencanaan Konstruksi Jalan Rel
91
Bagian atas terdiri dari : a. Rel Rel digunakan pada jalur kereta api. Rel mengarahkan/memandu kereta api tanpa memerlukan pengendalian. Rel merupakan dua batang rel kaku yang sama panjang dipasang pada bantalan sebagai dasar landasan. Rel-rel tersebut diikat pada bantalan dengan menggunakan paku rel, sekrup penambat, atau penambat e (seperti penambat Pandrol). Jenis penambat yang digunakan bergantung kepada jenis bantalan yang digunakan. Paku ulir atau paku penambat digunakan pada bantalan kayu, sedangkan penambat e digunakan untuk bantalan beton atau semen. Rel biasanya dipasang di atas badan jalan yang dilapis dengan batu kericak atau dikenal sebagai Balast. Balast berfungsi pada rel kereta api untuk meredam getaran dan lenturan rel akibat beratnya kereta api. Untuk menyeberangi jembatan, digunakan bantalan kayu yang lebih elastis ketimbang bantalan beton.
Gambar 5. 5 Rel kereta api Rel yang digunakan berguna untuk meneruskan tekanan yang ditimbulkan oleh roda lokomotif dan oleh roda-roda kereta pengangkut ke bantalan terus ke alas ballas dan tubuh jalan. Tekanan pada rel-rel yang arahnya mendatar siku-siku pada arah membujurnya jalan rel yang ditimbulkan oleh bergoyangnya kereta pada waktu sedang berjalan dan oleh tekanan angin. Tekanan pada rel-rel yang arahnya mendatar searah dengan arah membujurnya jalan yang ditimbulkan oleh muatan yang bergerak maju. 92
Tabel 5. 1 Klasifikasi Jalan Rel
Sumber : PD 10 – Perencanaan Konstruksi Jalan Rel Rel yang digunakan di Indonesia menggunakan standar UIC dengan standar:
Rel 25 yang berarti 25 kg/m
Rel 52 yang berarti 52 kg/m
Rel 33 yang berarti 33 kg/m
Rel 54 yang berarti 54 kg/m
Rel 44 yang berarti 44 kg/m
Rel 60 yang berarti 60 kg/m
Antara rel yang satu dengan rel yang lain disambungkan dengan pelat penyambung. Sambungan antar rel terdiri dari sambungan tegak dan sambungan gantung. 1. Sambungan tegak Sambungan tegak adalah sambungan yang terletak di atas bantalanbantalan untuk mencegah melenturnya ujung-ujunga rel. Keuntungan sambungan ini yaitu tekanan muatan langsung dipikul oleh bantalanbantalan sehingga pelat penyambung hanya berfungsi untuk mencegah bergesernya ujung-ujung rel ke arah samping. Kerugiannya yaitu terjadi hentakan-hentakan pada waktu roda-roda kendaraan melewati sambungan.
93
Gambar 5. 6 Sambungan tegak Sumber : PD 10 – Perencanaan Konstruksi Jalan Rel
2. Sambungan gantung Sambungan gantung yaitu sambungan yang terletak diantara dua bantalan. Bantalan biasa yang digunakan pada daerah sambungan adalah ukuran 13 x 22 x 200 cm3. Jarak antara kedua bantalan ujung sebesar 30 cm adalah jarak minimum yang diperlukan untuk pekerjaan memadatkan balas di bawah bantalan. Keuntungan sambungan ini yaitu tidak terjadi hentakan-hentakan pada saat roda-roda kendaraan melewatinya sehingga memberikan rasa nyaman pada penumpangnya. Kerugiannya yaitu pelat penyambung yang digunakan tidak hanya mencegah bergesernya ujungujung rel ke arah samping tetapi juga harus mampu menahan momen lentur.
Gambar 5. 7 Sambungan gantung Sumber : PD 10 – Perencanaan Konstruksi Jalan Rel b. Bantalan Bantalan rel kereta api adalah suatu landasan tempat dimana rel tersebut bertumpu dan juga diikat dengan pemambat rel, sehingga bantalan rel tersebut harus kuat untuk menyangga atau menahan beban dari kereta api tersebut. Dengan demikian kereta api tersebut tidak terguling atau anjlok. Pada saat pemilihan bahan yang akan digunakkan untuk bantalan rel kereta api, harus menggunakan bahan pilihan, baik dari kayu, beton maupun bahan – bahan bantalan rel yang lain. 94
Tabel 5. 2 Klasifikasi Jalan Rel Dan Siklus Perawatan Menyeluruh
Sumber : Penjelasan PD 10 – Perencanaan Konstruksi Jalan Rel
Dalam pemasangan bantalan untuk rel kereta api juga harus memperhatikan jarak dari setiap bantalan tersebut. Dengan memperhatikan jarak dari setiap bantalan tersebut maka akan mengurangi beban yang harus diterima oleh tiap bantalan rel. Jarak normal yang digunakan untuk jarak tiap bantalan adalah 0,6 m atau 60 cm. Bantalan – bantalan yang digunakan pada rel ada beberapa macam dan setiap bantalan tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan tersendiri. Macam – macam bantalan tersebut antara lain : 1. Bantalan Kayu Bantalan kayu adalah suatu bantalan yang pertama kali digunakan dalam bantalan rel. Bantalan kayu tersebut pertama digunakan karena pada waktu itu hanya masih mengenal kayu dan belum mengenal beton maupun baja. Bantalan kayu tersebut digunakan karena pada saat itu kayu mudah sekali didapatkan dan harganya relatif murah. Penggunaan bantalan kayu harus memenuhi persyaratan berikut :
utuh dan padat
tidak bermata
tidak ada lubang bekas ulat
tidak ada tanda-tanda permulaan lapuk Geometri bantalan kayu yang dipakai pada saat ini, yaitu :
a) bantalan jalur lurus : -
200 x 22 x 13 (PJKA)
95
-
210 x 20 x 14 (JNR)
b) bantalan jembatan : -
180 x 22 x 20 atau
-
180 x 22 x 24 Jenis kayu yang dapat dipakai untuk bantalan adalah kayu besi dan
kayu jati. Dalam pemakaian untuk bantalan rel, memiliki keuntungan dan kerugian dalam pemakaiannya yaitu : Keuntungannya :
Memiliki tingkat elastisitas yang tinggi.
Pada saat dilalui terasa nyaman karena tidak mengakibatkan getaran yang tinggi.
Kerugiannya :
Tidak tahan lama, terutama pada yang memiliki curah hujan dan tingkat kelembaban yang tinggi yang mengakibatkan kayu mudah lapuk.
Sulit untuk mencari bahan yang cocok sehingga harganya mahal ( Pada beberapa tahun ini )
Gambar 5. 8 Bantalan kayu Sumber : www.google.com 2. Bantalan Baja Bantalan baja dipergunakan dalam jalan rel dikarenakan lebih ringan, sehingga memudahkan pengangkutan. Selain itu jika dilihat dari penampang melintangnya kurang baik karena stabilitas lateral dan
96
axialnya didapat dari konstruksi cengramannya, karena berat sendiri yang kecil (47,1 kg) dan gesekan antara dasar bantalan dan balas juga kecil. Bantalan terbuat dari baja, gunanya adalah untuk menghindari retak-retak yang timbul (pasti terdapat) pada bantalan dan kayu. Pada bantalan baja hal ini tidak telihat karena elastisitas lebih besar. Bantalan dari palat baja biasanya dipasang pada lengkungan saja dan tidak pada seluruh bagian lintasan kereta api. Kelebihan dan kekurangan bantalan yang terbuat dari baja yaitu : Keuntungannya :
Lebih kuat untuk menahan beban.
Lebih tahan lama.
Kerugiannya :
Harganya yang mahal bahkan melebihi harga bantalan beton.
Mudah anjlok terutama pada daerah yang berpasir karena memiliki beban yang lebih besar.
Gambar 5. 9 Bantalan baja Sumber : www.google.com 3. Bantalan Beton Penelitian mengenai bantalan beton balok tunggal di Eropa telah dirintis sebelum perang dunia II, tetapi pemakaiannya yang dalam jumlah banyak baru terjadi setelah perang itu berakhir, yaitu ketika banyak negara di Eropa mulai membangun kembali prasarana-prasarana perhubungan 97
termasuk jalan rel, yang 56 rusak waktu perang. Kebutuhan akan bantalan dalam jumlah yang besar yang harus dipenuhi dalam waktu yang relative singkat, tidak dapat dilayani dengan hanya mengadakan bantalan kayu saja. Kebutuhan bantalan dalam jumlah yang besar juga menjadi salah satu faktor yang menunjang kelayakan (feasibility) pembangunan pabrik-pabrik bantalan beton. Ide pembuatan bantalan beton pratekan bermula dari usaha untuk mengurangi retak-retak yang biasanya timbul padabagian-bagian yang mengalami tegangan tarik. Pada bantalan beton praktekan, setelah bebannya lewat, retakan-retakan itu relatif merapat kembali karena adanya gaya tekan kabel-kabel praktekannya. Ada 2 cara penarikan kabel, yaitu : -
Kabel ditarik sebelum beton dicor (pretension).
-
Kabel ditarik sesudah dicor (post tension). Berapa tipe bantalan beton yang menggunakan pratekan pretension
antara lain adalah : -
Inggris : Dow-Mac ; Stent
-
Jerman : BV-53
-
Perancis : SNCF-VW
-
Indonesia : WIKA ; kodja ; Bina Sarana Dirgantara
-
Beberapa
tipe
bantalan
beton
yang
menggunakan
praktekan
‟pretension‟ adalah : -
Jerman : B-55
-
Belgia : Frankin Bagion Penggunaan bantalan beton memiliki keuntungan dan kerugian
antara lain yaitu :
Memiliki daya tahan yang tinggi.
Tahan terhadap cuaca dibandingkan dengan bantalan yang terbuat dari kayu.
Lebih ekomonis, karena bisa tahan sampek 20 tahun.
Lebih kuat untuk menahan tekanan beban kereta.
Harga bahan bantalan yang mahal. 98
Memerlukan ketelitian yang cukup tinggi sehingga membutuhkan tenaga ahli.
Lebih kaku, sehingga getaran yang ada cukup terasa.
Gambar 5. 10 Bantalan beton 4. Bantalan slab Bantalan slab adalah suatu bantalan yang langsung menjadi satu dengan badan jalan yang dicor dalam bentu slab. Investasi untuk pembangunan lintasan dengan bantalan slab sangatlah beasar dari bantalan yang lain seperti beton dan juga baja, tetapi memiliki perawatan yang mudah. Bantalan ini digunakan untuk membangun lintasan kerata api cepat dan arus yang tinggi. Pada jalur lurus, satu buah bantalan beton blok ganda mempunyai ukuran, sebagai berikut: -
Panjang = 700 mm
-
Lebar = 300 mm
-
Tinggi rata-rata = 200 mm Pada bagian jalur yang lain, hanya panjang batang penghubungnya
yang disesuaikan. Mutu campuran beton harus mempunyai kuat tekan karakteristik tidak kurang dari 385 kg/cm2, mutu baja untuk tulang lentur tidak kurang dari U- 32 dan mutu baja untuk batang penghubung, tidak kurang dari U-32. Panjang batang penghubung, harus dibuat sedemikian rupa.
99
Pusat Berat Baja Prategang harus selalu terletak pada daerah galih sepanjang bantalan. Perhitungan kehilangan tegangan pada gaya prategang cukup diambil sebesar 20 % gaya prategang awal. Kecuali jika diadakan hitungan teoritis, maka diambil lain dari 20 %. Pada bantalan slab juga terdapat kekurangan dan kelebihan tersendiri. Kekurangan dan kelebihan tersebut antara lain : Kekurangan :
Membutuhkan tenaga khusus dalam pengerjaannya.
Memiliki tinggkat ketelitian yang sangat tinggi.
Membutuhkan dana yang sangat besar.
Kelebihan :
Memiliki kualitas yang sangat tinggi.
Lebih nyaman dari pada bantalan yang lain.
Perawatannya sangat mudah.
Gambar 5. 11 Bantalan slab c. Perlengkapan baja kecil Plat penyambung Sepasang pelat penyambung harus sama panjang dan mempunyai ukuran yang sama. Bidang singgung antara pelat penyambung dengan sisi bawah kepala rel dan sisi atas kaki rel harus sesuai kemiringannya, agar didapat bidang geser yang cukup. Kemiringan tepi bawah kepala rel dan tepi atas rel tercantum pada table berikut ini : 100
Tabel 5. 3 Kemiringan Tepi Bawah Kepala Rel Dan Tepi Atas Kaki Rel.
Sumber : PD 10 – Perencanaan Konstruksi Jalan Rel Ukuran-ukuran standar pelat penyambung untuk rel R.42, R.50, dan R.54 Ø lubang 24 mm. Tebal pelat 20 mm. Tinggi disesuaikan dengan masing-masing rel.
Gambar 5. 12 Pelat penyambung untuk rel R.42, R.50 dan R.54. Sumber : PD 10 – Perencanaan Konstruksi Jalan Rel Ukuran-ukuran standar pelat penyambung ukuran rel R. 60 Ø lubang 25 mm. Tebal pelat 20 mm.
Gambar 5. 13 Pelat penyambung untuk rel R.60. Sumber : PD 10 – Perencanaan Konstruksi Jalan Rel
Kuat tarik bahan penyambung tidak boleh kurang dari pada 58 kg/mm2 dengan perpanjangan minimum 15%. Penambat Rel 101
Penambat rel adalah suatu komponen yang menambatkan rel pada bantalan sedemikian rupa sehingga kedudukan rel adalah tetap, kokoh dan tidak bergeser. Jenis penambat yang dipergunakan adalah penambat elastic dan penambat kaku. Penambat kaku terdiri atas tirpon , mur dan baut. Penambat elastik tunggal dan penambat elastik ganda. Penambat elastik ganda terdiri dari pelat andas, pelat atau batang jepit elastik, alas rel, tarpon, mur dan baut. Pada bantalan beton, tidak diperlukan pelat andas, tetapi dalam hal ini tebal karet las (rubber pad) rel harus disesuaikan dengan kecepatan maksimum. Penambat kaku tidak boleh dipakai untuk semua kelas jalan rel. Penambat elastic tunggal hanya boleh dipergunakan pada jalan kelas 4 dan kelas 5. Penambat elastik ganda dapat dipergunakan pada semua kelas jalan rel, tetapi tidak dianjurkan untuk jalan rel kelas 5. Jenis penambat yang tergolong dalam jenis penambat elastic ganda mempunyai berbagai bentuk dengan hak paten tersendiri. Pemilihan model penambat harus disetujui oleh pemberi tugas. Selain dapat meredam getaran, alat penambat elastic juga mampu menghsilkan gaya jepit (clamping force) yang tinggi dan mampu memberikan perlawanan rangkak (creep resistance). Gaya jepit rata-rata dari sepasang penambat elastic Nabla pada bantalan beton adalah 22 KN (2.244) dan pada bantalan kayu adalah 20 KN (2.040 kg).
102
Gambar 5. 14 Penambat Elastik Nabla Sumber : Penjelasan PD 10 – Perencanaan Konstruksi Jalan Rel Keterangan : 1. Pelat andas 2. Nabla 3. Tirpon 4. Alas karet
Bagian bawah terdiri dari : a. Alas balas Alas ballas merupakan konstruksi yang terbuat dari kerikil dan pasir (2cm<Ø<6cm). Lapisan ini disebut pula sebagai Tack Bed, karena fungsinya sebagai tempat pembaringan trek rel KA. Lapisan Ballast merupakan suatu lapisan berupa batu-batu berukuran kecil yang ditaburkan di bawah trek rel, tepatnya di bawah, samping, dan sekitar bantalan rel (sleepers). Bahkan terkadang dijumpai bantalan rel yang ―tenggelam‖ tertutup lapisan ballast, sehingga hanya terlihat batang relnya saja. Ballast yang ditabur biasanya adalah batu kricak (bebatuan yang dihancurkan menjadi ukuran yang kecil) dengan diameter sekitar 28-50 mm dengan sudut yang tajam (bentuknya tidak bulat). Ukuran partikel 103
ballast yang terlalu kecil akan mengurangi kemampuan drainase, dan ukuran yang terlalu besar akan mengurangi kemampuannya dalam mentransfer axle load saat rangkaian KA melintas. Dipilih yang sudutnya tajam untuk mencegah timbulnya rongga-rongga di dalam taburan ballast, sehingga lapisan ballast tersebut susunannya menjadi lebih rapat. Ballast ditaburkan dalam dua tahap. Pertama saat sebelum perakitan trek rel, yakni ditaburkan diatas formation layer dan menjadi track bed atau ―kasur‖ bagi bantalan rel, agar bantalan tidak bersentuhan langsung dengan lapisan tanah. Karena jika bantalan langsung bersentuhan dengan tanah (formation layer) bisa-bisa bantalan tersebut akan ambles, karena axle load yang diterima bantalan langsung menekan frontal ke bawah karena ketiadaan ballast untuk menyebarkan axle load. Kedua ketika trek rel selesai dirakit, untuk menambah ketinggian lapisan ballast hingga setinggi bantalan, mengisi rongga-rongga antarbantalan, dan di sekitar bantalan itu sendiri. Ballast juga ditabur disisi samping bantalan hingga jarak minimal 50cm dengan kemiringan (slope) tertentu sehingga membentuk ―bahu‖ ballast yang berfungsi menahan gerakan lateral dari trek rel. Pada kasus tertentu, sebelum ballast, ditaburkan terlebih dahulu lapisan sub-ballast, yang berupa batu kricak yang berukuran lebih kecil. Fungsinya untuk memperkuat lapisan ballast, meredam getaran saat rangkaian KA lewat, dan sekaligus menahan resapan air dari lapisan blanket dan subgrade di bawahnya agar tidak merembes ke lapisan ballast. Ketebalan lapisan ballast minimal 150 mm hingga 500 mm, karena jika kurang dari 150 mm menyebabkan mesin pecok ballast (Plasser and Theurer Tamping Machine) justru akan menyentuh formation layer yang berupa tanah, sehingga bercampurlah ballast dengan tanah, yang akan mengurangi elastisitas ballast dalam menahan trek rel dan mengurangi kemampuan drainasenya. Secara periodik, dilakukan perawatan terhadap lapisan ballast dengan dibersihkan dari lumpur dan debu yang mengotorinya, dipecok, 104
atau bahkan diganti dengan yang baru. Untuk itu, dilakukan perawatan dengan mesin khusus yang diproduksi oleh Plasser and Theurer Austria. Di Indonesia ada mesin pemecok ballast (Ballast Tamping Machine) untuk mengembalikan ballast yang telah bergeser ke tempatnya semula, sekaligus merapatkan lapisan ballast di bawah bantalan agar bantalan tidak bersinggungan langsung dengan tanah. Intinya lapisan ballast harus (1) rapat, (2) bersih tidak bercampur tanah dan lumpur, (3) harus ada di bawah bantalan (karena kalau bantalan langsung bersinggungan dengan tanah, akan mengurangi kestabilan jalan rel KA), dan juga (4) elastis (elastis bukan dalam arti material ballastnya yang elastis, tetapi formasi/susunannya yang tidak kaku, dapat bergerakgerak sedikit) sehingga dapat ―mencengkeram‖ bantalan rel saat rangkaian KA lewat. Fungsi dari alas balas yaitu :
Memindahkan tekanan roda lokomotif kereta penumpang dan gerbong pengangkut barang pada rel dan bantalan ke tubuh jalan dengan merata.
Memberikan kedudukan yang mantap, kuat dan kokoh pada bantalan berikut rel baik dalam arah memanjang maupun melintang.
Mengalirkan air hujan yang jatuh di atas jalan rel dengan segera dan cepat keluar dari tubuh jalan rel.
Menjaga supaya jalan baja tetap tinggal elastis atau kenyal.
b. Tubuh jalan Tubuh jalan adalah bagian yang paling dasar dari konstruksi jalan rel. Tubuh jalan terdiri dari dua yaitu : 1) Tubuh jalan dalam peninggian 2) Tubuh jalam dalam galian 5.3
Jalan Rel Luar Biasa Yang termasuk jenis-jenis jalan rel luar biasa adalah : 105
a. Jalan rel gigi (cog railway). b. Jalan kabel (cable railway). c. Jalan kabel layang. d. Jalan rel satu atau jalan monorail.
a. Jalan rel gigi (cag railway)
Gambar 5. 15 Jalur Rel Gigi Jalur rel gigi Jalur rel gigi ialah sistem rel pegunungan dengan rel bergigi khusus yang dinaiki di atas bantalan rel antara rel yang terbentang. Kereta api dicocokkan dengan 1 roda gigi atau lebih yang yang bertautan dengan rel para-para ini. Ini memungkinkan lokomotif mengangkat KA melalui lereng yang curam. Miring tanjakan jalan rel biasa ini terbatas. Pada jalan rel dimana kereta api ditarik oleh lokomotif uap miring tanjakannya dapat dibuat sampai maksimal 40 %0 atau 4 %. Kalau kereta ditarik oleh lokomotif listrik maka miring tanjakan jalan rel dapat dibuat sampai maksimal 45 %0 atau 4,5 %.
106
Untuk memungkinkan kereta berjalan diatas rel yang lebih besar kemiringan tanjakannya maka pada jaman dahulu digunakan jalan rel gigi (cag railway). Jalan rel bnergigi ialahj jalan baja yang terdiri dari dua rel biasa dan siku rel gigi yang dipasang ditengah-tengah jarak antara kedua rel biasa. Guna rel-rel biasa adalah untuk mendukung beban yang ditimbulkan oleh kereta dan untuk mengantarkan jalannya roda kendaraan. Untuk memungkinkan lokomotif bergerak naik dan turun serta menarik kereta digunakan rel gigi yang diberi lubang-lubang gigi. Lokomotif yang digunakan untuk menarik kereta dilengkapi dengan roda-roda gigi. Untuk mencapai tempat yang tertentu tingginya di daerah pegunungan ada kalanya diperlukan lintas jalan yang panjang jika digunakan jalan rel biasa sehingga diperlukan biaya pembuatan jalan yang tinggi. Sampai saat ini, masih banyak terdapat didunia jalan rel bergigi. Di USA terdapat jalan rel gigi antara Madison dan Indiana sepanjang 2 km dengan miring tanjakan 59 %0. Di Pilatus (Swiss) terdapat rel gigi dengan miring tanjakan = 48 %0. Di Indonesia terdapat rel gigi antara stasiun Gemawang dan stasiun Jambu dekat kota Ambarawa Selatan Semarang dengan tanjakan = 65 %0. Sistem Berbagai macam sistem jalur rel gigi telah dikembangkan:
Sistem Riggenbach menggunakan rak tangga, membentuk plat baja yang dihubungkan ruji bulat pada jarak yang beraturan. Sistem Riggenbach merupakan sistem pertama yang ditemukan, dan menderita masalah di mana rak tertentunya lebih rumit dan mahal untuk dibangun daripada sistem lain. Terkadang sistem ini dikenal sebagai sistem Marsh, karena penemuan serempak oleh penemu Amerika, Syvester Marsh, pembangun jalur rel Mount Washington.
Sistem Abt ditemukan oleh Roman Abt, insinyur lokomotif Swiss yang mengerjakan jalur yang diperlengkapi dengan sistem Riggenbach, sebagai sistem rak yang diperbaiki. Rak Abt menonjolkan plat baja 107
yang naik secara vertikal dan sejajar dengan rel, dengan gigi rak yang dimesinkan ke profil tepat padanya. Ini memakai gigi ujung sayap lokomotif yang lebih lancar daripada sistem Riggenbach. 2 atau 3 set paralel plat rak Abt digunakan, dengan sejumlah ujung sayap yang menggerakkan pada lokomotif yang berhubungan, untuk memastikan bahwa 1 gigi ujung sayap selalu digunakan dengan aman.
Sistem Strub mirip dengan Abt namun hanya menggunakan 1 baris plat rak yang lebih lebar. Merupakan sistem rak termudah untuk dibiayai dan telah banyak terkenal.
Sistem Locher menggunakan gigi gir yang dipotong di sisinya daripada di atas rel, digunakan oleh 2 roda gigi di lokomotif. Sistem ini memungkinkan penggunaan pada tanjakan daripada sistem lain, yang giginya bisa melompat dari rak. Digunakan di jalur rel Gunung Pilatus.
Sistem
menurun
(sebenarnya
bukan
sistem
rak/para-para)
menggunakan rel tengah yang timbul yang dipegang dengan mekanisme pada mesin. Sebagian besar jalur rel gigi menggunakan sistem Abt. Beberapa sistem rel, dikenal sebagai 'rak dan adhesi', hanya menggunakan jalan bergigi di titik tertinggi dan di tempat lain berlaku seperti jalur rel biasa. Lainnya hanya rak. Di tipe terakhir, umumnya roda lokomotif
free-wheeling
dan
meski
rupanya
tak
menyumbang
pengendaraan kereta.
b. Jalan kabel (cable railway) Untuk mengangkut orang melalui lintas jalan yang pendek pada lereng gunung yang sangat curam digunakan jalan kabel.
108
Gambar 5. 16 Cable Railway Jenis jalan kabel yang pertama ialah jalan kabel di darat jalan ini terdiri dari dua rel seperti jalan baja biasa. Dua buah kereta penumpang diatrik naik dan turun dengan bergiliran antara stasiun di lembah dan stasiun di puncak dengan perantaraan kabel dan roda yang dijalankan secara elektris. Kalau kereta api penumpang yang satu ada di stasiun lembah maka kereta penumpang yang lain di stasiun puncak. Kabel diantara melalui gelinding-gelinding yang dapat berputar. Agar supaya pada waktu yang sama dapat dijalankan dua kereta penumpang, maka ditengah-tengah jarak antara dua stasiun di lembah dan di puncak dibuat stasiun simpangan kecil yang memungkinkan kereta-kereta penumpang itu bersimpangan di tengah jalan. Miring tanjakan yang dapat dicapai dengan menggunakan jalan kabel ini ialah 750 %0.
c. Jalan kabel layang Pada jalan kabel layang kereta penumpang menggantung pada kabelkabel baja yang dipasang diatas tanah antara puncak tiang penunjang yang satu dengan puncak tiang penunjang yang lain. Kabel gantung ini selain 109
berguna untuk mendukung juga untuk mengantarkan jalannya kereta penumpang. Sebatang kabel lain yang dinamakan kabel tarik berfungsi untuk menarik kereta penumpang ke atas (ke stasiun puncak) dan ke bawah (stasiun di lembah). Kabel-kabel pendukung dapat dipasang dengan bebas diatas lembah dan jurang pada jarak yang cukup jauh dan ada kalanya lebih dari 1 km. Di Italia nisalnya turis dapat mengunjungi kawah gunung Visuvius dengan naik kereta kabel layang. Dengan jalan kabel layang dapat dibuat jalan kereta dengan miring tanjakan sampai 750 %0 = 75 %. Jalan kabel layang terpanjang di dunia adalah jalan kabel layang San Remo Monte Bignone di Italia panjangnya = 7,7 km. d. Jalan rel satu atau jalan monorail Monorel adalah sebuah metro atau rel dengan jalur yang terdiri dari rel tunggal, berlainan dengan rel tradisional yang memiliki dua rel paralel dan dengan sendirinya, kereta lebih lebar daripada relnya. Biasanya rel terbuat dari beton dan roda keretanya terbuat dari karet, sehingga tidak sebising kereta konvensional.
Gambar 5. 17 Mono Rail di Malaysia Jalan monorail ini tidak dibuat diatas tanah tapi dibuat pada semacam jembatan yang disangga oleh pilar-pilar beton bertulang pada jarak tertentu.
110
Pada tipe pelan kereta berjalan menggantung pada rel. Mula-mula rel jalan monorail itu dibuat dari baja, tetapi kemudian dibuat dari beton pratekan dengan lebar = 0,80 m dan tinggi = 1,4 m. Jalan monorail dibuat di Jepang untuk menghubungkan lapangan terbang Homeda dengan pusat kota Tokyo. Kecepatan di atas jalan monorail = 80 km/jam. Jarak Homeda dan Tokyo bisa ditempuh dalam waktu = 14 menit sepanjang 13 km. Dengan kereta monorail dapat mengangkut rata-rata 30.000 orang pada hari kerja dan rata-rata 50.000 orang pada hari minggu dan hari raya. Tipe Monorel Sampai saat ini terdapat dua jenis monorel, yaitu:
Tipe straddle-beam dimana kereta berjalan di atas rel.
Tipe suspended dimana kereta bergantung dan melaju di bawah rel.
Kelebihan dan Kekurangan Kelebihan
Membutuhkan ruang yang kecil baik ruang vertikal maupun horizontal. Lebar yang diperlukan adalah selebar kereta dan karena dibuat di atas jalan, hanya membutuhkan ruang untuk tiang penyangga.
Terlihat lebih "ringan" daripada kereta konvensional dengan rel terelevasi dan hanya menutupi sebagian kecil langit.
Tidak bising karena menggunakan roda karet yang berjalan di beton.
Bisa menanjak, menurun, dan berbelok lebih cepat dibanding kereta biasa.
Lebih aman karena dengan kereta yang memegang rel, resiko terguling jauh lebih kecil. Resiko menabrak pejalan kaki pun sangat minim.
Lebih murah untuk dibangun dan dirawat dibanding kereta bawah tanah.
Kekurangan
Dibanding dengan kereta bawah tanah, monorel terasa lebih memakan tempat. 111
Dalam keadaan darurat, penumpang tidak bisa langsung dievakuasi karena tidak ada jalan keluar kecuali di stasiun.
Kapasitasnya masih dipertanyakan.
Daftar sebagian dari sistem monorel Sistem monorel telah dibangun di banyak negara di dunia, banyak di antaranya adalah rel tinggi melintasi wilayah ramai yang mungkin akan membutuhkan pembangunan jalur bawah tanah yang mahal atau kerugian dari jalur atas tanah.
Gambar 5. 18 Jalur monorel Tama Toshi, Tokyo, Jepang
5.4
Emplasemen Emplasemen adalah bagian dari kompleks stasiun yang berupa lapangan terbuka dan terdapat susunan jalan-jalan kereta api (sepur) beserta kelengkapannya. Sama seperti stasiun, emplasemen juga mengalami pembagian. Emplasemen dibagi berdasarkan luas dan kecilnya serta berdasarkan kegunaannya. Berikut ini penjelasan mengenai pembagian emplasemen. 1. Emplasemen menurut luas dan kecilnya, terbagi menjadi :
Emplasemen stasiun kecil Jumlah sepur di emplasemen stasiun kecil terbatas hanya pada 2 atau 3
buah sepur dan sebuah sepur yang melayani pengiriman dan penerimaan 112
barang. Sepur luncur adalah sepur yang digunakan untuk luncuran kereta api yang datang. Sepur luncur dimaksudkan adar tidak terjadi tabrakan Kereta Api dan panjang sepur luncur dapat mencapai lebih dari 100 meter harus dalam keadaan kosong.
II I
Gambar 5. 19 Emplasemen Stasiun Kecil Sumber : Diktat Perkuliahan Jalan Rel
Sepur luncur adalah sepur yang digunakan untuk luncuran kereta api yang datang. Sepur luncur dimaksudkan agar tidak terjadi tabrakan KA. Panjang sepur luncur dapat ≤ 100 m harus dalam keadaan kosong.
Emplasemen stasiun sedang Jumlah susunan sepur pada stasiun sedang ini lebih banyak rangkaian
kereta lebih dibandingkan dengan emplasemen stasiun kecil. Selain emplasemen stasiun terdapat pula emplasemen langsir dan emplasemen traksi.
Emplasemen stasiun besar Jumlah susunan sepur maupun banyaknya jenis emplasemen lebih
lengkap, bahkan tiap emplasemen sesuai dengan kegunaannya sudah diadakan pemisahan. Berhubung jumlah barang sudah banyak, maka diadakan pula jembatan timbangan untuk menimbang barang – barang yang akan dikirim maupun yang tiba. Menurut kegunaannya, emplasmen dapat dibagi sebagai berikut : a. Emplasmen stasiun Pencantuman Dalam merencanakan dan membuat stasiun pencantuman, harus diusahakan agar peralihan kereta api antar lintas cabang dengan lintas induk dapat dilakukan dengan mudah. Hal ini yang menjadi syarat utama agar semua kereta api mulai dan mengakhiri perjalanan di stasiun tersebut.
113
Kerugiannya adalah apabila kereta api harus beralih hanya terdapat satu sepur peron, maka aturan diatas menjadi terikat satu sama lain. Pergantian kereta api secara langsung dari kereta api berhenti, dimana kereta api cepat jurusan yang sama tidak mungkin melaju. Akhirnya bahaya tabrakan jika signal dalam kedudukan tidak aman dilanggar. Jadi, peralihan kereta api pada waktu berangkat adalah lebih baik. b. Emplasemen penyusun Pada stasiun dimana kereta express dan kereta api cepat mulai mengakhiri
perjalannya,
diadakan
tempat
untuk
membersihkan,
memeriksa, memperbaiki kerusakan kecil, dan melengkapi kereta – kereta, menyusun kereta – kereta kembali menjadi rangkaian kereta api yang disiapkan disepur untuk berangkat di emplasemen penumpang. Agar tidak menggganggu stasiun penumpang, untuk segala pekerjaan itu dibuat suatu emplasemen penyusun atau disebut juga emplasemen dipo kereta. Emplasemen ini sebaiknya jangan terlalu jauh dari emplasemen stasiun, agar perjalanan rangkaian – rangkaian kereta api dalam keadaan kosong dari stasiun penumpang ke emplasemen penyusun atau sebaliknya agar tidak banyak kehilangan waktu, tenaga, dan biaya. Emplasemen penyusun ini harus dapat dicapai langsung dari sepur kereta api agar dalam mengeluarkan rangkaian dari emplasemen penyusun ke sepur berangkat di emplasemen stasiun penumpang tidak terlalu membuat gerakan – gerakan gergaji. c. Emplasmen Langsir Emplasemen Langsir biasanya dipakai di kota – kota besar yang banyak terdapat pelayanan barang, dimana lalu lintas barang ramai sekali dan banyak sekali kereta api barang yang datang atau berangkat. Fungsi dari emplasemen Langsir sendiri adalah untuk :
Melangsir kereta api yang datang dari berbagai jurusan menjadi rangkaian baru yang siap untuk melakukan perjalanan lagi.
Melangsir rangkaian dari stasiun luar juga melagsir rangkaian setempat guna menyortirnya. 114
d. Emplasmen Traksi Emplasemen traksi berfungsi untuk :
Melayani lokomotif dari stasiun setempat ataupun dari stasiun lain yang perlu menginap dan melakukan persiapan untuk dapat melanjutkan perjalanan selanjutnya.
Emplasemen Traksi untuk kereta api penumpang dan kereta api barang pada umumnya disatukan dan harus ada hubungannya dengan emplasemen stasiun yang akan dilayani.
Emplasemen traksi dapat dibedakan menjadi ;Traksi hewan, Traksi Uap, Traksi Listrik, dan Traksi Motor e. Emplasmen pelabuhan
Emplasemen pelabuhan pada dasarnya seperti emplasemen langsir, tetapi hanya ada dua jurusan yaitu dari emplasemen.Emplasemen pelabuhan terutama digunakan untuk kereta barang. Kereta api barang yang datang dari emplasemen stasiun dipisahkan menurut kelompok – kelompok pembagi.
5.5
Wesel/Turnout Wesel adalah penghubung antara dua jalan rel. Menurut Peraturan Dinas No.
10 Tahun 1986 fungsi wesel adalah untuk mengalihkan kereta dari satu sepur ke sepur yang lain. 5.6
Jenis Wesel •
Wesel biasa: a. wesel biasa kiri dan b. wesel biasa kanan.
•
Wesel dalam Lengkung: a. wesel searah lengkung; b. wesel berlawanan arah lengkung dan wesel Inggris
•
Wesel tiga jalan : a. wesel Tiga Jalan Searah ; b. Wesel tiga jalan berlawanan arah ; c. Wesel tiga jalan searah tergeser d. wesel tiga jalan berlawanan arah
•
Wesel Inggris : wesel inggris penuh dan wesel inggres setengah 115
NE T H E R L A N D S R AIL W A Y S ( N S) KIJF H O E K Yar d
Gambar 5. 20 Wesel 5.7
Gambar macam-macam wesel
1) Wesel biasa kiri
2) Wesel biasa searah
4) W. Berlawanan arah
5) Wesel Simetris
3) W. Searah
Lengkung
6) 3 Jalan Searah Lengkung
7) 3 Jalan Berlawanan arah 8) 3 Jalan Searah bergeser 9). 3 Jalan berlawanan tergeser
arah
Gambar 5. 21 Gambar Macam-Macam Wesel
Gambar 5. 22 Wesel Inggris Penuh
116
Gambar 5. 23 Wesel Inggris Setengah Perbedaan wesel biasa dan Inggris Wesel Biasa
Komponen wesel biasa
Wesel Inggris penuh
Komponen Wesel Inggris penuh :
a. 4 pasang lidah
a. 4 pasang lidah
b. 2 rel bengkok
b. 4 rel bengkok
c. 2 jarum , masing-masing dengan rel paksa
c. 6 jarum, dengan 6 rel
paksa d. Dua buah jantung
d. 6 jantung
Kombinasi wesel
Gambar 5. 24 Sentral stasiun di Milan dengan 24 platform tracks 117
5.8
Komponen wesel Wesel 2 jalur / double line turnout
1) Rel lantak , Lintas utama / Maintrack 2) Ujung rail lintasan / Stock rail 3)
Sambungan Lintasan dari ujung /stock rail yang satu ke ujung yang lainnya
4) Lidah / tongue rail 5) Tumit atau blok pembagi 6) Rel paksa / guided rail/ Check 7) Sayap / wing rail 8) Penggerak wesel / Switch lever box
Gambar 5. 25 Bagian-bagian wesel
Lidah :
Berputar ( engsel di akar lidah ) Lidah Berpegas ( akar lidah dijepit – dapat melentur )
118
Gambar 5. 26 Wesel Biasa Arah kanan
Gambar 5. 27 Ujung lidah wesel Jarum ( frog) , Rel lantak , rel paksa , dan sayap/ wing rail
Gambar 5. 28 Jarum
Rel Lantak Penampang melintang rel lantak dan lidah ( tongue)
Gambar 5. 29 Rel Lantak 119
Penggerak wesel
Gambar 5. 30 Tuas penggerak lidah rel
Gambar 5. 31 Motor penggerak lidah rel
Gambar 5. 32 Posisi pemasangan bantalan pada wesel
120
Gambar 5. 33 Kombinasi Wesel dan Crossing 5.9
Rel dan Geometrik Wesel
a. Ketentuan teknis 1) Pelebaran dan lengkung wesel sekitar 250 mm didepan ujung lidah 2) Pelebaran ujung lidah 5-10 mm 3) Pelebaran sepur maksimum dalam lengkung 1500-2500 didepan jarum bagian lurus 4) Jari-jari lengkung dibuat 150- 230 m b. Kecepatan rencana dan sudut Simpang Arah 1) Tangen sudut simpang arah ,nomor wesel dan kecepatan izin Tabel 5. 4 Kecepatan KA pada wesel
121
2) Skema wesel
Gambar 5. 34 Skema Wesel Dimana : M: TITIK PUSAT WESEL ( TITIK POTONG ANTARA SUMBU TRACK LURUS DENGAN SUMBU TRACK LENGKUNG) A : AWAL WESEL ( TEMPAT SAMBUNGAN REL LANTAK DAN REL BIASA ) B : ACHIR WESEL L : TANGEN SUDUT SIMPANG ARAH 5.10
Perancangan Wesel
a. Komponen yang diperlukan Data-data yang diperlukan dalam perencanaan wesel adalah sbb: 1). Kecepatan kereta 2). Panjang jarum ( frog ) 122
3). Panjang lidah ( tongue ) 4). Jari-jari lengkung
Gambar 5. 35 Frog b. Formula Perhitungan panjang jarum P = (B+C)/ 2 tg
( α /2 ) - d
Dimana: P : panjang jarum B : lebar kepala rel C : lebar kaki rel : sudut simpang arah d : celah antara jarum dan ujung rel Panjang jarum tergantung pada lebar kepala rel,
lebar kaki rel sudut
simpang arah dan celah antara jarum dan rel. Panjang lidah pada lidah berputar Tergantung pada besarnya sudut tumpu lebar kepala rel dan jarak antara akar lidah dan rel lantak.
Dimana :
123
Panjang lidah pada lidah berpegas
Dimana :
Jari jari lengkung luar
Dimana :
Pedoman : Jari-jari lengkung luar Tidak boleh lebih besar dari formula dibawah ini : R = V2 / 7,8 Dimana: R = jari-jari lengkung luar V = Kecepatan rencana wesel ( km/jam )
124
Rd ( jari-jari lengkung dalam ) ditentukan berdasarkan Rl ( jari-jari lengkung luar ) dengan memperhitungkan perlunya pelebaran track. 5.11
Persilangan ( Crossing) Persilangan adalah pertemuan antara dua sepur atau lebih
yang tidak
memiliki alat penggerak lidah seperti wesel pada umumnya (wesel mati).
Gambar 5. 36 Crossing
Gambar 5. 37 Tumpuan roda pada persilangan a. Type persilangan 1) Persilangan siku-siku ( sudut potong 900)
Gambar 5. 38 Persilangan siku 125
Persilangan miring ( sudut potong< 900)
Gambar 5. 39 Persilangan Miring 1) Persilangan tajam /Acute angle crossing (sudut potong < 400) a) Pusat jantung satu buah b) ujung jantung 2 buah c) rel paksa satu buah
Gambar 5. 40 Persilangan miring (Tajam)
Penempatan jarum identik seperti wesel
Gambar 5. 41 Penempatan jarum Gab pada ujung jantung dengan rel paksa tidak terlalu renggang sehingga roda bisa lewat tanpa terperangkap. 126
2) Persilangan tumpul /Obtuse angle ( sudut potong > 400)
Gambar 5. 42 Persilangan Tumpul Komponen-komponen dari persilangan/Part of crossing (Acute angle crossing)
Gambar 5. 43 Part of Crossing (Acute angle crossing) Persilangan Sudut tumpul atau diamond/Obtuse angle or Diamond crossing :
127
Gambar 5. 44 Diamond Crossing Persilangan tegak lurus/Square Crossing
Gambar 5. 45 Squae Crossing b. Berbagai type persilangan pada track ( Type of Track Juntions) 1) Wesel ( Turnout) 2) Persilangan dengan sudut tumpul (Obtuse Crossing) 3) Persilangan sudut tajam (Acute angle crossing / Vee crossing) 4) Perlintasan dengan 2 set wesel dengan
dengan posisi track lurus
sejajar (Cross Over) 5) Perlintasan gunting (Scissors crossing) 6) Gelincir (Slips) 7) Single slip 8) Double slip 9) Persilangan tiga arah (Three Throw switch) 10) Wesel ganda (Double turnout or Tandem) 11) Gauntlet track 12) Ganthering lines/Ladder track 13) Segitiga ( Triangle) 128
5.12
Persilangan dengan Jalan Raya/ Perlintasa Sebidang
a. Pintu perlintasan dengan palang pintu Pintu perlintasan dengan palang pintu : 1) Digerakkan dengan tenaga motor listrik 2) Digerakkan dengan sumber tenaga surya. 3) Tanpa tenaga listrik , buka-tutup dilakukan oleh penjaga pintu pelintasan (palang pintu/ pitu dorong biasa).
Gambar 5. 46 Perlintasan dengan palang pintu Tabel 5. 5 Jumlah perlintasan di seluruh Indonesia
b. Perlintasan tanpa palang pintu tanpa dijaga Pada perlintasan kereta api, perlintasan dengan jalan raya adalah perlintasan yang pengaturannya dengan pola yang berbeda. Sesuai dengan UU 13 tentang KA, lintasan kereta api diberi prioritas
untuk jalan lebih dulu dari 129
kendaraan. Bahayanya bila jarak pandang terhalang pada perlitasan yang tidak berpintu dan tidak dijaga dimana
pengemudi kendaraan tidak cukup waktu
melihat KA akan lewat untuk mengantisipasinya karena terhalangnya pandangan. Untuk keamanan lalu lintas maka jarak pandang harus dipenuhi. Formula dibawah ini memberikan jarak teknis yang dinilai aman terhadap besarnya jarak yang aman bagi kendaraan melintasi rel KA dimana pengemudi dapat melihat KA akan dating atau memutskan berhenti dekat perlintasan c. Jarak pandang pada perlintasan sebidang Formula : Jarak pandang bebas minimum sepanjang jalan raya dan jarak pandang bebas minimum sepanjang jalan rel.
Dimana :
d. Contoh Type kasus Type I : Pengemudi kendaraan dapat melihat kereta api yang mendekat tetapi mempunyai waktu dan aman untuk melintasi jalan rel sebelum kedatangan kereta api. Type II : Pengemudi dapat melihat KA lewat dan kendaraan dapat berhenti sebelum memasuki daerah persilangan
130
1). Type Kasus I Kendaraan aman melintas rel
Dimana :
Tabel 5. 6 Koefisien gesek ( f)
131
2). Type kasus II
Dimana :
da = Jarak yang ditempuh kendaraan pada saat mempercepat untuk mencapai kecepatan paling tinggi pada posisi gigi pertama ( posisi kendaraan pada gigi 1 ). Tabel 5. 7 Panjang pengereman
132
133
BAB VI PERHITUNGAN WESEL DAN GAYA SENTRIFUGAL Diketahui
b.
c.
Besar-besar sudutnya sebagai berikut: αA = 1 :16
βA = 1 :85
WESEL TERGESER
αC = 1 :16
βC = 1 :75
WESEL BIASA
αD = 1 :16
βD = 1 :80
WESEL INGGRIS
αJ = 1 :16
βJ = 1 :87,5
WESEL SIMETRIS
Kecepatan lurus sepur yang di perkenankan ( Vr ) = 60 km/jam
Tegangan tanah dasar rata-rata ( t ) = 17 kg/cm2
6.1 a.
:
Wesel Biasa Tipe C Ketentuan – ketentuan
α
= 1 : 16
= 1 : 75
Lidah pegas
Jarum terbuat dari baja
Bantalan rel dari kayu
Jenis rel yang dipakai = rel standar dengan panjang 25000 mm
Perhitungan – perhitungan sudut
tg α = 1 : 16
= 0,0625
α = 3,5763
tg = 1 : 75
= 0,0133
= 0,7639
sin α = 0,0624
cos α = 0,9981
sin = 0,0133
cos = 0,9999
Perhitungan panjang jarum
134
P
=
(B C) 2tg ( ) 2
d
= = 2842,786 mm
Keterangan :
C = lebar kepala rel
= 68,5 mm
B = lebar kaki rel
= 110 mm
d = jarak siar = 16 mm
d.
Perhitungan panjang lidah (t) t
= B Cotg = 110 x 75 = 8250 mm
e.
Perhitungan panjang jari-jari lengkung luar (Ru) Ru =
S t. sin P sin cos cos
= =419504,7888 mm 419505 mm
Keterangan :
S = lebar sepur
= 1067 mm
t = panjang lidah P = panjang jarum
f.
Nilai P yang sebenarnya P
=
S t. sin Ru (cos cos ) sin
= = 2842,994 mm
135
g.
Kontrol nilai Ru dengan harga P yang sebenarnya Ru =
S t sin P sin cos cos
= = 419505 mm
h.
Menghitung panjang (l) l
= t cos + P cos α + Ru (sin α – sin ) = 8249,267 + 2837,457 +419505 (0,062–0,013) = 311661,824 mm
i.
Menghitung panjang wesel (L) Panjang rel R42 = 25000 mm Diambil 2 batang rel (x) dan siar = 16 mm, maka : L
= x panjang rel + x siar = 2 . 25000 + 2 . 16 = 50032 mm
Jika, In = jarak bantalan biasa = 700 mm Id = jarak bantalan sambungan = 600 mm Maka, jarak antara dua bantalan (AB) AB = In + ½ Id = 700 + ½ 600 = 1000 mm
j.
Menghitung panjang lengkung luar (busur) CD = =
( ) x 2 .Ru 360
2.. 419505
= 20591,934 mm
136
k.
Menghitung panjang jarum (EF) Rel tipe R42
B = 110 mm C = 68,5 mm d = 16 mm
maka, EF =
(C B) 1 / 2d 2tg1 / 2
= = 2850,786 mm FG = L – AB – l – EF = 50032 – 1000 – 31661,824 – 2850,79 = 14519,39 mm l.
Menghitung panjang lengkung bagian dalam Ditentukan : -
d = 4000 mm
-
e = 4 mm
Besar pelebaran sepur untuk berbagai jari-jari tikungan adalah seperti yang tercantum dalam Tabel 7.1 berikut : Tabel 6. 1 Besar pelebaran sepur Peraturan dinas No.10 Pelebaran Sepur (mm)
Jari-jari tikungan (m)
0
R>600
5
550
10
400
15
350
20
100
Sumber : Peraturan Dinas No. 10
d2 2e Vb= 2.Ru Ketentuan : Jika Ru < 600 m, maka gunakan rumus Vb di atas 137
Jika Vb > 20 mm maka ambil 20 mm dan Vt = 3 mm Jika Ru > 600 m, maka gunakan rumus Vb di atas Jika Vb > 3 mm maka Vt = 3 mm, jika Vb < 3 mm maka Vt = Vb
Maka,
Vb
=
d2 2e 2.Ru
= = 11,07 mm Karena Vb hitung > 3mm Maka, Vt = 3 mm m. Menghitung panjang kaki bagian dalam
St = S + Vt = 1067 + 3
= 1070 mm
Sb = S + Vb = 1067 + 11,07
= 1078,07 mm
Rt = Ru - St = 419505 – 1070
= 418435 mm
Ri = Ru – Sb = 419505 – 1070
= 418426,93 mm
√(
=
)
√(
)
= 418447,609 mm
n.
Menghitung panjang lengkung bagian dalam HK = AB
( St S cos ) sin
= KN =
= 767,867 mm
t sin St cos S sin
=
138
= 8467,887 mm NO =
[( Ri Rt )(Vb Vt )]
= 2598,76 mm PQ = = 2835,784 mm
o.
Manghitung dan tg =
= 0,3558
tg =
p.
NO 2598,76 0,006 Ri 2418426,93
P 2842,994 0,0068 Ru 419505
= 0,3883
Menghitung panjang lengkung OP OP =
180
x .Ri
=
.418426,93
= 17940,289 mm Kontrol : NO + OP < CD 2598,76 + 17940,289 < 20591,934 mm 20539,049 mm < 20591,934 mm …….Ok!!!
q.
Menghitung koordinat-koordinat
Titik A
XA = - AB = -1000 YA = 0
139
Titik B
XB = 0 YB = 0
Titik C
XC = t cos
= 8249,267
YC = -t sin
= - 109,99
Titik D
XD = I – p cos α = 28824,367 YD = -S - P sin α = - 889,659
Titik E
XE = l
= 31661,824
YE = -S
= - 1067
Titik F
XF = l + EF
= 34512,61
YF = - S
= -1067
Titik G
XG = L -AB = 49032 YG = - S = - 1067
Titik H
XH = XA = -1000 YH = - S = -1067
Titik K
XK = X(H) + HK = -232,133 YK = - S = - 1067
Titik M
XM= t cos - Ru. sin - AB YM = Y(C.)
= 1656,36
= - 109,99
Titik N
XN = X(M) + AB + Rt sin
= 8235 140
YN = Y(M) - St cos
= -1179,895
Titik O
XO = X(N) + (Ri . sin ( + ) – Rt sin) = 10833,27 YO = Y(N) – (Rt cos - Ri cos (+ )) = -1230,68
Titik P
XP = X(O) + Ri (sin α – sin ( + )) = 28757,12 Yp = Y(O) – Ri (cos (+ ) - cos α ) = -1965,63
Titik Q
XQ = X(P) + (RP sin (α + ) - Ri sin α) = 31587,39 YQ = Y(P) – (Ri cos α - RP . cos (α + )) = -2141,06
6.2 a.
b.
Wesel Simetris Tipe J Ketentuan – ketentuan :
α 1 : 16
β 1 : 87,5
Lidah pegas
Jarum terbuat dari baja
Bantalan rel dari kayu
Type rel R42
Jenis rel yang dipakai adalah rel standart dengan panjang 25000 mm
Perhitungan sudut
tg α 1 : 16 = 0,0625
α = 3,576
tg β = 1: 67,5 = 0,0114
= 0,655
sin ½ α
= 0,0312
cos ½ α
= 0,9995
sin ½ β
= 0,0057
cos ½ β
= 0,99998
tg ½ α
= 0,0312
tg ½ β
= 0,0057 141
c.
Perhitungan Panjang Jarum (P) P=
B C 1 2.tg. .α 4
d
110 68,50 1 2.tg .3,576 4
16 5702,966 mm
Keterangan : B = Lebar kepala rel C = lebar kaki rel d = jarak siar
d.
Perhitungan Panjang Lidah (t) t
= B cotg ½ β = 110 x 175,006 = 19250,63 mm
e.
Perhitungan Panjang Jari – jari Lengkung Luar (Ru) S‘ =
S Vt 1067 3 535,01mm 2.cos1/2β 1,9999
Ru =
S' t.sin1/2β P sin1/2 α cos1/2β cos1/2α
535,01 109,998 - 177,957 0,99998 0,9995
= 524920,53 mm ≈ 524921 mm Keterangan : S = Lebar sepur t = Panjang Lidah P = Panjang jarum
f.
Menghitung P sebenarnya P
=
S 't. sin 1 / 2 Ru (cos 1 / 2 cos 1 / 2 ) sin 1 / 2
142
= 5702,958 mm
g.
Kontrol nilai Ru dengan harga P yang sebenarnya Ru =
S t sin P sin cos cos
= = 524921 mm h.
Menghitung panjang l l
= t.cos ½ β + P.cos ½ α + Ru(sin ½ α - sin ½ β) = 38330,907 mm
i.
Menghitung Panjang Jarum (EF) Rel type R42
:B =110 mm C = 68,5 mm d = 16 mm
maka : EF =
1 / 2.C B 1/ 2.d tg1 / 2α
= 5709,573 mm
j.
Menghitung Panjang Lengkung Luar (busur) CD =
1/2α 1/2β 180 o
.π.Ru
= 13383,054 mm k.
Menghitung Panjang Lengkung bagian dalam
Ketentuan : d = 4000 mm e = 4 mm
143
Tabel 6. 2 Besar pelebaran sepur untuk berbagai jari-jari tikungan Pelebaran Sepur (mm)
Jari-jari tikungan (m)
0
R>600
5
550
10
400
15
350
20
100
Sumber: Peraturan Dinas No 10
d2 2e Vb = 2.Ru Ketentuan : Jika Ru < 600 m, maka gunakan rumus Vb di atas Jika Vb > 20 mm maka ambil 20 mm dan Vt = 3 mm Jika Ru > 600 m, maka gunakan rumus Vb di atas Jika Vb > 3 mm maka Vt = 3 mm, jika Vb < 3 mm maka Vt = Vb
d2 2e Maka: Vb = 2.Ru 4000 2 8 = 2 x 524921 = 7,2404 mm Maka: V t = 3 mm l.
Menghitung Panjang kaki bagian dalam
St = 2.S‘ + Vt = 1070,017+ 3 = 1073,017 mm
Sb = 2.S‘ + Vb = 1070,017 + 7,24 = 1077,158 mm
Rt = Ru – St = 524921 – 1073,017 = 523847,982 mm
Ri = Ru – Sb = 524921 – 1077,258 = 523843,742 mm
√(
)
= 523884,916 mm
m. Menghitung Panjang Lengkung bagian Luar AB = Ln + ½ Ld 144
= 699,988 + ½ 600 = 1000 mm HK = AB
St 2 scos 1 / 2β 1000 1073,017 1070,000 sin 1 / 2β
0,006
= 471,917 mm KN =
t.sin 1/2 St.cos1/2 2.S sin1/2
= 19772,59 mm
Ri Rt.Vb Vt
NO =
= 2107,752 mm
PQ = = 5691,047 mm Menghitung dan tan =
NO 2107,752 0,004 Ri 523843,742
= 0,2305 tan =
p 5702,958 0,0109 Ru 524921
= 0,6225 Menghitung Panjang Lengkung OP OP =
1/2α 1 / 2β γ . .Ri = 11247,848 mm 180 o
Control : NO + OP < CD 2107,752 + 11247,848 < 13383,054 mm 13355,6 mm < 13383,054 mm…………ok! n.
Menghitung koordinat – koordinat
Titik A
XA = - AB = - 1000 145
YA = ½ S= ½ .1067 = 533,5
Titik B
XB = 0 YB = S`= 535,0087
Titik C
XC = t.cos 1/2 = 19250,629 x 1,000 = 19250,629 YC = Y(B) -
t. sin 1 / 2
= 535,0087 – ( -19250,629) x 0,0057 = 425,0105
Titik D
XD = l – p cos ½ α = 32630,725 YD = P.sin1/2 = 177,957
Titik E
XE = l = 38330,907 YE = 0
Titik F
XF = l + EF = 38330,907 + 5709,573 = 44040,479 YF = 0
Titik F‘
XF‘ = l + EF (cos ½ α)2 = 44034,92 YF‘ = - EF cos ½ α. Sin ½ α = - 178,077
Titik H
XH = - XA = - 1000 YH = -(½ S) = (½ .1067) = -533,50
Titik K
XK = X(H) + HK = -1000 + 471,917 = -528,083 YK = - S‘ = - 533,5 146
Titik M
XM = t cos ½ - Ru. sin ½ - AB = 15250,924 YM = YC = 425,0105
Titik N
XN = XM AB Rt . sin 1 / 2 = 19244,183 YN = YM St cos 1 / 2 = 425,0105 – 1072,9999 = -647,989
Titik O
XO = XN ( Ri. sin1 / 2 Rt sin 1 / 2 ) = 21351,84 YO = YN –(Rt cos ½ -Ri cos (½ +)) = -668,51
Titik P
XP = XO + Ri (sin ½ α – sin ( ½ + )) = 32597,11 YP = YO -Ri (cos ( ½ + ) - cos ½ α) = -898,78
Titik Q
XQ = XP + (Rp sin (½ α+) – Ri sin ½ α) = 38286,02 YQ = YP – ( Ri cos ½ α - Rp cos (½ α + )) = -1066,12
6.3 Wesel Inggris Tipe D a.
Ketentuan-ketentuan : o
α
= 1 : 18
o
β
= 1 : 60 147
b.
c.
o
lidah pegas
o
jarum terbuat dari baja
o
bantalan rel dari kayu
o
type rel R42
o
jenis rel yang dipakai = rel standar dengan panjang 25.000 mm
Perhitungan-perhitungan sudut o
tg α
= 0,0625
α = 3,5763
o
tg β
= 0,0125
β = 0,7162
o
Sin α = 0,0624
o
Cos α = 0,9981
o
Sin β = 0,0125
o
Cos β = 0,9999
o
Cos ( ½ - ) = 0,9998
o
Sin ( ½ - ) = 0,0187
o
Tg ( ½ - ) = 0,0187
Perhitungan panjang jarum (p)
B C
p
d.
2tg 1 2
68,5 110 3,5763 2tg 2
2842,786 mm
Perhitungan Panjang Lidah (t) t
= B cotg = 5480 mm
S'
e.
d
S 1067 17096,98mm 0,0624 2Sin 1 2
Perhitungan Panjang jari – jari lengkung luar (Ru)
148
S ' PCos 1 tCos 1 2 2 1 Sin 2 17096,98 2841,402 5479,041 Ru 0,0187 Ru 469108,73mm
Ru
Ru = 469000 mm
f.
Menghitung panjang ED
ED S ' pSin 1 tSin 1 Ru 1 Cos 1 2 2 2
ED 16823,66 mm g.
Lenghitung lengkung Luar AB1 pCos 1 2842,786 x0,9995 2841,402mm 2 D1C1 t. cos 5480 x0,9998 5479,041 mm
C1E1 RuSin 1 469000 x0,0187 8774,504mm 2 AE1 AB1 B1C1 C1E1 17094,947 mm EE1 AE1.Tg 1 17094,947 x 0,0312 533,696mm 2 DDI P. sin 1 / 2 2842,786 x0,312 88,707mm CC 2 t. sin 5480 x0,0187 102,525mm DC 2 ED EE1 BB1 CB 2 17548,59 mm
h.
Menhitung Panjang Lengkung Bagian Dalam (Vb) Ketentuan : d = 4000 mm e = 4 mm
149
Tabel 6. 3 Besar pelebaran sepur untuk berbagai jari-jari tikungan Pelebaran Sepur (mm)
Jari-jari tikungan (m)
0
R>600
5
550
10
400
15
350
20
100
Sumber: Peraturan Dinas No 10
d2 2e Vb = 2.Ru Ketentuan : Jika Ru < 600 m, maka gunakan rumus Vb di atas Jika Vb > 20 mm maka ambil 20 mm dan Vt = 3 mm Jika Ru > 600 m, maka gunakan rumus Vb di atas Jika Vb > 3 mm maka Vt = 3 mm, jika Vb < 3 mm maka Vt = Vb
d2 2e Maka: Vb = 2.Ru 4000 2 8 = 2 x 469000 = 9,0576 mm Maka: V t = 3 mm
i.
Menghitung panjang kaki bagian dalam St S Vt 1067 3 1070 mm Rt NM Ru St 467930 mm Sb S Vb 1067 9,058 1076,058 mm Ri OM Ru Sb 467923,942 mm KM NO
tSin StCos S 3922,805713,33 mm Sin
Rt Ri Vb Vt 2380,966mm
150
j.
Menghitung sudut
sin =
NO 2380,9662 0,0059 Rt 467930
= 0,29 k.
Menghitung Panjang Lengkung OP
1 OP 2 .Ri 180 OP 6373,94 mm l.
Menghitung panjang jarum (EF)
EF
B C 2Tg 1 2
d
68,5 110 8 2137,712mm 0,083
Kontrol : NO + OP < CD 2380,966 + 6373,937 < 8775,016 8754,904 mm < 8775,016 mm …….Ok!!!
m. Menghitung koordinat titik o
Titik E1 XE1 = 0 mm YE1 = 0 mm
o
o
Titik A XA
= -AE1= - 17094,947 mm
YA
= 0 mm
Titik C XC
= - CE1 = -5479,041 mm
YC
= DD1 + CC2 = 533,696 – 171= 362,696 mm
o
Titik D XD
=- XC – D1C1 = -14253,545
151
YD o
= DD1 = 88,707
Titik E XE= XE1 = 0 mm YE = EE1 = 533,696 mm
o
Titik N XN
= XD + Sb sin ½ = -14253,545 + 33,578= -14219,967 mm
YN
= YD – Sb cos α = 88,707 – 1075,5336 = -986,826 mm
o
Titik O XO
= Xc + St sin β = - 5479,041 + 13,374 = -5465,667
YO
= YC – St cos β = 362,697 - 1069,916 = -707,22 mm
o
Titik P XP= XE1 = 0 mm YP= YE = -EE1 = -533,696 mm
6.4 a.
b.
Wesel Tergeser Tipe A Ketentuan – ketentuan
α
= 1 : 16
= 1 : 85
Lidah pegas
Jarum terbuat dari baja
Bantalan rel dari kayu
Jenis rel yang dipakai = rel standar dengan panjang 25000 mm
Perhitungan – perhitungan sudut
tg α = 1 : 16 = 0,0625
α = 3,5763
tg = 1 : 85 = 0,0118
= 0,674
sin α = 0,0624
152
c.
cos α = 0,9981
tan α = 0,0625
sin = 0,0118
cos = 0,9999
tan = 0,0118
Perhitungan panjang jarum P
=
(B C) 2tg ( ) 2
d
= = 2842,786 mm Keterangan :
B = lebar kepala rel
= 68,5 mm
C = lebar kaki rel
= 110 mm
d = jarak siar = 16 mm d.
Perhitungan panjang lidah (t) t
= B x Cotg 1/2 = 68,50 x 85 = 5822,5 mm
e.
Perhitungan panjang jari-jari lengkung luar (Ru) Ru =
S t. sin P sin = 437208,96 mm 437209 mm cos cos
Keterangan :
S = lebar sepur
= 1067 mm
t = panjang lidah P = panjang jarum
153
f.
Nilai P yang sebenarnya P
=
S t. sin Ru (cos cos ) sin
= 2758,75 mm
g.
Kontrol nilai Ru dengan harga P yang sebenarnya Ru =
S t sin P sin cos cos
= 440000 mm
h.
Menghitung panjang (l) l
= t cos + P cos α + Ru (sin α – sin ) = 300845,81 mm
i.
Menghitung panjang wesel (L) Panjang rel R42 = 25000 mm, diambil 2 batang rel (x) dan siar = 16 mm, maka : L = x panjang rel + x siar = 2 . 25000 + 2 . 16 = 50032 mm Jika, In = jarak bantalan biasa = 700 mm Id = jarak bantalan sambungan = 600 mm Maka, jarak antara dua bantalan (AB) AB = In + ½ Id = 700 + ½ 600 = 1000 mm
j.
Menghitung panjang lengkung luar (busur) CD =
( ) x 2 .Ru 360
= 22288,04 mm 154
k.
Menghitung panjang jarum (EF) Rel tipe R42
C = 110 mm B = 68,5 mm d = 16 mm
maka, EF =
(C B) 1 / 2d 2tg1 / 2
= 2850,786 mm FG = L – AB – l – EF = 15335,408 mm
l.
Menghitung panjang lengkung bagian dalam Ditentukan : d = 4000 mm e = 4 mm Tabel 6. 4 Besar pelebaran sepur untuk berbagai jari-jari tikungan Pelebaran Sepur (mm)
Jari-jari tikungan (m)
0
R>600
5
550
10
400
15
350
20
100
Sumber: Peraturan Dinas No 10 Vb =
d2 2e 2.Ru
Ketentuan : Jika Ru < 600 m, maka gunakan rumus Vb di atas Jika Vb > 20 mm maka ambil 20 mm dan Vt = 3 mm Jika Ru > 600 m, maka gunakan rumus Vb di atas Jika Vb > 3 mm maka Vt = 3 mm, jika Vb < 3 mm maka Vt = Vb
155
Maka,
Vb
=
d2 2e 2.Ru
= = 10,1818 mm Maka
Vt
= 3 mm
m. Menghitung panjang kaki bagian dalam
St = S + Vt = 1067 + 3
= 1070 mm
Sb = S + Vb = 1067 + 10,182
= 1077,182 mm
Rt = Ru - St = 440000 – 1070
= 438930 mm
Ri = Ru – Sb = 440000 – 1077,182
= 438922,818 mm
√(
n.
)
= 438941,627 mm
Menghitung panjang lengkung bagian dalam HK = AB
( St S cos ) sin
= = 738,706 mm KN =
t sin St cos S sin
= = 6071,22 mm NO =
[( Ri Rt )(Vb Vt )]
= 2510,892 mm PQ = = 2752,08 mm
o.
Menghitung dan tg =
NO 2510,892 0,006 Ri 438922,818
= 0,3278 156
tg =
P 2758,747 0,0063 Ru 440000
= 0,3592
p.
Menghitung panjang lengkung OP OP =
180
x .Ri
= 19722,62 mm Kontrol : NO + OP < CD 2510,89 + 19722,62 < 22288,04 22233,508 mm < 22288,04 mm …….Ok!!!
q.
Pergeseran sebesar X
= XD = l – p cos α = 30845,81 – 2753,375 = 28092,431 mm
r.
Menghitung koordinat-koordinat sebelum pergeseran
Titik A
XA = - AB = -1000 YA = 0
Titik B
XB = 0 YB = 0
Titik C
XC = t cos
= 5822,5 x 0,9999
= 5822,1
YC = - t sin
= -5822,5 x 0,0118
= -68,495
Titik D
XD = I – p cos α = 28092,431 YD = -S - P sin α = -894,91
Titik E 157
XE = l
= 30845,806
YE = -S
= - 1067
Titik F
XF = l + EF
= 33696,592
YF = - S
= -1067
Titik G
XG = L -AB = 50032 - 1000 = 49032 YG = - S = - 1067
Titik H
XH = XA = -1000 YH = - S = -1067
Titik K
XK = X(H) + HK = -1000 + 738,706 = -261,294 YK = - S = - 1067
Titik M
XM = t cos - Ru. sin - AB = -354,02 YM = YC = -68,495
Titik N
XN = X(M) + AB + Rt sin = -354,02 + 1000 + 5163,525= 5809,51 YN = Y(M) - St cos = -68,495 - 1069,926
= -1138,421
Titik O
XO = X(N) + (Ri . sin ( + ) – Rt sin) = 83320,02 YO = Y(N) – (Rt cos - Ri cos (+ )) = -1182,32
Titik P
XP = X(O) + Ri (sin α – sin ( + )) = 28025,24 158
Yp = Y(O) – Ri (cos (+ ) - cos α ) = -1970
Titik Q
XQ = X(P) + (RP sin (α + ) - Ri sin α ) = 30772,57 YQ = Y(P) – (Ri cos α - RP . cos (α + )) = -2131,5
s.
Menghitung koordinat-koordinat setelah pergeseran
Titik A‘
XA‘ = X + X(A) = 28092,43 + (-1000) = 27092,43 YA‘ = -S = -1067
Titik B‘
XB‘ = X = 28092,43 YB‘ = -S = -1067
Titik C‘
XC‘= X + XC
= 33914,53
YC‘= -YC - S
= -998,505
Titik D‘
XD‘ = X + XD
= 56184,861
YD‘ = -YD - S
= -172,09
Titik E‘
XE‘ = X + XE
= 58938,236
YE‘ = 0
Titik H‘
XH‘ = XA‘
= 27092,431
YH‘ = 0
Titik K‘
XK‘ = X + XK
= 27831,137
YK‘ = 0
Titik M‘ 159
XM‗ = X + XM
= 27738,42
YM‘= YC‘
= -998,505
XN‗= X + XN
= 33901,94
YN‘ = -YN – S
= 71,421
= 36412,45
YO‘ = -YO - S
= 115,32
Titik P‘
XP‘ = X + XP
= 56117,67
Yp‘ = -YP - S
= 903
Titik O‘
XO‘ = X + XO
6.5
Titik N‘
Titik Q‘
XQ‘ = X + XQ
= 58865
YQ‘ = -YQ - S
= 1064,5
Perhitungan Gaya Sentrifugal Wesel Biasa
Rumus :
V2 S F . m R Ru R 2 Dimana : Ru = Jari-jari lengkung luar = 419505 mm = 419,505 m S = 1067 mm = 1,067 m V = 60 km/jam M = 86000 kg R Ru
F
S 1,067 419,505 418,972m 2 2
V2 3600 .m .86000 738952,411kg / m2 R 418,972
160
Tabel 6. 5 Variasi gaya sentrifugal terhadap macam-macam gerbong kereta pada wesel biasa F (kg/m2) R (m)
Lokomotif
G. Eksekutif
G. Bisnis
Loco
Ru
419,505
738012,66
304644,76
256588,12
669360,32
Rt
418,435
739899,86
305423,78
257244,25
671071,97
Ri
418,426
739915,78
305820,28
257249,79
671086,4
Rp
418,447
739878,65
305430,35
257236,89
671052,72
Wesel Simetris
Tabel 6. 6 Variasi gaya sentrifugal terhadap macam-macam gerbong kereta pada wesel simetris F (kg/m2) R (m)
Lokomotif
G. Eksekutif
G. Bisnis
Loco
Ru
523,959
590886,492
243912,447
205436,118
535920,307
Rt
523,315
591613,647
244212,61
205688,931
536579,82
Ri
523,311
591618,169
244214,477
205690,503
536583,921
Rp
523,352
591571,821
244195,345
205674,389
536541,884
161
Wesel Inggris
Tabel 6. 7 Variasi gaya sentrifugal terhadap macam-macam gerbong kereta pada wesel inggris F (kg/m2) R (m)
Lokomotif
G. Eksekutif
G. Bisnis
Loco
Ru
468,467
660879,7
272804,992
229770,965
599402,519
Rt
467,397
662392,637
273429,519
230296,975
600774,717
Ri
476,391
649881,015
268267,314
225949,09
589432,409
Wesel Tergeser
Tabel 6. 8 Variasi gaya sentrifugal terhadap macam-macam gerbong kereta pada wesel tergeser F (kg/m2) R (m)
Lokomotif
G. Eksekutif
G. Bisnis
Loco
Ru
439,467
704490,558
290807,149
244933,345
638956,553
Rt
438,397
706210,018
291516,926
245531,157
640516,063
Ri
438,39
706221,294
291521,581
245535,078
641305,999
Rp
438,409
706190,687
291508,947
245524,347
640498,53
162
BAB VII PERHITUNGAN ALIGNMENT HORIZONTAL DAN VERTIKAL 7.1
Perencanaan Dan Perhitungan Alignment Horizontal Perencanaan geometrik jalan rel disini merupakan perencanaan dari awal,
dengan menggunakan peta topografi. Rencana kelas jalan yang diambil yaitu kelas III. Data – Data Perencanaan : 1. Kelas jalan III 2. Kecepatan (Vmaks) : Vmaks = 100 km/jam 3. Vrencana = V maks = 100 km/jam untuk perencanaan jari-jari lengkung lingkaran dan lengkung peralihan (Sumber Peraturan Dinas No. 10 hal. 02) 4. e max = 0,1 (Daftar 16 hal 70 Buku Geometrik Jalan Raya) 5. f max = 0,115 (Daftar 16 hal 70 Buku Geometrik Jalan Raya) 6. α toleransi = 25° Perhitungan Sudut Belok Patokan Rumus : Dmax
= = = = 28,9110
7.2
Perencanaan Garis Trase Jalan Pada tugas perencanaan jalan rel kali ini dibuat tiga trase sebagai alternatif.
Namun dengan mempertimbangkan ketentuan, persyaratan dan hasil justifikasi maka dipilih alternatif 3 sebagai perhitungan perencanaan jalan rel. Dengan data sebagai berikut :
163
Tabel 7. 1 Data trase Koordinat
ΔPI
Titik X A
Y
540373,4664 9540271,1740
-
Kelaas
Vr
Panjang
Jalan
(km.jam)
Tangen (m)
III
100
2168,14545
PI-1
542105,5802 9541575,2586 20,074
III
100
2013,50537
PI-2
543200,7520 9543264,8746 16,401
III
100
1855,50209
PI-3
543729,2735 9545043,5126 13,257
III
100
1953,66026
544700,3907 9546738,7176
III
100
-
B
7.3
-
Perhitungan Sudut Belok Betul Rumus yang digunakan untuk perhitungan ini :
Perhitungan azimuth : Perhitungan sudut tangent : ΔPI = αA-1 - α1-2 A. Perhitungan hasil koordinat αA-1 = arctg
= 53,0240
(kuadran I ; x ( + ), y (
= 32,950
(kuadran I ; x ( + ), y (
= 16,5490
(kuadran I ; x ( + ), y (
= 29,8070
(kuadran I ; x ( + ), y (
+ )) αA-1 = 53,0240 α1-2 = arctg + )) α1-2 = 32,950 α2-3 = arctg + )) α2-3 = 16,5490 α2-B = arctg + )) α2-B = 29,8070
164
B. Maka sudut belok betul diperoleh : ΔP1
= │αA-1 – α1-2│ = │53,0240 – 32,950│ = 10,0740
ΔP2
= │α1-2 – α2-3│ = │32,950– 16,5490│ = 16,4010
ΔP3
= │ α2-3 – α3-B│ = │16,4010– 29,8070│ = 13,2570
7.4
Perhitungan panjang tangen
Rumus : ( X 1 XA) 2 (Y1 YA) 2
d1 =
(542105,58 540373,466) 2 (9541575,259 9540271,174) 2
=
2168,145 m d2 =
(543200,752 - 542105,58) 2 (9543264,875 - 9541575,259) 2
=
2013,505 m d3 =
(543729,274 - 543200,752 ) 2 (9545043,513 - 9543264,875) 2
=
1855,502 m d4 =
(544700,391 - 543729,274 ) 2 (9546738,718 - 9545043,513) 2
=
1953,66 m Maka,
∑d
= d1 + d2 + d3 + d4 = 2168,145 m + 2013,505 m + 1855,502 m + 1953,66 m = 7990,813 m
165
Kontrol Hasil Perencanaan Tabel 7. 2 Kontrol sudut belok Sudut belok patokan
Sudut belok rencana
Vr (km/jam)
Kontrol Dmax
Dmin
Peta
Ket.
Perhitungan
100
12,0207253 0,0000000 20,074
20,073997
1,2E-06 OKE
100
12,0207253 0,0000000 16,401
16,401123
8,9E-07 OKE
100
12,0207253 0,0000000 13,257
13,257428
4,7E-07 OKE
Kontrol hasil perencanaan panjang garis tangen Tabel 7. 3 Kontrol panjang tangen Tangen
Peta (m)
Perhitungan (m) Kontrol
Ket.
d1
2168,1455
2168,1455
2E-06
OKE
d2
2013,5054
2013,5053
-5E-06
OKE
d3
1855,5021
1855,5021
2E-06
OKE
d4
1953,6603
1953,6603
3E-06
OKE
Σd
7990,8132
7990,8132
3E-07
OKE
Perhitungan Tikungan Pertama (PI – 1)
7.5
Data perencanaan titik PI - 1
∆
= 20,074
Vr
= 100 km/jam
d1
= 2168,145 m
Data Kecepatan Rencana :
Kelas Jalan III (5 × 106 s.d. 10 × 106 ton/tahun).
Kecepatan Operasi : 100 km/jam
Kecepatan Maksimum : 100 km/jam
166
Kecepatan Rencana untuk Perencanaan Jari-Jari Lengkung dan Lengkung Peralihan :
Vr1 = V maksium = 100 km/jam
Perencanaan Jari-Jari Horizontal :
Rmin = 550 m ; dengan lengkung peralihan (Tabel 2.1 Peraturan Dinas No. 10)
Rrencana = 900 m
Perencanaan Peninggian Rel :
V rencana = 100 km/jam
h maksimum = 110 mm (Tabel 2.3 Peraturan Dinas No. 10)
Syarat : h minimum < h normal < h maksimum 99,278 mm < 104,08 mm < 110,000 mm Maka peninggian rel yang direncanakan adalah 100 mm Perencanaan lengkung lingkaran
L = Ls x 2 = 315,32 x 2 = 630,641 m
167
Perencanaan komponen lengkung lingkaran
P = Ys – (R - (1 - Cos θs)) = 18,412 – (900-(1- Cos 10,037)) = 4,638 m k = Xs- (R x Sin θs) =
– ( 900 x Sin 10,037) = 157,497 m
Kontrol: L < 2Ts 630,641 m < 635,223 m
OKE
Perencanaan Diagram Super Elevasi
Jenis Tikungan
= Spiral - Spiral
Panjang Tangen
= 317,612 m
hrencana
= 100 mm
Lebar Jalur Lalu Lintas (B)
= 1067 mm
Vr
= 100 km/jam
R
= 900 m
Panjang Lengkung (L)
= 630,641 m
Ls
= 315,32 m
emaks
= 0,10
en
= 0,029
168
Tikungan PI - 1
Perhitungan Tikungan Kedua (PI – 2)
7.6
Data perencanaan titik PI - 2
∆2
= 16,4010
Vr2
= 100 km/jam
d2
= 2013,505 m
Data Kecepatan Rencana :
Kelas Jalan III (5 × 106 s.d. 10 × 106 ton/tahun).
Kecepatan Operasi : 100 km/jam
Kecepatan Maksimum : 100 km/jam
Kecepatan Rencana untuk Perencanaan Jari-Jari Lengkung dan Lengkung Peralihan :
Vr2 = V maksium = 100 km/jam
Perencanaan Jari-Jari Horizontal :
169
Rmin = 550 m ; dengan lengkung peralihan (Tabel 2.1 Peraturan Dinas No. 10)
Rrencana = 900 m
Perencanaan Peninggian Rel :
V rencana = 100 km/jam
h maksimum = 110 mm (Tabel 2.3 Peraturan Dinas No. 10)
Syarat : h minimum < h normal < h maksimum 99,278 mm < 104,08 mm < 110,000 mm Maka peninggian rel yang direncanakan adalah 100 mm Perencanaan lengkung lingkaran
L = Ls x 2 =
x 2 = 515,254 m
Perencanaan komponen lengkung lingkaran
P = Ys – (R - (1 - Cos θs)) = 12,291 – (900-(1- Cos 8,201)) = 3,088 m k = Xs- (R x Sin θs) = 257,099 – ( 900 x Sin 8,201) = 128,725 m
170
Kontrol: L < 2Ts 515,254 m < 517,742 m
OKE
Perencanaan Diagram Super Elevasi
Jenis Tikungan
= Spiral - Spiral
Panjang Tangen
= 258,871 m
hrencana
= 100 mm
Lebar Jalur Lalu Lintas (B)
= 1067 mm
Vr
= 100 km/jam
R
= 900 m
Panjang Lengkung (L)
= 515,254 m
Ls
= 257,627 m
emaks
= 0,10
en
= 0,029
Tikungan PI - 2
171
Perhitungan Tikungan Kedua (PI – 3)
7.7
Data perencanaan titik PI - 3
∆3
= 13,2570
Vr3
= 100 km/jam
d3
= 1855,502 m
Data Kecepatan Rencana :
Kelas Jalan III (5 × 106 s.d. 10 × 106 ton/tahun).
Kecepatan Operasi : 100 km/jam
Kecepatan Maksimum : 100 km/jam
Kecepatan Rencana untuk Perencanaan Jari-Jari Lengkung dan Lengkung Peralihan :
Vr3 = V maksium = 100 km/jam
Perencanaan Jari-Jari Horizontal :
Rmin = 550 m ; dengan lengkung peralihan (Tabel 2.1 Peraturan Dinas No. 10)
Rrencana = 900 m
Perencanaan Peninggian Rel :
V rencana = 100 km/jam
h maksimum = 110 mm (Tabel 2.3 Peraturan Dinas No. 10)
172
Syarat : h minimum < h normal < h maksimum 99,278 mm < 104,08 mm < 110,000 mm Maka peninggian rel yang direncanakan adalah 100 mm Perencanaan lengkung lingkaran
L = Ls x 2 =
x 2 = 416,493 m
Perencanaan komponen lengkung lingkaran
P = Ys – (R - (1 - Cos θs)) = 8,031 – (900-(1- Cos 6,629)) = 2,014 m k = Xs- (R x Sin θs) = 207,968 – ( 900 x Sin 6,629) = 104,076 m
Kontrol: L < 2Ts 416,493 m < 417,802 m
OKE
Perencanaan Diagram Super Elevasi
Jenis Tikungan
= Spiral - Spiral
Panjang Tangen
= 208,901 m
hrencana
= 100 mm
Lebar Jalur Lalu Lintas (B)
= 1067 mm 173
Vr
= 100 km/jam
R
= 900 m
Panjang Lengkung (L)
= 416,493 m
Ls
= 208,246 m
emaks
= 0,10
en
= 0,029
Tikungan PI - 3
174
BAB VIII STACKING OUT 8.1
Perhitungan Stacking Out Horizontal
Tikungan PI – 1
Data :
R
= 900 m
Ls
= 315,32 m
θ
= 10,0370
jml.seg = 28 a
= Ls / jumlah segment = 11,261 (a max = 12,5) Tabel 8. 1 Stacking out horizontal PI - 1
No
li (m)
Xi (m)
Yi (m)
No
li (m)
Xi (m)
Yi (m)
1
11,261
11,261
0,001
15
168,922
168,879
2,831
2
22,523
22,523
0,007
16
180,183
180,124
3,436
3
33,784
33,784
0,023
17
191,445
191,365
4,121
4
45,046
45,046
0,054
18
202,706
202,600
4,892
5
56,307
56,307
0,105
19
213,967
213,828
5,753
6
67,569
67,568
0,181
20
225,229
225,049
6,710
7
78,830
78,829
0,288
21
236,490
236,261
7,768
8
90,092
90,090
0,429
22
247,752
247,462
8,931
9
101,353
101,350
0,611
23
259,013
258,651
10,205
10
112,614
112,609
0,839
24
270,275
269,827
11,595
11
123,876
123,867
1,116
25
281,536
280,987
13,106
12
135,137
135,123
1,449
26
292,798
292,130
14,742
13
146,399
146,378
1,843
27
304,059
303,252
16,509
14
157,660
157,630
2,302
28
315,320
314,353
18,412
Tikungan PI – 2
Data :
R
= 900 m
175
Ls
= 257,627 m
θ
= 8,2010
jml.seg = 22 a
= Ls / jumlah segment = 11,71 (a max = 12,5) Tabel 8. 2 Stacking out horizontal PI – 2
No
li (m)
Xi (m)
Yi (m)
No
li (m)
Xi (m)
Yi (m)
1
11,710
11,710
0,001
12
140,524
140,498
1,995
2
23,421
23,421
0,009
13
152,234
152,196
2,536
3
35,131
35,131
0,031
14
163,945
163,890
3,167
4
46,841
46,841
0,074
15
175,655
175,577
3,896
5
58,552
58,551
0,144
16
187,365
187,258
4,728
6
70,262
70,261
0,249
17
199,076
198,930
5,671
7
81,972
81,971
0,396
18
210,786
210,592
6,732
8
93,683
93,679
0,591
19
222,496
222,243
7,917
9
105,393
105,387
0,841
20
234,207
233,879
9,234
10
117,103
117,093
1,154
21
245,917
245,499
10,690
11
128,814
128,797
1,536
22
257,627
257,099
12,291
Tikungan PI – 3
Data :
R
= 900 m
Ls
= 208,246 m
θ
= 6,6290
jml.seg = 18 a
= Ls / jumlah segment = 11,569 (a max = 12,5) Tabel 8. 3 Stacking out horizontal PI – 3
No
li (m)
Xi (m)
Yi (m)
No
li (m)
Xi (m)
Yi (m)
1
11,569
11,569
0,001
10
115,692
115,678
1,377
2
23,138
23,138
0,011
11
127,262
127,238
1,833
3
34,708
34,708
0,037
12
138,831
138,794
2,380
4
46,277
46,277
0,088
13
150,400
150,345
3,025 176
5
57,846
57,846
0,172
14
161,969
161,890
3,779
6
69,415
69,414
0,297
15
173,539
173,427
4,647
7
80,985
80,982
0,472
16
185,108
184,953
5,640
8
92,554
92,549
0,705
17
196,677
196,468
6,765
9
104,123
104,114
1,004
18
208,246
207,968
8,031
8.2 8.2.1 1.
2.
3.
4.
Perhitungan Stacking Out Vertikal Perencanaan Landai Jalan
Sta. 0+000 – Sta. 1+600 h1
= 28 m
h2
= 24 m
Δh
=4m
d
= 1600 m
g1
= Δh / d x 1000 = -2,5‰ (menurun) < 5‰
OKE
Sta. 1+600 – Sta. 3+405,978 h1
= 24 m
h2
= 26 m
Δh
=2m
d
= 1805,978 m
g2
= Δh / d x 1000 = 1,107‰ (menanjak) < 5‰
OKE
Sta. 3+405,978 – Sta. 5+000 h1
= 26 m
h2
= 23 m
Δh
=3m
d
= 1594,022 m
g3
= Δh / d x 1000 = -1,882‰ (menurun) < 5‰
OKE
Sta. 5+000 – Sta. 6+400 h1
= 23 m
h2
= 24 m
Δh
=1m
d
= 1400 m 177
= Δh / d x 1000 = 0,714‰ (menanjak) < 5‰
g3 5.
Sta. 6+400 – Sta. 7+990,81 h1
= 24 m
h2
= 23 m
Δh
=1m
d
= 1590,81 m
g3
= Δh / d x 1000 = -0,629‰ (menurun) < 5‰
8.2.2 1.
OKE
OKE
Stacking Out Vertikal
PPV 1 (Cekung) g1
= -2,5 ‰
g2
= 1,107 ‰
A
= |g1 – g2| = 3,607
Lv
= 100 m
Ev
= A x Lv /800 = 0,451 m
½ Lv
= 50 m
Elv. A
= 28 m
Elv. PPV
= 24 m
Jarak A-PPV
= 1600 m
Jarak A-PLV
= 1550 m
Elv. PLV
= 24,125 m
Elv. PTV
= 24,055 m
(
)
(
)
Elv Grade Line = Ti + Yi C = ti – Ti 178
F = Ti – ti Tabel 8. 4 Stacking out vertikal PPV 1 Elevasi
Titik Xi
Grade
Yi (m)
Ti (m)
(m)
Line
2.
Grade Line
C (titi (m)
Ti) (m)
(m)
F (Titi) (m)
PLV
0
0
24,125
24,125
25
0,875
-
1
10
0,018
24,100
24,118
25
0,900
-
2
20
0,0721 24,075
24,147
25
0,925
-
3
30
0,1623 24,050
24,212
25
0,950
-
4
40
0,2886 24,025
24,314
25
0,975
-
PPV
50
0,4509 24,000
24,451
25
1,000
-
6
60
0,2886 24,011
24,300
25
0,989
-
7
70
0,1623 24,022
24,184
25
0,978
-
8
80
0,0721 24,033
24,105
25
0,967
-
9
90
0,018
24,044
24,062
25
0,956
-
PTV
100
0
24,055
24,055
25
0,945
-
PPV 2 (Cembung) g2
= 1,107 ‰
g3
= -1,882 ‰
A
= |g2 – g3| = 2,989
Lv
= 100 m
Ev
= A x Lv /800 = 0,374 m
½ Lv
= 50 m
Elv. 0+600
= 24 m
Elv. PPV
= 26 m
Jarak 1+600 -PPV= 1805,978 m Jarak 1+600 -PLV= 1755,978 m Elv. PLV
= 25,945 m 179
Elv. PTV
(
= 25,906 m
)
(
)
Elv Grade Line = Ti - Yi C = ti – Ti F = Ti – ti Tabel 8. 5 Stacking out vertikal PPV 2 Elevasi
Titik Grade
Xi
Yi (m)
Ti (m)
(m)
Line
3.
Grade Line
C (titi (m)
(m)
(m)
PLV
0
1
0
Ti)
F (Titi) (m)
25,945
25,945
26,777
0,832
-
10
0,0149 25,956
25,941
26,722
0,766
-
2
20
0,0598 25,967
25,907
26,667
0,700
-
3
30
0,1345 25,978
25,843
26,612
0,634
-
4
40
0,2392 25,989
25,750
26,556
0,567
-
PPV
50
0,3737 26,000
25,626
26,49
0,490
-
6
60
0,2392 25,981
25,742
26,416
0,435
-
7
70
0,1345 25,962
25,828
26,342
0,380
-
8
80
0,0598 25,944
25,884
26,268
0,324
-
9
90
0,0149 25,925
25,910
26,194
0,269
-
PTV
100
25,906
26,12
0,214
-
0
25,906
PPV 1 (Cekung) g3
= -1,882 ‰
g4
= 0,714 ‰ 180
A
= |g3 – g4| = 2,596
Lv
= 100 m
Ev
= A x Lv /800 = 0,324 m
½ Lv
= 50 m
Elv. 3+405,978
= 26 m
Elv. PPV
23 m
Jarak 3+405,978-PPV
= 1594,022 m
Jarak 3+405,978-PLV
= 1544,022 m
Elv. PLV
= 23,094 m
Elv. PTV
= 23,036 m
(
)
(
)
Elv Grade Line = Ti + Yi C = ti – Ti F = Ti – ti Tabel 8. 6 Stacking out vertikal PPV 3 Elevasi
Titik Grade
Xi
Yi (m)
Ti (m)
(m)
Line
Grade Line
C (titi (m)
Ti) (m)
(m)
F (Titi) (m)
PLV
0
0
23,094
23,094
23,01
-
0,084
1
10
0,013
23,075
23,088
23,008
-
0,067
2
20
0,0519 23,056
23,108
23,006
-
0,051
3
30
0,1168 23,038
23,154
23,004
-
0,034
4
40
0,2077 23,019
23,226
23,002
-
0,017
PPV
50
0,3245 23,000
23,325
23
-
0,000 181
4.
6
60
0,2077 23,007
23,215
23
-
0,007
7
70
0,1168 23,014
23,131
23
-
0,014
8
80
0,0519 23,021
23,073
23
-
0,021
9
90
0,013
23,029
23,042
23
-
0,029
PTV
100
0
23,036
23,036
23
-
0,036
PPV 2 (Cembung) g4
= 0,714 ‰
g5
= -0,629 ‰
A
= |g2 – g3| = 1,343
Lv
= 100 m
Ev
= A x Lv /800 = 0,168 m
½ Lv
= 50 m
Elv. 5+000
= 23 m
Elv. PPV
= 24 m
Jarak 5+000 -PPV= 1400 m Jarak 5+000 -PLV= 1350 m Elv. PLV
= 23,964 m
Elv. PTV
= 23,968 m
(
)
(
)
Elv Grade Line = Ti - Yi C = ti – Ti F = Ti – ti
182
Tabel 8. 7 Stacking out vertikal PPV 4 Elevasi
Titik Xi
Grade
Yi (m)
Ti (m)
(m)
Line
Grade Line
C (titi (m)
Ti) (m)
(m)
PLV
0
1
ti) (m)
23,964
23,964
22,797
-
1,167
10
0,0067 23,971
23,965
22,788
-
1,183
2
20
0,0269 23,979
23,952
22,779
-
1,199
3
30
0,0604 23,986
23,925
22,771
-
1,215
4
40
0,1074 23,993
23,885
22,762
-
1,231
PPV
50
0,1679 24,000
23,832
22,753
-
1,247
6
60
0,1074 23,994
23,886
22,746
-
1,247
7
70
0,0604 23,987
23,927
22,74
-
1,248
8
80
0,0269 23,981
23,954
22,733
-
1,248
9
90
0,0067 23,975
23,968
22,727
-
1,248
PTV
100
23,969
22,72
-
1,249
8.3
0
F (Ti-
0
23,969
Perhitungan Stasioning
Tikungan PI 1 Sta. A
=
0
m
Sta. P1
=
Sta. A
+
d1
Sta. Ts 1
=
Sta. P1
-
Ts 1
= 2168,145
-
317,612
= 1850,534 m
Sta. Ss 1
= Sta. Ts 1
+
Ls 1
= 1850,534 +
315,320
= 2165,854 m
Sta. St 1
= Sta. Ss 1
+
Ls 1
= 2165,854 +
315,320
= 2481,175 m
=
0,000
+ 2168,145 = 2168,145 m
Tikungan PI 2 Sta. P2
= Sta. St 1
+
(d2-Ts1)
Sta. Ts 2
=
-
Ts 2
Sta. P2
= 2481,175 + 1695,894 = 4177,068 m = 4177,068
-
258,871
= 3918,198 m 183
Sta. Ss 2
= Sta. Ts 2
+
Ls 2
= 3918,198 +
257,627
= 4175,825 m
Sta. St 2
= Sta. Ss 2
+
Ls 2
= 4175,825 +
257,627
= 4433,452 m
Tikungan PI 3 Sta. P3
= Sta. St 2
+
(d3-Ts2)
Sta. Ts 3
=
-
Ts 3
= 6030,083
-
208,901
= 5821,182 m
Sta. Ss 3
= Sta. Ts 3
+
Ls 3
= 5821,182 +
208,246
= 6029,429 m
Sta. St 3
= Sta. Ss 3
+
Ls 3
= 6029,429 +
208,246
= 6237,675 m
Sta. B
= Sta. St 3
+
Sta. P3
= 4433,452 + 1596,631 = 6030,083 m
(d4-LS 3) = 6237,675 + 1745,414 = 7983,089 m
Kontrol Stationing : Panjang Trase = 7990,813 m Panjang Stationing sampai titik B = 7983,089 m Maka Kontrol X1
= (∑d – Sta B) x 100 % <3 % = (7990,813 – 7983,089) x 100 % < 3 % = 0,1 % < 3 %
OKE
184
BAB IX PERHITUNGAN GALIAN DAN TIMBUNAN 9.1
Perhitungan Galian dan Timbunan Volume galian dan timbunan tanah dapat dihitung berdasarkan gambar
rencana alignment horizontal dan alignment vertikal. Pada perhitungan kali ini digunakan metode cross section yaitu dengan mengkombinasikan gambar perencanaan alignment horizontal dengan alignment vertikal, sehingga irisan penampang melintang jalan dapat digambarkan tegak lurus terhadap sumbu jalan sedemikian rupa sejauh daerah badan jalan, sesuai dengan topografi dan keaadaan daerah setempat, serta ketentuan spesifikasi jalan yang bersangkutan. Irisan cross section yang digambarkan pada perhitungan ini adalah setiap titik stasion (per 100 meter), setiap titik Ts, dan St. Banyaknya luas galian dan timbunan didapat dari gambar penampang melintang jalan rel. Setelah luas penampang galian dan timbunan didapat, maka perhitungan volume dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Dimana : V
: volume galian atau timbunan antara dua stasion
t1
: luas penampang melintang timbunan satu stasion/patok awal
t2
: luas penampang melintang timbunan satu stasion/patok berikutnya
g1
: luas penampang melintang galian satu stasion/patok awal
g2
: luas penampang melintang galian satu stasion/patok berikutnya
d
: jarak antara dua stasion Volume galian dan timbunan tanah dapat dihitung dengan menggunakan
planimetri, atau dengan menghitung luas masing-masing irisan penampang melintang.
185
Untuk mempermudah perhitungan selanjutnya, maka dibuatkan table kubikasi galian dan timbunan seperti berikut : Tabel 9. 1 Volume galian dan timbunan Luas penampang (m2)
Sta.
0+000
0+100
0+200
0+300
0+400
0+500
0+600
0+700
0+800
0+900
1+000
1+100
Galian
Timbunan
15,3229
3,531
12,2134
9,2024
5,8986
3,1875
4,9614
8,3116
12,0046
21,2459
28,7318
28,1675
22,2745
Jarak (m)
Volume (m3) Galian
Timbunan
100
1376,815
353,1
100
1070,79
353,1
100
755,05
353,1
100
454,305
353,1
100
407,445
353,1
100
663,65
353,1
100
1015,81
353,1
100
1662,525
353,1
100
2498,885
353,1
100
2844,965
353,1
100
2522,1
353,1
100
1906,08
353,1
3,531
3,531
3,531
3,531
3,531
3,531
3,531
3,531
3,531
3,531
3,531
186
1+200
1+300
1+400
1+500
1+600
1+700
1+800
15,8471
19,0859
22,9267
27,0439
30,9843
29,152
27,3504
1+850,534 27,0792
1+900
2+000
2+100
26,1946
24,4365
22,6965
2+165,854 22,0194
2+200
2+300
2+400
22,929
27,3453
31,5233
3,531 100
1746,65
353,1
100
2100,63
353,1
100
2498,53
353,1
100
2901,41
353,1
100
3006,815
353,1
100
2825,12
353,1
50,534
1375,273
178,4356
49,466
1317,621
173,685
100
2531,555
349,14
100
2356,65
349,14
65,854
1472,36
229,9227
34,146
767,404
119,2173
100
2513,715
349,14
100
2943,43
349,14
81,175
2558,904
283,4144
3,531
3,531
3,531
3,531
3,531
3,531
3,531
3,4914
3,4914
3,4914
3,4914
3,4914
3,4914
3,4914
187
2+481,175 31,5233
2+500
2+600
2+700
2+800
2+900
3+000
3+100
3+200
3+300
3+400
3+500
3+600
3+700
3+800
38,8971
38,8971
48,1021
44,5609
51,5706
49,8777
44,6505
39,1218
34,3664
23,405
14,9556
6,9937
5,4127
4,3902
3,4914 18,825
662,832
66,09834
100
3889,71
353,1
100
4349,96
353,1
100
4633,15
353,1
100
4806,575
353,1
100
5072,415
353,1
100
4726,41
353,1
100
4188,615
353,1
100
3674,41
353,1
100
2888,57
353,1
100
1918,03
353,1
100
1097,465
353,1
100
620,32
353,1
100
490,145
353,1
100
425,555
353,1
3,531
3,531
3,531
3,531
3,531
3,531
3,531
3,531
3,531
3,531
3,531
3,531
3,531
3,531
188
3+900
3+918,198
4+000
4+100
4+175,825
4+200
4+300
4+400
4+443,452
4+500
4+600
4+700
4+800
4+900
5+000
4,1209
4,6724
3,0058
3
3,0139
3,002
3,0037
3,0003
3,6147
5,1057
11,4306
13,2783
15,2713
12,9293
15,3694
3,531 18,198
80,01024
64,25714
81,802
314,0461
325,0484
100
300,29
547,14
75,825
228,002
562,7845
24,175
72,71719
198,1359
100
300,285
732,48
100
300,2
586,455
43,452
143,7175
195,5514
56,548
246,5606
208,6112
100
826,815
353,1
100
1235,445
353,1
100
1427,48
353,1
100
1410,03
353,1
100
1414,935
353,1
100
1516,255
353,1
3,531
4,4162
6,5266
8,3177
8,0741
6,5755
5,1536
3,8472
3,531
3,531
3,531
3,531
3,531
3,531
189
5+100
5+200
5+300
5+400
5+500
5+600
5+700
5+800
14,9557
24,5546
36,1826
54,5609
75,3755
73,3805
47,7536
22,57
5+821,182 20,8468
5+900
6+000
6+029,429
6+100
6+200
6+237,675
15,0808
8,114
5,7662
4,6978
3,5518
2,9389
3,531 100
1975,515
353,1
100
3036,86
353,1
100
4537,175
353,1
100
6496,82
353,1
100
7437,8
353,1
100
6056,705
353,1
100
3516,18
353,1
21,182
459,8273
74,79364
78,818
1415,871
276,7458
100
1159,74
349,14
29,429
204,2402
102,7484
70,571
369,2275
246,3916
100
412,48
365,01
37,675
122,2686
152,4952
62,325
185,3359
294,3953
3,531
3,531
3,531
3,531
3,531
3,531
3,531
3,531
3,4914
3,4914
3,4914
3,4914
3,8088
4,2865
190
6+300
6+400
6+500
6+600
6+700
6+800
6+900
7+000
7+100
7+200
7+300
7+400
7+500
7+600
7+700
3,0085
3,0059
3,0007
3,0423
3,0027
3,3628
4,0966
17,0297
21,9957
22,9741
23,6209
21,9615
20,9366
26,6799
29,3615
5,1606 100
300,72
584,6
100
300,33
646,715
100
302,15
636,775
100
302,25
579,71
100
318,275
460,15
100
372,97
373,62
100
1056,315
353,1
100
1951,27
353,1
100
2248,49
353,1
100
2329,75
353,1
100
2279,12
353,1
100
2144,905
353,1
100
2380,825
353,1
100
2802,07
353,1
100
2690,73
353,1
6,5314
6,4029
6,3326
5,2616
3,9414
3,531
3,531
3,531
3,531
3,531
3,531
3,531
3,531
3,531
191
7+800
7+900
7+990,81
24,4531
3,531 100
2244,295
353,1
90,81
1629,004
320,6501
Σ
166395
30752,24
Perbandingan
5,410824
1
20,4328
3,531
15,4444
3,531
Jadi, perbandingan untuk galian dan timbunan adalah : .....OK
192
BAB X PERENCANAAN SALURAN DRAINASE 10.1 Perencanaan Dimensi Saluran Samping Pada perencanaan dimensi saluran samping diperlukan data curah hujan, dan data yang diperoleh adalah sebagai berikut : Tabel 10. 1 Data Curah Hujan No. Tahun
Stasiun Kolbano
No.
Periode Ulang
Yt
Faktor Reduksi Rt (mm)
Rerata
Yn
Sn
Kolbano
0,522
1,0565
450,60
37,55
1
1986
786,52
1
2
0,3665
2
1987
601,30
2
5
1,4999
625,70
52,14
3
1988
217,60
3
10
2,2504
741,63
61,80
4
1989
394,70
4
20
2,9702
852,83
71,07
5
1990
326,10
5
50
3,9019
996,77
83,06
6
1991
404,70
6
100
4,6001
1.104,63
92,05
7
1992
555,00
7
200
5,2958
1.212,10
101,01
8
1993
656,00
8
500
6,2136
1.353,88
112,82
9
1994
575,50
9
1000
6,9073
1.461,04
121,75
10
1995
665,50
11
1996
671,50
12
1997
470,50
13
1998
471,00
14
1999
387,00
15
2000
390,20
16
2002
376,60
17
2003
537,10
18
2004
380,00
19
2005
151,00 193
Jumlah
9.017,82
Rata-rata
474,62
SD
163,21
Varians
26.637,94
Skewnes
-0,05
Didapat (Rmaks) adalah 121,75 mm/bulan = 121,75 x
= 0,169
mm/hari a) Perhitungan Dimensi Saluran Data yang diperoleh : C =1 Cs = 0,8 I = 0,169 mm/hari = 0,0001691 m/hari L = 7990,813 m b‘ = 30 m ket : 15 m ke kanan dan 30 m ke kiri A = L x b‘ = 7990,813 x 30 = 239724,395 m2
b) Debit rencana Qp = 0,0278 x C x Cs x A x I = 0,0278 x 1 x 0,8 x 239724,395 m2 x 0,0001691 m/hari = 0,9016 m3/det
c) Dimensi Saluran Dicoba untuk dimensi saluran dengan data : Bentuk saluran trapesium b = 50 cm = 0,5 m h = 80 cm = 0,8 m m=1 v = 1 m2/det s = 0,001 n = 0,015
194
Penyelesaian : Luas penampang basah saluran (A) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan rumus : A = (b+mxh)xh = (0,5 + 1 x 0,8) x 0,8 = 1,04 m2 Keliling basah saluran (P) √
√
Jari-jari hidrolis (R)
Syarat Q >Qp = 1,099 m3/det > 0,902 m3/det .....OK Maka dimensi saluran diatas dapat digunakan
Dan besar tinggi jagaan (w) sebesar 20cm = 0,2 m
Gambar 10. 1 Penampang Saluran 10.2 Perencanaan Dimensi Gorong – gorong Gorong – gorong berfungsi untuk menampung dan membawa air menyeberang/memotong jalan menuju ke saluran drainase, tiga bagian konstruksi utama gorong-gorong, yaitu : Pipa utama berfungsi untuk mengalirkan air dari hulu ke hilir secara langsung 195
Tembok Kepala berfungsi untuk menopang ujung dan lereng jalan serta tembok penahan yang dipasang bersudut dengan tembok kepala untuk menopang bahu jalan serta kemiringan jalan. Gorong – gorong yang direncanakan berbentuk lingkaran ( gorong-gorong pipa ), data – data untuk perhitungan, sebagai berikut : Q = 1,099 m3/det nd = 0,015 s = 0,001 d = 0,8 D F = 1/8 (θ – Sin θ) x D2 θ = 4,5 Ket : nd = Nilai koefisien kekerasan (n) ditentukan berdesarkan bahan yang digunakan untuk pembuatan saluran samping yaitu terbuat dari pasangan batu. S = Kemiringan saluran d = diameter rencana F = Luas Aliran Θ = sudut F = 1/8 (θ – Sin θ) x D2 Fd = 0,484 D2 F = Fd = 0,34 m2 √ d = 0,8 x D = 0,8 x 0,8 = 0,64 m Gorong – gorong berpenampang bulat dengan diameter 80 cm F = ¼ x π x (0,8)2 = 0,502 m2 K = π x (0,8) = 2,512 m
196
Debit aliran yang ditampung : Qr = V x F = 0,721 x 0,502 = 0,362 m3/det Kontrol : Qs = 0,4 m3/det
Qr = 0,362 m3/det .....OK
1. Kemiringan gorong-gorong untuk membuang air P = 2.r.θ = 2. 0,4.4,5 = 3,6
Maka digunakan gorong – gorong dengan diameter 80 cm
Gambar 10. 2 Penampang gorong-gorong 2. Pengecekan Sedimentasi .....OK
197
BAB XI SITASI REKAYASA TEKNIK JALAN REL 11.1 Sitasi (kutipan) Purwaamijaya. MT
Artikel
Jalan
Rel
Dr.Ir.H.Iskandar
Muda
MODEL PERUBAHAN LINGKUNGAN DI KORIDOR JALAN UNTUK MEWUJUDKAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (093L) Iskandar Muda Purwaamijaya 1, Wahyu Wibowo 2, Herwan Dermawan 3 dan Rina Marina Masri 4 1,2
Jurusan Pendidikan Teknik Sipil, Universitas Pendidikan Indonesia, Jl.Dr. Setiabudhi No 207 Bandung Email:
[email protected]
3,4
Jurusan Pendidikan Teknik Sipil, Universitas Pendidikan Indonesia, Jl. Dr. Setiabudhi No 207 Bandung Email:
[email protected]
ABSTRAK Pembangunan pergerakan
prasarana
jasa,
dan
barang
sarana
dan manusia
jalan
yang
untuk
pesat
meningkatkan
pengembangan
wilayah.
Ketidakseimbangan pertumbuhan prasana dan sarana jalan serta eksternalitas di koridor jalan menimbulkan banyak dampak negatif selain dampak positif dari maksud dan tujuan awal pembangunan prasarana dan sarana jalan. Model perubahan lingkungan di koridor jalan sangat penting dikembangkan untuk meningkatkan dampak pengenalan
positif dan mengurangi dampak negatif
variabel-variabel
yang memiliki
kepekaan
tinggi
melalui terhadap
perubahan lingkungan secara signifikan. Penelitian menggunakan metode deskriptif yang digunakan untuk menyajikan prasarana dan sarana jalan di dalam ruang yang meliputi komponen-komponen fisik-kimia, sosial-ekonomi dan biologis lingkungan serta mekanis eksplanatoris untuk fenomenafenomena sebab akibat seluruh komponen lingkungan. Metode deskriptif memungkinkan para perencana dan pelaksana pembangunan menganalisis secara tepat dalam ruang tentang keselarasan dan penyimpangan aktivitas 198
rencana dan pemanfaatan lahan di koridor jalan terhadap kemampuan lahannya. Metode mekanis eksplanatoris memungkinkan para pengambil kebijakan menemukan variabel-variabel yang paling memiliki kepekaan tinggi terhadap perubahan lingkungan yang positif dan negatif serta
mengusulkan
peraturan dan perundangan untuk meningkatkan kualitas lingkungan serta mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Metode ini diterapkan untuk aplikasi studi kasus di Jalan Soekarno-Hatta Kota Bandung Provinsi Jawa Barat Indonesia. Studi kasus ini digunakan untuk penerapan metode dan relevansi dengan pelayanan prasarana dan sarana jalan bagi masyarakat di Kota Bandung. Dengan menggunakan metode ini untuk meningkatkan pelayanan prasarana dan sarana jalan, dinas jalan dan jembatan di seluruh Indonesia dapat secara efektif dan efisien menginvestasikan sumber daya prasarana dan sarana jalan dalam ruang secara akurat serta mengoperasikan dan memelihara seluruh infrastuktur jalan di masa depan. Kata kunci: model perubahan lingkungan, koridor jalan, pembangunan berkelanjutan 1. PENDAHULUAN Pembangunan transportasi (darat, laut dan udara) dilakukan untuk menunjang pertumbuhan
ekonomis,
stabilitas nasional,
pemerataan
dan
penyebaran
pembangunan dengan menembus keterasingan dan keterbelakangan daerah terpencil sehingga semakin memantapkan perwujudan wawasan nusantara serta
memperkokoh
Pembangunan dan
ketahanan
nasional (Soejono
pengembangan transportasi
dan
Ramelan,
terus ditingkatkan
1994). untuk
mengantisipasi pertumbuhan permintaan akan angkutan penumpang dan barang. Pedoman Penentuan Standar Pelayanan Minimal Bidang Penataan Ruang, Perumahan dan Permukiman dan Pekerjaan Umum berdasarkan Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 534/KPTS/M/2001 untuk bidang pelayanan prasarana jalan wilayah terdiri dari bidang pelayanan jaringan jalan dan ruas jalan. Bidang pelayanan jaringan jalan terdiri dari aspek aksesibilitas, mobilitas dan kecelakaan dengan indikator tersedianya jaringan jalan yang mudah diakses oleh masyarakat, dapat menampung mobilitas 199
masyarakat serta dapat melayani pemakai jalan dengan aman. Bidang pelayanan ruas jalan terdiri dari aspek kondisi jalan dan kondisi pelayanan dengan indikator tersedianya ruas jalan yang dapat memberikan kenyamanan pemakai jalan serta dapat memberikan kelancaran pemakai jalan. Secara keseluruhan sarana angkutan jalan raya untuk mobil penumpang, bus, truk dan sepeda motor mengalami kenaikan rata-rata 8,88 % per tahun. Kondisi prasarana jalan yang mengalami kerusakan mencapai 32,60 % dan pertumbuhan sarana angkutan jalan raya sebesar 8,88 % menimbulkan penurunan kinerja jaringan jalan. Pembangunan prasarana dan pertumbuhan sarana jalan yang tidak seimbang dapat
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan,
keresahan
masyarakat
akibat
pembebasan
lahan
(tahap
yaitu
berupa
pra-konstruksi),
pencemaran udara, kebisingan, debu, getaran, gangguan aliran permukaan, pencemaran
air,
kerusakan
utilitas, peningkatan limbah, kemacetan (tahap
konstruksi), kecelakaan lalu-lintas, pencemaran udara, kebisingan, perubahan bentang alam dan tataguna lahan (tahap operasi dan pemeliharaan). 2. KAJIAN PUSTAKA Kajian rona wilayah adalah kajian untuk menemukenali potensi dan masalah pembangunan wilayah serta jenis tipologis wilayah untuk menyusun skenario penataan wilayah dalam rangka mencapai sasaran pembangunan (Amien, 1992). Rona wilayah terdiri dari komponen fisik-kimia, biologis dan sosial (Direktorat Jenderal Bina Marga, 1996). Komponen fisik-kimia terdiri dari iklim,
fisiografis,
hidrologis,
ruang,
lahan,
tanah,
kualitas
udara dan
kebisingan. Komponen biologis terdiri dari flora dan fauna. Komponen sosial terdiri dari demografis, ekonomis, budaya dan kesehatan masyarakat. Kajian rona
wilayah
dapat
dikelompokkan
berdasarkan
pendekatan
taksonomi
wilayah atau mengikuti model perkembangan rona sosial, ekonomis, fisik (sumberdaya alam dan lingkungan), struktur tataruang dan alokasi pemanfaatan ruang serta kelembagaan (Amien, 1992). Proses pembangunan dan operasional jalan dapat dibagi menjadi tahap prakonstruksi, tahap konstruksi dan tahap pasca-konstruksi (Direktorat Jenderal 200
Bina Marga, 1996; Tamboen, 1994). Tahap pra-konstruksi adalah kegiatan yang berkaitan dengan masalah pengadaan lahan dan pemindahan penduduk (Direktorat Jenderal Bina Marga, 1996). Kegiatan pra-konstruksi maksudnya untuk menyelesaikan segala sesuatu yang terkait dengan upaya memperoleh lahan yang diperlukan. Kegiatan pra-konstruksi termasuk pula merumuskan kebijakan pembayaran ganti rugi serta pemindahan penduduk. Kegiatan pengadaan lahan perlu didukung dengan data yang lengkap mengenai lokasi, luas, jenis peruntukan dan penduduk yang memiliki lahan atau menempati lahan. Untuk melengkapi data yang dibutuhkan pada pra-konstruksi dilakukan survei areal dengan melakukan pemancangan dan perintisan (Tamboen, 1994). Tahap konstruksi adalah kegiatan pelaksanaan fisik konstruksi seperti kegiatan mobilisasi tenaga kerja atau alat-alat berat, pengoperasian base camp, penyiapan tanah dasar, pekerjaan konstruksi jalan atau jembatan serta kegiatan pengangkutan sesuai dengan gambar dan syarat-syarat teknis yang telah dirumuskan serta disiapkan pada kegiatan kegiatan-kegiatan perencanaan teknis (Direktorat Jenderal Bina Marga, 1996). Tahap pasca-konstruksi adalah kegiatan mengoperasikan prasarana dan sarana transportasi yang telah dibangun pada masa garansi oleh kontraktor (Direktorat Jenderal Bina Marga, 1996). Tahap pasca-konstruksi meningkatkan aksesibilitas, geometrik jalan dan penggunaan kendaraan (Tamboen, 1994). Klasifikasi fungsional atau hirarki jalan diatur dalam UURI No.13 tahun 1980 tentang jalan dan Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 1985 tentang jalan. Hirarki jalan penting dan mempunyai pengaruh yang sangat luas. Ada berbagai macam klasifikasi jalan sesuai dengan keperluannya. Pengelompokan jalan dapat dibagi berdasarkan wewenang pembinaan, perancangan teknis dan fungsi jalan (Ditjen Bangda dan LPM ITB, 1994). Pengelompokkan jalan
menurut
wewenang pembinaan terbagi atas : jalan nasional yaitu jalan umum yang pembinaannya dilakukan oleh menteri dan jalan daerah yang terdiri dari jalan propinsi, jalan kota dan jalan kabupaten yang pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Pengelompokkan jalan menurut perancangan teknis (design) yang sesuai dengan Rancangan Pedoman Perancangan Geometrik Jalan 201
Kota tahun 1998 dibagi menjadi jalan tipe I kelas I dan II serta tipe II kelas I, II, III dan IV. Pengelompokan jalan menurut Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 1992 dibagi menjadi kelas I, II, III A, III B, III C berdasarkan muatan sumbu terberat (MST) kendaraan serta konstruksi jalan. Pengelompokkan jalan menurut fungsi yang sesuai dengan UU 13/1980 dan PP 26/1985 dibagi menjadi jaringan jalan primer dan sekunder yang masing-masing terdiri dari jalan arteri, kolektor serta lokal. Jalan arteri adalah jalan yang melayani angkutan jarak jauh dengan kecepatan rata-rata kendaraan tingi dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien. Jalan kolektor adalah jalan yang yang melayani angkutan jarak sedang sebagai pengumpul dan pembagi kendaraan dengan kecepatan rata-rata kendaraan sedang serta jumlah jalan masuk dibatasi. Jalan lokal adalah jalan yang melayani angkutan jarak dekat dengan kecepatan rata-rata kendaraan rendah serta jumlah jalan masuk tidak dibatasi (Ditjen Bangda dan LP ITB, 1993). Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 534/KPTS/M/2001 mengenai Pedoman Penentuan Standar
Pelayanan
Minimal
Bidang
Penataan
Ruang, Perumahan
dan
Permukiman dan Pekerjaan Umum bidang pelayanan prasarana jalan wilayah terdiri dari Jaringan Jalan dan Ruas Jalan (Depkimpraswil, 2003). Bidang pelayanan
jaringan
jalan
memiliki
aspek
aksesibilitas, mobilitas
dan
kecelakaan. Ruas jalan memiliki aspek kondisi jalan dan kondisi pelayanan. Aspek aksesibilitas indikatornya adalah tersedianya jaringan jalan yang mudah
diakses
oleh
masyarakat, aspek
mobilitas
indikatornya adalah
tersedianya jaringan jalan yang dapat menampung mobilitas masyarakat dan aspek kecelakaan indikatornya adalah tersedianya jaringan jalan yang dapat melayani pemakai jalan dengan aman. Bidang pelayanan ruas jalan memiliki aspek kondisi jalan dan kondisi pelayanan. Aspek kondisi jalan indikatornya adalah tersedianya ruas jalan yang dapat memberikan kenyamanan pemakai jalan dan aspek kondisi pelayanan indikatornya adalah tersedianya ruas jalan yang dapat memberikan kelancaran pemakai jalan. Dampak pembangunan jalan terhadap lingkungan adalah merupakan hubungan antara kegiatan pembangunan jalan dengan komponen lingkungan. Kegiatan 202
pembangunan jalan dapat dibagi dalam 3 tahapan, yaitu : pra-konstruksi, konstruksi
dan
pasca-konstruksi.
Dalam
kegiatan
pra-konstruksi
dapat
disebutkan survei areal dan pembebasan lahan. Pembebasan lahan dapat dirinci menjadi kegiatan penentuan batas areal dan ganti rugi lahan. Kegiatan aktivitas dalam tahapan pra-konstruksi jelas memberikan pengaruh pada komponen lingkungan. Kegiatan masa konstruksi yang diperkirakan akan memberikan pengaruh pada
komponen
lingkungan
ialah mobilisasi
alat
berat,
pembersihan
areal/bukit, pembuatan jalan dan jembatan. Mobilisasi alat-alat berat akan memberikan
pengaruh pada
kondisi
prasarana
transportasi. Pembersihan
areal/bukit memberikan pengaruh pada perubahan tataguna lahan, eksistensi flora dan fauna serta tenaga kerja. Pembuatan jalan akan memberikan pengaruh pada tenaga kerja dan kualitas air. Pembuatan jembatan akan memberikan pengaruh terhadap tenaga kerja, kualitas air dan perubahan pola air sungai. Kegiatan pasca-konstruksi akan meningkatkan aksesibilitas, geometrik jalan serta penggunaan sarana kendaraan. Peningkatan tingkat aksesibilitas pemakai jalan akan menghemat waktu perjalanan, meningkatkan arus informasi, menyebabkan perubahan tataguna lahan serta mengubah karakteristik perjalanan (trip). Peningkatan geometrik jalan akan memberikan pengaruh terhadap keselamatan perjalanan serta dampak estetis peninggalan sejarah. Penggunaan kendaraan yang meningkat akibat beroperasinya suatu ruas jalan akan memberikan dampak terhadap semakin meningkatnya produksi kendaraan serta volume lalu-lintas. Dampak kegiatan pembangunan jalan terhadap komponen lingkungan dapat bersifat
relatif
pendek
atau
panjang jangka
waktunya.
Dampak
dapat
berbentuk polusi yang diakibatkan oleh sarana jalan atau penipisan (deplisi) sumberdaya alam yang diakibatkan oleh rute prasarana jalan. 3. METODOLOGI Penelitian dilakukan di Kota Bandung dengan posisi 107o32' 48",39 Bujur Timur sampai dengan 107o 44' 07",55 Bujur Timur serta 06o 58' 16",72 Lintang Selatan sampai dengan 06o 50' 21",06 Lintang Selatan terutama di 203
Kecamatan
Babakan
Ciparay,
Bojongloa
Kaler,
Bojongloa
Kidul,
Astanaanyar, Regol, Lengkong, Bandung Kidul, Margacinta, Rancasari, Cibiru, Ujungberung, Arcamanik, Kiaracondong, Batununggal, Andir dan Cibeunying Kidul. Jalan yang akan diteliti adalah Jalan Soekarno Hatta Bandung yang memiliki panjang 17,67 km. Lokasi penelitian disajikan pada Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian. Waktu penelitian dilakukan selama 8 bulan dari bulan Februari 2013 sampai dengan September 2013.
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini dikelompokkan berdasarkan tahap pembangunan prasarana jalan yang diawali dengan rona awal wilayah studi untuk mengenali karakteristik wilayah studi. Bahan dan alat yang digunakan pada tahap mengenali rona awal wilayah studi dikelompokkan berdasarkan komponen sosial kependudukan, ekonomis, struktur tata ruang, alokasi pemanfaatan ruang dan sumberdaya alam. Bahan-bahan yang digunakan untuk mengenali rona awal wilayah studi adalah : Buku laporan statistik Kota Bandung dalam Angka, Buku laporan Neraca Kependudukan dan Lingkungan Hidup Daerah, Buku laporan statistik Transportasi di Kota Bandung.
204
Bahan dan alat yang digunakan pada tahap pra-konstruksi jalan adalah hasil angket (questioner) dan angket yang disebarkan kepada masyarakat untuk keperluan pengadaan tanah dan pemukiman kembali penduduk. Bahan dan alat yang digunakan pada tahap konstruksi jalan adalah buku laporan, peta dan gambar tahap pengembangan daerah kerja, pekerjaan konstruksi jalan dan pengembangan daerah kerja ke kondisi semula atau mendekati kondisi semula. Bahan dan alat yang digunakan pada tahap pasca-konstruksi dikelompokkan berdasarkan dampak-dampak yang ditimbulkan, yaitu : gangguan terhadap arus lalu-lintas berupa formulir isian survey lalu-lintas dengan menggunakan alat counter dan video camera recorder, peningkatan pencemaran udara dan kebisingan berupa udara yang berada di koridor jalan dengan menggunakan perangkat alat analisis pencemar udara dan perangkat alat pengukur kebisingan (sound level meter), peningkatan pencemaran air dan volume air harian berupa air yang berada di badan air di koridor jalan dengan menggunakan perangkat alat analisis pencemar air dan perangkat alat pengukur debit air, penurunan kesehatan masyarakat berupa buku laporan kesehatan masyarakat, perubahan penggunaan dan tutupan lahan berupa peta-peta penggunaan lahan menggunakan perangkat lunak dan keras alat analisis spasial digital, perubahan sosial berupa angket yang disebarkan ke kantor-kantor kecamatan yang dilalui oleh jalan, perubahan fauna dan flora berupa laporan jumlah fauna dan flora yang berada di koridor jalan. Analisis yang dilakukan dalam penelitian terdiri dari : analisis spasial menggunakan system informasi geografik, analisis fisik lingkungan yang meliputi analisis fisik-kimia air, udara dan tanah, analisis sosial ekonomi, analisis flora dan fauna serta analisis system dinamis. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan lingkungan pada tahap pra-konstruksi Jalan Soekarno-Hatta di Kota Bandung mengenai 33.962 orang dengan luas wilayah mencapai 3,534 km2 dengan biaya pembebasan lahan mencapai nilai Rp. 7.068.000.000,00 (tujuh milyard enam puluh delapan juta rupiah). Produksi lahan pertanian yang hilang pada tahap pra-konstruksi jalan mencapai 2.120,4 ton gabah kering 205
giling per tahun dengan nilai mencapai Rp. 212.040.000,00 (dua ratus dua belas juta empat puluh ribu rupiah). Jumlah kepala keluarga petani yang kehilangan pekerjaan dari sektor pertanian mencapai
3.774
kepala
keluarga.
Selisih
pendapatan petani per kapita dari hasil pembebasan lahan dengan dari sektor pertanian adalah sebesar Rp. 1.816.600,00 (satu juta delapan ratus enam belas ribu enam ratus rupiah). Kegiatan tahap pra-konstruksi secara finansial tidak merugikan petani selama 12 bulan. Perubahan lingkungan pada tahap konstruksi Jalan Soekarno-Hatta di Kota Bandung mengenai 33.962 orang dengan luas wilayah mencapai 7,068 km2. Perubahan guna lahan dari pertanian menjadi luas perkerasan adalah 247.380.000 m2, untuk median jalan seluas 17.670.000 m2, untuk bahu jalan seluas 35.340.000 m2 dan untuk saluran drainase seluas 17.670.000 m2. Jenis flora yang hilang dari lahan sawah yang menjadi daerah milik jalan adalah padi (Oryza sativa spp) sebanyak 3.600.000.000 rumpun, kangkung (Ipomoea aquatica) sebanyak 560.000.000 rumpun dan genjer (Limnocharis flava) sebanyak 560.000.000 rumpun pula. Jenis fauna yang hilang dari lahan sawah yang menjadi daerah milik jalan adalah katak (Rana macrodon, R. Cancrivora,R. Limnocharis) sebanyak 3.180.600 ekor, belut (Monopterus albus) sebanyak 6.361.200 ekor dan ular sawah (Phyton reticulatus) sebanyak 3.180.600 ekor pula. Jumlah orang yang dipekerjakan pada tahap konstruksi sebanyak 1.736 orang yang mengerjakan pembangunan konstruksi jalan, bangunan bawah jembatan dan bangunan
atas
jembatan.
Perubahan
prasarana
transportasi
yang
menghubungkan Jalan Sudirman di sebelah barat dengan Cibiru di sebelah timur Kota Bandung melalui ruas jalan Sudirman-Pasir Koja (1.500,16 meter), ruas jalan Pasir Koja-Kopo (2.366,00 meter), ruas jalan Kopo-Cibaduyut (664,53 meter), ruas jalan Cibaduyut-Mohammad Toha (1.643,48 meter), ruas jalan Mohammad Toha-Buah Batu (2.635,61 meter), ruas jalan Buah BatuKiaracondong (957,15 meter), ruas jalan Kiaracondong-Gede Bage (5.995,12 meter) dan ruas jalan Gede Bage-Cibiru (2.809,67 meter). Perubahan kualitas air sungai yang melewati Jalan Soekarno-Hatta di Kota Bandung Jawa Barat menyebabkan parameter BOD (standar baku mutu 30 mg/L), 206
COD (standar baku mutu 60 mg/L) dan Nitrogen (standar baku mutu 0,06 mg/L) melampaui standar baku mutu yang ditetapkan oleh PDAM Kota Bandung.
Perubahan
lingkungan
pada
tahap
pasca-konstruksi
jalan
menghemat waktu tempuh perjalanan dari Jalan Soedirman ke Cibiru sekurangnya selama 1 jam 20 menit 37,86 detik dengan kecepatan kendaraan mencapai 20 km/jam. Perubahan lingkungan jalan tahap pasca-konstruksi mengenai 1.084.006 orang pada awal operasi jalan dan 1.145.728 orang pada akhir tahun 2003 dengan luas wilayah persebaran dampak di 18 kecamatan yang memiliki luas mencapai 7.708.491,1 m2. Perubahan guna lahan permukiman cenderung naik dari seluas 69,20 km2 pada tahun 1992 menjadi 85,40 km2 pada akhir tahun 2000. Perubahan guna lahan pertanian terus menurun dari 27,10 km2 pada tahun 1992 menjadi hanya seluas 15,44 km2 pada akhir tahun 2000. Jumlah kendaraan yang melewati Jalan Soekarno-Hatta di Kota Bandung cenderung naik dengan puncak volume lalu-lintasnya berada di Jalan Buah Batu dan Leuwi Panjang (18.000 satuan mobil penumpang selama 24 jam). Parameter kualitas udara yang melampaui baku mutu di sekitar daerah pengukuran Jalan Soekarno-Hatta pada tahun 2003 adalah O3 (oksidan) 0,538 ppm per jam (baku mutu 0,08 ppm per jam), SPM (suspended particulate matter) 151,12g/m3/jam (baku mutu 150g/m3/jam), HC (hidrocarbon) 1,256 /3 jam (baku mutu 0,24 / 3 jam) dan kebisingan (noise) 75,23 dBA (baku mutu 50 dBA untuk ruang terbuka hijau). Hasil pemantauan polusi udara yang dilakukan oleh kendaraan laboratorium polusi udara selama 8 jam sehari pada Bulan Desember 2004 di Jalan Sukarno Hatta pada lokasi Jalan Elang, Leuwi Panjang, Buah Batu, Margahayu Raya, Gede Bage dan Cibiru untuk kualitas udara parameter NOx (baku mutu 0,05 ppm) dan SPM (baku mutu 150 g/m3) melampaui baku mutu berdasarkan Standard Baku Mutu Udara Ambien (Kep.41/MENKLH/1999) pada selang waktu jam 08.00 sampai dengan jam 11.00 dan jam 14.00 s.d jam 15.00. Untuk parameter kualitas udara O3 (baku mutu 0,10 ppm), SO2 (baku mutu 0,10 ppm) dan CO (20 ppm) tidak melampaui baku mutu pada semua waktu pengamatan dan di semua lokasi pengukuran. Untuk kualitas udara parameter HC4 (baku mutu 207
0,24 ppm) dan non-HC (baku mutu 0,24 ppm) melampaui baku mutu di semua lokasi pengukuran dan pada semua selang waktu. Parameter kualitas udara yang harus dikendalikan karena prasarana dan sarana jalan adalah NOx, SPM, HC4 dan non-HC. Perubahan lingkungan yang terjadi pada tahapan pra-konstruksi jalan karena kegiatan pembebasan lahan untuk komponen sosial, ekonomi dan budaya memberikan perubahan besar
dan penting terhadap sektor pertanian yang
sifat perubahannya permanen dan memiliki pengaruh ke tahapan konstruksi dan sektor-sektor pembangunan lain. Perubahan lingkungan yang terjadi pada tahap
konstruksi
jalan
karena
pekerjaan
galian
dan
timbunan
untuk
komponen fisik dan biologis memberikan perubahan besar dan penting terhadap lahan-lahan pertanian yang dilewati oleh koridor jalan yang sifat perubahannya permanen dan memiliki pengaruh berganda terhadap komponen sosial dan ekonomi serta menjadi pemicu perubahan lingkungan untuk tahap pascakonstruksi. Perubahan lingkungan yang terjadi pada tahap pasca-konstruksi karena jumlah sarana kendaraan yang melewati jalan untuk komponen sosial, ekonomis dan budaya memberikan perubahan besar dan penting terhadap pengembangan wilayah dan pergeseran sektor pertanian ke sektorsektor pembangunan lain yang sifat perubahannya dinamis. Perubahan komponen fisik dan kimia yang disebabkan oleh sarana kendaraan yang melewati jalan berupa perubahan besar dan penting terhadap kualitas udara dan air yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap kesehatan lingkungan. Perubahan tidak langsung komponen biologis yang disebabkan oleh sarana kendaraan yang melewati jalan berupa perubahan besar dan penting terhadap jumlah flora dan fauna karena kenaikan terjadinya konversi lahan-lahan pertanian menjadi lahan-lahan industri dan permukiman. Pola perubahan lingkungan untuk komponen sosial, ekonomi dan budaya pada tahap pra-konstruksi jalan dari hasil permodelan dinamis menunjukkan pola perubahan linier mengikuti perubahan linier panjang koridor jalan yang dibebaskan untuk pembangunan jalan. Pola perubahan lingkungan untuk komponen sosial, ekonomi dan budaya, fisik dan biologis pada tahap 208
konstruksi jalan dari hasil permodelan dinamis menunjukkan pola perubahan linier mengikuti pola perubahan linier implementasi pembangunan konstruksi jalan dan jembatan. Pola perubahan lingkungan untuk komponen sosial, ekonomi dan budaya serta fisik-kimia pada tahap pasca-konstruksi jalan menunjukkan pola perubahan yang fluktuatif (turun naik) mengikuti perubahan fluktuatif jumlah sarana kendaraan yang melewati jalan. Pola perubahan lingkungan untuk komponen fisik dan biologis pada tahap pasca-konstruksi jalan hasil permodelan dinamis menunjukkan pola perubahan linier mengikuti pola perubahan linier populasi di wilayah yang dilewati jalan. Komponen-komponen
lingkungan
pada
tahap
pra-konstruksi jalan
yang
memiliki kepekaan (sensitivitas) tinggi terhadap lingkungan adalah parameter (1) harga lahan, (2) jumlah penduduk yang terkena pembebasan lahan, (3) fraksi luas lahan sawah terhadap luas pembebasan lahan, (4) jumlah kepala keluarga petani, (5) kepadatan penduduk, (6) penerimaan penjualan gabah kering giling, (7) harga jual gabah kering giling per bobot, (8) produksi gabah kering per luas lahan sawah, (9) penerimaan bersih pertanian, (10) lebar pembebasan lahan, (11) kelahiran dan (12) inmigrasi. Komponen-komponen lingkungan (sensitivitas)
pada
tahap
tinggi
pra-konstruksi
terhadap
jalan
lingkungan
yang
adalah
memiliki
parameter
kepekaan (1)
biaya
perkerasan jalan, (2) biaya bangunan bawah jembatan, (3) tenaga kerja untuk 1 km pembangunan jalan, (4) tenaga kerja untuk 1 m3 volume bangunan atas, (5) tenaga kerja untuk 1 m3 volume bangunan bawah, (6) kerapatan padi (flora) dan (7) kerapatan katak (fauna). Komponen-komponen lingkungan pada tahap pra-konstruksi jalan yang memiliki kepekaan (sensitivitas) tinggi terhadap lingkungan adalah parameter (1) fraksi penduduk terhadap lahan permukiman dan pertanian, (2) konstanta penggunaan lahan, dan (3) fraksi fisikkimia air dan udara terhadap satuan mobil penumpang per jam. 5. KESIMPULAN Kesimpulan
yang dapat
diambil
dari
hasil
penelitian
mengenai
pola
perubahan lingkungan yang disebabkan oleh prasarana dan sarana jalan (studi kasus : di Jalan Soekarno-Hatta Kota Bandung Jawa Barat), yaitu : 209
(1) Hasil evaluasi proses pembangunan dan operasional prasarana dan sarana jalan
mengenali 3 tahapan pembangunan jalan yang
memberikan
dampak
(perubahan) positif dan negatif terhadap lingkungan yang pengelolaan dan pemantauan lingkungannya harus mempertimbangkan peningkatan perekonomian daerah, mengurangi perubahan bentang alam, mengurangi penurunan kualitas lingkungan dan mengurangi keresahan masyarakat. (2) Rona awal lingkungan wilayah studi termasuk wilayah tipe 1, yaitu
wilayah yang memiliki
growth potentials (keunggulan sumberdaya atau lokasi) yang besar tetapi tingkat dan arah perkembangannya memiliki potensi untuk melampaui daya dukung wilayahnya. (3) Perubahan penting terhadap lingkungan pada tahap pra-konstruksi terjadi pada komponen sosial, ekonomi dan budaya. Perubahan penting terhadap lingkungan pada tahap konstruksi terjadi pada komponen sosial, ekonomi, budaya, fisik dan biologis. Perubahan penting terhadap lingkungan pada tahap pasca-konstruksi terjadi pada komponen sosial, ekonomi, budaya, fisik, kimia dan biologis. Kebijakan-kebijakan lingkungan pada tahap prakonstruksi jalan yang dapat mengurangi dampak negatif dan meningkatkan dampak positif terhadap lingkungan adalah :
Harga lahan untuk pembebasan lahan harus bernilai di antara nilai jual objek pajak (NJOP) dengan harga pasar agar pihak penjual lahan dan pemerintah memperoleh manfaat dan pengorbanan yang seimbang dan wajar.
Jumlah penduduk yang terkena pembebasan lahan harus didekati secara manusiawi dan memperoleh informasi yang cukup mengenai rencana pembebasan lahan dengan melakukan sosialisasi kepada semua penduduk yang terkena pembebasan lahan.
Fraksi luas lahan sawah terhadap luas pembebasan lahan harus diukur secara akurat agar alokasi ketetapan jumlah dana pembebasan lahan untuk lahan sawah dan non-sawah tidak menimbulkan ketidakpuasan dari para pemilik lahan.
Jumlah kepala keluarga petani harus dicacah dengan tepat melalui data dari
kelurahan
untuk
mengantisipasi kegiatan
informasi jumlah kepala keluarga petani,
yang
membutuhkan
seperti rencana
relokasi 210
penduduk ke tempat lain dengan karakteristik wilayah yang mirip dengan wilayah asal.
Kepadatan penduduk harus diketahui untuk kegiatan pra-konstruksi jalan agar dapat digunakan untuk merancang urutan prioritas pembebasan lahan dari yang wilayahnya memiliki kepadatan rendah ke wilayah yang memiliki kepadatan tinggi.
Penerimaan penjualan gabah kering giling harus dihitung dengan akurat agar para petani mengetahui secara benar bahwa nilai dana pembebasan lahan telah memperhitungkan kerugian para petani berupa pengorbanannya kehilangan penerimaan penjualan gabah kering yang diperoleh jika lahan sawah petani tidak dibebaskan.
Harga jual gabah kering giling per bobot harus ditetapkan secara wajar mengikuti
mekanisme
pasar
agar
studi kelayakan ekonomis rencana
pembangunan jalan dapat diterima berdasarkan fenomena lapangan dan oleh semua pihak yang terlibat
Produksi gabah kering per luas lahan sawah harus diketahui secara tepat melalui survei ke lapangan agar para pemilik lahan memperoleh informasi secara benar komponen penerimaan produksi lahannya untuk komponen penerimaan analisis finansial kegiatan pertanian.
Penerimaan bersih pertanian merupakan selisih dari penerimaan kotor produksi
lahan sawah
terhadap
total pengeluaran bersih dan pajak.
Penerimaan bersih pertanian harus dapat ditetapkan secara akurat agar nilai harga pembebasan lahan dapat diterima para petani dengan sukarela.
Lebar pembebasan lahan harus direncanakan dengan jelas agar para pemilik lahan yang terkena pembebasan lahan memperoleh kepastian hukum terhadap lahannya.
Kelahiran penduduk harus disurvei dengan akurat karena mempengaruhi pula jumlah penduduk yang terkena pembebasan lahan dan programprogram kependudukan untuk pemulihan.
211
Inmigrasi harus disurvei dengan akurat untuk menghindarkan terjadinya konflik antara penduduk pribumi dengan para pendatang karena kegiatan spekulasi lahan. Kebijakan-kebijakan lingkungan pada tahap konstruksi jalan yang
dapat mengurangi dampak negatif dan meningkatkan dampak positif terhadap lingkungan adalah :
Biaya perkerasan jalan harus dihitung dengan tepat memperhitungkan inflasi agar konstruksi perkerasan yang dibangun memenuhi spesifikasi teknis yang ditetapkan dan memenuhi umur rencana sehingga tidak terjadi pemborosan dana pembangunan.
Biaya bangunan bawah jembatan harus dihitung secara teliti karena memberikan dampak terhadap keselamatan para pengguna sarana kendaraan yang melewati jembatan.
Tenaga kerja untuk 1 km pembangunan jalan harus dihitung dengan tepat agar waktu pembangunan jalan dapat dicapai sesuai rencana sehingga jalan dapat dioperasikan tepat waktu dan tidak memboroskan biaya konstruksi jalan.
Tenaga kerja untuk 1 m3 volume bangunan atas harus dihitung dengan tepat agar waktu pembangunan konstruksi bentang jembatan dapat dicapai sesuai rencana sehingga jalan dapat dioperasikan tepat waktu dan tidak memboroskan biaya konstruksi bentang jembatan.
Tenaga kerja untuk 1 m3 volume bangunan bawah harus dihitung dengan tepat agar waktu pembangunan konstruksi pondasi dan abutment dapat dicapai sesuai rencana sehingga jalan dapat dioperasikan tepat waktu dan tidak memboroskan biaya konstruksi pondasi dan abutment jembatan.
Kerapatan padi (flora) harus dihitung dengan tepat sebagai masukan bagi para pengambil keputusan bidang pertanian untuk menggantikan tingkat produktivitas jumlah rumpun yang hilang dengan produksi di lahan lain atau merekomendasikan varietas lain dengan jumlah produksi yang lebih besar. 212
Kerapatan katak (fauna) harus dihitung dengan tepat sebagai masukan bagi para perencana terhadap keseimbangan ekosistem dan perannya dalam rantai makanan sehingga jika terjadi ledakan hama dan penyakit pada lingkungan dapat dipecahkan secara tepat melalui upaya budidaya atau relokasi fauna. Kebijakan-kebijakan lingkungan pada tahap pasca-konstruksi jalan
yang dapat mengurangi dampak negatif dan meningkatkan dampak positif terhadap lingkungan adalah :
Fraksi penduduk terhadap lahan permukiman dan pertanian harus dapat diketahui secara akurat melalui sensus pertanian sebagai masukan bagi para pengambil keputusan yang berkepentingan dengan perencanaan tataruang.
Konstanta penggunaan lahan harus diketahui dengan tepat melalui serangkaian penelitian empiris di lokasi-lokasi yang berbeda dengan waktu pengamatan yang berbeda pula sehingga dapat dirancang penggunaan lahan yang fungsinya saling sinergis dalam ruang dan mengurangi berbagai masalah kemacetan, pemborosan bahan bakar, waktu dan tenaga.
Fraksi fisik-kimia air dan udara terhadap satuan mobil penumpang per jam harus diteliti secara lebih terperinci dengan memperhatikan kontribusi sumber-sumber dari industri, permukiman dan gejala di alam sehingga dapat diperkirakan satuan mobil penumpang yang tepat terkait dengan kualitas fisik-kimia air dan udara.
Pengelolaan lingkungan pada tahap pra-konstruksi jalan adalah dengan melakukan metode partisipasi dan sosialisasi kepada semua pihak yang terkait. Metode partisipasi
dan
menghindarkan
sosialisasi adanya
pada
penolakan
tahap oleh
pra-konstruksi masyarakat
dan
jalan
untuk
keresahan
di
lapangan sehingga tujuan dan sasaran tahap pra-konstruksi jalan dapat tercapai dengan tepat guna, berdayaguna dan optimal. Metode partisipasi dan sosialisasi pada tahap pra-konstruksi jalan merupakan upaya menilai kelayakan sosial pembangunan jalan. Pengelolaan lingkungan pada tahap konstruksi jalan harus dilakukan dengan suatu survei pengukuran dan pemetaan lahan di 213
sepanjang koridor jalan, penyelidikan tanah, pekerjaan galian dan timbunan, pembangunan pondasi jalan dan perkerasan jalan berikut perlengkapannya. Implementasi metode perencanaan jaringan (network planning) pada tahap konstruksi jalan dengan demikian menjadi penting agar tahap konstruksi jalan dapat diselesaikan tepat pada waktunya dan tidak memboroskan dana pembangunan. Kelayakan teknis dan finansial pada tahap konstruksi jalan adalah upaya menilai diterima atau tidaknya kegiatan pada tahap konstruksi dari standar teknis dan standar finansial lembaga-lembaga
yang
berwenang.
Pengelolaan lingkungan pada tahap pasca-konstruksi jalan adalah dengan cara menerapkan penghargaan dan sangsi (reward and punishment) para pihak yang terkait dan pengguna prasarana dan sarana kendaraan. Prasarana jalan harus diperbaiki sistem drainasenya untuk menghindarkan bahaya banjir dan memperpanjang umur
pakai
perkerasan
jalan. Sarana
kendaraan
yang
melewati jalan harus dibatasi dengan cara penerapan jalur-jalur searah untuk selang waktu tertentu, pembatasan umur kendaraan, penerapan batas minimal penumpang dan uji emisi kendaraan untuk periode waktu tertentu. Lahan-lahan di koridor jalan dihijaukan dengan tanaman-tanaman yang mampu menyerap emisi gas buang dan kebisingan serta dicadangkan sejumlah lahan untuk ruang terbuka hijau dan luasan perairan dalam bentuk danau. Cara pemantauan lingkungan pada tahap pra-konstruksi jalan adalah dengan melibatkan para fasilitator di wilayah-wilayah yang dilewati koridor jalan dan dikoordinir oleh seorang ketua tim kegiatan pembebasan lahan. Para fasilitator di lapangan mempunyai peran sebagai sumber informasi dari pelaksana pembebasan lahan untuk pembangunan jalan kepada masyarakat di lapangan. Para fasilitator juga memberikan laporan kemajuan pembebasan lahan kepada ketua tim serta melaporkan berbagai kendala yang terjadi di lapangan untuk didiskusikan pemecahan masalahnya
secara
bersama-sama.
Cara
pemantauan lingkungan pada tahap konstruksi jalan adalah dengan cara menugaskan para penyelia teknis untuk pembangunan jalan dan jembatan yang
dibekali
dengan
suatu
perangkat kendali
kurva
s
dan
jadwal
penyediaan bahan, jadwal kerja tenaga kerja dan jadwal waktu pelaksanaan. 214
Para penyelia lapangan akan dipantau oleh ketua tim melalui bukti kemajuan yang tergambar pada perbandingan kurva s pelaksanaan dengan kurva s dari lapangan. Cara pemantauan lingkungan pada tahap pasca-konstruksi adalah dengan cara menerapkan izin mendirikan bangunan dan pajak bumi dan bangunan yang tinggi untuk lahan-lahan pertanian yang terkonversi. Prasarana jalan dipantau dengan melakukan pemeriksaan rutin oleh pemerintah terhadap perkerasan jalan dan drainase jalan. Sarana kendaraan dipantau dengan survei lalu-lintas pada periode waktu tertentu berikut pemantauan kualitas udara dan air oleh laboratorium berjalan seperti laboratorium mobil. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada DP2M DIKTI, Ketua LPPM UPI, Rektor UPI, Dekan FPTK UPI, Ketua Jurusan Pendidikan Teknik Sipil FPTK UPI, Kepala BAPPEDA Kota Bandung, Dinas Perhubungan Kota Bandung, Dinas Tata Ruang Provinsi Jawa Barat, Badan Pertanahan Nasional Kota Bandung, Masyarakat di koridor Jalan Soekarno-Hatta Kota Bandung serta berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan data, finansial, tenaga serta perizinan yang telah diberikan. Semoga Alloh SWT membalas budi baik Bapak/Ibu, Saudara dan Saudari dengan pahala yang berlipat ganda. Amin Yaa Robbal Alamin. DAFTAR PUSTAKA Amien, M. (1992). ―Studi Tipologi Kabupaten‖. Direktorat Tata Kota dan Tata Daerah,Direktorat Jenderal Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum. Ujung Pandang. Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. (2003).―Informasi Produk Pengaturan Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah‖. Sekretariat Jenderal Depkimpraswil. Jakarta. Direktorat Jenderal Bina Marga. Jalan
(Perencanaan)‖.
(1996).―Aspek Lingkungan pada Pekerjaan Kabupaten Roads Master
Training
Plan.
Departemen Dalam Negeri, Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah, Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Bina Marga. Jakarta. 215
Lembaga
Penelitian
ITB.
(1993).
―Kebutuhan Transportasi.
Pelatihan
Pengelolaan Sistem Transportasi Kota. Direktorat Pembangunan Kota‖, Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah, Departemen Dalam Negeri, Lembaga Penelitian ITB. Bandung. Soejono dan Ramelan, S. (1994). ―Arah Pengembangan Sarana Transportasi dalam
Memasuki PJP II
Khususnya Repelita
Annual Conference on Road Engineering.
VI.Proceedings. Fifth
Himpunan Pengembangan
Jalan Indonesia, Direktorat Jenderal Bina Marga, Badan Litbang Pekerjaan Umum. Bandung. Tamboen, Fifth
F.
(1994).‖Metodologi Andal Annual
Conference
on
Transportasi‖. Technical Road Engineering.
Papers.
Himpunan
Pengembangan Jalan Indonesia, Direktorat Jenderal Bina Marga, Badan Litbang Pekerjaan Umum. Bandung.
216
BAB XII PENUTUP 12.1
Simpulan Rel adalah struktur balok menerus yang diletakkan di atas tumpuan
bantalan yang berfungsi sebagai penuntun/mengarahkan pergerakan roda kereta api yang terbuat dari batangan baja. Rel juga disediakan untuk menerima secara langsung dan menyalurkan beban kereta api kepada bantalan tanpa menimbulkan defeksi yang berarti pada bagian balok rel diantara tumpuan bantalan. Oleh itu, harus memiliki nilai kekakuan balok tertentu sehingga perpindahan beban titik roda dapat menyebar secara baik pada tumpuan di bantalan. Batang rel tentunya tidak bisa berdiri sendiri, harus ada satu kesatuan dengan sub sistem yang lain sehingga membuat suatu konstruksi rel yang baik. Wesel adalah pertemuan dua sepur yang menyebabkan kereta berbelok. Wesel terdiri dari berbagai jenis sesuai dengan fungsi dan jumlah arah beloknya. Biasanya wesel dapat ditemukan di emplasemen, sebagai tempat berputarnya arah kereta api di stasiun. Seperti rel pada umunya wesel juga didirikan diatas bantalan wesel. Bantalan wesel diberi tanda dan diletakan sesuai dengan gambar kerja kemudian dipasangkan dengan bagian yang lainnya dengan dimulai pada gerakan lidah supaya dapat memudahkan pemasangan bantalan wesel dari baja. Apabila sebual wesel baru harus dimasukan pada rel yang lama maka wessel tersebut disetel terlebih dahulu pada suatu tempat yg ditinggikan. Panjang wesel diambil genap dari panjang batang rel ditambah renggangan. Pada Proses Pemeliharaan kereta api merupakan hal yang sangat penting mengingat kerugian yang akan ditimbulkan jika proses tersebut diabaikan. Jika dilihat dari sisi organisasi angkutan yang baik, PT KAI seharusnya mempunyai sistem perawatan yang dianggarkan secara khusus dan terlepas dari organisasi PT KAI sehingga bisa lebih optimal, Kalau ada yang rusak dapat segera diperbaiki
217
atau memprediksi kemungkinan lainnya. Ini memang bisa menjadi boros, namun dengan sistem perawatan yang ada saat ini masih potensial menempatkan konsumen sebagai korban. Setelah melakukan perhitungan maka didapatkan kordinat-kordinat dari setiap wesel: Tabel 12. 1 Koordinat wesel biasa Koordinat Titik
X
Y
A
-1000,0000
0,0000
B
0,0000
0,0000
C
8249,2668
-109,9902
D
28824,3668
-889,6589
E
31661,8240
-1067,0000
F
34512,6104
-1067,0000
G
49032,0000
-1067,0000
H
-1000,0000
-1067,0000
K
-232,1330
-1067,0000
M
1656,3639
-109,9902
N
8235,0014
-1179,8951
O
10833,2654
-1230,6801
P
28757,1187
-1965,6296
Q
31587,3850
-2141,0569
Tabel 12. 2 Koordinat wesel simetris Koordinat Titik
X
Y
A
-1000,00
533,50
B
0,00
535,01
C
19250,31
425,01
D
32630,73
177,96
E
38330,91
0,00
F
44040,48
0,00
F'
44034,92
-178,08
218
H
-1000,00
-533,50
K
-528,08
-533,50
M
15250,92
425,01
N
19244,18
-647,99
O
21351,84
-668,51
P
32597,11
-898,78
Q
38286,02
-1066,12
Tabel 12. 3 Koordinat wesel inggris Koordinat Titik
X
Y
EI
0,0000
0,0000
A
-17094,9471
0,0000
C
-5479,0408
362,6966
D
-14253,5451
88,7073
N
-14219,9675
-986,8263
O
-5465,6669
-707,2198
P
0,0000
-533,6964
E
0,0000
533,6964
A'
17094,9471
0,0000
C'
5479,0408
362,6966
D'
14253,5451
88,7073
N'
14219,9675
-986,8263
O'
5465,6669
-707,2198
P'
0,0000
-533,6964
Tabel 12. 4 Koordinat wesel tergeser Koordinat Sebelum Pergeseran Titik
X
Y
A
-1000,00000
0,00000
B
0,00000
0,00000
C
5822,09710
-68,49526
D
28092,43062
-894,91406
219
E
30845,80564
-1067,00000
F
33696,59198
-1067,00000
G
49032,00000
-1067,00000
H
-1000,00000
-1067,00000
K
-261,29390
-1067,00000
M
-354,01529
-68,49526
N
5809,50974
-1138,42122
O
8320,01808
-1182,32112
P
28025,23786
-1969,99815
Q
30772,57107
-2131,50479
Koordinat Sesudah Pergeseran Titik
X
Y
A'
27092,43062
-1067,00000
B'
28092,43062
-1067,00000
C'
33914,52772
-998,50474
D'
56184,86123
-172,08594
E'
58938,23626
0,00000
H'
27092,43062
0,00000
K'
27831,13672
0,00000
M'
27738,41533
-998,50474
N'
33901,94035
71,42122
O'
36412,44869
115,32112
P'
56117,66848
902,99815
Q'
58865,00169
1064,50479
Alignment Horizontal Kelas Jalan Rel III Vr = 100 km/jam Alternatif yang dipakai = Alternatif 3 Panjang trase = 7990,813 m
220
PI-1 : Jenis Lengkung = Spiral - Spiral R
= 900m
L
= 630,641 m
Ls
= 315,32 m
Ts
= 317,612 m
Es
= 18,699 m
PI-2 : Jenis Lengkung = Spiral - Spiral R
= 900m
L
= 515,254 m
Ls
= 257,627 m
Ts
= 258,871 m
Es
= 12,418 m
PI-3 : Jenis Lengkung = Spiral - Spiral R
= 900m
L
= 416,493 m
Ls
= 208,246 m
Ts
= 208,901 m
Es
= 8,085 m
Galian dan Timbunan Perbandingan Galian dan Timbunan yang didapat dari perhitungan adalah : Galian = 166395,952 m3 Timbunan = 30752,237 m3 Galian
: 5,411 :
Timbunan 1
221
12.2
Saran Pemeliharaan tidak hanya dilakukan pada kereta apinya saja, fasilitas-
fasilitas yang mendukung berjalannya kereta api perlu dilakukan perawatan, contohnya rel kereta yang harus rajin diinspeksi untuk melihat apakah ada rel yang rusak, atau kerusakan pada modul sinyal atau terputusnya kabel konektor sehingga menyebabkan gangguan pada komunikasi data antara stasiun dan kereta api. Semua masalah teknis ini menggila lantaran kualitas perawatan ternyata begitu buruk yang mengakibatkan terjadinya kecelakaan. Dalam mendisain wesel, kita harus mempunyai panduan yang bisa digunakan sebagai referensi. Salah satu referensi yang bisa digunakan adalah PD 10. Dalam pengerjaan tugas ini harus sangat teliti dan paham akan konstruksi jalan rel, agar dapat mempermudah langkah-langkah dalam pengerjaan tugas ini, selain itu peralatan menggambar seperti penggaris, penghapus, pensil, spidol, dll harus senantiasa dimiliki karena akan dipakai pada saat penggambaran wesel manual. Selain itu juga kita harus mahir dalam mengoperasikan progam AUTOCAD, karena setelah gambar manual selesai maka gambar tersebut akan dipindahkan dan digambar ulang dalam AUTOCAD. Ketelitian juga dibutuhkan dalam penyekalaan gambar.
222
DAFTAR PUSTAKA Hapsoro,Tri Utomo Suryo. 2009. Jalan Rel .Fakultas Teknik Sipil – Universitas Gajah Mada. Beta Offfset Yogyakarta. H. Hidayat dan Rachmadi. 2001. Catatan Kuliah Rekayasa Jalan Rel. Penerbit ITB. Bandung PD 10 Perencanaan Konstruksi Jalan Rel.2012 Penjelasan Peraturan Perencanaan Konstruksi Jalan Rel.2012 Perusahaan Jawatan Kereta Api.1986. Perencanaan Konstruksi Jalan Rel . PJKA.Bandung PJKA. 1986. Peraturan Perencanaan Konstruksi Jalan Rel (Peraturan Dinas No. 10). Bandung Prasarana Transportasi Jalan Rel. Jurusan Teknik Sipil UMY. Yogyakarta. Purwaamijaya, I.M. 2013. RekayasaTeknik Jalan Rel. Laboratorium Ukur Tanah FPTK UPI. Bandung. Purwaamijaya, Iskandar Muda, dkk. ―Model Perubahan Lingkungan di Koridor Jalan Untuk mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan.‖ (Halaman : 15-22) Supratman, Agus, DRTS. 2002. Geometri Jalan Raya. Bandung : FPTK UPI Utomo, Suryo Hapsoro Tri, Ir., Ph.D. 2009. Jalan Rel. Yogyakarta : Beta Offset
223 xi
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR..............................................................................................i DAFTAR ISI............................................................................................................ii DAFTAR GAMBAR..............................................................................................vi DAFTAR TABEL...................................................................................................ix BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 1.1
Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2
Maksud dan Tujuan .................................................................................. 2
1.3
Sistematika Penulisan ............................................................................... 3
BAB II SEJARAH DAN TEKNOLOGI TERKINI JALAN REL ......................... 5 2.1
Sejarah Jalan Rel ...................................................................................... 5
2.2
Sejarah Jalan Rel di Indonesia .................................................................. 7
2.3
Teknologi Terkini Jalan rel .................................................................... 13
2.3.1
Aeromovel .......................................................................................... 13
2.3.1.1 Sejarah Aeromovel di Indonesia ......................................................... 14 2.3.1.2 Spesifikasi teknis Teknologi Aerotrain: ............................................. 16 2.3.1.3 Tinjauan 8 tahun pertama ke-ekonomian Teknologi sistem Aeromovel 17 2.3.1.4 Kelebihan Aeromovel ......................................................................... 18 2.3.1.5 Sistem Percontohan Aeromovel.......................................................... 19 2.3.1.6 Teknologi Aeromovel ......................................................................... 19 2.3.2
Maglev ................................................................................................ 24
2.3.3
Kereta Gantung ................................................................................... 35
BAB III KOMPONEN JALAN REL.................................................................... 42 3.1
Pengertian Umum ................................................................................... 42
3.2
Komposisi Bahan Rel ............................................................................. 43 ii 224
3.2.1
Komposisi Bahan ................................................................................ 43
3.2.2
Jenis Rel dengan Komposisi Bahan Khusus ....................................... 44
3.2.3
Bentuk Dan Dimensi Rel Di Indonesia............................................... 46
3.2.3.1 Bentuk dan Dimensi Rel ..................................................................... 46 3.2.3.2 Penentuan Dimensi Rel ....................................................................... 48 3.3
Umur Rel ................................................................................................ 51
3.4
Stabilitas Rel Panjang ............................................................................. 51
BAB IV GEOMETRIK JALAN REL .................................................................. 60 4.1
Lebar Sepur ............................................................................................ 60
4.2
Lengkung Horizontal .............................................................................. 61
4.2.1
Lengkung Lingkaran ........................................................................... 62
4.2.2
Lengkung Lingkaran Tanpa Lengkung Transisi ................................. 66
4.2.3
Lengkung Transisi .............................................................................. 67
4.2.4
Lengkung S ......................................................................................... 70
4.3
Percepatan Sentrifugal ............................................................................ 70
4.4
Peninggian Rel ....................................................................................... 71
4.5
Pelebaran Sepur ...................................................................................... 76
4.6.
Kelandaian .............................................................................................. 82
4.6.1
Landai Penentu ................................................................................... 83
4.6.2
Landai Curam ..................................................................................... 83
4.7.
Lengkung Vertikal .................................................................................. 85
4.7.1.
Lengkung Cembung ............................................................................ 85
4.7.2.
Lengkung Cekung ............................................................................... 88
BAB V KONSTRUKSI JALAN REL .................................................................. 89 5.1
Pengenalan Jalan Rel .............................................................................. 89 225iii
5.2
Konstruksi Jalan Rel ............................................................................... 91
5.3
Jalan Rel Luar Biasa ............................................................................. 105
5.4
Emplasemen ......................................................................................... 112
5.5
Wesel/Turnout ...................................................................................... 115
5.6
Jenis Wesel ........................................................................................... 115
5.7
Gambar macam-macam wesel .............................................................. 116
5.8
Komponen wesel .................................................................................. 118
5.9
Rel dan Geometrik Wesel..................................................................... 121
5.10 Perancangan Wesel ............................................................................... 122 5.11 Persilangan ( Crossing) ........................................................................ 125 5.12 Persilangan dengan Jalan Raya/ Perlintasa Sebidang ........................... 129 BAB VI PERHITUNGAN WESEL DAN GAYA SENTRIFUGAL ................. 134 6.1
Wesel Biasa Tipe C .............................................................................. 134
6.2
Wesel Simetris Tipe J ........................................................................... 141
6.3
Wesel Inggris Tipe D ........................................................................... 147
6.4
Wesel Tergeser Tipe A ......................................................................... 152
6.5
Perhitungan Gaya Sentrifugal............................................................... 160
BAB VII PERHITUNGAN ALIGNMENT HORIZONTAL DAN VERTIKAL ............................................................................................................................. 163 7.1
Perencanaan Dan Perhitungan Alignment Horizontal .......................... 163
7.2
Perencanaan Garis Trase Jalan ......................................................... 163
7.3
Perhitungan Sudut Belok Betul ........................................................ 164
7.4
Perhitungan panjang tangen .............................................................. 165
7.5
Perhitungan Tikungan Pertama (PI – 1) ........................................... 166
7.6
Perhitungan Tikungan Kedua (PI – 2) .............................................. 169 226iv
7.7
Perhitungan Tikungan Kedua (PI – 3) .............................................. 172
BAB VIII STACKING OUT .............................................................................. 175 8.1
Perhitungan Stacking Out Horizontal ................................................... 175
8.2
Perhitungan Stacking Out Vertikal ....................................................... 177
8.2.1
Perencanaan Landai Jalan ................................................................. 177
8.2.2
Stacking Out Vertikal ....................................................................... 178
8.3
Perhitungan Stasioning ......................................................................... 183
BAB IX PERHITUNGAN GALIAN DAN TIMBUNAN ................................. 185 9.1
Perhitungan Galian dan Timbunan ....................................................... 185
BAB X PERENCANAAN SALURAN DRAINASE ......................................... 193 10.1 Perencanaan Dimensi Saluran Samping ............................................... 193 10.2 Perencanaan Dimensi Gorong – gorong ............................................... 195 BAB XI SITASI REKAYASA TEKNIK JALAN REL......................................198 11.1 Sitasi (kutipan) Artikel Jalan Rel Dr.Ir.H.Iskandar Muda Purwaamijaya. MT ......................................................................................................................198 BAB XI PENUTUP.............................................................................................217 11.1 Simpulan ............................................................................................... 217 11.2 Saran ..................................................................................................... 222 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 223
227
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Kereta Api di Jepang (Shinkansen) .................................................... 6 Gambar 2. 2 Pembangunan Jalan Rel di Indonesia ................................................. 8 Gambar 2. 3 Aeromovel di TMII .......................................................................... 17 Gambar 2. 4 Teknologi Aeromovel telah ―proven‖ selama 25 tahun di Taman Mini Indonesia Indah ..................................................................................................... 18 Gambar 2. 5 Bagian Rel Kereta Maglev ............................................................... 30 Gambar 2. 6 Maglev di Jepang ............................................................................. 32 Gambar 2. 7 Aeromovel di Inggris ....................................................................... 32 Gambar 2. 8 Aeromovel di Perancis ..................................................................... 33 Gambar 2. 9 Aeromovel di China ......................................................................... 33 Gambar 2. 10 Aeromovel di Jerman ..................................................................... 34 Gambar 2. 11 Aeromovel di Spanyol .................................................................... 34 Gambar 2. 12 Aeromovel di Italy ......................................................................... 35 Gambar 3. 1 Nilai Maksimum Keausan Rel Menurut PD 10 tahun 1986 ............. 44 Gambar 3. 2 Perbandingan Komposisi Kimia Rel Pengerasan di Ujung dan el Standar .................................................................................................................. 45 Gambar 3. 3 Bentuk Struktur Makro Rel dengan Pengerasan di Ujung ............... 45 Gambar 3. 4 Profil Rel R 60 dan R 54 .................................................................. 47 Gambar 3. 5 Profil R 24 dan R 41......................................................................... 48 Gambar 3. 6 Bagan Alir Perencanaan Dimensi Rel ............................................. 50 Gambar 3. 7 Kerusakan Akibat Gaya Longitudinal .............................................. 54 Gambar 3. 8 Strukturisasi Elemen Rel pada Daerah Muai .................................. 55 Gambar 3. 9 Pengujian Tahanan Torsi Penambat di Laboratorium ..................... 58 Gambar 3. 10 Pengujian Tahanan Momen Lateral di Laboratorium .................... 58 Gambar 3. 11 Pengujian Tahanan Balas di Laboratorium .................................... 59 Gambar 4. 1 Lebar sepur ....................................................................................... 61 Gambar 4. 2 Lengkung Horizontal ........................................................................ 61 Gambar 4. 3 Kedudukan kereta pada saat lengkung horizontal ............................ 62 Gambar 4. 4 Diagram kelengkungan lengkung transisi ........................................ 69 228 vi
Gambar 4. 5 Lengkung transisi bentuk cubic parabola ......................................... 69 Gambar 4. 6 Bentuk Lengkung S ......................................................................... 70 Gambar 4. 7 Diagram peninggian rel .................................................................... 75 Gambar 4. 8 Posisi roda dan gardar teguh pada saat kereta melalui lengkung ..... 78 Gambar 4. 9 Ukuran gardar teguh yang digunakan di Indonesia .......................... 78 Gambar 4. 10 Gardar teguh dan rel pada posisi 2 ................................................. 79 Gambar 4. 11 Penyederhanaan posisi roda pada waktu melintasi lengkung ........ 80 Gambar 4. 12 Konstruksi rel penahan ................................................................... 83 Gambar 4. 13 Landai Curam ................................................................................. 84 Gambar 4. 14 Alignment Vertikal ......................................................................... 85 Gambar 4. 15 Lengkung Cembung ....................................................................... 86 Gambar 4. 15 Lengkung vertikal berbentuk lengkung lingkaran ......................... 87 Gambar 5. 1 Rel .................................................................................................... 89 Gambar 5. 2 Profil Rel R-60, R-54 ....................................................................... 90 Gambar 5. 3 Track Geotechnology and Substructure Management ..................... 91 Gambar 5. 4 Konstruksi jalan rel .......................................................................... 91 Gambar 5. 5 Rel kereta api.................................................................................... 92 Gambar 5. 6 Sambungan tegak ............................................................................. 94 Gambar 5. 7 Sambungan gantung ......................................................................... 94 Gambar 5. 8 Bantalan kayu ................................................................................... 96 Gambar 5. 9 Bantalan baja ................................................................................... 97 Gambar 5. 10 Bantalan beton ................................................................................ 99 Gambar 5. 11 Bantalan slab ............................................................................... 100 Gambar 5. 12 Pelat penyambung untuk rel R.42, R.50 dan R.54. ...................... 101 Gambar 5. 13 Pelat penyambung untuk rel R.60. ............................................... 101 Gambar 5. 14 Penambat Elastik Nabla ............................................................... 103 Gambar 5. 15 Jalur Rel Gigi ............................................................................... 106 Gambar 5. 16 Cable Railway .............................................................................. 109 Gambar 5. 17 Mono Rail di Malaysia ................................................................. 110 Gambar 5. 18 Jalur monorel Tama Toshi, Tokyo, Jepang .................................. 112 Gambar 5. 19 Emplasemen Stasiun Kecil ........................................................... 113 229 vii
Gambar 5. 20 Wesel ............................................................................................ 116 Gambar 5. 21 Gambar Macam-Macam Wesel .................................................... 116 Gambar 5. 22 Wesel Inggris Penuh..................................................................... 116 Gambar 5. 23 Wesel Inggris Setengah ................................................................ 117 Gambar 5. 24 Sentral stasiun di Milan dengan 24 platform tracks ..................... 117 Gambar 5. 25 Bagian-bagian wesel .................................................................... 118 Gambar 5. 26 Wesel Biasa Arah kanan .............................................................. 119 Gambar 5. 27 Ujung lidah wesel ......................................................................... 119 Gambar 5. 28 Jarum ............................................................................................ 119 Gambar 5. 29 Rel Lantak .................................................................................... 119 Gambar 5. 30 Tuas penggerak lidah rel ............................................................. 120 Gambar 5. 31 Motor penggerak lidah rel ............................................................ 120 Gambar 5. 32 Posisi pemasangan bantalan pada wesel ...................................... 120 Gambar 5. 33 Kombinasi Wesel dan Crossing ................................................... 121 Gambar 5. 34 Skema Wesel ................................................................................ 122 Gambar 5. 35 Frog .............................................................................................. 123 Gambar 5. 36 Crossing........................................................................................ 125 Gambar 5. 37 Tumpuan roda pada persilangan .................................................. 125 Gambar 5. 38 Persilangan siku ........................................................................... 125 Gambar 5. 39 Persilangan Miring ....................................................................... 126 Gambar 5. 40 Persilangan miring (Tajam) .......................................................... 126 Gambar 5. 41 Penempatan jarum ........................................................................ 126 Gambar 5. 42 Persilangan Tumpul ..................................................................... 127 Gambar 5. 43 Part of Crossing (Acute angle crossing) ...................................... 127 Gambar 5. 44 Diamond Crossing ........................................................................ 128 Gambar 5. 45 Squae Crossing ............................................................................. 128 Gambar 5. 46 Perlintasan dengan palang pintu ................................................... 129 Gambar 10. 1 Penampang Saluran ...................................................................... 195 Gambar 10. 2 Penampang gorong-gorong .......................................................... 197
viii 230
DAFTAR TABEL Tabel 3. 1 Kadar C dan Mn pada rel WR dan PJKA ............................................ 44 Tabel 3. 2 Klasifikasi Tipe Rel di Indonesia ......................................................... 47 Tabel 3. 3Dimensi Profil R 42, R 50, R 54 dan R 60 ............................................ 48 Tabel 3. 4 Tegangan Ijin Profil Rel Berdasarkan Kelas Jalan di Indonesia ........ 49 Tabel 4. 1 Persyaratan jari-jari minimum lengkung horisontal............................. 67 Tabel 4. 2 Peninggian rel Lengkung Horizontal berdasarkan peninggian normal 76 Tabel 4. 3 Pelebaran sepur sesuai jari-jari lengkung horizontal .......................... 81 Tabel 4. 4 Perlebaran sepur yang digunakan oleh PT. Kereta Api (persero) ........ 82 Tabel 4. 5 Landai penentu jalan rel ....................................................................... 84 Tabel 4. 6 Jari-jari minimum lengkung vertikal.................................................... 87 Tabel 5. 1 Klasifikasi Jalan Rel............................................................................. 93 Tabel 5. 2 Klasifikasi Jalan Rel Dan Siklus Perawatan Menyeluruh .................... 95 Tabel 5. 3 Kemiringan Tepi Bawah Kepala Rel Dan Tepi Atas Kaki Rel.......... 101 Tabel 5. 4 Kecepatan KA pada wesel ................................................................. 121 Tabel 5. 5 Jumlah perlintasan di seluruh Indonesia ............................................ 129 Tabel 5. 6 Koefisien gesek ( f) ........................................................................... 131 Tabel 5. 7 Panjang pengereman .......................................................................... 132 Tabel 6. 1 Besar pelebaran sepur ........................................................................ 137 Tabel 6. 2 Besar pelebaran sepur untuk berbagai jari-jari tikungan ................... 144 Tabel 6. 3 Besar pelebaran sepur untuk berbagai jari-jari tikungan ................... 150 Tabel 6. 4 Besar pelebaran sepur untuk berbagai jari-jari tikungan ................... 155 Tabel 6. 5 Variasi gaya sentrifugal terhadap macam-macam gerbong kereta pada wesel biasa .......................................................................................................... 161 Tabel 6. 6 Variasi gaya sentrifugal terhadap macam-macam gerbong kereta pada wesel simetris ...................................................................................................... 161 Tabel 6. 7 Variasi gaya sentrifugal terhadap macam-macam gerbong kereta pada wesel inggris ....................................................................................................... 162 Tabel 6. 8 Variasi gaya sentrifugal terhadap macam-macam gerbong kereta pada wesel tergeser ...................................................................................................... 162 Tabel 7. 1 Data trase............................................................................................ 164 ix 231
Tabel 7. 2 Kontrol sudut belok ............................................................................ 166 Tabel 7. 3 Kontrol panjang tangen ...................................................................... 166 Tabel 8. 1 Stacking out horizontal PI - 1 ............................................................. 175 Tabel 8. 2 Stacking out horizontal PI – 2 ............................................................ 176 Tabel 8. 3 Stacking out horizontal PI – 3 ............................................................ 176 Tabel 8. 4 Stacking out vertikal PPV 1 ............................................................... 179 Tabel 8. 5 Stacking out vertikal PPV 2 ............................................................... 180 Tabel 8. 6 Stacking out vertikal PPV 3 ............................................................... 181 Tabel 8. 7 Stacking out vertikal PPV 4 ............................................................... 183 Tabel 9. 1 Volume galian dan timbunan ............................................................. 186 Tabel 10. 1 Data Curah Hujan............................................................................. 193 Tabel 12. 1 Koordinat wesel biasa ...................................................................... 218 Tabel 12. 2 Koordinat wesel simetris .................................................................. 218 Tabel 12. 3 Koordinat wesel inggris ................................................................... 219 Tabel 12. 4 Koordinat wesel tergeser .................................................................. 219
x 232