PERANCANGAN BANGUNAN AIR (DRAINASE) I.
PENGERTIAN 1)
Drainase berasal dari kata drain (mengeringkan) (mengeringka n) adalah prasarana yang berfungsi mengalirkan air permukaan akibat hujan ke badan penerima air dan atau ke bangunan resapan buatan.
2)
Drainase perkotaan adalah drainase di wilayah kota yang berfungsi mengendalikan air permukaan akibat hujan, sehingga tidak mengganggu baik aktifitas serta harta benda milik Negara maupun masyarakat dan dapat memberikan manfaat bagi kehidupan manusia.
3)
Rencana Detail adalah adalah rencana teknik suatu prasarana pada pada suatu daerah perkotaan.
4)
Badan penerima air adalah adalah sumber air di permukaan tanah berupa berupa sungai, laut dan dan danau, dan dibawah permukaan tanah berupa air tanah didalam akifer.
5)
Bangunan pelengkap adalah adalah bangunan yang ikut mengatur dan mengendalikan mengendalika n sistem aliran air hujan agar aman dan mudah melewati jalan, belokan, daerah curam, bangunan tersebut seperti gorong-gorong, perternuan saluran. bangunan terjunan, jembatan, jembatan, street street inlet , pompa, pompa, pintu air.
6)
Daerah genangan adalah daerah kawasan yang tergenang air akibat tidak berfungsinya sistem drainase.
7)
Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah daerah tangkapan air yang mengalirkan air kedalam saluran.
8)
Kala ulang adalah selang waktu pengulangan kejadian hujan atau debit banjir rencana yang mungkin terjadi.
9)
Rencana induk sistem drainase perkotaan adalah perencanaan dasar yang menyeluruh pada suatu daerah perkotaan untuk jangka panjang.
10) Kelayakan adalah rencana kegiatan yang diusulkan telah memenuhi kriteria tertentu yang ditetapkan. 11) Studi kelayakan sistem drainase drainase adalah rencana kegiatan kegiatan yang diusulkan yang memenuhi kriteria kelayakan teknis, ekonomi, lingkungan. 12) Saluran primer adalah saluran drainase yang menerima air dari saluran sekunder dan menyalurkannya ke badan penerima air. 13) Saluran sekunder adalah saluran drainase yang menerima air dari saluran tersier dan menyalurkannya ke saluran primer.
14) Saluran tersier adalah saluran drainase yang menerima air dari sistem drainase lokal dan menyalurkannya ke saluran sekunder. 15) Sistem drainase lokal adalah saluran dan bangunan pelengkap yang melayani sebagian wilayah perkotaan. 16) Sistem drainase utama adalah saluran dan bangunan pelengkap yang melayani seluruh daerah perkotaan. 17) Studi terkait adalah studi lain yang terkait dengan kegjatan drainase kota yang memuat data berupa : hidrologi, topografi, geologi, geografi, hidrogeologi. 18) Tinggi jagaan adalah ketinggian yang diukur dan permukaan air maksimum sampai permukaan tanggul saluran. 19) Waktu pengaliran adalah waktu yang diperlukan oleh titik air hujan yang jatuh ke permukaan tanah dan mengatir ke ketitik saluran drainase yang diamati. 20) Waktu drainase adalah waktu yang diperlukan oleh titik air hujan yang mengalir dari satu titik ke titik lain dalam saluran drainase yang diamati. 21) Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan oleh titik air hujan yang jatuh pada permukaan tanah dan mengalir sampai di suatu titik di saluran drainase yang terdekat.
II.
LANGKAH-LANGKAH PERENCANAAN DRAINASE
1. Analisa Topografi a. Layout atau skema aliran rencana drainase b. Luas daerah pengaliran c. Panjang saluran rencana
2. Analisa Hidrologi a. Curah hujan maksimum b. Intensitas curah hujan c. waktu konsentrasi d. Debit limpasan 3. Analisa Hidrolika a. Kecepatan aliran di dalam saluran drainase b. Perencanaan debit saluran c. Desain saluran 4. Perencanaan bangunan pelengkap sistem drainase, Seperti: a. Bangunan terjunan b. Gorong-gorong c. Sumur resapan, dan lain-lain
Dalam suatu perencanaan sistem drainase diperlukan data-data sebagai berikut : 1. Data Hidrologi Data hidrologi yaitu data curah hujan dari tahun ke tahun yang digunakan untuk mengetahui curah hujan rancangan. Data curah hujan bisa didapat dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setempat atau yang berdekatan dengan daerah perencanaan. 2. Data topografi Data topografi dapat berupa peta situasi dan topografi yang merupakan hasil pengukuran langsung di lapangan atau dari sumber lain. Peta situasi dan topografi adalah peta yang menyajikan informasi dari keadaan permukaan lahan atau daerah yang dipetakan, informasi yang disajikan meliputi keadaan fisik (detail) baik yang bersifat alamiah maupun buatan manusia serta keadaan relief (tinggi rendahnya) permukaan lahan atau areal daerah pengukuran tersebut. 3. Data Penunjang Data Penunjang adalah data-data lain yang diperluka namun masih bersifat sekunder. Data-data tersebut dapat berupa data daerah genangan, rencana tata ruang kota,
jumlah penduduk berserta pnyebarannya. Informasi situasi dan kondisi fisik kota yang ada maupun yang sedang direncanakan seperti : a. Sistim jaringan yangbada (drainase, irigasi, air minum, listrik, dan lain-lain. b. Batas-batas daerah pemilikan c. Tingkat kebutuhan drainase yang diperlukan.
III. MENGANALISIS DATA HIDROLOGI Analisis yang dilaksanakan berdasarkan ketentuan dengan langkah-langkah sebagai berikut : a)
Analisis frekuensi hujan.
Kumpulkan data curah hujan harian kalau ada data curah hujan jam-jaman dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika.
Analisis data curah hujan menjadi curah hujan Rata-rata
Lakukan Analisa Frekuensi
Dalam ilmu statistik dikenal beberapa macam distribusi frekwensi dan empat jenis distribusi yang banyak dipergunakan dalam bidang hidrologi adalah : 1. Distribusi Gumbel. 2. Distribusi Normal. 3. Distribusi Log Normal. 4. Distribusi Log Person Type III. Pemilihan jenis distribusi curah hujan yang sesuai berdasarkan pada nilai koefisien asimetri / koefisien Kemencengan (Cs) dan koefisien kurtosis / koefisien kepuncakan (Ck). Adapun rumus Cs dan Ck adalah sebagai berikut. Rumus: 1. Koefisien kemencengan
Xi X
3
Cs
N
N 1 N 2S
3
2. Koefisien kepuncakan 2
Ck
N
Xi X
4
N 1 N 2 N 3S
4
Dimana: N
= Jumlah data
X
= Curah hujan
S
= Standar deviasi
Syarat-syarat penentuan distribusi frekwensi dapat dilihat pada tabel berikut Tabel 1.
Tabel 1 Syarat distribusi frekwensi Distribusi Frekwensi
Ck
Cs
Gumbel
5,403
1,139
Log Normal
3,00
0
Log Person Type III
Bebas
Bebas
Distribusi Log Pers on Type III Langkah-langkah dalam perhitungan curah hujan rencana berdasarkan Log Person type III adalah sebagai berikut : 1. Data curah hujan diubah menjadi bentuk logaritma X = Log X 2. Hitung rata-rata logaritma dengan rumus: n LogX 1 Log X i 1 n
3. Hitung Simpangan baku / Standar Deviasi dengan rumus: n
log X 1 log X
2
i 1
S
n 1
4. Hitung Koefisien Kepencengan dengan rumus: n
log X log X
3
n Cs
1
i 1
n 1n 2S 3
5. Hitung logaritma curah hujan rencana dengan periode ulang tertentu:
log X T
log X K S
Dengan, Log X Log
X
= Logaritma hujan harian maksimum (mm/24jam) = Rata-rata logaritma data
n
= Banyak data
S
= Standard devisiasi data
Cs
= Koefisien kepencengan
K
= Skew Curve Factor
b) Intensitas curah hujan. Intensitas curah hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan per satuan waktu. Dengan kata lain bahwa intensitas curah hujan menyatakan besarnya curah hujan dalam jangka pendek yang memberikan gambaran derasnya hujan perjam. Dengan menggunakan data pengamatan stasiun otomatis maka untuk mencari intensitas curah hujan dapat dihitung dengan rumus Mononobe
R24 24 I 24 tc
2 3
Dimana; I
= Intensitas curah hujan selama konsentrasi (mm/jam)
tc
= Lama waktu konsentrasi (jam)
R 24
= curah hujan maksimum harian (mm)
c) Waktu Konsentrasi (t c ). Waktu konsentrasi adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengalirkan air dari titik yang paling jauh pada daerah aliran ke titik kontrol yang ditentukan di bagian hilir suatu saluran (Suripin, 2004). Waktu konsentrasi dibagi atas 2 bagian, yaitu : a. Inlet time ( to ) yaitu waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir di atas permukaan tanah menuju saluran drainase, b. Conduit time ( td ) yaitu waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir di sepanjang saluran sampai titik kontrol yang ditentukan di bagian hilir. Sehingga waktu konsentrasi dapat dihitung dengan rumus yang dikembangkan oleh Kirpich. (Suripin, 2004):
tc = to + td Dengan : t o
2 3,28 L 3
t d
Ls 60 V
menit S
n
menit
Dimana : n
= Angka kekasaran Manning
S =
Kemiringan lahan
L
Panjang lintasan aliran di atas permukaan lahan (m)
=
Ls =
Panjang lintasan aliran di dalam saluran/sungai (m)
V =
Kecepatan aliran di dalam saluran (m/det).
Waktu konsentrasi ditentukan dengan menggunakan perkiraan kecepatan air. Berikut ini ditampilkan kecepatan aliran air yang diizinkan berdasarkan jenis bahan dasar saluran seperti diperlihatkan pada tabel 2. Tabel 2. Hubungan Jenis Bahan dengan Kecepatan Aliran Air (Vo) (Hadihardjaja,1997) Kecepatan aliran air yang diizinkan Jenis Bahan (m/detik) Pasir halus
0,45
Lempung kepasiran
0,50
Lanau aluvial
0,60
Kerikil halus
0,75
Lempung kokoh
0,75
Lempung padat
1,10
Kerikil kasar
1,20
Jalan Aspal
0,90
Batu-batu besar
1,50
Pasangan batu
1,50
Beton
1,50
Beton bertulang
1,50
Selain itu kecepatan aliran juga berhubungan dengan kemiringan dasar saluran. Berikut ini ditampilkan hubungan kemiringan dasar rerata dengan kecepatan rerata pada tabel 3. Tabel 3. Hubungan Kemiringan Rerata Dasar Saluran dengan Kecepatan Rerata Aliran (Hadihardjaja,1997) Kemiringan Rerata Dasar Saluran Kecepatan Rerata (m/det ) (%) < 1,00 %
0,40
1,00 – 2,00
0,60
2,00 – 4,00
0,90
4,00 – 6,00
1,20
6,00 – 10,00
1,50
10,00 – 15,00
2,40
d) Daerah Tangkapan Hujan (C atchment Ar ea) Catchment area adalah daerah tadah hujan ke suatu aliran yang berbentuk saluran buatan atau alami ( sungai ). Sistem drainase yang baik adalah apabila air hujan disuatu daerah harus segera dapat dialirkan, maka untuk itu perlu dibuat saluran yang menuju saluran utama atau saluran pembuang akhir. Supaya air dapat dialirkan dengan optimal dan efektif, maka perlu ditentukan catchment area sehingga sistem pengalirannya sesuai dengan kondisi catchment area-nya (Harto, 1983). Dari daerah aliran ini kita dapat merencanakan besarnya dimensi saluran yang tergantung dari beberapa faktor, diantaranya : a. Besarnya daerah tangkapan hujan / catchment area. b. Kemiringan daerah tangkapan. c. Intensitas curah hujan. d. Koefisien pengaliran.
e) Debit Aliran. Debit aliran adalah volume air yang dapat dialirkan per satuan waktu. debit aliran memiliki rumus umum: Jadi dapat dihitung pula besarnya debit aliran ( Q):
Q A V Dimana: Q = Debit aliran (m 3/dt) V = Kecepatan Aliran (m/dt) A = Luas penampang saluran (m 3) Debit aliran dapat dibagi menjadi dua macam debit aliran berdasarkan sumber aliran nya, yaitu: 1.
Debit aliran akibat air hujan
2.
Debit aliran akibat limbah rumah tangga
Debit Aliran Akibat Air Hujan. Hujan yang terjadi mengakibatkan adanya air hujan yang kemungkinan sebagian besar menggenang dan mengalir di permukaan tanah ( run off ) dan sebagian kecil meresap kedalam lapisan tanah ( infiltrasi ). Debit aliran maksimum dianalisis dengan metode rasional
Q
0.278 Cs I
A 10
6
Dengan, Q
= Debit aliran (m3/det)
α
= Koefisien run off
β
= Koefisien penyebaran hujan
A
= Luas daerah tangkapan (Km 2).
I
= Intensitas curah hujan (m/det)
Cs
= Koofisien penampungan
Dimana: Cs
2tc 2tc
td
Koefisien run off merupakan nilai banding antara bagian hujan yang menjadi run off di permukaan bumi dengan total hujan yang terjadi. Berikut disampaikan nilai koefisien run off , sebahagian besar nilai run off mempunyai nilai antara, tetapi sebaiknya untuk analisis dipergunakan nilai terbesar dari nilai antara tersebut. Tabel 4 Koefisien Run off ( α ) (Hasmar,2003) Tipe Area
Koefisien Run off
Pegunungan yang curam
0,75 – 0,90
Tanah yang bergelombang dan hutan
0,50 – 0,75
Dataran yang ditanami
0,45 – 0,60
Atap yang tidak tembus air
0,75 – 0,90
Perkerasan Aspal, Beton
0,80 – 0,90
Taman / lapangan terbuka
0,05 – 0,25
Perumahan tidak begitu rapat (20 rumah/Ha)
0,25 – 0,40
Perumahan kerapatan sedang (21-60
0,40 – 0,70
rumah/Ha) Perumahan padat (60-160 rumah/Ha)
0,70 – 0,80
Daerah rekreasi
0,20 – 0,30
Daerah industri
0,80 – 0,90
Daerah perniagaan
0,90 – 0,95
Selanjutnya disampaikan koefisien penyebaran hujan dalam bentuk tabel. Koefisien penyebaran hujan ini diperbandingkan dengan luas area tangkapan hujan.
Tabel 5. Koefisien Penyebaran Hu jan (β) (Hasmar, 2003)
Luas Area (Km2)
Koefisien Penyebaran Hujan
4
1
5
0,995
10
0,980
15
0,955
20
0,920
25
0,875
30
0,820
50
0,500
Debit Air Limbah Rumah Tangga.
Debit air limbah rumah tangga dapat dihitung menurut “Standard Direktorat Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum”. Besarnya air limbah rumah tangga diperkirakan berdasarkan asumsi pemakaian air dalam satu hari yaitu sebagai berikut: Tabel 6. Asumsi Pemakaian Air dalam Satu Hari Asumsi Kebutuhan No
Jenis Bangunan
Air
1
Daerah perumahan
170
ltr/org/hari
2
Bangunan Umum a. sekolah
20
ltr/org/hari
b. kantor
30
ltr/org/hari
c. rumah ibadah
3
m /bangunan/hari
400
ltr/tempat tidur/hari
d. rumah sakit 3
4
Keterangan
Bangunan komersil m3/toko/hari
a. toko
1
b. hotel
300
ltr/tempat tidur/hari
c. pasar
25
m3/gedung/hari
d. bioskop
5
m3/gedung/hari
10
m3/industri/hari
Bangunan industri
Pendekatan yang digunakan untuk menghitung dan memperkirakan jumlah penduduk adalah asumsi 5 jiwa per rumah (SNI 03-1733-2004). Faktor hari maksimum kebutuhan air bersih adalah 1 s/d 1,5 dan faktor maksimum air buangan adalah 0,9.
Untuk memperkirakan jumlah penduduk pada beberapa tahun yang akan datang digunakan metode Geometrik: P t
P 0 (1 r )
n
Dimana: P t
= Jumlah tahun proyeksi.
P 0
= Jumlah penduduk tahun awal
n
= Jumlah tahun proyeksi
r
= Persentase pertambahan penduduk per tahun
untuk menentukan nilai r digunakan rumus: r
=
ri n
dimana ; n
= Jumlah tahun – 1
ri = Jumlah rn (%) Untuk mencari nilai rn dipakai rumus: rn
t 2
t 1
100%
t 1
Dimana: rn
= Pertambahan penduduk pada “n” tahun (%)
t 1
= Jumlah penduduk tahun pertama
t 2
= Jumlah penduduk tahun kedua
Untuk menghitung jumlah air limbah rumah tangga yang dibuang menggunakan formulasi Deqremont.
Q Peak
P (q max day)
Dimana:
P 1,5
2,5
qm
q max day (qm)
= Debit air buangan pada hari maksimum (ltr/dt)
Q peak
= Debit puncak air buangan (m 3/dt)
Qlimbah = jumlah penduduk x Q peak
f)
Kecepatan Aliran. Kecepatan aliran harus memenuhi persyaratan tidak boleh kurang dari kecepatan minimum dan tidak boleh melebihi kecepatan maksimum yang di izinkan sesuai dengan tipe dan bahan material saluran yang ditinjau. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya endapan dan erosi pada saluran. Kecepatan aliran pada penelitian ini menggunakan Rumus Manning (Suripin,2004) yaitu: V
1
n
2
R
1 3
S
2
Dimana: V
= Kecepatan aliran (m/dt)
S
= Kemiringan dasar saluran
n
= Koefisien kekasaran Manning
R
= Jari-jari hidrolis
Dimana: R
=
A P
=
Luas penampang saluran (m2 ) Keliling basah (m)
Jadi dapat dihitung pula besarnya debit aliran (Q):
Q A V Dimana: Q = Debit aliran (m 3/dt) V = Kecepatan Aliran (m/dt) Tabel 7. Nilai Koefisien Manning ( n) No 1
2
Jenis Saluran
N
Saluran galian - Saluran tanah
0,022
- Saluran pada batuan, digali merata
0,035
Saluran dengan lapisan perkerasan - Lapisan beton seluruhnya
0,015
- Lapisan beton pada kedua sisi saluran
0,020
- Lapisan blok beton pracetak
0,017
- Pasangan batu, diplester
0,020
- Pasangan batu, diplester pada kedua sisi
0,022
saluran
0,025
- Pasangan batu, disiar
0,030
3
- Pasangan batu kosong Saluran alam
0,027
- Berumput
0,050
- Semak-semak
0,015
- Tidak beraturan banyak pohon, batang pohon banyak jatuh kesaluran