A. Perbedaan Organisasi Nirlaba Dengan Organisasi Laba (risky)
Banyak hal yang membedakan antara organisasi nirlaba dengan organisasi lainnya (laba). Dalam hal kepemilikan, tidak jelas siapa sesungguhnya “pemilik” organisasi nirlaba, apakah anggota, klien, atau donatur. Pada organisasi laba, pemilik jelas memperoleh untung dari hasil usaha organisasinya. Dalam hal donatur, organisasi nirlaba membutuhkannya sebagai sumber pendanaan. Berbeda dengan organisasi laba yang telah memiliki sumber pendanaan yang jelas, yakni dari keuntungan usahanya. Dalam hal penyebaran tanggung jawab, pada organisasi laba telah jelas siapa yang menjadi Dewan Komisaris, yang kemudian memilih seorang Direktur Pelaksana. Sedangkan pada organisasi nirlaba, hal ini tidak mudah dilakukan. Anggota Dewan Komisaris bukanlah “pemilik” organisasi. B. Pajak Bagi Organisasi Nirlaba(risky)
Banyak yang bertanya, apakah organisasi nirlaba, yang mana mereka tidak mengambil keuntungan dari apapun, akan dikenakan pajak ? Sebagai entitas atau lembaga, maka organisasi nirlaba merupakan subyek pajak. Artinya, seluruh kewajiban subyek pajak harus dilakukan tanpa terkecuali. Akan tetapi, tidak semua penghasilan yang diperoleh yayasan merupakan obyek pajak. Pemerintah indonesia memperhatikan bahwa badan sosial bukan bergerak untuk mencari laba, sehingga pendapatannya diklasifikasikan atas pendapatan yang obyek pajak dan bukan obyek pajak. Namun di banyak negara, organisasi nirlaba boleh melamar status sebagai bebas pajak, sehingga dengan demikian mereka akan terbebas dari pajak penghasilan dan jenis pajak lainnya. Jenis Bidang Kegiatan yang dilakukan ; (riski) BIDANG KEAGAMAAN 1.
Mendirikan sarana ibadah : Masjid, Langgar dan Musholla
2.
Menyelenggarakan pondok pesantren dan madrasah diniyah
3.
Menyelenggarakan penerimaan dan penyaluran amal, zakat, infaq, shodaqoh, mendirikan BAZ (Badan Amil Zakat) dan LAZ (Lembaga Amil Zakat)
4.
Meningkatkan pemahaman keagamaan lewat da’wah, pengajian, majelis ta’lim
5.
Melaksanakan syi’ar keagamaan
6.
Studi banding keagamaan
7.
Mendirikan dan menyelenggarakan pendidikan formal mulai Play Group/Kelompok Bermain, Taman Kanak-Kanak, Rhaudlatul Athfal, Sekolah Dasar, Madrasah Ibtidaiyah, Sekolah Menengah Pertama, Madrasah Tsanawiyah, Sekolah Menengah Atas, Madrasah Aliyah dan Perguruan Tinggi Pengawasan Keuangan (riski)
a. Pihak yang terlibat pengawasan keuangan Dalam pengawasan keuangan, ada pihak internal maupun eksternal. Untuk pihak-pihak internal antara lain dewan pengawas di tingkat yayasan dan audit internal. Sedangkan untuk pengawas pihak eksternal adalah donatur tetap atau bisa juga oleh donatur tidak tetap dan ja’maah agar tercapai transparansi di dalam lembaga tersebut. Yayasan Sabilillah sumber dananya berasal dari investor, amal, infaq , dan sumbangan pihak luar. Sehingga wajib diaudit oleh akuntan publik dan laporan tahunannya wajib diumumkan dalam surat kabar berbahasa Indonesia. Audit ini bertujuan untuk pengujian keakuratan dan kelengkapan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan yayasan. Proses pengujian ini akan memungkinkan akuntan publik independen yang bersertifikasi mengeluarkan suatu pendapat atau opini mengenai seberapa baik laporan keuangan yayasan mewakili posisi keuangan yayasan, dan apakah laporan keuangan tersebut memenuhi prinsip-prinsip
akuntansi yang berterima umum atau Generally Accepted Accounting Principles (GAAP). GAAP ditetapkan oleh the American Institute of Certified Public Accountants (AICPA). Anggota dewan pengurus, staf, dan sanak kelurganya tidak dapat melakukan audit, karena hubungan kekeluargaan dengan yayasan akan mempengaruhi independensi auditor. Periode pelaksanaan pengawasan keuangan
Pelaksanaan pengawasan keuangan pada lembaga ini dilakukan tiap satu bulan sekali dan setiap tahun skali. Pengawasan yang dilakukan untuk tiap bulan disini ditujukan agar mempersempit periode pengawasan agar lebih mudah serta lebih valid.