a. Kedudukan RTR KSP Kedudukan RTR KSP dalam sistem penataan ruang dan sistem perencanaan pembangunan nasional dapat ditunjukkan pada .
Kedudukan RTRKSP dalam Sistem Penataan Ruang dan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional RTR KSP merupakan penjabaran RTRW Provinsi yang disusun sesuai tujuan penetapan masing-masing KSP berdasarkan nilai-nilai strategis yang menjadi kepentingan Provinsi. Muatan RTR KSP ditentukan oleh nilai strategis yang menjadi kepentingan Pemerintah Provinsi. Kepentingan Pemerintah Provinsi dalam penyusunan dan penetapan RTR KSP harus menguatkan ketetapan yang telah dijabarkan di dalam RTRW Provinsi. RTR KSP juga menjadi acuan teknis bagi instansi sektoral dalam penyelenggaraan penyelenggaraan penataan ruang.
b. Fungsi dan Manfaat RTR KSP 1) Fungsi Fungsi RTR KSP yaitu sebagai: a) Alat koordinasi penyelenggaraan penataan ruang pada KSP yang diselenggarakan oleh seluruh pemangku kepentingan; b) Acuan dalam sinkronisasi program intra Pemerintah Provinsi maupun
dengan
Pemerintah
Kabupaten/Kota
serta
masyarakat dalam rangka pelaksanaan pembangunan untuk mewujudkan KSP; c) Dasar pengendalian pemanfaatan ruang KSP, termasuk acuan penentuan ketentuan perizinan pemanfaatan ruang dalam RTRW
Kabupaten/Kota
dan
dapat
dijadikan
dasar
penerbitan perizinan sepanjang skala informasi RTR KSP setara dengan kedalaman RTRW yang seharusnya menjadi dasar perizinan dalam hal Peraturan Daerah (PERDA) tentang RTRW Kabupaten/Kota belum berlaku; d) Acuan dalam penyusunan RPJPD dan RPJMD; e) Acuan lokasi investasi dalam KSP yang dilakukan Pemerintah dan masyarakat; f) Pedoman untuk penyusunan rencana program dan kegiatan sektoral; dan g) Acuan dalam administrasi pertanahan. 2) Manfaat RTR KSP Manfaat RTR KSP yaitu untuk: a) Mewujudkan keterpaduan antara dalam lingkup KSP; b) Mewujudkan keserasian pembangunan KSP dengan wilayah Provinsi dan wilayah Kabupaten/Kota di mana KSP berada; dan c) Menjamin terwujudnya tata ruang KSP yang berkualitas.
c. Isu Strategis Provinsi Isu strategis Provinsi merupakan hal-hal yang menjadi perhatian Provinsi yang diwujudkan dalam bentuk penataan ruang Kawasan Strategis Provinsi dalam rangka melindungi kepentingan Provinsi di dalamnya. Isu
strategis
Provinsi
dikelompokkan
berdasarkan
sudut
kepentingan strategis yaitu a. pertumbuhan ekonomi, b. sosial dan budaya, c. pendayagunaan sumber daya dan/atau teknologi tinggi dan d. fungsi dan daya dukung Lingkungan hidup. Isu strategis Provinsi dapat berupa isu-isu yang termuat di dalam RTRW Provinsi, antara lain meliputi: 1) Pertumbuhan Ekonomi a) Masih
adanya
ketimpangan
perkembangan
ekonomi
kawasan di dalam Provinsi yang disebabkan oleh perbedaan potensi wilayah dan keterbatasan prasarana dan sarana pendukung pertumbuhan ekonomi wilayah; b) Belum
tersedianya
prasarana
dan
sarana
pendukung
pengembangan ekonomi wilayah antara lain transportasi (jalan, angkutan sungai, laut, udara), sumber daya air (sumber air bersih dan irigasi), energi dan telekomunikasi; c) Belum optimalnya pengembangan sektor-sektor unggulan penunjang pengembangan ekonomi wilayah, yang ditandai dengan peningkatan produksi, produktifitas dan nilai tambah produk unggulan di kawasan strategis berbasis ekonomi (pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, pariwisata dan sebagainya); d) Belum terbentuk interaksi ekonomi intra wilayah yang ditandai dengan keterkaitan aktifitas ekonomi hulu-hilir;
e) Masih adanya alih fungsi lahan ekonomi potensial, sehingga diperlukan
kegiataan
penataan
ruang
untuk
menjaga
kawasan-kawasan potensial; f) Masih diperlukan pengembangan industri unggulan untuk mengolah komoditas unggulan menjadi produk-produk unggulan daerah; dan g) Masih perlu usaha untuk mengatasi kemiskinan, terbatasnya modal
dan
pendidikan
investasi, dan
rendahnya
kesehatan
akses sehingga
SDM
terhadap
menghambat
pertumbuhan ekonomi. 2) Sosial dan Budaya a) Keberadaan obyek sejarah sebagai catatan sejarah perlu pengamanan sebagai obyek pengembangan kebudayaan dan pariwisata daerah; b) Keberadaan sebaran obyek pusaka budaya daerah yang perlu ditetapkan sebagai pengembangan di bidang kebudayaan dan pariwisata; dan c) Keberadaan suku asli yang masih kuat dengan nilai norma dan tradisi adat istiadatnya memerlukan pengamanan dan pelestarian untuk perlindungan sebagai bagian dari adat dan tradisi budaya bangsa. 3) Pendayagunaan Sumber Daya Alam dan/atau Teknologi Tinggi a) Belum tersedianya alokasi ruang dan pengamanan ruang untuk kegiatan terkait penelitian-pemanfaatan-pengelolaan teknologi tinggi yang menjamin ruang tersebut berfungsi secara baik dalam jangka panjang, menjamin keselamatan masyarakat dan lingkungan hidup; b) Belum dimilikinya penguasaan teknologi ramah lingkungan dan
kebijakan
alokasi
ruang
pendukung
untuk
mengoptimalkan pemanfaatan potensi sumber daya alam
yang ada, baik yang terbarukan (hasil bumi) maupun yang tidak terbarukan (hasil tambang dan mineral seperti minyak dan gas bumi, panas bumi, batubara dan sebagainya); dan c) Belum dipertimbangkannya aspek penataan ruang terkait kegiatan pada saat pemanfaatan SDA dan pasca pemanfaatan SDA
yang
diwujudkan
pada
penetapan
infrastruktur
pendukung, penetapan pusat-pusat pelayanan dan ketentuan zonasi serta upaya revitalisasi kawasan. 4) Fungsi dan Daya Dukung Lingkungan Hidup a) Pengendalian kegiatan ekonomi baik yang bersifat masif maupun kegiatan masyarakat adat/tradisional terhadap sumber daya alam yang di daratan maupun di pesisir pantai dan laut, yang dapat memberi tekanan pada kawasankawasan yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi serta ruang hidup flora dan fauna yang dilindungi; b) Adanya kerusakan ekosistem baik di darat maupun laut yang memiliki
keanekaragaman
hayati
yang
sangat
tinggi
membutuhkan perlindungan yang menjamin keberlanjutan keberagaman flora dan fauna yang ada; c) Menurunnya daya dukung lingkungan yang menyebabkan berbagai bentuk gangguan lingkungan terutama banjir, longsor dan menurunnya kualitas air; d) Tingginya
laju
konversi
lahan
hutan
menjadi
lahan
perkebunan dan pertanian tergolong tinggi dan mencegah praktik pembalakkan hutan secara liar dan pertambangan liar; dan e) Pengendalian
terhadap
perkembangan
permukiman
di
kawasan rawan bencana, pembangunan infrastruktur dan bangunan yang mampu meminimalisasi dampak bencana dan memperhatikan kesiapan mitigasi bencana.
d. Tipologi KSP Penyusunan RTR KSP didekati melalui tipologi KSP. Tipologi KSP bermanfaat untuk memastikan kebutuhan penataan ruang yang sesuai dengan kebutuhan kawasan dan untuk mengantisipasi keragaman KSP. Pertimbangan penetapan KSP dalam tipologi didasarkan pada: 1) Sudut kepentingan berdasarkan UU Nomor 26/2007 tentang Penataan Ruang; 2) Kriteria kawasan strategis berdasarkan PP Nomor 15/2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang; 3) Isu Strategis Provinsi di dalam RTRW Provinsi; dan 4) Kawasan strategis yang sudah ditetapkan dalam RTRW Provinsi. Dalam
menetapkan
tipologi
KSP
dilakukan
dengan
mempertimbangkan KSP yang telah ditetapkan dalam RTRW Provinsi dan kemungkinan ditetapkannya KSP lain. Maka, ditetapkan 12 (dua belas) tipologi sebagai berikut kawasan perkotaan, kawasan koridor ekonomi, kawasan perdesaan, kawasan cepat tumbuh, kawasan cagar budaya/sejarah,
kawasan
permukiman/komunitas
adat
tertentu,
kawasan teknologi tinggi, kawasan sumber daya alam, kawasan perlindungan dan pelestarian lingkungan hidup darat, kawasan rawan bencana, kawasan kritis lingkungan, kawasan perlindungan pesisir dan pulau kecil.
Tipologi KSP sebagaimana dimaksud dijabarkan pada
,
kemudian karakteristik KSP berdasarkan tipologi dijabarkan pada serta beberapa contoh jenis KSP yang ada di RTRW Provinsi dapat dilihat pada
.
Penetapan Tipologi KSP Berdasarkan Sudut Kepentingan, Kriteria dan Isu Strategis Provinsi
Sumber
: PP 15/2010 dan Hasil Analisis, 2012
Kriteria KSP Berdasarkan Tipologi
Beberapa Jenis KSP dalam RTRW Provinsi
e. Ketentuan Umum Penentuan Muatan RTR KSP Dasar penentuan muatan RTR KSP yaitu bahwa RTR KSP sebagai rencana rinci dari rencana tata ruang wilayah Provinsi berisi: tujuan, kebijakan dan strategi pengembangan KSP serta konsep pengembangan KSP. Kemudian dengan tipologi KSP, maka diperlukan tahapan penyusunan dengan kerangka pikir muatan meliputi: 1) Bentuk Penentuan bentuk KSP didasarkan pada KSP berbasis kawasan dan KSP berbasis objek strategis. a) KSP berbasis kawasan dicirikan oleh keberadaan wilayah yang direncanakan relatif luas dalam satu kesatuan entitas kawasan fungsional, dapat meliputi satu atau lebih wilayah administrasi Kabupaten/Kota. Contoh KSP berbasis kawasan antara lain Kawasan Perkotaan Pagar Alam, Kawasan Koridor Ekonomi Banda Aceh-Meulaboh-Subulussalam dan Kawasan Teluk Balikpapan (Sepaku-Penajam-Balikpapan); dan b) KSP berbasis objek strategis dicirikan oleh keberadaan objek strategis berkaitan dengan fungsi strategis objek yang ditetapkan sebagai KSP. Contoh KSP berbasis objek strategis antara
lain
Majapahit
Park di Kabupaten Mojokerto,
Observatorium Bosscha di Bandung dan Puspiptek di Kota Tangerang Selatan.
Ilustrasi Bentuk KSP Berbasis Kawasan dan Obyek Strategis 2) Delineasi Penentuan
delineasi
KSP
dilakukan
sesuai
dengan
karakteristik tipologi dan dilakukan dengan pertimbangan antara lain: a) Potensi perekonomian kawasan; b) Interaksi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat; c) Potensi sumber daya alam kawasan; d) Kondisi daya dukung dan daya tampung fisik dasar; dan e) Ketentuan peraturan perundang-undangan terkait. 3) Fokus Penanganan Penentuan
fokus
mempertimbangkan
penanganan
upaya
yang
KSP
perlu
dilakukan diprioritaskan
dengan untuk
mewujudkan fungsi kawasan berdasarkan nilai dan isu strategis kawasan sesuai dengan tipologi KSP. 4) Tingkat Ketelitian Peta Penentuan skala peta KSP disesuaikan dengan informasi yang dibutuhkan dalam proses perencanaan RTR KSP dan penggunaan RTR KSP serta kebutuhan muatan materi yang akan diatur di dalam RTR KSP tersebut. 5) Tujuan, Kebijakan dan Strategi Pengembangan Penentuan tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang KSP dilakukan dengan mempertimbangkan isu strategis dan fokus penanganan KSP.
6) Konsep Pengembangan Penentuan konsep pengembangan KSP sebagai arahan pengembangan struktur ruang dan pola ruang dilakukan dengan menetapkan arahan atau rencana struktur ruang dan arahan atau rencana pola ruang sesuai dengan kedalaman muatan rencana yang diatur dalam rangka pencapaian tujuan penataan ruang KSP. 7) Arahan Pemanfaatan Ruang KSP Penentuan arahan pemanfaatan ruang KSP dilakukan dengan mempertimbangkan perwujudan konsep pengembangan KSP yang dilaksanakan melalui penyusunan indikasi program utama 5 (lima) tahunan sampai akhir tahun perencanaan (yang tahapan waktu pelaksanaannya disesuaikan dengan tahapan waktu pelaksanaan RTRWP) beserta indikasi sumber pembiayaan. 8) Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang KSP Penentuan arahan pengendalian pemanfaatan ruang KSP dilakukan dengan mempertimbangkan upaya yang diperlukan agar pemanfaatan ruang dilaksanakan sesuai dengan RTR KSP. 9) Pengelolaan Kawasan Penentuan
pengelolaan
KSP
dilakukan
dengan
memperhatikan kebutuhan penanganan kawasan sesuai dengan tipologi KSP. Penentuan muatan RTR KSP untuk masing-masing tipologi KSP dapat dilihat pada
dan
berikut:
Penentuan Muatan RTR KSP
Ketentuan Umum Muatan Pedoman RTR KSP Berdasarkan Tipologi
Sumber
: Hasil Analisis, 2012
a. Delineasi KSP Delineasi merupakan batas yang ditetapkan berdasarkan kriteria tertentu yang digunakan sebagai batas wilayah perencanaan RTR KSP. Kriteria tertentu yang dimaksud disesuaikan dengan tipologi KSP. Delineasi KSP mencakup kawasan yang mempunyai kawasan inti dan kawasan penyangga atau yang tidak mempunyai kawasan inti dan kawasan penyangga yang penetapannya didasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau ketentuan teknis sektoral. Pertimbangan dalam penentuan delineasi untuk masing-masing tipologi diuraikan dalam Delineasi KSP
sebagai berikut.
b. Fokus Penanganan KSP Fokus penanganan merupakan muatan pokok yang menjadi tujuan utama penanganan yang menjadi pertimbangan utama dalam perumusan muatan RTR masing-masing tipologi KSP. Penetapan fokus penanganan dimaksudkan sebagai upaya untuk mengatur hal-hal penting yang perlu ditangani untuk masing-masing tipologi KSP. Berikut ini adalah fokus penanganan minimal untuk masingmasing tipologi KSP: Fokus Penanganan KSP
c. Tingkat Ketelitian Peta KSP Penetapan skala peta KSP dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan informasi yang diperlukan dalam proses perencanaan tata ruang KSP serta mempertimbangkan luasan geografis dan nilai strategis KSP. Skala peta KSP untuk masing-masing tipologi KSP yaitu sebagai berikut. Skala Peta RTR KSP Berdasarkan Tipologi
d. Muatan RTR KSP 1) Tujuan, Kebijakan dan Strategi Pengembangan KSP dan Konsep Pengembangan KSP Berdasarkan Tipologi a) Tipologi Kawasan Perkotaan Muatan yang diatur dalam tipologi kawasan perkotaan mencakup hal-hal berikut: (1) Tujuan, Kebijakan dan Strategi Pengembangan KSP Pertimbangan
perumusan
tujuan,
kebijakan
dan
strategi KSP tipologi kawasan perkotaan, meliputi: (a) Posisi strategis dalam konteks lokasi geografis dan perekonomian terhadap wilayah di sekitarnya; (b) Hubungan sistem perkotaan;
(c) Kondisi sistem jaringan prasarana utama dan sistem jaringan prasarana lainnya; dan (d) Kondisi daya dukung dan daya tampung fisik dasar. Berdasarkan pertimbangan di atas, maka acuan muatan pengaturan tujuan, kebijakan dan strategi adalah sebagai berikut: (a) Tujuan Aspek tujuan difokuskan pada perwujudan sinergi hubungan fungsional antara kawasan perkotaan inti dan kawasan
perkotaan
di
sekitarnya
sebagai
pusat
permukiman dan kegiatan perekonomian skala regional. (b) Kebijakan Kebijakan disusun sebagai arah tindakan dalam rangka mencapai tujuan. Perumusan kebijakan difokuskan pada: 1. Kebijakan
pengembangan
kependudukan
(pertumbuhan, distribusi dan ketenagakerjaan); 2. Kebijakan
pengembangan
perekonomian
perkotaan; 3. Kebijakan sistem pusat-pusat pelayanan perkotaan (sistem kota-kota) dan pelayanan sosial-ekonomibudaya masyarakat; 4. Kebijakan struktur ruang terkait sistem jaringan yang
mendukung
operasionalisasi
sistem
perkotaan; dan 5. Kebijakan pola ruang terkait optimasi penggunaan ruang (termasuk di dalamnya RTH perkotaan).
(c) Strategi Muatan
strategi
berdasarkan
pada
rumusan
pengaturan kebijakan. Acuan minimal strategi diuraikan sebagai berikut: 1. Perumusan
strategi
terkait
kebijakan
pengembangan kependudukan, meliputi: a. Strategi
terkait
pengaturan
pertumbuhan
penduduk yang sesuai dengan daya dukung dan daya tampung kawasan perkotaan; b. Strategi terkait arahan sebaran penduduk yang sesuai dengan daya dukung dan daya tampung kawasan
perkotaan
serta
peluang
pengembangan infrastruktur perkotaan; dan c. Strategi terkait ketenagakerjaan yang sesuai dengan ketersediaan lapangan pekerjaan dan peluang
pengembangannya
di
sektor
perkotaan. 2. Perumusan
strategi
pengembangan
terkait
perekonomian
kebijakan perkotaan,
meliputi: a. Strategi terkait penentuan sektor perekonomian perkotaan yang mempertimbangkan potensi wilayah, peluang eksternal, daya dukung dan daya tampung kawasan perkotaan; b. Strategi terkait sebaran kegiatan perekonomian perkotaan yang sesuai dengan daya dukung dan daya tampung kawasan perkotaan serta peluang
pengembangan
perkotaan; dan
infrastruktur
c. Strategi
penentuan
sektor
perekonomian
perkotaan terkait penyedian lapangan kerja yang
selektif
sesuai
visi
pembangunan
perkotaan yang dicanangkan yang berbasis jangka waktu perencanaan. 3. Perumusan strategi terkait kebijakan sistem pusatpusat pelayanan perkotaan (sistem kota-kota) dan pelayanan
sosial-ekonomi-budaya
masyarakat,
meliputi: a. Strategi terkait jumlah, jenis dan sebaran pusat kegiatan utama perkotaan sebagai aplikasi dari kebijakan perekonomian; dan b. Strategi terkait jumlah, fungsi dan sebaran pusat-pusat
pelayanan
perkotaan
yang
berorientasi pada pelayanan sosial-ekonomibudaya masyarakat yang tinggal di perkotaan. 4. Perumusan
strategi
terkait
jaringan prasana utama prasarana
lainnya
kebijakan
dan
sistem
yang
sistem jaringan
mendukung
operasionalisasi sistem perkotaan, meliputi: a. Strategi terkait pengembangan sistem jaringan transportasi yang berorientasi jauh ke depan, efisien
(integrasi
moda),
berbasis
pada
transportasi massal dan ramah lingkungan; dan b. Strategi terkait pemenuhan kebutuhan sistem jaringan energi, sistem jaringan telekomunikasi, sistem
jaringan
penyediaan
air
sumber minum,
daya
air,
sistem
sistem jaringan
drainase, sistem jaringan air limbah dan sistem pengelolaan persampahan untuk pelayanan
kegiatan utama dan pelayanan masyarakat perkotaan. 5. Perumusan strategi terkait kebijakan pola ruang terkait optimasi penggunaan ruang, meliputi: a. Strategi terkait distribusi ruang untuk kawasan lindung
dalam
rangka
menjamin
keberlangsungan kegiatan perkotaan melalui upaya pengurangan resiko bencana sehingga terwujud lingkungan perkotaan yang aman dan berkelanjutan; dan b. Strategi terkait distribusi ruang untuk kawasan budidaya yang mempertimbangkan kesesuaian fungsi
kegiatan
lingkungan
perkotaan
perkotaan
yang
agar
terwujud
nyaman
dan
produktif. (2) Konsep Pengembangan Kawasan Konsep
pengembangan
KSP
tipologi
perkotaan
kawasan
perkotaan
dijabarkan sebagai berikut: (a) Rencana Struktur Ruang Rencana
struktur
ruang
dikembangkan untuk mendukung fungsi sosial dan budaya yang berkualitas dan sekaligus sebagai motor penggerak ekonomi regional dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung fisik lingkungan alamiahnya. Rencana struktur ruang kawasan perkotaan terdiri atas: 1. Penetapan sistem pusat-pusat permukiman yang terdiri atas: a. Kawasan perkotaan inti; dan b. Kawasan perkotaan di sekitarnya.
Kawasan
perkotaan
inti
dan
kawasan
perkotaan di sekitarnya dilayani oleh pusat dan sub pusat pelayanan sebagai orientasi kegiatan pelayanan perkotaan. 2. Sistem efisiensi
jaringan
transportasi
pergerakan
orang
yang atau
menjamin
barang
dari
kawasan perkotaan di sekitarnya dengan kawasan perkotaan
inti
dan
antarkota
pada
kawasan
perkotaan di sekitar perkotaan inti. 3. Sistem jaringan energi; 4. Sistem jaringan telekomunikasi; 5. Sistem jaringan sumber daya air meliputi sumber air baku dan prasarana air baku; dan 6. Sistem jaringan prasarana perkotaan. (b) Rencana Pola Ruang Rencana
pola
ruang
KSP
tipologi
kawasan
perkotaan terdiri atas: 1. Rencana pola ruang kawasan lindung disusun dengan memperhatikan: a. Mengacu penetapan kawasan hutan; b. Mengacu penetapan RTH perkotaan yang berfungsi lindung; c. Mengacu penetapan kawasan lindung non RTH; dan d. Penetapan kawasan lindung lainnya ditetapkan berdasarkan analisis. 2. Rencana pola ruang kawasan budidaya disusun dengan memperhatikan: a. Mengacu penetapan kawasan hutan untuk kawasan hutan produksi;
b. Dominasi kegiatan berdasarkan analisis daya dukung dan daya tamping; dan c. Orientasi
pengembangan
kebutuhan
kawasan
pengembangan
terkait
permukiman
perkotaan, pengembangan kegiatan primer dan sekunder. b) Kawasan Koridor Ekonomi Muatan yang diatur dalam RTR KSP tipologi kawasan koridor ekonomi dengan sebagai berikut: (1) Tujuan, Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Tujuan,
kebijakan
dan
strategi
penataan
ruang
dirumuskan dengan mempertimbangkan: (a) Posisi
geografis
kawasan
terhadap
pusat-pusat
pertumbuhan di sekitar kawasan; (b) Sektor utama pendukung kawasan koridor ekonomi; (c) Ketenagakerjaan dan penyediaan permukiman; (d) Infrastruktur ekonomi; dan (e) Area terbangun sekitar kawasan. Berdasarkan pertimbangan di atas, maka secara rinci muatan tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang yaitu sebagai berikut: (a) Tujuan Tujuan disusun sebagai arahan perwujudan KSP yang ingin dicapai pada masa yang akan datang. Perumusan tujuan difokuskan pada perwujudan kawasan koridor
ekonomi
yang
memiliki
keunggulan
dukungan jaringan prasarana yang handal.
serta
(b) Kebijakan Kebijakan disusun sebagai arah tindakan dalam rangka mencapai tujuan. Perumusan kebijakan difokuskan pada: 1. Kebijakan terkait dengan penetapan kegiatan; 2. Kebijakan terkait dengan ketenagakerjaan; 3. Kebijakan terkait dengan dukungan sistem jaringan prasarana kawasan; 4. Kebijakan
terkait
pelayanan
dengan
minimal
penetapan
prasarana
standar
dan
sarana
pendukung; dan 5. Kebijakan terkait dengan pelindungan kawasan (termasuk RTH kawasan). (c) Strategi Strategi disusun sebagai penjabaran kebijakan ke dalam
langkah-langkah
tujuan
yang
telah
operasional
ditetapkan.
untuk
mencapai
Perumusan
strategi
difokuskan pada: 1. Strategi terkait dengan penetapan jenis kegiatan yang akan dikembangkan pada kawasan koridor ekonomi, meliputi: a. Strategi
penetapan
jenis
kegiatan
dengan
mempertimbangkan posisi geografis kawasan, keberadaan bahan baku serta peluang pasar baik lokal, regional, maupun internasional; dan b. Strategi
penetapan
jenis
kegiatan
dengan
mempertimbangkan persaingan usaha. 2. Strategi terkait dengan ketenagakerjaan, meliputi: a. Strategi penetapan target penyerapan tenaga kerja; dan
b. Strategi penetapan komposisi tenaga kerja. 3. Strategi terkait dengan dukungan sistem jaringan prasarana utama kawasan yaitu strategi penetapan standar pelayanan minimal pelayanan sistem jaringan transportasi (darat, laut dan udara); 4. Strategi
terkait
pelayanan
dengan
minimal
penetapan
prasarana
dan
standar sarana
pendukung kawasan termasuk hunian khusus, meliputi: a. Strategi penyediaan permukiman; b. Strategi penyediaan sistem jaringan energi; c. Strategi
penyediaan
sistem
jaringan
telekomunikasi; d. Strategi penyediaan sistem jaringan sumber daya air; e. Strategi penyediaan sistem penyediaan air minum; dan f. Strategi penyediaan sistem jaringan air limbah. 5. Strategi terkait dengan pelindungan kawasan (termasuk RTH kawasan), meliputi: a. Strategi pengaturan ruang sekitar kawasan dari kegiatan di sekitar kawasan yang berpotensi mengganggu; dan b. Strategi
pengaturan
aksesibilitas
menuju
kawasan ekonomi dengan perlakuan khusus. (2) Konsep Pengembangan Konsep pengembangan dirumuskan sebagai berikut: (a) Rencana Struktur Ruang Rencana struktur ruang terdiri atas: 1. Sistem pelayanan yang ada pada RTRW; dan
2. Sistem jaringan prasarana dan sarana untuk mendukung fungsi kawasan, meliputi: a. Sistem
jaringan
mendukung
prasarana
aksesibilitas
utama
kawasan
yang koridor
ekonomi dengan pusat kegiatan ekonomi lain terkait yang terintegrasi dengan rencana sistem prasarana utama pada RTRW; dan b. Sistem
jaringan
prasarana
lainnya
yang
terintegrasi dengan rencana sistem prasarana utama pada RTRW. (b) Rencana Pola Ruang Rencana pola ruang terdiri atas: 1. Rencana pola ruang di kawasan inti yang meliputi ruang-ruang untuk berbagai kegiatan yang telah ditetapkan dan ruang pendukung kegiatan terkait dengan
pelindungan
kawasan
(seperti
ruang
pembuangan limbah kawasan serta pengaturan RTH kawasan); dan 2. Rencana pola ruang kawasan penyangga yang lebih menekankan kepada fungsi penyangga yang membedakan
aktifitas
kawasan
inti
dengan
kawasan di sekitarnya. Fungsi penyangga ini antara lain dimaksudkan untuk menjaga tingkat kesehatan masyarakat di sekitar kawasan industri, dengan fungsi untuk: a. Mengurangi kebisingan; b. Mengurangi hamparan debu; c. Meningkatkan
produksi
oksigen
untuk
mengimbangi produksi gas berbahaya seperti karbondioksida dan karbonmonoksida;
d. Menjaga
iklim
mikro
untuk
mengurangi
ekspose panas (heat) dari kegiatan kawasan; e. Menjaga jarak aman kontaminasi air tanah; f. Rencana
pola
greenbelt disesuaikan
ruang
(dapat dengan
diarahkan
berupa
berupa
hutan)
yang
luasan
kawasan
yang
berpotensi memberikan dampak. c) Tipologi Kawasan Perdesaan Muatan yang diatur dalam tipologi kawasan mencakup hal-hal berikut: (1) Tujuan, Kebijakan dan Strategi Pertimbangan
perumusan
tujuan,
kebijakan
dan
strategi meliputi: (a) Kondisi sektor unggulan pendukung pertumbuhan ekonomi wilayah; (b) Kondisi infrastruktur ekonomi; dan (c) Dukungan ketenagakerjaan. Berdasarkan pertimbangan di atas, maka acuan muatan pengaturan tujuan, kebijakan dan strategi adalah sebagai berikut: (a) Tujuan Aspek pengembangan
tujuan
difokuskan
kawasan
dalam
pada
perwujudan
rangka
mendorong
investasi untuk pengembangan sektor unggulansebagai penggerak pertumbuhan ekonomi wilayah. (b) Kebijakan Kebijakan disusun sebagai arah tindakan dalam rangka mencapai tujuan. Perumusan kebijakan difokuskan pada:
1. Kebijakan
pengembangan
ekonomi
wilayah
termasuk didalamnya kebijakan pengembangan sektor unggulan yang selektif dan terukur; dan 2. Kebijakan pengembangan struktur ruang terkait penguatan sistem pusat pelayanan, sistem koleksi dan distribusi serta sistem jaringan prasarana pendukung. (c) Strategi Muatan
strategi
berdasarkan
pada
rumusan
pengaturan kebijakan. acuan minimal strategi diuraikan sebagai berikut: 1. Perumusan
strategi
pengembangan didalamnya
terkait
ekonomi
kebijakan
kebijakan
wilayah
termasuk
pengembangan
sektor
unggulan yang selektif dan terukur meliputi: a. Menetapkan wilayah,
kegiatan
ekonomi
mempertimbangkan
unggulan penyediaan
lapangan kerja yang sesuai kebutuhan wilayah; dan b. Menetapkan rencana pengembangan sektor unggulan wilayah yang terukur dan berbasis pasar lokal dan nasional. 2. Perumusan
strategi
terkait
kebijakan
pengembangan struktur ruang terkait penguatan sistem
pusat
distribusi
pelayanan,
serta
sistem
sistem jaringan
koleksi
dan
prasarana
pendukung meliputi: a. Menetapkan lokasi sentra unggulan ekonomi wilayah, meliputi sektor primer (kehutanan, pertanian,
perkebunan,
perikanan,
pertambangan dan peternakan) dan sistem pusat pelayanan pendukung sentra unggulan ekonomi wilayah; b. Menetapkan
sistem
jaringan
prasarana
transportasi terkait sentra unggulan ekonomi wilayah, pusat-pusat permukiman dan pusat koleksi-distribusi; dan c. Mengembangkan sistem jaringan prasarana lainnya
terkait
kebutuhan
pengembangan
kawasan. (2) Konsep Pengembangan Kawasan Konsep pengembangan KSP tipologi kawasan sektor unggulan dijabarkan sebagai berikut: (a) Rencana Struktur Ruang Rencana struktur ruang kawasan, terdiri atas: 1. Rencana struktur ruang yang mengacu pada RTRWP
serta
memperhatikan
RTRW
terkait
(RTRW Kabupaten/Kota); dan 2. Penetapan
sentra
ekonomi
unggulan
wilayah
dengan memperhatikan hirarki sistem perkotaan dalam wilayah Kabupaten/Kota untuk mendukung dan menguatkan fungsi dan kinerja kawasan. Sentra ekonomi unggulan wilayah yang dimaksud yaitu: a. Sentra produksi primer (pertanian, perikanan, perkebunan, pertambangan, kehutanan dan peternakan); b. Sentra produksi sekunder (industri pengolahan/ industri manufaktur); dan c. Outlet distribusi.
Sistem perkotaan yang dimaksud meliputi: a. Pusat Kegiatan Lokal (PKL); dan b. Pusat
Pelayanan
mendukung
Kawasan
(PPK)
pengembangan
untuk kawasan
agropolitan (pertanian, perkebunan, kehutanan dan peternakan) dan minapolitan (perikanan). 3. Sistem jaringan transportasi kawasan direncanakan untuk mendukung transportasi barang dan orang (tenaga sekunder
kerja) dan
dari
sentra
tersier),
produksi
pusat-pusat
(primer, kegiatan
Lingkungan (PKL) dan outlet distribusi meliputi jaringan transportasi darat, laut dan udara yaitu: a. Sistem jaringan transportasi darat meliputi jaringan jalan dan jaringan transportasi sungai danau dan penyeberangan; b. Sistem
jaringan
transportasi
laut
dengan
memperhatikan tatanan kepelabuhanan; c. Sistem jaringan transportasi udara dengan memperhatikan tatanan kebandarudaraan; b. Sistem
jaringan
energi
mencakup
sistem
pembangkit energi dan jaringan transmisi sesuai dengan kebutuhan kawasan; c. Sistem
jaringan
telekomunikasi
meliputi
jaringan terestrial sesuai dengan kebutuhan kawasan; dan d. Sistem jaringan sumber daya air meliputi sistem jaringan air baku (penyediaan dan distribusi) dan sistem jaringan irigasi sesuai dengan kebutuhan kawasan.
(b) Rencana Pola Ruang Rencana pola ruang, terdiri atas: 1. Rencana pola ruang mengacu pada RTRWP serta memperhatikan RTRW terkait (RTRW Kabupaten/ Kota); dan 2. Rencana pola ruang kawasan bersifat arahan untuk meningkatkan
produktifitas
dan
menjaga
kontinuitas produksi. d) Kawasan Cepat Tumbuh Muatan yang diatur dalam RTR KSP tipologi kawasan cepat tumbuh yaitu sebagai berikut: (1) Tujuan, Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Tujuan,
kebijakan
dan
strategi
penataan
ruang
dirumuskan dengan mempertimbangkan: (a) Kondisi sektor unggulan pendukung pertumbuhan ekonomi
wilayah,
melalui
pertimbangan
pasar
regional maupun nasional; (b) Kondisi infrastruktur ekonomi; dan (c) Dukungan ketenagakerjaan dan sistem perkotaan. Berdasarkan pertimbangan di atas, maka secara rinci muatan tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang yaitu sebagai berikut: (a) Tujuan Tujuan disusun sebagai arahan perwujudan KSP yang ingin dicapai pada masa yang akan datang. Perumusan
tujuan
difokuskan
pada
perwujudan
pengembangan kawasan ekonomi kawasan memiliki sektor
unggulan
ekonomi wilayah.
sebagai
penggerak
pertumbuhan
(b) Kebijakan Kebijakan disusun sebagai arah tindakan dalam rangka mencapai tujuan. Perumusan kebijakan difokuskan pada: 1. Kebijakan terkait dengan pengembangan ekonomi yang berbasis pengembangan ekonomi lokal; dan 2. Kebijakan terkait dengan penguatan sistem pusat pelayanan kegiatan ekonomi, sistem jaringan prasarana prasarana dan sarana pendukung. (c) Strategi Strategi disusun sebagai penjabaran kebijakan ke dalam langkah- langkah operasional untuk mencapai tujuan
yang
telah
ditetapkan.
Perumusan
strategi
difokuskan pada: 1. Strategi terkait dengan pengembangan ekonomi yang berbasis pengembangan ekonomi lokal, meliputi: a. Strategi
perwujudan
kegiatan
ekonomi
unggulan wilayah; b. Strategi pembangunan faktor-faktor pendukung pengembangan ekonomi unggulan wilayah; dan c. Strategi pembangunan hubungan fungsional antar
faktor
pendukung
pengembangan
ekonomi unggulan wilayah. 2. Strategi terkait dengan penguatan sistem pusat pelayanan
kegiatan
ekonomi
sistem
jaringan
prasarana, meliputi: a. Strategi pengembangan
pengintegrasian pusat
pelayanan
rencana kegiatan
ekonomi kawasan dengan kebijakan sistem perkotaan pada RTRW; dan b. Strategi
pengintegrasian
pengembangan
sistem
rencana
jaringan
prasarana
dengan kebijakan sistem jaringan prasarana dalam RTRW. (2) Konsep Pengembangan Konsep pengembangan dirumuskan sebagai berikut: (a) Rencana Struktur Ruang Rencana struktur ruang terdiri atas: 1. Sistem pusat pelayanan kegiatan ekonomi yang terintegrasi dengan rencana sistem perkotaan pada RTRW; 2. Sistem
jaringan
transportasi
yang
terintegrasi
dengan rencana sistem jaringan transportasi pada RTRW; 3. Sistem
jaringan
energi
yang
menjabarkan
kebutuhan dan sistem penyediaan energi yang terintegrasi dengan rencana sistem jaringan energi pada RTRW; 4. Sistem jaringan telekomunikasi yang menjabarkan kebutuhan dan sistem penyediaan telekomunikasi yang terintegrasi dengan rencana sistem jaringan telekomunikasi pada RTRW; dan 5. Sistem jaringan sumber daya air yang menjabarkan kebutuhan dan sistem penyediaan sumber air dan prasarana air yang terintegrasi dengan rencana sistem jaringan sumber daya air pada RTRW.
(b) Rencana Pola Ruang Rencana pola ruang terdiri atas: 1. Kawasan lindung yang dapat dikembangkan sesuai dengan potensi usaha inti yang dapat berupa potensi wisata, potensi hasil hutan bukan kayu, potensi
ladang
penggembalaan
dan
potensi
ekonomi lainnya kecuali potensi pertambangan; dan 2. Kawasan budidaya yang dapat dikembangkan sesuai dengan potensi sektor unggulan terkait dalam skala ekonomi tertentu yang terintegrasi dengan pola ruang RTRW. e) Tipologi Kawasan Warisan Budaya/Sejarah Muatan yang diatur dalam tipologi kawasan warisan budaya/sejarah mencakup hal-hal berikut: (1) Tujuan, Kebijakan dan Strategi Pengembangan KSP Pertimbangan
perumusan
tujuan,
kebijakan
dan
strategi KSP tipologi kawasan warisan budaya/sejarah, meliputi: (a) Nilai keunikan dan kearifan lokal warisan budaya/ sejarah; (b) Kondisi lingkungan non terbangun, terbangun dan kegiatan di sekitar kawasan dan/atau obyek warisan budaya/sejarah yang berpotensi mendukung maupun mengganggu; (c) Daya dukung fisik dasar terkait potensi bencana yang mengancam
kawasan
dan/atau
obyek
warisan
budaya/sejarah (khususnya kebakaran, banjir dan pergerakan tanah); dan
(d) Kondisi
sistem
jaringan
prasarana
pendukung
kawasan. Berdasarkan pertimbangan di atas, maka acuan muatan pengaturan tujuan, kebijakan dan strategi adalah sebagai berikut: (a) Tujuan Aspek
tujuan
difokuskan
pada
perwujudan
lingkungan kawasan dan/atau obyek budaya/sejarah daerah yang lestari pada jangka panjang. (b) Kebijakan Kebijakan disusun sebagai arah tindakan dalam rangka mencapai tujuan. Perumusan kebijakan difokuskan pada: 1. Kebijakan terkait kawasan dan atau obyek warisan budaya/sejarah yang harus dilindungi; 2. Kebijakan terkait kawasan inti pengaturan zona dan kegiatan pada kawasan warisan budaya/ sejarah dan pelayanan sistem jaringan prasarana kawasan dan sarana penunjang sesuai standar pelayanan minimum serta kearifan lokal dan nilainilai warisan budaya; 3. Kebijakan
terkait
kawasan
penyangga
batas,
zonasi, penetapan kegiatan, dukungan sistem jaringan prasarana kawasan dan sistem pusat pelayanan sesuai standar pelayanan minimum yang ditetapkan di kawasan penyangga. (c) Strategi Muatan
strategi
berdasarkan
pada
rumusan
pengaturan kebijakan. Acuan minimal strategi diuraikan sebagai berikut:
1. Perumusan strategi terkait perlindungan kawasan dan
atau
obyek
dikoordinasikan
warisan
dengan
budaya/sejarah
pengelola
kawasan,
meliputi: a. Penetapan kawasan dan/atau obyek warisan budaya/sejarah yang harus dilindungi; dan b. Penetapan target dan wujud perlindungan. perlindungan. 2. Perumusan strategi terkait kawasan inti, meliputi: a. Penetapan jenis; b. Penetapan intensitas; c. Penetapan pengelolaan; d. Eksplorasi (penjabaran) kearifan lokal dan nilainilai warisan budaya/sejarah; dan e. Penetapan
jenis
dan
standar
pelayanan
minimum berbasis kearifan lokal dan nilai warisan budaya. 3. Perumusan
strategi
perwujudan
kawasan
penyangga, penyangga, meliputi: a. Penetapan batas kawasan penyangga; b. Penetapan
zonasi
dan
kegiatan
kawasan
penyangga; c. Penetapan dukungan sistem jaringan prasarana minimum kawasan penyangga; d. Penetapan sistem jaringan prasarana utama yang tidak berpotensi menggangu keberlanjutan nilai-nilai warisan budaya/sejarah; dan e. Penetapan sistem pusat pelayanan kawasan yang tidak berpotensi mengganggu kelanjutan nilai-nilai
warisan
budaya/sejarah
dan
memberikan dukungan pengembangan jasa wisata (2) Konsep Pengembangan Kawasan Konsep pengembangan KSP tipologi kawasan warisan budaya/sejarah dijabarkan dalam konsep rencana struktur ruang dan rencana pola ruang (untuk keseluruhan wilayah sampai dengan kawasan penyangga) dengan skala 1:10.0001:25.000 serta rencana pola ruang untuk kawasan inti dengan skala 1:5.000. (a) Rencana Struktur Ruang Konsepsi rencana struktur ruang (sampai dengan batas wilayah penyangga) terdiri atas: 1. Penetapan lokasi kawasan inti (sesuai peraturan perundang-undangan) dan pusat-pusat kegiatan di lingkungan luar kawasan inti yang berfungsi sebagai kawasan penyangga; 2. Dukungan aksesibilitas; a. Jaringan jalan akses, dari simpul transportasi (bandara, terminal, stasiun, pelabuhan) menuju pusat pelayanan terdekat lokasi obyek dan/ atau kawasan; b. Jaringan jalan lokal menghubungkan pusat pelayanan terdekat dengan ruang publik pada lokasi obyek dan/atau kawasan (dilengkapi dengan fasilitas parkir sesuai jenis moda yang diatur), juga berfungsi sebagai jaringan jalan wisata untuk mendukung aksesibilitas panorama obyek warisan budaya/sejarah; dan c. Pedestrian.
3. Dukungan
prasarana
pada
pusat
pelayanan
terdekat lokasi obyek dan/atau kawasan; a. Sistem jaringan air bersih; b. Sistem drainase kawasan; c. Sistem jaringan energi; d. Sistem pembuangan limbah; e. Sistem persampahan; dan f. Sistem jaringan telekomunikasi. 4. Dukungan sarana pada pusat pelayanan terdekat lokasi obyek dan/atau kawasan terkait jasa wisata; dan 5. Penyediaan sarana dan prasarana di Lingkungan kawasan inti didasarkan pada kebutuhan dan nilai adat istiadat serta nilai-nilai warisan budaya. (b) Rencana Pola Ruang Terkait RTRW
kawasan
terkait
yang
penyangga dapat
memperhatikan
direvisi
sesuai
visi
pengembangan pengembangan kawasan warisan budaya dan sejarah. Terkait kawasan inti, produk yang dihasilkan menjadi ketetapan langsung RDTR pada wilayah terkait. 1. Penetapan Zonasi Pada Kawasan Inti a. Zona pemanfaatan terbatas (zona privat, zona suci atau zona inti), didasarkan pada kearifan lokal dan nilai-nilai warisan budaya; dan b. Zona publik, didasarkan pada kebutuhan fungsi pendukung pengembangan obyek dan/atau kawasan. (misal terkait pengembangan jasa wisata).
2. Penetapan Zonasi Pada Kawasan Penyangga a. Zona penyangga, jika dibutuhkan dukungan terhadap obyek dan/atau kawasan berupa ruang bebas aktifitas publik. (misal penetapan radius
tertentu
untuk
pemanfaatan
non
terbangun); dan b. Zona publik dan jasa wisata, berada kawasan yang diperbolehkan untuk digunakan kegiatan publik dan jasa wisata. f) Tipologi Kawasan Permukiman/Komunitas Adat Tertentu Muatan
yang
diatur
dalam
tipologi
kawasan
permukiman/komunitas adat tertentu mencakup hal-hal berikut: (1) Tujuan, Kebijakan dan Strategi Pengembangan KSP Pertimbangan
perumusan
tujuan,
kebijakan
dan
strategi KSP tipologi kawasan permukiman/komunitas adat tertentu, meliputi: (a) Nilai keunikan dan kearifan lokal; (b) Kondisi lingkungan di sekitar kawasan permukiman adat
yang
berpotensi
mendukung
maupun
mengganggu; (c) Daya dukung fisik dasar terkait potensi bencana yang mengancam kawasan permukiman adat (khususnya kebakaran, banjir dan pergerakan tanah); dan (d) Kondisi sistem jaringan prasarana pendukung kawasan permukiman adat. Berdasarkan pertimbangan di atas, maka acuan muatan pengaturan tujuan, kebijakan dan strategi adalah sebagai berikut:
(a) Tujuan Aspek
tujuan
difokuskan
pada
perwujudan
Lingkungan kawasan permukiman adat yang lestari pada jangka panjang. (b) Kebijakan Kebijakan disusun sebagai arah tindakan dalam rangka mencapai tujuan. Perumusan kebijakan difokuskan pada: 1. Kebijakan terkait kawasan permukiman adat yang harus dilindungi; 2. Kebijakan terkait kawasan inti pengaturan zona dan kegiatan pada kawasan permukiman adat dan pelayanan sistem jaringan prasarana kawasan dan sarana
penunjang
sesuai
standar
pelayanan
minimum serta kearifan lokal dan nilai-nilai warisan budaya; dan 3. Kebijakan terkait kawasan penyangga; batas, zonasi, penetapan kegiatan, dukungan sistem jaringan prasarana kawasan dan sistem pusat pelayanan sesuai standar pelayanan minimum yang ditetapkan di kawasan penyangga. (c) Strategi Muatan
strategi
berdasarkan
pada
rumusan
pengaturan kebijakan. Acuan minimal strategi diuraikan sebagai berikut: 1. Perumusan strategi terkait perlindungan kawasan permukiman
adat
dikoordinasikan
dengan
pengelola kawasan, meliputi: a. Penetapan kawasan permukiman adat yang harus dilindungi; dan
b. Penetapan target dan wujud perlindungan. 2. Perumusan strategi terkait kawasan inti, meliputi: a. Penetapan jenis; b. Penetapan intensitas; c. Penetapan pengelolaan; d. Eksplorasi (penjabaran) kearifan lokal; dan e. Penetapan
jenis
dan
standar
pelayanan
minimum berbasis kearifan lokal. 3. Perumusan
strategi
perwujudan
kawasan
penyangga, meliputi: a. Penetapan batas kawasan penyangga; b. Penetapan
zonasi
dan
kegiatan
kawasan
penyangga; c. Penetapan dukungan sistem jaringan prasarana minimum kawasan penyangga; d. Penetapan sistem jaringan prasarana utama yang
tidak
keberlanjutan
berpotensi nilai-nilai
menggangu di
kawasan
permukiman adat; dan e. Penetapan sistem pusat pelayanan kawasan yang tidak berpotensi mengganggu kelanjutan nilai-nilai
kearifan
lokal
di
kawasan
permukiman adat dan memberikan dukungan pengembangan jasa wisata. (2) Konsep Pengembangan Kawasan Konsep
pengembangan
KSP
tipologi
kawasan
permukiman adat dijabarkan dalam konsep rencana struktur ruang dan rencana pola ruang (untuk keseluruhan wilayah sampai dengan kawasan penyangga) dengan skala 1:10.000-
1:25.000 serta rencana pola ruang untuk kawasan inti dengan skala 1:5.000. (a) Rencana Struktur Ruang Konsepsi rencana struktur ruang (sampai dengan batas wilayah penyangga) terdiri atas: 1. Penetapan lokasi kawasan inti (sesuai peraturan perundang-undangan) dan pusat-pusat kegiatan di Lingkungan luar kawasan inti yang berfungsi sebagai kawasan penyangga; 2. Dukungan
prasarana
pada
pusat
pelayanan
terdekat lokasi obyek dan/atau kawasan; a. Sistem jaringan air bersih; b. Sistem drainase kawasan; c. Sistem jaringan energi; d. Sistem pembuangan limbah; e. Sistem persampahan; dan f. Sistem jaringan telekomunikasi. 3. Dukungan sarana pada pusat pelayanan terdekat lokasi obyek dan/atau kawasan terkait jasa wisata; dan 4. Penyediaan sarana dan prasarana di Lingkungan kawasan inti didasarkan pada kebutuhan dan nilai adat istiadat serta nilai-nilai warisan budaya. (b) Rencana Pola Ruang Terkait RTRW
terkait
kawasan yang
penyangga dapat
memperhatikan
direvisi
sesuai
visi
pengembangan. Terkait kawasan inti, produk yang dihasilkan menjadi ketetapan langsung RDTR pada wilayah terkait.
1. Penetapan Zonasi Pada Kawasan Inti a. Zona pemanfaatan terbatas (zona privat, zona suci atau zona inti), didasarkan pada kearifan lokal dan nilai-nilai warisan budaya; dan b. Zona publik, didasarkan pada kebutuhan fungsi pendukung pengembangan obyek dan/atau kawasan. (misal terkait pengembangan jasa wisata). 2. Penetapan Zonasi Pada Kawasan Penyangga a. Zona penyangga, jika dibutuhkan dukungan terhadap obyek dan/atau kawasan berupa ruang bebas aktifitas publik. (misal penetapan radius
tertentu
untuk
pemanfaatan
non
terbangun); dan b. Zona publik dan jasa wisata, berada kawasan yang diperbolehkan untuk digunakan kegiatan publik dan jasa wisata. g) Tipologi Kawasan Teknologi Tinggi Muatan yang diatur dalam tipologi kawasan teknologi tinggi mencakup hal-hal berikut: (1) Tujuan, Kebijakan dan Strategi Pengembangan KSP Pertimbangan
perumusan
tujuan,
kebijakan
dan
strategi KSP kawasan teknologi tinggi, meliputi: (a) Nilai kepentingan dan standarisasi kondisi lingkungan yang harus diciptakan untuk operasionalisasi teknologi tinggi secara maksimal dan sesuai waktu pemanfaatan yang telah ditetapkan; (b) Kondisi lingkungan non terbangun, terbangun dan kegiatan di sekitar kawasan teknologi tinggi yang berpotensi mengganggu operasionalisasi teknologi
tinggi dan sebaliknya berpotensi terganggu (kondisi keselamatan
masyarakat)
akibat
operasionalisasi
teknologi tinggi; (c) Daya dukung fisik dasar terkait potensi bencana yang mengancam kawasan teknologi tinggi (khususnya kebakaran, banjir dan pergerakan tanah); dan (d) Kondisi
sistem
jaringan
prasarana
pendukung
kawasan. Berdasarkan pertimbangan di atas, maka acuan muatan pengaturan tujuan, kebijakan dan strategi adalah sebagai berikut: (a) Tujuan Aspek
tujuan
difokuskan
pada
perwujudan
Lingkungan kawasan dan/atau obyek teknologi tinggi berfungsi
maksimal
sesuai
jangka
waktu
rencana
operasional. (b) Kebijakan Kebijakan disusun sebagai arah tindakan dalam rangka mencapai tujuan. Perumusan kebijakan difokuskan pada: 1. Kebijakan terkait instalasi teknologi tinggi yang harus dilindungi dan persyaratan teknis kawasan pendukung operasionalisasi teknologi tinggi; 2. Kebijakan
terkait
pengaturan
kegiatan
pada
kawasan teknologi tinggi; 3. Kebijakan
terkait
pelayanan
sistem
jaringan
prasarana kawasan teknologi tinggi; dan 4. Kebijakan terkait kawasan penyangga penetapan batas,
zonasi,
penetapan
kegiatan
dan
pengendalian sistem jaringan prasarana kawasan.
(c) Strategi Muatan
strategi
berdasarkan
pada
rumusan
pengaturan kebijakan. Acuan minimal strategi diuraikan sebagai berikut: 1. Perumusan strategi terkait perlindungan instalasi teknologi tinggi disesuaikan dengan kebijakan dan strategi pengelola/sektor terkait, meliputi: a. Penetapan
instalasi
teknologi
yang
harus
dilindungi; b. Penetapan pendukung
persyaratan
teknis
kawasan
operasional
instalasi
teknologi
tinggi; dan c. Penetapan target dan wujud perlindungan intalasi teknologi tinggi. 2. Perumusan strategi terkait pengaturan kegiatan pada kawasan teknologi tinggi disesuaikan dengan kebijakan dan strategi pengelola/sektor terkait, meliputi: a. Penetapan jenis kegiatan; b. Penetapan intensitas kegiatan; dan c. Penetapan pengelolaan kegiatan. 3. Perumusan
strategi
terkait
pelayanan
sistem
prasarana kawasan teknologi tinggi disesuaikan dengan kebijakan dan strategi pengelola/sektor terkait, meliputi: a. Penetapan kebutuhan; dan b. Penetapan
jenis
dan
standar
pelayanan
minimum. 4. Perumusan strategi terkait perwujudan kawasan penyangga, meliputi:
a. Penetapan
batas
khususnya
kawasan
pertimbangan
penyangga,
dampak
kegiatan
teknologi tinggi dan sebaliknya pengaruh negatif kegiatan sekitar kawasan teknologi tinggi; b. Penetapan
zonasi
dan
kegiatan
kawasan
penyangga; c. Mengendalikan
sistem
jaringan
prasarana
utama yang berpotensi menggangu operasionalisasi teknologi tinggi; dan d. Mengendalikan sistem pusat pelayanan yang berpotensi
mengganggu
operasionalisasi
teknologi tinggi. (2) Konsep Pengembangan Kawasan Konsep
pengembangan
KSP
tipologi
kawasan
teknologi tinggi dijabarkan dalam konsep struktur ruang dan rencana
pola
ruang
pada
kawasan
penyangga
untuk
mendukung operasionalisasi teknologi tinggi. (a) Rencana Struktur Ruang Diwujudkan dalam konsep struktur ruang kawasan penyangga inti yang lebih ditekankan pada pelayanan infrastruktur pendukung operasionalisasi kawasan agar instalasi
teknologi
tinggi
dapat
beroperasi
secara
maksimal sampai batas waktu rencana operasional. Konsepsi rencana struktur ruang dikoordinasikan dengan pengelola/sektor terkait, terdiri atas: 1. Penetapan lokasi dan fungsi intalasi teknologi tinggi; 2. Sistem
jaringan
prasarana
utama
yang
menghubungkan kawasan teknologi tinggi dengan
kawasan-kawasan pendukung kawasan teknologi tinggi; dan 3. Sistem
jaringan
prasarana
pendukung
terkait
pelayanan kawasan, meliputi: a. Penyediaan
sumber
dan
sistem
jaringan
distribusi air bersih ke kawasan; b. Sistem jaringan drainase perlindungan kawasan dari banjir; c. Sistem jaringan energi; dan d. Sistem jaringan telekomunikasi. (b) Rencana Pola Ruang Diwujudkan dalam rencana pola ruang kawasan teknologi tinggi yang lebih ditekankan pada pengaturan zona pendukung kawasan agar instalasi teknologi tinggi dapat beroperasi secara maksimal sampai batas waktu rencana operasional. Rencana pola ruang merupakan penetapan zonasi dan kegiatan pada wilayah sekitar kawasan teknologi tinggi (kawasan penyangga). 1. Kawasan kriteria
penyangga, perlindungan
ditentukan
berdasarkan
masing-masing
karakter
teknologi tinggi, (contoh perlindungan cahaya, suara, getaran dan lain-lain); 2. Penetapan radius kawasan penyangga dengan pertimbangan; a. Jarak aman keselamatan masyarakat terhadap keberadaan intalasi teknologi tinggi; b. Dampak
potensial
kemungkinan
bencana
kebakaran sekitar kawasan yang berpotensi membahayakan kawasan inti;
c. Perlindungan tegakan sekitar kawasan inti untuk mengantisipasi bencana gerakan tanah; dan d. Gangguan kegiatan manusia di sekitar kawasan inti terhadap operasionalisasi teknologi tinggi. 3. Kawasan penyangga dapat berupa zona larangan kegiatan, zona hijau dengan tegakan, zona hijau (tidak disyaratkan dengan tegakan), zona tanpa hunian, zona dengan hunian terbatas. h) Tipologi Kawasan Sumber Daya Alam Muatan yang diatur dalam tipologi kawasan sumber daya alam (darat/laut) mencakup hal-hal berikut: (1) Tujuan, Kebijakan dan Strategi Pengembangan KSP Pertimbangan
perumusan
tujuan,
kebijakan
dan
strategi KSP tipologi kawasan sumber daya alam (darat/laut), meliputi: (a) Nilai kepentingan sumber daya alam di wilayah Provinsi; (b) Posisi geografis kawasan sumber daya alam terhadap sistem
jaringan
transportasi
dan
sistem
pusat
pelayanan; (c) Kebutuhan tenaga kerja dan penyediaan permukiman; (d) Kondisi sosial-ekonomi masyarakat sekitar kawasan sumber daya alam; (e) Daya dukung fisik dasar terkait lokasi kawasan sumber daya alam; dan (f) Teknologi pemanfaatan sumber daya alam. Berdasarkan pertimbangan di atas, maka acuan muatan pengaturan tujuan, kebijakan dan strategi adalah sebagai berikut:
(a) Tujuan Aspek
tujuan
difokuskan
pada
perwujudan
keseimbangan ekosistem kawasan dalam rangka menjaga potensi sumber daya alam terkait pemanfaatan sumber daya alam yang aman untuk kepentingan strategis Provinsi. (b) Kebijakan Kebijakan disusun sebagai arah tindakan dalam rangka mencapai tujuan. Perumusan kebijakan difokuskan pada: 1. Kebijakan terkait pemanfaatan sumber daya alam; 2. Kebijakan terkait pengelolaan Lingkungan yang berkelanjutan; 3. Kebijakan terkait zonasi dan pengaturan kegiatan pada kawasan inti; 4. Kebijakan prasarana
terkait
dukungan
kawasan
sesuai
sistem
standar
jaringan pelayanan
minimum yang ditetapkan; dan 5. Kebijakan terkait pengelolaan kawasan penyangga. (c) Strategi Muatan
strategi
berdasarkan
pada
rumusan
pengaturan kebijakan khususnya pada kawasan inti disesuaikan dan/atau dikoordinasikan dengan pengelola kawasan/sektor terkait. Acuan minimal strategi diuraikan sebagai berikut: 1. Perumusan strategi terkait pemanfaatan sumber daya alam disesuaikan dengan kebijakan dan strategi pihak pengelola/sektor terkait, meliputi: a. Penetapan batas eksploitasi;
b. Penetapan
jenis
bahan
tambang
yang
dieksploitasi; dan c. Perkiraan
kapasitas
sesuai
(target
sampai
eksploitasi
jangka
waktu
akhir
tahun
perencanaan). 2. Perumusan strategi terkait pengelolaan lingkungan yang
berkelanjutan
dikoordinasikan
dengan
kebijakan dan strategi pihak pengelola/sektor terkait, meliputi: a. Penetapan kawasan perlindungan; b. Penetapan teknologi eksploitasi; c. Pengelolaan limbah; d. Penetapan pengelolaan lingkungan pada saat persiapaan,
pelaksanaan
dan
pasca
pertambangan; dan e. Perbaikan kondisi kualitas kesejahteraan sosialbudaya-ekonomi
masyarakat
di
sekitar
kawasan kegiatan pemanfaatan sumber daya alam. 3. Perumusan strategi terkait zonasi dan pengaturan kegiatan
kawasan
sumber
daya
alam
dikoordinasikan dengan pengelola kawasan/sektor terkait, meliputi: a. Penetapan
zonasi
(zona
perlindungan,
eksploitasi, zona pengolahan hasil eksploitasi, zona pembuangan limbah, zona administrasi, zona hunian dan zona publik); dan b. Penetapan pengelolaan)
kegiatan pada
sumber daya alam.
(jenis,
intensitas
setiap
zona
dan
kawasan
4. Perumusan
strategi
terkait
pelayanan
sistem
jaringan prasarana utama kawasan sumber daya alam
(dikoordinasikan
dengan
pengelola
kawasan), meliputi: a. Penetapan kebutuhan sistem jaringan prasarana utama terkait pengembangan wilayah; dan b. Penetapan
jenis
dan
standar
pelayanan
minimum. 5. Perumusan strategi terkait perwujudan kawasan penyangga, meliputi: a. Penetapan khususnya
batas
kawasan
pertimbangan
penyangga,
dampak
kegiatan
pengelolaan sumber daya alam) dan sebaliknya kemungkinan pengaruh negatif kegiatan sekitar kawasan; b. Penetapan
zonasi
dan
kegiatan
kawasan
penyangga; dan c. Penetapan dukungan sistem jaringan prasarana di
kawasan
kesetaraan
penyangga pelayanan
untuk dengan
menjaga kawasan
fungsional. (2) Konsep Pengembangan Kawasan Konsep pengembangan KSP tipologi kawasan sumber daya alam (darat/laut) dijabarkan sebagai berikut: (a) Rencana Struktur Ruang Rencana struktur ruang terdiri atas: 1. Rencana
struktur
ruang
pada
kawasan
inti
memperhatikan perencanaan yang disusun oleh pengelola meliputi:
kawasan
dan/atau
sektor
terkait,
a. Sistem jaringan prasarana utama:
Jaringan jalan utama kawasan (pada saat operasionalisasi dan/atau paska kegiatan penambangan dapat difungsikan sebagai akses wilayah).
b. Sistem jaringan prasarana lainnya:
Sistem jaringan energi;
Sistem jaringan telekomunikasi;
Sistem penyediaan sumber air bersih;
Sistem jaringan drainase utama terkait jaringan drainase di luar kawasan;
Sistem jaringan air limbah; dan
Sistem pengelolaan persampahan.
c. Dukungan sarana (pengaturan pada sarana yang
dapat
digunakan
untuk
kepentingan
publik-permanfaatan bersama masyarakat di sekitar kawasan) 2. Rencana struktur ruang pada kawasan penyangga meliputi: a. Mengacu dan memperhatikan sistem pusat pelayanan, yang ada dalam RTRW terkait, meliputi:
Pusat Kegiatan Lokal (PKL); dan
Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) untuk mendukung
kegiatan
pemanfaatan
dan
pasca pemanfaatan sumber daya alam. b. Sistem
jaringan
prasarana
lainnya
(untuk
mengendalikan kesenjangan dengan kawasan inti):
Sistem jaringan energi;
Sistem jaringan telekomunikasi;
Sistem penyediaan sumber air bersih;
Sistem jaringan drainase;
Sistem jaringan air limbah; dan
Sistem pengelolaan persampahan.
c. Dukungan sarana (untuk menjaga kesetaraan dengan kondisi permukiman di kawasan inti).
Sarana sosial-budaya;
Sarana ekonomi; dan
Sarana kesehatan.
(b) Rencana Pola Ruang Rencana pola ruang terdiri atas: 1. Rencana
pola
ruang
pada
kawasan
inti
memperhatikan rencana yang telah disusun dan/ atau ketentuan teknis pengelola kawasan/sektor terkait, meliputi; a. Zona perlindungan, merupakan zona di dalam kawasan sumber daya alam yang difungsikan untuk
memberikan
perlindungan
terhadap
zona pemanfaatan terbatas; b. Zona pemanfaatan, meliputi zona pemanfaatan sumber
daya
alam
termasuk
tempat
pembuangan limbah, (didasarkan pertimbangan AMDAL); c. Zona
hunian,
merupakan
zona
di
dalam
kawasan inti yang digunakan untuk kegiatan permukiman
para
pekerja
di
lingkungan
sumber daya alam; dan d. Zona publik, didasarkan pada kebutuhan fungsi pendukung operasionalisasi zona pemanfaatan,
dapat digunakan untuk fungsi pelayanan publik yang berada di dalam kawasan sumber daya alam digunakan bersama dengan masyarakat di luar kawasan umumnya untuk kegiatan sosial, ekonomi dan budaya. 2. Rencana pola ruang pada kawasan penyangga: 1. Kawasan penyangga, berada dilingkungan luar kawasan inti, untuk mengendalikan dampak negatif
dari
kegiatan
pemanfaatan
SDA
terhadap lingkungan sekitar dan sebaliknya; dan 2. Zona
penyangga
diklasikasikan
sesuai
karakteristik dukungan terhadap kawasan inti; dapat berupa zona larangan kegiatan, zona hijau
dengan
tegakan,
zona
hijau
(tidak
disyaratkan dengan tegakan), zona tanpa hunian, zona dengan hunian terbatas. i) Tipologi Kawasan Perlindungan dan Pelestarian Lingkungan Hidup Muatan
yang
diatur
dalam
tipologi
kawasan
perlindungan dan pelestarian lingkungan hidup mencakup halhal berikut: (1) Tujuan, Kebijakan dan Strategi Pengembangan KSP Pertimbangan
perumusan
tujuan,
kebijakan
dan
strategi KSP tipologi kawasan perlindungan dan pelestarian lingkungan hidup, meliputi: (a) Fungsi perlindungan dan pelestarian lingkungan hidup terkait besarnya manfaat perlindungan setempat dan perlindungan kawasan bawahnya serta kekayaan keanekaragaman hayati;
(b) Kondisi pemanfaatan ruang kawasan dan sekitar kawasan; (c) Kondisi sosial-ekonomi masyarakat di dalam dan sekitar kawasan; (d) Keberadaan sistem pusat pelayanan di dalam dan sekitar kawasan; dan (e) Kondisi sistem jaringan prasarana di dalam dan sekitar kawasan. Berdasarkan pertimbangan di atas, maka acuan muatan pengaturan tujuan, kebijakan dan strategi adalah sebagai berikut: (a) Tujuan Aspek lingkungan
tujuan kawasan
difokuskan
pada
perlindungan
dan
perwujudan pelestarian
lingkungan hidup yang lestari pada jangka panjang. (b) Kebijakan Kebijakan disusun sebagai arah tindakan dalam rangka
mencapai
tujuan.
Perumusan
kebijakan
difokuskan pada: 1. Kebijakan terkait pengelolaan Lingkungan yang berkelanjutan; 2. Kebijakan terkait zonasi dan pengaturan kegiatan pada kawasan inti; 3. Kebijakan terkait persyaratan pembangunan sistem jaringan prasarana kawasan (disesuaikan dengan peraturan
perundangan
yang
berlaku
dalam
rangka perlindungan kawasan); dan 4. Kebijakan terkait kawasan penyangga penetapan batas, zonasi, penetapan kegiatan, dukungan sistem jaringan prasarana dan sarana kawasan.
(c) Strategi Muatan
strategi
berdasarkan
pada
rumusan
pengaturan kebijakan. Acuan minimal strategi diuraikan sebagai berikut: 1. Perumusan strategi terkait pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan, meliputi: a. Mencegah pemanfaatan ruang di dalam dan disekitar kawasan fungsional yang berpotensi mengurangi fungsi lindung kawasan; b. Membatasi
pengembangan
prasarana
dan
sarana di dalam dan di sekitar kawasan inti yang dapat memicu perkembangan kegiatan budi daya yang tidak sesuai; c. Merehabilitasi fungsi lindung kawasan yang menurun akibat dampak pemanfaatan ruang yang berkembang di dalam dan di sekitar kawasan inti; dan d. Mengembangkan kegiatan budi daya yang berfungsi sebagai zona penyangga kawasan inti. 2. Perumusan strategi terkait zonasi dan pengaturan kegiatan kawasan fungsional, meliputi: a. Penetapan zonasi; dan b. Penetapan
kegiatan
(jenis,
intensitas
dan
pengelolaan) pada setiap zona pada kawasan fungsional. 3. Perumusan
strategi
terkait
pelayanan
sistem
jaringan prasarana kawasan inti (dikoordinasikan dengan instansi yang berwenang), meliputi: a. Penetapan kebutuhan; dan
b. Penetapan
jenis
dan
standar
pelayanan
minimum. 4. Perumusan strategi terkait perwujudan kawasan penyangga, sebagai berikut: a. Penetapan khususnya
batas
kawasan
pertimbangan
penyangga,
pengaruh
negatif
kegiatan sekitar kawasan; b. Penetapan
zonasi
dan
kegiatan
kawasan
penyangga; dan c. Pengendalian sistem jaringan prasaranadan sistem pusat pelayanan kawasan penyangga untuk menjaga kelestarian kelestarian kawasan inti. (2) Konsep Pengembangan Kawasan Arahan
pengembangan
KSP
tipologi
kawasan
perlindungan dan pelestarian lingkungan hidup dijabarkan sebagai berikut: (a) Rencana Struktur Ruang Rencana struktur ruang terdiri atas: 1. Rencana struktur ruang pada kawasan inti bersifat arahan untuk sistem jaringan prasarana; dan 2. Rencana struktur ruang pada kawasan penyangga bersifat arahan untuk: a. Mengendalikan sistem pusat pelayanan yang berpotensi menganggu fungsi kawasan; dan b. Mengendalikan sistem jaringan prasarana yang berpotensi menganggu fungsi kawasan. (b) Rencana Pola Ruang Rencana pola ruang, terdiri atas:
1. Rencana pola ruang pada kawasan inti mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan terkait; dan 2. Rencana pola ruang pada kawasan penyangga (daerah penyangga), meliputi: a. Zona penyangga, berada di lingkungan luar kawasan inti, untuk mengendalikan dampak negatif kegiatan di sekitar kawasan terhadap kawasan inti; dan b. Zona
penyangga
diklasifikasikan
sesuai
karakteristik dukungan terhadap kawasan inti dapat berupa zona larangan kegiatan, zona hijau
dengan
tegakan,
zona
hijau
(tidak
disyaratkan dengan tegakan), zona tanpa hunian, zona dengan hunian terbatas. j) Tipologi Kawasan Rawan Bencana Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor
non
alam
maupun
faktor
manusia
sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Muatan yang diatur dalam tipologi kawasan rawan bencana mencakup hal-hal berikut: (1) Tujuan, Kebijakan dan Strategi Pengembangan KSP Pertimbangan
perumusan
tujuan,
kebijakan
dan
strategi KSP tipologi kawasan rawan bencana, meliputi: (a) Area kawasan rawan bencana atau perkiraan kawasan rawan bencana atau kawasan dengan histori bencana;
(b) Kondisi
sebaran
dan
sosial-ekonomi
penduduk
kawasan rawan bencana; (c) Kondisi pemanfaatan ruang kawasan rawan bencana dan sekitarnya terutama keberadaan pusat kegiatan dan pusat pelayanan di sekitar kawasan rawan bencana; (d) Kondisi sistem jaringan prasarana utama, sistem jaringan prasarana lainnya dan kondisi sarana pada kawasan rawan bencana; dan (e) Sebaran kawasan evakuasi. Berdasarkan pertimbangan di atas, maka acuan muatan pengaturan tujuan, kebijakan dan strategi adalah sebagai berikut: (a) Tujuan Aspek
tujuan
difokuskan
pada
mewujudkan
pemanfaatan ruang yang mendukung upaya mitigasi dan adaptasi pada kawasan rawan bencana. (b) Kebijakan Kebijakan disusun sebagai arah tindakan dalam rangka mencapai tujuan. Perumusan kebijakan difokuskan pada: 1. Kebijakan terkait penetapan fungsi lindung dan fungsi
budidaya
pada
Kawasan
Rawan
Bencana/KRB; 2. Kebijakan Kawasan
terkait Rawan
penetapan
kegiatan
Bencana/KRB
pada
(termasuk
penetapan kegiatan hunian sementara di KRB); dan 3. Kebijakan terkait sistem evakuasi. (c) Strategi
Muatan
strategi
berdasarkan
pada
rumusan
pengaturan kebijakan. Acuan minimal strategi diuraikan sebagai berikut: 1. Perumusan strategi terkait kebijakan fungsi lindung dan
fungsi
budidaya
pada
Kawasan
Rawan
Bencana/KRB, meliputi: a. Penetapan kawasan lindung sesuai peraturan perundangan yang berlaku dan penetapan baru sesuai
pertimbangan
daya
dukung
serta
ketetapan instansi yang bertanggung jawab; dan b. Penetapan kawasan budidaya sesuai daya dukung KRB pada saat tidak terjadi bencana (khususnya untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat setempat. 2. Perumusan strategi terkait penetapan kegiatan pada Kawasan Rawan Bencana/KRB, meliputi: a. Penetapan
kegiatan
ekonomi
yang
sesuai
dengan karakteristik sumber daya masyarakat setempat dan karakteristik daya dukung; b. Penetapan ruang hunian sementara terkait fungsi pelayanan kebutuhan pengembangan kawasan produksi; dan c. Penetapan jaringan
infrastruktur transportasi,
pendukung sekaligus
sistem
berfungsi
sebagai jalur evakuasi dalam sistem evakuasi bencana. 3. Perumusan meliputi:
strategi
terkait
sistem
evakuasi,
a. Penetapan lokasi di luar KRB yang terjamin dari kemungkinan bencana; b. Penetapan sistem evakuasi bencana terkait ruang evakuasi bencana, termasuk penetapan sistem jaringan prasarana utama evakuasi; dan c. Penetapan
dukungan
sarana
dan
sistem
jaringan prasarana lainnya pendukung kawasan evakuasi sesuai standar pelayanan minimum yang ditentukan. (2) Konsep Pengembangan Kawasan Konsep pengembangan KSP tipologi kawasan rawan bencana yang berupa struktur dan pola ruang harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: (a) Sistem internal kawasan/zona harus dipandang sebagai sub- sistem dari sistem wilayah Provinsi maupun Kabupaten/Kota.
Dengan
demikian
penentuan
rencana struktur ruang internal ini tetap harus mengacu pada rencana struktur ruang pada hirarki yang lebih tinggi; (b) Harus dijaga kesesuaiannya dengan fungsi kawasan yang ditetapkan dalam rencana tata ruang yang berlaku; (c) Mengutamakan peruntukan pada zona dengan tingkat kerawanan fisik alami dan tingkat resiko bencana tinggi, sebagai kawasan lindung; (d) Memperhatikan kriteria tingkat kerawanan/tingkat resiko
serta
mengeliminasi
mengupayakan faktor-faktor
kerawanan/resiko;
rekayasa
penyebab
untuk tingginya
(e) Mengacu pada beberapa peraturan dan pedoman terkait bidang penataan ruang serta peraturan dan pedoman yang terkait lingkungan dan sumber daya alam; (f) Penyesuaian dengan dengan kondisi alam dengan lebih menekankan pada upaya rekayasa geologi dan rekayasa teknik sipil; (g) Menghormati
hak
yang
dimiliki
orang
sesuai
peraturan perundang-undangan; dan (h) Memperhatikan aspek aktifitas manusia yang telah ada sebelumnya (existing condition) dan dampak yang ditimbulkannya. k) Tipologi Kawasan Kritis Lingkungan Muatan yang diatur dalam tipologi kawasan kritis lingkungan mencakup hal-hal berikut: (1) Tujuan, Kebijakan dan Strategi Pengembangan KSP Pertimbangan
perumusan
tujuan,
kebijakandan
strategi KSP tipologi kawasan kritis lingkungan, meliputi: (a) Kondisi pemanfaatan ruang; (b) Kondisi neraca air; (c) Kondisi sebaran dan fungsi kawasan lindung; (d) Kondisi sebaran keanekaragaman hayati; (e) Kondisisebaran penduduk dan permukiman, fasilitas ekonomi penting, sistem transportasi dan prasarana sumber daya air; dan (f) Kondisi
kebencanaan
terkait
kawasan
kritis
lingkungan, seperti banjir dan tanah longsor. Berdasarkan pertimbangan di atas, maka acuan muatan pengaturan tujuan, kebijakan dan strategi adalah sebagai berikut:
(a) Tujuan Mewujudkan berkelanjutan
daya
dalam
dukung
pengelolaan
Lingkungan
yang
kawasan
untuk
menjamin kelestarian alam, penangulangan bencana, menjaga kelestarian keanekaragaman hayati. (b) Kebijakan Kebijakan disusun sebagai arah tindakan dalam rangka mencapai tujuan. Perumusan kebijakan difokuskan pada: 1. Kebijakan terkait bentuk pengelolaan Lingkungan yang berkelanjutan; 2. Kebijakan terkait zonasi (fungsi lindung dan budidaya) dan pengaturan kegiatan di kawasan ekosistem; dan 3. Kebijakan
terkait
penetapan
fungsi
budidaya
khususnya kawasan hunian, fasilitas ekonomi penting, sistem transportasi serta prasarana sumber daya air berbasis mitigasi bencana. (c) Strategi Muatan
strategi
berdasarkan
pada
rumusan
pengaturan kebijakan. Acuan minimal strategi diuraikan sebagai berikut: 1. Perumusan strategi terkait pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan, meliputi: a. Mencegah pemanfaatan ruang yang berpotensi merusak ekosistim kawasan dan menurunkan kualitas tata air; b. Membatasi
pengembangan
prasarana
dan
sarana di kawasan ekosistem yang dapat
memicu perkembangan kegiatan budi daya yang tidak sesuai; dan c. Merehabilitasi fungsi lindung yang menurun akibat pemanfaatan ruang yang tidak sesuai. 2. Perumusan strategi terkait zonasi dan pengaturan kegiatan di kawasan ekosistem, meliputi: a. Penetapan zonasi; dan b. Penetapan
kegiatan
(jenis,
intensitas
dan
pengelolaan) pada setiap zona pada kawasan ekosistem. 3. Perumusan
strategi
terkait
penetapan
fungsi
budidaya penting berbasis mitigasi bencana terkait kawasan ekosistem, meliputi: a. Pengendalian sistem pusat pelayanan; b. Perlindungan fasilitas ekonomi penting; dan c. Penetapan sistem transportasi serta prasana sumber daya air. (2) Konsep Pengembangan Kawasan Konsepsi pengembangan KSP tipologi kawasan Kritis lingkungan dijabarkan dalam konsep rencana struktur ruang dan rencana pola ruang. (a) Rencana Struktur Ruang Rencana struktur ruang pada kawasan inti bersifat arahan untuk: 1. Arahan sistem pusat pelayananpada kawasan yang relatif sesuai daya dukung fisik dasar dan daya rusak air; dan 2. Arahan sistem jaringan prasarana utama pada kawasan yang relatif sesuai daya dukung fisik dasar dan daya rusak air.
(b) Rencana Pola Ruang Rencana pola ruang, terdiri atas: 1. Rencana pola ruang pada kawasan inti, meliputi kawasan lindung disusun dengan memperhatikan: a. Mengacu penetapan kawasan hutan; dan b. Penetapan kawasan lindung lainnya ditetapkan berdasarkan analisis. Kawasan
budidaya
disusun
dengan
memperhatikan: a. Keanekaragaman hayati; b. Daya dukung fisik dasar; dan c. Dampak daya rusak air. Kawasan budidaya meliputi zona hijau dengan tegakan,
zona
hijau
(tidak
disyaratkan
dengan
tegakan), zona tanpa hunian, zona dengan hunian terbatas. 2. Rencana pola ruang pada kawasan penyangga (kecuali ekosistem DAS), meliputi: a. Zona penyangga, berada di lingkungan luar kawasan inti, untuk mengendalikan dampak negatif kegiatan di sekitar kawasan terhadap kawasan inti; dan b. Zona
penyangga
diklasikasikan
sesuai
karakteristik dukungan terhadap kawasan inti dapat berupa zona larangan kegiatan, zona hijau
dengan
tegakan,
zona
hijau
(tidak
disyaratkan dengan tegakan), zona tanpa hunian, zona dengan hunian terbatas.
l) Tipologi Kawasan Perlindungan Pesisir dan Pulau Kecil Muatan yang diatur dalam tipologi kawasan ekosistem mencakup hal-hal berikut: (1) Tujuan, Kebijakan dan Strategi Pengembangan KSP Pertimbangan
perumusan
tujuan,
kebijakandan
strategi KSP tipologi kawasan perlindungan pesisir dan pulau kecil, meliputi: (a) Kondisi pemanfaatan ruang; (b) Kondisi neraca air; (c) Kondisi sebaran dan fungsi kawasan lindung; (d) Kondisi sebaran keanekaragaman hayati; dan (e) Kondisi sebaran penduduk dan permukiman, fasilitas ekonomi penting, sistem transportasi dan prasarana sumber daya air. Berdasarkan pertimbangan di atas, maka acuan muatan pengaturan tujuan, kebijakan dan strategi adalah sebagai berikut: (a) Tujuan Aspek
tujuan
difokuskan
pada
perwujudan
komposisi kawasan lindung dan kawasan budidaya yang menjamin keserasian kemampuan dan pemanfaatan unsur dalam alam secara timbal balik. (b) Kebijakan Kebijakan disusun sebagai arah tindakan dalam rangka mencapai tujuan. Perumusan kebijakan difokuskan pada: 1. Kebijakan terkait bentuk pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan;
2. Kebijakan terkait zonasi (fungsi lindung dan budidaya) dan pengaturan kegiatan di kawasan ekosistem; dan 3. Kebijakan
terkait
penetapan
fungsi
budidaya
khususnya kawasan hunian, fasilitas ekonomi penting, sistem transportasi serta prasarana sumber daya air. (c) Strategi Muatan
strategi
berdasarkan
pada
rumusan
pengaturan kebijakan. Acuan minimal strategi diuraikan sebagai berikut: 1. Perumusan strategi terkait pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan, meliputi: a. Mencegah pemanfaatan ruang yang berpotensi merusak ekosistim kawasan dan menurunkan kualitas tata air; b. Membatasi
pengembangan
prasarana
dan
sarana di kawasan ekosistem yang dapat memicu perkembangan kegiatan budi daya yang tidak sesuai; dan c. Merehabilitasi fungsi lindung yang menurun akibat pemanfaatan ruang yang tidak sesuai. 2. Perumusan strategi terkait zonasi dan pengaturan kegiatan di kawasan ekosistem, meliputi: a. Penetapan zonasi; dan b. Penetapan
kegiatan
(jenis,
intensitas
dan
pengelolaan) pada setiap zona pada kawasan ekosistem.
3. Perumusan
strategi
terkait
penetapan
fungsi
budidaya penting terkait kawasan ekosistem, meliputi: a. Pengendalian sistem pusat pelayanan; b. Perlindungan fasilitas ekonomi penting; dan c. Penetapan sistem transportasi serta prasana sumber daya air. (2) Konsep Pengembangan Kawasan Konsepsi
pengembangan
KSP
tipologi
kawasan
perlindungan pesisir dan pulau kecil dijabarkan dalam konsep rencana struktur ruang dan rencana pola ruang. (a) Rencana Struktur Ruang Rencana struktur ruang pada kawasan inti bersifat arahan untuk: 1. Arahan sistem pusat pelayananpada kawasan yang relatif
sesuai
daya
dukung
fisik
dasar
dan
ekosistem; dan 2. Arahan sistem jaringan prasarana utama pada kawasan yang relatif sesuai daya dukung fisik dasar dan ekosistem. (b) Rencana Pola Ruang Rencana pola ruang, terdiri atas: 1. Rencana pola ruang pada kawasan inti, meliputi kawasan lindung disusun dengan memperhatikan: a. Mengacu penetapan kawasan hutan; dan b. Penetapan kawasan lindung lainnya ditetapkan berdasarkan analisis. Kawasan
budidaya
disusun
memperhatikan: a. Keanekaragaman hayati; dan
dengan
b. Daya dukung fisik dasar. Kawasan budidaya meliputi zona hijau dengan tegakan,
zona
hijau
(tidak
disyaratkan
dengan
tegakan), zona tanpa hunian, zona dengan hunian terbatas. 2. Rencana pola ruang pada kawasan penyangga (kecuali ekosistem DAS), meliputi: a. Zona penyangga, berada di lingkungan luar kawasan inti, untuk mengendalikan dampak negatif kegiatan di sekitar kawasan terhadap kawasan inti; dan b. Zona
penyangga
diklasifikasikan
sesuai
karakteristik dukungan terhadap kawasan inti dapat berupa zona larangan kegiatan, zona hijau
dengan
tegakan,
zona
hijau
(tidak
disyaratkan dengan tegakan), zona tanpa hunian, zona dengan hunian terbatas. 2) Arahan Pemanfaatan Ruang KSP Arahan pemanfaatan ruang merupakan upaya perwujudan RTR KSP yang dijabarkan ke dalam indikasi program utama, indikasi sumber pembiayaan, indikasi instansi pelaksana dan indikasi waktu pelaksanaan. Indikasi program utama merupakan acuan sektor dan daerah dalam menyusun program dalam rangka mewujudkan RTR KSP dalam jangka waktu perencanaan 5 (lima) tahunan sampai akhir tahun perencanaan (20 tahun). Indikasi program utama dapat memuat strategi operasionalisasi perwujudan struktur ruang dan pola ruang sebagai dasar pertimbangan penetapan tahapan indikasi program utama.
Penyusunan ketentuan terkait dengan arahan pemanfaatan ruang
untuk
masing-masing
tipologi
KSP
paling
sedikit
mempertimbangkan hal-hal sebagaimana termuat pada berikut. Indikasi Program Utama Jangka Menengah KSP Berdasarkan Tipologi
Indikasi sumber pembiayaan memuat perkiraan pendanaan yang dapat berasal dari: a) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; b) Pembiayaan masyarakat; dan/atau c) Sumber lainnya yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Indikasi instansi pelaksana memuat instansi Pemerintah Daerah sebagai pelaksana program pemanfaatan ruang. Adapun indikasi waktu pelaksanaan memuat tahapan pelaksanaan program pemanfaatan ruang sampai akhir tahun perencanaan (20 tahun). 3) Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang KSP Ketentuan terkait dengan arahan pengendalian pemanfaatan ruang KSP paling sedikit memuat: a) Arahan Peraturan Zonasi Arahan peraturan zonasi KSP merupakan ketentuan zonasi pada sistem Provinsi, yang meliputi arahan peraturan zonasi untuk struktur ruang Provinsi dan pola ruang Provinsi. Ketentuan arahan peraturan zonasi memuat mengenai: (1) Jenis
kegiatan
yang
diperbolehkan,
diperbolehkan
dengan syarat dan tidak diperbolehkan; (2) Intensitas pemanfaatan ruang; (3) Prasarana dan sarana minimum; dan (4) Ketentuan lain yang dibutuhkan. b) Arahan Perizinan Izin pemanfaatan ruang diberikan untuk: (1) Menjamin pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang, peraturan zonasi dan standar pelayanan minimal bidang penataan ruang;
(2) Mencegah dampak negatif pemanfaatan ruang; dan (3) Melindungi kepentingan umum dan masyarakat luas. Izin
pemanfaatan
ruang
diberikan
kepada
calon
pengguna ruang yang akan melakukan kegiatan pemanfaatan ruang pada suatu kawasan/zona berdasarkan rencana tata ruang. Izin pemanfaatan ruang untuk kegiatan pemanfaatan sumber daya alam diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. c) Arahan Pemberian Insentif dan disinsentif Pemberian insentif dan disinsentif dalam penataan ruang diselenggarakan untuk: (1) Meningkatkan upaya pengendalian pemanfaatan ruang dalam rangka mewujudkan tata ruang sesuai dengan rencana tata ruang; (2) Memfasilitasi kegiatan pemanfaatan ruang agar sejalan dengan rencana tata ruang; dan (3) Meningkatkan kemitraan semua pemangku kepentingan dalam rangka pemanfaatan ruang yang sejalan dengan rencana tata ruang. d) Arahan Sanksi Pengenaan sanksi merupakan tindakan penertiban yang dilakukan terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi. Penetapan
arahan
pengendalian
pemanfaatan
strategis Provinsi berdasarkan tipologi dapat dilihat pada
ruang
Penetapan Arahan Peraturan Zonasi Berdasarkan Tipologi
Keterangan: Perlu memuat ketentuan tersebut. Tidak perlu memuat ketentuan tersebut.
4) Pengelolaan Kawasan Pengelolaan kawasan memperhatikan: a) Status kelembagaan yang telah diatur dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; b) Keterkaitan KSP dengan kewenangan daerah Provinsi; c) Keterkaitan
KSP
dengan
kewenangan
daerah
Kabupaten/Kota; dan d) Pemangku kepentingan lainnya. e. Hak, Kewajiban dan Peran Masyarakat Hak, kewajiban dan peran masyarakat diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. f. Format Penyajian Konsep RTR KSP disajikan dalam dokumen sebagai berikut: 1) Materi teknis RTR KSP, yang terdiri atas: a) Buku data dan analisis yang dilengkapi dengan peta-peta; b) Buku rencana yang disajikan dalam format A4; dan c) Album peta yang disajikan dengan tingkat ketelitian skala minimal dalam format A1 yang dilengkapi dengan peta digital yang mengikuti ketentuan Sistem Informasi Geografis (SIG) yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang. 2) Naskah Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA) tentang RTR KSP, yang terdiri atas: a. RAPERDA yang merupakan rumusan pasal per pasal dari buku rencana dan disajikan dalam format A4; dan b. Lampiran yang terdiri atas peta rencana struktur ruang dan peta rencana pola ruang yang disajikan dalam format A3 serta tabel indikasi program utama. g. Masa Berlaku RTR KSP RTRKSP berlaku dalam jangka waktu 20 (dua puluh) tahun dan dapat ditinjau kembali setiap 5 (lima) tahun.
Peninjauan kembali RTR KSP dapat dilakukan lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun apabila terjadi perubahan lingkungan strategis berupa: 1) Bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan; 2) Perubahan batas wilayah daerah yang ditetapkan dengan undang-undang; dan/atau 3) Perubahan RTRWP yang menuntut perubahan terhadap RTR KSP.
Pelaksanaan perencanaan tata ruang KSP meliputi serangkaian prosedur penyusunan dan penetapan RTR. Adapun pedoman ini lebih menekankan pada prosedur penyusunan RTR KSP. Prosedur penyusunan RTR KSP meliputi: 1. Proses penyusunan; 2. Pelibatan pemangku kepentingan; dan 3. Pembahasan. Prosedur penyusunan RTR KSP secara lebih rinci dapat dilihat pada
Proses penyusunan RTR KSP meliputi: 1. Persiapan penyusunan; 2. Pengumpulan datadan informasi; 3. Pengolahan dan analisis data; 4. Perumusan konsepsi rencana; dan 5. Penyusunan naskah RAPERDA. Tata cara penyusunan RTR KSP secara lebih rinci dapat dilihat pada pada
. Prosedur penetapan RTR KSP merupakan tindak lanjut dari
prosedur penyusunan RTR KSP sebagai satu kesatuan proses. Prosedur penetapan RTR KSP dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Waktu yang dibutuhkan untuk setiap tahap penyusunan RTR KSP disesuaikan dengan situasi dan kondisi KSP yang bersangkutan. Situasi dan kondisi dimaksud dapat terkait dengan aspek politik, sosial, budaya, pertahanan,
keamanan,
keuangan/pembiayaan
pembangunan
daerah,
ketersediaan data dan faktor-faktor lainnya baik yang berada di dalam maupun di luar/sekitar KSP bersangkutan. Adapun waktu yang dibutuhkan untuk tahap penetapan disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Prosedur Penyusunan RTR KSP
Tata Cara Proses Penyusunan RTR KSP
Proses penyusunan RTR KSP dilakukan melalui tahapan persiapan penyusunan, pengumpulan data dan informasi, pengolahan dan analisis data, perumusan konsep rencana dan penyusunan naskah rancangan Peraturan Daerah. a. Tahap Persiapan Penyusunan 1) Kegiatan persiapan penyusunan meliputi: a) Penyusunan kerangka acuan kerja (KAK) yang disiapkan oleh Kementerian dengan memperhatikan kebutuhan penataan ruang bagi KSP yang dimaksud. Kerangka acuan kerja harus memuat hal-hal sebagai berikut: (1) Pertanyaan kritis dan rumusan permasalahan mengenai kebutuhan penataan ruang bagi KSP dimaksud; (2) Persoalan
yang
dihadapi
sekarang
oleh
KSP
dan
kemungkinan persoalan di masa datang; dan (3) Harapan
yang
bisa
dituangkan
dalam
penanganan
persoalan KSP melalui penataan ruang untuk jangka panjang. b) Penganggaran kegiatan penyusunan RTR KSP oleh dinas terkait yang disiapkan minimal setahun sebelum kegiatan penataan ruang KSP akan dilakukan; c) Pemberitaan kepada publik oleh dinas terkait perihal akan dilakukannya penyusunan RTR KSP; d) Persiapan awal pelaksanaan kegiatan, meliputi pemahaman Kerangka Acuan Kerja (KAK) dan Penyiapan Rencana Anggaran Biaya (RAB);
e) Kajian awal data sekunder, mencakup review RTRW Provinsi/Kabupaten/Kota
terkait
dan
kebijakan
terkait
lainnya. Target kajian data awal terdiri atas: (1) Identifikasi nilai strategis pembentukan KSP; (2) Identifikasi
dan
perumusan
isu
strategis
perlunya
penyusunan RTR KSP; dan (3) Identifikasi hal-hal lain terkait dengan pengembangan, pengaturan dan/atau pengendalian KSP. f)
Persiapan teknis pelaksanaan yang meliputi: (1) Penyimpulan informasi dan data awal (termasuk dengan menyimpulkan hasil kajian awal data sekunder di langkah sebelumnya); (2) Penyiapan metodologi pendekatan pelaksanaan kegiatan; (3) Penyiapan rencana kerja rinci; dan (4) Penyiapan
perangkat
survey
dibutuhkan, panduan
(checklist data
wawancara,
yang
kuesioner,
panduan observasi dan dokumentasi dan lain-lain) serta mobilisasi peralatan dan personil yang dibutuhkan. 2) Hasil Pelaksanaan Kegiatan Persiapan Penyusunan Hasil kegiatan persiapan penyusunan RTR KSP ini paling sedikit meliputi: a) Gambaran umum wilayah perencanaan; b) Hasil kajian awal, terdiri atas: (1) Identifikasi nilai strategis pembentukan KSP; (2) Identifikasi kebijakan terkait wilayah perencanaan; (3) Identifikasi
dan
perumusan
isu
strategis
perlunya
penyusunan RTR KSP; (4) Potensi dan permasalahan awal wilayah perencanaan serta gagasan awal pengembangan, pengaturan dan/atau pengendalian wilayah perencanaan; dan
(5) Identifikasi awal batas delineasi kawasan. c) Metodologi pendekatan pelaksanaan pekerjaan yang akan digunakan; d) Rencana kerja pelaksanaan penyusunan RTR KSP; dan e) Perangkat survey data primer dan sekunder yang akan digunakan pada saat proses pengumpulan data dan informasi (survey). b. Tahap Pengumpulan Data dan Informasi 1) Pengumpulan data dan informasi paling sedikit meliputi: a) Data terkait nilai strategis dan isu strategis KSP; b) Data
kebijakan
penataan
ruang
dan
sektoral
terkait
(termasuk peruntukan ruang); c) Data kondisi fisik/Lingkungan dan sumber daya alam; d) Data pemanfaatan ruang/penggunaan lahan; e) Data sumber daya buatan/prasarana dan sarana; f) Data kependudukan dan sumber daya manusia; g) Data perekonomian, sosial dan budaya; h) Data kelembagaan; i) Peta dasar (RBI dan citra satelit); dan j) Data lainnya sesuai dengan karakteristik tipologi KSP. 2) Hasil pelaksanaan kegiatan pengumpulan data dan informasi Hasil kegiatan pengumpulan data dan informasi disatukan dalam buku data dan analisa. c. Tahap Pengolahan dan Analisa Data 1) Pengolahan dan Analisa Data Pengolahan
dan
analisis
data
paling
sedikit
meliputi
perangkat dan teknik analisis yang terkait dengan nilai strategis kawasan yang dimilikinya. Penggunaan perangkat dan teknik analisis disesuaikan dengan kebutuhan analisis berdasarkan kisi-kisi
mengenai lingkup pengaturan sesuai dengan tipologi KSP yang meliputi: a) Bentuk kawasan; b) Delineasi kawasan; c) Fokus penanganan; penanganan; d) Tingkat ketelitian peta; e) Tujuan, kebijakan dan strategi; f) Konsep pengembangan kawasan; g) Arahan pemanfaatan ruang; dan h) Arahan pengendalian pemanfaatan ruang. Analisis yang dilakukan paling sedikit meliputi: a) Analisis terkait dengan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) sesuai dengan tipologi KSP, yang meliputi: (1) Analisis daya dukung kawasan dan optimasi pemanfaatan ruang; dan (2) Analisis daya tampung kawasan. b) Analisis konsep pengembangan kawasan untuk menentukan: menentukan: (1) Arahan strategis; atau (2) Rencana struktur ruang dan/atau rencana pola ruang. c) Analisis kebutuhan ruang; dan d) Analisis pembiayaan pembangunan. pe mbangunan. Hasil dari keseluruhan kegiatan analisis meliputi: a) Visi pengembangan pengembangan kawasan; b) Potensi dan masalah penataan ruang KSP; c) Peluang dan tantangan penataan ruang KSP; d) Kecenderungan perkembangan dan kesesuaian kebijakan pengembangan pengembangan KSP; e) Perkiraan kebutuhan konsep pengembangan KSP; dan f) Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup KSP.
2) Pengolahan dan Analisa Data Hasil kegiatan pengolahan dan analisis data dibukukan sebagai satu kesatuan dengan dengan hasil pelaksanaan kegiatan tahapan sebelumnya dalam buku data dan analisis. Kerangka buku data dan analisis disusun sebagai suatu kesatuan laporan yang terintegrasi. d. Tahap Perumusan Konsepsi Rencana 1) Perumusan Konsepsi Rencana Perumusan konsepsi RTR KSP paling sedikit harus: a) Mengacu pada: (1) Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi; (2) Pedoman dan petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang. b) Memperhatikan: (1) Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota yang menjadi bagian dari KSP atau dimana KSP terletak; (2) Rencana Pembangunan Jangka Panjang Provinsi; (3) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Provinsi; dan (4) Rencana Induk Sektor terkait. c) Merumuskan: (1) Tujuan, kebijakan,dan strategi pengembangan KSP; (2) Konsep pengembangan pengembangan KSP, yang terdiri atas: (a) Arahan strategis (arahan struktur atau pola ruang); atau (b) Rencana struktur ruang dan/atau rencana pola ruang (3) Arahan pemanfaatan ruang; dan (4) Arahan pengendalian pemanfaatan ruang.
2) Hasil Pelaksanaan Kegiatan Perumusan Konsepsi Rencana Hasil pelaksanaan kegiatan perumusan konsepsi rencana adalah berupa rumusan konsep RTR KSP, yang dibukukan dalam RTR KSP yang merupakan materi teknis RTR KSP. e. Tahap Penyusunan Naskah Rancangan Peraturan Daerah 1) Penyusunan Naskah Rancangan Peraturan Daerah Penyusunan naskah rancangan Peraturan Daerah tentang RTR
KSP
dilaksanakan
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-undangan. 2) Hasil pelaksanaan kegiatan penyusunan naskah Rancangan Peraturan Daerah Hasil pelaksanaan kegiatan adalah berupa naskah rancangan Peraturan Daerah yang siap untuk diproses dalam kegiatan selanjutnya yaitu penetapan RAPERDA.
Prosedur penyusunan RTR KSP meliputi: a. Pembentukan tim penyusun RTR KSP yang beranggotakan unsurunsur dari Kementerian/lembaga khususnya yang berada dalam lingkup BKPRD; b. Pelaksanaan penyusunan RTR KSP memperhatikan keterlibatan pemangku kepentingan sesuai dengan jenis tipologi KSP, yang dilaksanakan pada semua tahapan penyusunan RTR KSP. Pemangku kepentingan yang harus dilibatkan yaitu: 1) Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota; 2) Peran masyarakat; dan 3) Lembaga/organisasi Lembaga/organisasi di daerah. c. Pelibatan peran masyarakat melalui: 1) Pada tahap persiapan, Pemerintah telah melibatkan masyarakat secara pasif dengan pemberitaan mengenai informasi penataan ruang melalui media publikasi sesuai kebutuhan;
2) Pada tahap pengumpulan data, peran masyarakat/organisasi masyarakat dapat dilakukan lebih aktif dalam berbagai bentuk media komunikasi/interaksi sesuai dengan situasi dan kondisi tiap KSP; 3) Pada
tahap
pengolahan
dan
analisis
data,
peran
masyarakat/organisasi masyarakat dapat dilakukan secara atif melalui keterlibatannya dalam membahas hasil-hasil pengolahan dan analisis data; dan 4) Pada tahap perumusan konsepsi RTR KSP, masyarakat dapat terlibat secara aktif dan bersifat dialogis/komunikasi dua arah melalui berbagai bentuk media komunikasi/interaksi. d. Pembahasan dilakukan berdasarkan empat tahapan proses dan membahas hal-hal sebagai berikut: 1) Tahap ke-1 mengenai persiapan penyusunan RTR KSP:
Pembahasan rencana kegiatan pelaksanaan penyusunan RTR KSP;
Penyepakatan nilai strategis pembentukan KSP;
Penyepakatan perumusan isu strategis perlunya penyusunan RTR KSP;
Penyepakatan kebijakan terkait wilayah perencanaan; dan
Penyepakatan potensi dan permasalahan awal wilayah perencanaan serta gagasan awal pengembangan, pengaturan dan/atau pengendalian wilayah perencanaan;
Penyepakatan metodologi pelaksanaan pekerjaan;
Penyepakatan pertama mengenai batas delineasi kawasan (sebelum survey); dan
Penyepakatan target setiap tahapan pelaksanaan penyusunan RTR KSP.