Penyakit pada Kandung Empedu: Pembaruan dalam Diagnosis dan Penatalaksanaan Penatalaksanaan
David P. Vogt, MD ABSTRAK
Tuli Tulisan san ini ini memb membah ahas as meng mengen enai ai gamb gambara aran n klin klinis is peny penyak akit it batu batu empe empedu du,, koles kolesist istit itis is akalkulus, diskinesia biliaris, dan kanker kandung empedu, serta bagaimana menggunakan metode metode diagnostik diagnostik dan penatalaksan penatalaksanaan aan terkini terkini sebaik mungkin, terutama ultrasonogra ultrasonografi, fi, cholescintigraphy, cholescintigraphy,
kolesistektomi
laparoskopik,
dan
endoscopic endoscopic
retrog retrograde rade
cholangiopancreatography (ERP!. "ntuk sebagian pasien dengan ge#ala penyakit kandung empedu yang akut atau menetap, teknik diagnostik dan terapi yang ada saat ini memberikan hasil yang sebanding atau bahkan lebi lebih h baik baik diba diband ndin ingk gkan an deng dengan an meto metode de yang yang sebelu sebelumn mnya ya,, lebih lebih tida tidak k inva invasi sif, f, dan dan memerlukan $aktu pemulihan yang lebih %epat. Tulisa Tulisan n ini membah membahas as mengen mengenai ai %ara evaluas evaluasii dan penata penatalaks laksana anaan an terhada terhadap p batu batu kandung empedu, batu pada saluran empedu, diskinesia biliaris, polip kandung empedu, dan kanker kandung empedu. KOLELITIASIS BAT! E"PED!#
&ekitar ' #uta penduduk di )merika &erikat (*+*- populasi de$asa! mengalami penyakit batu empedu, dan insidennya meningkat seiring dengan bertambahnya usia. urang dari pasien dengan batu empedu menun#ukkan ge#ala, dan kurang dari *- mengalami komplikasi yang dapat mengan%am nya$a. $ambaran klinis kolelitiasis Kolik Kolik bili bilier er%% &ebany &ebanyak ak /+0/+0- pasien pasien dengan dengan kolelit kolelitias iasis is yang yang simtom simtomatik atik mengal mengalami ami
episode kolik bilier, yang dideskripsikan sebagai nyeri pada daerah epigastrium atau kuadran kanan atas yang dirasakan setelah makan, dapat menyebar ke punggung bahkan sampai ke bahu kanan. 1yeri tersebut dapat dirasakan selama beberapa menit sampai beberapa #am. 1yeri yang hebat sering disertai dengan rasa mual dan muntah. &ebagian pasien #uga mengeluh adanya perut kembung, dispepsia, dan bersenda$a, namun apabila ge#ala tersebut tidak berkaitan dengan kolik bilier, ge#ala tidak akan membaik setelah dilakukan tindakan kolesistektomi.Pemeriksaan fisik dapat menemukan adanya nyeri tekan yang ringan pada daerah epigastrium atau kuadran kanan atas, namun sebagian besar pasien tidak menun#ukkan penemuan klinis klinis yang signifikan. 1yeri pada kolik bilier disebabkan oleh kontraksi kandung empedu, yang tidak dapat meng mengos oson ongk gkan an isiny isinyaa karen karenaa dukt duktus us sisti sistiku kuss tersu tersumb mbat at oleh oleh batu batu.. and andun ung g empe empedu du
distimulasi untuk berkontraksi terutama oleh kolesistokinin, yang dihasilkan dari mukosa duodenum. 1yeri akan menghilang setelah kandung empedu berhenti berkontraksi atau saat duktus sistikus men#adi paten kembali. Kolesistitis akut merupakan ge#ala a$al batu empedu yang simtomatik pada *+'- pasien. Pasien dengan kolesistitis akut akan mengalami nyeri berat yang dirasakan selama beberapa #am, sampai akhirnya mereka datang ke unit ga$at darurat untuk men%ari pertolongan. Pada kolik bilier, obstruksi pada duktus sistikus hanya bersifat sementara, sedangkan pada kolesistitis obstruksinya bersifat menetap. 2bstruksi duktus sistikus yang persisten, disertai dengan adanya iritan kimia$i pada empedu, akan menyebabkan ter#adinya inflamasi dan edema pada dinding kandung empedu. eluhan mual dan muntah sering ditemukan. Pada pemeriksaan fisik umumnya ditemukan nyeri tekan yang #elas pada kuadran kanan atas, yang sering berhubungan dengan adanya massa atau rasa penuh. Palpasi pada kuadran kanan atas pada saat inspirasi akan menyebabkan rasa tidak nyaman yang menyebabkan pasien berhenti menarik napas (tanda Murphy positif!. Tanda peritoneal lokal dan demam sering ditemukan. Pankreatitis akibat batu empedu gallstone pancreatitis#% Pada *+*- pasien dengan batu empedu yang simtomatik, ge#ala a$al yang ditun#ukkan dapat berupa komplikasi, seperti pankreatitis akibat batu empedu atau batu Tabel *. riteria Ranson untuk prognosis pankreatitis akut
pada duktus biliaris komunis (duktus koledokus!. 3- pasien dengan pakreatitis akibat batu empedu mengalami episode ringan, yang artinya tidak melebihi tiga dari ** kriteria Ranson (tabel *!. 4e#ala yang ditimbulkan serupa dengan yang ter#adi pada episode berat dari kolik bilier. 1yeri epigastrium
atau kuadran
kanan
atas
ter#adi selama beberapa #am dan dapat berhubungan dengan mual dan muntah. Pada
pemeriksaan
fisik
umumnya
ditemukan nyeri tekan dan rasa penuh pada epigastrium, tanpa disertai dengan tanda peritoneal. Pada sebagian besar pasien, ge#ala akan membaik se%ara signifikan dalam 5+6 hari setelah mendapatkan terapi suportif. Di samping mengeluh nyeri, pasien dengan batu saluran empedu sering mengalami kulit kekuningan dan demam. Pemeriksaan laboratorium untuk kolelitiasis
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan harus meliputi pemeriksaan darah lengkap, tes fungsi hati, dan kadar serum amilase dan lipase. Pada kolik bilier yang kronis, sebagian besar pasien menun#ukkan hasil pemeriksaan laboratorium yang normal, terutama apabila tidak ada ge#ala pada saat pemeriksaan. 1amun, pasien dengan nyeri akut pada saat pemeriksaan, dapat memberikan hasil pemeriksaan kadar en7im hati (aspartat aminotransferase, alanin aminotransferase, alkalin fosfatase! dan bilirubin yang meningkat, terutama apabila terdapat batu pada saluran empedu. Pada pankreatitis akibat batu empedu, pasien menun#ukkan peningkatan kadar serum amilase dan lipase, serta hasil tes fungsi hati yang abnormal. Pada kolesistitis akut, dapat ter#adi leukositosis, dan hampir *- pasien menun#ukkan sedikit peningkatan kadar aspartat aminotransferase, alanin aminotransferase, alkalin fosfatase, dan bilirubin apabila batu tidak terdapat pada duktus biliaris komunis. Pemeriksaan radiologi untuk kolelitiasis "ltrasonografi dan cholescintigraphy merupakan modalitas yang paling dapat membantu dan
sering digunakan dalam menegakkan diagnosis penyakit pada kandung empedu.
4ambar *.
"ltrasonografi dalam mendiagnosis batu empedu.
!ltrasonogra&i !S$# dianggap aman, %epat, dan relatif tidak mahal serta tidak
memberikan paparan radiasi. "&4 merupakan pilihan teknik diagnostik yang digunakan pada pasien dengan ke%urigaan mengalami kolik bilier. Penemuan yang mendukung dapat berupa adanya batu, penebalan dinding kandung empedu, %airan perikolesistik, dan tanda Murphy positif pada saat kontak dengan transduser "&4 (4ambar *!. Tiga temuan terakhir terutama menun#ukkan indikasi adanya kolesistitis akut. ekurangan "&4 adalah keakuratan hasilnya sangat tergantung pada orang yang melakukan dan menginterpretas ikannya. Cholescintigraphy akurat dalam mendiagnosis kolesistitis akut pada lebih dari 3 pasien ra$at #alan. )pabila dikombinasikan dengan in#eksi kolesistokinin, alat ini dapat membantu dalam mendiagnosis pasien dengan ke%urigaan diskinesia biliaris. Cholescintigraphy dapat memberikan informasi yang menun#ukkan adanya obstruksi pada duktus sistikus, yang merupakan komponen yang penting dalam patogenesis kolesistitis kalkulus. 1amun bagaimanapun, teknik tersebut #uga memiliki kemungkinan ter#adinya hasil positif palsu sebesar 5+6- pada pasien yang dira$at inap dengan masalah medis lainnya selama beberapa minggu, terutama apabila mereka mendapatkan nutrisi se%ara parenteral. Pada pasien tersebut, ultrasonografi dikatakan lebih akurat untuk digunakan. Computed tomography dikatakan tidak seakurat ultrasonografi dalam mendeteksi adanya batu empedu, sehingga bukan merupakan teknik yang tepat untuk digunakan dalam mengevaluasi pasien dengan kemungkinan penyakit biliaris kronis. 1amun pada kasus yang akut, teknik ini dapat menun#ukkan adanya penebalan dinding kandung empedu atau %airan perikolesistik yang berhubungan dengan kolesistitis akut. ER'P apabila di(urigai adanya koledokolitiasis Pasien yang di%urigai dengan koledokolitiasis (batu pada duktus biliaris komunis atau duktus
koledokus! mungkin akan mendapatkan manfaat dengan dilakukannya endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERP!, sfingterotomi, dan ekstraksi batu sebelum tindakan kolesistektomi laparoskopi. 8aktor yang dapat memperkirakan adanya suatu koledokolitiasis • • •
di antaranya9 :asil tes fungsi hati yang abnormal, terutama kadar bilirubin dan alkalin fosfatase Pelebaran duktus biliaris komunis sebesar ; mm atau lebih )danya batu pada duktus biliaris komunis yang teridentifikasi dengan ultrasonografi Pendekatan lain hanya melan#utkan dengan kolesistektomi laparoskopi dan melakukan kolangiografi intraoperatif. )pabila pada kolangiografi ditemukan adanya batu, dapat dilakukan pengangkatan se%ara laparoskopik, atau tindakan pembedahan dapat diubah men#adi pembedahan eksplorasi terbuka pada duktus biliaris komunis.
Pembeda)an laparoskopi untuk pasien dengan pankreatitis akibat batu empedu
&ebagian besar pasien (3-! dengan pankreatitis akibat batu empedu mengalami episode ringan. 1yeri yang dirasakan biasanya segera menghilang dan kadar en7im hati (aspartat aminotransferase, alanin aminotransferase, alkalin fosfatase, bilirubin, serum amilase, dan serum lipase! menurun dalam 5+6 hari setelah pera$atan dengan terapi suportif. =ang dimaksud dengan terapi suportif adalah tidak memberikan apapun se%ara oral dan mempertahankan pasien dalam hidrasi se%ara intravena serta analgesia dan antibiotika se%ara parenteral. Pasien seperti ini harus men#alani kolesistektomi laparoskopi dengan kolangiografi intraoperatif dalam satu bulan untuk men%egah ter#adinya episode pankreatitis yang lebih lan#ut. Pasien tidak diperbolehkan men#alani ERP sebelum operasi, karena dapat mengeksaserbasi pankreatitis yang dialami. )pabila ditemukan batu pada saluran empedu selama tindakan kolesistektomi dilakukan, maka sfingteroktomi endoskopi harus dilakukan dalam beberapa hari. *asil dari kolesistektomi
olesistektomi masih merupakan penatalaksanaan yang terbaik untuk pasien dengan penyakit batu empedu yang simtomatik. Teknik tersebut dikatakan efektif dan aman, dengan angka ke#adian komplikasi dan kematian yang rendah, masing+masing sebesar *6- dan ,*0-, terutama apabila diker#akan se%ara elektif pada pasien yang berusia kurang dari / tahun. 8rekuensi dan tingkat keparahan episode kolik bilier berbeda antara satu pasien dengan pasien lainnya> beberapa mungkin mengalami episode yang relatif ringan selama beberapa tahun, sedangkan yang lainnya mengalami serangan yang berat dalam satu $aktu. olesistektomi diindikasikan pada berbagai kondisi pasien tersebut.
yang normal, pasien dapat dipertimbangkan untuk dilakukan kolesistektomi dengan konsekuensi bah$a ge#ala mungkin tidak membaik. Kolesistektomi laparoskopi: keuntungan dan kerugian
olesistektomi laparoskopi kini merupakan baku emas dalam penatalaksanaan penyakit kandung empedu yang simtomatik. ?ebih dari . tindakan kolesistektomi dilakukan di )merika &erikat setiap tahunnya. olesistektomi laparoskopi dikatakan aman, dan apabila dibandingkan dengan kolesistektomi terbuka yang merupakan baku emas terdahulu, teknik kolesistektomi laparoskopi menimbulkan rasa nyeri yang lebih ringan, komplikasi yang lebih sedikit, dan $aktu pemulihan yang lebih %epat. )ngka kematian akibat tindakan kolesistektomi laparoskopi adalah sebesar ,/+,*-, sedangkan akibat tindakan kolesistektomi terbuka adalah sebesar +,6-. ?ama pera$atan rata+rata di rumah sakit setelah kolesistektomi laparoskopi adalah selama *,/ hari, dibandingkan 6,5 hari untuk pasien dengan kolesistektomi terbuka. @aktu yang diperlukan untuk dapat kembali beker#a setelah tindakan kolesistektomi laparoskopi #uga relatif lebih %epat #ika dibandingkan dengan kolesistektomi terbuka, masing+masing selama * dan 5* hari. &ekitar '+- dari tindakan kolesistektomi laparoskopi yang dilakukan perlu untuk diubah men#adi suatu prosedur terbuka, baik karena ter#adinya inflamasi yang mengaburkan perbedaan antara duktus sistikus dengan duktus biliaris komunis (duktus koledokus! ataupun akibat perdarahan yang tidak bisa ditangani se%ara laparoskopik. Komplikasi pembeda)an% omplikasi yang signifikan, yang dapat berakhir dengan
kematian, dapat ter#adi akibat kolesistektomi laparoskopi. Di samping itu, kerusakan yang ter#adi selama kolesistektomi laparoskopi memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk menyebabkan kematian daripada yang ter#adi selama kolesistektomi terbuka. olesistektomi laparoskopi #uga berkaitan dengan angka ke#adian kerusakan saluran empedu yang lebih besar #ika dibandingkan dengan kolesistektomi terbuka (masing+masing sebesar ,/- dan ,*+,'-!. ?ebih dari setengah pasien yang mengalami kerusakan saluran empedu memerlukan operasi perbaikan, dan sebanyak '- dari perbaikan tersebut perlu untuk direvisi kembali karena ter#adinya pembentukan striktur. )nalisis data berdasakan survei nasional dari hampir ;. prosedur kolesistektomi laparoskopi yang dilakukan pada 6.5 rumah sakit menun#ukkan kerusakan pada usus atau pembuluh darah besar berkaitan dengan angka kematian, masing+masing sebanyak ;- dan -.
)ngka ke#adian komplikasi akibat kolesistektomi laparoskopi menurun seiring dengan bertambahnya frekuensi tindakan pembedahan yang dilakukan oleh dokter bedah yang bersangkutan> sebesar '*- apabila apabila dokter bedah tersebut melakukan kurang dari * tindakan, dan sebesar *'- apabila telah melakukan lebih dari tindakan. Angka ke+adian peruba)an kon,ersi# men+adi operasi terbuka pada pasien dengan kolesistitis akut% Meskipun kolesistektomi laparoskopi merupakan tindakan pilihan
pada pasien kolesistitis akut, angka ke#adian konversi men#adi operasi terbuka bervariasi dari +6-. Pada sebagian besar konversi, ditemukan bah$a tindakan laparoskopi diker#akan tiga hari setelah timbulnya ge#ala atau kandung empedu sudah men#adi gangren. &etelah tiga hari, edema pada kandung empedu akan berkembang men#adi keras seperti kayu yang mengaburkan anatomi area tersebut, sehingga menyulitkan untuk membedakan antara duktus sistikus dengan saluran empedu, yang akan meningkatkan resiko ter#adinya in#ury pada saluran empedu. )pabila kolesistektomi laparoskopik diker#akan dalam tiga hari setelah timbulnya ge#ala, angka ke#adian ter#adinya konversi adalah sebesar '5+'0-> namun apabila diker#akan setelah tiga hari maka angka ke#adiannya berubah men#adi 60+3-. &edangkan pada pasien dengan kolesistitis bergangren, angka ke#adian ter#adinya konversi sebesar 5+ 63-. Pemasangan selang kolesistostomi
&elang kolesistostomi diindikasikan pada beberapa pasien dengan kolesistitis akut. Pada a$alnya dokter bedah memasang selang apabila mereka melakukan kolesistektomi terbuka namun tidak dapat menyelesaikannya, baik karena pasien berada dalam kondisi kritis sehingga dirasa tidak stabil untuk menyelesaikan prosedur yang telah diren%anakan maupun karena adanya inflamasi yang menghalangi proses kolesistekomi yang aman. 1amun sekarang, untuk pasien kritis pada ruang pera$atan intensif, dapat dilakukan pemasangan tuba kolesistostomi oleh ahli radiologi perkutan melalui hati dengan bantuan panduan ultrasound. Prosedur ini dapat diker#akan se%ara aman di tempat tidur tanpa memerlukan anestesia umum. )ngka ke#adian komplikasinya rendah, dan kematian terutama berkaitan dengan komorbiditas. Peranan kolesistektomi pada sirosis- diabetes- dan ke)amilan Sirosis% )ngka kematian sebesar *-, terutama disebabkan karena gagal hati dan
sepsis, telah dilaporkan pada pasien dengan sirosis hati yang berat (hild+Pugh grade ! yang men#alani tindakan kolesistektomi. olesistektomi laparoskopi dapat diker#akan pada pasien
dengan siroris hati hild grade ) maupun <, namun dengan kemungkinan ter#adinya komplikasi sebesar 5'-. Diabetes bukan merupakan faktor yang signifikan pada pasien dengan batu empedu.
Pasien diabetes dengan batu empedu yang asimtomatik tidak memerlukan tindakan kolesistektomi profilaksis, seperti yang disarankan pada '+' tahun yang lalu. .anita )amil dapat dengan aman men#alani tindakan kolesistektomi laparoskopik,
terutama pada periode trimester kedua dengan bantuan tim dokter kandungan. KOLESISTITIS AKALK!L!S AK!T
Ansiden ter#adinya kolesistitis akalkulus (tanpa adanya batu! akut pada populasi umum bervariasi antara '+*-. Dulu dikatakan bah$a hampir semua pasien dengan kolesistitis akalkulus akut memiliki ri$ayat mengalami trauma atau luka bakar, men#alani tindakan pembedahan mayor, atau mengalami kegagalan multi organ. &aat ini, insiden kolesistitis akalkulus akut telah meningkat pada pasien ra$at #alan, terutama pada laki+laki usia tua dengan aterosklerosis atau keadaan imunosupresi. eadaan kolesistitis akalkulus dapat dengan %epat berkembang men#adi gangren atau perforasi, karena proses patofisiologinya lebih mengarah kepada ter#adinya infark transmural pada dinding kandung empedu, dibandingkan perubahan akibat inflamasi yang berhubungan dengan adanya batu. Tanda dan ge+ala
&ebagian besar pasien dengan kolesistitis akalkulus akut memiliki ge#ala berupa nyeri perut, demam, dan nyeri tekan pada perut kuadran kanan atas atau tanda iritasi peritoneal lokal. :ampir semua pasien menun#ukkan hasil tes fungsi hati yang abnormal dan leukositosis. Diagnosis
Pemeriksaan radiologi yang dilakukan untuk kolesistitis akalkulus akut antara lain cholescintigraphy, ultrasonografi, dan computed tomography. Di antara ketiga modalitas tersebut, ultrasonografi dan computed tomography memiliki spesifisitas yang lebih tinggi pada pasien yang berada dalam kondisi kritis. Cholescintigraphy dikatakan akurat pada sekitar 3- pasien ra$at #alan, namun memiliki angka positif palsu sebesar 5+6- pada pasien kritis, terutama pada pasien dalam keadaan hiperalimentasi. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien dengan kolesistitis akalkulus akut meliputi kolesistostomi perkutan, kolesistostomi terbuka, dan kolesistektomi. Meskipun kolesistitis akalkulus akut
dapat disebabkan oleh infark pada dinding empedu, dekompresi empedu dengan pemasangan selang kolesistostomi dikatakan %ukup untuk mengendalikan proses inflamasi. Bika kolesistektomi diperlukan, dera#at inflamasi dan indurasi biasanya menghalangi tindakan laparoskopik. )ngka kematian pada pasien dengan kolesistitis akalkulus akut adalah sebesar apabila tindakan operasi tidak diker#akan. )ngka kematian akibat tindakan operasi pada pasien ini berkisar antara /+3-, yang se%ara signifikan lebih tinggi #ika dibandingkan dengan angka kematian pada pasien dengan adanya batu (kalkulus!. ematian terutama berkaitan dengan keadaan umum pasien. DISKI/ESIA BILIARIS
Penatalaksanaan diskinesia biliaris merupakan suatu tantangan. Pasien umumnya memiliki ge#ala kronis yang sesuai dengan kolik bilier dan fraksi e#eksi empedu yang abnormal> namun, pada ultrasonografi maupun kolesistografi oral tidak menun#ukkan adanya batu, bahkan meskipun dilakukan pemeriksaan ulang. Diagnosis Evaluasi pasien dengan ke%urigaan diskinesia biliaris harus meliputi endoskopi atas dan
cholescintigraphy yang distimulasi oleh kolesistokinin. elainan endoskopi berupa gastritis, ulser, atau refluks harus ditangani terlebih dahulu sebelum mempertimbangkan tindakan kolesistektomi. Penatalaksanaan )pabila pemeriksaan endoskopi menun#ukkan hasil yang normal dan fraksi e#eksi empedu
pada cholescintigraphy kurang dari 5-, maka dapat dilakukan kolesistektomi sebagai penatalaksanaan utama.
Polip kandung empedu ditemukan pada sekitar 6- populasi umum. &ebagian besar di antaranya merupakan polip kolesterol, sedangkan lainnya adalah adenoma, polip hiperplasia, granulasi, dan adenomyomatosis.
Polip kolesterol pada umumnya berdiameter kurang dari * mm dan ditemukan lebih dari satu buah. &edangkan adenoma berukuran lebih besar dan tunggal. :ampir semua polip yang bersifat malignan berukuran lebih dari * mm dan tunggal. '+/- pasien dengan polip #uga memiliki batu empedu. Meskipun beberapa polip menun#ukkan ge#ala yang sesuai dengan kolik bilier, sebagian besar dapat ter#adi tanpa ge#ala dan ditemukan pada saat pemeriksaan ultrasonografi untuk mengevaluasi nyeri perut bagian atas yang tidak spesifik. Pasien yang menun#ukkan ge#ala (simtomatik! atau dengan polip yang berukuran lebih dari * mm harus men#alani tindakan kolesistektomi. Pasien tanpa ge#ala dengan ukuran polip yang kurang dari * mm disarankan untuk melakukan ultrasonografi lan#utan dalam / bulan untuk menilai pertumbuhan polip tersebut. Pembesaran ukuran polip dapat men#adi suatu indikasi dilakukannya tindakan kolesistektomi. KA/KER KA/D!/$ E"PED!
anker kandung empedu merupakan penyakit yang relatif #arang di#umpai dan memiliki prognosis yang buruk. )ngka kematian akibat kanker kandung empedu di )merika &erikat dilaporkan sekitar /. setiap tahunnya, atau sekitar 6- dari seluruh kematian akibat kanker. ;+;- pasien dengan kanker kandung empedu #uga mengalami kolelitiasis. &tudi terdahulu men#elaskan adanya hubungan antara kalsium pada dinding kandung empedu (disebut sebagai kandung empedu porselen! dengan kanker kandung empedu> dimana '+/- pasien dengan kandung empedu porselen mengalami kanker kandung empedu. 1amun studi terbaru menun#ukkan tidak adanya kanker pada * spesimen kandung empedu porselen yang merepresentasikan ,*6- dari *.06* kolesistektomi yang diker#akan se#ak tahun *3 sampai *33;. ?ebih dari 3- kanker empedu merupakan tipe adenokarsinoma, yang bervariasi dari tipe dengan diferensiasi baik sampai yang berdiferensiasi buruk. Pasien kanker kandung empedu pada stadium a$al umumnya tidak menun#ukkan ge#ala, begitu pula pada pasien yang disertai dengan kolelitiasis yang hanya menun#ukkan ge#ala kolik bilier. Pasien usia tua dengan nyeri perut kuadran kanan atas yang persisten dan progresif dapat di%urigai mengalami kanker empedu, terutama apabila terdapat kulit kekuningan dan massa yang teraba. Diagnosis
Pemeriksaan laboratorium menun#ukkan hasil yang normal sepan#ang tidak terdapat obstruksi pada traktus biliaris. Pemeriksaan radiologi yang dapat diker#akan adalah ultrasonografi dan
computed tomography, namun kedua pemeriksaan tersebut tidak dapat menun#ukkan suatu abnormalitas apabila diker#akan pada stadium a$al. Pemeriksaan tersebut #uga tidak dapat membedakan antara neoplasma dengan proses inflamasi yang meluas. 1amun, apabila dari pemeriksaan didapatkan adanya suatu massa, terutama apabila sampai meluas ke parenkim hati, maka perlu dilakukan suatu biopsi. Penatalaksanaan
)pabila telah dikonfirmasi adanya suatu kanker, maka tindakan operatif tidak diindikasikan. 1amun, pasien dengan kulit kekuningan dan massa pada kandung empedu dengan ataupun tanpa perluasan ke hati memerlukan tindakan endoskopi atau pemasangan stent perkutan. Penatalaksanaan se%ara operatif untuk kanker kandung empedu, terutama reseksi radikal, masih merupakan suatu kontroversi. Pada sebagian besar kasus, pasien men#alani tindakan kolesistektomi untuk batu empedu simtomatis yang dialaminya, dan kanker hanya ditemukan pada saat dilakukan pemeriksaan patologi pada pasien tersebut. Prognosis bergantung pada kedalaman invasi ke dinding kandung empedu dan keterlibatan kelen#ar getah bening regional. Pasien pada stadium * (keterlibatan mukosa sa#a atau mukosa dan lapisan otot! memiliki angka harapan hidup selama lima tahun sebesar ;setelah men#alani tindakan kolesistektomi sederhana. Penatalaksanaan kanker stadium lan#ut #uga masih kontroversial (kanker empedu dikatakan memasuki stadium lan#ut apabila terdapat penetrasi tumor sampai ke dinding kandung empedu, organ sekitar, atau kelen#ar getah bening regional!. )pakah pasien tersebut harus men#alani eksplorasi ulang untuk dilakukan reseksi radikal lebih lan#ut, seperti reseksi hati atau limfadenektomi hepatis portaC Meskipun beberapa ahli mengan#urkan tindakan operatif, angka harapan hidup selama lima tahun hanya sekitar *- pada pasien dengan kanker stadium ' (penetrasi sampai ke dinding kandung empedu!, dan - pada pasien dengan keterlibatan kelen#ar getah bening regional.