PENUNTUN PRAKTIKUM
KESETIMBANGAN KIMIA
Oleh:
Dwi Indarti Tri Mulyono Bambang Piluharto Donatus Setyawan P.H
LABORATORIUM KIMIA FISIKA JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS JEMBER 2017
PRAKATA
Laboratorium Kimia Fisik merupakan salah satu bagian dari jurusan kimia yang menyelenggarakan kegiatan praktikum khususnya praktikum kimia fisika yang merupakan bagian dari perkuliahan bertujuan untuk memberikan ketrampilan dalam kerja praktis dan benar di laboratorium sebagai modal dalam memahami teori dari ilmu yang diperoleh di kelas. Kimia merupakan salah satu cabang dari ilmu pengetahuan alam yang teoriteorinya didasarkan atas percobaan. Praktikum ini merupakan pengantar dalam mengembangkan segi eksperimental dari prinsip kimia yang telah diperoleh dalam perkuliahan kesetimbangan kimia dan kinetika kimia serta memberikan keterampilan dasar dengan alat-alat fisika untuk mendapatkan hasil kuantitatif dalam percobaan kimia. Setiap percobaan didasarkan atas teori yang diperoleh dalam perkuliahan, dan pengembangan cara perhitungan serta menginterpretasikan data hasil pengamatan. Setiap mata praktikum akan memberikan gambaran tentang dasar teori yang melandasi percobaan. Mahasiswa diharapkan dapat lebih menghayati pelaksanaan praktikum dan tidak hanya sebagai ahli mencampurkan bahan-bahan kimia saja tanpa mengetahui maksud dan tujuan perlakuan tersebut. Buku Penuntun Praktikum Kesetimbangan kimia ini terwujud atas kerjasama seluruh staf bidang ilmu Kimia Fisika Jurusan Kimia FMIPA Universitas Jember. Kepada seluruh mahasiswa yang menggunakan buku ini, penulis sampaikan selamat bekerja dan semoga keberhasilan dan kesuksesan dapat diraih.
Jember, Maret 2017 Tim Kimia Fisik
2
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul .................................................................................................
1
Halaman Kata Pengantar...................................... ............................................
2
Halaman Daftar Isi ............................................... ............................................
3
Tata tertib Kerja di Laboratorium .................................................. .................
4
I.
Penentuan Titik Beku Larutan .................................................. .................
6
II. Kesetimbangan Uap-Cair pada Sistem Biner ............................................
11
III. Volume Molal Parsial ...............................................................................
14
IV. Kinetika Reaksi Ion Permanganat dengan Asam Oksalat ........................
17
V. Analisis dan Penentuan Konstanta Dissosiasi Asam Dengan Titrasi pH yang Dikontrol dengan Komputer .................................................. ........
20
VI. Daya Hantar Listrik ................................................ ..................................
23
3
TATA TERTIB KERJA di LABORATORIUM KIMIA FISIK JURUSAN KIMIA FAKULTAS MIPA UNIVERSITAS JEMBER
1. Praktikan yang tidak dapat mengikuti praktikum diharuskan menunjukkan surat keterangan dokter apabila sakit atau ijin resmi kegiatan universitas. 2. Praktikan harus hadir tepat pada waktu yang telah ditentukan, apabila terlambat lebih dari 10 (sepuluh) menit dari waktu tersebut, maka dia tidak diperkenankan mengikuti praktikum pada hari itu. 3. Praktikan harus menjaga kebersihan laboratorium, bekerja dengan tertib, tenang, dan teratur. Selama mengikuti praktikum, peserta harus bersikap sopan, baik dalam berpakaian (tidak boleh memakai sandal ataupun kaos oblong), cara berbicara maupun cara bergaul supaya sopan. Apabila peserta tidak sopan dan membuat kegaduhan, mereka dapat dikeluarkan dari laboratorium dan tidak diperkenankan untuk melanjutkan praktikum pada hari itu. Kegiatan praktikum dinyatakan gagal. 4. Praktikan diwajibkan mengenakan jas lab dan sepatu apabila memasuki laboratorium. 5. Praktikan dilarang keras untuk makan, minum, merokok, bergurau di dalam laboratorium atau pada saat praktikum berlangsung, serta dilarang menggunakan bahan kimia selain untuk praktikum. 6. Setiap kelompok harus membawa tissue dan lap. 7. Praktikan dilarang keras keluar dari laboratorium atau menerima tamu tanpa seizin assisten atau pimpinan praktikum. 8. Saat memasuki atau mengikuti praktikum, Praktikan diwajibkan untuk: 1. Menyerahkan jurnal kerja laboratorium, 2. Menyerahkan laporan praktikum, 3. Mengisi presensi kehadiran praktikum. 9. Praktikan diwajibkan memeriksa seluruh alat sebelum atau setelah praktikum dan mengganti kerusakan alat, perangkat dan instrumen apabila terjadi kerusakan atau ditanggung oleh seluruh kelas. Penggantiannya harus disertai dengan bukti pembelian dari toko disertai bukti penerimaan oleh teknisi atas sepengetahuan pemimpin praktikum dan ka.lab. 10. Ujian Praktikum meliputi ujian harian yang dapat berupa pre test atau post test, ujian akhir ataupun interview dalam laboratorium. Ujian akhir akan dilakukan setelah seluruh praktikum usai. 11. Laporan dan jurnal dibuat dalam kertas berukuran A4 ditulis dengan ketentuan margin kertas 2,5 (atas), 3 (kiri), 2,5 (kanan), dan 2 cm (bawah). 12. Format laporan meliputi : halaman judul (cover), pendahuluan (latar belakang dan tujuan), Tinjauan pustaka (MSDS bahan kimia yang digunakan serta hal lain yang berhubungan dengan materi praktikum), metodologi praktikum (alat, bahan, dan 4
diagram kerja), hasil dan pembahasan (data hasil olahan dan pembahasannya), Penutup (kesimpulan dan saran), daftar pustaka, lampiran (data mentah yg disetujui asisten, perhitungan terperinci, dll). 13. Penilaian akan meliputi: jurnal, ujian harian (pre-tes), kinerja laboratorium, laporan akhir, dan ujian ujian. 14. Praktikan yang tidak mengikuti lebih dari dua rmateri praktikum dianggap tidak lulus mata kuliah praktikum. Terima kasih atas perhatiannya, semoga praktikum ini dapat bermanfaat bagi anda baik sebagai penambah wawasan khazanah keilmuan maupun pen galaman laboratorium.
5
Percobaan -1 PENENTUAN TITIK BEKU LARUTAN Tujuan
Percobaan ini mempunyai dua tujuan, yaitu menentukan tetapan penurunan titik beku molal pelarut dan menentukan Berat Molekul zat non volatile yang tidak diketahui.
Dasar Teori
Jika ke dalam suatu zat pelarut dimasukkan zat lain yang tidak mudah menguap (non volatil), maka energi bebas pelarut tersebut akan turun. Penurunan energi bebas ini mengikuti persamaan Nernst. Go1 - Gox = RT ln x Go1 - Gox
. . . . . . . . . . .
(1)
= Penurunan energi bebas pelarut
R = Tetapan gas umum, T= Suhu mutlak, x = Fraksi mol pelarut dalam larutan. Penurunan energi bebas ini akan menurunkan kemampuan zat pelarut untuk berubah menjadi fasa uapnya, sehingga tekanan uap pelarut dalam larutan akan lebih rendah bila dibandingkan dengan tekanan uap pelarut yang sama dalam keadaan murni. Pengaruh penurunan tekanan uap terhadap titik beku larutan mudah difahami dengan bantuan diagram fasa gambar 1.
Gambar 1. Diagram fasa Dalam diagram ini terlihat bahwa titik beku larutan Tf lebih rendah dibandingkan dengan titik beku pelarut murni T0f . Dari uraian di atas jelas bahwa penurunan titik beku larutan Tf = T0f - Tf
…………………………………………………………………………………………………..(2)
6
besarnya tergantung pada fraksi mol pelarut. Karena fraksi mol zat pelarut X merupakan fungsi linier fraksi mol zat terlarut X1 ; menurut persamaan X = 1 -X1 maka Tf dapat dinyatakan sebagai fungsi X1 berikut : Tf = (R (T0f )2 /Hf ) .X1 ……………………………………………………. (3) Di mana Hf adalah entalpi pencairan pelarut. Jika m ml zat terlarut ditambahkan ke dalam 1000 gram zat pelarut, maka di dapat larutan dengan molalitas m. Sehingga larutan tersebut mempunyai fraksi mol zat terlarut sebesar X1 = m / { (1000/M) + m } ……………………………………………………………………….(4) Dimana M adalah berat molekul zat pelarut. Untuk larutan encer m mendekati 0 (nol), maka X1 = mM/1000 , sehingga penurunan titik beku larutan dapat ditulis : Tf = { R ( Tof )2 M.m} / 1000 Hf
…………………………………………………………(5)
Bila disubtitusikan K f = {R (Tf o)2 M} / 1000.Hf ke dalam persamaan (5), maka akan diperoleh persamaan yang sederhana, yaitu : Tf = K f . m ……………………………………………………………….(6) Dari X1 = m.M/1000 di atas (pers. 4) didapat m = 1000 X1 / M Sedangkan X1 = m1 / (m1 + m) = (W1/M1) / {( W 1/M1 + W/M)}………………..(7) W1 = berat zat terlarut M1 = BM zat terlarut W = berat pelarut Oleh karena larutan encer, maka (W1/M1) >> (W/M), sehingga persamaan (7) dan persamaan (6) dapat ditulis sebagai berikut : X1 = (W1.M) / (W.M1) dan Tf = (1000/K f) / M1 x (W1/W) Rumus untuk menghitung harga K f adalah K f = (W.M1.Tf ) / (1000 W1) Sedangkan rumus untuk menghitung BM zat terlarut : M1 = (1000.K f) / Tf x (W1/W) Cara Kerja 1.
Susunlah alat seperti pada gambar 2.
2.
Persiapan.
a) Isilah tabung gelas E dengan campuran air, es dan garam secukupnya. b) Tabung D diisi dengan air secukupnya. c) Ambilah pelarut sebanyak 20 ml dan masukan ke dalam tabung gelas B (pelarut yang dipakai asam cuka glasial).
7
A C
B D E
Gambar 2. Desain alat penentuan penurunan titik beku Keterangan : A. Termometer alkohol B. Tabung gelas I C. Pengaduk D. Tabung gelas II E. Tabung gelas III 3.
Penentuan tetapan penurunan titik beku molal.
a) Setelah 20 ml asam cuka glasial dimasukan ke dalam tabung B sambil didinginkan, catatlah suhu pada termometer A tiap-tiap menit. b) Jika suhu sudah kelihatan tetap, maka pelarut diamati, sudah membeku atau belum. c) Ulangi percobaan tahap A dan B sekali lagi dan tentukan titik beku pelarut murni Tof . d) Pelarut dibiarkan mencair kembali, kemudian masukan naftalen (Bm=128) sebagai zat pelarut. Lakukan percobaan seperti A,B dan C lalu catatlah Tof (titik beku larutan), maka di dapat Tof - Tf = Tf Dimana Tf = penurunan titik beku larutan. Nilai Tf ini digunakan untuk menghitung K f asam cuka dengan memakai rumus diatas.
Perhatian : larutan jangan dibuang ! ! 4.
Penentuan BM zat x.
a) Larutan dari percobaan 3 di atas dibiarkan mencair kembali kemudian tambahkan 2 gram zat x. b) Dengan cara seperti (a) diamati perubahan suhunya dan perhitungkan Tf nya. Kemudian hitunglah BM zat X dengan memakai modifikasi rumus di atas, sebagai berikut : Tf = 1000 K f /W {(Wx/Mx) + (W1/M1)} Tf = penurunan titik beku larutan akhir 8
K f = penurunan titik molal pelarut W = berat pelarut dalam gram Wx = berat zat X dalam gram W1 = berat naphtalen dalam gram Mx = BM zat X M1 = BM Naphtalen Lembar pengamatan Penentuan tetapan penurunan titik beku molal asam cuka glasial.
A. Penentuan titik beku asam cuka (Tof ) Volume asam cuka
= ………ml
Berat jenis asam cuka
= ………gr/ml
Berat asam cuka (W)
= ……….gr
Titik beku asam cuka (Tof ) =……….oC B. Penentuan titik beku larutan Naphtalen (BM=128) Berat naphtalen = …….. gram Titik beku larutan naphtalen (Tof ) = ………oC Maka penurunan titik beku pada larutan naphtalen (Tf ) = …….oC Penentuan BM zat x
Volume asam cuka
=………ml
Berat asam cuka (W)
= …….gr
Berat zat X (W1)
= ……gr
Titik beku larutan zat X
= …….oC
Penurunan titik beku larutan zat X
= ……oC
9
Percobaan-2 KESETIMBANGAN UAP – CAIR PADA SISTEM BINER Tujuan
Percobaan ini mempunyai tujuan, yaitu mempelajari sifat larutan biner dengan membuat diagram temperatur versus komposisi, dengan menentukan indeks biasnya.
Dasar Teori
Larutan dikatakan sebagai larutan ideal apabila : 1.
Homogen pada seluruh sistem mulai dari mol fraksi 0 – 1
2.
Tidak ada entalpi percampuran pada waktu komponen – komponen dicampur membentuk larutan ( H pencampuran = 0 )
3.
Tidak ada beda volume pencampuran artinya volume larutan sama dengan jumlah komponen yang dicampurkan ( V pencampuran = 0.
4.
Memenuhi hukum Raoult sbb : P1 = X1 po Dimana ; P1 = Tekanan uap larutan Po = tekanan uap solven murni X1 = mol fraksi larutan Dalam larutan ideal sifat komponen yang satu akan mempengaruhi sifat
komponen yang lain, sehingga sifat larutan yang dihasilkan terletak diantara sifat kedua komponennya. Contoh, sistim benzena – toulena. Sedangkan larutan non ideal adalah larutan yang tidak memiliki sifat di atas. Larutan ini dibagi dua golongan yaitu : a. Larutan non ideal deviasi positip yang mempunyai volume ekspansi, di mana akan menghasilkan titik didih maksimum pada sistim campuran itu. Contoh: Sistem Aseton – Karbondisulfida b. Larutan non ideal deviasi negatif yang mempunyai volume kontraksi, di mana akan menghasilkan titik didih minimum pada sistim campuran itu. Contoh: sistem benzena – etanol dan sistim aseton-chloroform. Dalam percobaan ini komposisi larutan merupakan harga mol fraksi larutan untuk membuat diagram T – X maka harga X ditentukan pada tiap – tiap titik didih dengan 10
mengukur indeks biasnya pada beberapa komposisi tertentu dari larutan. hal ini dapat dilakukan dengan membuat grafik standar komposisi vs indeks bias terlebih dahulu. Komposisi dihitung sbb : Misalnya mencampurkan a ml aseton dengan berat jenis dengan berat jenis 2, maka komposisinya : X1 = (a
1/M1)
1
dengan b ml Chloroform
/ (a 1/ M1) + (b 2/M2)}
Dimana : M1 = berat molekul Aseton = 58 M2 = Berat molekul chloroform = 119,5 Dari grafik standar akan dapat diturunkan menjadi bentuk-bentuk grafik sperti gambar 3.
(a)
(b)
(c)
Gambar 3. Beberapa kemungkinan bentuk grafik diagram fase campuran. (a) campuran ideal, (b) deviasi positif), (c) deviasi negatif Cara kerja
1. Tentukan berat jenis masing – masing zat yaitu Chloroform, Aseton, etanol, dan aquades dengan menggunakan Piknometer. 2. Tentukan indeks bias Chloroform murni, Aseton murni, etanol, dan aquades. 3. Dibuat campuran aseton:kloroform dengan perbandingan 10:0; 8:2; 6:4; 4:6; 2:8; dan 0:10. 4. Dibuat pasangan kedua yaitu etanol: aquades dengan perbandingan 10:0; 9:1; 8:2; 6:4; 5:5; dan 1:9. 5. Setiap campuran direfluks, dicatat titik didihnya masing – masing. 6. Distilat diambil dengan pipet, kemudian ditentukan indeks biasnya demikian juga residunya. 7. Demikian dilakukan untuk setiap campuran.
11
8. Buatlah lebih dahulu grafik standar n (indeks bias) – X pada campuran yang belum didestilasi. 9. Kemudian diagram T- X diperoleh dari turunannya.
12
Percobaan-3 VOLUM MOLAL PARSIAL Tujuan
Percobaan ini mempunyai tujuan, yaitu menentukan volume molal parsial komponen dalam larutan.
Dasar Teori
Volum molal parsial komponen pada sistim larutan didefinisikan sebagai berikut : V1 = ( V / ni )T,P,nji
(1)
Di mana : V = volum T = temperatur
n = jumlah mol p = tekanan
Volum larutan adalah fungsi temperatur, tekanan dan jumlah mol komponen , yang dituliskan sbb : V = V (T, p, n, . . . .)
(2)
Maka : dV = ( V/ T) dT + ( V/ p)dP + ( V/ n1)dn1 + ( V/ n2)dn2 + ….
(3)
Pada temperatur dan tekanan tetap, dengan menggunakan persamaan (1), persamaan (3) menjadi : dV
= V1 dn1
+
V2 dn2 + . . . . . .
(4)
Volum molal parsial adalah tetap pada kondisi komposisi, temperatur, dan tekanan tetap . Integrasi persamaan (4) pada kondisi tersebut memberikan persamaan sbb : V = n1 V1 + n2 V2 + . . . . . . . + (tetapan)
(5)
Oleh karena n1 = n2 = . . . . . . . = 0, maka volum V adalah nol, sehingga tetapan = 0, maka persamaan (5) menjadi sbb : V = n1 V1 + n2 V2 + . . . .
(6)
Deferensiasi dari persamaan (6) menghasilkan : dV = (n1 dV1 + n2 dV2) + (V1dn1 + V2dn2 + . . . . . ) Yang jika digabung dengan persamaan (4) memberikan hasil (pada temperatur dan tekanan tetap) sbb : n1 dV1 + n2 dV2 + . . . . . = 0
(7)
Persamaan (7) adalah persamaan Gibbs-Duhem untuk volum. Untuk sistim larutan biner , volum molal semu unuk zarut didefinisikan sebagai : = ( V - n1 V10 ) / n2
(8)
13
dengan V10 adalah volum molal pelarut murni. Dipandang larutan dengan molalitas m yang menggunakan pelarut air. Di dalam larutan ini untuk 100 gram air (55,51 mol), terdapat m mol zarut. Jadi n1 = 55,51 dan N2 = m persamaan (8) menjadi : = ( V – 55,1 V10 ) /m
(9)
V10 adalah volum molal air murni yang dapat dihitung dari berat molekul (18,016 untuk air) dibagi dengan berat jenis, pada keadaan yang diamati. Untuk larutan tersebut dipenuhi : V = (1000 + mM2)/ d dan n1V1o = 1000/do
(10)
dengan d, d0 berturut – turut adalah berat jenis larutan, berat jenis air murni sedangkan M2 adalah berat molekul zarut. Substitusikan persamaan (10) ke dalam (9), maka diperoleh persamaan sbb : =
M2 – (1000/m)
(d – d0 / d0) / d
=
M2 - (M2 – 1000/m) (W – W0) / (W0 - We)
(11) /d
(12)
Persamaan (12) digunakan jika untuk menghitung digunakan piknometer; disini W, W0, We berturut – turut adalah berat piknometer yanng dipenuhi larutan, dipenuhi air dan piknometer kosong. Dari definisi volum molal parsial zarut (menggunakan persamaan (8) diperoleh hasil sbb : V2 = (V/n2)T1 p1n1 = n2n2 + n2 (/n2) = + m (d/ dm ) V1 = ( V / n1)
(12)
( n2 / n1) + V10
=
Dari persamaan (8) dan (9) diperoleh : V1 =
1/n (n1V10 - n2 (
/ n 2)
= V10 - (m2/55,51) d /dm (13)
Untuk larutan elektrolit sederhana, misalnya larutan NaCl, ditemukan bahwa linier terhadap m, untuk konsentrasi yang tidak pekat. Karena = d / dm = (d /d m) (d m /dm) = 1/ (2 m) (d /d m), Maka persamaan (12) menjadi : V1 =
+ (m/2 m) (d /d m)
linier terhadap m, maka V2 =
=
o
+ (d / d m) ( m), maka
+ (3 m/2) (d /d m)
(14)
Dengan demikian pula persamaan (16) menjadi : V1 = V1o – (m/55,51) ( m/2) ((d / d m) Pada persamaan (17),
(15)
0
adalah ekstrapolasi volum molal semu ke konsentrasi mol. 14
Dengan melukis grafik
vs
m yang linier, maka lereng d
/ d m dapat dicari dan
volum molal parsial pelarut V1 dapat dihitung dari persamaan (18). Demikian pula dari harga lereng d / d m dan
0
, volum molal parsial zarut V2 dapat dihitung.
Cara kerja
Buatlah 200 ml larutan NaCl 3,0 M menggunakan pelarut air. Untuk pengencerannya, encerkan larutan dengan konsentrasi ½; ¼; 1/8; 1/16 dari konsentrasi semula. Timbanglah piknometer kosong (We), piknometer penuh dengan aquades (W0), piknometer penuh dengan larutan NaCl (W). Massa masing-masing tersebut dicacat, temperatur di dalam piknometer juga dicatat. Dan densitas larutan dihitung Perhitungan
Molalitas larutan m dapat diperoleh dari molaritas larutan M dengan menggunakan persamaan sbb : M =1/
(d/M) - ( M2/1000)
(19)
Dengan M2 adalah berat molekul zarut dan d adalah berat jenis larutan . Berat jenis larutan dapat diperoleh dari persamaan sbb : d = (W – We) / Vp
(20)
Sedangkan volume piknometer Vp diperoleh dari penngukuran berat air didalam piknometer (penuh) pada temperatur tersebut d0 (dari tabel) d = d0 (W – We) / (W0 – We) Hitunglah V1 dan V2 untuk setiap konsentrasi percobaan, kemudian dibuat grafik V1 vs m dan V2 vs m.
15
Percobaan-4 KINETIKA REAKSI ION PERMANGANAT DENGAN ASAM OKSALAT
Tujuan
Percobaan ini mempunyai tujuan, yaitu menentukan tingkat reaksi (orde) MnO4- dengan H2C2O4 . Dasar teori :
Laju reaksi suatu reaksi kimia dinyatakan sebagai fungsi konsentrasi zat – zat pereaksi yang berperan serta dalam reaksi tersebut. Laju reaksi r untuk reaksi bimolekuler. H2(g) + I2(g)
2 HI(g)
Ternyata sebanding dengan hasil kali konsentrasi H2 dan I2 dan dapat dituliskan dalam persamaan : r = k H 2 I 2 Persamaan ini menunjukkan bahwa reaksi diatas merupakan reaksi tingkat dua, atau dapat dinyatakan bahwa reaksi itu adalah reaksi tingkat satu terhadap H2 dan reaksi tingkat satu pula terhadap I2. Perlu ditegaskan bahwa hubungan langsung antara tingkat reaksi dengan koefisien stoikiometri seperti dalam reaksi di atas, tidak selalu dijumpai pada setiap reaksi kimia. Hubungan ini hanya akan dijumpai pada setiap reaksi kimia. Hubungan ini hanya akan dijumpai apabila reaksi kimia berlangsung satu langkah. Dengan demikian jelas bahwa mekanisme reaksi merupakan faktor yang sangat berperan pada penentuan tingkat reaksi suatu reaksi kimia. Mekanisme reaksi tidak dapat ditentukan hanya dengan meninjau reaksi saja, melainkan harus ditentukan secaea eksperimental. Oleh karena itu tingkat reaksi suatu reaksi kimia harus ditentukan melalui percobaan. Dalam percobaan ini akan ditentukan tingkat reaksi : 5C2O42-(L) + 2MnO-4(L) + 16 H+
10CO2(L) + 8H2 O(L) + 2Mn2+
Jika reaksi ini merupakan reaksi tingkat m terhadap H2C2O4 dan tingkat n terhadap KMnO4, maka laju reaksi dapat dinyatakan dalam persamaan : R = K H2 C2 O4 m MnO4- n 16
Andaikan suatu reaksi mempunyai tingkat rekasi n terhadap suatu zat pereaksi, maka laju pereaksinya akan sebanding dengan konsentrasi n dan berbanding terbalik dengan waktu (t). r Cn r 1/t dimana C = konsentrasi n = tingkat reaksi t = waktu Cn 1/t
Oleh karena itu Cara kerja
1.
Siapkan 3 buah buret volume 50 ml yang bersih
2.
Buret 1 diisi larutan 0,1 N KMnO4, buret 2 diisi larutan 0,7 N H2C2O4 dan buret 3 diisi dengan aquades.
3.
Dalam buret yang tersedia, reaksikan H2C2O4 dan KMnO4 menurut tabel berikut : Pereaksi 1 10 2 2
VH2C2O4 (ml) VKMnO4 (ml) VH2O (ml)
2 15 3 2
3 20 4 2
Erlenmeyer 4 25 5 2
5 20 2 2
Perhatian : a. Campurkan terlebih dahulu H2C2O4 dan aquades, dan goyangkan erlenmeyer agar larutan homogen. b. Kemudian tambahkan KMnO4 . 4.
Ulangi percobaan ini (1 – 5) sebanyak 2 kali, dan catatlah waktu yang diperlukan mulai dari penambahan KMnO4 . sampai hilangnya warna ungu dalam erlenmeyer.
5.
Tentukan tingkat reaksi tersebut, dengan membuat grafik C versus 1/t dan C2 versus 1/t untuk masing-masing pereaksi. Percobaan pada erlenmeyer
H2C2O4 ml
KmnO4
M
ml
17
M
Waktu Detik
rata-rata
Percobaan-5 ANALISIS DAN PENENTUAN KONSTANTA DISOSIASI ASAM DENGAN TITRASI pH YANG DIKONTROL DENGAN KOMPUTER Tujuan
Percobaan ini mempunyai tujuan yaitu mengukur konstanta ionisasi dua asam dengan menggunakan teknik titrasi potentiometrik. Teori
Dalam titrasi suatu asam monoprotik, pH pada separoh titik ekivalen secara sederhana dihubungkan dengan pK. Untuk beberapa asam-basa Bronsted, HA dan A (muatan diabaikan):
HA
H
K
A
[ H ][ A ] [ HA]
Jadi pada titik setengah ekivalen, bila molaritas [A-] sama dengan [HA], [H+] sama dengan K. Persamaan ini disebut persamaan Henderson-Hasselbach. Dengan mengambil negatif log atau (-log) dari persamaan di atas dan penyusunan kembali menghasilkan:
A pK pH log
HA
Jadi, bila [A -] sama dengan [HA], pH larutan sepadan dengan pK dari spesi HA. Untuk asam dengan suatu hidrogen yang dapat terionisasi tunggal, spesi HA dan A mempunyai konsentrasi sama pada separuh volum ekivalen dan pH pada posisi ini seharusnya merupakan perkiraan yang baik dari pK. Dalam asam polyprotik di mana pK' berturut-turut berbeda tajam (5 satuan atau lebih), Berbagai kelas proton yang dititrasi secara terpisah dan ide di atas berlaku hampir sama. yaitu, pH pada separoh volum ekivalen merupakan perkiraan baik untuk pK1, pH pada tiga perdua dari ekivalen pertama dari titik ekivalen pertama merupkan perkiraan baik untuk pK2 dan seterusnya.
18
Pada umumnya, nilai pK untuk asam poliprotik tidak cukup baik dipisahkan untuk alasan di atas, karena lebih dari satu reaksi keseimbangan harus dianggap pada setiap titik selama titrasi; yaitu akan ada beberapa pasang asam-basa Bronsted pada konsentrasi yang sesuai secara kentara serempak. Akan tetapi, ide di atas masih mempertahankan keabsahan beberapa titik dalam titrasi dimana satu pasangan konjugat mendominasi. Dalam kasus cysteine, sesungguhnya pK2 dan pK3 tidak terpisah baik , perkiraan awal nilainya yang baik dapat diperoleh dari kurva titrasi dengan membaca tiga paruh dan lima-paruh, dari volume ekivalen awal asam karboksilat. Baik sekali perkiraan pK1 sebagai pH dari setengah volume ekivalen. pK suatu asam X Larutkan sample asam X (tanyakan pada asisten) dalam kira-kira 100 mL air •
suling dalam gelas piala 250 mL dan titrasikan larutan itu dengan larutan hidroksida standar. Alurkan data sebagai pH lawan voume NaOH (mL) dan tetapkan volume
•
kesetaraan. Baca dari kurva itu pH pada separoh volume yang diperlukan untuk mencapai titik kesetaraan. Pada separuh jalan ini pH = pKa, dan dengan demikian tetapan asam dapat ditentukan. Laporkan nilai ini kepada asisten Anda dan ulangi titrasi jika ia menginginkannya.
•
Mungkin ia juga ingin tahu konsentrasi asam X itu, jika contoh itu adalah suatu larutan, atau bobot ekivalen jika zat X itu suatu zat padat. Jika contoh itu suatu zat padat, hendaknya sampel itu ditimbang pada neraca analitis sebelum dilarutkan. Titrasi asam Fosfat
Pipetkan 25,00 mL larutan asam fosfat dengan konsentrasi X, ke dalam gelas piala 250 mL. Encerkan larutan ini menjadi kira-kira 100 mL.
Celupkan
elektroda-elektrodanya,
dan
titrasi
dengan
larutan
hidroksida
standar. Anda harus menjumpai dua patahan dalam kurva titrasi, satu sekitar 4 - 5 dan yang lain sekitar pH = 9 - 10.
Alurkan kurva titrasi itu sebagai pH lawan volume NaOH. Tetapkan dari kurva itu dan laporkan kepada asisten: (a) molaritas larutan asam dan (b) nilai pKal dan pKa2 asam fosfat. Percobaan-6 19
DAYA HANTAR LISTRIK
Tujuan
Percobaan ini mempunyai beberapa tujuan, yaitu mengukur daya hantar listrik berbagai senyawa dan mempelajari pengaruh konsentrasi terhadap daya hantar listrik larutan elektrolit.
Dasar teori
Menurut pandangan modern, arus listrik dapat ditafsirkan sebagai arus elektron yang membawa muatan negatif melewati suatu penghantar. Perpindahan ini dapat terjadi bila terdapat beda potensial antara satu tempat terhadap tempat lain, dan arus listrik akan mengalir dari tempat yang memiliki potensial tinggi ke tempat yang berpotensial rendah.
A
B
(V1)
(V2) Penghantar
Gambar 4. Jalur potensial Gambar 4 ini, potensial di A lebih tinggi bila dibandingkan dengan potensial di B, sehingga bila dipasang suatu penghantar dengan tahanan (R), maka akan mengalir arus listrik sebesar (I). Untuk beda potensial yang sama tidak selalu menghasilkan kuat arus listrik yang sama, melainkan tergantung pada dasarnya tahanan penghantar yang dipakai. Semakin besar tahanan penghantar, makin kecil yang mengalir melalui penghantar tersebut. Dengan perkataan lain makin besar tahanan (R), makin sedikit muatan listrik yang dihantarkan. Kemampuan suatu pengahtar untuk memindahkan muatan listrik dikenal sebagai daya hantar listrik yang besarnya berbanding terbalik dengan tahanan (R). L
=
1 R
L R
20
= daya hantar (Ohm-1) = tahanan (Ohm)
Cara kerja :
I.
Menentukan daya hantar listrik berbagai senyawa. 1. Sediakan 5 buah gelas piala ukuran 100 ml, kemudian masing – masing diisi dengan 25 ml minyak tanah, asam cuka glasial, akuades, larutan NaCl dan kristal NaCl. 2. Ukurlah daya hantar lisrik setiap larutan tersebut dalam prosedur (1) dengan menyusun rangkaian listrik seperti gambar 5. 3. Tentukan sifat zat terhadap arus listrik (konduktor atau isolator).
Ke AC.110 V. + Adaptor
/ saklar Larutan
Gambar 5. Rangkaian alat pengukur daya hantar II.
Mempelajari pengaruh konsentrasi terhadap daya hantar listrik larutan elektrolit. 1. Buatlah masing – masing 25 ml larutan zat – zat larutan dibawah ini dengan konsentrasi 0,01 M; 0,05 M; 0,10 M; 0,50 M; dan 1,00 M. Kelompok I :
Kelompok II :
CH3COOH
NaCl
NH4OH
dan
NaBr
HCl
NaI
NaOH
NH4Cl
2. Setiap larutan diukur daya hantar listriknya, dan pengukuran selalu dimulai dari larutan terencer. 3. Gambarkan grafik daya hantar listrik larutan kelompok I, terhadap konsentrasinya. Tentukan senyawa mana yang merupakan elektrolit kuat dan mana yang lemah. 4. Gambarkan grafik daya hantar listrik larutan kelompok II terhadap konsentrasinya. 5. Bandingkan daya hantar listrik kation dan anion segolongan (antara Cl-, Br -, Idan antara NH+, NH4)
21
Pengamatan :
A. Menentukan daya hantar listrik berbagai senyawa. Senyawa
I (mA)
V (volt)
L=
1
, ohm-1
R
Minyak tanah
. . . .
. . . .
. . . .
Asam asetat glasial
. . . .
. . . .
. . . .
Air suling
. . . .
. . . .
. . . .
Kristal NaCl
. . . .
. . . .
. . . .
Larutan NaCl
. . . .
. . . .
. . . .
B. Daya hantar listrik elektrolit pada berbagai konsentrasi. 1. Elektrolit – elektrolit kelompok I Konsentrasi elektrolit (M)
0,01 0,05 0,10 0,50 1,00
CH3COOH
NH4OH
HCl
I mA
V Volt
I mA
V Volt
... ... ... ... ...
... ... ... ... ...
... ... ... ... ...
... ... ... ... ...
I mA
NaOH V Volt
... ... ... ... ...
I mA
... ... ... ... ...
... ... ... ... ...
CH3COONa
V Volt
... ... ... ... ...
I mA
V Volt
... ... ... ... ...
... ... ... ... ...
2. Elektrolit – elektrolit kelompok II Konsentrasi elektrolit (M)
NaCl I mA
0,01 0,05 0,10 0,50 1,00
... ... ... ... ...
V Volt
... ... ... ... ...
NaBr I
mA
... ... ... ... ...
NaI V Volt
I
... ... ... ... ...
... ... ... ... ...
22
mA
NH4Cl
V Volt
I
mA
... ... ... ... ...
... ... ... ... ...
V Volt
... ... ... ... ...