MODUL PRAKTIKUM ANALISIS PERANCANGAN KERJA DAN ERGONOMI 2 PENGUKURAN KERJA FISIOLOGIS
Oleh : Ayu Puspo Kirono Fajar Bakti Hendri Tanias Kahaerina
LABORATORIUM ANALISIS PERANCANGAN KERJA DAN ERGONOMI
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS GUNADARMA JAKARTA 2009
PENGUKURAN KERJA FISIOLOGIS
1.
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Setiap hari manusia hidup dengan berbagai kegiatan baik dalam rangka bekerja maupun lainnya. Semua kegiatan ini memerlukan tenaga yang melibatkan seluru seluruh h anggot anggotaa tubuh tubuh sepert sepertii tangan tangan,, kaki, kaki, otak, otak, dan bagian bagian-bag -bagian ian lainnya lainnya.. Tujuan manusia melakukan aktivitas kerja adalah untuk menjamin kelangsungan hidupnya. Setiap melakukan aktivitasnya manusia akan mengalami kelelahan yang mengak mengakibat ibatkan kan mengur mengurang angii efekti efektifita fitass dan kualit kualitas as kerjan kerjanya. ya. Hal ini dapat dapat disebabkan oleh berat ringannya pekerjaan yang harus dilakukan, serta perubahan perubahan yang terjadi pada lingkungan kerja dan tubuh manusia itu sendiri. Berdas Berdasark arkan an faktor faktor tersebu tersebut, t, yang yang perlu perlu diperh diperhatik atikan an adalah adalah cara menguk mengukur ur kegia egiata tan n ini ini seh sehing ingga dapat apat dik diketah etahui ui beba beban n kerj kerja. a. Beb Beban kerj kerjaa yan yang meng mengak akib ibatk atkan an kelel kelelah ahan an ters terseb ebut ut dapa dapatt diuk diukur ur mela melalu luii peng penguk ukur uran an kerj kerjaa fisiologis, yaitu pengukuran dari segi fisiologis manusia yang dilihat dari denyut jantung ataupun konsumsi oksigen. Berdasarkan pengukuran tersebut juga dapat diketahui diketahui berapa konsumsi konsumsi energi yang dibutuhka dibutuhkan n manusia manusia dalam melakukan pekerjaan atau aktivitas. Penguk Pengukura uran n kerja kerja fisiol fisiologi ogiss ini menjad menjadii salah salah satu satu kajian kajian dalam dalam ilmu ilmu ergonomi, karena ergonomi merupakan ilmu yang mempelajari interaksi manusia dengan dengan pekerja pekerjaann annya. ya. Bidang Bidang penerap penerapan an ilmu ilmu ergono ergonomi mi adalah adalah peranc perancang angan an sistem kerja dan manusia pada titik pusat rancangan, maka akan diperoleh hasil yang diinginkan seperti; cepat, tidak melelahkan, kualitas bagus, aman, dan sehat. Selanjutnya berdasarkan hasil pengukuran tersebut dapat dirancang suatu periode waktu istirahat bagi pekerja, dan melakukan penelitian lanjutan tentang asupan gizi yang dibutuhkan untuk melakukan suatu pekerjaan.
1.2
Perumusan Masalah
Permasalahan yang ingin dipecahkan dalam modul pengukuran kerja fisiologis ini adalah, bagaimana cara mengukur kerja berdasarkan aspek fisiologis manusia, yang dilihat berdasarkan denyut jantung rata-rata, sehingga dapat diketahui dan konsumsi energi dan konsumsi oksigen. Berdasarkan pengukuran tersebut akan dirancang suatu periode istirahat bagi pekerja.
1.3
Tujuan Praktikum
Tujuan diselenggarakan praktikum Analisis Perancangan Kerja dan Ergonomi 2 dengan modul Pengukuran Kerja Fisiologis adalah: 1. Mengetahui cara mengukur kerja fisiologis manusia. 2. Mengetahui hubungan antara beban kerja terhadap aspek fisiologis. 3. Mengetahui cara menghitung konsumsi energi dan konsumsi oksigen dalam bekerja dengan metode tidak langsung. 4. Menganalisa kelelahan operator dalam bekerja. 5. Merancang waktu istirahat berdasarkan pengukuran fisiologis.
2.
LANDASAN TEORI
2.1
Definisi Fisiologi
Fisiologi merupakan cabang dari ilmu biologi yang mempelajari objek spesifik makhluk hidup dari sudut pandang struktur dan fungsinya. Fisiologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu physis (alam, pekerjaan, atau sifat), dan logos (cerita, atau ilmu). Jadi secara garis besar fisiologi adalah ilmu yang mempelajari fungsi mekanik, fisik, dan biokimia dari makhluk hidup. Menurut Syaifuddin (1996), Fisiologi adalah ilmu yang mempelajari faal atau pekerjaan dari tiap-tiap jaringan tubuh atau bagian dari alat-alat tubuh dan sebagainya. Sejarah fisiologi eksperimental diawali pada abad ke-17, ketika ahli anatomi William Harvey yang menjelaskan adanya sirkulasi darah. Herman Boerhave sering disebut sebagai bapak fisiologi karena karyanya berupa buku teks berjudul Institutiones Medicae (1708).
2.2
Definisi Kerja
Modul Pengukuran Kerja Fisiologis ini membahas tentang pengukuran beban kerja berdasarkan aspek fisiologis untuk mengetahui pengaruh antara keduanya, serta menentukan waktu istirahat bagi pekerja. Oleh karena itu perlu diketahui apa sesungguhnya definisi dari kata kerja itu sendiri. Bekerja adalah kegiatan manusia mengubah keadaan-keadaan tertentu dari alam lingkungan yang ditujukan untuk mempertahankan dan memelihara kelangsungan hidupnya, atau dapat diartikan juga sebagai suatu kegiatan untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain (Sutalaksana, 2006). Maslow dalam Sutalaksana (2006), mengemukakan lima tingkat kebutuhan manusia, yaitu kebutuhan fisiologis seperti makan, minum, dan tempat tinggal untuk melindungi dari panas, dingin dan hujan. Kebutuhan akan rasa aman terhadap ancaman kehilangan milik dan nyawa serta jaminan kelangsungan hidup hari esok. Kebutuhan sosial, seperti bergaul dengan orang lain. Kebutuhan akan harga
diri
seperti
untuk
menunjukkan
keberhasilan
dan
mendapatkan
penghargaan, kemudian kebutuhan untuk menyatakan diri. Kebutuhan-kebutuhan ini dipenuhi manusia tingkat demi tingkat mulai yang pertama sampai yang terakhir, artinya seseorang akan memenuhi kebutuhan fisiologis terlebih dahulu sebelum memenuhi kebutuhan akan rasa aman dan seterusnya. Studi ergonomi dalam kaitannya dengan kerja manusia dalam hal ini ditujukan untuk mengevaluasi dan merancang kembali tata cara kerja yang harus diaplikasikan agar dapat memberikan peningkatan efektifitas dan efesiensi. Selain juga kenyamanan ataupun keamanan bagi pekerjanya. Salah
satu
tolak
ukur
selain
waktu
yang
diaplikasikan
untuk
mengevaluasikan apakah tata cara kerja sudah dirancang baik atau belum adalah dengan mengukur penggunaan energi kerja atau energi otot manusia yang harus dikeluarkan untuk melaksanakan aktifitas-aktifitas tersebut. Berat atau ringannya kerja yang harus dilakukan oleh seorang pekerja akan dapat ditentukan oleh gejala-gejala perubahan yang tampak dapat diukur lewat pengukuran anggota tubuh atau fisik manusia (Nurmianto, 2003).
Secara umum jenis kerja dibedakan menjadi dua bagian yaitu kerja fisik atau otot, dan kerja mental. Pengeluaran energi pada kerja fisik relatif banyak dan pada jenis ini dibedakan lagi menjadi dua cara yaitu kerja statis dan kerja dinamis. Kerja statis tidak menghasilkan gerak, kontraksi otot bersifat isometris yaitu gaya otot dikeluarkan tanpa menghasilkan suatu kerja, hal ini terjadi karena gerakan otot tersebut terhambat dalam suatu sistem kerja, misalnya mengangkat beban yang terlalu berat, dalam kerja statis kelelahan lebih cepat terjadi. Kerja dinamis menghasilkan gerak, kontraksi otot bersifat isotonis yaitu memanjang atau memendeknya otot dengan menghasilkan suatu kerja, kontraksi otot bersifat ritmis (kontraksi dan relaksasi secara bergantian), dan kelelahan relatif agak lama terjadi. Pengeluaran energi pada kerja mental relatif lebih sedikit dan cukup sulit untuk mengukur kelelahannya (Nurmianto, 2003). Hasil kerja (performasi kerja) manusia dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu, faktor diri (individu), meliputi sikap, fisik, minat, motivasi, jenis kelamin, pendidikan, pengalaman dan keterampilan, kemudian faktor situasional, meliputi lingkungan fisik, mesin, peralatan, metode kerja, dan seterusnya. Kriteria-kriteria yang dapat digunakan untuk mengetahui pengaruh pekerjaan terhadap manusia dalam suatu sistem kerja yaitu; kriteria faal yang meliputi kecepatan denyut jantung, konsumsi oksigen, tekanan darah, tingkat penguapan, temperatur tubuh, komposisi kimia dalam air seni, dan seterusnya, tujuannya adalah untuk mengetahui perubahan fungsi alat-alat tubuh selama bekerja. Kriteria kejiwaan yang meliputi kejenuhan atau kejemuan, emosi, motivasi, sikap, dan seterusnya, tujuannya adalah mengetahui perubahan kejiwaan yang timbul selama bekerja. Kriteria hasil kerja yang meliputi pengukuran hasil kerja yang diperoleh dari pekerja selama bekerja, tujuannya adalah untuk mengetahui pengaruh kondisi kerja dengan melalui hasil kerja yang diperoleh dari pekerja (Sutalaksana, 2006).
2.3.
Konsumsi Energi untuk Aktivitas Kerja
Salah satu tujuan utama perlunya menganalisa konsumsi energi pada pekerjaan adalah pemilihan periode istirahat pada manajemen waktu kerja,
disamping untuk membandingkan metode alternatif pemilihan peralatan untuk melakukan suatu pekerjaan (Nurmianto, 2003). Diantara sekian banyak kriteria maka denyut jantung adalah merupakan variabel yang paling mudah untuk diukur. Akan tetapi hanya merupakan pengukuran konsumsi energi secara tidak langsung. Konsumsi oksigen adalah merupakan faktor dari proses metabolisme yang dapat dianggap berhubungan langsung dengan konsumsi energi. Oleh karenanya faktor tersebut dapat dianggap sebagai faktor pengukuran dan valid, meskipun alat pengukurnya sendiri akan sedikit mengganggu subyek atau orang yang sedang diamati, seperti misalnya masker yang harus dipakai dapat mengganggu proses pernafasan, jika tidak dipasang dengan sempurna, dan peralatan ukur dipasang di punggung bisa dianggap terlalu berat sehingga dapat mempengaruhi kebebasan geraknya (Nurmianto, 2003).
2.3.1
Kalori untuk Bekerja
Satuan dari energi yang dipakai pada beberapa literatur ergonomi adalah
Kilocalorie (Kcal). Dalam unit SI (Satuan Internasional) didapat bahwa 1 Kilocalorie (Kcal) = 4.2 Kilojoule (Kj). Konversi konsumsi energi dalam satuan Watt yaitu, 1 Watt = 1 Joule/sec, 1 liter oksigen akan memberikan 4,8 kcal energi yang setara dengan 20 kj, atau 1 liter O 2 menghasilkan 4.8 kcal energi = 20kj. Konsumsi oksigen akan tetap terus berlangsung walaupun seseorang tidak melakukan pekerjaan sekalipun. Namun jika melakukan pekerjaan, maka akan membutuhkan energi total. Konsumsi energi diawali pada saat pekerjaan fisik dimulai. Semakin banyaknya kebutuhan untuk aktifitas otot bagi suatu jenis pekerjaan, maka semakin banyak pula energi yang dikonsumsi, dan diekspresikan sebagai kalori kerja. Kalori ini didapat dengan cara mengukur konsumsi energi pada saat istirahat atau pada saat metabolisme basal. Metabolisme basal adalah konsumsi energi secara konstan pada saat istirahat dengan perut dalam keadaan kosong. Kalori kerja ini menunjukkan tingkat ketegangan otot tubuh manusia dalam hubungannya dengan jenis kerja berat, tingkat usaha kerjanya, kebutuhan waktu
untuk istirahat, efisiensi dari berbagai jenis perkakas kerja, dan produktifitas dari berbagai variasi cara kerja (Nurmianto, 2003).
2.4.
Mengukur Aktifitas Kerja Fisik Manusia
Mengukur aktifitas kerja manusia dalam hal ini adalah mengukur besarnya tenaga yang dibutuhkan oleh seorang pekerja untuk melaksanakan pekerjaannya. Salah satu ukuran berat ringannya aktifitas fisik manusia adalah dari banyak sedikitnya energi tubuh yang dikeluarkan, biasanya diukur dalam satuan kilokalori. Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi besarnya pengeluaran tenaga selama bekerja, antara lain cara melaksanakan kerja, kecepatan gerak, sikap tubuh, kondisi lingkungan, dan lain-lain (Sutalaksana, 2006).
2.4.1
Pengukuran Denyut Jantung
Konsumsi energi dapat menghasilkan denyut jantung yang berbeda-beda. Meningkatnya denyut jantung dikarenakan oleh; temperatur sekeliling yang tinggi, tingginya pembebanan otot statis, dan semakin sedikit otot yang terlibat dalam suatu kondisi kerja. Berdasarkan berbagai macam alasan itulah, sehingga denyut jantung telah dipakai sebagai index beban kerja. Tabel 2.1 Klasifikasi Beban Kerja dan Reaksi Fisiologis
Tingkat Pekerjaan
Undully Heavy Very Heavy Heavy Moderate Light Very Light
Energy Expenditure Kcal/menit > 12.5 10.0 – 12.5 7.5 – 10.0 5.0 – 7.5 2.5 – 5.0 < 2.5
Kcal/8jam > 6000 4800 – 6000 3600 – 4800 2400 – 3600 1200 – 2400 < 1200
Detak Jantung Detak/menit > 175 150 – 175 125 – 150 100 – 125 60 – 100 < 60
Konsumsi Oksigen Liter/menit > 2.5 2.0 – 2.5 1.5 – 2.0 1.0 – 1.5 0.5 – 1.0 < 0.5
Pengukuran denyut jantung adalah merupakan salah satu alat untuk menegetahui beban kerja. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain: 1. Merasakan denyut yang ada pada arteri radial pada pergelangan tangan. 2. Mendengarkan denyut dengan stethoscope .
3. Menggunakan ECG ) electrocardiogram ), yaitumengukur signal elektrik yang diukur dari otot jantung pada permukaan kulit dada.
2.4.2
Pengukuran Konsumsi Oksigen
Konsumsi energi dapat diukur secara tidak langsung dengan mengukur konsumsi oksigen, karena keduanya merupakan faktor yang berhubungan langsung. Jika 1 liter oksigen dikonsumsi oleh tubuh maka tubuh akan mendapatkan 4,8 kcal energi. Faktor inilah yang merupakan nilai kalori suatu oksigen. Setiap individu mempunyai keterbatasan maksimum untuk oksigen yang dikonsumsi. Semakin meningkatnya beban kerja, maka konsumsi oksigen akan meningkat secara proposional sampai didapat kondisi maksimumnya (Nurmianto, 2003). Murrell (1965), menyatakan bahwa periode istirahat dapat dihitung berdasarkan kapasitas oksigen sebagai berikut: T (B – S) R= B . 0,3
Dimana: R : Istirahat yang dibutuhkan dalam menit ( Recoveery ) T
: Total waktu kerja dalam menit
B : Kapasitas oksigen pada saat kerja (liter/menit) S
: Kapasitas oksigen pada saat diam (liter/menit)
(Bridger, 1995) Namun pada praktikum pengukuran fisiologi tidak digunakan rumus ini untuk menghitung waktu istirahat karena pengukuran oksigennya tidak dilakukan secara langsung, melainkan dengan mengukur konsumsi energi terlebih dahulu menggunakan rata-rata denyut jantung ( heart rate).
2.4.3
Pengukuran Konsumsi Energi
Kerja fisik mengakibatkan pengeluaran energi yang berhubungan erat dengan konsumsi energi. Konsumsi energi pada waktu kerja biasanya ditentukan dengan cara tidak langsung, yaitu dengan pengukuran tekanan darah, aliran darah,
komposisi kimia dalam darah, temperatur tubuh, tingkat penguapan dan jumlah udara yang dikeluarkan oleh paru-paru. Dalam penentuan konsumsi energi biasa digunakan parameter indeks kanaikan bilangan kecepatan denyut jantung. Indeks ini merupakan perbedaan antara kecapatan denyut jantung pada waktu kerja tertentu dengan kecepatan denyut jantung pada saat istirahat. Bentuk regresi hubungan energi dengan kecepatan denyut jantung secara umum adalah regresi kuadratis dengan persamaan yang dikemukakan Astuti (1985): Y = 1,8041 – 0,0229038 . X + 4,71733 . 10 -4 . X2
Dimana: Y : Energi (Kcal/menit) X : Kecepatan denyut jantung (Denyut/menit)
2.5.
Kelelahan (Fatique)
Kelelahan merupakan suatu pola yang timbul pada suatu keadaan yang secara umum terjadi pada setiap individu yang sudah tidak sanggup lagi melakukan aktivitasnya. Pada dasarnya pola ini ditimbulkan oleh dua hal, yaitu kelelahan fisiologis dan kelelahan psikologis (Sutalaksana, 2006). Kelelahan kerja adalah suatu kondisi dimana terjadi pada saraf dan otot manusia sehingga tidak dapat berfungsi lagi sebagaimana mestinya (Nurmianto, 2003). Kelelahan dipandang dari sudut industri adalah pengaruh dari kerja pada pikiran dan tubuh manusia yang cenderung untuk mengurangi kecepatan kerja mereka atau menurunkan kualitas produksi atau kedua-duanya dari performansi optimum seorang operator. Cakupan dari kelelahan diantaranya adalah penurunan dalam performansi kerja, yaitu pengurangan dalam kecepatan dan kualitas output yang terjadi bila melewati suatu periode tertentu disebut fatique industri, pengurangan pada kapasitas kerja, yaitu perusakan otot atau ketidak seimbangan susunan saraf untuk memberikan stimulus disebut fatique fisiologis, laporan-laporan subyektif dari pekerja, berhubungan dengan perasaan gelisah dan bosan disebut fatique psikologis, dan perubahan-perubahan dalam aktivitas dan kapasitasnya yang
merupakan perubahan fungsi fisiologis atau perubahan kemampuan dalam melakukan aktivitas fisiologis disebut fatique fungsional. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kelelahan adalah penentuan dan lamanya waktu kerja, penentuan dan lamanya waktu istirahat, sikap mental pekerja, besar beban kerja, kemonotonan pekerjaan dalam lingkungan kerja yang tetap, kondisi tubuh operator pada waktu melaksanakan pekerjaan, lingkungan fisik kerja, kecepatan kerja, jenis dan kebiasaan olahraga, jenis kelamin, usia, dan sikap kerja (Nurmianto, 2003).
2.5.1
Kelelahan Otot
Kelelahan otot adalah kelelahan yang terjadi karena kerja, dengan adanya aktivitas kontraksi dan relaksasi yang diakibatkan oleh pengeluaran sejumlah energi secara cepat, pekerjaan yang dikerjakan terus menerus, pekerjaan setempat atau lokal yang terus menerus berulang dengan pengeluaran energi tempat yang besar, dan sikap yang dibatasi. Kondisi dinamis dari pekerjaan ini akan meningkatkan sirkulasi darah juga mengirim zat-zat makanan bagi otot dan mengusir asam laktat (Nurmianto, 2003). Terdapat beberapa cara untuk mengurangi kelelahan otot. Cara-cara tersebut antara lain; mengatur beban kerja dengan melakukan perancangan kerja, mengatur periode istirahat yang cukup berdasarkan atas pertimbangan fisiologis, mengatur regu-regu kerja dengan baik dan menyeimbangkan tekanan fisiologis diantara anggota pekerja, menyediakan air dan garam yang cukup bagi pekerja yang bekerja dalam lingkungan kerja yang panas, menyeleksi pekerja yang didasarkan atas kemampuan fisik mereka dan tingkat pelatihan ( trainning ) untuk aktivitas tertentu yang membutuhkan energi yang cukup besar (Sutalaksana, 2006).
2.5.2
Panjang Periode Kerja dan Istirahat
Jika seseorang bekerja pada tingkat energi diatas 5.2 kkal per menit, maka pada saat itu akan timbul rasa lelah ( fatigue ). Menurut Murrel (1965) seseorang masih mempunyai cadangan sebesar 25 kkal sebelum munculnya asam laktat
sebagai tanda saat dimulainya waktu istirahat. Cadangan energi akan hilang jika manusia tidak bekerja lebih dari 5 kkal per menit, dan selama istirahat cadangan energi tersebut dibentuk kembali (Nurmianto, 2003). Oleh karena diperlukan waktu istirahat ( Recovery ) setelah melakukan pekerjaan. Penentuan recovery teoritis berdasarkan konsumsi energi yang didapatkan dari konversi kecepatan denyut jantung adalah sebagai berikut:
R
(
T K =
K
−
S
)
1.5
−
Keterangan: R = Waktu istirahat (menit) T
= Total waktu kerja
K = Energi yang dikeluarkan dalam bekerja (kkal/menit) S
= Pengeluaran energi rata-rata yang direkomendasikan dalam kcal/menit
Penentuan S diberikan pendekatan seperti pada tabel berikut ini: Tabel 2.2 Penentuan Nilai S
Tingkat Pekerjaan
Nilai S
Undully Heavy Very Heavy Heavy Moderate Light Very Light
Over 12.5 10 – 12.5 7.5 – 10 5 – 7.5 2.5 – 5 Under 2.5
Jika recovery teori teoritis (Rt) lebih besar dari pada recovery yang sesungguhnya atau percobaan (Rp) maka operator dapat menyesuaikan diri terhadap pekerjaannya, begitu pula sebaliknya.
2.5.3
Gejala Kelelahan dan Cara Menguranginya
Berikut ini diberikan suatu daftar yang dapat digunakan sebagai patokan untuk mengetahui datangnya gejala-gejala atau perasaan kelelahan (Sutalaksana, 2006), yaitu:
1. Kepala terasa berat, lelah seluruh badan, kaki terasa berat, menguap, pikiran terasa kacau, mengantuk, mata terasa berat, kaku dan canggung dalam bergerak, tidak seimbang dalam berdiri, serta merasa ingin berbaring. 2. Merasa susah berpikir, lelah berbicara, menjadi gugup, tidak dapat berkonsentrasi,
tidak
dapat
memusatkan
perhatian
terhadap
sesuatu,
cenderung lupa, kurang kepercayaan, cemas terhadap sesuatu, tidak dapat mengontrol sikap, dan tidak dapat tekun dalam bekerja. 3. Sakit kepala, kekakuan bahu, merasa nyeri di punggung, pernapasan merasa tertekan, haus, suara serak, merasa pening, spasme dari kelopak mata, tremor pada anggota badan, dan merasa kurang sehat badan. Gejala-gejala yang termasuk kedalam
kelompok 1, menunjukkan
perlemahan kegiatan, kelompok 2 menunjukkan perlemahan motivasi, dan kelompok 3 menunjukkan kelelahan fisik psikologis. Kelelahan dapat dikurangi dengan berbagai cara, diantaranya dengan menyediakan kalori secukupnya sebagai asupan untuk tubuh, bekerja dengan menggunakan metoda kerja yang baik, misalnya bekerja dengan memakai prinsip ekonomi gerakan, memperhatikan kemampuan tubuh, artinya pengeluaran tenaga tidak melebihi pemasukannya dengan memperhatikan batasan-batasannya, memperhatikan waktu kerja yang teratur. Berarti harus dilakukan pengaturan terhadap jam kerja, waktu istirahat dan sarana-sarananya, masa-masa libur dan rekreasi, mengatur lingkungan fisik sebaik-baiknya, seperti suhu,
kelembaban,
sirkulasi
udara,
pencahayaan,
kebisingan, getaran bau atau wangi-wangian, dan berusaha untuk mengurangi monotoni
dan
menggunakan
ketegangan-ketegangan warna
dan
akibat
dekorasi ruangan
kerja,
misalnya
kerja, menyediakan
dengan musik,
menyediakan waktu-waktu olah (Sutalaksana, 2006).
2.5.4
Stres
Mengapa stres dibahas pada modul fisiologi ini, karena stres merupakan salah satu pemicu terjadinya kelelahan fisiologis. Stres adalah satu abstraksi. Orang tidak dapat melihat pembangkit stres ( stressor ), yang dapat dilihat adalah akibat dari pembangkit stres (Munandar, 2001). Jika seseorang untuk pertama kali
mengalami situasi penuh stres, maka mekanisme pertahanan dalam badan diaktifkan. Suatu faktor stres dapat menghasilkan berbagai penyakit badaniah. Keadaan ini bagi seseorang dapat menghasilkan penurunan dalam unjuk kerjanya. Everely dan Girdano (1980), mengajukan daftar tanda-tanda dari adanya
distress . Menurut mereka, stres akan mempunyai dampak pada suasana hati (mood ), otot kerangka ( musculoskeletal ), dan organ-organ dalam badan ( visceral ). Karena modul ini membahas aspek fisiologis maka berikut ini adalah tanda-tanda organ-organ dalam badan (visceral ) bila seseorang mengalami stress: 1. Perut terganggu 2. Merasa jantung berdebar 3. Banyak berkeringat 4. Tangan berkeringat 5. Merasa kepala ringan atau akan pingsan 6. Mengalami kadinginan (cold chills ) 7. Wajah menjadi panas 8. Mulut menjadi kering 9. Mendengar bunyi berdering dalam kuping 10. Mengalami “rasa akan tenggelam” dalam perut ( sinking feeling ) Selanjutnya kondisi fisik kerja juga dapat dianalisa sebagai penyebab stress yang dapat mengakibatkan kelelahan. Disamping dampaknya terhadap prestasi kerja, kondisi kerja fisik memiliki dampak juga terhadap kesehatan mental dan keselamatan kerja seorang tenaga kerja. Kondisi fisik kerja mempunyai pengaruh terhadap kondisi faal dan psikologis diri seorang tenaga kerja. Kondisi fisik dapat merupakan pembangkit stres ( stressor ). Kondisi fisik kerja yang dapat dianalisa meliputi; bising (noise) , vibrasi, dan kebersihan (hygine ),
3. PROSEDUR PRAKTIKUM 3.1
Peralatan yang Digunakan
Praktikum pengukuran kerja fisiologis ini adalah dengan melakukan aktivitas kerja statis dan dinamis. Peralatan yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Running belt 2. Sepeda statis 3. Beban statis atau barbel (2, 3, dan 4 Kg) 4. Pulsemeter 5. Stopwatch 6. Termometer tubuh 7. Lembar pengamatan
3.2.
Aktivitas Praktikum
Aktivitas praktikum dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu kerja statis dan dinamis. Kerja dinamis meliputi berlari menggunakan running belt , dan menggunakan sepeda statis, sedangkan kerja statis adalah pengangkatan barbell. Berikut ini prosedur untuk masing-masing aktivitas.
3.2.1
Running Belt
Pengukuran fisiologis untuk kegiatan berlari menggunakan running belt terdiri dari dua variabel, yaitu kecepatan dan lama aktivitas. Langkahlangkahnya: 1. Pilih satu orang operator, dan satu orang pengamat dan pencatat. 2. Pasangkan pulsemeter pada tubuh operator. 3. Ukur denyut jantung awal operator (D 0), denyut jantung normal manusia saat tidak beraktifitas adalah 70 - 80/menit. Ukur juga suhu tubuh operator (T 0) menggunakan termometer tubuh. 4. Operator berlari diatas running belt setelah aba-aba selama 2 menit dengan kecepatan 2 km/jam.
5. Pada saat operator berlari, pengamat mencatat kecepatan denyut jantung operator setiap menit. Denyut jantung ini ditulis sebagai D1, dan D2. 6. Setelah aktivitas berakhir ukur kembali suhu tubuh operator (T1), dan kecepatan denyut jantung operator saat recovery setiap menit sampai Dn’
≤
D0. Berarti operator sudah kembali ke keadaan semula sebelum melakukan aktivitas. 7. Ulangi lagi kegiatan dari langkah ke-4 sampai langkah ke-6 dengan waktu 4 menit, dan 6 menit, serta kecepatan berlari 4 km/jam, dan 6 km/jam. 8. Jangan lupa mencatat semua data pada lembar pengamatan.
3.2.2
Sepeda Statis
Pengukuran fisiologis untuk kegiatan menggunakan sepeda statis terdiri dari tiga variabel, yaitu kecepatan , lama aktivitas, dan beban saat beraktivitas. Langkah-langkahnya: 1. Pilih satu orang operator, dan satu orang pengamat dan pencatat. 2. Pasangkan pulsemeter pada tubuh operator. 3. Ukur denyut jantung awal operator (D 0), denyut jantung normal manusia saat tidak beraktifitas adalah 70 - 80/menit. Ukur juga suhu tubuh operator (T 0) menggunakan termometer tubuh. 4. Operator mengayuh sepeda dengan kecepatan konstan 20 km/jam, sebelum diukur pastikan bahwa operator sudah menyesuaikan kecepatan secara stabil. 5. Pada saat mengayuh ukur denyut jantung (D1, D2, dan D3) setiap menit sampai kegiatan selesai yaitu selama 3 menit. 6. Setelah aktivitas berakhir ukur kembali suhu tubuh operator (T1), dan kecepatan denyut jantung operator saat recovery setiap menit sampai Dn’
≤
D0. Berarti operator sudah kembali ke keadaan semula sebelum melakukan aktivitas. 7. Ulangi lagi kegiatan dari langkah ke-4 sampai langkah ke-6 dengan waktu 5 menit. 8. Ulangi lagi kegiatan dari langkah ke-4 sampai langkah ke-6 dengan waktu 3 menit, dan 5 menit, namun dengan kecepatan 40 km/jam.
9. Ulangi lagi kegiatan dari langkah ke-4 sampai langkah ke-6 dengan waktu 3 menit dan 6 menit, dan kecepatan 20 km/jam dan 40 km/jam, namun dengan pembebanan 2 Kg. 10. Jangan lupa mencatat semua data pada lembar pengamatan.
3.2.3
Mengangkat Barbel
Pengukuran fisiologis untuk kegiatan mengangkat barbel terdiri dari tiga variabel, yaitu beban dan anggota badan. Langkah-langkahnya: 1. Pilih satu orang operator, dan satu orang pengamat dan pencatat. 2. Pasangkan pulsemeter pada tubuh operator. 3. Ukur denyut jantung awal operator (D 0), denyut jantung normal manusia saat tidak beraktifitas adalah 70 - 80/menit. Ukur juga suhu tubuh operator (T 0) menggunakan termometer tubuh. 4. Operator mulai beraktivitas dengan mengangkat beban dan menahan beban dengan lengan terjulur lurus ke samping (ke kiri dan ke kanan) dengan beban masing-masing ditangan 2 kg. 5. Pada saat operator melakukan aktivitas, catat kecepatan denyut jantung operator setiap menit (D1, D2, .., D n). 6. Aktivitas berakhir setelah operator merasa sangat lelah dan tidak sanggup bertahan dengan sikap semula. Setelah aktivitas berakhir ukur kembali suhu tubuh operator (T1), dan kecepatan denyut jantung operator saat recovery setiap menit sampai Dn’
≤
D0. Berarti operator sudah kembali ke keadaan
semula sebelum melakukan aktivitas. 7. Ulangi lagi langkah ke-4 sampai ke-6 dengan variasi beban angkat 3 kg, dan 4 kg. 8. Ulangi lagi langkah ke-4 sampai ke-7 dengan anggota badan kaki yang terjulur. Operator dalam posisi duduk dan menjulurkan tegak lurus kakinya ke depan. 9. Jangan lupa mencatat semua data pada lembar pengamatan.
PENGUKURAN KINERJA FISIOLOGIS
Font 14, Bold, Center
Praktikan 1, Praktikan 2 Mahasiswa Teknik Industri Universitas Gunadarma, Jakarta Font 12, Center Kampus E Universitas Gunadarma, Jl. Akses UI Kelapa Dua, Depok, 16951
Telepon: (021) 8727541 Ext.: 401 E-mail:
[email protected],
[email protected]
Abstrak
Font 10, Italic
Abstrak berisi gambaran secara umum tentang jurnal yang dibuat. Yaitu menceritakan dengan singkat isi jurnal mulai dari latar belakang, apa yang dilakukan, hasil percobaan, dan kesimpulannya.
Kata Kunci: Umum, Singkat, Jelas
1.
2.
PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang
1.2
Permusan Masalah
1.3
Tujuan Penulisan
LANDASAN TEORI
Berisikan tinjaun pustaka yang menjelaskan tentang penulisan laporan akhir analisis perancangan kerja & ergonomi 2 mengenai pengukuran kinerja fisiologis. (Minimal 3 referensi)
3.
PENGUMPULAN DATA 3.1
Diagram Alir Pengambilan Data
Buat diagram alir pada sat pengambilan data di laboratorium, dan deskripsikan. 3.2
Peralatan yang Digunakan
Sebutkan peralatan dan fungsinya.
3.3
Data Hasil Pengamatan
Tampilkan tabel data hasil pengamatan.
4.
PEMBAHASAN DAN ANALISA 4.1
Pembahasan
4.1.1 Grafik Analisa Berlari dalam 2 meni g n u t n a J ) s t 0 u / 3 y d n ( e D . c e K
150 2 KM/jJAM
100
4 KM/JAM 50
6 KM/JAM
0 0
30
60
90
120
150
180
210
240
Waktu (Detik)
4.1.2 Konsumsi Energi dan Oksigen Y = 1,8041 – 0,0229038 . X + 4,71733 . 10 -4 . X2
Konsumsi Energi (KE) = Y kerja - Yistirahat
Dimana: Y : Energi (Kcal/menit) X : Kecepatan denyut jantung (Denyut/menit)
KE Konsumsi Oksigen (KO) = 4,8
4.1.3 Periode Istirahat (Waktu Recovery Teoritis)
R
(
T K =
K
−
−
)
S
1.5
Dimana: R = Waktu istirahat (menit). T = Total waktu kerja. K = Energi yang dikeluarkan dalam bekerja (kkal/menit). S = Pengeluaran energi rata-rata yang direkomendasikan (kcal/menit).
Klasifikasi Beban Kerja dan Reaksi Fisiologis
Tingkat Pekerjaan
Nilai S
Detak Jantung
Konsumsi Oksigen
Kcal/8jam
Detak/mnt
Liter/mnt
> 6000
> 175
> 2.5
4800 – 6000
150 – 175
2.0 – 2.5
3600 – 4800
125 – 150
1.5 – 2.0
Energy Expenditure
Heavy
Kcal/me nit > 12.5 10.0 – 12. 5 7.5 – 10.0
Moderate
5.0 – 7.5
2400 – 3600
100 – 125
1.0 – 1.5
Light
2.5 – 5.0
1200 – 2400
60 – 100
0.5 – 1.0
Very Light
< 2.5
< 1200
< 60
< 0.5
Undully Heavy Very Heavy
4.2
Tingkat Pekerjaan
Undully Heavy Very Heavy Heavy Moderate Light Very Light
Analisa Perubahan Fisiologis
4.2.1 Kecepatan Rata-Rata Denyut Jantung 4.2.2 Perubahan Temperatur 4.2.3 Konsumsi Energi dan Oksigen 4.2.4 Perbandingan Recovery Percobaan dan Teoritis
5.
KESMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan, menjawab tujuan. Saran untuk perbaikan percobaan fisiologis berikutnya.
6.
DAFTAR PUSTAKA
Barners, Ralph M. Motion & Time Study: Design & Measurement of Work . New York: John Willey & Sons. 1980. Bridger, R. S. Introduction to Ergonomics. MCGrawHill. 1995. Putri, Dian Kemala, et.al. Modul Praktikum Analisis Perancangan Kerja 2 . Jakarta: Universitas Gunadarma. 2003. Nurmianto, Eko. Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Surabaya : Guna Widya. 2003. Munandar, Ashar
Sunyoto. Psikologi Industri dan Organisasi.
Universitas Indonesia. 2001.
Jakarta:
Nilai S
Over 12.5 10 – 12.5 7.5 – 10 5 – 7.5 2.5 – 5 Under 2.5
Sutalaksana, Iftikar Z.
Teknik Perancangan Sistem Kerja . Penerbit Bandung:
ITB. 2006. Syaifuddin. Anatomi Fisiologi Untuk Siawa Perawat . Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1996.