LAPORAN PRAKTEK LAPANGAN EPIDEMIOLOGI GIZI
PENGUKURAN ANTROPOMETRI MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS JAMBI TAHUN 2017
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Praktikum Mata Kuliah Epidemiologi Gizi
Disusun oleh : Kelompok I
1. Arief Wicaksono
(G1D115037)
2. Aulia Rachmawati
(G1D115039)
3. Dina Seprina
(G1D115042)
4. Dyla Wihdati Dinasri
(G1D115028)
5. Fitrah Anggina Pulungan
(G1D115071)
6. Friska Boang Manalu
(G1D115027)
7. Gyanti Fermata Sari
(G1D115012)
8. Hadisa Fadilla
(G1D115082)
9. Indah Nurul Khotimah
(G1D115029)
10. Mia Oktaviani
(G1D115004)
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS JAMBI 2017
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Praktek ini telah diteliti dan disahkan pada tanggal, Desember 2017
Mengetahui,
Jambi,
Ketua Program Studi
Dosen Koordinator
M. Dody Izhar, S.KM., M.KM NIP : 197507222000031003
Desember 2017
Dr. Ummi Kalsum, S.KM., M.KM. NIP : 197503211997032002
ii
RINGKASAN Pada mata kuliah Epidemiologi Gizi semester V dilaksanakan praktek lapangan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jambi Tahun 2017. Kami sebagai mahasiswa kesehatan masyarakat semester V peminatan Epidemiologi melakukan pengukuran antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi untuk mengetahui status gizi secara langsung. Hasil dari identifikasi masalah yang ditemui pada mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jambi Tahun 2017 di antaranya yaitu : 1. Berdasarkan status gizi menurut IMT dari 252 responden dengan umur >=18 tahun diperoleh 157 responden yang dikategorikan kurus dan 30 responden dikategorikan gemuk. 2. Berdasarkan status gizi IMT/U dari 23 responden dengan umur <=17 tahun diperoleh 2 orang yang dikategorikan kurus, dan 5 orang yang dikategorikan gemuk.
iii
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ................................................................................................. i HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................... ii RINGKASAN .......................................................................................................... iii DAFTAR ISI ............................................................................................................ iv DAFTAR TABEL .................................................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. vii KATA PENGANTAR .............................................................................................. viii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1 1.2 Tujuan ............................................................................................................... 2 1.3 Ruang Lingkup .................................................................................................. 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengukuran Status Gizi………………. ……………………………………….…… 3 2.2 Definisi Antropometri ……………………………………………………..…………. 5 2.3 Ruang Lingkup ……………………………………………………………..……..…. 6 2.4 Parameter Pengukuran Antropometri……………………………….……….……. 9 2.5 Metode Pengukuran Antropometri..………………………………….……..………11 2.6 Indeks Antropometri…………………………………………………………………..18 2.7 Keterbatasan Indeks Massa Tubuh………………………………..………………..22 2.8 Kelebihan dan Kekurangan Antropometri………………………..…………..…….23 BAB III PELAKSANAAN PRAKTEK 3.1 Lokasi ............................................................................................................... 25 3.2 Waktu................................................................................................................ 25 3.3 Populasi dan Sampel ........................................................................................ 25 3.4 Pengumpulan data ............................................................................................ 25 3.5 Kendala yang dihadapi ...................................................................................... 26
iv
BAB IV HASIL PRAKTEK 4.1 Hasil Pengukuran Antropometri......................................................................... 27 4.1.1 Status Gizi Berdasarkan Lingkar Lengan Atas ......................................... 28 4.1.2 Status Gizi Berdasarkan IMT/U (<18 tahun)……………............................ 28 4.1.3 Status Gizi Berdasarkan IMT (>18 tahun) …………………………………. 28 4.1.4 Indeks Antropometri……………………………………………………….…… 29 4.2 Hubungan Status Gizi dengan Faktor Demografi………………………………… 29 4.2.1 Hubungan Status Gizi dengan Distribusi berdasarkan Umur……………...29 4.2.2 Hubungan Status Gizi dengan Distribusi berdasarkan Jenis Kelamin…….30 4.2.3 Hubungan Status Gizi dengan Distribusi berdasarkan Sanitasi…………....30 4.2.4 Hubungan Status Gizi dengan Distribusi berdasarkan Padat Hunian……..31 4.2.5 Hubungan Status Gizi dengan Distribusi berdasarkan Jenis Perumahan...31 4.2.6 Hubungan Status Gizi dengan Distribusi berdasarkan Perilaku Hygiene…32 4.2.7 Hubungan Status Gizi dengan Distribusi berdasarkan Aktivitas Fisik……..32 4.2.8 Hubungan Status Gizi dengan Distribusi berdasarkan Pengetahuan……..33 4.2.9 Hubungan Status Gizi dengan Distribusi berdasarkan Ibu Bekerja……….33 4.2.10 Hubungan Status Gizi dengan Distribusi berdasarkan Ayah Bekerja……34 BAB V PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden……………………………………………………............. 35 5.2 Hubungan Status Gizi dengan Faktor Sosial Demografi…………………….…... 35 5.2.1 Status Gizi Berdasarkan Jenis Kelamin……………………………………. .35 5.2.2 Status Gizi Berdasarkan Umur ……………………………………………….35 5.2.3 Status Gizi Berdasarkan Perilaku Hygiene…………………………….…….36 5.3 Permasalahan yang ditemukan………………………………………………….…..36
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ......................................................................................................... 37 6.2 Saran................................................................................................................... 37 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 39 LAMPIRAN-LAMPIRAN .......................................................................................... 40 v
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Hasil Pengukuran Antropometri........................................................................... 27 Tabel 2 Status Gizi Berdasarkan Lingkar Lengan Atas ................................................. 28 Tabel 3 Status Gizi Berdasarkan IMT/U (<18 Tahun) .................................................... 28 Tabel 4 Status Gizi Berdasarkan IMT (>18 Tahun) ........................................................ 28 Tabel 5 Indeks Antropometri .............................................................................................. 29 Tabel 6 Hubungan Status Gizi dengan Distribusi berdasarkan Umur ......................... 29 Tabel 7 Hubungan Status Gizi dengan Distribusi berdasarkan Jenis Kelamin .......... 30 Tabel 8 Hubungan Status Gizi dengan Distribusi berdasarkan Sanitasi ..................... 30 Tabel 9 Hubungan Status Gizi dengan Distribusi berdasarkan Padat Hunian ........... 31 Tabel 10 Hubungan Status Gizi dengan Distribusi berdasarkan Jenis Perumahan .. 31 Tabel 11 Hubungan Status Gizi dengan Distribusi berdasarkan Perilaku Hygiene ... 32 Tabel 12 Hubungan Status Gizi dengan Distribusi berdasarkan Aktivitas Fisik......... 32 Tabel 13 Hubungan Status Gizi dengan Distribusi berdasarkan Pengetahuan ......... 33 Tabel 14 Hubungan Status Gizi dengan Distribusi berdasarkan Ibu Bekerja............. 33 Tabel 15 Hubungan Status Gizi dengan Distribusi berdasarkan Ayah Bekerja ......... 34
vi
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran I Gambar .................................................................................................. 40 Lampiran II Instrumen Praktek… .............................................................................. 41
vii
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat allah SWT atas segala karunia-Nya, sehingga kami dapat menyusun laporan praktek lapangan pada mata kuliah Epidemiologi Gizi Program
Studi
Ilmu Kesehatan
Masyarakat
(IKM)
Fakultas
Kesehatan
Masyarakat Universitas Jambi Tahun 2017 sebagai tugas praktek lapangan mahasiswa semester V peminatan epidemiologi, sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Pada kesempatan ini kami menghaturkan terima kasih atas dukungan dan bantuan semua pihak, khususnya kepada Yth : 1. M. Dody Izhar, S.KM., M.KM selaku Ketua PS-IKM FKM Universitas Jambi. 2. Dr. Ummi Kalsum, SKM.,MKM, selaku koordinator praktek Epidemiologi Gizi. 3. Seluruh mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jambi Tahun 2017. Laporan praktek lapangan mata kuliah Epidemiologi Gizi ini kami susun berdasarkan hasil praktek yang kami lakukan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jambi. Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat, terima kasih.
Jambi,
Desember 2017
Tim Penyusun
viii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Antropometri adalah suatu cabang ilmu antropologi fisik yang mempelajari tentang teknik pengukuran tubuh manusia meliputi cara untuk mengukur dan melakukan pengamatan pada manusia yang meliputi tulang rangka dan organ-organ tubuh manusia dengan metode dan alat tertentu. Antropologi juga dipakai dalam mengikuti pertumbuhan
dan
perkembangan
post-natal,
mendeteksi
kelainan,
meramal
pertumbuhan selanjutnya pada waktu dewasa. (Waspadji, 2010 dalam EPN Ilma, 2013). Menurut Indrianti (2010:2), anthropometri berasal dari “anthro” yang berarti manusia dan “metron” yang berarti ukuran. Secara definitif anthropometri dinyatakan sebagai suatu studi yang menyangkut pengukuran dimensi tubuh manusia dan aplikasi rancangan yang menyangkut geometri fisik, massa, kekuatan dan karakteristik tubuh manusia yang berupa bentuk dan ukuran. Manusia pada dasarnya akan memiliki bentuk, ukuran tinggi dan berat yang berbeda satu dengan yang lainnya. Antropometri secara luas
akan
digunakan
sebagai
pertimbangan–pertimbangan
ergonomis
dalammemerlukan interaksi manusia. (Antropometri, 2015). Laporan FAO/WHO/UNU tahun 1985 menyatakan bahwa batasan berat badan normal orang dewasa ditentukan berdasarkan nilai Body Mass Index atau yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan, maka mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai harapan hidup lebih panjang (Supariasa dkk., 2001 dalam EPN Ilma, 2013). Dewasa ini kelebihan berat badan sudah menjadi hal biasa baik di negara maju maupun di negara yang sedang berkembang. Masalah berat badan seperti obesitas merupakan masalah yang sangat kompleks. Hal tersebut patut mendapat perhatian karena kelebihan berat badan dapat memacu berbagai kelainan kardiovaskuler terutama stroke, penyakit jantung, diabetes, kelainan muskuloskeletal, dan beberapa kanker. Salah satu kelainan kardiovaskuler yang terpenting adalah hipertensi. Menurut data WHO (2007) Sekitar 75% hipertensi secara langsung berhubungan dengan kelebihan berat badan. (EPN Ilma, 2013). Pembaharuan data ukuran antropometri berkaitan erat dengan metode ukur antropometri.
Kroemer
(2006)
mengemukakan
saat
ini
pengukuran
dimensi
konvensional menjadi alternatif yang sering dilakukan mengingat pengukuran tersebut menghabiskan waktu dan tingkat error yang tinggi. Oleh karena itu dibutuhkan 1
pengembangan metode pengukuran antropometri yang lebih efektif, mudah, dan efisien. Ide ini menjadi gagasan untuk membuat estimasi parameter khususnya pada antropometri anak. (Antropometri, 2013).
1.2 Tujuan 1.2.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui permasalahan kesehatan mahasiswa yang terjadi di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jambi tahun 2017, khususnya mengenai status gizi kesehatan melalui pengukuran antropometri. 1.2.2 Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui Status Gizi berdasarkan Indeks Massa Tubuh. 2. Untuk mengetahui berat badan dan tinggi badan mahasiswa. 3. Untuk mengetahui lingkar lengan atas. 4. Untuk mengetahui lingkar perut.
1.3 Ruang Lingkup Praktek Lapangan yang dilaksanakan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jambi tahun 2017, mencakup mahasiswa semester I dan semester III, dengan waktu pelaksanaan selama 14 hari dari tanggal 30 Oktober sampai 13 November 2017 yang merupakan praktek Epidemiologi Gizi meliputi bagaimana permasalahan status gizi pada mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jambi tahun 2017.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengukuran Status Gizi Pengukuran status gizi terbagi menjadi dua, yakni pengukuran secara langsung dan pengukuran secara tidak langsung. (Cara Menentukan Status Gizi, 2016) A. Pengukuran Gizi Secara Langsung Penilaian status gizi secara langsung terbagi atas empat pengukuran, yaitu antropometri, klinis, biokimia dan biofisik. (Cara Menentukan Status Gizi, 2016) 1.
Antropometri Antropometri dapat berarti ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat
gizi.
Antropometri
secara
umum
digunakan
untuk
melihat
ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh. Bentuk aplikasi penilaian status gizi dengan antropometri antara lain dengan penggunaan teknik Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI). IMT ini merupakan alat atau cara yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Dengan IMT ini antara lain dapat ditentukan berat badan beserta resikonya. Misalnya berat badan kurang dapat meningkatkan resiko terhadap penyakit infeksi, sedangkan berat badan lebih akan meningkatkan resiko terhadap penyakit degeneratif. Berikut contoh penggunaan metode IMT ini untuk mementukan kondisi berat badan kita. Pada contoh ini akan disampaikan penjelasan tentang caracara yang dianjurkan untuk mencapai berat badan normal berdasarkan IMT yang kemudian disesuaikan dengan keseimbangan konsumsi sehari-hari. Untuk memantau indeks masa tubuh orang dewasa digunakan timbangan berat badan dan pengukur tinggi badan. Penggunaan IMT hanya untuk orang dewasa berumur > 18 tahun dan tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil, dan olahragawan.
Untuk mengetahui nilai IMT ini, dipergunakan formula sebagai berikut : 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝐾𝑔)
IMT = 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑚) 𝑥 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑚) 3
Berdasarkan perhitungan diatas maka akan dapat ditentukan standard IMT seseorang dengan berpedoman sebagai berikut : Kategori Kurus
IMT
Kekurangan berat badan tingkat berat
< 17,0
Kurus
Kekurangan berat badan tingkat ringan
17,0 – 18,4
Normal
Normal
18,5 – 25,0
Gemuk
Kelebihan berat badan tingkat ringan
25,1 – 27,0
Obes
Kelebihan berat badan tingkat berat
> 27,0
sekali
2.
Klinis Teknik penilaian status gizi juga dapat dilakukan secara klini. Pemeriksaan secra klinis penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas
perubahan-perubahan
yang
terjadi
yang
dihubungkan
dengan
ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (supervicial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada organorgan yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Penggunaan metode ini umumnya untuk survei klinis secara cepat (rapid clinical surveys). Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tandatanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Di samping itu digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fifik yaitu tanda (sign) dan gejala (Symptom) atau riwayat penyakit. 3.
Biokimia Penilaian status gizi secara biokimia dilakukan dengan melakukan pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh, seperti darah, urine, tinja, jaringan otot, hati. Penggunaan metode ini digunakan untuk suata peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan kimia faali dapat lebih banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik.
4.
Biofisik Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan. Metode ini secara umum digunaakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik (epidemic of night blindnes). Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap.
4
B. Pengukuran Gizi Secara Tidak Langsung Pengukuran status gii secara tidak langsung terbagi menjadi tiga, yakni survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi. (dalam Cara Menentukan Status Gizi, 2016) 1. Survei Konsumsi Makanan Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan zat gizi. 2. Statistik Vital Pengukuran
status
gizi
dengan
statistik
vital
dilakukan
dengan
menganalisis statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan. Teknik ini digunakan antra lain dengan mempertimbangkan berbagai macam indikator tidak langsung pengukuran status gizi masyarakat. 3. Faktor Ekologi Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi, dan lain – lain (Bengoa). Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar untuk melakukan program intervensi gizi.
2.2 Definisi Antropometri Antropometri berasal dari kata anthropos yang berarti manusia dan metros yang berarti ukuran. Antropometri dapat didefinisikan sebagai suatu studi tentang pengukuran tubuh manusia dalam hal dimensi tulang, otot, dan jaringan lemak. Dengan pengukuran antropometri ini akan diketahui tinggi badan, berat badan, dan ukuran badan aktual seseorang. (Mela Fitriani, dkk, 2015) Variabel antropometrik terutama berat dan tinggi badan adalah ukuran status nuternal yang paling umum digunakan dalam studi epidemiologi karena kesederhanaan dan kemudahan pengumpulannya. Pada orang dewasa, ukuran dimensi tubuh dan massa digunakan untuk mewakili status gizi secara langsung, untuk menghitung ukuran mutlak kompartemen tubuh utama, seperti massa tubuh ramping dan massa adiposa, untuk
memperkirakan komposisi
tubuh relatif,
seperti kegemukan
dan
untuk
menggambarkan lemak tubuh. (Willett Walter, 1988) 5
Dalam epidemiologi gizi, antropometri dapat digunakan untuk mewakili status gizi atau sebagai pengukuran dari paparan penyakit akibat gizi. (Barrie dan Michael, 1996)
2.3 Ruang Lingkup Antropometri Menurut Sutalaksana (2006), antropometri adalah pengetahuan yang menyangkut pengukuran tubuh manusia khususnya dimensi tubuh. Antropometri dibagi atas dua bagian, yaitu : (dalam Pengukuran dan Perancangan Sistem Kerja, 2010) 1. Antropometri statis Pengukuran manusia pada posisi diam dan linier pada permukaan tubuh. Ada beberapa metode pengukuran tertentu agar hasilnya representative. Selain itu terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi dimensi tubuh manusia, sebagai berikut: (dalam Pengukuran dan Perancangan Sistem Kerja, 2010) a. Umur Ukuran tubuh manusia akan berkembang dari saat lahir sampai sekitar 20 tahun untuk pria dan 17 tahun untuk wanita. Ada kecenderungan berkurang setelah 60 tahun. b. Jenis kelamin Jenis kelamin pria umumnya memiliki dimensi tubuh yang lebih besar kecuali dada dan pinggul. c. Suku bangsa (etnis) Dimensi tubuh suku bangsa negara barat lebih besar jika dibandingkan dengan dimensi tubuh suku bangsa negara Timur. d. Sosio ekonomi Tingkat sosio ekonomi sangat mempengaruhi dimensi tubuh manusia. Pada negara- negara maju dengan tingkat sosio ekonomi tinggi mempunyai dimensi tubuh yang besar dibandingkan dengan negara-negara berkembang. 2.
Antropometri dinamis Maksud antropometri dinamis adalah pengukuran keadaan dan ciri-ciri fisik manusia dalam keadaan bergerak atau memperhatikan gerakan-gerakan yang mungkin terjadi saat pekerja tersebut melaksanakan kegiatannya. Terdapat 3 kelas pengukuran antropometri dinamis, yaitu: (dalam Pengukuran dan Perancangan Sistem Kerja, 2010) 1. Pengukuran tingkat keterampilan sebagai pendekatan untuk mengerti keadaan mekanis dari suatu aktifitas. Contoh dalam mempelajari performansi atlet. 2. Pengukuran jangkauan ruang yang dibutuhkan saat kerja. Contoh jangkauan dari gerakan tangan dan kaki efektif pada saat bekerja, yang dilakukan dengan berdiri atau duduk. 6
3. Pengukuran variabilitas kerja. Contoh analisis kinematika dan kemampuan jarijari tangan dari seorang juru ketik atau operator komputer. Menurut Nurmianto (1991), beberapa jenis data dimensi tubuh yang akan digunakan yaitu dimensi lebar bahu (lb), tinggi siku berdiri(tsb), jangkauan tangan ke atas (jta), jangkauan tangan ke depan (jtk), panjang telapak tangan (ptt), panjang telapak kaki (ptk), dan tinggi lutut (tlt). (TBMW Putra, 2016) Menurut Nurmianto (1991), dimensi yang diukur pada Anthropometri statis diambil secara linier (lurus) dan dilakukan pada permukaan tubuh, agar hasilnya representatif maka pengukuran harus dilakukan dengan metode tertentu terhadap individu. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi dimensi tubuh manusia antara lain: (TBMW Putra, 2016) 1. Umur 2. Jenis kelamin 3. Suku bangsa dan jenis pekerjaan atau latihan Menurut Sutalaksana (2006), perbedaan antara suatu populasi dengan populasi yang lain adalah dikarenakan oleh beberapa faktor-faktor ,yaitu keacakan, jenis kelamin, suku bangsa, usia, jenis pekerjaan, faktor kehamilan pada wanita, cacat tubuh secara fisik. (dalam TBMW Putra, 2016) a.
Keacakan Menurut Sutalaksana (2006) dalam TBMW Putra, 2016, dalam butir pertama ini walau pun telah terdapat dalam suatu kelompok populasi yang suadah jelas sama jenis kelamin, suku bangsa, kelompok usia dan pekerjaan, namun masih akan ada perbedaan yang masih cukup signifikan antara berbagai masyarakat.
b.
Jenis kelamin Menurut Sutalaksana (2006) dalam TBMW Putra, 2016, secara distribusi statistika ada perbedaan yang signifikan antara dimensi tubuh pria dan wanita. Untuk kebanyakan dimensi tubuh pria dan wanita ada perbedaan yang signifikan diantara mean (rata-rata) dan nilai perbedaan ini tidak bisa diabaikan begitu saja. Pria dianggap lebih panjang dimensi segmen badannya daripada wanita, oleh karenanya data antropometri untuk dua jenis kelamin tersebut selalu disajikan terpisah.
c. Suku Bangsa Menurut Sutalaksana (2006) dalam TBMW Putra, 2016, variasi diantara beberapa kelompok suku bangsa telah menjadi hal yang tidak kalah pentingnya terutama karena meningkatnya jumlah angka migrasi dari satu negara ke negara lain. Suatu contoh sederhana bahwa yaitu dengan meningkatnya jumlah 7
penduduk yang migrasi dari negara Vietnam ke Australia, untuk mengisi satuan jumlah angkatan kerja. Maka akan mempengaruhi antripometri nasional. d. Usia Menurut Sutalaksana (2006) dalam TBMW Putra, 2016, beberapa kelompok usia telah menjadi hal yang penting dalam masalah antropometri. Berikut ini kelompok usia yang digolongkan dalam masalah antropometri, yaitu: a. Balita b. Anak-anak c.
Remaja
d. Dewasa, dan e. Lanjut usia Hal ini jelas berpengaruh terutama jika desain diaplikasikan untuk antropometri anak-anak. Antropometri akan cendrung terus meningkat sampai batas usia dewasa, namun setelah menginjak usia dewasa, tinggi badan manusia mepunyai kecendrungan untuk menurun yang antara lain disebabkan oleh berkurangnya elastisitas tulang belakang. Selain itu juga berkurangnya dinamika gerakan tangan dan kaki. e. Jenis Pekerjaan Menurut Sutalaksana (2006) dalam TBMW Putra, 2016, beberapa jenis pekerjaan pekerjaan tertentu menuntut adanya persaratan dalam seleksi karyawan. Seperti misalnya: buruh dermaga adalah harus mepunyai postur yang relatif lebih besar dibandingkan dengan karyawan perkantoran pada umumnya. f.
Faktor Kehamilan pada Wanita Menurut Sutalaksana (2006) dalam TBMW Putra, 2016, faktor ini sudah jelas akan mempunyai pengaruh perbedaan yang berarti kalau dibandingkan dengan wanita yang tidak hamil, terutama yang berkaitan dengan analisa perancangan produk (APP) dan analisa perancangan kerja (APK).
g. Cacat Tubuh Secara Fisik Menurut
Sutalaksana
(2006)
dalam
TBMW
Putra,
2016,
suatu
perkembangan yang sangat mengembirakan pada dekade terakhir yaitu dengan diberikannya skala prioritas pada rancang bangun fasilitas akomodasi untuk para penderita cacat tubuh secara fisik sehingga mereka dapat ikut serta merasakan kesamaan dalam penggunaan jasa dari hasil ilmu ergonomi didalam pelayanan untuk masyarakat.
8
2.4 Parameter Pengukuran Antropometri Terdapat parameter merupakan ukuran tunggal tubuh sebagai acuan dalam pengukuran antropometri status gizi individu yang terdiri atas : (Anna Auliyanah, 2012) a. Umur Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan penentuan umur akan menyebabkan interpretasi status gizi menjadi salah. Hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan yang akurat, akan menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat. Menurut Puslitbang Gizi Bogor (1980), batasan umur yang digunakan adalah tahun umur penuh (Completed Year) dan untuk anak umur 0-2 tahun digunakan bulan usia penuh (Completed Month). b. Berat Badan Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan paling sering digunakan pada bayi baru lahir (neonatus). Berat badan digunakan untuk mendiagnosa bayi normal atau BBLR. Dikatakan BBLR apabila berat bayi lahir di bawah 2500 gram atau di bawah 2,5 kg. Pada masa bayi-balita, berat badan dapat digunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun status gizi, kecuali terdapat kelainan klinis seperi dehidrasi, asites, edema, dan adanya tumor. Di samping itu pula berat badann dapat dipergunakan sebagai dasar perhitungan obat dan makanan. Berat badan menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air dan mineral pada tulang. Pada remaja, lemak tubuh cenderung meningkat dan protein otot menurun. Pada orang yang edema dan asites terjadi penambahan cairan dalam tubuh. Sedangkan adanya tumor dapat menurunkan jaringan lemak dan otot, khususnya terjadi pada orang kekurangan gizi. c. Tinggi Badan Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan tepat. Di samping itu, tinggi badan merupakan ukuran kedua yang penting karena dengan menghubungkan berat badan terhadap tinggi badan (Quac stick), faktor umur dapat dikesampingkan. Pengukuran tinggi badan pada umumnya dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut Microtoice yang mempunyai ketelitian 0,1 cm. d. Lingkar Lengan Atas Lingkar lengan atas (LILA) dewasa ini merupakan salah satu pilihan untuk penentuan status gizi, karena mudah dilakukan dan tidak memerlukan alat-alat yang sulit diperoleh dengan harga yang lebih murah. Akan tetapi, ada beberapa hal yang
9
perlu mendapat perhatian, terutama jika digunakan sebagai pilihan tunggal untuk indeks status gizi, antara lain: Baku lingkar lengan atas yang dugunakan sekarang belum mendapat pengujian yang memadai untuk digunakan di Indonesia. Hal ini didasarkan pada hasil-hasil penelitian yang umumnya menunjukkan perbedaan angka prevalensi KEP yang cukup berarti antar penggunaan LILA di satu pihak dengan berat bedan menurut umur atau berat menurut tinggi badan maupun indeks-indeks lain di pihak lain. Kesalahan pengukuran pada LILA (pada berbagai tingkat keterampilan pengukur)relatif lebih besar dibandingkan dengan tinggi badan, mengingat batas antara baku dengan gizi kurang, lebih sempit pada LILA daripada tinggi badan. Ini berarti kesalahan yang sama besar jauh lebih berarti pada LILA dibandingkan dengan tinggi badan. Lingkar lengan atas sensitif untuk suatu golongan tertentu (prasekolah), tetapi kurang sensitif pada golongan lain terutama orang dewasa. Tidak demikian halnya dengan berat badan. Alat ukur yang digunakan merupakan suatu pita pengukur yang terbuat dari fiberglass atau jenis kertas tertentu berlapis plastik. e. Lingkar Pinggang dan Pinggul Pengukuran lingkar pinggang dan pinggul harus dilakukan oleh tenaga yang terlatih dan posisi pengukuran harus tepat. Perbedaan posisi penguuran akan memberikan hasil yang berbeda. Seidell, dkk (1987) memberikan petunjuk bahwa rasio lingkar pinggang dan pinggul untuk perempuan adalah 0,77 dan 0,90 untuk laki-laki. f.
Lingkar Kepala Lingkar kepala adalah standar prosedur dalam ilmu kedokteran anak secara praktis, yang biasanya untuk memeriksa keadaan patologi dari besarnya kepala atau peningkatan ukuran kepala. Contoh yang sering digunakan adalah kepala besar (hidrosefalus) dan kepala kecil (mikrosefalus). Lingkar kepala terutama dihubungkan dengan ukuran otak dan tulang tengkorak. Ukuran otak meningkat secara cepat pada tahun pertama, akan tetapi besar lingkaran kepala tidak menggambarkan keadaan kesehatan dan gizi. Bagaimanapun juga ukuran otak dan lapisan tulang kepala dan tengkorak dapat bervariasi sesuai dengan keadaan gizi. Dallam antropometri gizi, rasio lingkar kepala dan lingkar dada cukup berarti dalam menentukan KEP pada anak. Lingkar kepala dapat juga digunakan sebagai informasi tambahan dalam pengukuran umur. 10
g. Lingkar Dada Pengukuran lingkar dada biasanya dilakukan pada anak yang berumur 2-3 tahun, karena rasio lingkar kepala dan lingkar dada sama pada umur 6 bulan. Setelah umur ini, tulang tengkorak tumbuh secara lambat dan pertumbuhan dada lebih cepat. Umur antara 6 bulan dan 5 tahun, rasio lingkar kepala dan lingkar dada adalah kurang dari 1. Hal ini dikarenakan akibat kegagalan perkembangan dan pertumbuhan atau kelemahan otot dan lemak pada dinding dada. Ini dapat digunakan sebagai indikator dalam menentukan KEP pada anak balita. h. Tebal Lemak di Bawah Kulit Pengukuran lemak tubuh melalui pengukuran ketebalan lemak bawah kulit(skinfold) dilakukan pada beberapa bagian tubuh, misalnya padambagian lengan atas (biceps dan triceps), lengan bawah (forearm), tulang belikat (subscapular), di tengah garis ketiak (midaxillary), sisi dada (pectoral), perut (abdominal), paha (suuprailiaca), tempurung lutut (suprapatellar), dan pertengahan tungkai bawah (medial calf).
2.5 Metode Pengukuran Antropometri Metode pengukuran antropometri dalam Prestiana dan Ufiyah (2016) yakni : A. Alat dan Bahan Pengukuran : 1. Detecto 2. Timbang Badan Digital/Electric 3. Health Smic 4. Microtoise 5. Metlin/ Pita fiber 6. Skinfold Caliper Lange B.
Prosedur Pengukuran 1. Berat Badan
1) Detecto
11
a. Subyek mengenakan pakaian biasa (usahakan dengan pakaian yang minimal). Subyek tidak menggunakan alas kaki
b. Dipastikan timbangan berada pada penunjukan skala dengan angka 0,0 c. Subyek diminta naik ke alat timbang dengan berat badan tersebar merata pada kedua kaki dan posisi kaki tepat di tengah alat timbang.
d. Diperhatikan posisi kaki subyek tepat di tengah alat timbang, usahakan agar subyek tetap tenang dan kepala tidak menunduk (memandang lurus kedepan)
e. Bandul geser pastikan tepat pada angka 0 terlebih dahulu, setelah subyek naik ke alat timbang, bandul geser pada skala kilogram digeser terlebih dahulu sesuai dengan perkiraan berat badan subyek, kemudian bandul geser pada skala ons yang berada diatasnya juga digeser sampai titik imbang pada ujung kanan subyek menunjukkan seimbang
f. Dibaca dan dicatat berat badan pada tampilan dengan skala 0.1 terdekat g. Subyek diminta turun dari alat timbang. 2) Timbang Badan Electric/Digital
a. Subyek mengenakan pakaian biasa (usahakan dengan pakaian yang minimal). Subyek tidak menggunakan alas kaki
b. Tekan alat ukur timbang badan digital sampai display menunjukkan angka 0,00
c. Subyek diminta naik ke alat timbang dengan berat badan tersebar merata pada kedua kaki dan posisi kaki tepat di tengah alat timbang
d. Diperhatikan posisi kaki subyek tepat di tengah alat timbang, usahakan agar subyek tetap tenang dan kepala tidak menunduk (memandang lurus kedepan)
e. Tunggu beberapa detik sampai display menunjukkan angka berat badan subyek 12
f. Dibaca dan dicatat berat badan pada tampilan display g. Subyek diminta turun dari alat timbang. 3) Health Smic
a. Subyek mengenakan pakaian biasa (usahakan dengan pakaian yang minimal). Subyek tidak menggunakan alas kaki
b. Dipastikan timbangan berada pada jarum yang menunjukan skala dengan angka 0
c. Subyek diminta naik ke alat timbang dengan berat badan tersebar merata pada kedua kaki dan posisi kaki tepat di tengah alat timbang
d. Diperhatikan posisi kaki subyek tepat di tengah alat timbang, usahakan agar subyek tetap tenang dan kepala tidak menunduk (memandang lurus kedepan)
e. Jarum akan bergeser dan menunjukkan berat badan subyek pada angka yang ada di skala
f. Dibaca dan dicatat berat badan pada tampilan dengan skala 0 terdekat g. Subyek diminta turun dari alat timbang.
13
2. Tinggi Badan
1) Cari permukaan dinding dan lantai yang rata 2) Diperlukan 2 orang untuk melakukan persiapan pengukuran, 1 orang menempelkan dan menahan kepala microtoice pada permukaan dinding, dan 1 orang lagi menarik microtoice kebawah hingga angka menunjukkan 200 cm 3) Lekatkan kepala microtoice pada dinding dengan bantuan paku atau perekat lain yang kuat dan tidak mudah bergeser 4) Lepaskan microtoice 5) Lepaskan alas kaki subyek yang akan diukur 6) Persilahkan subyek untuk berdiri tepat dibawah microtoice, dengan posisi tegak, pandangan lurus kedepan, lutut lurus dan kepala pada posisi frankfrut horizontal plane 7) Pastikan bahwa tumit, pantat dan pundak menempel pada permukaan vertical dinding dan biarkan lengan menggantung bebas 8) Mata pengukur/ pembaca harus ada pada posisi selevel dengan kepala subyek 9) Baca hasil pengukuran 10) Lakukan pengukuran sebanyak dua kali.
3. LILA (Lingkar Lengan Atas)
14
1) Penentuan Titik Mid Point Pada Lengan 1. Subyek diminta berdiri tegak. 2. Subyek dminta untuk membuka lengan pakaian yang menutup lengan kiri atas (bagi yang kidal gunakan lengan kanan). 3. Tekukan
tangan
subyek
membentuk
900 dengan
telapak
tangan
menghadap ke atas. Pengukur berdiri di belakang dan menentukan titik tengah antara tulang rusuk atas pada bahu kiri dan siku 4. Ditandai titik tengah tersebut dengan pena.
2) Mengukur Lingkar Lengan Atas (LILA) 1. Dengan tangan tergantung lepas dan siku lurus di samping badan, telapak tangan menghadap ke bawah 2. Diukur
lingar lengan atas
pada
posisi mid point dengan pita
LILA
menempel pada kulit dan dilingkarkan secara hotizontal pada lengan. Perhatikan jangan sampai pita menekan kulit atau ada rongga antara kulit dan pita 3. Lingkar lengan atas dicatat pada skala 0,1 cm terdekat. 4. Lingkar pinggang
1. Subyek mengenakan pakaian yang tidak terlalu menekan 2. Subyek berdiri tegak dengan kedua lengan berada pada kedua sisi tubuh dan kaki rapat 3. Pengukur jongkok di depan subyek, kemudian ukur dengan metlin dari umbilicus/pusat melingkar ke suprailliac kanan dan memutar menuju suprailliac kiri dan bertemu lagi di umbilicus/pusat 4. Alat pengukur dilingkarkan secara horizontal tanpa menekan kulit. Seorang pembantu diperlukan untuk meletakkan alat ukur dengan tepat 5. Dibaca dengan teliti hasil pengukuran pada pita hingga 0,1 cm terdekat 6. Catat hasil yang telah dibaca.
15
5. Lingkar Pinggul
1) Subyek mengenakan pakaian yang tidak terlalu menekan 2) Subyek berdiri tegak dengan kedua lengan berada pada kedua sisi tubuh dan kaki rapat
3) Pengukur jongkok di depan subyek sehingga tingkat maksimal dari penggul terlihat
4) Alat pengukur dilingkarkan secara horizontal tanpa menekan kulit. Dan diukur tepat pada bagian lingkar terbesar dari tubuh/pinggul.
5) Seorang pembantu diperlukan untuk meletakkan alat ukur dengan tepat 6) Dibaca dengan teliti hasil pengukuran pada pita hingga 0,1 cm terdekat. 6. Tebal Lemak Bawah Kulit (TLBK) 1) Biceps Skinfold
a. Subyek berdiri tegak dengan kedua lengan tergantung bebas pada kedua sisi tubuh
b. Pengukuran dilakukan pada titik mid point (sama pada LILA) c. Pada sekitar 1 cm diatas titik yang telah ditandai tersebut, tarik lipatan kulit dan jaringan lemak dibawahnya secara vertical, dan pasang penjepit caliper dan biarkan 2 asmpai 3 detik setelah penahan / pegas penjepit caliper dilepas
d. Biceps skinfold diukur dengan mendekati 0,1 mm 16
e. Baca dan catat hasil f. Lakukan dua kali pengukuran. 2) Triceps Skinfold
a. Subyek berdiri tegak dengan kedua lengan tergantung bebas pada kedua sisi tubuh
b. Pengukuran dilakukan pada titik mid point (sama pada LILA) c. Pengukur berdiri di belakang subyek dan meletakkan telapak tangan kirinya pada bagian lengan kearah tanda yang telah dibuat dimana ibu jari dan telunjuk menghadap ke bawah. Tricep skinfold diambil dengan menarik pada 1 cm dari proximal tanda titik tengah tadi
d. Pasang penjepit caliper dan biarkan 2 asmpai 3 detik setelah penahan / pegas penjepit caliper dilepas
e. Tricep skinfold diukur dengan mendekati 0,1 mm f. Baca dan catat hasil g. Lakukan dua kali pengukuran. 3) Subscapular Skinfold
a. Subyek berdiri tegak dengan kedua lengan tergantung bebas pada kedua sisi tubuh
b. Tangan diletakkan kiri ke belakang 17
c. Untuk mendapatkan tempat pengukuran, pemeriksa meraba scap ula dan mencarinya ke arah bawah lateral sepanjang batas vertebrata sampai menentukan sudut bawah scapula
d. Subscapular skinfold ditarik dalam arah diagonal (infero-lateral) kurang lebih 450 ke arah horizontal garis kulit. Titik scapula terletak pada bagain bawah sudut scapula
e. Caliper diletakkan 1 cm infero-lateral dari ibu jari dan jari telunjuk yang mengangkat kulit dan subkutan dan ketebalan kulit diukur mendekati 0,1 mm
f. Baca dan catat hasil g. Lakukan dua kali pengukuran. 4) Suprailliac Skinfold
a. Subyek berdiri tegak dengan kedua lengan tergantung bebas pada kedua sisi tubuh
b. Tandai posisi pengukuran, yaitu di atas tulang iliac c. Tarik lipatan kulit dan lapisan lemak di bawahnya secara diagonal d. pasang penjepit caliper dan biarkan 2 asmpai 3 detik setelah penahan / pegas penjepit caliper dilepas
e. Baca dan catat hasil f. Lakukan dua kali pengukuran. 2.6 Indeks Antropometri Indeks antropometri merupakan kombinasi atau gabungan anatra dua atau lebih pengukuran dasar dengan tujuan untuk memberikan informasi lebih lengkap mengenai status nutrisi seseorang dibandingkan dengan satu pengukuran dasar. Indeks antropometri terdiri atas body mass index (BMI), arm muscle area (AMA), arm fat area (AFA), mid arm circumference to height ratio (rasio lingkar lengan atas terhadap tinggi tubuh), waist-hip ratio (rasio pinggul-pinggang), dan tricep to subscapular skinfold ratio (tricep terhadap rasio subscapular skinfold). (Barrie dan Michael, 1996) 18
•
Body mass index : Weight (kg) / height (m)2
•
Arm muscle area (AMA) : AMA(cm2) = (AC – π ((BI + TRI) / 2))2 / 4π AMA (AC – (π x TRI ))2 / 4π
•
Arm fat area (AFA) : AFA = (AC2 / 4π) – AMA Keterangan : AC
= Arm circumference (cm)
BI
= Biceps skinfold (cm)
TRI
= Triceps skinfold (cm)
Sedangkan
menurut
Hanif
Syaifullah
(2009),
terdapat
beberapa
indeks
antropometri, antara lain yaitu : 1. BB/U (Berat Badan terhadap Umur) Kelebihan: a. Lebih mudah dan cepat dimengerti oleh masyarakat b. Baik untuk mengukur status gizi akut dan kronis c. Indikator status gizi kurang saat sekarang d. Sensitif terhadap perubahan kecil e. Growth monitoring f.
Pengukuran yang berulang dapat mendeteksi growth failure karena infeksi atau KEP
g. Dapat mendeteksi kegemukan (overweight) Kekurangan: a. Kadang umur secara akurat sulit didapat b. Dapat menimbulkan interpretasi keliru bila terdapat edema maupun asites c. Memerlukan data umur yang akurat terutama untuk usia balita d. Sering terjadi kesalahan dalam pengukruan, seperti pengaruh pakaian atau gerakan anak saat ditimbang e. Secara operasional: hambatan sosial budaya, tidak mau menimbang anak karena seperti barang dagangan 2. TB/ U (Tinggi Badan terhadap Umur) Menurut Beaton dan Bengoa (1973) indeks TB/U dapat memberikan status gizi masa lampau dan status sosial ekonomi. Kelebihan: a. Baik untuk menilai status gizi masa lampau b. Alat dapat dibuat sendiri, murah dan mudah dibawa 19
c. Indikator kesejahteraan dan kemakmuran suatu bangsa Kekurangan: a. TB tidak cepat naik, bahkan tidak mungkin turun b. Diperlukan 2 orang untuk melakukan pengukuran, karena biasanya anak relatif sulit berdiri tegak c. Ketepatan umur sulit didapat 3. BB/ TB (Berat Badan terhadap Tinggi Badan) BB
memiliki
hubungan
linear
dengan
TB.
Dalam
keadaan
normal
perkembangan BB searah dengan pertumbuhan TB dengan kecepatan tertentu. Kelebihan: a. Tidak memerlukan data umur b. Dapat membedakan proporsi badan (gemuk, normal, kurus) c. Dapat menjadi indikator status gizi saat ini (current nutrition status) Kekurangan: a. Karena faktor umur tidak dipertimbangkan, maka tidak dapat memberikan gambaran apakah anak pendek atau cukup TB atau kelebihan TB menurut umur b. Operasional: sulit melakukan pengukuran TB pada balita c. Pengukuran relatif lebih lama d. Memerlukan 2 orang untuk melakukannya e. Sering terjadi kesalahan dalam pembacaan hasil pengukuran, terutama bila dilakukan oleh kelompok nonprofesional 4. Lila/ U (Lingkar Lengan Atas terhadap Umur) Lingkar lengan atas (LLA) berkorelasi dengan indeks BB/U maupun BB/TB. Seperti BB, LLA merupakan parameter yang labil karena dapat berubah-ubah cepat, karenanya baik untuk menilai status gizi masa kini. Perkembangan LLA (Jellife`1996): a. Pada tahun pertama kehidupan
: 5.4 cm
b. Pada umur 2-5 tahun
: <1.5 cm
Kurang sensitif untuk tahun berikutnya Penggunaan LLA sebagai indikator status gizi, disamping digunakan secara tunggal, juga dalam bentuk kombinasi dengan parameter lainnya seperti LLA/U dan LLA/TB (Quack Stick). Kelebihan: a.
Indikator yang baik untuk menilai KEP berat
b.
Alat ukur murah, sederhana, sangat ringan, dapat dibuat sendiri, kader posyandu dapat melakukannya
20
c.
Dapat digunakan oleh orang yang tidak membaca tulis, dengan memberi kode warna untuk menentukan tingkat keadaan gizi Kekurangan:
a. Hanya dapat mengidentifikasi anak dengan KEP berat b. Sulit menemukan ambang batas c. Sulit untuk melihat pertumbuhan anak 2-5 tahun 5. Indeks Massa Tubuh (IMT) IMT digunakan berdasarkan rekomendasi FAO/WHO/UNO tahun 1985: batasan BB normal orang dewasa ditentukan berdasarkan Body Mass Index (BMI/IMT). IMT merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa (usia 18 tahun ke atas), khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan BB. IMT tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil dan olahragawan. Juga tidak dapat diterapkan pada keadaan khsusus (penyakit) seperti edema, asites dan hepatomegali. Masa Tubuh (IMT): IMT =
𝐵𝐵 (𝑘𝑔) 𝑇𝐵2 (𝑚2)
Batas Ambang IMT menurut FAO membedakan antara laki-laki (normal 20,125,0 ) dan perempuan (normal18,7-23,8). Untuk menentukan kategori kurus tingkat berat pada laki-laki dan perempuan juga ditentukan ambang batas. Di Indonesia, dimodifikasi berdasarkan pengalaman klinis dan hasil penelitian di beberapa negara berkembang.
Kategori Ambang Batas IMT untuk Indonesia.
Kurus
Kategori
IMT
Kekurangan BB tingkat berat
< 17,0
Kekurangan BB tingkat ringan
17,0-18,5
Normal Gemuk
> 18,7-25,0 Kelebihan BB tingkat ringan
> 25,0-27,0
Kelebihan BB tingkat berat
> 27,0
6. Tebal Lemak Bawah Kulit menurut Umur Pengukuran lemak tubuh melalui pengukuran ketebalan lemak bawah kulit (skinfold) dilakukan pada beberapa bagian tubuh, misalnya: lengan atas (tricep dan bicep), lengan bawah (forearm), tulang belikat (subscapular), di tengah garis ketiak (midaxillary), sisi dada (pectoral), perut (abdominal), suprailiaka, paha, tempurung lutut (suprapatellar), pertengahan tungkai bawah (medial calv). 21
Lemak dapat diukur secara absolut (dalam kg) dan secara relatif (%) terhadap berat tubuh total. Jumlah lemak tubuh sangat bervariasi ditentukan oleh jenis kelamin dan umur. Lemak bawah kulit pria 3.1 kg, wanita 5.1 kg. 7. Rasio Lingkar Pinggang dan Pinggul Banyaknya lemak dalam perut menunjukkan ada beberapa perubahan metabolisme, termasuk terhadap insulin dan meningkatnya produksi asam lemak bebas, dibanding dengan banyaknya lemak bawah kulit pada kaki dan tangan. Perubahan metabolisme memberikan gambaran tentang pemeriksaan penyakit yang berhubungan dengan perbedaan distribusi lemak tubuh. Ukuran yang umur digunakan adalah rasio lingkar pinggang-pinggul. Pengukuran lingkar pinggang dan pinggul harus dilakukan oleh tenaga terlatih dan posisi pengukuran harus tepat, karena perbedaan posisi pengukuran memberikan hasil yang berbeda. Rasio lingkar pinggang-pinggul untuk perempuan: 0.77, laki-laki: 0.90 (Seidell dkk, 1980).
2.7 Keterbatasan Indeks Massa Tubuh Menurut Anisyah Citra (2016) pengukuran antropometri IMT yang biasa digunakan memiliki suatu batasan dalam pengukurannya yaitu tidak mengukur lemak tubuh secara langsung dan tidak berlaku untuk anak-anak pada masa pertumbuhan / remaja, ibu hamil, dan atlet atau orang yang aktif berolahraga walaupun usianya sudah di atas 18 tahun. Menurut Anisyah Citra (2016) Pengukuran IMT pada olahragawan pada umumnya akan menghasilkan rasio yang tinggi, sehingga ketika diklasifikasikan / dikategorikan, akan merujuk pada overweight bahkan obesitas. Hal tersebut dikarenakan olahragawan memiliki jumlah otot yang lebih banyak. Otot memiliki massa yang lebih berat dibandingkan dengan lemak. Dengan demikian, berat badan yang akan terbaca pada timbangan akan lebih tinggi dan menghasilkan rasio yang besar. Rasio yang besar ini (>24,99 kg/m2) akan dikategorikan menjadi overweight hingga obesitas. Menurut Anisyah Citra (2016) Penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai IMT atlet lari semakin pendek jarak lari yang di tempuh. Pelari dengan BMI normal cenderung dapat menempuh jarak yang lebih panjang dibandingkan dengan pelari yang memiliki IMT lebih. IMT yang lebih cenderung memiliki massa tubuh yang lebih berat. Dengan demikian gaya yang dihasilkan akan lebih lambat dan energi yang diperlukan untuk mengahasilkan kerja juga lebih besar. Pada akhirnya pelari dengan IMT lebih akan lebih mudah merasa lelah. Menurut Anisyah Citra (2016) Rumus IMT juga tidak berlaku pada ibu hamil. Berat badan pada ibu hamil akan mengalami peningkat dibandingkan sebelumnya sehingga 22
apabila dilakukan pengukuran status gizi menggunakan rumus IMT hasilnya akan cenderung melebihi normal (overweight-obese). Peningkatan berat badan ini bukan semata-mata status gizi ibu yang lebih, melainkan di dalam perut ibu juga terdapat janin yang turus tubuh dan berkembang hingga proses persalinan. Ibu akan mengonsumsi banyak makanan untuk mencukupi kebutuhan sang bayi. Dengan demikian berat badan ibu akan bertambah karena makan lebih banyak dari biasanya disertai penambahan berat bayi yang berada di dalamnya. Menurut Anisyah Citra (2016) Hal yang sama dengan atlet dan ibu hamil juga terjadi pada remaja karena status gizi tidak dapat digambarkan dengan menghitung IMT saja. Tolak ukur IMT yang digunakan pada remaja tidaklah sama dengan dewasa, walaupun cara menghitungnya sama. IMT pada remaja perlu dibedakan berdasarkan umur dan jenis kelamin. Hal ini dikarenakan pada anak perempuan dan laki-laki memiliki jumlah perubahan lemak tubuh yang berbeda-beda setiap golongan umur, sehingga membutuhkan perhitungan tersendiri untuk mengetahui status gizinya. Maka dari itu, penilaian status gizi menggunakan IMT pada atlet / olahragawan, ibu hamil, dan remaja belum cukup untuk menggambarkan status gizi. Perlu ditunjang dengan pengukuran antropometri lainnya (massa lemak, massa otot, total body water, dll), pengecekan klinis, dan pengecekan biokimia.
2.8 Kelebihan dan Kekurangan Antropometri Menurut Hanif Syaifullah (2009), kelebihan dan kekurangan antropometri yakni : a. Kelebihan Penggunaan Antropometri memiliki beberapa kelebihan, seperti: 1. Prosedur sederhana, aman dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel cukup besar 2. Relatif tidak membutuhkan tenaga ahli 3. Alat murah, mudah dibawa, tahan lama, dapat dipesan dan dibuat di daerah setempat 4. Metode ini tepat dan akurat, karena dapat dibakukan 5. Dapat mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi di masa lampau 6. Umumnya dapat mengidentifikasi status buruk, kurang dan baik, karena sudah ada ambang batas yang jelas 7. Dapat mengevaluasi perubahan status gizi pada periode tertentu, atau dari satu generasi ke generasi berikutnya 8. Dapat digunakan untuk penapisan kelompok yang rawan terhadap gizi
23
b. Kekurangan Selain memiliki keunggulan, penggunaan Antropometri juga memiliki beberapa kekurangan, seperti: 1. Tidak sensitif, artinya tidak dapat mendeteksi status gizi dalam waktu singkat, tidak dapat membedakan kekurangan zat gizi tertentu, misal Fe dan Zn 2. Faktor di luar gizi (penyakit, genetik dan penurunan penggunaan energi) dapat menurunkan spesifikasi dan sensitivitas pengukuran antropometri 3. Kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran dapat mempengaruhi presisi, akurasi, dan validitas pengukuran 4. Kesalahan terjadi karena: pengukuran, perubahan hasil pengukuran (fisik dan komposisi jaringan), analisis dan asumsi yang keliru 5. Sumber kesalahan biasanya berhubungan dengan: latihan petugas yang tidak cukup, kesalahan alat, kesulitan pengukuran.
24
BAB III PELAKSANAAN PRAKTEK
3.1 Lokasi Lokasi praktek Epidemiologi Gizi berada di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jambi Kampus Pondok Meja Jalan Tri Brata KM.11 Kecamatan Mestong Kabupaten Muaro Jambi.
3.2 Waktu Waktu pelaksanaan praktek Epidemiologi Gizi yang berada di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jambi dilaksanakan selama 14 hari dimulai dari tanggal 30 Oktober sampai 13 November 2017. 3.3 Populasi dan Sampel Populasi pada praktek Epidemiologi Gizi meliputi seluruh mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jambi dengan jumlah sampel 355 responden terbagi dari semester I dan semester III. 3.4 Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam praktek lapangan Epidemiologi Gizi, sebagai berikut: 1. Persiapan Tahap Persiapan Penelitian ini dimulai dengan menghubungi ketua kelas di setiap semester I dan semester III Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat. 2. Pelaksanaan Tahap Pelaksanaan peneliti dimulai dengan membuat janji dengan ketua kelas setiap angkatan untuk membantu mempersiapkan responden. Kemudian peneliti bertemu dengan ketua kelas untuk melakukan pengambilan data. Sebelum bertemu dengan mahasiswa peneliti telah melakukan kuota sampling untuk menentukan responden yang akan mengisi kuisioner berdasarkan ketersediaan mahasiswa hingga didapatkan jumlah mahasiswa sebanyak yang ditentukan. Dalam pelaksanaan pengambilan data peneliti dibantu oleh adik kelas dan ketua kelas dan dilakukan pengukuran tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas dan lingkar perut. Pengambilan data dilakukan dalam waktu 3 hari.
25
3. Tahap Analisis Setelah seluruh kuisioner terkumpul peneliti memasukkan data kedalam program software statistik untuk diolah dan dianalisa. 4. Tahap Akhir Tahap Akhir dari penelitian ini adalah penyusunan laporan yang terdiri dari pembahasan hasil, perumusan kesimpulan dan mempresentasekan hasil. 3.5 Kendala yang dihadapi Dalam melaksanakan praktek lapangan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jambi, Kendala yang dihadapi meliputi sebagai berikut: 1. Sulitnya mengatur waktu pelaksanaan praktek ini dengan praktek lainnya. 2. Sulitnya menyamakan jadwal perkuliahan peneliti dengan responden. 3. Minimnya peralatan yang digunakan saat praktek. 4. Banyaknya mahasiswa yang tidak bersedia menjadi sampel penelitian.
26
BAB IV HASIL PRAKTEK
4.1 Hasil Pengukuran Antropometri Tabel 1 Hasil Pengukuran Antropometri Kategori BB Laki-laki BB Perempuan TB Laki-Laki TB Perempuan LingkarPerutLaki-laki Normal LingkarPerutLaki-lakiObesitas LingkarPerutPerempuan Normal LingkarPerutPerempuanObesitas LILA
Mean 61.39 50.27 1.67 1.55 73.2 98.5 68.71 88.17 26.22
Median 59 49 1.68 1.55 71.5 98 69 86 26
SD 11.44 9.44 0.08 0.06 7.11 5.28 5.18 6.96 3.18
Minimum 43 34.5 1.41 1.42 60 90 53 80 20
Maximum 93 99.6 1.8 1.85 87 105 79 105 35
Berdasarkan table 1 hasil pengukuran antropometri dapat dilihat bahwa kategori Berat Badan Laki-Laki memiliki nilai Mean sebesar 61,39, Median 59,00, Standar Deviasi 11,44, nilai Minimum 43,00 dan nilai Maximum sebesar 93,00. Selain itu, untuk kategori Berat Badan perempuan memiliki nilai Mean sebesar 50,27, Median 59,00, Standar Deviasi 9,44, nilai Minimum 34,50 dan nilai Maximum sebesar 99,60. Selain itu untuk kategori Tinggi Badan Laki-Laki memiliki nilai Mean sebesar 1,67, Median 1,68, Standar Deviasi 0,08, nilai Minimum 1,41 dan nilai Maximum sebesar 1,80. Selain itu untuk kategori Tinggi Badan Perempuan memiliki nilai Mean sebesar 1,55, Median 1,55, Standar Deviasi 0,06, dan nilai Minimum sebesar 1,42 dan nilai Maximum sebesar 1,85. Selain itu untuk Lingkar Perut Laki-Laki Normal memiliki nilai Mean 73,20, Median 71,50, Standar Deviasi 7,11, dan nilai Minimum 60,00 dan nilai Maximum sebesar 87,00. Selain itu untuk Lingkar Perut Laki-Laki Obesitas memiliki nilai Mean sebesar 98,50, Median 98,00, Standar Deviasi 5,28, dan nilai Minimum sebesar 90,00, dan nilai Maximum sebesar 105,00. Selain itu untuk Lingkar Perut Perempuan Normal memiliki nilai Mean 68,71, Median 69,00, Standar Deviasi 5,18, dan nilai Minimum sebesar 53,00, dan nilai Maximum sebesar 79,00. Selain itu untuk Lingkar Perut Perempuan Obesitas memiliki nilai Mean 88,17, Median 86,00, Standar Deviasi 6,96, dan nilai Minimum 80,00, dan nilai Maximum sebesar 105,00.
27
Selain itu untuk kategori Lingkar Lengan Atas memiliki nilai Mean 26,22, Median 26,00, Standar Deviasi 3,18, dan nilai Minimum 20,00, dan nilai Maximum 35,00.
4.1.1 Status Gizi Berdasarkan Lingkar Lengan Atas Tabel 2 Status Gizi Berdasarkan Lingkar Lengan Atas Kategori LILA Normal KEK Total
N 181.00 48.00 229
% 79.04 20.96 100.0
Berdasarkan pada table 2, hasil pengukuran Lingkar Lengan Atas pada 229 responden berjenis kelamin perempuan, dapat dilihat bahwa pada kategori Normal memiliki jumlah responden sebanyak 181 orang dengan nilai dalam persen sebesar 79,04%. Sedangkan pada kategori Kurang Energi Kronis (KEK) memiliki jumlah responden sebanyak 48 orang dengan nilai dalam persen sebesar 20,96%.
4.1.2 Status Gizi Berdasarkan IMT/U (<18 Tahun) Tabel 3 Status Gizi Berdasarkan IMT/U (<18 Tahun) Indikator Kurus Normal Gemuk
N 2 16 5
% 8.69 69.57 21.74
Status gizi responden berdasarkan Indeks Massa Tubuh/Umur untuk umur dibawah 18 tahun adalah 8.69% responden berada pada kategori kurus, 69.57% responden dikategorikan normal dan 21.74% dikategorikan gemuk.
4.1.3 Status Gizi Berdasarkan IMT (>18 Tahun) Tabel 4 Status Gizi Berdasarkan IMT (>18 Tahun) Indikator Kurus Normal Gemuk
N 157 65 30
% 62.3 25.8 11.9
Status gizi berdasarkan Indeks Massa Tubuh pada responden usia lebih dari 18 tahun adalah 62.3% berada pada kategori kurus, 25.8% dikategorikan normal dan 11.9% dikategorikan gemuk.
28
4.1.4 Indeks Antropometri Tabel 5 Indeks Antropometri Kategori BB/U (>=18 Tahun) TB/U (>=18 Tahun) BB/U (<=17 Tahun) TB/U (<=17 Tahun)
Mean 52.52 1.57 47.94 1.57
Median 50.00 1.56 45.00 1.55
SD 10.75 0.08 8.26 0.07
Mininum Maximum 35.00 99.60 1.41 1.85 34.50 64.50 1.48 1.71
Pada table 5 distribusi Berat Badan Menurut Umur diatas, dapat dilihat bahwa pada kategori Berat Badan/Umur diatas 18 tahun memiliki nilai Mean 52,52, Median 50,00, Standar Deviasi 10,75, dan nilai Minimum sebesar 35,00, dan nilai Maximum sebesar 99,60. Sedangkan pada kategori Tinggi Badan/Umur diatas 18 tahun memiliki nilai Mean 1,57, Median 1,56, Standar Deviasi 0,08, dan nilai Minimum sebesar 1,41, dan nilai Maximum sebesar 1,85. Selain itu pada kategori Berat Badan/Umur dibawah atau sama dengan 17 tahun memilki nilai Mean sebesar 47,94, Median 45,00, Standar Deviasi 8,26, dan nilai Minimum 34,50, dan nilai Maximum sebesar 64,50. Dan kategori terakhir adalah Tinggi Badan/Umur dibawah atau sama dengan 17 tahun memiliki nilai Mean sebesar 1,57, Median 1,55, Standar Deviasi 0,07, dan nilai Minimum 1,48, dan nilai Maximum sebesar 1,71.
4.2 Hubungan Status Gizi dengan Faktor Sosial Demografi 4.2.1 Hubungan Status Gizi dengan Distribusi Berdasarkan Umur Tabel 6 Hubungan Status Gizi dengan Distribusi Berdasarkan Umur BMI Kategori
Umur Total
<=17 >=18
Normal 15 193 208
Total KEK 8 59 67
23 252 275
PValue
0.224
Berdasarkan tabel 6 dari total 275 responden dengan umur <=17 tahun yang termasuk dalam kategori normal sebanyak 15 responden (7,21%) dan yang termasuk kekurangan energi kronis (KEK) sebanyak 8 (11,94%) responden. Sedangkan dengan umur >=18 tahun yang termasuk dalam kategori normal sebanyak 193 responden (92,79%) dan yang termasuk kekurangan energi kronis (KEK) sebanyak 59 responden (88,06%). Dengan nilai signifikasi P-Value 0.224 hal ini menujukan tidak ada hubungan antara umur dengan Body Mass Index.
29
4.2.2 Hubungan Status Gizi dengan Distribusi Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 7 Hubungan Status Gizi dengan Distribusi Berdasarkan Jenis Kelamin BMI Kategori Laki-Laki JK
Perempuan
Total
Total
Normal 39
KEK 7
46
169
60
229
208
67
275
PValue
0.133
Berdasarkan tabel 7 dari total 275 responden dengan Jenis Kelamin Laki-Laki yang termasuk dalam kategori normal sebanyak 39 responden (18,75%) dan yang termasuk dalam kategorik kekurangan energi kronis ( KEK) sebanyak 7 responden (10,45%). Sedangkan pada Jenis Kelamin Perempuan yang termasuk dalam kategori normal sebanyak 169 responden (81,25%) dan yang termasuk dalam kategori kekurangan energi kronis (KEK) sebanyak 60 responden ( 89,55%). Dengan nilai signifikasi P-Value 0.133 hal ini menujukan bahwa tidak ada hubungan antara Jenis Kelamin dengan Body Mass Index.
4.2.3 Hubungan Status Gizi dengan Distribusi Berdasarkan Sanitasi Lingkungan Tabel 8 Hubungan Status Gizi dengan Distribusi Berdasarkan Sanitasi Lingkungan
Sanitasi Total
Kurang Baik
BMI Kategori Normal 74 65 139
KEK 18 26 44
Total 92 91 183
PValue 0.154
Berdasarkan tabel 8 dari 183 responden dengan Sanitasi Lingkungan kurang baik yang termasuk dalam kategori normal sebanyak 74 responden (53,24%) dan Sanitasi lingkungan kurang baik yang termasuk dalam kategorik kekurangan energi kronis (KEK) sebanyak 18 responden (40,91%). Sedangkan pada Sanitasi lingkungan yaang baik termasuk dalam kategori normal sebanyak 65 responden (46,76%) dan saniasi lingkungan yang baik yang termasuk dalam kategori kekurangan energi kronis (KEK) sebanyak 26 responden (59,10%). Dengan nilai signifikasi P-Value 0.154 hal ini menujukan bahwa tidak ada hubungan antara Sanitasi Lingkungan
dengan Body
Mass Index. Selain itu, terdapat 92 responden yang tidak memiliki data (missing) tentang sanitasi lingkungan dari total 275 responden.
30
4.2.4 Hubungan Status Gizi dengan Distribusi Berdasarkan Padat Hunian Tabel 9 Hubungan Status Gizi dengan Distribusi Berdasarkan Padat Hunian BMI Kategori Normal KEK Padat Hunian
Total
TidakPadat
186
60
246
Padat
22 208
6 66
28 274
Total
PValue 0.728
Berdasarkan tabel 9 dari 274 responden dengan Padat Hunian yang tidak padat yang termasuk dalam kategori normal sebanyak 186 responden (89,42%) dan Padat Hunian yang tidak Padat yang termasuk dalam kategorik kekurangan energi kronis (KEK) sebanyak 60 responden (90,90%). Sedangkan pada Padat hunian yang sangat padat yang termasuk dalam kategori normal sebanyak 22 responden (10,57%) dan Padat Hunian yang sangat padat yang termasuk dalam kategori kekurangan energi kronis (KEK) sebanyak 6 responden (9,09%). Dengan nilai signifikasi P-Value 0.728 hal ini menujukan bahwa tidak ada hubungan antara Padat Hunian dengan Body Mass Index. Selain itu, terdapat 1 responden yang tidak memiliki data (missing) tentang padat hunian dari total 275 responden.
4.2.5 Hubungan Status Gizi dengan Distribusi Berdasarkan Jenis Perumahan Tabel 10 Hubungan Status Gizi dengan Distribusi Berdasarkan Jenis Perumahan BMI Kategori
Jenis Perumahan Total
Kurang Baik
Normal 78 128 206
Total KEK 31 35 66
109 163 272
PValue
0.189
Berdasarkan tabel 10 dari 272 responden dengan Jenis perumahan kurang baik yang termasuk dalam kategori normal sebanyak 78 responden (37,86%) dan jenis rumah kurang baik yang termasuk dalam kategorik kekurangan energi kronis ( KEK) sebanyak 31 responden (46,96%). Sedangkan pada jenis perumahan baik yang termasuk dalam kategori normal sebanyak 128 responden (62,14%) dan jenis rumah baik yang termasuk dalam kategori kekurangan energi kronis (KEK) sebanyak 35 responden (53,03%). Dengan nilai signifikasi P-Value 0.189 hal ini menujukan bahwa tidak ada hubungan antara Jenis Perumahan dengan Body Mass Index. Selain itu, terdapat 3 responden yang tidak memiliki data (missing) tentang jenis perumahan dari total 275 responden.
31
4.2.6 Hubungan Status Gizi dengan Distribusi Berdasarkan Perilaku Hygiene Tabel 11 Hubungan Status Gizi dengan Distribusi Berdasarkan Perilaku Hygiene BMI Kategori
Perilaku Hygiene
KurangBaik Baik
Total
Normal 92 116 208
PValue
Total KEK 20 47 67
112 163 275
0.037
Berdasarkan tabel 11 dari total 275 responden dengan Perilaku Hygine kurang baik yang termasuk dalam kategori normal sebanyak 92 responden (44,23%) dan Perilaku Hygine yang termasuk dalam kategorik kekurangan energi kronis ( KEK) sebanyak 20 responden (29,85%). Sedangkan Perilaku Hygine yang baik yang termasuk dalam kategori normal sebanyak 116 responden (55,77%) dan yang termasuk dalam kategori kekurangan energi kronis (KEK) sebanyak 47 responden (70,15%). Dengan nilai signifikasi P-Value 0.037 hal ini menujukan bahwa ada hubungan antara Perilaku Hygine dengan Body Mass Index.
4.2.7 Hubungan Status Gizi dengan Distribusi Berdasarkan Aktivitas Fisik Tabel 12 Hubungan Status Gizi dengan Distribusi Berdasarkan Aktivitas Fisik
Aktivitas Fisik Total
Berat Sedang Ringan
BMI Kategori Normal 26 65 117 208
KEK 5 18 44 67
Total
PValue
31 83 161 275
0.328
Berdasarkan tabel 12 dari total 275 responden dengan Aktivitas Fisik Berat yang termasuk dalam kategori normal sebanyak 26 responden (12,50%) dan yang termasuk dalam kategorik kekurangan energi kronis (KEK) sebanyak 5 responden (7,46%). Sedangkan pada Aktivitas Fisik Sedang yang termasuk dalam kategori normal sebanyak 65 responden (31,25%) dan yang termasuk dalam kategori kekurangan energi kronis (KEK) sebanyak 18 responden (26,87%). Sedangkan pada Aktivitas Fisik Ringan yang termasuk dalam kategori normal sebanyak 117 responden (56,25%) dan yang termasuk dalam kategori kekurangan energi kronis (KEK) sebanyak 44 responden (65,67%). Dengan nilai signifikasi P-Value 0.328 hal ini menujukan bahwa tidak ada hubungan antara Aktitas Fisik dengan Body Mass Index.
32
4.2.8 Hubungan Status Gizi dengan Distribusi Berdasarkan Pengetahuan Tabel 13 Hubungan Status Gizi dengan Distribusi Berdasarkan Pengetahuan BMI Kategori Normal KEK Pengetahuan
Total
KurangBaik
141
45
186
Baik
67 208
22 67
89 275
Total
PValue 0.924
Berdasarkan tabel 13 dari total 275 responden dengan Pengetahuan kurang baik yang termasuk dalam kategori normal sebanyak 141 esponden (67,79%) dan yang termasuk dalam kategorik kekurangan energi kronis (KEK) sebanyak 45 responden (67,16%). Sedangkan pada Pengetahuan yang baik yang termasuk dalam kategori normal sebanyak 67 responden (32,21%) dan yang termasuk dalam kategori kekurangan energi kronis (KEK) sebanyak 22 responden (32,84%). Dengan nilai signifikasi P-Value 0.924 hal ini menujukan bahwa tidak ada hubungan antara Pengetahuan dengan Body Mass Index.
4.2.9 Hubungan Status Gizi dengan Distribusi Berdasarkan Ibu Bekerja atau Tidak Tabel 14 Hubungan Status Gizi dengan Distribusi Berdasarkan Ibu Bekerja atau Tidak BMI Kategori Normal KEK Ibu Bekerja Total
Total
TidakBekerja
126
42
168
Bekerja
82 208
25 67
107 275
PValue 0.758
Berdasarkan tabel 14 dari total 275 responden dengan Ibu yang tidak bekerja yang termasuk dalam kategori normal sebanyak 126 responden (60,58%) dan yang termasuk dalam kategorik kekurangan energi kronis (KEK) sebanyak 42 responden (62,69%). Sedangkan pada ibu yang bekerja yang termasuk dalam kategori normal sebanyak 82 responden (39,42%) dan yang termasuk dalam kategori kekurangan energi kronis (KEK) sebanyak 25 responden (37,31%). Dengan nilai signifikasi P-Value 0.758 hal ini menujukan bahwa tidak ada hubungan antara Ibu Bekerja dengan Body Mass Index.
33
4.2.10 Hubungan Status Gizi dengan Distribusi Berdasarkan Ayah Bekerja atau Tidak Tabel 15 Hubungan Status Gizi dengan Distribusi Berdasarkan Ayah Bekerja atau Tidak BMI Kategori Normal KEK Ayah Bekerja
Total
TidakBekerja
14
5
19
Bekerja
194 208
62 67
256 275
Total
PValue 0.837
Berdasarkan tabel 15 dari total 275 responden dengan Ayah yang tidak bekerja yang termasuk dalam kategori normal sebanyak 14 responden (6,73%) dan yang termasuk dalam kategorik kekurangan energi kronis (KEK) sebanyak 5 responden (7,46%). Sedangkan pada Ayah yang bekerja yang termasuk dalam kategori normal sebanyak 194 responden (93,27%) dan yang termasuk dalam kategori kekurangan energi kronis (KEK) sebanyak 62 responden (92,53%). Dengan nilai signifikansi PValue 0.837 hal ini menujukan bahwa tidak ada hubungan antara Ayah Bekerja dengan Body Mass Index.
34
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik Responden Adapun deskripsi karakteristik responden di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jambi tahun 2017 semester I yang terdiri dari 6 kelas dan semester III terdiri dari 3 kelas. Berdasarkan jenis kelamin responden, frekuensi laki-laki yaitu 46 responden dan perempuan 229 responden. 5.2 Hubungan Status Gizi dengan Faktor Sosial Demografi 5.2.1 Status Gizi Berdasarkan Jenis Kelamin Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jambi Tahun 2017 dari 275 responden dengan Jenis Kelamin Laki-Laki yang termasuk dalam kategori normal sebanyak 39 responden dan yang termasuk dalam kategori kekurangan energi kronis (KEK) sebanyak 7 responden. Sedangkan pada Jenis Kelamin Perempuan yang termasuk dalam kategori normal sebanyak 169 responden dan yang termasuk dalam kategori kekurangan energi kronis (KEK) sebanyak 60 responden. Didapatkan nilai signifikasi P-Value 0.133 hal ini menujukan bahwa tidak ada hubungan antara Jenis Kelamin dengan Body Mass Index. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian N.G.T Mushonga, dkk tahun 2013 didapatkan P-value sebesar 0.318 yang berarti tidak ada hubungan antara Body Mass Index dengan jenis kelamin. 5.2.2 Status Gizi Berdasarkan Umur Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jambi Tahun 2017 dari 275 responden dengan umur <=17 tahun yang termasuk dalam kategori normal sebanyak 15 responden dan yang termasuk kekurangan energi kronis (KEK) sebanyak 8 responden. Sedangkan dengan umur >=18 tahun yang termasuk dalam kategori normal sebanyak 193 responden dan yang termasuk kekurangan energi kronis (KEK) sebanyak 59 responden. Dengan nilai signifikasi P-Value 0.224 hal ini menujukan tidak ada hubungan antara umur dengan Body Mass Index. Hal ini sesuai dengan penelitian N.G.T Mushonga, dkk tahun 2013 dirujuk pada penelitian Heid et al. (2010) bahwa umur dan BMI tidak memiliki nilai signifikan dengan P-Value sebesar 0.953 yang artinya BMI individu dapat diukur tanpa dikaitkan dengan umur yang berarti tidak ada hubungan antara Body Mass Index dengan umur responden. 35
5.2.3 Status Gizi Berdasarkan Perilaku Hygiene Berdasarkan hasil penelitian dari 275 responden dengan Perilaku Hygine kurang baik yang termasuk dalam kategori normal sebanyak 92 responden dan Perilaku Hygine yang termasuk dalam kategorik kekurangan energi kronis ( KEK) sebanyak 20 responden. Sedangkan Perilaku Hygine yang baik yang termasuk dalam kategori normal sebanyak 116 responden dan yang termasuk dalam kategori kekurangan energi kronis (KEK) sebanyak 47 responden. Dengan nilai signifikasi P-Value 0.037. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara Perilaku Hygiene dengan Body Mass Index. Dalam hal ini dari semua indikator dalam faktor sosial demografi dihubungkan dengan status gizi, hanya Perilaku Hygiene yang memiliki hubungan dengan status gizi.
5.3 Permasalahan yang ditemukan Beberapa permasalahan yang ditemui pada mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jambi Tahun 2017 di antaranya yaitu : 1. Berdasarkan status gizi menurut IMT dari 252 responden dengan umur >=18 tahun diperoleh 157 responden yang dikategorikan kurus dan 30 responden dikategorikan gemuk. 2. Berdasarkan status gizi IMT/U dari 23 responden dengan umur <=17 tahun diperoleh 2 orang yang dikategorikan kurus, dan 5 orang yang dikategorikan gemuk. 3. Bias informasi dalam hal manajemen data dari hasil pengukuran antropometri.
36
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dillakukan pada 275 yang terdiri dari 46 laki-laki dan 229 perempuan mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Tahun 2017 dapat simpulkan sebagai berikut: 1. Status Gizi berdasarkan Indeks Massa Tubuh/Umur (IMT/U) untuk umur dibawah 18 tahun adalah 8.69% responden berada pada kategori kurus, 69.57% responden dikategorikan normal dan 21.74% dikategorikan gemuk. Status gizi responden berdasarkan Indeks Massa Tubuh/Umur (IMT/U) untuk umur dibawah 18 tahun adalah 8.69% responden berada pada kategori kurus, 69.57% responden dikategorikan normal dan 21.74% dikategorikan gemuk. 2. Hasil pengukuran antropometri dilihat dari kategori Berat Badan Laki-Laki memiliki nilai Mean sebesar 61,39, Median 59,00, Standar Deviasi 11,44, nilai Minimum 43,00 dan nilai Maximum sebesar 93,00. Sedangkan untuk kategori Berat Badan perempuan memiliki nilai Mean sebesar 50,27, Median 59,00, Standar Deviasi 9,44, nilai Minimum 34,50 dan nilai Maximum sebesar 99,60. 3. Hasil pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA) pada 229 perempuan didapatkan bahwa pada kategori Normal memiliki jumlah responden sebanyak 181 orang. Sedangkan pada kategori Kurang Energi Kronis (KEK) memiliki jumlah responden sebanyak 48 orang. 4. Hasil pengukuran untuk Lingkar Perut Laki-Laki Normal memiliki nilai Mean 73,20, Median 71,50, Standar Deviasi 7,11, dan nilai Minimum 60,00 dan nilai Maximum sebesar 87,00. Selain itu untuk Lingkar Perut Laki-Laki Obesitas memiliki nilai Mean sebesar 98,50, Median 98,00, Standar Deviasi 5,28, dan nilai Minimum sebesar 90,00, dan nilai Maximum sebesar 105,00. Sedangkan untuk Lingkar Perut Perempuan Normal memiliki nilai Mean 68,71, Median 69,00, Standar Deviasi 5,18, dan nilai Minimum sebesar 53,00, dan nilai Maximum sebesar 79,00. Selain itu untuk Lingkar Perut Perempuan Obesitas memiliki nilai Mean 88,17, Median 86,00, Standar Deviasi 6,96, dan nilai Minimum 80,00, dan nilai Maximum sebesar 105,00.
6.2 Saran Berdasarkan
hasil
pengukuran
antropometri
yang
dilakukan,
ditemukan
permasalahan status gizi dari 275 responden yaitu kurus dan gemuk. Dimana responden yang dikategorikan kurus disarankan untuk lebih memperhatikan pola makan
37
dengan menu gizi seimbang, sedangkan yang dikategorikan gemuk disarankan untuk memperhatikan pola makan dengan melakukan intervensi diet dan olahraga teratur.
38
DAFTAR PUSTAKA Barrie M. Margetts and Michael Nelson. 1996. Design Concept in Nutrition Epidemology. London. OXFORD University Press. Fitriani,
Mela, dkk. 2015. ANTROPOMETRI. Artikel. https://www.academia.edu/11417214/Antropometr1).
(Diakses
dari
Ilma, EPN. 2013. Antropometri. Paper. (Diakses dari eprints.ums.ac.id/22561/2/BAB_I.pdf) Putra,
TBMW. 2016. ERGONOMI. Paper. (Diakses dari http://repository.unisba.ac.id/bitstream/handle/123456789/3018/06bab2_Tegar%20 BMW%20Putra_100702010015_skr_2016.pdf?sequence=6&isAllowed=y
Syaifullah, Hanif. 2009. ANTROPOMETRI. http://www.academia.edu/14962682/Antropometri)
Artikel.
(Diakses
dari
UII. 2010. PENGUKURAN DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA. Modul Artikel. (Diakses dari http://apk.lab.uii.ac.id/CATEN%202013/modul/Antropometri.pdf) UGM.
2013. ANTROPOMETRI. Paper. (Diakses dari http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?mod=download&sub=DownloadFile&act= view&typ=html&id=64503&ftyp=potongan&potongan=S1-2013-280269chapter1.pdf)
Mugi, Prestiana, dkk. 2016. Pengukuran Atropometri Pada Orang Dewasa. Artikel. (Diakses dari https://www.academia.edu/11877063/Pengukuran_Antropometri_Orang_Dewasa) Auliyanah, Anna. 2012. Praktikum Gizi; Pengukuran Antropometri. Artikel. Citra, Anisyah. 2016. Keterbatasan Indeks Massa Tubuh. Artikel. (Diakses dari https://www.apki.or.id/keterbatasan-indeks-massa-tubuh/) UNILA.
2015. ANTROPOMETRI. Paper. http://digilib.unila.ac.id/15787/18/BAB%20II.pdf)
(Diakses
dari
Walter, Willett. 1988. Nutrional Epidemiology Second Edition. New York : Oxford University Press.
39
LAMPIRAN I DOKUMENTASI
40
LAMPIRAN II INSTRUMEN PRAKTEK
KUISIONER PENILAIAN STATUS GIZI MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS JAMBI TAHUN 2017 I. PENGENALAN TEMPAT 1
Provinsi
2
Kabupaten/Kota*)
3
Kecamatan
4
Desa/Kelurahan*)
5
Nomor Kode Sampel
6
Alamat rumah
II. KETERANGAN RESPONDEN
1
Nama responden:
2
Tempat dan Tanggal lahir:
3
Anak ke…. dari… bersaudara
4
Semester
5
Kelas
III. KETERANGAN PENGUMPUL DATA
1
Nama Pengumpul Data:
2
Tgl. Pengumpulan 3
4 Nama Ketua Tim:
Tanda tangan Pengumpul Data
5
Tgl. Pengecekan: 6 Tanda tangan Ketua Tim:
41
B. PENGUKURAN DAN PEMERIKSAAN BERAT BADAN DAN TINGGI BADAN/ PANJANG BADAN (UNTUK SEMUA UMUR ) B01
B02
a. Apakah ART ditimbang ?
1.Ya
2. Tidak
b. Berat Badan (kg)
................................ kg
a. Apakah ART diukurTinggi/Panjang Badan?
1.Ya
b. Tinggi/Panjang Badan (Cm)
................................. cm
2.Tidak
, ,
LINGKAR LENGAN ATAS (LILA) KHUSUS WANITA USIA SUBUR (15-49 TAHUN) DAN/ ATAU WANITA HAMIL B03
a.Apakah ART diukur Lingkar Lengan Atas (LILA)
1.Ya
2. Tidak
b. Lingkar Lengan Atas (LILA)cm
............................... cm
,
LINGKAR PERUT (KHUSUS ART UMUR ≥ 15 TAHUN) KECUALI IBU HAMIL B04
a. Apakah ART diukur Lingkar Perut
1.Ya
2. Tidak
b. Lingkar Perut (Cm)
............................... cm
,
42