BAB I LATAR BELAKANG
Tanah adalah salah suatu komponen lahan berupa lapisan teratas kerak bumi yang terdiri dari bahan mineral dan bahan organik serta mempunyai sifat fisik, kimia, biologi, dan mempunyai kemampuan menunjang kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Seperti kita ketahui rantai makanan bermula dari tumbuhan. Manusia dan hewan hidup dari tumbuhan. Memang ada tumbuhan dan hewan yang hidup di laut, tetapi sebagian besar dari makanan kita berasal dari permukaan tanah. Oleh sebab itu, sudah menjadi kewajiban kita menjaga kelestarian tanah sehingga tetap dapat mendukung kehidupan di muka bumi ini. Akan tetapi, sebagaimana halnya pencemaran air dan udara, pencemaran tanah pun sebagian besar akibat kegiatan manusia juga. Pengolahan tanah bertujuan untuk: memperbaiki kondisi tanah, dan memberikan kondisi menguntungkan bagi pertumbuhan akar. Melalui pengolahan tanah, drainase dan aerasi yang kurang baik akan diperbaiki. Tanah diolah pada kondisi lembab tetapi tidak terlalu basah. Tanah yang sudah gembur hanya diolah secara umum. Pertanian di Indonesia berkembang sesuai dengan pengetahuan masyarakat. Pada awal mulanya, bercocok tanam dilakukan secara berpindah-pindah (swiden agriculture). Ladang dan hutan dibuka, lalu ditanami tanaman pokok seperti padi gogo, talas, ubi kayu, ubi jalar, dan sayuran. Tanaman tersebut belum diberi pupuk kandang atau pemeliharaan lainnya. Mulanya tanaman tumbuh subur, tetapi semakin lama, semakin merosot pula kesuburannya. Karena produksi menurun, petani berpindah ke tempat lain lalu membuka hutan kembali dan menanaminya. Ladang yang telah ditinggal begitu saja akan menjadi tandus, bahkan menjadi padang ilalang. Sistem ladang berpindah tersebut kemudian berkembang menjadi sistem pertanian tradisional.
Disebut
pertanian
tradisional
karena
pengelolaannya
masih
sederhana.
Pengolahan tanah baru dilakukan saat musim hujan tiba. Sedangkan pada tanah tegalan, umumnya hanya ditanami satu jenis tanaman secara terus menerus dalam waktu yang sangat lama, sehingga menimbulkan masalah yang berupa berkurangnya kesuburan tanah, hasil panen merosot, serta hama dan penyakit berkembang dengan den gan pesat pes at dan tak terkendali. Pada tanah yang miring, kesuburannya menjadi cepat merosot dan terjadi banyak erosi karena tanahnya belum dibuat sistem terassering atau sengkedan. Sebenarnya pertanian organik merupakan pertanian yang akrab dengan lingkungannya karena tidak memakai pestisida. Akan tetapi, produksinya tidak mampu menyaingi atau 1
mengimbangi kebutuhan pangan penduduk yang terus bertambah. Untuk mengimbangi kebutuhan pangan tersebut, perlu diupayakan peningkatan produk yang kemudian berkembang sistem pertanian konvensional oleh l atau pertanian tradisional. Pengolahan tanah dengan cara-cara yang baik dapat meningkatkan produktifitas hasil dari Pertanian yang di usahakan. System pertanian orgnanic sangat tergantung bagaimana cara perawatan tanaman dan cara pengendalian OPT. pengolahan lahan pertanian dilakukan dengan cara yang efisien dan tidak merusak kondisi tanah karna apabila tanah itu rusak pertumbuhan tanaman yang diusahan akan menjadi terganggu.
TUJUAN
Adapun penulisan karya ini bertujuan untuk mengungkap bagamana pengolahan lah an dengan system pertanian organic.
2
BAB II DASAR TEORI
Pertanian organik ditakrifkan sebagai sistem pengurusan pengeluaran makanan holistik, yang menggalakkan dan meningkatkan kesihatan ekosistem pertanian, termasuk kepelbagaian bio, pusingan biologikal dan aktiviti biologikal tanah. Beberapa indikator yang memprihatinkan hasil evaluasi perkembangan kegiatan pertanian hingga saat ini, yaitu : (1)
tingkat produktivitas lahan menurun,
(2)
tingkat kesuburan lahan merosot,
(3)
konversi lahan pertanian semakin meningkat,
(4)
luas dan kualitas lahan kritis semakin meluas,
(5)
tingkat pencemaran dan kerusakan lingkungan pertanian meningkat,
(6)
daya dukung likungan merosot,
(7)
tingkat pengangguran di pedesaan meningkat,
(8)
daya tukar petani berkurang,
(9) penghasilan dan kesejahteraan keluarga petani menurun, (10) kesenjangan antar kelompok masyarakat meningkat. Penggunaan lahan diatas daya dukungnya tanpa diimbangi dengan upaya konservasi dan perbaikan kondisi lahan akan menyebabkan degradasi lahan. Lahan di daerah hulu dengan lereng curam yang hanya sesuai untuk hutan, apabila mengalami alih fungsi menjadi lahan pertanian tanaman semusim akan rentan terhadap bencana erosi dan atau tanah longsor. Perubahan penggunaan lahan miring dari vegetasi permanen (hutan) menjadi lahan pertanian intensif menyebabkan tanah menjadi lebih mudah terdegradasi oleh erosi tanah. Praktek penebangan dan perusakan hutan (deforesterisasi) merupakan penyebab utama terjadinya erosi di kawasan daerah aliran sungai (DAS). Penurunan produktivitas usahatani secara langsung akan diikuti oleh penurunan pendapatan petani dan kesejahteraan petani. Disamping menyebabkan ketidak-berlanjutan usahatani di wilayah hulu, kegiatan usahatani tersebut juga menyebabkan kerusakan sumberdaya lahan dan lingkungan di wilayah hilir, yang akan menyebabkan ketidak berlanjutan beberapa kegiatan usaha ekonomi produktif di wilayah hilir akibat terjadinya pengendapan sedimen, kerusakan sarana irigasi, bahaya banjir dimusim penghujan dan kekeringan dimusim kemarau.
3
Pertanian
Berkelanjutan
adalah
keberhasilan
dalam
mengelola
sumberdaya
untuk
kepentingan pertanian dalam memenuhi kebutuhan manusia, sekaligus mempertahankan dan meningkatkan kualitas lingkungan serta konservasi sumberdaya alam. Pertanian berwawasan lingkungan selalu memperhatikan nasabah tanah, air, manusia, hewan/ternak, makanan, pendapatan dan kesehatan. Sedang tujuan pertanian yang berwawasan lingkungan adalah mempertahankan dan meningkatkan kesuburan tanah; meningkatkan dan mempertahankan basil pada aras yang optimal; mempertahankan dan meningkatkan keanekaragaman hayati dan ekosistem; dan yang lebih penting untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatan penduduk dan makhluk hidup lainnya. Sistem pertanian berkelanjutan harus dievaluasi berdasarkan pertimbangan beberapa kriteria, antara lain Konservasi merupakan faktor yang penting dalam pertanian berwawasan lingkungan. Konservasi sumberdaya terbarukan berarti sumberdaya tersebut harus dapat difungsikan secara berkelanjutan (continous). Sekarang kita sudah mulai sadar tentang potensi teknologi, kerapuhan lingkungan, dan kemampuan budi daya manusia untuk merusak lingkungan tersebut. Suatu hal yang perlu dicatat bahwa ketersediaan sumberda ya adalah terbatas. Pertanian ramah lingkungan salah satunya adalah dengan menerapkan pertanian organik. Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang menghindari penggunaan pupuk buatan, pestisida dan hasil rekayasa genetik, menekan pencemaran udara, tanah, dan air. Di sisi lain, Pertanian organik meningkatkan kesehatan dan produktivitas di antara flora, fauna dan manusia. Penggunaan masukan di luar pertanian yang menyebabkan degradasi sumber daya alam tidak dapat dikategorikan sebagai pertanian organik. Sebailknya, sistem pertanian yang tidak menggunakan masukan dari luar, namun mengikuti aturan pertanian organik dapat masuk dalam kelompok pertanian organik, meskipun agro-ekosistemnya tidak mendapat sertifikasi organik. Bila kita sepenuhnya mengacu kepada terminologi (pertanian organik natural) ini tentunya sangatlah sulit bagi petani untuk menerapkannya, oleh karena itu pilihan yang dilakukan adalah melakukan pertanian organik regenaratif, yaitu pertanian dengan perinsip pertanian disertai dengan pengembalian ke alam masukan-masukan yang berasal dari bahan organik. Pengelolaan pertanian yang berwawasan lingkungan dilakukan melalui pemanfaatan sumberdaya alam secara optimal, lestari dan menguntungkan, sehingga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk kepentingan generasi sekarang dan generasi mendatang. Pemilihan komoditas dan areal usaha yang cocok merupakan kunci dalam pelaksanaan pembangunan pertanian berkelanjutan, komoditas harus yang menguntungkan secara
4
ekonomis, masyarakat sudah terbiasa membudidayakannya, dan dibudidayakan pada lahan yang tidak bermasalah dari segi teknis, ekologis dan menguntungkan secara ekonomis. Beberapa perinsip dasar yang perlu diperhatikan adalah: (1) pemanfaatan sumberdaya alam untuk pengembangan agribisnis hortikultura (terutama lahan dan air) secara lestari sesuai dengan kemampuan dan daya dukung alam, (2) proses produksi atau kegiatan usahatani itu sendiri dilakukan secara akrab lingkungan, sehingga tidak menimbulkan dampak negatif dan eksternalitas pada masyarakat, (3) penanganan dan pengolahan hasil, distribusi dan pemasaran, serta pemanfaatan produk tidak menimbulkan masalah pada lingkungan (limbah dan sampah), (4) produk yang dihasilkan harus menguntungkan secara bisnis, memenuhi preferensi konsumen dan aman konsumsi. Keadaan dan perkembangan permintaan dan pasar merupakan acuan dalam agribisnis hortikultura ini. Pengolahan tanah bertujuan untuk: memperbaiki kondisi tanah, dan memberikan kondisi menguntungkan bagi pertumbuhan akar. Melalui pengolahan tanah, drainase dan aerasi yang kurang baik akan diperbaiki. Tanah diolah pada kondisi lembab tetapi tidak terlalu basah. Tanah yang sudah gembur hanya diolah secara umum
1.
Persiapan Dilakukan dengan cara membalik tanah dan memecah bongkah tanah agar diperoleh tanah yang gembur untuk memperbaiki aerasi. Tanah yang akan ditanami (calon tempat barisan tanaman) dicangkul sedalam 15-20 cm, kemudian diratakan. Tanah yang keras memerlukan pengolahan yang lebih banyak. Pertama-tama tanah dicangkul/dibajak lalu dihaluskan dan diratakan
2.
Pembukaan lahan Pengolahan lahan diawali dengan membersihkan lahan dari sisa sisa tanaman sebelumnya. Bila perlu sisa tanaman yang cukup banyak dibakar, abunya dikembalikan ke dalam tanah, kemudian dilanjutkan dengan pencangkulan dan pengolahan tanah dengan bajak.
3.
Pembentukan Bedengan Setelah tanah diolah, setiap 3 meter dibuat saluran drainase sepanjang barisan tanaman. Lebar saluran 25-30 cm dengan kedalaman 20 cm. Saluran ini dibuat terutama pada tanah yang drainasenya jelek.
5
4.
Pengapuran Di daerah dengan pH kurang dari 5, tanah harus dikapur. Jumlah kapur yang diberikan berkisar antara 1-3 ton yang diberikan tiap 2-3 tahun. Pemberian dilakukan dengan cara menyebar kapur secara merata atau pada barisan tanaman, sekitar 1 bulan sebelum tanam. Dapat pula digunakan dosis 300 kg/ha per musim tanam dengan cara disebar ada barisan tanaman.
5.
Pemupuka Apabila tanah yang akan ditanami tidak menjamin ketersediaan hara yang cukup maka harus dilakukan pemupukan. Dosis pupuk yang dibutuhkan tanaman sangat bergantung pada kesuburan tanah dan diberikan secara bertahap
Pengolahan Tanah Secara Mekanis Keuntungan Pengolahan Tanah Secara Mekanis Salah satu keuntungan dari pengolahan secara mekanis adalah dapat dilakukan dengan lebih cepat, sehingga dapat memperpendek waktu yang diperlukan dalam budidaya secara keseluruhan. Adapun beberapa keuntungan pengolahan tanah secara mekanis adalah sebagai berikut : Keuntungan Teknis Pekerjaan pengolahan tanah memerlukan tenaga yang sangat besar, sehingga dibutuhkan banyak tenaga kerja. Dengan tenaga yang besar, yang dimiliki per alatan mekanis, pekerjaan yang berat akan dengan mudah dikerjakan. Hasil pengolahan tanah secara mekanis dapat lebih dalam. Keuntungan Ekonomis Berdasarkan hasil penelitian (di Pulau Jawa), biaya pengolahan tanah per hektar dengan traktor akan lebih murah dibandingkan dengan menggunakan tenaga manusia maupun hewan. Penurunan biaya pengolahan tanah ini tentunya akan meningkatkan keuntungan para petani. Keuntungan Waktu Dengan tenaga yang cukup besar, tentunya pengolahan tanah yang dilakukan secara mekanis akan lebih cepat. Dengan cepatnya waktu pengolahan tanah, akan mempercepat pula proses budidaya secara keseluruhan. Untuk beberapa tanaman yang berumur pendek, sisa waktu yang tersedia ini dapat digunakan untuk melakukan budidaya lagi. Mengkondisikan Lahan
6
Salah satu keuntungan dari pengolahan secara mekanis adalah dapat dilakukan dengan lebih cepat, sehingga dapat memperpendek waktu yang diperlukan dalam budidaya secara keseluruhan. Dalam mengolah tanah secara mekanis, lahan yang akan diolah harus dikondisikan terlebih dahulu sehingga siap untuk diolah. Ada beberapa hal yang perlu disiapkan agar lahan siap untuk diolah secara mekanis, yaitu : 1. Topografi (kenampakan permukaan lahan) Traktor dapat bekerja pada lahan dengan topografi yang terbatas. Untuk traktor tangan sebaiknya jangan melebihi 30°. Apabila lahan terlalu miring, traktor bisa terguling. Lahan yang bergelombang juga akan berpengaruh terhadap hasil pengolahan. Sebaiknya lahan yang demikian dibuat berteras sehingga lahan bisa memenuhi syarat untuk diolah secara mekanis. Selain itu, traktor sebagai kendaraan beroda, memerlukan jalan dan jembatan untuk memasuki lahan yang akan diolah. Pembuatan teras, jalan, dan jembatan tidak dibahas dalam modul ini. 2. Vegetasi (tanaman yang tumbuh di lahan) Batang tanaman dan sisa tanaman yang cukup besar akan menghambat implemen masuk ke dalam tanah, sehingga hasil pengolahan tidak efektif. Batang tanaman yang lentur tetapi kuat (liat) akan tergulung oleh putaran mesin rotari, sehingga akan menambah beban dan dapat merusak mesin. Akar tanaman yang kuat (liat) dan saling berhubungan akan mengikat tanah sehingga susah untuk diolah. Vegetasi yang sekiranya mengganggu harus dipindahkan dari lahan atau dihancurkan. Vgtasi tersebut bisa dibabat dengan parang/arit. Sekarang sudah ada mesin pemotong yang digerakkan oleh traktor. Namun cara pengoperasiannya tidak dibahas pada modul ini. 3. Bebatuan Bebatuan yang besar dan keras, apabila tertabrak oleh implemen, dapat merusak implemen. Mata bajak singkal atau piringan dapat pecah, sedang pisau mesin rotari dapat patah. Batu-batu yang besar harus disingkirkan terlebih dahulu dari lahan sebelum diolah, dengan cara dicongkel dengan linggis atau digali dengan cangkul. Batu yang telah tergali dapat diangkat untuk disingkirkan ke tepi lahan. Sedang batu-batu yang kecil dapat disingkirkan setelah lahan diolah. 4. Kadar air tanah Kondisi kadar air tanah akan mempengaruhi sifat dari tanah itu sendiri. Pada tanah yang terlalu kering, tanah akan sangat keras dan padat. Apabila diolah, akan memerlukan implemen yang kuat dan daya tarik traktor yang sangat besar. Sehingga pengolahan
7
akan tidak efisien. Tanah hasil olahan berfariasi dari bongkahan besar sampai tanah yang hancur. Selain itu juga menimbulkan debu yang berterbangan. Apabila tanah dibasahi, tanah akan melunak. Hal ini ditandai dengan berubahnya warna tanah menjadi lebih gelap. Namun apabila tanah diambil dan digulung-gulung tidak liat dan tidak lengket, namun remah (pecah-pecah). Kondisi ini cocok untuk dilakukan pengolahan tanah. Pengolahan pada kondisi ini sering dinamakan pengolahan tanah kering. Apabila tanah dibasahi lagi, tanah akan liat dan lengket. Apabila diolah, akan lengket di implemen dan roda traktor. Hasil pengolahan tidak akan sempurna (tidak efektif). Sementara putaran roda traktor mudah slip. Tanah dalam kondisi ini, kemampuan menyangganya sangat rendah, sehingga traktor yang memasuki lahan, rodanya akan masuk ke dalam tanah. Apabila tanah lebih dibasahi lagi, tanah akan menjadi lumpur. Tanah tidak akan lengket lagi namun dapat mengalir. Kondisi ini juga cocok untuk dilakukan pengolahan tanah. Pengolahan pada kondisi ini sering dinamakan pengolahan tanah b asah. Faktor Penghambat Pengolahan Tanah Secara Mekanis Faktor-faktor tersebut diantaranya, adalah: 1) Faktor Teknis Penggunaan traktor di lapangan untuk pengolahan tanah terlihat bahwa masih banyaknya sisa tunggul pada petakan olahan dapat menghambat penggunaan alat pengolahan tanah, sehingga dapat menurunkan kapasitas dan efisiensi kerja alat. Akibatnya dapat menyebabkan menurunnya pendapatan dari penggunaan traktor. Selain itu ketersediaan sukucadang juga menjadi faktor penghambat. 2) Faktor ekonomi Kemampuan daya beli alat mesin pertanian mempengaruhi pengembangan pengolahan tanah secara mekanis khususnya para petani di pedesaan. 3) Faktor Sumber Daya Manusia Penggunaan alat/mesin pertanian biasanya menuntut pengetahuan dan keterampilan. Begitu pula dengan penggunaan alat pengolahan tanah. Tingkat pendidikan petani di Indonesia pada umumnya masih rendah.
8
BAB III PEMBAHASAN
Penggunaan pestisida yang berlebih dalam kurun yang panjang, akan berdampak pada kehidupan dan keberadaan musuh alami hama dan penyakit, dan juga berdampak pada kehidupan biota tanah. Hal ini menyebabkan terjadinya ledakan hama penyakit dan degradasi biota tanah. Penggunaan pupuk kimia yang berkonsentrasi tinggi dan dengan dosis yang tinggi dalam kurun waktu yang panjang menyebabkan terjadinya kemerosotan kesuburan tanah karena terjadi ketimpangan hara atau kekurangan hara lain, dan semakin merosotnya kandungan bahan organik tanah. Pengolahan tanah secara pertanian organic sangat baik demi menjaga biota tanah yang hidup di dalam tanah sehingga perkembangan tanaman yang di tanam dapat tumbuh secara maksimal. Pengolahan tanah dengan system pertanian organic dapat dilakukan dengan berbagai macam ; 1. Pengolahan tanah dapat dilakukan dengan menggunakan alat bantu yang tidak merusak kesuburan tanah. 2. Penggunaaan system cropping yang ramah lingkungan 3. Tidak menggunakan pupuk non organic yang berlebih dalam pemupukan Pengolahan tanah dalam usaha budidaya pertanian bertujuan untuk menciptakan keadaan tanah olah yang siap tanam baik secara fisis, kemis, maupun biologis, sehingga tanaman yang dibudidayakan akan tumbuh dengan baik. Pengolahan tanah terutama akan memperbaiki secara fisis, perbaikan kemis dan biologis terjadi secara tidak langsung. Kegiatan pengolahan tanah dibagi ke dalam dua tahap, yaitu: (1) Pengolahan tanah pertama (pembajakan), dan (2) Pengolahan tanah kedua (penggaruan). Dalam pengolahan tanah pertama, tanah dipotong, kemudian dibalik agar sisa tanaman dan gulma yang ada di permukaan tanah terpotong dan terbenam. Kedalaman pemotongan dan pembalikan tanah umumnya antara 15 sampai 20 cm. Pengolahan tanah kedua, bertujuan menghancurkan bongkah tanah hasil pengolahan tanah pertama yang besar menjad lebih kecil dan sisa tanaman dan gulma yang terbenam dipotong lagi menjadi lebih halus sehingga akan mempercepat proses pembusukan.
9
Pengolahan tanah / penanaman mengikuti garis kontur dilakukan pada lahan miring untuk mengurangi erosi dan aliran permukaan. Garis kontur adalah suatu garis khayal yang menghubungkan titik-titik yang tingginya sama dan berpotongan tegak lurus dengan arah kemiringan lahan. Bangunan dan tanaman dibuat sepanang garis kontur dan disesuaikan dengan keadaan permukaan lahan. Penanaman pada garis kontur dapat mencakup pula pembuatan perangkap tanah, teras bangku atau teras guludan, atau penanaman larikan. Pengolahan tanah dan penanaman mengikuti
kontur
banyak
dipromosikan
di
berbagai
daerah
di
Indonesia
dalam
mengembangkan pertanian yang berkelanjutan. Keuntungan
Mengurangi aliran permukaan dan erosi
Mengurangi kehilangan unsur hara
Mempercepat pengolahan tanah apabila menggunakan tenaga ternak atau traktor karena luku atau alat pengolah tanah yang lain.
Kelemahan
Penentuan garis kontur yang kurang tepat dapat memperbesar resiko terjadinya erosi
Karena itu diperlukan ketrampilan khusus yang memadai untuk menentukan garis kontur
Membutuhkan pengerahan tenaga kerja yang cukup intensif.
Jika mengolah tanah, dengan bajak atau cangkul, terbentuk jalur-jalur tumpukan tanah yang dibalik memanjang ke bawah searah lereng, akan terjadi konsentrasi aliran permukaan pada alur-alur tersebut yang mengakibatkan erosi. Ini disebut pengolahan tanah menurut lereng. Pada pengolahan tanah menurut kontur, pembajakan dilakukan menurut kontur atau memotong lereng, sehingga terbentuk jalur tumpukan tanah dan alur di antara tumpukan tanah yemng terbentang menurut kontur, seperti tertera pada Gambar. Pengolahan tanah menurut kontur lebih efektif jika diikuti dengan penanaman menurut kontur, yaitu barisan tanaman diatur sejalan dengan garis kiontur. Dalam bahasa Inggris cara ini dinamai contour cultivation atau contour farming atau contouring. Keuntungan utama pengolahan menurut kontur adalah terbentuknya penghambat aliran permukaan yang meningkatkan penyerapan air oleh tanah dan menghindari pengangkutan tanah. Oleh karena itu di daerah beriklim kering, pengolahan menurut kontur juga sangat efektif untuk konservasi air.
10
Pengolahan menurut kontur efektif dalam pencegahan erosi
pada tanah yang
diklasifikasikan menurut kemampuan tanah dalam kelas II dan III dengan tanah yang permeabilitasnya sedang sampai cepat. Pada tanah dengan kemampuan II dan III ini manfaat pengelolaan tanah menurut kontur tergantung pada tipe tanah, bentuk lereng dan iklim. Sitanala Arsyad (2006). Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press. Cara penanaman tanaman yang searah garis kontur yaitu garis yang menghubungkan ttiktitik yang mempunyai ketinggian yangh sama pada tanah-tanah yang berlereng atau mempunyai kemiringan. Tujuan
Menghambat kecepatan aliran permukaan
Memperbesar peresapan air permukaan ke dalam tanah
Menghemat biay, tenaga dan waktu.
Gambar Teknis Persyaratan Teknis
1. Pada tanah yang mempunyai kemiringan 3 – 6% penanaman secara ontur yang dianjurkan sebaiknuya tidka melebihi panjang 100 m, saluran pembuangan penting diperhatikan 2. Pada tanah yang mempunyai kemiringan lebih dari 8 % dianjurkan agar panjangnya tidak melebihi 65 m, saluran pembuangan penting untuk diperhatikan 3. Penanaman secara kontur tidak efektif dilaksanakan pada tanah yang mempunyai kemiringan kurang dari 3% dan lebih dari 8% sampai 25%. Hasil Penelitian
Penanaman searah kontur pada kelerengan 4 – 6% dapat mengurangi erosi dan run-off 50%
PEMBUATAN GARIS KONTUR DALAM TEKNIK KONSERVASI
Garis kontur adalah garis yang menghubungkan titik-titik yang mempunyai ketinggian sama. Pembuatan garis kontur (garis sabuk gunung) mutlak diperlukan untuk mengefektifkan fungsi dari teknik konservasi tanah yang diterapkan. Teknik konservasi yang memerlukan garis kontur antara lain adalah sistem pertanaman lorong, teras bangku, teras gulud, dan teras kredit. Ada beberapa metode dalam menentukan garis kontur antara lain dengan menggunakan theodolit, abney level, waterpas selang plastik, dan ondolondol (Aframe).
11
BAB IV KESIMPULAN
Penggunaan system pertanian dalam mengoalah tanah sangat dianjurkan karna dapat mengurangi run off pada tanah sehingga tanah tidak mengalami degradasi. Penggunaan peralatan dalam mengolah tanah harus di perhaikan dampaknya bagi kesuburan tanah , jangan sampai peralatan yang kita gunakan merusak kondisi tanah. Pengolahan tanah dengn system pertanian organic dapat meningkatkan produktifitas unsure hara dalam tanah sehingga ketersediaan unsure hara dalam tanah tercukupi.
12
DAFTAR PUSTAKA
PERPUSTAKAAN BALITTANAH ⋅ 18 April 2012 Sumber: Riri Fithriadi dkk / Peny. (1997). Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering di Indonesia; Kumpulan Informasi. Hal 83 – 84. Jakarta: Pusat Penyuluhan Kehutanan. Dalam posting joko susilo blogspot.com Sumber: Tim Peneliti BP2TPDAS IBB (2002). Pedoman Praktik Konservasi Tanah dan Air. Hal. 85 – 86. Surakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Indonesia Bagian Barat.dalam posting amanda blogspot.com Sumber: Fahmuddin Agus dan Widianto (2004). Petunjuk Praktis Konservasi Tanah Pertanian Lahan Kering. Bogor: WORLD AGROFORESTRY CENTRE ICRAF Southeast Asia. Hal 42 – 44dalam posting eko sudarmono blogspot.com
13